#tauhidullah
Explore tagged Tumblr posts
Text
Ingatlah, Nak, saat kau tak punya siapa-siapa selain Allah, Allah saja bagimu itu cukup.
itulah salah satu pesan terakhir dari abaty rahimahullah. Sejak itu, putrinya ini tak pernah takut lagi menghadapi dunia, karena ayahnya telah menanamkan ke dalam jiwanya bahwa ia memiliki sebaik-baik penjaga, sebaik-baik pelindung, sebaik-baik pembela, sebaik-baik pemberi rizki, sebaik-baik wali, yaitu Allah Azza wa Jalla.
Hasbunallaah wa ni'mal wakiil...
@rizqan-kareema
63 notes
·
View notes
Text
Kita upayakan, itu.
Suatu ketika aku pernah sumpah serapah melihat ia yang tak peduli pada rumah kami. 'Berserakan' namun tak digubris. Retak sana sini, dihiraukan.
Cih, memang hanya aku yang cinta. ucapku, pada ia kala itu.
Namun ternyata aku salah. Ternyata, aku hanya tidak mengetahui saja bahwa dia kerap menyapu di malam hari. Aku tak tahu saja bahwa selokan belakang sudah ia semen ulang. Aku tak mengerti susahnya menjaga muka bahagia selepas lelah bekerja dan masuk pintu rumah. Ternyata kamu juga cinta dan memperjuangkan rumah kita, hanya saja kamu tak elok pamer karya.
Kukira dulunya setiap karya harus digaungkan dan divalidasi. Agaknya itu pikir yang terbit bila mengira respon manusia adalah tolak ukur pertama. bila mengira kecintaan manusia padaku adalah indikator. bila mengira manusia-lah sosok yang berhak membalas pengorbanan. Aduh Rabbi, aku salah tuju..
Ternyata 'berupaya' bentuknya bisa bulat kotak, berisik diam, tersedu tertawa. Tak melulu harus berbentuk ucap sayang, atau pijatan di pundak. Ia pula berbentuk ego yang ditelan, husnuzon yang dipaksakan, juga getarnya suara ketika menurunkan nada bicara.
Kemarin sudah, lalu hari ini Allah ingin ajari lagi.
Bahwa ternyata rumah, tak terbangun hanya karena aku sendiri.
Bahwa indahnya rumah, bisa sebab doanya yang panjang dalam sujud itu. Ikhlasnya yang luas ketika menggeser jadwal demi hadir sebentar. Amarah yang dipaksa padam meski ia paham betul seberapa ia dimanfaatkan. Petikan kamera ribuan kali demi mengabadikan momen kami. Tangan yang pegal setelah mencuci box-box makan. Kopi seduhan kelima demi mengawasi adik-adik belajar. Tidur yang terlewat sebab request design yang mendadak.
Semua lelah. semua berupaya. semua ingin dihargai. Akan ricuh akhirnya bila penghuni rumah menuntut harga dari sesamanya. Oh sudahilah, tak pada kita kemampuan itu!
Maka pada hari-hari inilah eloknya Allah mengajari, bahwa setiap perjuangan telah Ia hitung meski lautan manusia tak mengetahui. Kemudahan dan kemenangan akan tetap Ia beri dengan hanya kita yang berupaya, meski tak terdengar gaungnya. Inilah hari-hari dipaksa menjual semua punya, mengunyah keras pahitnya ikhlas, dan menghadirkan paham bahwa hanya Ia yang bisa membalas lelah.
Lalu, sudah tuntas ujian kami yang berupaya. Lalu terbitlah pasangannya, ujian saling percaya, bahwa bukan hanya dirinya yang cinta dan berupaya.
Bukan hanya kamu yang berjuang. Bukan hanya kamu yang sedang kepanasan menimbun bata itu atau membersihkan luka sembari menangis di ujung malam. Yang membangun rumah, bukan cuma kamu. Kita semua membangun, kita semua ingin 'terhitung' berjuang di hadap-Nya. Mari saling percaya.
Tak semua bahasa cinta harus diterjemahkan menjadi kata. Akan sulit, bisa-bisa hilang rasanya. bisa bisa lenyap manisnya. bisa-bisa tak murni lagi cinta kita yang diniatkan hanya untuk-Nya.
Hari ini aku sedang membangun rumah yang nyaris rampung, beberapa jam lagi. Sebuah rumah yang punya sejuta alasan sangat logis untuk kami merobohkannya. Sebuah rumah yang akhirnya terkumpul bahannya, telah berkapasitas seluruh penghuninya, hingga tersisa kebutuhan semen kepercayaan untuk saling merekatkannya.
Jadi, ini rumah, punyaku dan punyamu. Mari bangun dengan upaya dan percaya. Semoga diakhirnya, Allah berikan rumah yang indah itu.
---------
Foto: rumah yang tampak dari kamar panitia de-em dua kami. kamar yang menarik, berikut penghuninya, berikut hari-hari bersama mereka. berikut rumah kami yang sebentar lagi rampung. Alhamdulillah.
Dan, inilah another day merenungkan eloknya konsep Tauhidullah dalam berhadapan dengan berhala manusia dalam dirinya. Duh, tanpa islam fix gila sih gue mah, ampun dah. Alhamdulillah. Alhamdulillah. Alhamdulillah
12 notes
·
View notes
Text
Senin, 19 oktober 2020
Islam agama dakwah
Islam adalah agama dakwah, karena Islam agama yang menugaskan ummat manusia. Keberadaan dakwah Islam terdiri atas tataran (1) wujud lafzhi (dalam perkataan orang yang berkata); (2) wujud dzihni (dalam rekaman jiwa orang yang memahaminya); (3) wujud resmi (dalam tulisan); (4) wujud realitas).
Karenanya, dakwah Islam dapat dikaji secara ilmiah. Sebagai suatu ilmu, proses dakwah Islam berkaitan erat dengan pemberian kerangka filosofis, kerangka teoretis, dan kerangka teknis. Kerangka filosofis dakwah sebagai bagian dari struktur keilmuan dakwah, memiliki dasar dan metode berpikir dalam filsafat dakwah dapat diturunkan dari ayat-ayat al-Qur'an yang merupakan sumber inpirasi filsafat dakwah.
Prinsip dasar dan metode berpikir dalam filsafat dakwah yang diturunkan dari al-Qur'an menjadi petunjuk dalam mencapai kebenaran (al-haq). Dengan langkah ini diharapkan dapat terhindar dari kesalahan dan kekeliruan dalam berpikir melalui kaidah-kaidah metodologis dalam menggunakan akal. Dasar dan metode pemikiran filosofis dakwah Islam dibangun di atas konsep Tauhidullah. Dari konsep ini dibangun epistemologi, aksiologi keilmuan dakwah dengan mengacu pada hukum-hukum berpikir dari ayat-ayat Qur'aniyah dan ayat-ayat kauniyah. Mengacu pada pemikiran filosofis yang didasarkan pada konsep Tauhidullah lahirlah sekurang-kurangnya ilmu macam-macam metode keilmuan dakwah, yaitu: (1) pendekatan analisis sistem dakwah; (2) metode historis; (3) metode riset dakwah partisifatif, dan (5) metode riset kecenderungan gerakan dakwah. Dengan demikian, dakwah Islam merupakan rekayasa (tadbir) masa depan ummat dan peradaban Islam.
2 notes
·
View notes
Text
﷽
PEMBAGIAN TAUHID dan penyimpangan-penyimpangannya
Para pembaca semoga Allah ‘Azza wa Jalla senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Para ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah baik dari kalangan salaf maupun khalaf setelah meneliti dalil-dalil baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah tentang Tauhid mereka menyimpulkan bahwa Tauhid itu dibagi menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid Al-Asma’ Wa Ash Shifat.
