#siklus hidup
Explore tagged Tumblr posts
senantiyasa · 27 days ago
Text
siklus
sepertinya semua ini memang suatu siklus. setiap titik harus ditempuh tanpa terkecuali demi mencapai satu putaran penuh. saat di bawah rasanya berat sekali karena menopang seluruh perjalanan di pundak. lalu saat di atas rasanya sungguh ringan karena beban-beban letaknya di bawah. namun, pada akhirnya semua ini adalah siklus. semua ini akan kelak akan terulang pada masanya. satu putaran yang kita lalui sekarang mungkin tidak pernah kita bayangkan dulu akan menapakinya. dan kita yang sekarang bisa jadi begitu khawatir dengan seberapa menantangnya siklus di masa mendatang. satu hal yang harus diingat, jari-jari lingkaran pada siklus kita tidak pernah sama. selesai mengitari satu lingkaran, diameternya membesar. membesar, dan terus membesar. hingga tidak terasa, hati kita pun ikut membesar dan melapang. sebab saat menjalaninya kita mungkin tidak menyadari, aku harap kita bisa mensyukuri sekecil apa pun langkah kita hari ini. serta semoga kita bisa memeluk diri kita sendiri dan berkata, mari kita itari satu putaran lagi. lagi, lagi, dan lagi.
senantiyasa, 2025.
6 notes · View notes
edgarhamas · 1 month ago
Text
5 Pesan yang Jadi Bekal Saya Memulai Awal 2025
@edgarhamas
Saya suka dengan pepatah ini, "In the beginning there is meaning, in the end there is feeling." Di permulaan ada pemaknaan, dan di akhir biasanya ada rasa.
Orang memulai harinya dengan membuat pengalaman, lalu senja harinya ia pulang membawa pengalaman, dan malamnya ia merenungi kenangan dari sebuah pengalaman. Dan, itulah yang membuat hidup jadi dinamis. Kita, memaknainya, setiap pergantiannya. Ada zikir pagi, ada pula wirid sorenya.
Bagi kita yang hidup di zaman ini, rasa-rasanya kita yang terbiasa menggunakan kalender Masehi jadi perlu membuat pemberhentian sejenak. Bukan, bukan kita merayakan akhir tahun gregorian. Kita sudah punya kalender sendiri. Namun terbiasanya kita menggunakan tahun-tahun gregorian ini akhirnya membuat kita jadi butuh juga memuhasabahi: akhir tahun 2024 aku sudah jalan sejauh apa, dan bagaimana aku memulai hari-hari setelahnya?
Maka, "in the end, there is feeling."
Alih-alih fokus membeli bahan bakar-bakaran, makin dewasa ini, saatnya diam sejenak bersama Allah dan diri kita sendiri. Hadiri kajian jika ada, mabit jika memang ada agendanya. Kalau saya sendiri, saya biasanya diam saja sambil merenung.
Saya selalu menanyakan dua hal: tentang apa yang telah saya lakukan, dan apa yang kelak akan saya azamkan. Saya akan lihat 100 target 5 tahunan, dan mulai memindai mana yang masih relevan, mana yang telah terjadi, dan mana yang masih mimpi.
Dan, pesan-pesan ini membantu saya —dan semoga kamu— untuk kembali menyegarkan sudut pandang menjalani hari-hari ke depan.
1. "Allow yourself to be a beginner"
Izinkan diri kita untuk menjadi pemula pada hal yang baru. Pada potensi yang kita baru asah, pada pekerjaan yang baru kita jalani. Sebab banyak orang menuntut dirinya harus langsung ahli, dan itu mustahil. Banyak guru bilang pada saya bahwa setiap hal butuh "Husnul Bidayah", awal yang baik.
Dan salah satu makna awal yang baik itu adalah: berikan hak pada dirimu untuk berproses.
2. "Some years you win, some years you build characters."
Hendaknya kita memahami bahwa tahun-tahun yang berjalan, tak selalunya berakhir memuaskan. Kadang ada masa dimana kita menang. Tapi, jangan overthinking kalau memang tahun ini kita "rasanya" tak menghasilkan banyak hal berarti. Kamu salah jika berpikir begitu.
Sebab pada akhirnya kita bertumbuh: kadang berakhir dengan momentum, kadang berubah menjadi pelajaran berharga. Baca surat Ali Imran 140, dan kita akan memahami siklus ini.
3. "I'rif qadraka..."
Seseorang pernah datang pada Imam Ibnu Mubarak, lalu dia meminta nasihat. Dan, jawaban Ibnu Mubarak singkat padat jelas namun sangat dalam, "i'rif qadraka", ketahuilah kapasitasmu. Dalam jalan panjang hidup ini, kita sering mengenal orang, tapi kenapa kita jarang duduk mengenal diri kita sendiri?
Mengetahui kapasitas kita, itu artinya memetakan apa yang bisa persembahan buat Islam dan umat ini.
Sebab generasi pembebas Al Aqsha bukanlah hanya dari orang-orang militer, tapi oleh siapapun yang memenangkan potensinya di bidangnya masing-masing. Dan itu hanya bisa benar-benar terjadi jika setiap orang mengetahui kapasitasnya, sehingga ia mampu menentukan posisinya.
4. "Maa kaana Lillahi yabqaa"
"Apapun yang dilakukan karena Allah, maka akan bertahan", itulah yang dikatakan Imam Malik bin Anas ketika menulis Kitab hadits Al Muwattha. Saat itu, buku-buku hadits sudah banyak. Namun Imam Malik tetap menulis dan bahkan karyanya bertahan sampai kini. Apa rahasianya?
Ya, beliau melakukannya tulus karena Allah, maka Allah menjadikan karya itu "abadi" menginspirasi umat melintasi ruang dan zaman.
Mirip-mirip dengan quote Maximus, "What we do in life echoes in eternity"
5. Terhubung dengan misi para kesatria: Al Aqsha
Dan ini yang pamungkas. Saya terkesan dengan salah satu quote demonstran pro Palestina di Amerika, "bukan dunia yang telah membantu Gaza, tapi Gaza lah yang membangunkan dunia." Clear. Jernih.
Permasalahan Al Aqsha dan Palestina adalah milik pendekar hati nurani. Selama kita masih bertaut dengan Al Aqsha, maka kita akan sadar: beban kita belum ada apa-apanya, dan visi kita bertaut dengan mereka; yang terabadikan dalam lisan seorang ibu di pengungsian Gaza, "Al Aqsha, jika tidak dibebaskan oleh aku, maka oleh anak-anakku. Jika bukan oleh anak-anakku, maka oleh cucuku!"
227 notes · View notes
andromedanisa · 8 months ago
Text
Menunggu Jalan Keluar..
Ibnu Rajab rahimahullah :
انتظار الفرج بالصبر عبادة، فإن البلاء لا ي��وم
“Sabar menunggu jalan keluar adalah ibadah, karena musibah itu tidak akan kekal.”
(Majmuu Rasaail Ibnu Rajab, 3/155).
kalau dipikir-pikir memang benar ya, apa yang paling ditunggu-tunggu saat banyak sekali masalah ya dihadapi? jawabannya adalah solusi dan jalan keluar dari masalah tersebut. dan bagaimana caranya agar bisa keluar dari masalah? jawabannya ya dengan meminta pertolongan Allaah. dengan apa? dengan sabar dan sholat.
"Menunggu jalan keluar dengan kesabaran bernilai ibadah karena musibah pasti berakhir." (Al Allamah Ibnu Rajab rahimakumullah)
adakalanya kita pernah di posisi berusaha mencari solusi kesana kemari,mengetuk pintu satu ke pintu yang lain, berpikir keras sampai tidak makan, tidak tidur. menghubungi semua relasi yang kita kenal, dan mencari bantuan orang-orang yang dirasa memiliki power.
namun kita lupa untuk pertama kali meminta pertolongan kepada Allaah, lupa untuk berhenti dan melepas harap kepada selainNya. kita terlalu bangga dan merasa cukup dengan diri sendiri. padahal sesungguhnya pertolongan Allaah itu dekat. namun seringkali kita lupa sebab angkuhnya diri ini.
kala tidak ada solusi dan jalan keluar. kita baru ingat untuk kembali pulang kepada Allaah Dzat pemilik alam semesta ini. lalu kita mencoba bersabar atas hal yang terjadi sembari menunggu keajaiban datang dalam hidup kita. namun kurangnya sabar pada diri terkadang membuat kita lari dan menjauh dariNya. padahal tidak seharusnya demikian.
pertolongan Allaah akan kita dapati ketika pengharapan kepada selain Allaah terputus dan terus berupaya menanam sabar dalam diri. itulah mengapa sabar dan sholat Allaah tekankan kala kita sedang menghadapi permasalahan hidup yang cukup berat.
layaknya dunia ini yang sementara, maka masalah yang sedang kita hadapi juga sementara. kesedihan yang kita rasakan pun juga sementara. sebab demikianlah cara bekerja dunia. datang dan pergi dalam pengulangan.
adakalanya memang masalah yang kita hadapi terasa begitu sesak sekali. sampai-sampai ingin menyerah saja, sampai-sampai lelah sekali dalam menghadapinya. maka satu hal yang tidak boleh terputus dari seorang mukmin adalah untuk tidak berputus asa dari Rahmat Allaah. untuk tidak berprasangka buruk kepadaNya. sebab akan selalu ada hikmah dan kebaikan yang akan kita temui nantinya meski saat ini kita nggak paham apa hikmah dan kebaikan yang kita dapatkan.
tidak ada kedzaliman dalam sebuah takdir bila kita beriman. ingatlah itu lekat-lekat.
jika saat ini sedang menghadapi permasalah yang dimana dunia terasa begitu sempit. teruslah memupuk harap bahwasanya pertolongan Allaah itu dekat, sangat dekat. ini hanya sementara, adakalanya malam datang dengan begitu pekat dan dingin, adakalanya ia akan tenggelam dan digantikan dengan hangatnya sinar matahari pagi.
siklus kehidupan silih berganti, demikian dengan dunia, demikian dengan hidup kita. Allaah selalu ada untuk kita, yang membedakan adalah cara kita dalam menyikapi untuk menjemput pertolongan dengan cara yang bagaimana.
maka melembutlah wahai diri, bersabarlah engkau dengan sabar yang baik. sebagaimana yang telah Allaah perintahkan kepadamu.
sudut mata || 17.06
183 notes · View notes
nonaabuabu · 5 months ago
Text
Nggak apa-apa, nggak apa-apa banget. Setiap orang pernah salah, setiap orang pernah memilih sesuatu yang buruk, setiap orang pernah marah dan kecewa, setiap orang pernah berlagak sok tahu, setiap orang pernah sombong dan pongah. Meski untuk kamu, ada beberapa pilihan yang keterlaluan. Nggak apa-apa.
Aku tahu gimana kamu bertahan, gimana kamu berusaha menahan diri dan mencoba menikmati hidup saat yang tersaji bukan yang diinginkan siapapun. Aku tahu seberapa lelah kamu berjuang, bahkan pernah menyerah dan nyaris melayangkan nyawa. Nggak apa-apa untuk semua itu.
Sekarang jadikan ia masa lalu ya. Udah uji cobanya, kamu udah belajar banyak hal. Udah melawannya, kamu udah terlalu banyak menghabiskan energi. Udah ya, sekarang tundukkan egomu, rawat pengalaman itu untuk lebih baik.
Luka yang udah menganga itu anggap sebagai pintu agar kebaikan datang, kesadaran untuk tetap melaju. Ini hanya siklus hidup, ini hanya fase yang akan terlewat. Kalaupun semua rencanamu nggak terwujud, ingat hal yang terjadi tanpa terduga juga ngasih pengalaman yang kalah hebat. Kamu cukup sedikit lebih peka dan menerima, bahwa nggak semua hal harus seideal yang kamu pahami.
Nggak apa-apa ya, pijak lagi bumi dan mari menikmati hari.
60 notes · View notes
hellopersimmonpie · 1 year ago
Text
Belajar hidup dengan baik itu butuh usaha yang cukup panjang dan butuh self compassion yang besar. Dibesarkan dalam budaya yang mengglorifikasi segala macam ketidaknyamanan membuat gue menyadari betapa sulitnya mencintai diri sendiri. Betapa sulitnya membedakan antara menjadi berlebihan atau pure memang berusaha hidup dengan baik.
Gue hidup dengan ADHD. Salah satu gejalanya adalah mudah depresi ketika siklus hari-hari gue terlalu dinamis. Meskipun struktur otak ADHD pada dasarnya tidak menyukai rutinitas, tapi gue butuh struktur dan jadwal yang tetap dan tidak terlalu banyak agar gue nggak stress karena di setiap perpindahan, gue harus belajar lagi untuk memusatkan perhatian. Gue lebih baik dengan 3 jam diisi 1 kegiatan dibanding 3 jam diisi dengan kegiatan. Ini ngebuat gue stress.
Sewaktu gue menjelaskan ini ke orang lain, nggak banyak yang bisa berempati. Semua mengatakan:
"Kamu harus belajar menyesuaikan diri"
Sekalipun gue sudah menjelaskan kondisi ADHD gue. Karena tidak banyak orang yang familiar dengan kondisi ini dan semua dianggap sebagai sesuatu yang dibuat-buat padahal itu nyata. Akhirnya gue yang berusaha banget sedikit memaksa orang lain mengikuti cara gue. Biar hidup gue less stessfull. Di samping itu, gue juga belajar banget nyari apa yang ngebuat gue merasa nyaman. Entah itu lingkungan yang tidak berisik, harumnya teh dan banyak lagi. Gue belajar untuk tidak merasa bersalah ketika gue menghindari sebuah ruangan hanya karena ruangan itu berisik.
Beberapa tahun lalu, Dea adalah Dea yang dinasehati orang-orang di sekitar karena kamarnya berantakan, jilbabnya tidak disetrika, sering banget telat janjian, dan sering menggunakan kaos kaki yang berbeda antara kanan dan kirinya.
Beberapa tahun lalu, Dea adalah Dea yang sering banget menangis karena selalu merasa dirinya malas. Sering banget time blind dan orang sekitar berkomentar:
"Kamu tuh sebenernya pinter. Tapi kamu kurang effort makanya hasil yang kamu dapatkan nggak banyak"
Gue nangis hanya karena ada temen yang mungkin maunya memotivasi tapi malah ngirim pesen:
Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup adalah membiarkan pikiran yang cemerlang menjadi budak bagi tubuh yang malas.
Gue, setiap ganti rutinitas secara mendadak, dampaknya bakal insomnia berhari-hari. Sementara pekerjaan menuntut gue bisa berpindah dari satu tugas ke tugas lain dengan cepat dan jadwal rapat yang kadang mendadak. Gue baru nemu perubahan jadwal ini ngebuat gue stress dan insomnia tuh ya setelah melewati journaling yang cukup lama. Sampai gue pada akhirnya bisa membaik dengan mengurangi beban pikiran satu persatu. Berusaha hidup dengan sangat terstruktur agar ada beberapa hal yang bisa di-otomasi dan di-optimasi sehingga gue punya waktu kosong untuk bernafas.
Belakangan, gue merasa hidup gue berprogress ketika gue sudah nggak pernah kehabisan kaos kaki meskipun kaos kaki gue cuma 5. Gue juga nggak pernah pakai kaos kaki yang berbeda. Gue nggak pernah menangis kalau tugas nggak selesai. Gue sudah kerja keras. Gue perlu menyadari bahwa waktu adalah resource. Kalau tugas nggak selesai, yang perlu terus diupgrade adalah prosesnya. Kalau sudah mengerjakan semuanya dan tetap belum selesai, berarti memang bebannya yang terlalu banyak.
Gue sudah paham bahwa kerja itu memang harusnya 40 jam per minggu. Tidak mudah termakan gaslight orang lain. Tetap aware bahwa gue sangat mungkin punya kekurangan. Demikian juga dengan orang lain :")
Menulis ini untuk mendokumentasikan jika kelak gue harus melewati peristiwa besar lagi dan gue lupa bahwa untuk hidup dengan baik memang butuh usaha panjang banget. Jangan sampai gue patah semangat untuk menjalani hidup.
Terimakasih Dea yang sudah minum vitamin sama supplemen zat besi rutin, makan makanan bergizi, bikin jadwal tidur, nyari macam-macam teh, berolahraga, mencari teman, mengejar cita-cita, ngoding, meneliti, dan menulis lagi. Semoga nanti bisa hidup dengan baik, penuh kasih sayang dari sekitar dan di lingkungan yang tenang.
Terimakasih buat keluarga yang mau jemput gue dari kampus ke rumah biar nggak capek tiap kali pulang. Terimakasih buat temen-temen yang sudah menyediakan "lab riset" sehingga gue bisa eksplore dunia storytelling lagi.
Mari menghargai diri dengan baik dan menemukan teman-teman yang baik juga.
109 notes · View notes
waktubercerita · 1 month ago
Text
Pada Akhir dari Sebuah Perjalanan
Tumblr media
Sejatinya, nyadar atau enggak, kita semua tuh sedang berusaha dan terpaksa mempersiapkan diri untuk sebuah perpisahan. Sebuah perpisahan dari apa pun dan siapa pun. Entah itu dari teman-teman yang saat ini sangat akrab, orang-orang yang pernah kita sayangi, mimpi yang pernah kita kejar, atau bahkan versi lama dari diri kita sendiri yang kita rindukan untuk kembali. Perpisahan ini mungkin datangnya perlahan, hampir nggak berasa, atau bahkan, ya, tiba-tiba aja gitu seperti halnya langit siang hari yang begitu cerah biru lalu berganti gelap abu-abu dalam sejenak.
Pada akhir dari sebuah perjalanan, perpisahan adalah bagian dari perjalanan hidup yang nggak akan mungkin bisa dihindari. Ibarat matahari yang selalu terbenam di penghujung hari, atau daun yang gugur meninggalkan pohonnya, atau musim yang berganti tanpa pernah meminta izin, perpisahan adalah hal yang pasti. Segala sesuatu yang pernah singgah atau bahkan menetap dalam hidup kita, pada akhirnya nanti akan menemukan tempatnya sendiri untuk kembali. Rumah yang benar-benar mereka cari.
Pada akhir dari sebuah perjalanan, kita kemudian menyadari betapa sementaranya segala sesuatu ini. Apa yang pernah terasa begitu melekat —orang-orang, kenangan, atau bahkan kebahagiaan —semua itu berlalu gitu aja. Nggak ada yang bertahan selamanya. Nggak ada yang benar-benar dapat disebut "milik kita". Tapi di balik sementaranya itu, perjalanan hidup menjadi lebih berarti justru karena sifatnya yang sementara.
Andai aja semua hal di dunia ini abadi, apakah kita akan benar-benar menghargainya? Mungkin aja... Enggak? Justru karena kita tahu semua akan berakhir, maka itu kita belajar untuk mencintai, menghargai, dan menikmati setiap momen yang ada.
Pada akhir dari sebuah perjalanan, kita mungkin mengerti bahwa akhir nggak selalu berarti buruk. Mungkin aja, itu ternyata adalah jawaban atas harapan yang selama ini kita inginkan. Dan tanpa disadari, perpisahan adalah salah satu bagian dari harapan itu.
Takdir sering kali bekerja dengan cara yang tidak kita pahami, tetapi selalu dengan tujuan yang pasti, begitu katanya.
Pada akhir dari sebuah perjalanan, kita dihadapkan pada pilihan. Akankah terus tenggelam dalam rasa kehilangan, ataukah kita akan memilih untuk percaya bahwa perpisahan inilah jalannya? Sebuah jalan yang meskipun sulit dan penuh duri akan membawa kita ke tujuan baru. Tujuan yang mungkin nggak pernah kita bayangin, namun diam-diam telah menanti kita di sana.
Sebelum kita benar-benar melangkah maju, ayo lampiaskan aja segala macam emosi yang tersimpan di dalam diri. Biarkan aja air mata mengalir, biarkan aja rasa kehilangan menguasai diri sejenak, dan marilah jujur ​​pada diri sendiri. Karena dengan mengakui apa yang kita rasakan, kita dapat melepaskan beban dan membuka ruang untuk menerima kebahagiaan yang baru.
Lalu pada akhir dari sebuah perjalanan, kita akan bertanya pada diri sendiri, apakah ini benar-benar akhir? Atau ini hanya awal dari sesuatu yang baru? Karena, seperti malam yang berakhir dengan fajar, setiap akhir akan membawa serta awal yang lain.
Hidup ini adalah serangkaian perjalanan yang nggak berujung. Ketika satu perjalanan berakhir, perjalanan lain dimulai. Setiap perjalanan baru membawa kita lebih dekat pada diri kita yang sebenarnya, pada tujuan kita yang sebenarnya. Dan mungkin, pada akhir dari sebuah perjalanan, kita akan mengerti bahwa nggak ada yang benar-benar berakhir. Semuanya hanya berubah bentuk, berubah peran, dan berubah tempat. Seperti itulah siklus hidup yang tidak pernah berakhir, penuh dengan keindahan di setiap perpisahan.
---
Ah, ini dia tahun 2025. Selamat tahun baru!
11 notes · View notes
pengarangrahl · 1 day ago
Text
"Like the sun at dawn
As if darkness
had been replaced by light
Its broke, to grow
Lost, then change."
- Rahl, 22125
Aku masih mendengar detak jantungku sendiri. Setiap langkah dan perjalanan, ialah alasan untukku bertahan dari kegilaan.
***
[ Bu Ita : Rue, apa temenmu memang seperti ini ya, tidak minat kah untuk magang?? ]
Sebuah notifikasi pesan muncul di layar hp Rue, gadis itu sejak tadi ingin beranjak dari tempat tidurnya tapi terpaksa harus duduk kembali. Ia meletakkan gawainya di atas kasur dan mengambil segelas air minum dari meja di sisi kanannya. Rue mengatur napas, ia terpaku sekejap pada isi pesan yang baru masuk itu.
[ Mohon maaf sekali ibu atas kesalahan teman tim saya, kami akan lakukan evaluasi bersama agar mencegah kejadian ini berulang ]. Rue memberi emoticon mengatup kedua tangan di akhir pesan teksnya.
Rupanya setelah beberapa menit, pesan itu hanya dilihat saja oleh Bu Ita---Penanggung Jawab anak magang di kantor Rue sekaligus Pimpinan Redaksi Penerbitan. Gadis itu membaringkan tubuh, ia menatap lekat-lekat ponsel miliknya, berharap agar Bu Ita memberikan kata-kata selain pesan yang pertama tadi. Ia memejamkan mata kemudian mendengus kesal sebab malah teringat Desi---rekan kerjanya.
Mengapa Rue harus satu tempat magang dengan orang yang sama sekali tidak dapat dipahami perilakunya? Kali ini Desi telat dua jam dan tidak mengabari sama sekali. