#Basecamp Prau
Explore tagged Tumblr posts
Text
Gunung Prau dan Postingan Tumblr Pertama Sasa
Ketika kebanyakan orang berlibur kala long weekend Kamis hingga Minggu, 23-26 Mei lalu, berbeda denganku yang justru berlibur di hari Senin setelah libur panjang akhir pekan. Sejak masa kampanye atau bahkan jauh sebelum kampanye keinginan untuk mendaki gunung selalu terlintas dan terbayang-bayang, tapi soal kapan akan terlaksana tidak ada bayangan sama sekali. Mengingat waktuku yang selalu tentatif, tidak tentu kapan bisa libur dan kapan bekerja.
Sehingga, postingan pertamaku di sini aku buka dengan cerita pendakian Gunung Prau di Kawasan Dieng, sekitar Wonosobo-Banjarnegara-Kabupaten Batang. Pendakian yang sangat mendadak tanpa perencanaan panjang.
Jakarta
Minggu siang, Mbak Jihan pergi ke Jogja karena ada kunjungan kerja. Aku sebenarnya tidak ditawari untuk ikut, khususnya karena aku juga masih belum ingin mengingat Kota Jogja. Tapi tiba-tiba terpikir untuk mewujudkan keinginan lamaku: naik Gunung Prau.
Karena tidak mungkin minta kakakku untuk menemani mendaki, aku bergegas mengambil smartphone dan membuka aplikasi hijau. Aku mencari nama temanku yang tinggal di Jogja untuk menemani mendaki. Tidak lama kemudian dia menyetujui, aku pun menambah syarat ditemani dengan salah satu teman perempuannya. (Dalam perjalanan aku baru tahu, si teman perempuan ini namanya Ekka dan sudah pernah naik Gunung Prau)
Jogja
Singkat cerita, aku sampai di Jogja Minggu siang pukul 16.00 WIB. Bersama Mbak Jihan, kami menuju ke sebuah hotel sekitar satu kilometer dari Tugu Jogja. Aku benar-benar tidak niat berlama-lama di Jogja-Dieng, hanya bawa satu ransel yang berisi perlengkapan mendaki.
Sore hingga malam aku sempatkan bertemu kakak tingkatku yang kebetulan adalah sahabat dari kakakku. Teman lama yang tidak berjumpa tentu menimbun segudang cerita, cerita seputar FK Unila hingga kehidupan PPDS yang sebenarnya tidak semenyeramkan kabar burung di luar sana. Karena setiap jurusan tentu punya tingkat kesulitannya masing-masing.
Sesuai rencana sebelumnya, pukul 21.00 kami menuju Dieng melalui Kulon Progo. Belanja keperluan pendakian lalu menjemput satu orang teman dan melengkapi kelompok pendakian ini menjadi 3 orang.
Karena perjalanan panjang seharian, badanku cukup lelah dan tertidur selama perjalanan. Beberapa kali terbangun hanya sekedar memastikan temanku yang menjadi supir malam itu tidak mengantuk hehe. Sekitar pukul 01.28 kami sampai di Basecamp Pendakian Gunung Prau via Dieng, awalnya kita berencana untuk mengejar sunrise di puncak tapi sepertinya tidur lebih nikmat dibanding kedinginan diluar akhirnya kita putuskan untuk tidur saja hingga azan subuh.
Dieng-Pendakian
Perjalanan dimulai pukul 05.00 WIB, pilihan pendakian via Dieng karena ini jalur yang paling nyaman, meski bukan paling populer. Jalur yang paling populer dengan view paling bagus adalah lewat jalur Patak Banteng.
Karena masih pagi buta tentu perjalanan sepi dan gelap. Apalagi long weekend sudah selesai. Barang bawaan kami pun hanya sedikit, tanpa carier besar. Kami merencanakan pendakian naik lalu langsung turun tanpa nge-camp (istilahnya tektok).
Pukul 05.17 kami sampai di Pos 1. Jaraknya sebenarnya cukup dekat, tapi karena menanjak jadi terasa jauh. Total pendakian kita harus melewati 3 Pos dengan jarak masing-masing Pos sekitar 1 km.
Gunung Prau cukup bersahabat untuk beginners seperti saya ini, karena jarak ke puncak yang masih dalam batas normal dan cukup banyak jalur landai. Selama pendakian, aku jadi teringat perjalanan ke Ranu Kumbolo di lereng Semeru beberapa tahun lalu. Di sana terdapat Tanjakan Cinta memiliki mitos kalau kita mendaki tanjakan tersebut dan dan melihat ke belakang tidak akan bertemu dengan jodoh kita. Ya tapi ngapain ketemu jodoh di gunung, saya kan maunya di pelaminan, hehe….
Nah, di Gunung Prau ini ada titik yang Bernama Akar Cinta…. tebarkanlah virus-virus cinta (nyanyi). Akar ini cukup cantik dipandang, sangat panjang, dan berkelok-kelok, aku sendiri tidak tahu sebenarnya ini akar dari pohon apa. Tapi yang pasti ini adalah gabungan akar beberapa pohon yang satu jenis dan berjejer sehingga menyatukan banyak akar. Struktur Akar Cinta cukup membantu para pendaki tidak terpleset karena menjadi semacam anak tangga alami di jalur pendakian.
Puncak Prau
Setelah berbagai tantangan dan jalur yang terjal, akhirnya kami sampai di Puncak Prau pukul 07.00. Tepat sesuai perkiraan dua jam pendakian. Di ketinggian 2590 mdpl view Gunung Sindoro, Sumbing dan beberapa gunung lainnya terhampar. Saat itu sunrise sudah lewat, berganti dengan pemandangan Kaldera Dieng yang kebetulan saat itu cukup cerah.
Semua kelelahan dan kantuk terbayar. Kesejukan dan pemandangan luar biasa indah setelah perjalanan dadakan, justru sulit didapatkan kalau direncanakan sejak jauh-jauh hari. Bagian paling paling aku suka ketika tadabur alam adalah tubuh dan kulitku terasa sehat. Berbeda dengan wisata kota yang biasanya membuatku harus pakai make-up, kadang membuat kulitku justru berjerawat.
Kembali ke pendakian, Puncak Prau sebagai titik tertinggi berbeda dengan Sunrise Camp yang paling populer dengan pemandangannya. Karena kami mendaki via Dieng maka kami sampai di Puncak Prau. Lalu untuk melihat dengan jelas gunung-gunung di sekitar Jawa Tengah, kami harus berjalan menuju Sunrise Camp. Jaraknya cukup jauh tapi dapat ditempuh dalam 15 menit jika berjalan kaki, jarak yang pantas untuk ditempuh karena medan cukup landau, disempurnakan dengan bunga-bunga cantik dan view Bukit Teletubbies yang memikat mata.
Bunga Daisy warna-warni menghiasi perjalanan kami dari Pos 1 hingga puncak dan Sunrise Camp. Aku berkali-kali ambil foto sampai puas di sekitar semak-semak berbunga ini. Entah sejak kapan aku menyukai bunga, setiap ada bunga aku merasa cantik dan menjadi perempuan. Tapi kenapa ya bunga selalu identik denga perempuan? Kenapa tidak dengan laki-laki? Entahlah aku tidak tahu juga.
Sunrise Camp
Sunrise Camp tempat di mana para pendaki dari jalur Patak Banteng bermalam punya pemandangan yang luar biasa cantik. Gunung Sindoro dan Sumbing serta beberapa gunung di sekitarnya terlihat sangat jelas dan cantik, seolah mereka sedang bermain berkumpul bersama.
Aku juga tidak menyangka akhirnya bisa sampai di atas puncak ini, mungkin kalau aku masih tinggal di kampungku dulu, aku tidak bisa sampai diatas puncak ini. Mungkin sebatas melihat pemandangan ini di botol Aqua atau maksimal hanya di YouTube dan medsos.
Kalau mengingat susahnya zamanku kecil dulu, aku jadi merasa tidak pantas untuk mengeluh lagi karena sekarang hidupku jauh lebih mudah dan penuh kenikmatan. Terimakasih Ya Allah, Gusti, atas kenikmatan yang sangat berlimpah ini.
Tidak lama kami di Sunrise Camp. Hanya menikmati pemandangan, mengabadikan momen berfoto-foto cantik, lalu minum dan makan snack untuk mengisi energi. Kami lalu begegas turun karena rencana aku harus kembali ke Jakarta dengan kereta pukul 17.00.
Perjalanan Turun
Baru jalan beberapa langkah, aku merasa ada yang tidak beres dengan perutku, tapi aku coba paksakan jalan mungkin karena tadi pagi aku hanya makan buah dan belum makan berat, sehingga asam lambung naik ke esofagus. Perkiraan kita akan sampai di basecamp pendakian pukul 10.00 sepertinya tidak akan terwujud, karena semakin lama, perutku makin perih dan nyeri. Berjalan tiga langkah pun terasa nyeri sampai membuatku berkali-kali harus istirahat.
Biasanya aku membawa obat lambung, tapi kali ini aku kecolongan. Sialnya, beberapa kali bertemu dengan pendaki semuanya tidak membawa obat lambung. Perjalanan pulang cukup menyiksa, tapi namanya Sasa, walaupun nyeri perut tetap saja sempat tertawa dan foto-foto.
(Ini adalah batas wilayah Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Batang. Aku mengerti beberapa kabupaten di Jawa Tengah karena sempat bersekolah di Kendal selama 4 tahun jadi masih familiar dengan daerah-daerah Jawa Tengah.)
Setelah bertemu 6-7 kelompok pendaki dan melewati Pos 1, akhirnya kami bertemu dengan pendaki yang membawa obat lambung. Setidaknya bisa menurunkan sedikit rasa nyeri yang aku tahan dari puncak. Mereka kelompok dari Jakarta yang baru mulai pendakian dan berencana stay 2 hari di puncak.
Tidak lama kemudian, kami sampai di Basecamp Dieng. Makan, tidur, dan bersih-bersih sebelum menutup pendakian dan kembali ke Jogja. Sejujurnya ini kali pertamaku tektok naik gunung. Ternyata sangat seru dan menyenangkan karena tidak perlu membawa banyak perlengkapan. Perjalanan menjadi simpel dan tidak merepotkan.
Terimakasih Gunung Prau yang begitu indah, ingin aku ulang kembali mendaki Puncakmu.
