#Jokpin
Explore tagged Tumblr posts
ruang-bising · 1 year ago
Text
"Tidak Semua Buku Yang Kamu Baca Harus Kamu Selesaikan."
Tumblr media
Isma'ul Ahmad pernah menuliskan di dalam bukunya,
"Tidak semua buku yang kamu baca harus kamu selesaikan"
Jika kamu tak lagi mampu menikmati alurnya, tak lagi bergairah melanjutkan jalan ceritanya, dan justru membuatmu semakin bingung memahaminya, tak apa berhenti saja. tidak semua buku yang kamu baca harus kamu selesaikan.
seperti Ia yang sedihnya tertulis 'bahagia' yang tangisnya tertulis 'tawa' dan yang diamnya selalu saja menghadirkan tanda tanya Adalah kata rahasia yang membingungkan, yang selalu kamu paksa untuk kamu pahami.
sesekali kamu harus menerima, bahwa di dunia ini, memang ada hal-hal yang tidak bisa dan tidak harus dimengerti seperti 'Alif Lam Mim'. Sekeras apapun kamu memahami maknanya, barangkali kamu hanya akan menemukan tafsir terbaik yang kebenarannya masih bisa dipertanyakan.
boleh jadi, pilihan terbaik adalah menutup buku itu dan memasrahkan segala jawaban pada-Nya, lalu mengatakan kalimat ini di dalam hati:
"Ia adalah buku yang tak pernah selesai kubaca, tapi akan senantiasa kusimpan. buku yang setiap halamannya mengandung misteri dan setiap katanya menyimpan tanda-tanya. Aku tak akan membukanya kembali sampai aku mulai memahami bahwa tidak harus kata-kata yang menjelaskan tetapi cukup oleh satu anggukan kecil dan sebuah senyuman."
206 notes · View notes
d-earr · 8 months ago
Text
Tumblr media
“Kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma.” - Joko Pinurbo
(kekal dalam karya mas🥀) Selamat jalan selamat beristirahat diatas pangkuan yang teramat kau rindukan..
11 notes · View notes
piecesofm · 11 months ago
Text
Cinta seperti penyair berdarah dingin yang pandai menorehkan luka. Rindu seperti sajak sederhana yang tak ada matinya.
Joko Pinurbo, Pacar Senja
6 notes · View notes
cakechoco · 8 months ago
Text
Selamat Jalan Sang Legenda
Karyamu kan abadi dalam ingatan.
-Joko Pinurbo
1 note · View note
fitra-man · 1 year ago
Text
Mencintai Dirinya Dengan Kurang
Retislaya yang kau ciptakan Sukses membuatku sering tenggelam dalam kubangan, Pertanyaan, “apa? saling berlomba dengan, “kenapa?”
Dalam dua waktu yang lalu, aku abai Masih berpeluh diriku Dengan jiwa yang hampir sinting
Akara buruk yang kau ciptakan Ternyata seakan mengikutiku, menguntit kemanapun Katanya merela akan diajarkan oleh sang waktu Tetapi, ikhlas bukanlah tentang perihal masa
Masa tidak bisa diklaim sebagai obat, masa tak bisa membuat semuanya baik-baik saja.
Penerimaan, maaf, kelapangan hati dan gelisahnya batin yang ditutup dengan bait doa yang tak bertepi.
Dadaku masih terisi penuh dengan pecah beling serta paku Yang hebatnya berasal dari mulutmu Segala tenung dan tuah
Ah mungkin benar yang dikatakan Jokpin Pembencimu adalah orang yang mencintai dirinya dengan kurang
Nanti dalam masa-masa yang akan datang Semoga napasmu pulang larut, tersengal, dadamu berdenyut Atau semuamu
Aku ingin tertawa tak peduli tentang itu
Retislaya-mu menyadarkanku bahwa aku mencintai diriku dengan penuh tanpa kurang, menjadi syukurku di tengah pertempuran hasutan orang-orang pembenciku sepertimu.
Frawsh_di Pertengahan November
18 notes · View notes
arhtant · 2 months ago
Text
Tumblr media
#Jokpin #ibu #balas
3 notes · View notes
koniginderrosen · 8 months ago
Text
Selain Jokpin
Siapa lagi selain Jokpin,
yang akrab dengan Tuhan
hingga aku takjub dengan
puisinya yang satu ini?
“Tuhan, aku sayang kamu.
Sayangku terbuat dari hati yang kurang hati-hati.
