#Islamisasi Sains
Explore tagged Tumblr posts
Text
Sebuah Metafora: Hujan dan Islamisasi Sains
Sebuah Metafora: Hujan dan Islamisasi Sains
Refleksi buku Islamisasi Sains terbitan INSISTS Oleh: Alvin Qodri Lazuardy/ Pengasuh Pondok Pesantren Muhammadiyah Ahmad Dahlan Islam bagaikan hujan yang penuh rahmat membasahi Sains yang telah sekular kering nan tandus, dengan harapan Ilmu yang dinikmati manusia tidak condong pada kesesatan.(alfuwisdoms) Tepat selesai Shalat Jum’at langit Kediri menjadi kelabu, isyarat rindu itu akan datang…
View On WordPress
0 notes
Text
instagram
[Women in Marriage]
"Often love between two people intensifies not because of beauty or some advantage, but because of sheer spiritual affinity.” (Al-Ghazali)
Dear sister,
Cinta, kata imam Al-Ghazali, sering kali tercipta bukan karena keindahan atau keuntungan. Melainkan karena persamaan dan ketertarikan spiritual (Iman). Ilmu dan iman yang memunculkan rasa adil dalam segala hal mengenai pernikahan. Ilmu dan pemahaman yang salah dalam membicarakan kedudukan perempuan dalam pernikahan sering kali menzalimi salah satu pihak atau memunculkan banyak masalah lainnya.
Untuk itu Frasa menghadirkan sebuah kelas Women in Marriage "Perempuan dan Pernikahan: Kajian dari Sudut Pandang Agama, Psikologi, Sosiologi, dan Ekonomi".
Sebagai ikhtiar untuk membantu sisters menemukan jawaban atas kegelisahan mengenai banyak isu terkait perempuan dalam pernikahan. Semua pertanyaan itu insya Allah akan dijawab oleh para ahli di bidang agama, psikologi, sosiologi dan hukum, serta ekonomi dan SDM. Kelas yang kaya akan sudut pandang, dengan tujuan agar kita menemukan dan memahami bagaimana meletakkan konsep adil yang Allah inginkan tentang institusi bernama pernikahan.
📅 14 - 18 September 2021
⏰ Jam dan jadwal lengkap cek link pendaftaran
📍 Via Aplikasi Zoom
Dengan pengajar:
Dr. Wido Supraha. Pendiri Sekolah Adab. Dosen dan Kepala Pusat Studi Islamisasi Sains Sekolah Pasca Sarjana UIKA Bogor. Wakil Sekretaris Komisi Ukhuwah MUI Pusat.
Dr. Dinar Dewi Kania. Direktur Center Gender Studies (CGS) Jakarta. Dosen Pasca Sarjana Universitas Trisakti. Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Mohammad Nasir.
Heru Susetyo, LL.M.M.Si.,Ph.D. Associate Professor FH UI. Advokat. Ketua Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam FH UI. S3 Mahidol University, Thailand & External Ph.D. Researcher Tilburg University, The Netherlands.
Dini Rahma Bintari Ph. D. Dosen Fakultas Psikologi UI. Psikolog Klinis. Alumnus S3 Psikologi Transpersonal Universitas Sofia, California USA.
Riani Rachmawati Ph. D. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI. Konsultan Senior Lembaga Management FEB UI. Direktur SDM Universitas Indonesia periode 2015-2020. Alumnus S3 University of Birmingham (2010).
Muhammad Iqbal Ph.D. CEO Rumah Konseling. Ketua Asosiasi Psikologi Islam DKI Jakarta. Dosen Psikologi Universitas Mercu Buana.
Syarat Pendaftaran:
Follow instagram dan subscribe youtube Frasa
Membagikan poster di IG story atau status WhatsApp
Membagikan informasi ini ke 3 grup WhatsApp
Membayar biaya komitmen ke nomor rekening 0698202071 (BNI Syariah) a.n. Ulya Millatina Ralesty, simpan bukti pembayaran.
Mengisi link pendaftaran bit.ly/DaftarWIM dan bagi yang ingin mendaftar paket dengan kelas Islamic Psychotherapy isi juga link bit.ly/KelasIP
Pilihan Biaya Komitmen:
a. Rp100,000 (Kelas Women in Marriage)
b. Rp175,000 (Paket Kelas Women In Marriage & Islamic Psychotherapy)
Pastikan sisters telah membaca dan memahami tata tertib kelas yang tertera di buku panduan (bit.ly/BukuPanduanWSAFrasa) yaa :)
CP: +6285813499021
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
32 notes
·
View notes
Text
Kuliah Online Gak Bikin Pinter?
Padahal soal menuntut ilmu dalam Islam, adab belajar merupakan hal penting. Adab inilah penentu keberhasilan seseorang dalam menuntut ilmu. Tanpa adab, keberkahan ilmu hilang. Bahkan para ulama mengatakan, "Pelajari adab sebelum mempelajari ilmu." Bagaimana implementasi adab Islam di dalam proses belajar/kuliah online?
(Ustadz Budi Handrianto pada artikel yang menggelitik: Adab Kuliah Online)
-- disclaimer: ini curhatanku terkait forum ilmu, yang mana yang kumaksud forum ilmu agama mau pun kedokteran --
Di artikel “Adab Kuliah Online” Ustadz Budi Handrianto menjelaskan berbagai kasus yang ditemui (tilawah bahkan ngupil selama kajian) kemudian diakhiri beberapa saran praktis dari beliau, in response to current situation.
Jadi ingat di awal pandemi, aku juga pernah diceritakan seorang adik tingkat di FK kalau mereka kuliah online berkendala antara lain: bosen, kadang pakai piyama, ditinggal-tinggal pergi. Bahkan ada, yang tiba-tiba harus menyalakan kamera di saat nggak pakai kerudung sehingga spontan, langsung pakai selimut sebagai hijab. Hehe.
Kemudian akhirnya merasakan sendiri tantangan tersebut di dua pekan belakang ini, masuk koass stase THT yang semua kegiatan ilmiahnya via daring. Pembelaanku: topik-topiknya terlalu advanced, ini kan kegiatan residen. Jadi yaa, aku kadang sambil buka-buka website lain dan tidak serius mencatat. Kadang, tertidur dan bangun mepet jadwal. Hmm. Dasar aku. Akhirnya Allah ingatkan lewat tulisan Ustadz Budi Handrianto, yang buku Islamisasi Sains-nya juga telah banyak mencerahkan.
Anyways! Aku pikir, sudah dalam standar adab yang cukup yaitu ketika kajian minimaaaal sekali menutup aurat dan duduk yang rapi. Ditambah: menghadap kiblat, menjaga wudhu, mencatat dengan baik (walau kadang yang ini belum semua terpenuhi either ngemil, ngantukan #hiks #needdoa)
Tapi ternyata ketika aku ngepost link artikel itu di status WA, ada balasan dari seorang mas:
“Itu makanya mas tetep konservatif selama corona ini, ga terlalu prefer kuliah-kuliah online. In fact, mas malah ga ikut satu pun, sekali pun termasuk pengurus 😅”
Saya jawab “MasyaAllah.. terus jadi ikut apa mas? Kalau kajian?”
“Ga pernah, I only read a book. Selama corona ini”
Cukuplah aku malu haha. Memang itu pilihan sih (dan tidak semua bisa melaksanakannya, seperti apabila ada perkuliahan wajib), tapi beliau ternyata sedemikian menjaganya. Aku, bisa dibilang juga termasuk konservatif sebelum situasi demikian. Dalam artian, I’d rather travel miles to masjid untuk kajian sekali pun ada streaming online-nya.
Kenapa? Cukuplah sebuah kisah ulama yang safar berkilo-kilo, berhari-hari, hanya untuk menkonfirmasi suatu hadits yang tidak dipahami. Cukuplah hadits terkait keberkahan pada suatu forum ilmu membuat merasa rugi kehilangannya. Taman-taman Surga.