Diantara Pernyataan Ulama Salaf Tentang Pembagian Tauhid
1. Al-Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad Ath-Thahawi rahimahullah (wafat tahun 321 H).
Dalam salah satu karya monumentalnya, Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah, Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi menegaskan:
“Kita katakan tentang tauhidullah dalam keadaan meyakini dengan taufiq Allah, bahwa sesungguhnya Allah adalah Esa tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada sesuatupun yang semisal dengan-Nya, tidak ada sesuatupun yang bisa mengalahkannya, tidak ada ilah selain Dia.”
Penjelasan tentang pernyataan Al-Imam Ath-Thahawi rahimahullah
“Allah adalah Esa tidak ada sekutu bagi-Nya” meliputi tiga jenis tauhid sekaligus, karena Allah Esa dalam Rububiyyah-Nya, dalam Uluhiyyah, dan dalam Al-Asma wa Ash-Shifat -Nya.
“Tidak ada sesuatupun yang semisal dengan-Nya” ini adalah Tauhid Al-Asma` wa Ash-Shifat.
“Tidak ada sesuatupun yang bisa mengalahkannya”, ini adalah Tauhid Ar-Rububiyyah.
“Tidak ada ilah selain Dia” ini adalah Tauhid Al-Uluhiyyah.
2. Al-Imam ‘Ubaidullah bin Muhammad bin Baththah Al-’Ukbari rahimahullah (wafat tahun 387 H) dalam karya besarnya yang berjudu l-Ibanatul Kubra, beliau mengatakan:
“Bahwa dasar iman kepada Allah yang wajib atas makhluk (manusia dan jin) untuk meyakininya dalam menetapkan keimanan kepada-Nya, ada tiga hal:
Seorang hamba harus meyakini Rububiyyah-Nya, yang dengan itu dia menjadi berbeda dengan atheis yang tidak menetapkan adanya pencipta.
Seorang hamba harus meyakini Wahdaniyyah-Nya, yang dengan itu dia menjadi berbeda dengan jalannya orang-orang musyrik yang mengakui sang Pencipta namun menyekutukan-Nya dengan beribadah kepada selain-Nya.
Meyakini bahwa Dia bersifat dengan sifat-sifat yang Dia harus bersifat dengannya, berupa sifat Ilmu, Qudrah, Hikmah, dan semua sifat yang Dia menyifati diri-Nya dalam kitab-Nya.”
Penjelasan Tentang Makna Tiga Macam Tauhid tersebut
1. Tauhid Ar-Rububiyyah,
adalah keyakinan bahwa Allah Azza wa Jalla adalah satu-satunya Rabb. Makna Rabb adalah Dzat yang Maha Menciptakan, yang Maha Memiliki dan Menguasai, serta Maha Mengatur seluruh ciptaan-Nya. Ayat-ayat yang menunjukkan tauhid Ar-Rububiyyah sangat banyak, di antaranya (artinya):
”Sesungguhnya Rabb kalian hanyalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, lalu Dia beristiwa` di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (semuanya) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, hak mencipta dan memerintah hanyalah milik Allah. Maha Suci Allah, Rabbsemesta alam. [Al-A’raf: 54]
Kaum musyrikin Quraisy juga mengakui Tauhid Rububiyyah berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla (artinya):
“Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” tentu mereka akan menjawab: “Allah”, Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).” [Al-’Ankabut: 61]
Dari ayat diatas bisa disimpulkan bahwa kaum musyrikin mengakui bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Yang Maha Menciptakan, Maha Mengatur, dan Maha Memberi Rizki. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 6/294)
Penyimpangan Dalam Tauhid Rububiyyah
Penyimpangan dalam tauhid rububiyyah yaitu dengan meyakini adanya yang menciptakan, menguasai, dan mengatur alam semesta ini selain Allah Azza wa Jalla dalam hal yang hanya dimampui oleh Allah Azza wa Jalla.
Seperti keyakinan bahwa penguasa dan pengatur Laut Selatan adalah Nyi Roro Kidul. Ini suatu keyakinan yang bathil. Barangsiapa meyakini bahwa penguasa dan pengatur laut selatan adalah Nyi Roro Kidul maka dia telah berbuat syirik (menyekutukan Allah Azza wa Jalla) dalam Rububiyyah-Nya. Karena hanya Allah-lah Yang Menguasai dan Mengatur alam semesta ini.
Begitu juga barangsiapa meyakini bahwa yang mengatur padi-padian adalah Dewi Sri, berarti ia telah syirik dalam hal Rububiyyah-Nya, karena hanya Allah-lah Yang Maha Menciptakan dan Mengatur alam semesta ini.
Meyakini bahwa benda tertentu bisa memberi perlindungan dan pertolongan terhadap dirinya seperti jimat, keris, cincin, batu, pohon, dan lain-lain.
Serta keyakinan bahwa sebagian para wali bisa memberi rizki, dan bisa pula memberi barokah, juga termasuk kesyirikan dalam Rububiyyah-Nya.
2. Tauhid Al-Uluhiyyah,
adalah keyakinan bahwa Allah Azza wa Jalla adalah satu-satu-Nya Dzat yang berhak diibadahi dengan penuh ketundukan, pengagungan, dan kecintaan. Dinamakan juga dengan Tauhidul ’Ibadah atau Tauhidul ’Ubudiyyah, karena hamba wajib memurnikan ibadahnya hanya kepada Allah Azza wa Jalla semata. Ayat-ayat Al-Qur`an yang menunjukkan tauhid jenis ini sangat banyak, diantaranya:
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah.”[Muhammad: 19]
Juga firman Allah Azza wa Jalla:
”Beribadahlah kalian hanya kepada Allah dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” [An-Nisa`: 36]
Rabbul ’Alamin adalah satu-satu-Nya Dzat yang berhak dan pantas untuk diibadahi. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla memerintahkan umat manusia untuk beribadah hanya kepada-Nya, karena Dia adalah Rabb.Termasuk juga Allah Azza wa Jalla memerintahkan kepada kaum musyrikin arab, yang mengakui bahwa Allah Azza wa Jalla sebagai Rabb satu-satunya, untuk mereka beribadah hanya kepada-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
”Wahai umat manusia, beribadahlah kalian kepada Rabb kalian.” [Al-Baqarah: 21]
Penyimpangan-penyimpangan dalam tauhid uluhiyyah.
Penyimpangan dalam tauhid jenis ini yaitu dengan memalingkan ibadah kepada selain Allah Azza wa Jalla seperti berdoa kepada kuburan atau ahli kubur, meminta pertolongan kepada jin, meminta barokah kepada orang tertentu, menyandarkan nasibnya (bertawakkal) kepada benda tertentu, seperti batu, jimat, cincin, keris, dan semacamnya. Karena do’a dan tawakkal termasuk ibadah, maka harus ditujukan hanya kepada Allah Azza wa Jalla semata.
3. Tauhid Al-Asma` wa Ash-Shifat,
adalah keyakinan bahwa Allah Azza wa Jalla memiliki nama-nama yang indah (al-asma`ul husna)dan sifat-sifat yang mulia sesuai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya, sebagaimana yang Allah Azza wa Jalla beritakan dalam Al-Qur`an, atau sebagaimana yang diberitakan oleh Rasulullah r dalam hadits-haditsnya yang shahih. Sekaligus meyakini dan beriman bahwa tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah Azza wa Jalla.