Tuhan tidak tidur.
Tuhan menciptakan tidur.”
Jokpin bisa mengucap sayang
kepada Tuhan, dengan mudah,
mengapa aku mengucap sayang
kepada ciptaan Tuhan, begitu susah?
“Buku latihan tidur pun tertidur, kata-kata
tertidur, dan ia minta selamat kepada tidur.
Tidur: alamat pulang paling pasti
ketika kata-kata kehabisan isi dan tak tahu lagi
ke mana akan membawamu pergi.”
Pada akhirnya semua akan tidur,
sebagaimana kata Jokpin, walaupun
perlu latihan. Kau apakah sudah latihan?
Aku berusaha tak kehabisan kata-kata
Siapa lagi selain Jokpin,
yang memberi makna pada
kata “yang” hingga empat huruf
itu bagiku tak lagi artinya satu?
Mei, 2023
12 notes · View notes
innnnna · 2 years ago
Text
Bukankah wajah kita pun cuma topeng yang tak pernah sempurna mengungkapkan kehendak penciptanya? - Jokpin
8 notes · View notes
anggakade · 8 months ago
Text
Apakah Kemudian Kita Harus Menyerah?
Dunia itu biasa saja. Yang hebat adalah tafsiran-tafsirannya -Jokpin Kita hidup dalam wilayah yang mungkin tidak pernah kita sangka ada dalam posisi ini. Layaknya kehidupan yang nantinya membentuk kematian, tentu ini berkaitan dengan bagaimana kehidupan tidak bisa menyerah karena memang kita harus dan akan menghadapi kenyataan. Apakah kemudian kita harus menyerah? Kadang berdiam dulu untuk…
View On WordPress
0 notes
timemachineeees · 8 months ago
Text
kenangan
untuk jokpin
Kelak kau akan jadi kenangan bagi tukang yamin langgananmu. Dia akan dengan teliti meracik yamin agar selalu presisi dengan seleramu.
Kelak kau akan jadi kenangan bagi tukang kopimu. Dia akan seduh dengan sungguh pesanan kopimu yang tak pernah berganti seakan itu terakhir kali.
Kelak kau akan jadi kenangan bagi pembacamu. Yang dalam remang terseok-seok membaca puisi jenakamu dan tahu tak akan ada lagi puisi puisi baru.
0 notes
ruang-bising · 1 year ago
Text
"Kau Membawa Lebih Dari Sepotongnya, puan..."
Tumblr media
Bu, maaf jika bujangmu ini lebih jarang pulang kerumah dibanding dulu yang seminggu sekali menengokmu ke rumah, maaf juga tatkala kembali ke rumah tidak bisa terlalu banyak mendengar keluh-kesahmu. Diam yang kutunjukkan, berekspresi pun seadanya.
Bu, cerita tentang mimpi-mimpi besarku juga tak bisa kau dengar sementara dulu, terpaksa harus terjeda...
Aku sudah bilang kan bu, aku akan kembali berkelana setelah memutuskan resign dari pekerjaanku? Minggu lalu aku di baduy dalam, hari ini aku berada di pedalaman gunung kidul, di pinggir pantai selatan yang tak bernama, sendiri. kugunakan separuh tabunganku untuk menghilang tanpa khawatir ada yang mencariku, berjalan tanpa tujuan demi menemukan tujuan, berpindah dari satu tempat ke tempat lain tanpa rencana. Apa itu rencana?
Kau tau bu? Seseorang yang menjadi penyebabku berkelana sejauh ini pernah berkata, "Aku hidup untuk hari ini dan besok saja." Terdengar klise namun sepertinya bagus untuk kujalani seperti itu. Setelah kecewa dengan rencanaku, kubiarkan diri ini berjalan mengikuti rencana Tuhan yang entah bagaimana.
Bu, memang benar katamu, ada beberapa orang di hidup kita; yang ketika ia pergi, ia juga membawa sepotong hati kita.
Seseorang datang bu, kau kenal, dia adalah yang paling banyak kutulis di catatan harianku, yang paling bangga pula kuceritakan padamu. Dia adalah pertimbangan dalam setiap keputusan dan rencanaku. Ah, khayalanku sudah sejauh itu, bu. Tapi sayang bu, dia tidak bisa hidup dalam rencanaku, hidupnya sudah terpatri pada rencana keluarganya. Bagi mereka, orang sepertiku tak ada dalam rancangan untuk putri/saudari tercintanya itu.