Terlebih pernah membaca:
Adapun dalam falsafah pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor, ada aspek penting yang dinilai lebih menentukan dari pada metode dan materi, yakni jiwa guru. Tanpa guru yang menjiwai, motode dan materi sebagus apapun, tetap tidak akan efektif. Seorang pendidik yang memiliki jiwa pendidik yang ikhlas, akan memberikan efek yang besar kepada murid-muridnya. Dari jiwa pendidik yang ikhlas inilah, guru akan menjadi teladan bagi muridnya, dan transfer pengetahuan dan adab bisa tertransmisikan dengan baik. (link)
(hiks itu kali ya mengapa bertatap muka dengan guru itu, akan punya feel berbeda)
Tapi ketika Allah berkehendak lain, dan rumah menjadi rumah dzikir, rumah ibadah, sekaligus rumah ilmu maka ‘mau tidak mau’ ikut kajian secara online. Malah, bersyukur sekali, karena: bisa merutinkan setiap malam, bisa menimba ilmu dari masyaikh di negeri seberang, bisa mengajak teman dan anggota keluarga. Allahuakbar, bahkan fenomena ini menjadi jalan beberapa teman-teman di lingkaranku menemukan kembali Islam. Apalagi, kemarin bertepatan momentum Ramadhan.
Anyways, dear Habibah, selelah apa pun mata, sepegel apa pun duduk, koneksi internet yang kadang bikin mengelus dada, materi belum dipahami.. selamat menjaga adab terbaik! Semangat ya Habs, besok mulai kegiatan ilmiah THT nya lagi, haha. Jangan sambil scroll-scroll instagram lagi ya:(
Jangan sampai muncul kalimat itu lagi ya Hab: Takut ngga pinter karena koass online. Inget Hab, ilmu itu milik Allah maka jangan sekali pun meremehkan hal bernama adab. (Hehe sebuah self-talk)
Jika saya memperhatikan para pelajar (santri), di zaman kami sekarang ini, mereka telah bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, tetapi banyak dari mereka tidak mendapat manfaat dari ilmunya. Yakni, berupa pengamalan dari ilmu tersebut dan mengajarkannya. (Hal itu terjadi), karena cara mereka menuntut ilmu salah, dan syarat-syaratnya mereka tinggalkan. Siapa saja yang salah jalan, niscaya tersesat, serta tidak mencapai tujuan.
Imam Az-Zarnuji pada Muqaddimah kitab Ta’limul Muta’alim
-h.a.
di tanggal merah, setelah menyedihkan diri sendiri
255 notes
·
View notes
Text
Resensi Buku Islamisasi Sains: Sebuah Upaya Mengislamkan Sains Barat Modern
RESENSI BUKU
Judul : Islamisasi Sains: Sebuah Upaya Mengislamkan Sains Barat Modern
Penulis : Budi Handrianto
Penerbit : Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS)
Oleh : Rizki Rinaldi
Cetakan Kedua, 2019
Xi + 277 hlm.
No science has ever been integrated into any civilization without some of it also being rejected. It’s like the body. If we only ate and the body did not reject anything we would die in a few days. Some of the food has to be absorbed, some of the food has to be rejected. -Seyyed H. Nasr-
“Bacalah (wahai Muhammad). Dengan menyebut nama Tuhanmu yang menjadikan. Menjadikan insan dari segumpal darah. Bacalah; dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajar insan dengan pena. Mengajar insan apa yang tidak diketahuinya. QS Al-Alaq ayat 1-5”
Memberikan gambaran secara langsung mengenai buku ini ialah, buku ini berisi tentang sejarah, konsep, paradigma, makna, fakta dan agenda islamisasi ilmu pengetahuan, khususnya di bidang sains alam (natural science). Diawali dengan pembahasan konsep ilmu menurut Islam (kajian filsafat ilmu), proses naturalisasi ilmu pengetahuan dari peradaban satu kepada peradaban lain, sejarah dan proses islamisasi ilmu pengetahuan di masa kejayaan peradaban islam.
Islamisasi bukan sekedar memberikan label islam terhadap ilmu. Bukan sekedar mencantumkan kalimat “bismillahirrahmanirrahiim” di awal tulisan, bukan pula mengganti istilah-istilah asing menjadi istilah islam. -hal tersebut hanya merupakan salah satu bagian dari proses islamisasi. Tapi islamisasi sains yang dimaksudkan dalam tulisan pada buku ini ialah islamisasi sains sebagai sebuah konsep di mana ilmu yang ada (ilmu sekular) dibersihkan terlebih dahulu dari nilai/paham yang bertentangan dengan islam dan kemudian diisi dengan nilai-nilai islam didalamnya. Oleh karena itu penempatan islamisasi sain berada dalam tataran konsep, dan fokus pembahasannya menyangkut ranah filosofi, bukan berkaitan dengan produk sains atau teknologi. Oleh karena itu tidak akan ditemui pembahasan islamisasi sains pada menghasilkan seperti matematika islam, astronomi islam, ilmu ukur islam, ilmu kedokteran islam, fisika islam, produk-produk yang dalam kritik dan sindirian terhadap islamisasi sains disebut bahwa akan mengubah sudut siku-siku yang 90 derajat menjadi 97 derajat, usia jagatraya yang 13.72 miliar tahun menjadi 6000 tahun, lingkaran bukan lagi bersudut 360 derajat melainkan 357 derajat. Sebuah kritik yang pernah disampaikan terhadap agenda islamisasi sains, yang pada dasarnya salah alamat karena islamisasi sains tidak bicara dalam ranah produk ataupun teknologi melainkan tataran konsep.
Kandungan Buku
Buku ini terdiri dari 9 bagian dengan 5 bagian utama mengenai Islamisasi sains. Bagian pertama merupakan bagian yang membedah konsep ilmu dan makna sains dalam islam. Bagian ini lah yang akan menentukan pembahasan selanjutnya, karena dalam bagian ini pokok utama pembahasan berasal dari thesis “ketidaknetralan ilmu” yang akan menjadi perdebatan dan poin kritik kenapa islamisasi sains menjadi penting. Jika dalam pemahaman seseorang ilmu itu “netral” maka mereka tidak akan mengenal dan memahami mengenai istilah “islamisasi”
Bagian kedua, setelah ilmu telah dijabarkan posisinya mengenai dirinya yang “value-free/bebas nilai” ataukah “value-laden/terikat nilai” maka penjabaran dibagian kedua ialah mengenai naturalisasi ilmu. Karena posisi ilmu yang tidak netral, maka ilmu bisa diarahkan kepada pemahaman tertentu suatu kaum. Seperti ilmu yang berasal dari Yunani yang bertransformasi ketika diambil oleh peradaban islam dan juga ilmu yang diambil barat yang menjadi terbaratkan/westernized.
Bagian ketiga, sejarah islamisasi ilmu pengetahuan di awal islam. Bercerita tentang bagaimana dahulu islam pernah melakukan islamisasi ilmu. Yaitu pengambilan ilmu-ilmu dari peradaban Yunani kuno, Persia maupun India. Setelah ilmu itu terislamkan, dan kemudian kejayaan islam mulai memudar, ilmu pun berubah lagi arahkan menjadi terbaratkan.
Bagian keempat, ialah akan mengulang kembali ide islamisasi ilmu pengetahuan secara umum, patut diketahui upaya-upaya dan ide-ide yang dahulu pernah dipaparkan, seperti oleh Al-Attas, Faruqi, maupun Nasr. Ide ketiga pakar inilah yang kemudian memengaruhi pengembangan ide islamisasi sains saat ini.
Bagian kelima, ialah inti yang membahas tentang islamisasi sains, yang saat ini setidaknya terdapat lima pendekatan. Instrumentalistik, justifikasi, sakralisasi, integrasi, dan wordview.
Kelanjutan dari buku ini ialah bagian yang juga memberikan ruang dengan kritik atas ide islamisasi sains dan bagaimana responnya, perkembangan islamisasi sains di Indonesia dan juga gerakan-gerakannya, serta yang saat ini ialah upaya memasukkan sains islam ke dalam kurikulum pendidikan.
5 Pendekatan Islamisasi Sains
1. Instrumentalistik
Konsep islamisasi sains dengan pendekatan instrumentalistik merupakan suatu konsep yang menganggap ilmu atau sains sebagai alat(instrument). Bagi mereka, sains terutama teknologi adalah sekadar alat untuk mencapai tujuan, tidak memperdulikan sifat dari sains itu sendiri, yag penting sains menghasilkan dan mengantarkan pada tujuan pemakainya.
Hal ini dapat diperhatikan dari reaksi pertama ilmuwan dan tokoh muslim terhadap sains barat yang melakukan pendekatan ini. Setelah barat maju dengan teknologinya kemudian melakukan penjajahan dan kolonisasi di negri-negri muslim, para tokoh tersebut menyadari ketertinggalannya dan bereaksi selama pendudukan bangsa barat dengan mencoba menggunakan sains dan teknologi itu untuk melawan kaum penjajah. Seperti Muhammad Ali di Mesir dan Sultan Salim di Turki. Mereka mengirimkan pelajar-pelajar ke Eropa, mengembangkan teknologi militer, menerjemahkan buku-buku dan memasukkan pengajaran ilmu pengetahuan dan teknologi modern ke dalam kurikulum sekolah.