Langkapura, 2 Juni 2024
1 note
·
View note
Text
Tetap dari Allah
Tulisan kali ini masih mengambil momen naik Gunung Prau baru-baru ini. Siapa yang tak tahu jika Desember sedang kelabu? Cuaca tak menentu, bahkan isu badai angin mulai diumumkan. Memanfaatkan momen “mumpung”, rombongan tetap berangkat hehe.
Hari mendaki sudah dimulai dengan gerimis sendu, namun tak menyurutkan semangat kami untuk mendaki. Sesampainya di basecamp jalur pendakian Dieng, kami isi bahan bakar diri dulu. Kemudian, mulai mengencangkan sabuk pengaman. Apa sabuk pengaman yang kami kencangkan? Do��a :) Sambil berdiri melingkar, seseorang mulai memimpin do’a. Dan ada kalimat yang saya ingat, “Kita niatkan perjalanan kali ini untuk tafakkur alam”, memikirkan dan merenungi keagungan Allah lewat fenomena alam.
Alhamdulillah, hujan turun sebentar saja selama perjalanan. Hanya bekas kobangannya yang cukup licin dan menodai sepatu kami, jadi sepatu celup coklat :D. Semakin malam, angin mulai berisik dan udara mulai kurang bersahabat. Semalaman saya menggigil kurang nyenyak beristirahat, salah sendiri juga kurang persiapan outfit yang benar wkwk.
Pagi hari kami disambut dengan kabut dan angin ribut :D. Gunung Prau yang terkenal dengan sunrise ciamiknya, sedang malu-malu tak menunjukkan guratan sinarnya. Rasa pendakian yang tak ada Prau Praunya :D. Namun tak apa, mari ingat kembali niat awal perjalanan: tafakkur. Tafakur adalah cara kehidupan mendidik jiwa kita untuk kembali ke watak aslinya. Semoga kita benar-benar semakin mendekat, dan semakin meyakini,
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلً "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia.” (QS 3: 191)
Saatnya turun, kami kembali kencangkan sabuk do’a. Dan ada satu kalimat yang cukup menyentuh saya,
“Apapun yang kita dapatkan, itu semua tetaplah dari Allah..”
Tak sampai hati kan jika terbesit kekecewaan karena tak melihat sunrise? Hehe. Segala yang dari Allah itu, mari kita syukuri agar perjalanan jadi lebih dapat dinikmati ^^
Tak semua dalam hidup berjalan sesuai kemauan kita, namun inshaa Allah itu yang Allah mau. Kalimat dalam do’a di atas juga mengingatkan saya pada salah satu pesan Ustadz Syatori di kajian.
“Senang atau susahnya hidup itu sama-sama rahmat dari Allah, bagian dari kasih sayang-Nya. Jadikan senang/susah tersebut sebagai kesempatan untuk beramal baik.”
Amal baik? Kalau senang ya bersyukur, kalau susah ya bersabar. Begitu hehe. Kata seorang guru juga, pergiliran senang dan susah itu tak lain dan tak bukan untuk mencari pesan cinta-Nya. Semoga Allah karuniai kita kesempatan untuk menangkap pesan cinta itu, ya!
-------------------
Yogyakarta, 30/12/2022 | 7:23 WIB
12 notes
·
View notes
Text
Gunung Prau via Dwarawati
04.01.2023
Sedih deh pas denger Basecamp wates kebakaran... dan juga info nya pendakian ke gunung di tutup sampai dengan 17 Februari 2023.
Ini cerita ku beberapa bulan yang lalu yah gengs.
Well, karena ini pertama kali nya saya summit... pemilihan jalur via Dwarawati seperti nya sudah tepat karena banyak sekali bonus nya (jalan landai) dan enak nya via Dwarawati.. jalurnya tidak seramai Patak Banteng.. yang konon katanya jalur favorit pendakian ke gunung prau.
Jadi ada lima jalur pendakian untuk menuju gunung prau yaitu Dieng, Patakbanteng, Kalilembu, Dwarawati, dan Wates.
Rencana pendakian gunung prau ini dadakan banget… karena tiba-tiba aja pak suami dijadwalkan dinas ke Jogjakarta selama seminggu. Terus muncul ide yah kan… bagaimana kalau naik ke gunung prau sekalian. Tinggal sewa motor di Jogja, cusss ke dieng deh yang kalau dilihat di google maps itu Jogja-Dieng kurang lebih 100 km (if I am not mistaken). Dan pertimbangan biaya juga nih, secara tiket pak suami kan ditanggung kantor hihihii (Cuma modalin tiket kereta aku Jkt-YK pulang pergi deh, hemat)
Dan akhirnya ku kudu rela cuti di hari Jumat hikss… karena estimasi pak suami baru kelar urusan dinas nya sehabis Jumatan (dinas start Senin). Pengennya sih jalan dari Jakarta itu Kamis malam, tapi apa daya pak suami nggak ACC karena kasihan ninggalin anak-anak kelamaan kalau jalannya dari Kamis malem hihihihi. Yowes, nurut aja yah kan. Jumat pagi ke stasiun gambir naik kereta jurusan Jogjakarta (saran ku yah, jangan pernah beli tiket dadakan ke Jogja, karena pasti kehabisan… apalagi tiket eksekutif. Maklum, Jogja termasuk destinasi favorit). Jempol deh pokoknya sama KAI sekarang… selain on time, kereta eksekutifnya pun nyaman banget. Pas berangkat aku naik kereta Argo Dwipangga dengan tarif 540ribu one way yah. Tiba di Jogja pas jam 3 siang. Pak suami sudah standby di stasiun Jogjakarta. Nggak pake ba bi bu be bo lagi yah kan, kita langsung cusss tuh motoran ke dieng… dengan banyak barang bawaan pastinya.
Kenapa motoran sih? Emang nggak cape? Emang ngga ada bis kesana? Alasan pertama nya kenapa kita motoran.. yah karena kalau motoran, lebih fleksibel waktu nya, kita yang atur sendiri. Cape? Yah sudah pasti pegel…. Tapi sebelumnya kita sudah pernah motoran 6 jam lebih ke Sukabumi one way hihihii *sombong* jadi apalah arti 2-3 jam hihihihi.
Karena kita jalannya santai, jadi jam 7an malem baru sampai di Dieng. Sebelumnya saya sudah contact admin basecamp Prau via Dwarawati dengan mas Ghozy (ada no HP mas ghozy di foto paling bawah) untuk tanya-tanya porter dan juga penginapan di Dieng. Jadi pas kita tiba di Dieng malam hari, langsung diarahkan ke penginapan oleh mas Ghozy. Hanya 200ribu aja semalam (kamar mandi dalam). Sangat recommend karena penginapannya bersih dan juga dekat dengan tempat makan serta indomaret. Lumayan kan yah saya dan pak suami masih ada waktu 1 malem untuk istirahat sebelum mendaki gunung Prau. Dan rencana nya pun besoknya kita startnya sehabis sholat Dzuhur, pertimbangannya karena hanya butuh waktu 2-3 jam untuk sampai ke sunrise camping area gunung Prau. Kalau kita start nya pagi-pagi kan… bingung juga yah kelamaan diatas gunung, secara tidak ada toilet :D
Esok hari nya, sebelum berangkat.. kita makan siang dulu di warung makan deket basecamp, sekalian bungkus nasi buat makan malam di atas gunung Prau nanti. Sampai basecamp pak suami sholat Dzuhur dulu, aku skip karena sedang halangan (hari-hari terakhir untungnya). Sebisa mungkin kosongin perut, kalau bisa hihihiiii…. Karena jujur aja aku bingung kalau mesti pup di gunung… apalagi gunung Prau itu rameeee banget… beneran deh, udah kayak kampung aja di atas gunung.
Jam 1an siang kita start pendakian dari basecamp Dwarawati. Karena terlalu banyak barang yang dibawa dan kita cuma berdua :D kita sudah putuskan jauh-jauh hari sih akan gunakan porter, karena jujurly aku nggak akan kuat kalau bawa tas yang terlalu berat hihihihii. Btw sewa porter di sini biaya nya 400ribu/porter dengan maksimal beban 20kg yah, kalau lebih dari itu kemungkinan kena biaya tambahan. Porter akan ikut menginap juga dengan kita, mereka biasa nya bawa tenda sendiri sih, hanya saja makan porter kita yang menyediakan. Dan tentu saja term and condition setiap gunung berbeda yah… sebaiknya cari tahu dahulu secara online sebelum ke tujuan.
Start awal lumayan yah banyak nanjaknya hihihiiii… tapi tenang aja, jalur pendakian gunung Prau via Dwarawati juga banyak bonus nya kok… cocok banget buat pemula kayak saya. Enaknya mendaki sama pasangan (bukan orang lain) yah kalau cape, istirahat. Begitu aja terus hihihihii…. Nggak perlu sungkan atau pun nggak enakan hihihi. Seinget saya ada 3 pos untuk mencapai gunung prau. Menurut hitungan jam pak suami... start basecamp Dwarawati sampai ke camping area itu perkiraan 3jam-an dengan jarak tempuh 5,3km yah... secara kan kita naik gunung yang mengulir-ngulir... jadi ngitungnya jangan ketinggian gunung prau dikurangi ketinggian basecamp hihihii.
Kurang lebih jam 4 atau 4.30 kita sampai di sunrise camping area... nggak tau kenapa pas sampai di sunrise camping area, kepala tuh sakit bangettttt... sampai minum obat neuralgin pun nggak mempan, pak suami dan mas ghozy (porter) prepare tenda dll... karena aku pusing, yah aku pilih rebahan. Seperti hal nya perjalanan ke pegunungan, sepanjang jalan.. kita disuguhkan sama pemandangan indah... Oh ya, di puncak gunung Prau, ada area sinyal loh hihihii... lumayan banget bisa ngabar-ngabarin orang rumah.
bukitnya
suasana malam hari di camping area
Akhirnya tengah malem ku bangun dong, dan alhamdulillah pusing ku udah ilang hihihihi, obat nya emang tidur. Aniwei, beruntung banget kita pas mendaki ke gunung prau, cuaca lagi bersahabat banget... cerah. Bintang-bintang bertaburan dong... ini adalah hal langka buat ku yang tinggal di kota Jakarta sonoan dikit hihihiii.