Bu, terkadang hidup memang sialan, aku dipaksa harus menjadi orang baik, tak boleh marah dan harus selalu sabar. Hal itu pula yang membuat dunia semena-mena terhadap kita, bu.
diriku, 'bak pasar malam, dunia datang dan pergi mencari hiburan, wahana usai aku kembali sendirian, dengan sepi dan sisa kubangan tanah becek serta lumpur di badan.
Bu, badai kali ini kencang sekali, hanya gigil ringkih yang kau dengar jika sekarang aku kembali kepadamu, remuk jiwaku, tulangku sedang tidak membara.
Lagi-lagi memang benar katamu, ada beberapa orang di hidup kita; yang ketika ia pergi, ia juga membawa sepotong hati kita....
185 notes · View notes
scattalogue · 8 months ago
Text
Berpuisi dalam duka
Di tengah lara karena penyairku telah tiada, aku jadi rindu kata dan rumah, hingga aku menitikkan air mata.
Aku rindu buku-bukuku, kata-kata yang selalu ada, menjaga hatiku di kala aku bergulat dengan segala yang kusut.
Aku rindu bahasa (dan) Ibuku, dengan segala keterbatasan (kosa) kataku, dan segala ketidakterbatasan kemungkinan dan maknanya.
Aku rindu sedihku, yang dalam pilu masih bisa membuatku berkarya, mencurahkan luka dalam bentuk S-P-O-K.
Aku lupa, aku lupa, aku sungguh lupa. Kini kata tidak bisa mengalir dengan sendirinya— entah karena neuronku yang ogah bekerja, atau karena memang otakku yang kian tumpul dimakan tekanan dan usia.
Aku rindu pojok kamarku, di mana aku akan dibalut ungu, memeluk guling, dalam ruangan dengan pendingin— tempat aku meraung dalam gelap dan beriman pada sesak. Tempat aku membuka mata dan perlahan melihat cahaya yang menembus tirai ungu— terang yang perlahan menyusupi tubuhku.
Aku ingin pulang, tetapi tidak mau kembali. Aku rindu kata-kata dan rindu pelukan. Tetapi terkadang, aku tidak ingin menoleh ke belakang, dan mau jalan terus saja menerobos padang ilalang.
Aku rindu Tuhan, dengan segala kenyamanan dan ketidaknyamanan, dengan segala keyakinan dan ketidakpercayaan.
Aku rindu kata, yang biasanya mengalir begitu saja, dan kini aku harus berdamai dalam keheningan serta mencoba mencarinya.
Entahlah. Duka membuatku kangen rumah. Semoga besok pagi aku bisa bangun dan jalan ke rumah Bapa untuk menunaikan ibadah puisi.
Pakde Jokpin, salam ya. Untuk Ayahku dan Eyangku yang juga pecinta buku.
Selamat jalan, penyair pertama yang membuatku memiliki dan mencintai kata dan bahasa. Terima kasih telah menunjukkanku pada indahnya kesederhanaan.
0 notes
piecesofm · 1 year ago
Text
Mengapa harus menyesal? Mengapa takut tak kekal? Apa beda selamat jalan dan selamat tinggal? Kecantikan dan kematian bagai saudara kembar yang pura-pura tak saling kenal.
Joko Pinurbo, Di Salon Kecantikan
2 notes · View notes
fidafalalanotepath · 8 months ago
Text
Kamu yakin
yang kamu minum
dari cangkir cantik itu
kopi?
Itu racun rindu
yang mengandung aku.
- JokPin 2018
1 note · View note
ubr30 · 1 year ago
Text
Wahai, Para Inovator Sastra, di Manakah Kalian? [dari kompas.id | 8 Agustus 2021]
Ucapan Endo Suanda, etnomusikolog, pakar arsip musik dan seni tradisi dalam diskusi tentang preservasi seni yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Selasa, 29 Juni 2021 lalu, memantik saya untuk menarik isunya ke dunia sastra.
Beliau pada pernyataan penutup diskusi mengatakan, buku adalah benda mati yang hanya akan hidup kalau dibaca, arsip tak ada artinya apabila tidak dikaji untuk menghasilkan pengetahuan baru. Beliau tampak mengatakan itu dengan geram dan cemas. Kesadaran kita untuk merawat arsip memang rendah, apatah lagi menghidupkannya dan mengembangkan pengetahuan dari situ. Hal itu terjadi di semua bidang, sastra, dan puisi tak terkecualikan.
Puisi adalah sebuah wilayah, atau sebuah daerah, kata Jassin. Penyair berada di sana, meniup tifanya, menyuarakan sajaknya. Wilayah puisi itu tidak mati, ia hidup, berkembang, menghidupi, dan dihidupi oleh penyair-penyair yang datang dan pergi. Di wilayah itu tradisi sastra dibentuk dan dihidupkan, dengan segala jejak pencapaian.
Setiap penyair yang memasuki lalu berada di daerah itu menghadapi ketegangan antara konvensi pencapaian yang tertradisikan dan kesempatan berinovasi menawarkan pembaruan yang bisa ia bayangkan untuk ditawarkan, hal apa yang disebut Teeuw pada 1980 ketika membahas beberapa puisi penyair kita, terutama ketika ia mengulas Sutardji. Setiap penyair yang masuk ke daerah itu sadar atau tidak, ia terlibat dan terbawa arus sejarahnya.
Seorang penyair terseleksi atas pilihannya dan keberaniannya ketika mengatasi ketegangan itu dan tentu saja seberapa berlimpah energi kreatif, bakat, kecerdasan, dan kesungguhan dalam dirinya. Ketegangan itulah yang membuat daerah puisi menjadi hidup, dinamis, bergerak, meluas, dan berkembang. Terciptalah apa yang oleh Jacob Sumardjo sebagai topografi: sastra pop, sastra konvensional atau mainstream, dan sastra avant garde.
Sastra yang sehat adalah ekosistem yang merawat semua yang berada dalam dirinya, yang pop, yang konvensional, juga yang avant garde. Penyair bisa saja bergerak, melompat, berpindah di semua ketinggian topografi itu. Kita ingat Motinggo Busye untuk kasus ini.
Sepanjang bisa kita baca, sejarah puisi kita melahirkan para penyair yang menaklukkan konvensi (bukan menolak atau mengingkarinya) dan dengan kuat menawarkan inovasi. Di ranah prosa, kita bisa melihat bagaimana pengaruh inovasi Armijn Pane, Idrus, dan Iwan Simaptupang, misalnya, berhasil mendobrak dan membuka kemungkinan perkembangan tradisi baru.
Di daerah puisi, kita punya Amir Hamzah, Chairil, Sutardji, Afrizal, dan Jokpin, sekadar mengingat beberapa nama yang kerap disebut ketika kita bicara soal keberhasilan mendobrak konvensi, memperluas daerah penjelajahan puisi, membuka gerbang kemungkinan baru, dan menempatkan diri dan puisinya di gigir avant garde, dalam hal bentuk dan tema.
Penyair hidup dan bernapas dalam konvensi itu. Ia merawat tradisi, tapi harus juga ia lakukan bagaimana ia bisa menaklukkannya, bukan tunduk atau takluk pada kejumudannya. Sajak Chairil yang paling matang dari sisi isi ditulis dalam bentuk kwatrin yang rapi, bukan dalam bentuk sajak bebas. Kwatrin adalah konvensi klasik dalam bentuk.
Konvensi adalah zona nyaman, yang menyinambungkan kehidupan puisi kita, tapi harus diingatkan kita tak boleh terjebak di situ. Kita melihat para penyair berkerumun di sana agar tetap dianggap hadir. Dengan konvensi, mereka memenuhi undangan menerbitkan antologi bersama, dengan mengikut konvensi ia berharap bukunya dilirik penerbit.
Di situlah perlunya para pendobrak, para pembaru, untuk mengganggu keterlenaan perpuisian kita, dan mengusik kenyamanan para penyair yang girang ketawa-ketawa sambil memeluk konvensi persajakan umum.
Kita merindukan dan memerlukan banyak penyair yang dengan gagah mengambil risiko menjadi inovator, mendobrak konvensi, bereksperimen, dengan segala risiko yang kerap tak nyaman. Risiko itu adalah: ia dengan serta-merta disambut tepuk tangan dan dielu-elukan, atau hasil kerjanya tak terpahami, eksperimennya tertolak dan hanya dianggap kenes, lalu ia kelelahan, kehabisan energi kreatif, lalu berhenti dan kembali ke konvensi.
Di situlah pula kita bisa merasa cemas. Kita kekurangan para inovator. Atau bahkan yang kita hadapi adalah ketiadaan. Penyair muda, juga mereka yang sudah matang dengan pengalaman, seperti tak merasa perlu menyadari adanya ketegangan itu. Asyik berkubang saja di wilayah konvensi, jadilah puisi kita seakan menggenang saja, tak mengalir ke mana-mana.