Dengan kondisi seperti itu tentunya tanggapan yang hadir berbagai macam pula, yang terpenting ialah sikap kaum muslimin yang beriringan dengan perkembangan sains dan teknologi yang tumbuh sangat pesar serta disisi lain upaya kembali ke tradisi islam untuk mengembalikan hegemoni islam yang kian pudar.
Salah satu tanggapan tokoh muslim pada saat itu ialah tanggapan Jamaluddin Al-Afghani. Idenya mengenai pengambilalihan teknologi barat untuk dikuasia sarjana-sarjana muslim sebagai contoh pendekatan instrumentalistik dalam islamisasi sains.
2. Justifikasi
Islamisasi sains yang paling menarik bagi sebagian ilmuwan dan kalangan awam ialah konsep justifikasi. Justifikasi ialah penemuan ilmiah modern, yang diberika justifikasi(pembenaran) melalui ayat al-Qur’an maupun hadits. Meskipun kritik terhadap konsep ini juga cukup gencar salah satunya ialah kritikan konsep ini bukan merupakan islamisasi namun ayatisasi, namun penerbitan buku-buku yang mengupas penemuan Ilmiah yang dikaitkan dengan ayat al-qur’an dan hadist juga berkembang cukup pesat.
Konsep inilah yang berpengaruh kepada karya seperi Keith L. Moore, professor anatomi FK universitas Toronto yang menulis buku Hightlights of Human Embryology in the Qoran and Hadits (1982), kemudian buku correlation studies with Qur’an and hadits karangan ‘Abd Majid az-Zindhani, dan banyak lainnya. Salah satu contohnya ialah pendekatan justifikasi ketika meneliti mumi fir’aun di mesir yang dihubungkan dengan qur’an surat yunus ayat 92 yang berbunyi:
maka pada hari ini kami selamatkan badanmu suoaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu” (QS Yunus: 92)
Disini Bucaille, menemukan keganjilan, yaitu tingginya kandungan garam pada tubuh mumi tersebut. Dia baru menemukan jawabannya di Al-Qur’an, ternyata fir’aun inilah yang dulu ditenggelamkan oleh Allah swt ketika sedang mengejar nabi Musa as. Injil dan taurat hanya menyebutkan bahwa ia tenggelam, tetapi hanya Al-Qur’an yang kemudian menyatakan bahwa mayatnya diselamatkan oleh Allah swt, sehingga menjadi pelajaran bagi kita semua.
Konsep ini banyak sekali menemukan kesesuaian ayat dengan temuan sains modern, diantaranya;
· Pembentukan alam semesta
· Orbit benda-benda langit
· Langit yang mengembang (expanding universe)
· Atap yang terpelihara
· Gunung yang bergerak
· Segala sesuatu diciptakan berpasang-pasangan
· Keajaiban pada besi dll.
3. Sakralisasi
Sakralisasi. Artinya sains modern yang sekarang ini bersifat sekular dan jauh dari nilai-nilai spiritualitas, diarahkan menuju sains mempunyai nilai sacral. Ide ini dikembangkan pertama kali oleh Seyyed H. Nasr. Nasr melakukan kritik terhadap sains modern yang sekular yang berkembang saat ini. Menurutnya, dalam pandangan sekular ia tidak melihat ada jejak tuhan dalam keteraturan alam. Alam bukan lagi sebagai ayat-ayat Allah tetapi entitas yang berdiri sendiri. Alam digambarkan secara mekanistis bagaikan mesin dan jam. Alam menjadi sesuatu yang bisa ditentukan dan diprediksikan secara mutlak.
Nasr kemudian mengemukakan idenya tentang sains sacral yang membahas tentang kebenaran pada tiap tradisi, konsep manusia dan konsep intelek dan rasio. Dalam sains sakral, iman tidak terpisah dari ilmu dan intelek tidak terpisah dari iman. Rasio merupakan refleksi dan ekstensi dari intellek. Ilmu pengetahuan pada akhirnya terkait dengan intelek Ilahi dan bermula dari segala yang sakral.
4. Integrasi
Ide ini diketengahkan oleh Ismail R. Al-Faruqi. Menurutnya akar dari kemunduruan umat Islam dalam berbagai dimensi karena dualisme sistem pendidikan. Dalam pandangannya dualism sistem pendidikan inilah yang merupakan tugas terbesar kaum muslimin. Pada satu sisi, sistem pendidikan islam mengalami penyempitan pemaknaannya dalam berbagai dimensi, sedangkan pada sisi yang lain, pendidika sekular sangat mewarnai pemikiran kaum muslimin.
Al-faruqi menyimpulkan solusi terhadap permasalahan dualism sistem pendidikan yang terjadi ini dengan islamisasi sains. Sistem pendidikan harus dibenari dan dualism harus dihapuskan dan disatukan dengan jiwa islam dan berfungsi sebagai bagian yang integral dari paradigmanya. Paradigma tersebut bukan imitasi dari barat.bukan juga untuk semata-mata memenuhi kebutuhan ekenomis dan pragmatis belajar untuk pengetahuan professional. Sistem pendidikan harus diisi dengan sebauah misi yang tidak lain ialah menanamkan visi islam, menancapkan Hasrat untu merealisasikan visi islam dalam ruang dan waktu. Dalam pendekatan ini Al-faruqi mengajukan prinsip-prinsip metodologi islam seperti 1. Unity of Allah (tauhid) 2. Unity of Creation 3. Unity of Truth and Knowledge 4. Unity of Life 5. Unity of Human Kind.
5. Paradigma (Worldview)
Ide ini ialah salah satu ide islamisasi sains yang pertama kali disampaikan secara sistematis oleh Al-Attas. Bahkan secara khusus ia menyebut permasalahan islamisasi ialah permasalah mendasar yang bersifat epistemologis.
Ide islamisasi sains ini ialah ide yang dimulai dengan membongkar sumber kerusakan ilmu. Menurut Al-Attas tantangan terbesar yang dihadapi kaum muslimin ialah ilmu pengetahuan yang tidak netral telah merasuk ke dalam praduga-praduga agama, budaya dan filosofis, yang sebenarnya berasal dari refleksi kesadaran dan pengalaman manusia barat. Dan harus diislamkan, ini mencakup metode, konsep, praduga, symbol, beserta aspek-aspek empiris dan rasional dan yang berdampak kepada nilai dan etika, penafsiran hitorisitas ilmu, bangunan teori ilmu tersebut, praduganya yang berkairan dengan dunia, dan rasionalitas proses-proses ilmiah, teori ilmu tersebut tentang alam semesta, klasifikasinya, batasannya, hubung kaitnya dengan ilmu-ilmu lainnya serta hubungannya dengan sosial harus diperiksa secara teliti.
Oleh karena itu Al-Attas memberika pengertian islamisasi sains sebagai:
Pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis, kultur-nasional dan dari belenggu paham sekular terhadap pemikiran dan bahasa.. juga pembebasan dari kontrol dorongan fisiknya yang cenderung sekular dan tidak adil terhadap hakikat diri atau jiwanya, sebaab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat dirinya yang sebenarnya, dan berbuat tidak adil terhadapnya. Islamisasi adalah suatu proses menuju bentuk asalnya yang tidak sekuat proses evolusi dan devolusi.
Proses islamisasi itu sendiri dilakukan dengan du acara yang saling berhubungan dan sesuai urutan, yaitu pertama ialah melakukan proses pemisahan elemen-elemen dan konsep-konsep kunci yang membentuk kebudayaan dan peradaban barat, dan kedua memasukkan elemen-elemen islam dan konsep konsep kunci ke dalam setiap cabang ilmu pengetahuan masa kini yang relevan. Jelasnya “ilmu hendaknya diserapkan dengan unsur-unsur dan konsep utama Islam setelah unsur-unsur dan konsep pokok dikeluarkan dari setiap”
3 notes
·
View notes
Text
Pemikiran Mulyadhi Kartanegara tentang Islamisasi Ilmu dan Relevansinya dengan Pengembangan Ilmu Pengetahuan di Universitas Islam
Pemikiran Mulyadhi Kartanegara tentang Islamisasi Ilmu dan Relevansinya dengan Pengembangan Ilmu Pengetahuan di Universitas Islam
Oleh A. Hajar Mutahir
Peminat Filsafat, CEO Graha Filsafat Media & Pendiri Majalah PETA
[Skripsi Jurusan Aqidah & Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Tulungagung]
Tulisan ini dilatarbelakangi adanya penerapan dikotomi keilmuan di dalam lembaga pendidikan Islam. Alasan itu mendorong penulis mengkaji pemikiran Mulyadhi Kartanegara tentang islamisasi ilmu dan relevansinya…
View On WordPress
0 notes
Text
Sekularisasi ilmu
Perdebatan terkait sekularisasi ilmu sangat bergema di kalangan generasi milenial. Beberapa tokoh banyak mengambil rujukan dari barat. Bahkan mengambil rujukan dari teori plato, aristotles dan lainnya. Sebagai contoh Karl marx berpendapat bahwa agama adalah keluhan makhluk yang tertekan. Selain itu Marx memuji karya Charles Robert Darwin dalam bidang sains, ia menyimpulkan bahwa tuhan tidak memiliki peran dalam penciptaan. Bagi Darwin, asal mula spesies bukan berasal dari Tuhan tetapi dari "adaptasi kepada lingkungan". Menurutnya lagi Tuhan tidaklah menciptakan makhluk hidup. Semua spesies yang berbeda sebenarnya berasal dari satu nenek moyang yang sama, yang membedakannya adalah kondisi-kondisi alam ketika itu. Selanjutnya, Auguste Comte penemu istilah sosiologi memandang bahwa kepercayaan terhadap agama merupakan bentuk keterbelakangan masyarakat. Pemikiran lain juga disampaikan oleh Sigmund Freud, seorang tokoh psikologi terkenal. Ia menyatakan bahwa doktrin-doktrin agama adalah ilusi. Pendapat yang lain digaungkan oleh Friedrich Nietzsche, tokoh filsafat Barat yang menulis "God died". Dari pendapat semua tokoh-tokoh ilmu umum diatas dapat disimpulkan bahwa mereka memasukkan unsur sekularisasi ilmu dalam pengetahuan yang mereka ajukan. Hal inilah yang menjadi tantangan umat muslim untuk selalu melaksanakan islamisasi ilmu pengetahuan dimanapun berada.
0 notes
Text
Memahami Sains ala Hossein Nasr
Seyyed Hossein Nasr (lahir tahun 1933) adalah cendekia masa kini asal Iran yang menghabiskan lebih banyak waktunya di Amerika Serikat. Ketertarikannya terhadap ajaran spiritual bermula ketika ia menghadiri kuliah Profesor Giorgio de Santillana di Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat. Saat masih duduk dalam program S-1 (1950-1954), Nasr merasa resah dengan fisika yang kosong dengan nilai spiritualitas. Kedatangan Profesor Giorgio de Santillana, sebagai dosen terbang di MIT, yang mengajarkan tentang sejarah sains, membuka cakrawala baru ke dalam pemikiran Nasr. Giorgio de Santillana, seorang filosof Italia yang beragama Katolik, mengajarkan betapa pentingnya metafisika tradisional dan filsafat mistis. Kedua ilmu tersebut selama ini terabaikan dalam dunia modern Barat. Giorgio de Santillana mengkritisi sekularisasi pemikiran Barat modern dan mengagungkan spiritualitas metafisika ajaran Hindu tradisional.
Seyyed Hossein Nasr yang saat itu masih menjadi mahasiswa S-1 di MIT, jurusan matematika, tertarik dengan gagasan dosennya. Ia selanjutnya menghadiri banyak materi kuliah dan seminar-seminar yang disampaikan oleh Santillana. Melalui Santillana, Nasr mulai berkenalan dengan karya Rene Guenon, An Introduction to the Study of Hindu Doctrines dan Man and His becoming According to the Vedanta. Karya-karya Guenon ini kelak membentuk pemikiran Nasr.
Nasr meraih gelar sarjana sains (Bachelor of Science/BS) dalam fisika pada 1954. Gelar Master of Science/MS dalam geologi dan geofisika diraihnya pada 1956 dari Universitas Harvard. Ketertarikannya dengan spiritualisme mendorongnya untuk mengubah jurusan ketika menjadi kandidat doktoral. Ia dengan sengaja mengambil jurusan sejarah sains karena ia ingin menggali sejarah sains Islam dalam rangka mencari solusi alternatif terhadap sains Barat modern sekular. Nasr memilih kosmologi, suatu disiplin ilmu yang secara langsung terkait dengan yang sakral sebagai materi disertasinya. Di sela-sela penulisan disertasinya, Nasr bertalaqqi dengan tokoh-tokoh metafisika tradisional. Pada 1957, ia ke Prancis dan bertatap muka langsung dengan tokoh utama filsafat dan tradisi perenial, seperti Frithjof Schuon, Titus Burckhardt, Marco Pallis, dan Martin Lings. Ketika pada musim panas di Maroko pada tahun yang sama (1957), ia menganut sufisme secara intelektual dan eksistensial dengan mengikut guru dari Aljazair, Shaykh Ahmad al-‘Alawi dan pewarisnya, Shaykh ‘Isa Nur al-Din Ahmad (Frithjof Schuon). Metafisika tradisional menjadi fokus pemikiran Seyyed Hossein Nasr. Disertasinya tentang kosmologi Islam diselesaikannya di Universitas Harvard pada 1958. Disertasi tersebut direvisi dan dibukukan serta diterbitkan oleh Universitas Harvard pada 1964 dengan judul An Introduction to Islamic Cosmological Doctrines: Conceptions of Nature and Methods Used for its Study by the Ikhwan al-Safa, al-Biruni and Ibn Sina (Pengenalan Doktrin-Doktrin Kosmologi Islam: Konsep-Konsep Alam dan Metode yang digunakan untuk mengkajinya oleh Ikhwan al-Shafa, al-Biruni dan Ibnu Sina).
Mengkritisi Ilmu Pengetahuan dalam Dunia Modern
Seyyed Hossein Nasr mengkritisi pemikiran sekular dan gigih mengajukan sains sakral sebagai solusi terhadap desakralisasi ilmu pengetahuan dunia modern saat ini. Ia menuangkan gagasannya dengan menulis banyak buku, seperti Science and Civilization in Islam (1964), Islamic Science: An Illustrated Study (1976), Knowledge and the Sacred (1981), Religion and the Order of Nature, Man and Nature (1987), The Need for a Sacred Science (1993), dan lainnya.
Menurut Nasr, desakralisasi ilmu pengetahuan di Barat bermula pada masa renaissance (kelahiran kembali), ketika rasio mulai dipisahkan dari iman. Pemisahan tersebut terus terjadi sehingga yang sakral pun akhirnya menjadi sekular. Agama yang justru didekati dengan pendekatan sekular sehingga sekularisasi pun pada akhirnya terjadi dalam studi agama. Visi yang menyatukan ilmu pengetahuan dan iman, agama dan sains, dan teologi dengan semua segi kepedulian intelektual telah hilang dalam ilmu pengetahuan Barat modern.
Nasr mengajukan Sains Sakral (Sacred Science) sebagai jalan keluar dari sekularisasi ilmu pengetahuan. Menurutnya, iman tidak terpisah dari ilmu dan intelek tidak terpisah dari iman (credo ut intelligam et intelligo ut credam). Fungsi ilmu adalah sebagai jalan utama menuju Yang Sakral. “Aql artinya mengikat kepada Yang Primordial.” Sama halnya dengan religio dalam bahasa Latin yang artinya mengikat. Bagaimanapun, Seyyed Hossein Nasr menegaskan, Sains Sakral bukan hanya milik ajaran Islam, tetapi dimiliki juga oleh agama Hindu, Buddha, Konfusius, Taoisme, Majusi, Yahudi, Kristen, dan filsafat Yunani klasik.
Gagasan Nasr tentang Sains Sakral merupakan pengejawantahan dari filsafat perenial yang telah dikemukakan sebelumnya oleh para Tradisionalis lainnya, seperti Rene Guenon (1886-1951), Ananda K Coomaraswamy (1877-1947), dan Frithjof Schuon (1907-1998). Semua gagasan mereka dikenal dengan berbagai nama, seperti Tradisi primordial, sanata dharma, sophia perennis, philosophia perennis, philosophia priscorium, prisca theologia, vera philosophia, dan scientia sacra. Semua istilah tersebut bermaksud bahwa kebenaran adalah abadi dan universal, namun sekaligus terejawantahkan dalam ruang dan waktu yang berbeda-beda.
Pemikiran Nasr tentang Sains Sakral tidak identik dengan Islamisasi ilmu pengetahuan. Di antara keduanya, (Sains Sakral dan Islamisasi ilmu pengetahuan) terdapat persamaan sekaligus perbedaan. Persamaannya terletak dalam mengkritisi sekularisasi ilmu (ilmu yang terpisahkan dari agama). Akan tetapi, di antara keduanya juga terdapat perbedaan. Jika Sains Sakral dibangun di atas konsep semua agama sama pada tingkat esoteris (batin) maka Islamisasi ilmu pengetahuan dibangun di atas kebenaran Islam. Sains Sakral menafikan keunikan hanya milik Islam karena keunikan adalah milik semua agama sedangkan Islamisasi ilmu pengetahuan menegaskan keunikan ajaran Islam sebagai agama yang benar. Seyyed Hossein Nasr memperjuangkan Sains Sakral bukan Islamisasi ilmu pengetahuan.
0 notes
Link
Sejalan dengan pandangan hidup Barat modern yang bercirikan rasionalisme, saintifisme, sekularisme, dan cara pandang yang empiristis, maka kapitalisme dapat dikatakan sebagai produk dari padangan hidup Barat modern. Salah satu elemen pandangan hidup Barat yang mempengaruhi kapitalisme adalah rasionalisme. Menurut Weber, yang menonjol dalam pemikiran kapitalisme adalah semangat kalkulasi rasional yang dikembangkan menjadi prinsip-prinsip pengembangan teknologi dan produksi. Yang terpenting di sini bagi Weber adalah semangat kewirausahaan yang merebak ke bidang politik dan kultural. Kapitalisme akhirnya mempengaruhi perkembangan bentuk perusahaan, kepercayaan publik dan birokrasi dunia modern. Weber dengan tegas menyatakan:
It might thus seem that the development of the spirit of capitalism is best understood as part of the development of rationalism as a whole, and could be deduced from the fundamental position of rationalism on the basic problems of life. In the process Protestantism would only have to be considered in so far as it had formed a stage prior to the development of a purely rationalistic philosophy.
Kutipan di atas menunjukkan bahwa perkembangan semangat kapitalisme dapat dipahami dengan baik, dari perkembangan rasionalisme di Barat dan pandangan rasionalisme terhadap problematika kehidupan. Protestanisme hanya diperhitungkan sebagai suatu tahapan sebelum berkembangnya filsafat rasionalistik yang murni. Jadi, kapitalisme tidak dapat dilepaskan dari pandangan hidup Barat yang rasionalistik. Dari semangat rasionalisme Protestan dan Barat modern itu, maka kapitalisme berkembang menjadi sistem ekonomi yang mendunia yang oleh Joseph A. Schumpeter disebut Kebudayaan Kapitalis.
Pada pendahuluan di atas, telah disebutkan bahwa asas setiap kebudayaan dan peradaban adalah pandangan hidup, maka dari itu kapitalisme adalah kebudayaan dan sekaligus pandangan hidup. Sebagai suatu pandangan hidup tentu ia mempunyai elemen dan ciri-cirinya tersendiri. Joseph A. Schumpeter menyebutkan ciri-ciri kebudayaan kapitalisme sejalan dengan ciri-ciri rasionalisme barat, sebagai berikut: Adanya pemikiran atau perilaku individu yang rasional yang berkembang menjadi pemikiran kolektif yang mengkritisi berbagai pihak termasuk kekuasaan politik dan agama. Kapitalisme juga berkembang menjadi cara pandang masyarakat terhadap alam semesta, tentang kehidupan, tentang arti keadilan, konsep keindahan, kesehatan, filsafat hidup, dan lain-lain. Kapitalisme merupakan sikap terhadap sains modern, manusia modern dan cara-cara sains modern dikembangkan. Dari sikap hidup ini kemudian timbul seni kapitalis (capitalis art) dan gaya hidup kapitalis (capitalist style of life). Oleh karena pengaruh rasionalisasi perilaku dan pemikiran, maka rasionalisasi juga mempengaruhi sikap mereka terhadap kepercayaan metafisis, mistik, dan ide-ide yang lain, sehingga semua itu akan mengasah metode dalam mencapai tujuan akhir. Kebebasan berpikir dan memandang dunia secara pragmatis terjadi secara alami. Selain dari yang diungkapkan Joseph. A Schumpeter di atas masih terdapat ciri-ciri lain dari kapitalisme yang menyangkut cara pandang terhadap realitas. Ciri itu adalah doktrin universalisme, yaitu kepercayaan bahwa di sana terdapat pernyataan umum tentang dunia fisik dan sosial yang benar secara universal dan permanen. Tujuan sains adalah mencari pernyataan ini, sehingga dapat menghilangkan apa yang selama ini disebut subyektif. Universalisme ini kemudian menjadi keyakinan dan juga epistemologi dan puncaknya adalah ideologi. Untuk itu, kapitalisme menggunakan universitas sebagai wadah ideologi dan singgasana kepercayaan itu, selain sebagai tempat mencari kebenaran.
Dan sejalan dengan sistem ekonomi kapitalis, Amerika yang menganut Liberalisme berpendirian bahwa kebenaran hanya dapat diketahui dari hasil interaksi dalam pasar bebas bagi ide-ide. Selain itu ketika ekonomi dunia kapitalis disebarluaskan pada beberapa aktivitas yang ikut serta di dalamnya, seperti Kristenisasi, pemaksaan penggunaan bahasa Eropa, pengajaran tentang teknologi tertentu, perubahan undang-undang, dan lain-lain. Sistem kapitalis ini seringkali disebarkan melalui kekuatan militer atau lewat cara persuasif terhadap pemimpin yang didukung oleh militer.
Keseluruhan proses penyebaran sistem ini oleh Emmanuel Wallestein yang disebut “westernisasi” atau lebih arogan lagi mereka klaim “modernisasi” yang dibumbui dengan kepercayaan pada ideologi universalisme tersebut di atas. Globalisasi merupakan proyek lain dan sangat menguntungkan kapitalisme. Kapitalisme lebih kuat dari sistem ekonomi non-kapitalis, sebab ia mempunyai sarana dan strategi yang kuat untuk menjadikan sistem pasar itu universal.
Jadi, globalisasi menurut Gibson-Graham adalah tindak kekerasan yang berakhir dengan pembunuhan bentuk ekonomi selain sistem kapitalisme. Gaya hubungan sosial dan ekonomi kapitalis didisain agar dapat masuk ke dalam sistem sosial dan ekonomi lain, tapi tidak sebaliknya. Alasan yang sering digunakan adalah efisiensi ekonomi, tapi pada saat yang sama menyebarkan norma-norma kultural baru dan menggeser kultur tradisional yang menjadi saingannya. Norma-norma atau konsep baru yang dibawa kapitalisme itu adalah demokrasi liberal, kebebasan sipil, kebebasan berpolitik, dan kesempatan ekonomi bagi setiap warganegara.
Kultur yang dibawa oleh kapitalisme atau faktor pendukungnya telah merupakan kebudayaan dan pandangan hidup. Menurut Huntington elemen-elemen kebudayaan Barat Kapitalis yang ia namakan sebagai “paradigma peradaban” adalah prinsip-prinsip keagamaan dan filsafat.
Jika elemen pandangan hidup Islam dan Barat dibandingkan akan diketahui perbedaannya. Menurut Thomas Wall perbedaan secara matrik yang terdiri dari konsep Tuhan, ilmu, realitas, diri, etika dan masyarakat, menjelaskab bahwa pandangan hidup Islam berbeda secara diametris dan konseptual dari pandangan hidup Barat, baik Barat modern maupun Barat postmodern, baik Eropa maupun Amerika. Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pandangan hidup Barat adalah gambaran khas tentang teori-teori pertumbuhan ekonomi.
Pandangan hidup ini berdasarkan pada asumsi utopis bahwa ekonomi adalah ilmu yang bebas nilai, rasional, analitis dan teknis. Sistem ekonomi kapitalisme berpegang pada teori bahwa perkembangan ekonomi ditentukan oleh pasar yang dalam buku-buku ekonomi disebut kompetisi sempurna, atau dalam istilah Adam Smith dinamakan the invisible hand. Pandangan hidup Islam tidak berangkat dari pemikiran tentang kehidupan dunia tapi kehidupan dunia dan akhirat sekaligus.