Untuk ciwi-ciwi yang nggak pernah naik gunung kayak aku hihihi... pasti hal pertama yang dipikirin adalah toilet hihihii. Usahain sih sebelum jalan, kosongin perut dulu, H-1 jangan makan terlalu banyak (sewajarnya aja) dan jangan makan makanan dengan bumbu yang kira nya bakal bikin perut mules hihihii. Menurutku yah, sunrise area camping di gunung prau itu hampir seperti lapangan.. ada beberapa semak-semak namun tidak banyak... kalau pas tengah hari, pasti kurang nyaman hihihii karena jujur, peminat gunung prau itu buanyakkkk sekali. Bahkan saya melihat lebih banyak orang di atas gunung prau ketimbang di sekitaran dieng hihihihii. Udah macem perkampungan aja sih menurut ku hahahaaa. Positifnya, nggak ada suasana mistis di gunung prau, aman-aman aja alhamdulillah. Yang penting berdoa dan tetap sopan dimana pun berada, tutur kata dijaga pastinya. Ah iya, balik lagi ke urusan toilet... kalau aku sih kemarin selama camping di gunung prau, aku selalu pipis di dalam tenda (bagian luar yang tertutup) menggunakan pispot portable buat cewek, lalu bilas seperti biasa.. kalau pake celana agak susah, yah ganti sarung dulu aja hihihiii... dan jangan lupa yah, bawa kembali sampah nya (tisue dll).
Pagi hari nya kita kurang dapat sunrise nya.. karena agak berkabut pagi nya, tapi nggak apa kok... terbayar sama pemandangan gunung-gunung lain disekitaran prau. ada sindoro dan sumbing yang kelihatan waktu itu. Aniwei, karena kami harus mengejar kereta malam di hari yang sama hihihiii... jadi begitu sarapan, beberes... kita langsung siap-siap lagi untuk turun.
Seru banget sih walau harus kejar-kejaran sama waktu hihihi... kalau kalian ragu akan kuat atau engga.... yakin deh, kuat kok... karena ketinggian gunung prau hanya 2.565mdpl sangat cocok untuk pemula. Dan pas turun cuma butuh waktu 2jam-an saja.
Buat kami, perjalanan belum selesai... karena masih harus motoran lagi ke Jogja hahahaa. Pegel? bangetttt sih tapi bahagia.... Dan tahu nggak? Besok pagi nya, kita berdua langsung ngantor wkwkwkwkk dari stasiun langsung menuju kantor, numpang mandi dikantor dan tentu saja sudah prepare baju kerja sebelumnya.
Kalau ada yang tanya budget naik gunung berapa sih?
Murah aja selama kamu sudah punya peralatan mendaki nya. Kalau memang masih berat untuk membeli, mungkin bisa pinjam atau sewa dulu. Usahakan pake celana, baju dan sepatu yang nyaman... karena akan jalan kaki lumayan kan yah, dan durasi yang lumayan juga.
Next nya insya Allah pengen ke gunung merbabu deh :)
#hiking#gunung prau#gunungprau#mendaki#mendakigunungprau#travel#traveling#praumountain#prau mountain#trekking
2 notes
·
View notes
Video
instagram
Basecamp!! Disini registrasi dlu sebelum pendakian, dikasi wejangan ama kang jaga #patakbanteng #praumountain #prau #prau2565mdpl #basecamp #dieng #basecamppatakbanteng https://www.instagram.com/p/Bz7fmjhFtwd/?igshid=1a1ii1tix4z1v
1 note
·
View note
Text
Before 30
Aku menghabiskan masa sekolah di sekolah negeri, bermain dengan teman-teman, belajar, dan stay di rumah. Pas SMA, pertama kali main ke Bandung sama temen, mencoba angkutan umum. Senang rasanya bisa jalan-jalan tanpa keluarga.
Masuk ke perkuliahan, aku cuma merasakan ke Jogja sekali, itu pun trip bareng organisasi. Selebihnya, aku hanya jalan-jalan di sekitar Jabodetabek. Maklum mahasiswa kurang uang saku. Di akhir semester sambil nunggu wisuda, barulah aku mulai naik gunung, ke Gunung Gede (Bogor) dan Gunung Merbabu (Boyolali). Oh, aku juga 3 minggu stay di Kampung Inggris, Kediri, sekalian trip ke Bromo.
Di usia 22 lulus kuliah. Gap year 1 tahun, ambil s2. Belajar lagi dan lagi. Pergi pagi pulang malem naik krl. Thesis di Malang dan pelatihan di Bukittinggi mengubah segalanya, aku mulai bisa pergi keliling jawa. Madiun, Madura, Temanggung, Jogja, untuk menemui teman, menginap di rumahnya, jalan-jalan keliling daerah tsb. Juga berkenalan dengan pendaki lain saat naik Gunung Sumbing, Merbabu, Merapi, Prau, dan Semeru. Usia ku 25 saat itu.
Lalu aku mulai bekerja, move dari kota A ke B, pulau X ke Y. Aku mulai menikmati bepergian sendirian di pesawat, atau transportasi umum lainnya. Aku juga lebih sering naik gunung, gear outdoor ku semakin lengkap dan menguras kantong. Gunung Slamet, Sindoro, Lawu 2x, Kembang, Prau, Sumbing, Merbabu 2x, dan Kerinci. Pergi naik kereta/bis jumat sore, sampai di basecamp sabtu pagi, mulai trekking sabtu siang, sampai basecamp lagi minggu sore, perjalanan ke jakarta minggu malam, senin pagi sampai kantor, mandi di masjid terdekat, langsung ngantor hari itu juga. Aku amazed dengan diriku sendiri wkwk. Pulang ke kosan agak malam sambil bawa keril gunung wkwk.
Tentu saja bukan dari segi hiking/traveling nya saja, tapi juga menambah pertemanan baru. Dari pendakian Lawu kedua kali, aku dapat teman baru untuk camping ceria bareng beberapa kali di Bogor.
Kemudian covid datang. Autoskip jalan-jalan. Tapi aku masih sempat main ke Malang di 2020-2021, bahkan tahun ini. Di 2021, aku kembali travelling berkedok kerjaan, sekaligus menambah banyak sekali teman baru. Aku begitu bersyukur.
Jadi, yang nanya, “kalo bisa puter balik waktu, mau gak menikah sebelum 30?”
Tau kan jawabannya apa? hehe
16 September 2022
12 notes
·
View notes
Text
#Gunung.
Sumbing adalah pendakian ke-3 ku. Setelah Gunung Prau dan Slamet.
Karena pendakian ke tiga, saya dan tim lebih matang dalam persiapan baik fisik, maupun logistik. Oiya dan logika.
Berangkat dengan beranggotakan 5 orang, yaitu Saya, Uki, Juan, Syahrul, dan Was menuju basecamp yang sudah kami kenal, basecamp Garung, di Kabupaten Wonosobo, dengan menumpang bis kecil antar kabupaten dari terminal Magelang setelah sebelumnya menumpang mobil ayah syahrul dari Yogyakarta sampai terminal Magelang. Sebelum menaiki bis, kami ber empat sedikit meluruskan kaki, dan shalat ashar di masjid terminal. Sementara was, mengambil tenda, dan beberapa logistik dari rumahnya.
Sementara was mengambil tenda, dan logistik, kami bercengkrama renyah, sembari kembali mengecek perlengkapan, dan logistik baik tim, maupun pribadi.
Was rupanya cukup lama meninggalkan kami di terminal guna mengambil tenda di rumahnya. Hal ini tentu saja membuat kami cemas, mengingat hari semakin petang, dan takut bis antar kabupaten semakin susah dicari.
Setelah di telfon sekian kali tanpa jawaban, was datang dengan tas carrier besar, dan dengan sebuah tenda di tangan. Dan kami pun ber "haahh" dan "fyuuh" lega melihat was kembali.
Setelah was merapikan dan mengatur barangnya, kami bergegas menaiki sebuah angkutan menuju dusun Garung, di Wonosobo.
Karena bis cukup ramai kami sempat terpisah, was, juan dan syahrul di bis bagian depan. Sementara aku dan uki di bagian belakang, dengan tas uki yang ada di bagian depan bis.
Tak ayal, aku mengingatkan uki guna memperhatikan tas carriernya, agar tidak ketinggalan nantinya.
Bis antar kota melaju cepat dan sering sekali mengerem mendadak menurunkan penumpang, tak terasa satu per satu penumpang turun, hingga di dalam bis hanya ada kami ber 5, dengan 2 kernet dan 1 supir.
Kami mengobrol hangat tentang seputar dunia pariwisata, terutama potensi wisata daerah magelang dan wonosobo.
Kernet mengingatkan kami, agar bersiap siap untuk turun, karena basecamp yang akan kami gunakan untuk mendaki sudah dekat.
Setelah membayar, kami turun perlahan, karena tas yang kami bawa cukup berat.
Sampai di depan jalan masuk menuju basecamp, kami disambut kabut tebal dan angin yang kencang. Sebelum melanjutan perjalanan, kami mampir di masjid terlebih dahulu, guna mendirikan shalat maghrib yang agak terlambat mendekati adzan isya, karena perjalanan menuju wonosobo dari terminal magelang.
Adzan isya berkumandang, tak lama setelah kami salam dari shalat maghrib, kemudian menunggu jama'ah guna shalat berjamaah isya bersama warga dusun garung.
Setelah dzikir dan ba'diyah, kami bergegas memakai kembali alas kaki dan bergegas berjalan ke atas ditemani kabut yang sedari tadi belum juga mereda.
Sejenak sedikit terasa tetesan air, membuat kami berjalan bergegas menuju tujuan.
Namun tujuan kami malam itu bukanlah basecamp pendakian, melainkan rumah salah satu warga, yaitu pak Nur Habib yang mana beliau dan keluarga sudah mengenal uki, dan disitu saya baru tahu ternyata anak beliau adalah teman satu sekolah kami.
Di depan basecamp, kami di tegur oleh salah satu warga setempat, karena kami hanya lewat dan tidak registrasi terlebih dahulu "Mas, mau kemana? Kok ndak registrasi dulu?" Seorang bapak setengah baya menegur kami, setelah menyapa.
"Mau ke rumahnya Pak Nur Habib pak, bade nginep teng ngriko" balas uki, karena memang ia yang memiliki ide untuk tinggal sementara di rumah beliau.
Setelah mengobrol, dan sedikit menjelaskan, akhirnya kami kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah yang dituju.
Sesampainya disana, kami di suguhi makanan, dan minuman teh hangat khas daerah Garung.
Setelah berbincang, kami ditunjukan kamar yang terletak dilantai dua, disana kami segera menata ulang bawaan kami dan mencoba memasang tenda yang dibawa was.
Tenda kapasitas 6 orang itu nampaknya sangat kokoh, dan nyaman dan akan kami bongkar esok hari setelah shubuh.
Pagi tiba, setelah sholat shubuh, yang mana hanya uki saja yang berjamaah dimasjid, dan sisanya bangun terlambat dan mendirikan sholat di kamar tersebut wkwk, setelah sholat dan menyeduh teh hangat, kami, eh maksudnya uki meminta izin kepada tuan rumah untuk turun kebawah, untuk registrasi di basecamp dan sedikit berbelanja logistik tambahan yang tidak kami bawa dari kota.
Setelah registrasi di basecamp, kami turun kebawah, ke arah masjid yang semalam kami gunakan shalat maghrib dan isya guna mencari toko yang buka. Namun toko toko di samping jalan semuanya tutup sehingga kami memutuskan untuk menunggu sementara di pos ojek depan balai desa.
Tak lama menunggu, hujan kemudian turun. Hal yang sangat lumrah terjadi di bulan desember. Dan pada akhirnya berbincang, bercanda, juga menunggu hujan reda adalah kegiatan yang kami lakukan.
Tak lama hujan agak mereda menjadi gerimis. Karena bosan menunggu, aku iseng saja jalan ke sebelah kanan, dan lihatlah, ternyata ada toko kelontong yang sudah buka.
Oh yeah, kenapa gak dari tadi jalan kesitu bambaaang.. -_-
Kami berlima menutuskan berbelanja di toko tersebut. Setelah berbelanja, kami kembali terjebak hujan di pos ojek tadi.
Setelah menunggu lama, kami memutuskan untuk berlari ke atas ketika hujan sudah agak mereda.
Dan syuutt kami berlari sekuat tenaga, mengingat di gunung, cuaca sangat tidak menentu, kadang cerah berganti hujan lebat hanya dalam hitungan menit saja.
Dan benar setelah cukup lama kami berlari, hujan kembali menderas. Kami memutuskan untuk berteduh di salah satu toko kelontong di dekat basecamp.
Dan .... hujan semakin menderas, sempat ku takut karena suara hujan keras sekali menghajar atap toko dikira huja es ekwk
Setelah menunggu lama, kami memutuskan membeli jas hujan plastik atau ponco, dan menerobos hujan.
Dan setibanya kami di depan basecamp hujan reda. Oh yeah..
Kami bergegas melangkahkan kaki, mengingat target awal kami jam 9 sudah mulai trekking mendaki. Dan saat itu pukul setengah sepuluh pagi.
Setelah sampai di rumah,kami bergegas mengemas tenda, packing ulang, dan sarapan. Kemudian kami meminta izin kepada Pak Habib, orang tua teman kami, kemudian berdoa bersama untuk melanjutkan perjalanan mendaki gunung sumbing.
Jam 11 pagi kami memulai trekking mengikuti jalan setapak yang telah disediakan pihak pengelola basecamp Garung.
Jalanan berbatu khas desa di pegunungan menyambut kami di perjalanan menunu pos 1. Di jalan itu pula lalu lalang para tukang ojek yang mengantar naik, maupun turun para pendaki. Aku sempat tergoda untuk menyetop ojek yang kosong, guna menumpang untuk naik ke pos 1, karena jujur, jalur berbatu ala desa adalah salah satu jalur yang menyebalkan menurutku wkwkwk
Setelah sekitar 1jam berjalan, kami sampai di pos 1. Kami istirahat, dan mendirikan shalat dhuhur disana, dan kami jamak dengan ashar. Nyaman rasanya berada di dalam mushola pos 1, hangat mengingat baju kami agak lembab karena keringat dan beberapa tetes gerimis menerpa sepanjang jalur menunu pos 1. Apalagi disini juga terdapat warung warung warga, juga pos ojek yang akan siap membawa pendaki turun
Namun, langkah kaki harus tetap kami langkahkan untuk menuju puncak sejati Gunung Sumbing.
Setelah semua siap berjalan, kami melanjutkan perjalanan menuju pos 2, berbeda dengan perjalanan menuju pos 1 yang amat sangat terbuka, karena melewati jalur utama, yang kanan kirinya adalah ladang sayuran milik warga, sedangkan jalan menuju pos 2, mulai memasuki hutan, dan agak lebih tertutup
Setelah cukup lama berjalan, kami beberapa kali beristirahat, dan bercengkrama dengan sesama pendaki.
Pendakian menuju pos 2, terbilang cukup lumayan menguras tenaga, karena aku salah menunjukan jalan yang berakibatkan syahrul harus berjalan di tanah licin, yang samping kanannya langsung menghadap jurang. Tak jarang selama perjalanan kami menemukan beberapa pendaki yang keram, termasuk saya, mungkin akibat terlalu lelah, atau suhu udara yang cukup dingin, atau bisa juga karena barang bawaan saya yang cukup berat.
Sesampainya di pos 2, kami agak kesulitan, karena disini gerimis mulai menitikan airnya di sepanjang perjalanan. Namun kami tetap melanjutkan perjalanan menuju pos 3 dengan menggunakan jas hujan plastik atau ponco. Ketika kami lanjut berjalan ternyata gerimis mereda. Hmm.. biar lah. Karena tidak nyaman, saya melepas jas hujan bagian atas.
Dan ternyata disitulah letak kekuatan fisik dan kekompakan tim di uji, kami melalui jalur yang diberi nama "engkol engkolan".
Engkol engkolan terkenal dengan tingkat kemiringan yang lumayan. Selain itu, pada saat itu kami berjalan ketika keadaan tanah sedang basah setelah diguyur gerimis. Tak hanya itu, tidak adanya pohon disekitar kami yang diakibatkan kebakaran hutan juga menyulitkan kami dalam menentukan pegangan, juga pijakan kaki.
Tak ayal kami saling tarik menarik, untuk melewati engkol engkolan.
Melewati engkol engkolan pada saat musim kemarau sepertinya juga bukan hal yang menyenangkan, mengingat pasti akan banyak sekali debu berterbangan di area ini.
Setelah cukup lama saling menarik, dan menentukan pijakan, kami memasuki jalan setapak yang lebih baik menuju pos 3.
Sudah nampak beberapa tenda pendaki terlihat di seberang, sepertinya itu pos 3.
Kami berjalan menuju pos 3, dengan keadaan medan yang terbuka minim pepohonan akibat area yang menghitam sebab kebakaran hutan yang terjadi pada musim panas tepat sebelum kami mendaki, angin bertiup sangat kencang, malah lebih mirip badai, ditambah sepanjang perjalanan matahari tidak bersinar terik, malah justru sesekali mendung dan gerimis.
Hal ini membuat sekujur badan kami menggigil. Dan imbas dari itu semua, kami harus terus berjalan guna menjaga suhu tubuh, tak hanya sekedar berjalan kami juga harus terus berkomunikasi, guna memastikan semua anggota tim dalam keadaan yang baik baik saja. Atau untuk memastikan tidak ada gejala hipotermia ringan menyerang kami.
Sesekali kami istirahat, teringat nasihat teman teman yang pernah mendaki sumbing untuk mendirikan tenda di pos Pestan yang akhirnya kami urungkan. Setelah sampai di pos 3, kami memutuskan untuk mendirikan tenda, nyaman rasanya melepas carrier di punggung, namun bagian punggung yang lembab membuat kami semakin terasa dingin.
Sampai sampai juan, uki, dan was tidak mampu mengikat tali fly sheet tenda untuk melindungi dari badai. Akhirnya, aku dan syahrul mencoba memasang tali tersebut. Setelah tenda kami jadi dan rapihkan, kami bergegas berganti baju, memakai jaket dan pakaian hangat kami. Dan keadaan menjadi lebih baik saat itu. Kami bisa berpikir dengan tenang dan canda tawa kami benar benar lepas saat itu.
Ketika kami sedang memasak untuk makan malam, penghuni tenda di samping kami, yang ternyata sudah 3 hari di sumbing mberikan kami segelas bubur kacang hijau.
Bukannya sok indie atau apapun, ternyata benar apa yang selama ini mereka bilang. Kami menjadi lebih mengenal satu sama lain, lebih mengerti, dan lebih menjadi diri kami masing masing. Dan tanpa handphone kami bisa lebih senang, bahagia, pokoke jos lah.. wkwkw
Tak terasa sunset mengintip diantara awan awan mendung, menikmati senja dengan secangkir yang tidak ada isinya menemani kami berfoto, mengabadikan kenangan sunset diantara deru angin badai yang belum juga reda.
Lepas sholat maghrib dan makan, aku memutuskan untuk tidur, dan meminta untuk dibangunkan ketika isya, untuk sholat isya.
Kemudian berbincang sejenak. Ditemani suara angin badai yang terus mengguncang tenda kami.
Kami menerka-nerka bagaimana keadaan esok hari, jujur kami takut tak bisa mendaki sampai puncak. Dan jujur kami lebih takut jika kami tak bisa pulang ke rumah masing masing.
Akhirnya setelah berbincang bincang, kami memutuskan untuk mengatur alarm pukul 3 pagi, guna melanjutkan perjalanan menuju puncak, summit attack.
Dan kamipun terlelap dalam pelukan jaket hangat dan sleeping bag.
Pukul 3 pagi alarm serentak menjerit dari hp masing masing kami. Mendengar suara tenda masih dihempas angin badai, kami saling bertanya satu sama lain, "gimana lanjut ga nih?"
Dan keputusan dibuat bersama, "tunggu sampai pukul 4, atau 5" dan kami setuju.
Pukul 4, badai masih meniup gunung sumbing begitu pula pukul 5.
Dan pukul 6 pagi semuanya sudah tenang, setelah shalat dan mempersiapkan logistik, dan gear yang akan kami bawa ke puncak, kami mulai melangkahkan kaki pukul 7 pagi.
Disini drama sedikit terjadi, saya terlalu nyaman dalam pelukan sleeping bag sehingga malas untuk bergerak menuju puncak dan memutuskan untuk tidak ikut.
Uki, was, syahrul, dan juan membujuk saya untuk terus ikut berjalan bersama sama menuju puncak disana. Hingga uki mengucapkan kata itu "Bil, kalo kamu ga ikut, kita semua gak jadi naik. Udah stay sini ajalah"
Saya menjadi sedikit berfikir, masa iya gara gara mager, semuanya gagal ke puncak. Jika saya tetap merenguh dalam tenda, teman teman ini tidak akan melanjutkan perjalanan ke puncak, dan akan menetap di tenda. Dan itu artinya saya egois. Dan menghianati kesepakatan awal, untuk berjalan ke puncak.
Oke, gas ajalah kepuncak.
Perjalanan diawali menuju pos pestan, dengan membelah hutan yang tidak terkena dampak kebakaran hutan kemarin. Semakin mendekati puncak, jumlah vegetasi semakin sedikit, jalan tanah juga mulai berganti dengan batu.
Dan kembali, kekompakan kami diuji di pos pasar watu dan watu kotak. Jalan yang sempit dengan jurang di sebelah kirinya membuat kami harus saling mengingatkan untuk fokus, dan tetap berkonsentrasi. Menarik tangan kawan ketika mendaki bebatuan licin juga membuat dada kami sedikit terpacu.
Setelah melewati watu kotak, memutuskan untuk istirahat sejenak dan menikmati Gunung Sindoro di sebrang sana.
Indah, kami berfoto dan bercanda sembari menikmati kabut sindoro yang perlahan pergi dari puncaknya.
"Coba tadi gak jadi ke puncak, gak bisa apdet status sama foto profil nih hahaha"
Dan kami pun tertawa bersama.
Puas menikmati pemandangan, kami melanjutkan perjalanan menuju puncak, sesekali kami beradu lari cepat. Dan tersandung napas sendiri pada akhirnya.
Tak lama, bebatuan semakin menerjal, terdapat dua persimpangan disana, dan kami memilih jalur sebelah kiri.
Setalah berjalan cukup lama, kami sampai puncak buntu, namun ini bukan puncak yang kami tuju, dan kami memutar balik menuju persimpangan tadi, dan mengambil jalur sebelah kanan. Disana, kami ertemu bapak berumur 50tahunan mendaki menuju puncak yang sama. Ketika kutanya kenapa masih mendaki, beliau menjawab "Mendaki itu bagi saya sebuah refleksi jiwa, masihkah ada jiwa keegoisan dalam diri saya? Makanya saya coba chek ketika mendaki" jawaban sang bapak mengingatkan drama di awal pendakian menuju puncak. Ternyata, dibandingkan kenikmatan pribadi, berjalan bersama teman lebih nikmat daripada hanya menunggu di tenda dengan sleeping bag.
Tak lama, jalur semakin terjal. Bebatuan curam dilewati. Dan saya yang berada di paling belakang tak ayal semakin semangat karena uki sudah berteriak puncak dari atas sana.
Yap puncak Sumbing, 3371 MDPL. Pukul 11 pagi, kami sampai di puncak sumbing.
Kami saling memeluk dan memberikan selamat.
Setelah berpuas diri dengan berfoto, kami mulai memasak, dan memakan beberapa makanan ringan yang kami bawa dari tenda tadi.
Kawah sumbing begitu gagah, dengan genangan air yang luas di bawah, beberapa pendaki terlihat berjalan di kawah sana, mengingat sumbing tidak lah se akyif sindoro di sebrang sana.
Sembari memasak kami berfoto foto, mengabadikan momen momen yang akan kami kenang kelak esok hari.
Tak lama rombongan asing datang. Nampaknya mereka bukan turis lokal. Bersama guide yang membersamai mereka, kami berbincang sejenak, ternyata benar,mereka adalah turis dari singapura yang ingin menikmati alam indonesia.
Setelah berfoto, dan mengobrol dengan bahasa inggris yang belepotan, kami berpisah, mereka memutuskan untuk turun terlebih dahulu, karena jadwal tour mereka padat. Selama berbincang dengan merek, aku yang tidak paham hanya bilang "yes" dan "yes". Sedangkan was yang cukup ahli dengan inggrisnya, terus bertanya mengenai ini dan itu. Tentu dengan bahasa inggris yang tentu saja belepotan.
Setelah turis singapura turun, kami mengeja kembali langkah langkah yang telah kami jejakkan menuju puncak sumbing.
Sambung ke part 2 nanti ya, inshaAllah.
1 note
·
View note
Text
PART 1
SEBUAH JURNAL PERJALANAN UNTUK KEDAMAIAN (BUKAN PENDAKI). Perjalanan saya kali ini di temani oleh seorang sahabat perjalanan @Uzairwafieb. perjalanan kami dimulai saat kami tidak mampu untuk berdamai dengan dunia. Dengan segala perencanaan yang telah kami persiapkan sejak bulan juli 2020, kami memutuskan untuk mendaki gunung. Tak perlu mendaki gunung yang tinggi, namun cukup untuk menenangkan dan mendamaikan hati. Dengan penuh pertimbangan, kami memutuskan gunung yang akan kami daki adalah GUNUNG PRAU. 27 Agustus 2020. Kami memulai langkah dalam perjalanan ini menuju basecamp gunung Prau via Wates yang terletak di kota Temanggung, Jawa Tengah. Setelah kami melalui 2 jam perjalanan, sampailah kami di basecamp dengan disambut oleh suasana sedikit ramai di sertai hembusan angin yang cukup deras. Malam semakin memekat seketika karena kumpulan kabut mulai menyelimuti pandangan kami. Dingin adalah sahabat kami malam itu, kami tak tinggal diam menghadapi suasana seperti ini, kami melawan dengan seduhan kopi hangat beserta pelengkapnya beberapa batang rokok. Beberapa pendaki mulai berdatangan dari berbagai kota, beberapa juga ada yang menghampiri kami berkenalan dan berbagi canda tawa pada malam itu. tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 00.30 WIB. seakan waktu itu memnyuruh kami untuk segera beristirahat dan tidur. waktu berlalu........ 28 agustus 2020. Pagi hari telah tiba dengan matahari yang bertengger gagah membawa sinar hangatnya untuk membangunkan kami dari mimpi yang menyakiti kami. Kami terbangun dengan muka kucel namun tetap dengan semangat yang tidak pernah goyah untuk perjalanan ini. Saatnya kami mempersiapkan semuanya...... Di samping basecamp yang kami huni malam ini, ada beberapa warung makanan yang tersedia disana. Kami pun tidak banyak membuang waktu untuk segera memberikan asupan kepada perut kami yang sedari semalam sudah kekosongan layaknya hati kami. Menurut kami, sarapan merupakan hal yang sangat penting sebelum menjalani sebuah perjalanan panjang. setelah kenyang, tidak lupa sebatang rokok menemani hingga akhirnya kami takluk oleh sebuah keinginan yang tidak dapat kami tahan lagi. Kami ke kamar mandi. Waktu menunjukkan pukul 07.00 WIB dimana kami harus packing semua peralatan kami agar tidak ada satu barangpun yang tertinggal disana. Sembari kami membereskan semua, seorang petugas basecamp memberikan briefing kepada kami, hal ini sangat penting karena peraturan yang ada di alam adalah wajib dilakukan dan peraturan ini sangat penting demi menjaga diri dan juga lingkungan alam. Setelah briefing selesai dan persiapan kami selesai, perjalanan kami pun dimulai....... Pukul 08.00 WIB, saya dan sahabat saya memutuskan untuk naik ojek dari basecamp sampai pos 1 (Blumbang Kodok). Kami melakukan hal tersebut dengan pertimbangan untuk membantu perekonomian warga setempat. Tidak berlangsung lama, kami sampai di pos 1 dengan keadaan kaki gemetaran dikarenakan tukang ojek yang kami pilih sungguh luar biasa dewa nya. Saya memejamkan mata, kemudian menghirup nafas dalam-dalam dan mengehebuskannya perlahan sembari berkata dalam hati "Tujuanku adalah mendamaikan hati. Tuhan, tolong buat alam ini bersahabat dengan hati saya", lalu saya membuka mata dan melanjutkan langkah ini. Perjalanan masih santai diiringi canda tawa dan sedikit celotehan-celotehan. Langkah demi langkah kami pijakkan di alam ini dengan di barengi suara "monggo mas" dan senyum kelelahan dari para pendaki lain. waktu berlalu, setelah 25 menit kami melangkah, sampailah kami di pos 2 (Cemaran).
1 note
·
View note
Photo
Gunung Andong adalah salah satu gunung terfavorit untuk pendaki pemula dan memiliki ketinggian 1.726 Mdpl. Karena tidak terlalu dan jalur pendakian yang tidak terlalu sulit membuat Gunung Andong ramai di kunjungi para pendaki dan jalur paling favorit, paling ramai adalah Pendakian Gunung Andong Via Sawit.
Selain cocok untuk kalian yang baru pertama mendaki cocok juga untuk mendaki bersama pacar dan keluarga, Gunung Andong memiliki pemandangan yang menawan, gunung-gunung lain juga kelihatan, walau tidak memiliki lautan awan seperti Gunung Prau dan Gunung Ungaran, Gunung Andong siap menampung kalian yang lagi kesepian karena di tinggal nikah sang pujaan, he he heeeee. Lalu di mana lokasi Basecamp Gunung Andong?
Alamat Basecamp Taruna Jaya Giri Sawit Gunung Andong Gunung Andong masuk wilayah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tapi lebih dekat diakses lewat jalur Salatiga via Kopeng dan Basecamp Sawit berada di Dusun Sawit, RT. 003 / RW. 03, Nongkosawit, Girirejo, Ngablak, Magelang, Jawa Tengah. Untuk info lebih lanjut klik link berikut: https://www.sepasangcarrier.com/
#gunungandong#gunungandongviasawit#pendakigunung#pendakiindonesia#gunungindonesia#gunungjawatengah#pendakipemula
2 notes
·
View notes
Text
TERMURAH! Paket Tour Dieng Dari Jakarta
TERMURAH! Paket Tour Dieng Dari Jakarta
HARGA PROMO!! Paket Wisata Dieng Gunung Prau, Dieng Culture Festival VII, Daftar Penginapan Wisata Dieng, Dieng Travel Salatiga, Foto Tempat Wisata Dieng, Lama Perjalanan Dari Jakarta Ke Dieng, Tempat Wisata Terbaru Di Dieng, Wisata Dieng+Penginapan, Menu Wisata Dieng, Tempat Wisata Di Daerah Dieng
Paket Wisata Dieng 3 Hari 2 Malam…
View On WordPress
#Al Safwa Travel Umrah#Arjuna Homestay Dieng#Backpacker Ke Dieng Dari Jakarta Naik Kereta#Basecamp Prau#Biaya Ke Dieng#Bromo Tour Price#Candi Dieng Terletak Di#Denah Wisata Dieng#Dieng Banjarnegara Jawa Tengah#Dieng Wonosobo Map#Festival Kebudayaan#Harga Homestay Dieng#Homestay Arjuna#Jalur Dieng#Kawah Dieng Wisata#Open Trip Backpacker Indonesia#Pahawang Trip#Paket Tour Dieng#Paket Wisata Jawa Tengah#Pantai Raja Ampat#Permata Travel#Persiapan Untuk Mendaki#Peta Dataran Tinggi Dieng#Places To See In Indonesia#Sewa Tenda Di Dieng#Talenta Tour And Travel#Tarif Cipaganti Travel#Tempat Wisata Singkawang#Tips Wisata Ke Dieng#Travel Cikarang
0 notes
Text
pendakian kedua
Berawal dari delapan orang hingga akhirnya hanya setengah alias tersisa empat orang yang bertahan dan melanjutkan rencana sampai tuntas,
"eh aku rasido yo"
"absen dulu slur"
dan berbagai macam argumen lain yang mengatakan tidak untuk pendakian kali ini, setelah disepakati dan disetujui akhirnya tersisa empat orang tangguh yang berangkat menuju kota dimana akan dilaksanakan pendakian kali ini, Wonosobo. Bagi dua temanku ini merupakan pendakian perdananya sedangkan aku ini adalah kali kedua mendaki di kota yang sama, dan satu yang lainnya bisa dibilang cukup pro dalam urusan hal daki mendaki. Dengan segala persiapan yang matang, kami berempat menyewa dua motor dan meletakkan dua Carier di jok depan, mungkin jika motor bisa bicara ia akan berkata "abot mas, abot iki", hahahaha. Motor kami terus melaju melewati jalanan yang berlika liku seiring dengan kondisi geografis yang ada, terkadang juga motor juga harus dibantu dengan dorongan agar bisa melaju lebih kencang,
Pukul 17:00 kami tiba di Wonosobo, sebelum naik ke Basecamp kami istirahat sembari mengisi perut dulu dengan berburu makanan di daerah terminal mendolo, selepas kenyang lanjut lagi perjalanan menuju basecamp Blembem dimana start pendakian akan dimulai, tepat pukul 19:30 tosdon di BC Kembang via Blembem, ada yang menarik di jalur pendakian gunung kembang ini, barang bawaan kita harus dicek satu persatu termasuk logistik yang kita bawa keamanan sangat ketat disini jika melanggar dendanya tak main main yaitu 1.025.000 per item entah itu besar atau kecil serta tidak diperbolehkan membawa botol plastik gantinya kita disediakan jerigen atau Tumblr bagi para pendaki, ketika sudah cukup istirahat dan briefing singkat oleh pihak BC, tepat pukul sembilan malam kami start pendakian, trek pertama adalah melewati daerah perkebunan teh, jalur yang sangat panjang dan lama dimana kita harus belok kanan belok kiri memutar, karena harus menembus seluruh kebun teh. Setelah sekitar satu jam berkeliling kebun teh, tibalah di Pos 1 atau batas antara Kebun teh warga dengan Hutan milik Perhutani, konon katanya di hutan inilah masih terdapat banyak celeng atau babi hutan serta macan, kami pun menembus hutan ditengah temaram malam, berjalan pelan sekaligus waspada dan berjaga-jaga apabila ada serangan mendadak dari penghuni hutan ini, trek di hutan ini lumayan berat selalu menanjak dan hampir tidak ada bonus sama sekali ya begitulah tipe gunung kecil sangat menantang dan mencekam, air yang kami bawa pun langsung auto boros karena tenaga kami harus dikuras secara ekstra oleh trek yang luar biasa ini, aku pun berfikir apakah trek sampai di atas tetap begini terus?, hadeh. Singkat cerita, tibalah di pos Sabana yang merupakan akhir dari hutan gelap, Sabana dihiasi oleh alang alang serta rerumputan tunggi vegetasi di kembang masih terjaga rupanya, naik sedikit kami berada di satu perjuangan terakhir menuju puncak yaitu Tanjakan mesra, beristirahat sejenak sambil mengisi tenaga di kejauhan terlihat kota Wonosobo dengan perlap perlip lampu kotanya, ketika aku mengadah ke depan melihat jalur terakhir menuju puncak bukan kepalang treknya begitu miring dan jalurnya sungguh menguras tenaga kembali, dengan segala niat tekad demi menuju puncak kami berempat pun melanjutkan trek terakhir, ditemani angin berhembus kencang dan kami mendaki sambil merangkak mencoba mengumpulkan segala usaha demi beristirahat di puncak sana, terus merangkak sambil memegangi rerumputan sebagai penahan agar tak terjatuh,
Pukul 01:00, setelah menempuh kurang lebih empat jam, dan berjuang dengan segala halangan, berempat pun tosdon, diatas angin berhembus semakin kencang, kami capek dan lelah namun mau tidak mau harus mendirikan tenda untuk tempat kami beristirahat, dan akhirnya sedikit melawan rasa dingin serta kantuk yang tak tertahankan kami bahu membahu mendirikan tenda agar berdiri tegak, kami pun harus berpindah tempat karena tempat sebelumnya sangat tidak mungkin untuk mendirikan tenda, Pukul 01:30 tenda baru bisa berdiri kemudian memasak air untuk membuat minuman hangat ya tentu saja untuk mendinginkan badan yang sudah sejak tadi kedinginan, dan karena badan capek pol malam itu langsung dengan sendirinya kami berempat tidur nyenyak. Pukul 05:30, walaupun sedikit terlambat aku terbangun dan ketika membuka tenda, terlihat serta terhampar nya keindahan alam yang elok nan indah (tulisan tentang ini akan ditulis dalam jurnal lain), di atas puncak kita langsung bisa memandang gunung Sindoro dengan sedekat itu sedangkan gunung Sumbing juga terlihat gagah menjulang, selain itu gunung lainnya juga tak kalah indah dipandang mata antara lain, Prau, Bismo, Sikunir serta Merapi dan Merbabu. Naik sedikit ke puncak gunung ternyata gunung kecil ini mempunyai kaldera atau kawah yang sudah tak aktif di tengah nya,
ada cerita menarik tentang hubungan antara Sindoro dan Kembang, konon kata ahli geografi bahwa dapur magma gunung Sindoro adalah terletak di gunung kembang dan ini juga berkaitan dengan ketinggian gunung ini, dulu ketika pertama di telusuri ketinggian nya adalah 2320 MDPL namun penelitian terakhir ternyata ketinggian nya naik menjadi 2340 MDPL hal ini yang juga membuktikan bahwa gunung kembang masih mempunyai aktivitas vulkanik yang berkaitan dengan "bapaknya" gunung Sindoro dengan adanya perubahan ketinggian tersebut.
Balik lagi ke jurnal nya, tak lupa hal yang wajib ketika perjalanan adalah mengabadikan momen dengan hal yang bisa diingat, ya berfoto, lelah berfoto foto dan membuat sarapan sambil mengejar waktu, kami pun bergegas beberes untuk turun serta pulang, menurunkan tenda serta mengepak barang barang dan kembali memasukkan kembali ke dalam ransel serta Carier kami, di tengah beberes tetangga sebelah tenda memberi kami buah buahan sungguh sangat nikmat.
Pukul 09:00, kami sudah siap kembali untuk perjalanan turun pulang, turun curam istirahat melelahkan itulah yang menggambarkan kondisi kamu saat itu, dan akhirnya secara jelas aku bisa melihat jalur pendakian semalam, dan nampak juga hutan khas gunung kembang yang terlihat berbeda dengan lainnya, didominasi oleh pepohonan pakis, singkat nya perjalanan pulang lebih cepat satu jam daripada naik semalam, Pukul 11:45, akhirnya basecamp terlihat di depan mata, rasa lelah, letih akhirnya sedikit hilang, setiba di Basecamp kami langsung bersyukur berhasil menaklukkan gunung kembang, gunung cabe rawit kecil kecil menyusahkan, ini merupakan pendakian kedua ku yang berhasil aku tuntaskan, target ku selanjutnya adalah menamatkan semua gunung di kota Wonosobo ini, ya mungkin setelah ini Prau hahaha, walaupun dalam pendakian kali ini masih banyak kekurangan namun sudah termasuk keren mulai dari kerjasama serta persiapan tim ini, sekali lagi terima kasih kawan, sampai jumpa di pendakian lainnya.
Gunung Kembang
14-10-2019
Ditemani kawanku
Hilmi Naufal Aflah
Ikhwannur Ramadhan
Ariq Aulia Arifin
1 note
·
View note
Text
Kembali Mendaki Gunung
Masa-masa perkuliahan adalah masa yang tidak lengkap kalau tidak digunakan untuk menjajal banyak hal baru. Hal baru yang saya lakukan saat itu adalah Mendaki Gunung, kalau ditanya “apakah itu keinginan sendiri?” tentu jawabannya adalah “bukan (sambil senyum-senyum simpul)”. Karena pada kenyataan mendaki gunung saat itu adalah ajakan yang ceritanya sangat mengesankan tapi terlalu panjang jika dijabarkan pada tulisan ini.
“mendakilah, maka kamu akan tau rasanya lega setelah terengah dan lelah.”
Pertama kali mendapat ajakan otomatis setengah hati mengiyakan, dengan porsi badan yang tidak ideal dan sejak kecil memang tidak terlalu suka dengan lari cepat sungguh membutuhkan dorongan yang cukup kuat. Beruntungnya saat diajak pertama kali, dorongannya memang kuat dan hanya tersisa sedikit persen untuk menolak (saya menulisnya saja sambil senyum-senyum, jadi bisa dibayangkan sendiri betapa kuatnya dorongan yang saya punya saat itu :)). Persiapan tidak hanya daftar menu dan bawaan, tapi juga fisik, saat itu usaha dengan jogging hampir setiap sore selama satu minggu, tetapi terapi itu akan menghilang seiring berjalanannya waktu ketika naik gunung tak lagi punya banyak persiapan.
-----Jadi skip sajalah awal mulanya, mari kita langsung menulis cerita tentang Kembali Mendaki Gunung---------
Awalnya Bercanda tapi Diseriusin
Sabtu, 27 Mei 2019.
Kebiasaan libur, nongkrong di Kedai Kriwil (kedai punya temen nih, bisa dicek nih di instagramnya https://www.instagram.com/kedai_kriwil/ ) diskusi, cerita, curcol, supaya gak kaku-kaku banget dalam menjalani hidup setelah Senin sampai Jumat kita disibukkan dengan aktivitas kerjaan. Sambil bercanda ada yg membahas “ayo munggah..” lalu kalimat itu berlalu dan kembali lagi di gaungkan “kapan iki sidone munggah” setelah itu baru disusun rencana dan pilihan jatuh pada Gunung Prau. Alasan awal sih yang tidak terlalu tinggi dan rumit, karena sudah dekat waktu puasa, dan libur juga hanya waktu weekend saja. Setelah itu kesepakatan hari, antara berangkat Kamis atau Jumat, tapi pada akhirnya karena di Hari Jumat ada beberapa orang yang masih punya tanggungan kerja dijadwalkanlah berangkat mendaki pada Jumat 3 Mei 2019.
Hari demi hari dilalui dengan menanti hari-H mendaki, tentunya ditambah dengan pertanyaan dalam hati “siap nggak ya? atau yakin nggak ya?”. Ya, bagaimana tidak terjadi rasa ragu, sementara terakhir naik gunung itu sekitar pertengahan 2016, sekarang sudah 2019, hampir 3 tahun vakum mendaki, meski saya pendaki abal-abal karena bukan mahir tapi rasanya senang juga ternyata bisa mengoleksi daftar gunung yang sudah didaki. Gunung Prau juga sudah pernah saya daki sebelumnya, dengan cerita yang begitu romantis dan hangat, tetapi memang saat itu belum bertemu sunrise yang hangat.
Tidak ada waktu untuk melakukan pemanasan, seperti jogging karena kesibukan di kantor baru (ceila... hehehe). Eh, btw itu serius karena masih jadi pegawai baru jadi otomatis berangkat pagi pulang hampir petang (ditambah jarak rumah ke kantor yang juga lumayan, karena butuh waktu 30 menit kalau ngebut 45-60 menit kalau santai dan padat).
Hari-H Berangkat Mendaki
Jumat 3 Mei 2019. (tapi, sayangnya lupa mendokumentasikan nih hehehe)
Jam 15.00 WIB masih berada di kantor dan baru mau siap-siap pulang, lalu mampir ke pasaraya sebentar untuk belanja beberapa kebutuhan. Sampai rumah sudah menjelang magrib, dan belum packing sama sekali (hehehehe tenang wan-kawan, memang kebiasaan gitu, di kantor sebelumnya sudah terlatih packing simple dan kilat wkwkw, karena pernah packing cuma 30 menit sebelum jam berangkat ke stasiun untuk dinas, jangan tanya rasanya, yang jelas panik sekali). Kami janjian berkumpul di kedai jam 20.00 WIB, tapi karena fisik yang cukup lelah saya baru keluar rumah jam 20.30 WIB dan masih muter-muter mencari barang yang kurang, sampai kedai sudah pukul 21.15 WIB jika saya tidak salah ingat. Di kedai masih menunggu beberapa teman, selanjutnya kami sepakat berangkat pukul 23.00 WIB.
Sepanjang perjalanan lancar, tapi ketika setengah perjalanan ada salah satu motor kawan yang ban-nya bocor, lalu kami menepi dan menunggu, sekitar pukul 01.00 WIB Sabtu, 4 Mei 2019, kami kembali malanjutkan perjalanan. Ngantuk-Sepi-Dingin wah semua jadi satu datang, terutama untuk saya yang jarang bonceng, pokoknya berusaha melek-melekin mata dengan susah payah.
Sampai di Basecamp
Sabtu, 4 Mei 2019.
Untuk menghemat baterai ponsel, terpaksa tak berfoto, sepertinya ada tapi didokumentasikan oleh Khusnul. Jam 02.30 kami mulai mendaki, waktu berjalan sangat cepat, ini adalah 24 jam yang sangat-sangat dimanfaatkan untuk beraktivitas. WELCOME TO THE MOUNTAIN... :)))
Mendaki “Prau”
masih Sabtu, 4 Mei 2019
Perjalanan mendaki, usaha mengatur napas sangat susah payah, saya mendaki bersama kawan-kawan baik saya: Khusnul, Yogi, Ilham, Ilu, Agung, Aer dan teman baru-Pak Dedi. Beruntungnya mendaki bersama mereka, terasa spesial, ketika mereka melihat saya kesusahan, si Ilham langsung menawarkan menggendongkan tas punggung saya (terharulah, padahal tas yang saya gendong tidak lebih berat dari tas untuk naik Gunung Lawu). Perjalanan begitu penuh arti bagi saya, saya banyak terdiam, saya termenung, saya mengenang pertama kali kaki saya melangkah di tanah Gunung Prau, tawa-canda-cemas dan akhirnya rindu. Karena kesulitan mengatur napas saya lebih banyak diam, sambil menata ingatan yang datang. Pos 1, Pos 2, dan Pos 3, berhasil terlewati dengan sabarnya kawan-kawan semua menunggui saya, menasihati untuk terus semangat dan atur napas dengan baik. Semakin tinggi rasanya napas semakin sulit, semakin sesak, dan seperti akan berhenti saja :”).
Foto menjelang subuh, pemandangannya sudah menakjubkan sejak kami naik karena langit cerah bertabur bintang. (beruntungnya saya :)))
Di perjalanan yang sudah hampir sampai puncak, saya berkali-kali takjub, terharu, berkaca-kaca, melantukan doa baik pada semesta raya, matahari terbit mulai mengintip.
Warna merah orange sudah di depan mata, rasanya makin tak sabar sampai, tapi napas benar-benar terengah seperti hampir habis. Saat mengambil foto ini, rasanya luar biasa sekali, masyaallah.
Hello, sunrise!!!!
(Foto dari Kamera Khusnul)
Rasanya nangis di batin, nggak nyangka dikasih kesempatan sama semesta berkunjung lagi ke Gunung Prau dan dikasih kesempatan juga nonton sunrise secara hangat, terharu aku tuu sampai nggak lagi bisa berkata-kata.
selfie dulu gan.... muka apa adanya, dinginnya mantap... yeay.
Tim dibalik layar Anggik naik gunung, terimakasih...
Akhirnya sepatu gunungnya naik gunung lagi, sama tas gendong yang dibeli niatnya buat dinas-dinas, akhirnya dia beneran jadi tas gunung :))). Tidak perlu jaket tebal, cukup pakai Jaket Jurusan kesayangan yang sudah buluk :)).
Duo gondrong Agung dan Iluk....
Terimakasih tim yang akhirnya merelalisasikan akhirnya Kembali Mendaki Gunung :))) Tiada kesan tanpa kalian semua guys. Terimakasih sudah memaksa untuk ikut, meski perasaan campur aduk datang saat mau kembali naik. Terimakasih sudah sangat caring hingga sulit menyembunyikan -senangnya naik gunung sama kalian semua-. Pulangnya kita semua mampir makan mie ongklok, sayangnya mie ongklok langganan sedang libur berjualan, jadi makan mie ongklok opsi dua deh heehehe, gapapa yang penting tempe kemul tidak ketinggalan.
24 jam di 4 Mei 2019, sama seperti 24 jam di 4 Mei 2014 dimana hari itu dulu juga merupakan kali pertama saya naik gunung selama hidup, Gunung Lawu dengan begitu banyak cerita serta memori indahnya.
Semesta tidak pernah tidur untuk mengabulkan meski banyak harapan yang hanya sampai pada buku diary atau dalam hati ketika melamun panjang. Terimakasih semesta mendengar doaku, terimakasih telah mengizinkanku menyaksikan sunrise yang indah sekali. Akhirnya kali kedua naik Prau berhasil mengabadikan cahaya langit yang indah, dah bunga cantik yang dulu tidak sempat diabadikan karena kamera ponselnya belum sebaik hari ini hehe.
Akhir kalimat, See you in another mountain yaa guys.. hehehe
6 notes
·
View notes
Text
Kesampaian Juga ke Prau !
Buat saya, mendaki Gunung Prau adalah sebuah impian yang sudah di nanti lama sekali, dan ketika ini terwujud, rasanya surreal banget !
Saya tiba di Basecamp Patak Banteng sekitar pukul 23.45 wib, hening rembulan sedang terang-terangnya, namun tak mampu menghalau hawa dingin di lereng Gunung Prau yang mencapai 6 derajat celcius.
Semakin larut desir angin semakin dingin, sapuan tipis melewati wajah membuat bibir mulai meretak. Jari-jari tangan terasa beku dan kaku.
Gunung Sindoro & Sumbing dari Puncak Gunung Prau 2565 mdpl, Sumber…
View On WordPress
9 notes
·
View notes
Text
Pendakian Gunung Pakuwaja via Parikesit Wonosobo
pendakian 31 desember 2021 - 1 januari 2022. diajakin muncak edisi spending time to 2022 oleh Rere & Mas Jun (Suami Rere). setelah mencoret bismo, sumbing, ungaran, prau dari daftar terpilihlah gunung pakuwaja. this mountain is definitely cool place to hike: the view, the locals, the trails, the weather.
untuk lokasi basecampnya sendiri mudah banget ditemuin (meskipun ngga begitu mudah dinotice sih sebenernya) dari arah temanggung, basecampnya terletak sebelum gapura selamat datang dieng plateu.
untuk tiket masuknya sendiri menurutku standar, kamu akan dikenakan biaya 10,000 per orang untuk simaksi dan 10,000 untuk biaya parkir inap motor. tidak ada pengecekan di basecamp pakuwaja, namun pengelola basecamp meminta kami untuk menjaga alam, lingkungan dan tidak meninggalkan apapun diatas sana nanti.
kami memulai pendakian pada pukul 4 sore, berjalan kurang lebih 200 meter menuju gapura perkampungan penduduk.
rere sedang berpose di penunjuk pertama menuju puncak pakuwaja
sebenarnya pendakiannya mungkin bisa memakan waktu kurang dari 2 jam, tapi karena baru jalan sebentar banyak cekrek-cekrek dan video jadinya molor lama.
(dari kanan) itu aku, rere dan mas jun
aku perkirakan 70% jalanan adalah makadam dengan pemandangan ladang warga
penunjuk jalan menuju puncak sangatlah jelas, kecuali pada 2 persimpangan (ke kanan jalanan makadam dan ke kiri jalanan tanah menuju ke kebun warga) kami mengambil jalan ke kiri - arah kebun. tak lama, muncul penanda menuju ke puncak pakuwaja.
nah ngga lama setelah tanda ini, para pendaki akan bertemu dengan tanjakan 90% sepanjang 850 meter. jadi persiapkan kaki kalian dengan baik.
pos bayangan 3, di pos ini bisa memuat 4-5 tenda berkapasitas 5 orang lebih.
kami memutuskan untuk mendirikan tenda di area ini dengan meratakan ilalang yang tinggi. oh ya, kami mencapai pos bayangan 3 sekitar pukul 6.15 malam. total perjalanan dari basecamp sampai pos bayangan 3 adalah 2 jam 15 menit (ingat, ini pendakian santai, dikit dikit foto - dikit dikit rekam panorama sekitar, saat hujan deras kami berteduh sebentar dan melanjutkan perjalanan dengan mengenakan ponco)
ndak usah khawatir ya, di pos bayangan ini pengguna im3 tetap bisa tersambung dengan sinyal 4G meskipun naik turun. oh ya, cuaca di area pos ini sekitar 11° C dengan angin malam yang super kencang dan ribut.
esoknya kami disambut kabut tebal hanya sebentar cerah kemudian kabut tebal melanda lagi. itu yang membuat kami sedikit ragu untuk naik menuju puncak. tapi karena kami sangat optimis akan cerah diatas sana akhirnya kami memulai perjalanan ke puncak dari tenda kami.
aku tetap optimis untuk menuju ke puncak pakuwaja.
anyway, ke-optimisanku sepanjang kami menuju puncak sampai kami turun pun tidak terbukti haha.
pakuwaja. oh ya, saat cuaca cerah kamu bisa melihat telaga (entah telaga menjer atau telaga merdada) dari puncak ini dengan jelas.
sebelum melakukan pendakian, aku membaca artikel yang menerangkan bahwa: pakuwaja ini adalah penyeimbang dataran di jawa, bisa dilihat dari namanya paku-waja.
#pakuwaja#gunungpakuwaja#explorewonosobo#gunungpemula#hiking#wanderlust#travel#explore#wander#girl#mountain#trails#2421MDPL#parikesit#pakuwaja via parikesit#pakuwaja 2421 MDPL
0 notes
Text
Daftar Gunung Yang Cocok Bagi Para Pemula
Asuransi Perjalanan - Musim panas telah tiba, selain area pantai, wilayah dataran tinggi tetap menjadi primadona tujuan untuk menikmati musim panas, terlebih pada bulan Maret 2021 ini, akan terdapat harpitnas, bisa menjadi peluang long weekend bagi yang mau mengajukan cuti sejak awal bulan ini.
Dataran tinggi yang kali ini di maksud adalah, gunung tapi yang masih friendly, atau easy hike untuk para newbie, nah loh kira-kira bagaimana kriterianya, dan seperti apa persiapannya? Untuk kriteria, bukan gunung dengan MDPL yang lebih rendah, karena sebagai contoh gunung salak yang hanya 2211 MDPL ternyata tanjakannya curam dengan banyaknya webbing sebagai alat bantu, kriterianya adalah, gunung yang easy hike, adalah yang paling banyak di daki oleh kaum hawa, gunung yang sering di daki oleh para pendaki, selain keindahan dan kemudahannya, sedang persiapannya, tak jauh berbeda seperti pendakian gunung-gunung lainnya.
Baca Juga : Tips Pendakian, Wisata dan Olahraga Yang Memerlukan Kesiapan
Gunung Andong Gunung yang terletak sebelah barat daya gunung Merbabu dan sisi tenggara kota Salatiga ini menawarkan pesona keindahan tersendiri untuk sunrise maupun sunsetnya, dengan track yang relatif mudah, dan camp ground yang cukup menampung hingga 30 an tenda, serta akses mudah dan ketersediaan sinyal paket data maupun telepon, membuat gunung ini menjadi tujuan utama bagi pendaki pemula yang ingin melatih, atau bagi kalangan lansia yang semasa mudanya belum pernah merasakan pendakian gunung namun beresiko jika harus berada di tanjakan.
Gunung Prau Gunung yang dulunya di sebut gunung gondo mayit ini terletak di wilayah dataran tinggi dieng, memiliki 3 jalur pendakian terkenal, yaitu patak banteng, wates dan kali lembu ini juga masih terdapat sinyal paket data meski berada di puncaknya, pada musim panas, biasanya terdapat embun upas alias embun yang membeku, kendati ketinggian gunung Prau 2565MDPL, justru memiliki kelembaban udara yang rendah, tak jarang pada musim panas pula, bibir bisa pecah-pecah saat terbangun dari tenda, persiapkan jaket dan sleeping bag lebih tebal, view di gunung ini sangat indah, total durasi pendakian dengan cara santai dari basecamp ke puncak mencapai 5 - 6 jam, dengan track area yang terus menanjak, tidak ada sumber mata air di gunung ini, siapkan air minum sebanyak dan seperlunya, gunakan buff serta sun glass, karena track pendakian penuh debu saat musim panas.
Gunung Bismo Memiliki 2 jalur pendakian resmi, melalui basecamp Sikunang atau Silandak, berbeda dengan gunung-gunung pada umumnya, jika di gunung Bismo ini berbeda jalur, puncaknya pun berbeda, gunung yang baru saja di resmikan gubernur Jawa tengah bapak Ganjar Pranowo pada 2019 lalu ini, tergolong sunyi, tidak seramai prau, dan memiliki vegetasi yang cukup rapat di jalur pendakiannya, gunung dengan ketinggian 2635MDPL ini memilik total durasi pendakian 6 - 7 jam dengan pendakian santai, lautan awan dan sunrise di sini tidak kalah indah dengan gunung-gunung sekitarnya, dan pastikan membawa logistik yang cukup.
Gunung Papandayan Sebuah gunung yang terletak di kabupaten Garut dengan ketinggian 2665MPDL ini terkenal dengan kawah dengan view tandus di hutan mati, tak ketinggalan juga padang Eidelweiss yang memanjakan mata, bahkan sejak di parkiran pun, pemandian air panas sudah menyambut, sangat ramah bagi pengunjung biasa hingga pendaki bukan? bertetanggaan dengan gunung Cikuray dan Guntur namun tidak di rekomendasikan, di karenakan gunung Cikuray tidak di anjurkan bagi pemula, sedangkan gunung Guntur sangat terbatas areanya, di karenakan sebagian wilayahnya adalah Cagar Alam.
Gunung Panderman Gunung yang memiliki ketinggian 2045MPDL ini terletak di Kota Batu, bertetanggaan dengan gunung Arjuno dan Welirang, gunung ini sangat rekomen untuk belajar pendakian, selain jalurnya ramah, dapat juga di lakukan one day hike alias tektok, masih terdapat kera liar di sini dan pastikan tidak sembarangan meninggalkan makanan di area tenda, gunung dengan view Kota Batu ini lebih ringkas dari pada Prau, cukup 3 jam saja, kamu bisa capai puncaknya.
Pada malam hari yang cerah, biasanya di musim panas, jika beruntung kamu bisa melihat gugusan bintang atau yang biasa di sebut Milkyway, khusus di Prau dan Papandayan di camp groundnya seringkali kamu kalau keluar tenda bisa dapat view fantastis tersebut, dan pastikan kameramu bisa menangkap gugusan bintang tersebut agar bisa di abadikan, sekedar catatan, baik itu gunung yang ramai, relatih mudah, hingga kamu di dampingi oleh yang berpengalaman, sebaiknya tetap waspada dan tidak meremehkan ekspedisimu, persiapkan mental dan fisik, bagaimanapun juga petualangan di alam liar adalah hal yang bisa saja membahayakanmu kapanpun, selalu fokus dan jangan lupa awali dan akhiri dengan Doa, dan proteksi diri dengan Asuransi Perjalanan.
0 notes
Video
instagram
Disambut udara dingin dieng, kita mulai pendakian prau kali ini Dan beginilah transportasi kita, sederhana tp penuh kesan Ini posisi menjuju basecamp patak banteng saat penurunan keril #prau #mtprau #prau2565mdpl #praumountain #dieng #mendolo #patakbanteng #transportasipendaki #pendakibuncit #basecamp https://www.instagram.com/p/Bz7dfOwlPY8/?igshid=itqyfexnkxn4
#prau#mtprau#prau2565mdpl#praumountain#dieng#mendolo#patakbanteng#transportasipendaki#pendakibuncit#basecamp
1 note
·
View note
Text
Oiya gua sama tika ini selama 1 sekolah gapernah ketemu sama sekali,makanya gua agak canggung pas kenalan hahaha
Kita mulai dengan obrolan basi di chat.
"Hai tika,save back ya" kata gua
"iya save back juga" bales dia
Setelah itu bertanya kabar,padahal mah gapernah deket sok sokan nanya kabar hahaha,obrolan kita semakin hari semakin hangat,kadang berisi,kadang gaberisi yang buat kita selalu ketawa terus. Kita sering kasih pap selfie untuk lebih tau kita itu gimana orangnya. Singkatnya,udah mendekat hari penanjakan gua,gua bilang bakal kasih dia oleh oleh dari penanjakan gua yaitu gunung prau wonosobo. Ya akhirnya gua nanjak,gua buang pikiran buruk gua,hidup gua sebelum ini yang busuk,dan segala hal yang nyakitin. Itu berhasil dan buat gua jadi lebih lega dan sangat amat berdamai sama keadaan. Gua sehari semalem doang disana,karna temen gua yang pada sibuk,kelar liat sunrise dan makan makan ditenda,akhirnya jam 12 siang gua turun dengan perasaan yang damai. Sebelum pulang galupa buat bawa oleh oleh yang sebenernya ga seberapa sih, cuma gelang dan kalu yang gua beli di pos 1 pendakian pas turun dan makanan khas sana yang gua beli di deket basecamp. Akhirnya gua pulang dan buat janjian sama tika untuk ketemuan ngasih oleh oleh ini.
"Tika,ini gua bawa oleh oleh buat lu" kata gua
"dih gausah repot repot" bales tika
"yeh udah gua beli lu harus terima,nanti sebelum lu pulkam kita ketemuan dulu ya buat ngasih ni oleh oleh" bales gua
Rumah gua sama tika ini gajauh,cuma berjarak 1kilo jadi ya gampang lah klo mau ketemuan hahahah
Hal.4
0 notes