Pada puisi, seni puisi, sebagai mana seni lain, kreativitas adalah mesin, adalah motor penggerak kemajuan. Juga padanya segalanya dipertaruhkan. Seorang inovator berada di garis itu. Sejarah puisi kita akan berisi bahan-bahan catatan yang kaya dan menarik apabila para penyairnya serentak, sendiri-sendiri dan bersama-sama menyinambungkan apa yang telah ada, mengulang hal-hal baik, mengembangkan yang belum maksimal dan masih mungkin dimajukan, dan terutama mengubah ke arah kemungkinan-kemungkinan baru.
Dan, itulah persoalannnya: pengarsipan hasil karya sastra kita jauh dari lengkap, jika tidak ingin dibilang buruk. Ada upaya-upaya pribadi yang harus diberi salut, tapi ketika bicara soal kesadaran untuk memanfaatkannya kita harus berpikir bagaimana membangun sistemnya.
Padahal, itulah bahan utama yang harus dirujuk dan diolah apabila seorang penyair hari ini ingin membangun fondasi persajakan yang kuat dan memperkuat tradisi perpuisian kita, juga apabila ingin mendobrak dengan inovasi baru. Ditambah lagi godaan untuk berkreasi nyaman di jalur konvensinoal—bahkan ngepop—terlalu besar. Sastra kita, dipenuhi orang yang berkreasi setengah hati—memakai istilah Budi Darma—dan kita memang kekurangan para inovator.
Wahai, para inovator sastra, di manakah kalian?
Hasan Aspahani, menerbitkan majalah Mata Puisi, mengelola situs www.haripuisicom, dan Ketua Komite Sastra DKJ 2020-2023.
Sumber: https://www.kompas.id/baca/opini/2021/08/08/wahai-para-inovator-sastra-di-manakah-kalian
0 notes
ginaputritiwi · 1 year ago
Text
Membeli Sesuatu Untuk Diri Sendiri
Tumblr media
Sudah lama rasanya aku tidak menggunakan duit ku sendiri untuk "hedon" , tapi mungkin kata hedon terlalu berlebihan, lebih tepatnya mengeluarkan uang untuk kesenangan diri sendiri. Benar-benar sudah lama sekali rasanya.
Karena gaji memang lebih banyak habis untuk diberikan ke keluarga dan kebutuhan rumah tangga setiap bulannya. Dan ternyata "membeli" sesuatu untuk diri sendiri itu butuh.
Tanggal 3 kemarin menyenangkan diri kecil-kecilan dengan datang ke Pesta Literasi Hari ke-3 include masuk ke Konser Literasi nya.
Tumblr media
Walaupun hari itu emang bukan jodohnya kebagian tempat duduk pas workshop narasumbernya 'si cowok di kost2an putri' alias nicholas saputra (entah sejak kapan ya nyebut dia tuh cowok di kost2an putri soalnya suka becandaan sama temen setiap nicholas saputra ngeposting sesuatu di IG pasti komentarnya rame cewek2 ngaku istri/pacarnya kaya kost2an putri wkwkwkw)
Tapi aku tetep terhibur dengan pembacaan puisi dari tiga penulis puisi hebat yg karya2nya sudah pernah aku baca, ada om Jokpin si legend penyair, mas Aam yg puisinya selalu bikin baper dan Mba Tere yang puisinya ga gagal bikin yg denger ternganga. Sebuah pengalaman hebat mendengarkan secara langsung mereka membaca sajak demi sajak di ruangan gelap kedap suara. Kami semua terdiam.
Tumblr media
Selanjutnya ada penampilan yang hampir dari kami semua tunggu-tunggu yaitu penampilannya Sal Priadi. 1 Jam yang singkat bener-bener terasa kurang, ditambah Mas Sal ini pintar sekali berinteraksinya dengan penonton seolah-olah beliau bukan lagi manggung tapi lagi ngobrol sama temen.
Dan akhirnya Mas Sal berhasil ngebawain lagu favoritku, lagu yang akhir-akhir ini lagi sering aku dendangkan di spotify, seperti belum percaya bisa lihat langsung sosok aslinya membawakan lagu favorit.
Yah segitu saja cerita singkat dan telat dari aku yang akhirnya merasa puas menggunakan gaji untuk diriku sendiri 💙 Kapan-kapan lagi ya~
1 note · View note