Di antara sekian banyak ayat Al-Qur`an yang menunjukkan tauhid ini, firman Allah Azza wa Jalla:
”Hanya milik Allah al-asma`ul husna, maka berdo’alah kalian kepada-Nya dengan menyebutnya (al-asma`ul husna) dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (mengimani) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” [Al-A’raf: 180]
Allah Azza wa Jalla berfirman:
”Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”[Asy Syura: 11]
Penyimpangan dalam tauhid Al-Asma’ wa Ash Shifat:
Tidak meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla mempunyai sifat-sifat yang sempurna tersebut. Padahal telah disebutkan dalam Al-Qur’an atau dalam hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam yang shahih.
Menyerupakan sifat-sifat Allah Azza wa Jalla dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Padahal Allah Azza wa Jalla telah berfiman (artinya):
Menyelewengkan atau menta’wil makna Al-Asma’ul Husna, yang berujung pada peniadaan sifat-sifat Allah Azza wa Jalla.
“Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” [Asy Syura: 11].
Menentukan cara dari sifat-sifat Allah Azza wa Jalla, yang bermuara pada penyerupaan dengan makhluk-Nya.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
http://buletin-alilmu.net/2010/06/03/-tauhid-dan-penyimpangan-penyimpangannya/
99 notes
·
View notes
Text
Mendidik Fitrah Keimanan
Oleh Ustadz Harry Santosa
Fitrah adalah Islamic Concept of Human Nature (konsep Islam ttg Asal Mula Kejadian Manusia).
*Sejak lahir manusia telah membawa pokok kebaikan (innate goodness) yang sangat cukup untuk menjalani peran peradaban spesifiknya dalam rangka mencapai maksud penciptaan untuk Beribadah (Hamba Allah) dan untuk menjadi Khalifah Allah di muka bumi.*
Diantara aspek fitrah adalah kecenderungan manusia untuk beriman atau bertuhan, yang disebut fitrah keimanan.
Fitrah keimanan bahkan telah diinstal sejak di alam rahiem (QS 7:172) dalam bentuk persaksian Allah sebagai Robb (kholiqon-pencipta, roziqon-pemberi rezqi, malikan-pemilik/pemelihara dstnya).
Instalasi persaksian ini kemudian muncul dalam kenyataan bahwa tiap bayi lahir menangis. Para ulama mengatakan bahwa bayi menangis karena "seeking Allah" atau mencari Allah, dalam hal ini adalah Robb.
Itulah mengapa menyusui diwajibkan karena sebagai bentuk penguatan dan perawatan syahadah Rubbubiyatullah.
Dalam pemberian ASI, sang bayi merasakan adanya Zat yang memberi rizqi, melindungi, merawat, menyayangi dstnya.
Perihal syahadah Rubbubiyatullah ini juga nampak pada perihidup bangsa bangsa, bahwa tiada satu sukupun di muka bumi yang tidak ada tempat untuk sujud kepada Tuhan.
Atheisme sendiri baru dikenal manusia pada Abad 18an sebagai bentuk penolakan terhadap penindasan Raja Diktator dan Gereja. AlQuran bahkan menyebut bahwa Kafir Quraisy sekalipun mengakui Tauhid Rubbubiyatullah. "Jika ditanyakan kpd mereka siapa yang menciptakan langit dan bumi, maka mereka menjawab Allah".
Karenanya dalam hadits ttg Fitrah, dikatakan bahwa _*"setiap anak lahir dalam keadaan fitrah, orangtuanyalah yang merubahnya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi"*_ , namun dalam hadits ini tidak dikatakan merubahnya menjadi Muslim.
Mengapa?
Karena setiap bayi sudah lahir dalam keadaan Islam.
🌿 *Lalu bagaimana Mendidik Fitrah Keimanan?*
Mendidik fitrah keimanan, tentu bertahap sesuai tahapan usia.
🌸 *Usia 0-2 tahun.*
Ini tahap penguatan fitrah keimanan dengan memberikan ASI secara eksklusif, menghadirkan hati, perhatian, sentuhan, pandangan dsbnya ketika menyusui. Inilah tahap penguatan awal Tauhid Rubbubiyatullah.
*🌸Usia 3-6 tahun.*
Ini tahap merawat fitrah keimanan dengan membangun imaji imaji keindahan ttg Allah, ttg Rasulullah SAW, ttg Islam dan kebaikan lainnya sehingga melahirkan kesan dan cinta yang mendalam. Cinta sebelum Islam, Iman sebelum Amal.
*Dilarang merusak imaji imaji anak di usia ini ttg indahnya alHaq*. Para ulama meminta untuk menunda menceritakan ttg neraka, perang akhir zaman, Dajjal, qiyamat dstnya, sampai benar benar fitrahnya kuat di usia 7 tahun ke atas.
*Dilarang mendidik adab dengan memaksa, menyakitkan hatinya,* dstnya, agar tidak malah membenci adab.
Namun upayakanlah adab berkesan indah. Jadi tahap ini sepenuhnya full cinta namun tidak memperturutkan yang tidak baik.
Ceritakanlah hal hal indah yang membuat ananda sangat tergugah, berkesan mendalam dan antusias pada kebenaran. Suasanakanlah keshalihan dalam setiap momen dan kesempatan tanpa terasa dan formal.
Ini tahap emas untuk mengenalkan Allah, Rasulullah SAW dan kebaikan kebaikan Islam. Anak sedang pada puncak imaji dan abstraksinya, alam bawah sadarnya masih terbuka lebar, maka mengenalkan apapun ttg kebaikan apalagi dengan cara berkesan akan masuk ke dalam alam bawah sadarnya dan menguatkan fitrahnya. Penting mengkontekskan semua peristiwa baik dengan Allah dalam setiap kesempatan.
*Teladankan kebaikan tanpa pasang target untuk segera diikuti.* Hindari semua bentuk formal dan penerapan disiplin yang membuatnya jadi membenci kebaikan itu sendiri.
*Ingat bahwa sholat baru diperintah saat usia 7 tahun, jadi di bawah 7 tahun sholat diimajikan indah bukan dipaksa tertib gerakan, tertib bacaan, tertib waktu.*
Misalnya penting setiap azan berkumandang, wajah bunda menjadi sumringah dan tersenyum seindah mungkin, bahkan memeluk dan mengucapkan kata kata indah di telinga ananda.
Dahulukan amar ma'ruf daripada nahi munkar. Misalnya jika ananda naik ke atas meja, katakan saja "nak meja untuk makan, kaki untuk ke masjid atau ke taman" daripada panik dan menyebut keburukan.
Diharapkan pada fase ini anak sudah antusias mengenal dan menyebut nama Allah di usia 3 tahun. Nanti di usia 7 tahun, diharapkan ketika kita mengatakan, _"nak, sholat itu diperintah oleh Allah lho..."_ maka ananda menerima perintah Sholat dengan suka cita.
```Usia 0-6 tahun adalah masa emas bagi mendidik fitrah keimanan, dengan menguatkan konsep Allah sbg Robb, melalui imaji imaji indah yang melahirkan kecintaan kpd Allah, Rasulullah SAW, Islam.```
Metodenya adalah keteladanan dan suasana keshalihan yang berkesan mendalam.
*🌸Usia 7-10 tahun.*
Ini adalah tahap menumbuhkan dan menyadarkan Tauhid Mulkiyatullah.
Pada tahap ini ananda sedang sangat kritis (fitrah belajar dan bernalar pada puncaknya), mereka juga mulai bergeser dari ego sentris ke sosio sentris, mereka mulai memahami adanya keteraturan di alam dan di kehidupan.
Inilah tahap yang tepat untuk menumbuhkan dan menyadarkan bahwa Allah-lah Sang Maha Pengatur, Sang Maha Pembuat Hukum, Zat Yang harus ditaaati.
Fitrah keimanannya ditumbuhkan dengan membaca alam dan mentadaburi keteraturan ciptaan Allah di alam semesta.
Fitrah keimanan tumbuh baik dengan menginteraksikannya pada kenyataan adanya keteraturan yang indah dan sempurna alam semesta. Keimanannnya mulai berbunga menjadi keinginan kuat memahami keteraturan itu dan mencintai Sang Maha Pengaturnya. Keimanan tidak bisa lagi lewat kisah kisah menjelang tidur, namun harus dialami langsung dengan interaksi di alam.
*🌸Usia 11-14 tahun.*
Ini tahap mendidik fitrah keimanan untuk Tauhid Uluhiyatullah. Metodenya adalah mengokohkan fitrah keimanan melalui ujian ujian kehidupan sehingga mennjadi kebutuhan. Iman itu perlu diuji bukan lagi dikisahkan atau diinteraksikan, tetapi melalui beban beban kehidupan dalam batas kesanggupannya. Ingat bahwa fitrah keimanan bukan bicara seberapa banyak ilmu agama yang direkam di benak, namun bicara seberapa banyak anak mengokohkan keimananannya melalui cinta yang mendalam pada alHaq.
Pada tahap ini, memberikan anak kesempatan untuk merantau yang tidak terlalu jauh, berbisnis kecil kecilan, memberi investasi, memagangkan pada maestro, melibatkan pada aktifitas dakwah dll. Maka kita akan lihat, bagaimana fitrah keimanannya diuji dalam kehidupan.
Rasulullah SAW memulai magang berdagang bersama pamannya dan merantau ke Syams sejak usia 11-12 tahun. Maka kita lihat Rasulullah SAW piawai di dakwah dan piawai di pasar.
Dalam ujian ujian kehidupan itu mereka akan menyadari butuhnya sholat malam, butuhnya panduan alQuran dan alHadits, butuhnya memperbaiki misi hidup sesuai yang Allah kehendaki dstnya.
*🌸> 15 tahun.*
Peran Peradaban atas Tumbuhnya Fitrah Keimanan
Fitrah Keimanan yang tumbuh paripurna akan berujung kepada peran peradaban berupa ghairah dan antusias Menyeru Kepada Tauhidullah. Inilah adab tertinggi kepada Allah sebagaimana yang ditugaskan kepada para Nabiyullah Alaihimusalaam sepanjang sejarah.
*Salam Pendidikan Peradaban*
#fitrahbasededucation
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak
276 notes
·
View notes
Text
Bismillah..
Sebagai seorang muslimah kita mesti tahui tujuan kita,kemana kita melangkahkan kaki kita,nah apa yg harus menjadi standard ideal?
1.Al Qur'an yg mengajarkan "وللأخرة خير لك من الأولى"
2.Tidak boleh melupakan tugas dan menjalankan target
3.Fastabiqul Khoirot.
3 hal di atas adalah modal dasar.kemudian kita sangkutkan 3 modal tadi dgn visi dan misi kita.dan kita renungi kembali ,apakah visi dan misi kita serta aktifitas sudah terjadi pada kita selama perjalanan hidup kita sampai hari ini?.
Kemudian kita harus tau apa tujuan Allah menciptakan hamba,agar semata hamba ini beribadah kepadanya.lalu tujuan kita sebagai wanita itu apa?Allah menjadikan 1 petunjuk dlm surat an Nisa' secara generik.
Nah,tugas perempuan itu ada 2 :
1.memberikan ketenangan pasangannya
2.memberikan keturunan agar munculnya generasi2 baik akan menata bumi Allah.
Apakah dengan menghafal Alquran semua urusan kita selesai?TIDAK,karna itu baru tahap awal.maka,ketika kita di beri jenis kelamin perempuan kita harus mempersiapkan diri menjadi orang pintar sumber ilmu bagi anak2 kita.Dan tugas kita sebagai perempuan adalah menjadi pintu gerbang bagi peradaban dan akan menjadi rol model teladan bagi anak2 kita,maka kesholehan bukan sesuatu yg di ajarkan secara teoritis.
Dan sekarang kita melihat bagaimana para shabiyah mempraktekan apa2 yg ada di dlm Al Qur'an untuk keseharian mereka.kehadiran umahat2 terdahulu sangat menentukan sejarah umat Islam ini , sebagaimana istri Rasulullah Khodijah R.A menjadi penopang dakwah rasulullah Saw.maka dari itu kita harus telusuri hal2 dari kehidupan para shabiyah ,antara lain :
1.Dengan hafalan mereka yg mungkin tidak mencapai 30 juz itu,membuat mereka tergerak menjalankan dan mempertahan kan Islam
2.Shabiyah pada masa itu ,sangat mencintai Allah dan rasul-nya karna tauhidnya.
3.Mendidik anak2 mereka bukan semata sukses dan makmur
4.Dalam keseharian mereka bukan sekedar cerdas dalam konteks kognitif dan akademis ,tetapi mereka adalah praktisi kebajikan dan kebijaksanaan.serta umahat yg menjadi madrasah tul ulaaa yg mengajarkan tauhidullah.
1 note
·
View note
Link
Allah Ta’ala adalah Tuhan kita. Tidak ada sesembahan selain Dia,
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha, 20: 14)
Allah Ta’ala adalah Rabban (Tuhan), Malikan (Raja), dan Ilahan (Sesembahan) yang hak,
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ مَلِكِ النَّاسِ إِلَهِ النَّاسِ
“Katakanlah: ‘Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sesembahan manusia.’” (QS. An-Nas, 114: 1-3)
Rabban berasal dari kata rabba-yarubbu-rabban, yang artinya mengasuh/memelihara dan memimpin. Dan malikan berasal dari kata malaka-yamliku-milkan-mulkan-malakatan, yang artinya memiliki dan berkuasa atas sesuatu. Sedangkan ilaahan berasal dari kata aliha-ya’lahu, yang artinya menyembah.
Sebagai muslim kita wajib menyakini tauhidullah. Tauhid berasal dari kata kerja wahhada-yuwahhidu-tauhiidan. Ia merupakan akar dari kata kerja wahhada yang artinya menjadikannya satu. Jadi, tauhidullah atinya mengesakan Allah Ta’ala. Tauhidullah di dalam ajaran Islam mencakup: tauhidur rububiyyah, tauhidul mulkiyah, dan tauhidul uluhiyyah.
Tauhidur Rububiyyah
Tauhidur rububiyyah artinya mengesakan rububiyyatullah, yakni mengakui dan meyakini Allah Ta’ala sebagai satu-satunya Rabb. Dialah��Khaaliqan (Pencipta), Raaziqan (Pemberi rizki) dan Maalikan (Pemilik).
Allah Ta’ala adalah Khaliqan artinya Dia adalah satu-satunya pencipta segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
”Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah, 2: 21-22)
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
”…dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS. Al-Furqon, 25: 2)
Dengan kata lain, mengakui Allah sebagai khaliqan adalah meyakini bahwa tidak ada pencipta lain selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya.
مَا أَشْهَدْتُهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَا خَلْقَ أَنْفُسِهِمْ وَمَا كُنْتُ مُتَّخِذَ الْمُضِلِّينَ عَضُدًا
”Aku tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan tidaklah Aku mengambil orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong.” (QS. Al-Kahfi, 18: 51)
Allah Ta’ala adalah Raaziqan, artinya Dia adalah satu-satunya pemberi rizki. Tidak ada satu makhluk pun yang bersekutu dengan Allah Ta’ala sebagai sumber rizki. Hal ini dijelaskan dalam surat Adz-Dzariyat ayat 58,
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”
Allah Ta’ala adalah Maalikan, artinya Dia adalah satu-satunya pemilik segala sesuatu. Dialah Yang Menguasai dan Memiliki perbendaharaan langit dan bumi.
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi….” (QS. Al-Baqarah, 2: 284)
Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi menjelaskan tentang tauhidur rububiyyah sebagai berikut:
“Keyakinan bahwa Allah ta’ala adalah Rabb seluruh langit dan bumi, Pencipta siapa dan apa saja yang ada di dalamnya, Pemilik segala perintah dan urusan di alam semesta, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kerajaan-Nya, tidak ada yang menolak ketetapan-Nya. Dialah satu-satunya Pencipta segala sesuatu, pemberi rizki semua yang hidup, Pengatur segala urusan dan perintah, Dialah satu-satunya yang Merendahkan dan Meninggikan, Pemberi dan Penghambat, Yang Menimpakan bahaya dan Yang Memberi manfaat, Yang Memuliakan dan Menghinakan, Siapa saja dan apa saja selain Dia tidak memiliki kemampuan memberi manfaat atau menimpakan bahaya, baik untuk diri sendiri atau untuk orang lain, kecuali dengan izin dan kehendak-Nya.” [1]
Dengan demikian hanya kepada Allah Ta’ala sajalah kita harus beribadah. Dialah Rabban Maqsuudan (Rabb yang dituju).
Tauhidul Mulkiyah
Tauhidul Mulkiyah artinya mengesakan mulkiyatullah. Dialah waliyyan (Pemimpin/Pelindung) dan haakiman (Yang menetapkan aturan/hukum).
Allah adalah Waliyyan, artinya Dia adalah satu-satunya pemimpin dan pelindung yang hakiki.
إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذِي نَزَّلَ الْكِتَابَ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِينَ
“Sesungguhnya Pelindungku ialah yang telah menurunkan Al Kitab (Al Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh..” (QS. Al-A’raf, 7: 196)
Tiada yang berhak dianggap atau dijadikan pemimpin dan pelindung hakiki kecuali Allah azza wa jalla.
Allah adalah Haakiman, artinya Dia adalah satu-satunya pembuat hukum atau ketetapan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan aqidah dan ibadah, ataupun syariah dan muamalah. Prinsip ini kita simpulkan dari firman Allah Ta’ala berikut ini,
مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Kamu (orang-orang musyrik) tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan (hukum tentang hal itu) hanyalah kepunyaan (hak) Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Yusuf, 12: 40)
Konsekuensi dari pengakuan Allah Ta’ala sebagai Hakiman adalah keyakinan bahwa tidak ada yang berhak menentukan aturan-aturan, kecuali Allah Ta’ala. Tidak ada yang diperkenankan menentukan halal dan haram, boleh dan tidak boleh, benar dan salah, kecuali dengan mengikuti dan menyesuaikan dengan perintah serta ketetapan Allah Ta’ala.
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْ��َيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Dan kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah, 5: 48-50).
Allah, Dialah Raja yang harus ditaati (Malikan Mutha’an). Hanya kepada-Nya kita patuh, yakni dengan senantiasa menselaraskan seluruh aktivitas yang kita kerjakan dengan hukum-hukum-Nya.
Tauhidul Uluhiyah
Tauhid uluhiyah artinya mengesakan uluhiyatullah, yakni Dialah satu-satunya ghaayatan dan ma’buudan.
Allah adalah Ghaayatan, artinya Dia adalah satu-satunya tujuan dan orientasi dalam kehidupan ini. Hanya kepada-Nya kita persembahkan seluruh ibadah kita.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
”Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.” (QS. Al-An’am, 6: 162)
Allah adalah Ma’buudan, artinya Dia adalah satu-satunya Dzat yang diibadahi, kepada-Nya kita berdo’a (Al-Mu’min, 40: 60), kepada-Nya kita khauf –takut- (Ali Imran, 3: 175), kepada-Nya raja’ –berharap- (Al-Kahfi, 18: 110), kepadanya tawakkal –berserah diri- (Al-Maidah, 5: 23), kepada-Nya raghbah –penuh minat-, rahbah –cemas-, dan khusyu’ –tunduk- (Al-Anbiya, 21: 90), kepada-Nya khasyyah –takut- (Al-Baqarah, 2: 150), kepada-Nya inabah –kembali- (Az-Zumar, 39: 54), kepada-Nya isti’anah –memohon pertolongan- (Al-Fatihah, 2: 5), kepada-Nya isti’adzah –memohon perlindungan- (Al-Falaq, 113: 1), kepada-Nya istighotsah –memohon pertolongan untuk dimenangkan- (Al-Anfal, 8: 9), kepada-Nya dzabh –penyembelihan- (Al-An’am, 6: 162-163), kepada-Nya nadzar (Al-Insan, 76: 7).
Syaikh Yusuf Qaradhawi menjelaskan tentang tauhid uluhiyah sebagai berikut. “Mengesakan Allah dalam beribadah, tunduk dan taat secara mutlak. Tidak disembah (diibadati) kecuali Allah semata, tidak sesuatu pun di bumi atau di langit disekutukan dengan-Nya.”
Ringkasnya, Dialah Allah, Ilaahan ma’buudan (Ilah Yang [berhak] Disembah).
Tauhidullah ini diproklamirkan oleh setiap muslim dengan kalimat yang ringkas dan padat: La Ilaha Illa-Llah.
Wallahu a’lam.
Catatan: Pembagian tauhid yang belum disebutkan di materi ini adalah Tauhid Asma wa shifat, silahkan lihat di pembahasan Al-Hayatu Fi Dzilalit Tauhid beserta catatan ringkas tentang ikhtilaf pembagian jenis-jenis tauhid ini, lihat disini.
[1] Lihat: Haqiqat at-Tauhid, Hakikat Tauhid dan Fenomena Kemusyrikan, DR. Yusuf Qaradhawi, Rabbani Press
Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/2018/02/10/tauhidullah/
0 notes
Text
God knows what best for us. This all about Tauhidullah.
One door closed..another door open
4K notes
·
View notes
Quote
Hati yang bertauhid adalah sebuah solusi. Karena yang bisa membuat kita bertahan hidup adalah jika kita mentauhidkan Allah, yang membuat secercah cahaya itu bersinar setelah gelapnya ujian dan musibah adalah tauhidullah. Dan yang membuat kita tersenyum di atas puing-puing masalah adalah ketika kita beribadah pada Allah subhanahu wa ta'ala.
Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafizhahullah
1 note
·
View note
Photo
#QuoteOfTheDay (20220817): "Bangsa yang tidak percaya pada kekuatannya sebagai suatu bangsa, tidak dapat bangkit berdiri sebagai suatu Bangsa yang Merdeka.” (Abu Mahira) Tema besar HUT RI ke-77, Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat, berhubungan dengan Pandemi COVID-19 yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan sehingga semua elemen bangsa diharapkan bersatu, bergerak bersama untuk mewujudkan harapan para pendiri negara: yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Karena itu dibutuhkan kepecayaan diri bangsa. Ustadz Syamsi Ali berkata, "Percaya diri ini sesungguhnya menjadi pijakan bagi tumbuhnya keinginan untuk berubah dan maju. Tanpa percaya diri tak akan terjadi perubahan. Dan tanpa perubahan, peradaban tidak akan terwujud. Jika kita melihat ayat-ayat Al-quran maupun hadits-hadits Rasulullah ﷺ akan didapati bahwa motivasi untuk membangun “self confidence” itu selalu ditekankan. Dari konsep Tauhidullah, tawakkal kepada Allah, kebersamaan dengan Allah, penjagaan Allah, hingga janji-janji Allah yang akan selalu memberikan pertolongan.” #people #believe #strength #rise #as #independent #nation #Indonesia #The77 #IndependenceDay Telegram Channel https://t.me/xQoTD https://www.instagram.com/p/ChVa299hunm/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
Photo
thequran_path ﷽ QS. Ar-Ra'd : 28 Tafsir: Dan Allah memberikan petunjuk bagi orang-orang yang hatinya tentram dengan tauhidullah dan mengingatNYa, sehingga menjadi tenang dengannya. Ingatlah dengan ketaatan kepada Allah dan mengingatNya serta dengan pahala dariNya, hati menjadi tenang dan damai. 📖 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia @thequran_path | @ikhwan_baubau https://www.instagram.com/p/CgIk5FFBXQf/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
Text
Makna Nama Allah bagi Muslim
Makna Nama Allah bagi Muslim
(Arrahmah.com) – Satu simbol pernyataan tauhidullah adalah Lâ ilâha illâ Allâh. Lâ ilâha illâ Allâh adalah kalimat agung yang diserukan semua para rasul. Rasa dan keyakinan ketauhidan itu ada dalam keimanan dan keikhlasan dalam beribadat. Tauhidullah itu juga merupakan misi yang diemban oleh semua para nabi dan rasul, sampai Rasulullah terakhir (Fath al- Majid, 126). Ibn al-Qayyim menyampaikan…
View On WordPress
0 notes
Text
Ada yang tulis "syaitan ketawakan kita sebab raya kita kena kurung dalam rumah".
Ya, memang syaitan akan ketawakan kita jika kita tidak sabar dalam menyikapi takdir Allah.
Syaitan ketawakan kita sebab sebulan Ramadhan tak mampu buat kita bertambah kedekatan dengan Allah. Tak mampu buat kita semakin bertaqwa. Tak mampu buat akhlak kita menjadi semakin indah.
Syaitan ketawa, sebab kita kita hilang sabar hilang syukur dengan apa yang menimpa.
Syaitan ketawa, sebab yang terlafaz di mulut kita adalah cacian dan makian.
Syaitan ketawa, sebab dia berjaya curi ingatan kita kepada Allah, dia buat kita nampak kezaliman kerja tangan manusia sahaja, sehingga kita lupa bersandar dengan sepenuh makrifah kepada Allah Al Jabbar Al Alim Al Latif Al Khabir, kita lupa pada Dia As Somad, kita lupa Dia Al Qarib.
Syaitan tertawa, dia buat kita hilang tauhidullah. Tiada pemikiran tauhid pada kita.
Syaitan bersorak ria, sebab dia berjaya curi ingatan kita bahawa dunia ini memang negeri penderitaan, negeri ujian, di akhirat nantilah kita akan di balasi. Darul jaza'.
Syaitan ketawa ketawa je, bila dia berjaya tazyin kita,seolah olah kita ini lebih tahu dari Allah Al Alim, sehingga penderitaan kita, segala urusan kita, tidak kita serahkan kepada Allah Al Wakil.
Syaitan ketawa, sebab berjaya buat kita lupa, kasih sayang Allah itu tidak mampu dipersepsikan oleh akal kita.
Allahu akhbar.
Lalu, mari kita azamkan, untuk buat syaitan menangis, biar jasad terkurung namun qalbu kita masih tetap hidup untuk terus taat, mendekat kepada Allah.
Mari kita buat syaitan menangis dengan menyandarkan segala kerapuhan kita kepada Allah Al Samad.
Mari kita buat syaitan menangis, dengan memperbanyak doa yang sahih.
Mari kita buat syaitan menangis dengan membesarkan Allah sebanyak banyak nya, sehingga segala kedukaan kita menjadi kecil.
Masih terlalu banyak untuk kita syukuri, percayalah.
Masih ada pasangan.
Masih ada anak anak.
Masih ada talian internet untuk saling video call.
Kalau kata tak sedih tu tipu.
Tapi siapalah kita dihadapan takdir Allah.
Kalau kita tengok bagaimana saudara kita di Palestine di zalimi, ambil lah ibrah dari nya.
La Hawla Wala Quwwata Illa Billah.
Dan janganlah pula kita yang jadi syaitan, buat orang lupa pada Allah Rabb Al Alamin.
Allahu akhbar
Allahu akhbar
Allahu akhbar
La Ila ha illallah
Wallahua'lam
MHZ
Dengar Lihat Fikir
0 notes
Text
[DEMI MASA]
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).
Kalimat diatas merupakan terjemahan dari surat Al Ashr, surat yang banyak dihafal oleh banyak muslim karena ayatnya relatif pendek. Walaupun banyak yang menghafalnya namun tidak banyak yang memahami makna dari surat tersebut.
Surat ini secara tesurat menjelaskan bahwa sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Manusia merugi baik di dunia maupun di akhirat, akibat hawa nafsu yang menyelubungi dirinya. Namun ada orang-orang digolongkan tidak merugi jika dapat memenuhi keempat syarat yang disebutkan tersebut, yakni beriman, beramal saleh, menasehari dalam kebenaran, dan menasehati dalam kesabaran. Secara tidak langsung keempat ini jadi definisi kesuksesan kita di dunia agar tida menjadi orang yang merugi. Apa sih maksudnya keempat syarat kesuksesan tersebut?
Beriman
Orang yang beriman adalah orang yang percaya terhadap Tauhidullah. Ia membenarkannya dengan hati, mengucapkannya dengan lisan, mengamalkannya dengan perbuatan. Seorang yang beragama islam belum tentu muslim, sebagaimana yang dijelaskan dalam Al Quran:
Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah "kami telah tunduk", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Surah Al-Hujurat [49]:14)
Jadi yang masuk kedalam kategori orang yang tidak merugi dalam surat ini adalah orang yang benar-benar beriman, bukan sekedar menjadi islam saja.
Beramal Shaleh
Beramal Shaleh disini konteksnya adalah melakukan seluruh kebaikan baik itu yang berkaitan dengan Allah (Habluminallah) atau berkaitan dengan manusia (Habluminanas). Dalam tafsir Fi Dzilalil Quran, Said Quthb menjelaskan bahwa amal shaleh adalah buah alami iman dan gerakan yang didorong oleh adanya hakikat iman yang mantap dalam hati. Jadi sebagaimanapun kebaikan itu dibuat, tidak menjadi amal shaleh jika tidak dibarengi dengan iman dalam hati.
Menasehari dalam Kebenaran
Maksudnya adalah saling menasehati untuk berbuat kebenaran. Saling meluruskan jika melenceng. Saling menjaga untuk tetap dapat berbuat kebaikan selama hidup di dunia.
Menasehati dalam Kesabaran
Dalam kalimat ini konteksnya lebih ke saling menasehari saat kita diuji. Diuji dalam melakukan ketaatan, diuji atas takdir Allah, dan ujian-ujian kehidupan lainnya. Orang yang sukses dalam definisi surat ini adalah orang yang dapat saling menasehati dalam hal kessabaran terhadap ujian.
-----------
Demikian penjelasan singkat yang bisa diberikan. Semoga dengan kita memahami surat-surat yang kita biasa baca sehari hari akan semakin meneguhkan keimanan kita kepada Allah. Semoga kita senantiasa menjadi orang sukses yang didefinisikan dalam surat ini. Aamiin.
Referensi:
https://rumaysho.com/3483-tafsir-surat-al-ashr-orang-sukses-waktu.html
https://republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/19/01/20/plm9ul313-apa-itu-amal-saleh
https://kemenag.go.id/berita/read/513284/al--ashr-1-3--manusia-rugi-kecuali-yang-beriman-dan-beramal-saleh
0 notes
Link
Oleh: M. Indra Kurniawan
Allah Ta’ala adalah Tuhan kita. Tidak ada sesembahan selain Dia,
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha, 20: 14)
Allah Ta’ala adalah Rabban (Tuhan), Malikan (Raja), dan Ilahan (Sesembahan) yang hak,
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ مَلِكِ النَّاسِ إِلَهِ النَّاسِ
“Katakanlah: ‘Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sesembahan manusia.’” (QS. An-Nas, 114: 1-3)
Rabban berasal dari kata rabba-yarubbu-rabban, yang artinya mengasuh/memelihara dan memimpin. Dan malikan berasal dari kata malaka-yamliku-milkan-mulkan-malakatan, yang artinya memiliki dan berkuasa atas sesuatu. Sedangkan ilaahan berasal dari kata aliha-ya’lahu, yang artinya menyembah.
Sebagai muslim kita wajib menyakini tauhidullah. Tauhid berasal dari kata kerja wahhada-yuwahhidu-tauhiidan. Ia merupakan akar dari kata kerja wahhada yang artinya menjadikannya satu. Jadi, tauhidullah atinya mengesakan Allah Ta’ala. Tauhidullah di dalam ajaran Islam mencakup: tauhidur rububiyyah, tauhidul mulkiyah, dan tauhidul uluhiyyah.
Tauhidur Rububiyyah
Tauhidur rububiyyah artinya mengesakan rububiyyatullah, yakni mengakui dan meyakini Allah Ta’ala sebagai satu-satunya Rabb. Dialah Khaaliqan (Pencipta), Raaziqan (Pemberi rizki) dan Maalikan (Pemilik).
Allah Ta’ala adalah Khaliqan artinya Dia adalah satu-satunya pencipta segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
”Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah, 2: 21-22)
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
”…dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS. Al-Furqon, 25: 2)
Dengan kata lain, mengakui Allah sebagai khaliqan adalah meyakini bahwa tidak ada pencipta lain selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya.
مَا أَشْهَدْتُهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَا خَلْقَ أَنْفُسِهِمْ وَمَا كُنْتُ مُتَّخِذَ الْمُضِلِّينَ عَضُدًا
”Aku tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan tidaklah Aku mengambil orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong.” (QS. Al-Kahfi, 18: 51)
Allah Ta’ala adalah Raaziqan, artinya Dia adalah satu-satunya pemberi rizki. Tidak ada satu makhluk pun yang bersekutu dengan Allah Ta’ala sebagai sumber rizki. Hal ini dijelaskan dalam surat Adz-Dzariyat ayat 58,
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”
Allah Ta’ala adalah Maalikan, artinya Dia adalah satu-satunya pemilik segala sesuatu. Dialah Yang Menguasai dan Memiliki perbendaharaan langit dan bumi.
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi….” (QS. Al-Baqarah, 2: 284)
Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi menjelaskan tentang tauhidur rububiyyah sebagai berikut:
“Keyakinan bahwa Allah ta’ala adalah Rabb seluruh langit dan bumi, Pencipta siapa dan apa saja yang ada di dalamnya, Pemilik segala perintah dan urusan di alam semesta, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kerajaan-Nya, tidak ada yang menolak ketetapan-Nya. Dialah satu-satunya Pencipta segala sesuatu, pemberi rizki semua yang hidup, Pengatur segala urusan dan perintah, Dialah satu-satunya yang Merendahkan dan Meninggikan, Pemberi dan Penghambat, Yang Menimpakan bahaya dan Yang Memberi manfaat, Yang Memuliakan dan Menghinakan, Siapa saja dan apa saja selain Dia tidak memiliki kemampuan memberi manfaat atau menimpakan bahaya, baik untuk diri sendiri atau untuk orang lain, kecuali dengan izin dan kehendak-Nya.” [1]
Dengan demikian hanya kepada Allah Ta’ala sajalah kita harus beribadah. Dialah Rabban Maqsuudan (Rabb yang dituju).
Tauhidul Mulkiyah
Tauhidul Mulkiyah artinya mengesakan mulkiyatullah. Dialah waliyyan (Pemimpin/Pelindung) dan haakiman (Yang menetapkan aturan/hukum).
Allah adalah Waliyyan, artinya Dia adalah satu-satunya pemimpin dan pelindung yang hakiki.
إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذِي نَزَّلَ الْكِتَابَ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِينَ
“Sesungguhnya Pelindungku ialah yang telah menurunkan Al Kitab (Al Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh..” (QS. Al-A’raf, 7: 196)
Tiada yang berhak dianggap atau dijadikan pemimpin dan pelindung hakiki kecuali Allah azza wa jalla.
Allah adalah Haakiman, artinya Dia adalah satu-satunya pembuat hukum atau ketetapan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan aqidah dan ibadah, ataupun syariah dan muamalah. Prinsip ini kita simpulkan dari firman Allah Ta’ala berikut ini,
مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Kamu (orang-orang musyrik) tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan (hukum tentang hal itu) hanyalah kepunyaan (hak) Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Yusuf, 12: 40)
Konsekuensi dari pengakuan Allah Ta’ala sebagai Hakiman adalah keyakinan bahwa tidak ada yang berhak menentukan aturan-aturan, kecuali Allah Ta’ala. Tidak ada yang diperkenankan menentukan halal dan haram, boleh dan tidak boleh, benar dan salah, kecuali dengan mengikuti dan menyesuaikan dengan perintah serta ketetapan Allah Ta’ala.
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Dan kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah, 5: 48-50).
Allah, Dialah Raja yang harus ditaati (Malikan Mutha’an). Hanya kepada-Nya kita patuh, yakni dengan senantiasa menselaraskan seluruh aktivitas yang kita kerjakan dengan hukum-hukum-Nya.
Tauhidul Uluhiyah
Tauhid uluhiyah artinya mengesakan uluhiyatullah, yakni Dialah satu-satunya ghaayatan dan ma’buudan.
Allah adalah Ghaayatan, artinya Dia adalah satu-satunya tujuan dan orientasi dalam kehidupan ini. Hanya kepada-Nya kita persembahkan seluruh ibadah kita.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
”Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.” (QS. Al-An’am, 6: 162)
Allah adalah Ma’buudan, artinya Dia adalah satu-satunya Dzat yang diibadahi, kepada-Nya kita berdo’a (Al-Mu’min, 40: 60), kepada-Nya kita khauf –takut- (Ali Imran, 3: 175), kepada-Nya raja’ –berharap- (Al-Kahfi, 18: 110), kepadanya tawakkal –berserah diri- (Al-Maidah, 5: 23), kepada-Nya raghbah –penuh minat-, rahbah –cemas-, dan khusyu’ –tunduk- (Al-Anbiya, 21: 90), kepada-Nya khasyyah –takut- (Al-Baqarah, 2: 150), kepada-Nya inabah –kembali- (Az-Zumar, 39: 54), kepada-Nya isti’anah –memohon pertolongan- (Al-Fatihah, 2: 5), kepada-Nya isti’adzah –memohon perlindungan- (Al-Falaq, 113: 1), kepada-Nya istighotsah –memohon pertolongan untuk dimenangkan- (Al-Anfal, 8: 9), kepada-Nya dzabh –penyembelihan- (Al-An’am, 6: 162-163), kepada-Nya nadzar (Al-Insan, 76: 7).
Syaikh Yusuf Qaradhawi menjelaskan tentang tauhid uluhiyah sebagai berikut. “Mengesakan Allah dalam beribadah, tunduk dan taat secara mutlak. Tidak disembah (diibadati) kecuali Allah semata, tidak sesuatu pun di bumi atau di langit disekutukan dengan-Nya.”
Ringkasnya, Dialah Allah, Ilaahan ma’buudan (Ilah Yang [berhak] Disembah).
Tauhidullah ini diproklamirkan oleh setiap muslim dengan kalimat yang ringkas dan padat: La Ilaha Illa-Llah.
Wallahu a’lam.
Catatan: Pembagian tauhid yang belum disebutkan di materi ini adalah Tauhid Asma wa shifat, silahkan lihat di pembahasan Al-Hayatu Fi Dzilalit Tauhid beserta catatan ringkas tentang ikhtilaf pembagian jenis-jenis tauhid ini di risalah Tentang Pembagian Tauhid.
Catatan Kaki:
[1] Lihat: Haqiqat at-Tauhid, Hakikat Tauhid dan Fenomena Kemusyrikan, DR. Yusuf Qaradhawi, Rabbani Press
Filed under: Aqidah Tagged: tauhid, tauhidullah Baca selengkapnya di: http://ift.tt/2swfAtT
0 notes
Text
The One Who Can Brings All the Best in Me
Pernah denger istilah “The One who can bring all the best in me” ? Romantis loh ini. Gimana caranya bisa hal, sikap, sifat terbaik pada seseorang bisa keluar. Apa pemicunya? Hebat yaa bagaimana bisa seseorang membuat sifat dan sikap terbaik dari seseorang bisa keluar di saat mereka bersama. Mau gak sih jadi orang yang bisa kaya gitu? Mau dong ya….
Sebenarnya, hakikatnya manusia adalah pada kebenaran. Hati nurani akan condong kepada kebenaran. Tidak mungkin saat seseorang melakukan kejahatan/perbuatan tercela pada kali pertama dia tenang saja jiwanya. Pasti gelisah, pasti ketakutan. Kenapa? Karena dia sudah menyalahi fitrahnya. Coba saja bayangkan ketika kita sedang bercermin. Terpantul jelas gambaran diri. lalu saat ketika kita melakukan perbuatan tercela, bagai kita menggambar sebuah titik pada cermin itu. kalau kita tidak segera membersihkannya, titik ini akan memenuhi kaca dan tidak lah lagi terpantul diri yang sebenarnya. lama kelamaan kita akan kehilangan diri kita sendiri. Bagaimana cara membersihkannya? tentu dengan bertaubat memohon ampun pada Allah azza wa jala. Lalu timbul lagi pertanyaan lain. Yaitu, benar menurut siapa? Standar kebenaran hanya dari ALLAH. Segala yang datangnya dari Allah yang Allah wahyukan pada para nabi dan rosul melalui malaikat jibril yaitu Al-quran dilengkapi dengan Hadist itulah standar kebenarannya. Bukan untuk orang muslim, tapi untuk seluruh umat manusia. Karena Al-quran adalah Hudalinnas. petunjuk bagi manusia.
Sebenernya siapa sih yang bisa “Bring all the best in me” itu? Dalam konsep islam, dalam Al-quran ada sebuah surat pembuka bernama Al-fathihah. Berasal dari kata fatih, fathu, yang artinya pembuka. Pembuka apa?Pembuka kebaikan. Maksudnya apa? Maksudnya adalah dimanapun ayat Allah diterapkan, islam ditegakkan, maka di tempat itu akan terbuka kebaikan.
Contoh : Dulu pada masa Jahiliyyah saat ajaran-ajaran tauhidullah sudah dilupakan, Allah utus Rosulullah Muhammad SAW sebagai pembawa risalah keislaman sekaligus rosul penutup semua rosul. Dan Rosulullah satu-satunya yang diutus untuk seluruh umat manusia bukan hanya kaumnya saja. Dan menapaki perjalanan dakwah Rosulullah, misalnya saja saat itu masyarakat Mekkah masih menyembah berhala. Lalu datanglah islam. Ayat-ayat Allah dibacakan. Maka terbukalah kebaikan di sana. Mereka mulai meninggalkan penyembahan berhala. Yang secara logika saja sudah tidak bisa diterima. Bagaimana bisa, mereka menyembah sesuatu yang mereka ciptakan sendiri, dan mereka bisa hancurkan kapan saja? Bagaimana pula bisa berhala-berhala itu akan menyelamatkan mereka tatkala berhala itu tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri? Juga pada masa Jahiliyyah, orang-orang sangat suka berjudi dan meminum khamr yang secara logikanya saja sudah mendatangkan lebih banyak mudarat daripada manfaatnya. Lalu islam datang dan ayat Allah dibacakan, maka terbukalah kebaikan di sana. MashaAllahnya orang-oarang pada saat itu mulai meninggalkan judi dan khamr. Dulu pada masa Jahiliyyah bayi-bayi perempuan yang tidak berdosa dibunuh tanpa ampun. Apa nikmatnya membunuh bayi-bayi tak berdosa itu? Padahal anak perempuan bisa menjadi jaminan surga untuk orangtuanya. Lalu islam datang, maka terbukalah kebaikan. mereka meninggalkan hal itu. Islam mengajarkan bahwa perempuan harus dimuliakan, bagaimana haram membunuh nyawa yang tidak bersalah. Begitulah kiranya kurang lebih Islam sebagai pembuka kebaikan. Maka, apabila ada pernyataan “The one who can bring all the best in me” merujuk hanya pada satu nama yaitu ALLAH. Tidak ada lagi, the one and only Allah. Cukup Allah melalui islam dan Al-quran dan As-sunnahnya menjadi “The one who can bring all the best in me”. Adakah kiranya yang lebih berhak selain Allah? Yang Maha berhak membuka kebaikan memang hanyalah Allah.Tapi, bisakah kita ambil bagian dalam pembuka kebaikan itu?Tentu!Karena, sesuai dengan Surat Al-Fusilat ayat 33. Sebaik-baiknya pekerjaan adalah yang menyeru pada kebenaran. Asalkan apa yang disampaikan berasal dari Allah, dengan sumbernya Al-quran dan hadist, kita teruskan risalah Rosulullah yaitu islam. Mari kita buka kebaikan-kebaikan dimanapun kaki ini dipijakkan. Akan jadi seperti apa hasilnya, biar Allah yang tentukan. Kita hanya sebatas berencana dan berusaha, tergeraknya hati mereka atau tidak itu bagaimana kehendak Allah saja.
Inginkah kalian mengambil peran ini? Aku IYA! aku sangat ingin mengambil peran ini. Aku ingin mengambil peran untuk meneruskan risalah Rosulullah. Aku ingin menjadi bagian dalam kemenangan islam. Aku ingin namaku dikenal penduduk langit sebagai hamba Allah yang bertaqwa. Aku ingin dikumpulkan dengan Rosulullah di Jannah nanti (inshaAllah, Aamiin). Maka, visi dan misi aku haruslah sama dengan Rosulullah.
Yuk, mau ambil peran sebagai pembuka kebaikan di muka bumi ini?InshaAllah, Allah sebaik-baiknya saksi.
1 note
·
View note