Oleh sebab itu, konsep-konsep tentang kehidupan dunia selalu terkait erat dengan konsep kehidupan akhirat. Maka dari itu, jika kapitalisme memisahkan moralitas dari teologi, maka Islam tidak. Islam tidak menafikan perlunya rasionalitas untuk menyelesaikan masalah kehidupan dunia, tapi konsep rasional dalam Islam tidak hanya terbatas pada logika matematis, ia melibatkan pula dimensi spiritual metafisis.
Secara keseluruhan Islam berbeda dari pandangan hidup Barat Kapitalis. Francis Fukuyama dalam bukunya The End of History and the Last Man mengakui bahwa kini dunia Barat Posmodern dengan prinsip "free market” kapitalisme dan “liberalisme” merupakan babak akhir dari sejarah manusia. Artinya paham liberalisme adalah alternatif terakhir bagi umat manusia, paham apapun yang tidak dapat mengakomodir ciri-ciri ini akan tersingkir dari proses evolusi menuju kesempurnaan sejarah atau tertinggal jauh di belakang.
Namun, ia mengakui pula bahwa Islam memiliki nilai moralitas dan doktrin-doktrin politik dan keadilan sosialnya sendiri. Ia bahkan meletakkan Islam sejajar dengan ideologi Liberalisme, Kapitalisme, Komunisme, dan sebagainya. Cara pandang Fukuyama ini membuktikan bahwa Islam, liberalisme, kapitalisme, dan komunisme adalah sederet pandangan hidup yang secara konseptual tidak mungkin ada konvergensi konseptual. Di dalam bukunya itu, Fukuyama juga menyatakan bahwa dalam politik Islam pernah menjadi tantangan bagi demokrasi liberal dan praktek-praktek liberal. Tapi, menurutnya kekuatan Islam tidak demikian bahkan kondisi Islam kini menjadi terbalik.
Maka dari itu dia menyimpulkan, "Tidak diragukan lagi, dunia Islam dalam jangka panjang akan nampak lebih lemah menghadapai ide-ide liberal ketimbang sebaliknya, sebab selama satu setengah abad yang, lalu liberalisme telah memukau banyak pengikut Islam yang kuat. Salah satu sebab munculnya fundamentalisme adalah kuatnya ancaman nilai-nilai liberal dan Barat terhadap masyarakat Islam tradisional".
Kesimpulan Fukuyama bahwa Islam nampak lebih lemah menghadapi ide-ide liberal mungkin dapat diterima untuk sementara waktu.
Namun poin bahwa munculnya fundamentalisme disebabkan oleh kuatnya ancaman nilai-nilai liberal tidaklah tepat. Sebab, kini umat Islam telah mulai bersikap kritis terhadap Barat, khususnya sejak abad ke-20 di mana kemakmuran ekonomi dan stablitias politik mulai dinikmati oleh negara-negara Islam.
Mungkin Fukuyama tidak menyadari bahwa sistem ekonomi liberal tidak ditolak dengan tindakan-tindakan kelompok “fundamentalis” yang seringkali dikaitkan dengan terorisme. Akan tetapi direspon dengan gagasan, ide, dan bahkan praktek ekonomi Islam. Jadi Islam tidak lemah dan hancur ketika menghadapi sistem ekonomi kapitalis, tapi justru bangkit dengan perlahan-lahan dengan membawa ekonomi Islam, meskipun melalui proses asimilasi dan Islamisasi.
0 notes
Photo
Ilmu Pendidikan Islam Madzhab Multidisipliner Penulis : Prof. Dr. Abd. Rachman Assegaf Penerbit : Rajawali Pers ISBN : 978-602-425-640-1 Ukuran : 15 x 23 cm Tahun Terbit : 2019 Halaman : 536 hlm Original Harga Rp159.000 diskon 15% Rp135.150 Sinopsis Paradigma keilmuan yang memisahkan antara ilmu-ilmu agama (Islam) dengan ilmu-ilmu non-agama secara dikotomis, sudah harus ditinggalkan. Buku ini menyajikan konsep lanjutan dari paradigma keilmuan integralistik yang bersifat interdisipliner menjadi keilmuan multidisipliner. Dalam keilmuan multidisipliner, arus perjumpaan antara sains dan sosial yang merupakan konteks dari ilmu-ilmu modern, serta falsafah dan etika yang menjadi basis ilmu profetik, dengan ilmu-ilmu agama Islam (peradaban teks), bertemu secara kompleks melalui peran utama manusia, baik ia sebagai subjek maupun objek. Penulis mengakui bahwa gagasan Islamisasi ilmu, ilmuisasi Islam, dan reintegrasi ilmu, merupakan ide cemerlang untuk mengembangkan Islamic studies demi memajukan pendidikan Islam, namun semua itu perlu dimajukan selangka lebih jauh ke arah madzhab baru, yakni keilmuan multidisipliner. #multidisipliner #madzhab #onlineegitim #tauhid #pratikyapmakicinbilim #islam #onlineenstitü #muslim #eg #sunnah #rehabilitasyon #aqidah #fiziktedavi #ahlussunnah #fizyoterapist #manhajsalaf #fizyoterapi #salafi #rehab #dakwahsunnah #ortopedi #manhaj #ortopedikrehabilitasyon #muslimah #pratikyapmakic #dakwahtauhid #diyetisyen #yukngaji #beslenme #hijrahyuk https://www.instagram.com/p/CBYSm-bh2_x/?igshid=cddued8yxj4b
#multidisipliner#madzhab#onlineegitim#tauhid#pratikyapmakicinbilim#islam#onlineenstitü#muslim#eg#sunnah#rehabilitasyon#aqidah#fiziktedavi#ahlussunnah#fizyoterapist#manhajsalaf#fizyoterapi#salafi#rehab#dakwahsunnah#ortopedi#manhaj#ortopedikrehabilitasyon#muslimah#pratikyapmakic#dakwahtauhid#diyetisyen#yukngaji#beslenme#hijrahyuk
0 notes
Text
Serial Islamisasi Sains: Definisi Ilmu, Sains dan Sains Islam
Serial Islamisasi Sains: Definisi Ilmu, Sains dan Sains Islam
Resume Buku: Islamisasi Sains, Karya Dr.Budi Hadrianto, M.Pd.I
oleh: Alvin Qodri Lazuardy S.Ag
Ilmu, Ilmu Pengetahuan, dan Sains
Dalam bahasa Indonesia lazim dikenal istilah ilmu dan ilmu pengetahuan belakangan muncul istilah sains sebagai kata serapan dari bahasa Inggris science.Ilmu, ilmu pengetahuan dan sains sering di sama artikan. Hal Itu bisa diketahui dari definisi yang…
View On WordPress
1 note
·
View note
Photo
Hadirilah! Kajian Spesial Tema: "Membendung Arus Liberalisme Dari Pengaruh Budaya Barat Hingga Produk Perundang-Undangan" . Bersama Ustadz Dr Budi Handrianto (Peneliti Senior Bidang Islamisasi Sains | Dosen Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor) . Malam Ahad, 28 September 2019 (Pukul 18.30 s.d. 19.20 WITA) . Masjid Wihdatul Ummah (Jalan Abdullah Daeng Sirua No. 52J) . Pelaksana: DPD Wahdah Islamiyah Makassar LIDMI Makassar . Didukung Oleh Lazis Wahdah PM Wihdatul Ummah . . Ayo! Dukung Kegiatan Dakwah, Sosial, dan Pendidikan di Wahdah Islamiyah Kota Makassar dengan Donasi TERBAIK ANDA melalui rekening Bank Syariah Mandiri (BSM) 7087007493 a.n. DPD WAHDAH ISLAMIYAH MAKASSAR (Kode BSM 451). Konfirmasi Transfer ke nomor 0821-9090-6880 . . #wahdahislamiyah #wahdahislamiyahmakassar #wahdahmakassar #infomakassar #posternasehat #istiqomah #kajianhariini #kajian #quoteoftheday #ayotarbiyah #ayongaji #ayohijrah #ayopuasa #laziswahdah #nasehatislami #islamic #dakwahmakassar #serambimadinah #pray #religious #dirosa #tarbiyah #liberalisme (di Masjid Wihdatul Ummah) https://www.instagram.com/p/B27mdodhEad/?igshid=8b7lhyw6ygmx
#wahdahislamiyah#wahdahislamiyahmakassar#wahdahmakassar#infomakassar#posternasehat#istiqomah#kajianhariini#kajian#quoteoftheday#ayotarbiyah#ayongaji#ayohijrah#ayopuasa#laziswahdah#nasehatislami#islamic#dakwahmakassar#serambimadinah#pray#religious#dirosa#tarbiyah#liberalisme
0 notes
Text
Sesungguhnya islamisasi ilmu, bukan sekadar menambah embel-embel kata Islam di belakang semua kata. Melainkan, islamisasi dari pelaku ilmu itu sendiri.
- syuro Quranic Institute of Baitul Hikmah, dengan rujukan buku Islamisasi Sains (Budi Handrianto)
4 notes
·
View notes
Photo
✨ Studium Generale✨ PERKENALAN KONSEP SEKOLAH ADAB INSAN MULIA Sekolah Anak Usia Dasar Berbasis Pengembangan Adab. ...Terbuka Untuk Umum... Ayah dan bunda tentunya menginginkan tercapainya 10 muwashshafāt pada putra/putrinya, tumbuh menjadi muslim yang : 💎 Memiliki aqidah yang lurus 💎 Melaksanakan ibadah dengan benar 💎 Memiliki akhlak yang terpuji 💎 Memiliki fisik yang kuat 💎 Berwawasan luas 💎 Disiplin waktu 💎 Teratur urusannya 💎 Mandiri 💎 Bersemangat tinggi 💎 Bermanfaat untuk orang lain JANGAN SAMPAI KETINGGALAN...!!! Studium Generale SEKOLAH ADAB INSAN MULIA, Depok dengan tema: 🌟 "Bersama Membangun Generasi Indonesia Beradab"⭐ 🎙Bersama praktisi dibidangnya: 👳 Dr. Wido Supraha 1⃣ Master Trainer Kepala Sekolah Tingkat Nasional 2⃣ Konsultan Pendidikan Islam 3⃣ Pendiri & Pembina Sekolah Adab Insan Mulia, Depok 4⃣ Wakil Sekretaris Komisi Ukhuwah MUI Pusat 5⃣ Kepala Pusat Studi Islamisasi Sains dan Dosen Tetap Supervisi Pendidikan Sekolah Pascasarjana UIKA Bogor 6⃣ Peneliti INSISTS 📆 Waktu: Ahad, 5 Mei 2019 ⏰ Pukul: 07.30 - 11.00 WIB 🏫 Tempat: Masjid Nurul Faizin Perumahan Taman Tanah Baru, Jl. Tanah Baru, Beji, Depok https://goo.gl/maps/todR6p6PAnayMSwo8 🗒 Agenda Acara : 07.30-08.00 Registrasi & Pengisian Formulir 08.00-08.15 Pembukaan oleh MC dan Tilawah oleh Ustadz Akhyar, Lc. 08.15-09.45 Kajian & Pemaparan Konsep (anak-anak yang mendaftar akan masuk trial class) 09.45-10.00 Istirahat 10.00-10.30 Tes Orangtua Ayooo hadiri acaranya.... ajak semua kerabat dan sahabat, yaaa...😊 Acara ini FREE. 📲 Panitia: Ibu Robiah (085772358497) 📝 CATAT TANGGALNYA & MOHON BANTUAN SHARE YAAA ..👍🏼👍🏼 Jazakumullahu khayr.. Wassalamu'alaykum wa rahmatullahi wa barakatuh.. 🌐 adabinsanmulia.org (at Depok) https://www.instagram.com/p/Bw8l9CkFlZV/?utm_source=ig_tumblr_share&igshid=fmjhnzsr2axr
0 notes
Text
Film Iqro dan Pendidikan Islam di Indonesia
Oleh: Ust. Harry Santosa
Pertengahan tahun 1980an, dunia Islam di Indonesia, demam konsep Ulil Albab (istilah ini diambil dari QS 3:190-191). Sampai ada pesantren yang diberinama Ulil Albab di Bogor yang didirikan oleh beberapa cendekiawan Muslim.
Kesadaran melahirkan sosok cendekiawan Muslim yang "berotak Jerman dan berhati Mekah" sedikit banyak dipicu oleh kebanggan atas munculnya sosok BJ Habibie tahun 1980an dengan program teknologi strategisnya dan ICMI.
Di luar negeri, tak kalah ramai, isu "Islamization knowledge" (Islamisasi Pengetahuan) juga menjadi tema yang dibahas di kalangan cendekiawan muslim. Walau sampai hari ini masih belum tuntas bagaimana bentuk Islamisasi Pengetahuan. Pakar yang banyak mendalami ini semisal Prof Dr Naquib Alattas, Prof Dr Ismail alFaruqi dsbnya.
Munculnya buku AlQuran, Bible dan Sains karya Maurice Bucaile seorang ahli bedah, Mualaf Perancis, semakin menguatkan konsep ini. Belum lagi diperolehnya hadiah Nobel oleh Prof Abdussalaam, seorang Profesor dari Pakistan yang mengimplementasikan konsep Tauhid pada hukum Fisika, dan ini juga terjadi pada kisaran tahun yang sama.
Keinginan besar Ummat Islam ketika itu untuk memunculkan tokoh tokoh Cendekiwan Muslim, berwujud pada model pendidikan yang didirikan. Di Indonesia, model pendidikan ini berslogan "Imtaq Iptek", memadukan iman taqwa dan ilmu pengetahuan teknologi.
Ini semua di atas, nampaknya menjadi tonggak kelahiran model pendidikan Islam Terpadu seperti Masjid Salman di Bandung tahun 80an dan kemudian diikuti oleh Nurul Fikri di Depok tahun 90an awal.
Nurul Fikri ini menjadi kiblat sekolah sekolah Islam terpadu pada hari ini. Sekolah Islam Terpadu (SIT) kini terafiliasi dalam Jaringan SIT. Terpadu yang dimaksud sesungguhnya memadukan alQuran dan Sains, yang sampai hari ini masih berwujud akumulasi akademis umum dan akademis Islam.
Masjid Salman Bandung dengan semangat Techno dan Islamnya para mahasiswa dan alumni ITB, telah menjadi lompatan pendidikan islam di Indonesia.
Bahkan, bang Lendo Novo, konseptor Sekolah Alam memulai perenungannya dari konsep yang sama dengan beberapa penyempurnaan pada tahun 90an akhir. Kini Sekolah Alam tergabung dalam Jaringan Sekolah Alam Nusantara.
Kini, tak terasa, sudah hampir dua dekade model pendidikan yang memadukan Islam dan Sains mendominasi jagad pendidikan Islam di Indonesia, terutama untuk kalangan menengah.
Beberapa model pendidikan Islam yang lama seperti Pendidikan ala Muhammadiyah dan NU tentu masih bertahan. Beberapa model pendidikan yang baru juga lahir, seperti Kuttab yang mengklaim digali dari Siroh maupun Sejarah Islam dan fokus pada alQuran dan Adab. Yang terakhir ini nampak kurang berminat atau tidak fokus pada Sains (ayat Kauniyah).
Tulisan ini tidak bermaksud mengkritisi, namun memandang konsep pendidikan Islam ala Salman dari persepektif pendidikan Peradaban atau pendidikan berbasis fitrah.
Film Iqro' dalam Tinjauan Pendidikan berbasis Fitrah
Film Iqro' yang diproduksi Salman, tahun 2017, semakin menunjukkan kekonsistensian model pendidikan Ulil Albab yang digagas Salman Bandung, yaitu memadukan Islam dan Sains atau Imtaq dan Iptek. Mengaji (AlQuran) dan Mengkaji (Sains) menjadi tema sentral di film ini.
Tokoh di dalam film ini, Aqila, berusia Sekolah Dasar, kisaran usia 7-10 tahun. Sejalan dengan film ini, bahwa gairah fitrah belajar dan bernalar mengalami puncaknya pada usia 7-10 tahun. Anak di usia ini sangat kritis dan umumnya merupakan pembelajar yang tangguh.
Namun sebagaimana kebanyakan keluarga Muslim maupun model pendidikan Muslim pada hari ini, mendorong gairah anak untuk fitrah belajar dan bernalarnya, tidak dibarengi mendorong gairah anak untuk fitrah keimanan dan fitrah lainnya. Meskipun ada pula yang sebaliknya, mendorong Fitrah Keimanan namun mengabaikan fitrah belajar dan bernalarnya.
Inilah barangkali yang ditangkap oleh sang Kakek, bahwa fitrah belajar dan bernalar Aqila yang menggebu gebu harus disertai tumbuhnya fitrah lainnya terutama fitrah keimanan.
Karenanya Aqila diminta mengaji atau mempelajari alQuran lebih dahulu untuk menyeimbangkan gairahnya pada ayat Kauniyah (Sains) dan gairahnya pada pembcaan ayat Qouliyah (AlQuran). Dengan perkataan lain menyelaraskan fitrah keimanan dengan fitrah belajar dan bernalar.
Usia 7-10 tahun adalah masa emas bagi fitrah belajar dan bernalar, karenanya secara fitrah keimanan, pendidikan fase usia 7-10 tahun (usia SD), adalah mendorong nalar (nazhor) memahami keteraturan hukum Allah di alam semesta agar Tauhid Mulkiyatullah, bahwa Allah sebagai Sang Pembuat Hukum (Hakiman) dan Allah sebagai Zat yang diberi Loyalitas Tunggal (Waliyan) bertemu dengan kemampuan belajar dan bernalar anak yang mulai memahami hukum gerak di alam semesta.
Karenanya interaksi terbaik bagi Fitrah Belajar dan Bernalar adalah dengan belajar dan bernalar bersama alam secara langsung sebagaimana Ulil Albab adalah orang yang senantiasa memikirkan ayat ayat Allah di alam semesta pada penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam.
Sebagai catatan bahwa dalam pandangan Siklus Peradaban, secara empiris, kehebatan Intelektual baru muncul setelah kebangkitan spiritual. Itulah mengapa fitrah keimanan ini baik secara personal maupun komunal sebaiknya tumbuh lebih dulu dan kemudian menjadi titik tumpu yang kelak mewarnai semuanya. Dalam prakteknya tentu semua aspek fitrah harus tumbuh bersamaan.
Ulil Albab hanyalah sebuah peran yang lahir karena tumbuhnya Fitrah Keimanan dan Fitrah Belajar Bernalar dengan hebat. Namun di masa kini muncul kesadaran bahwa peran Ulil Albab bukanlah segalanya, ada setidaknya 8 aspek fitrah internal manusia yang perlu ditumbuhkan dan 3 aspek fitrah eksternal yang perlu diinteraksikan.
Misalnya, apa jadinya jika "berotak Jerman dan berhati Mekkah" namun tidak jelas bakatnya atau tidak punya peran spesifik sesuai bakatnya dalam bidang kehidupan. Menjadi Ulil Albab adalah peran universal sebagai akibat dari fitrah belajar dan bernalar yang tumbuh hebat. Namun peran spesifik peradaban harus dimiliki anak anak kita.
Apapula jadinya jika fitrah individualitas dan sosialiasnya tidak tumbuh, tentu akan bermasalah dalam peran Imam dan Makmum dalam kerja berJamaah. Belum lagi jika fitrah seksualitasnya tidak tumbuh, maka kelak akan melalaikan peran keayahan atau keibuannya.
Pendidikan tidak cukup melahirkan Human Thinking dan Human Doing, namun sebaiknya menghasilkan Human Being, yaitu manusia seutuhnya yang semua aspek fitrahnya tumbuh paripurna.sehingga menjadi peran peran terbaik peradaban dengan adab mulia.
Salam Pendidikan Peradaban
#pendidikanberbasisfitrahdanakhlak#fitrahbasededucation#filmbaik#filmpendidikan#infokopfi#iqro#petualangan mencari bintang#aqila#dukungfilmbaik
8 notes
·
View notes
Text
Angkat Jakim menjadi suruhanjaya
Angkat Jakim menjadi suruhanjaya
Oleh Ainul Illia Meor Suzurudin
BANGI, 26 Jamadilawal 1439H, Isnin – Kerajaan disyor memartabatkan Jabatan Kemajuan Islam (Jakim) sebagai satu suruhanjaya dalam masa terdekat.
Pensyarah Kanan Fakulti Sains Pentadbiran dan Pengajian Polisi, UiTM Kelantan, Dr Iskandar Hasan Tan Abdullah berkata, ianya penting kerana ketika ini Jakim dilihat tiada berperlembagaan dan tidak mempunyai kuasa dalam menyelesaikan pelbagai permasalahan umat Islam.
Dengan menjadikan Jakim satu suruhanjaya, ia dapat menjalankan peranan menyelaras dan menyeragamkan amalan Islam antara negeri.
“Sudah tiba masanya satu Pelan Islamisasi Nasional, digerakkan dengan penubuhan jawatankuasa kerjasama di antara kerajaan negeri dan Pusat dalam soal penyelesaian isu berkaitan umat Islam.
“Walaupun sebelum ini ada pelbagai masalah, perundingan penyelarasan secara diplomasi dilakukan dari satu negeri ke satu negeri dengan membabitkan cabang kuasa eksekutif, kerajaan negeri dan Raja Melayu.
“Contohnya Majlis Tanah Negara mampu diwujudkan, walaupun tanah adalah bidang kuasa negeri, tetapi boleh diuruskan oleh Kerajaan Pusat,” katanya dalam satu artikel yang diterbitkan di BH Online, hari ini.
Pada masa sama, beliau berkata, suruhanjaya ini dapat memperkukuhkan kuasa kedaulatan Raja-Raja Melayu sebagai ketua agama negeri dan fungsi Yang di-Pertuan Agong sebagai ketua agama Islam Persekutuan Malaysia selaras Perkara 3 Perlembagaan Persekutuan.
“Ia juga dapat menangani permasalahan bagi golongan yang suka menghina dan memperlekehkan Islam yang menjadi agama Persekutuan.
“Melalui penyelarasan ini, diharap dapat memperkasakan institusi Mahkamah Syariah dalam mengendalikan kesalahan jenayah syariah yang setara dengan kuasa Mahkamah Tinggi.
“Ia juga membolehkan kuasa mahkamah mengendalikan pelbagai kes yang membabitkan pertikaian di antara Islam dan bukan Islam dalam kes syariah,” katanya.
The post Angkat Jakim menjadi suruhanjaya appeared first on Portal Islam dan Melayu | ISMAWeb.
Credit kepada ainulillia sumber asal Artikel Portal Islam dan Melayu | ISMAWeb di Angkat Jakim menjadi suruhanjaya via Blogger http://sayupgema.blogspot.com/2018/02/angkat-jakim-menjadi-suruhanjaya.html
0 notes
Photo
[LIVE UPDATE] "...kita hidup kena fahami matlamat dan isu...fahami Islamisasi apa yg diperlukan... Generasi muda umat Islam masa kini sudah banyak kemudahan dan peluang yg perlu direbut...kini banyak bahan ilmiah klasik sudah tersedia cetak dlm terjemahan Bahasa Inggeris/Melayu, ilmu kini sudah semakin dikhususkan utk mudahkan proses mendalami ilmu...generasi muda perlu ambil peluang ini... Sains moden merupakan penerus terdekat legasi sains klasik khususnya Sains Islam klasik spt al-Farabi, al-Khawarizmi, al-Ghazali, Ibnu Sina...sayangnya, hanya 1/2 ilmu sains klasik diwarisi, sebahagian yg lain ditolak kerana kita mementingkan kepentingan dan agenda tersendiri... Umat Islam bukan umat yg menolak ilmu...solusinya adalah SINTESIS ILMU...kita ambil segala ilmu yg ada di Barat, di Timur yg bermanfaat dan kemudian disintesis sbg satu ilmu yg selari mengikut acuan tawhid (kesatuan)...bukankah Al-Quran itu mengajar kita utk sintesis segala rekod pengetahuan dan kisah umat terdahulu utk diambil pengajaran masa kini...Sains Islam perlu agar umat Islam dpt berhadapan dgn serangan pemikiran ism (sekularisme, materialisme, liberalisme dll) We are becoming less and less ethical in doing things especially when it comes to science and technology...kita hilang nilai, adab dan akhlak...jadilah umat Islam yg menggunakan sains dan teknologi yg berakhlak dan beretika... Para fuqaha' tugasnya mengeluarkan fatwa yg bersifat khusus/mengikut bahagian (piece-meal) pada satu2 isu, maka pentingnya peranan Ahli Sains & Teknologi Muslim utk melihat bagaimana S&T digunakan mengikut nilai-nilai etika yg selari dgn syariat..." [Prof. Unggul Datuk Dr Osman Bakar, Mantan ASASI ke-II / kini Profesor di Universiti Brunei Darussalam] (at Kompleks Dewan Kuliah Fakulti Sains Universiti Malaya)
0 notes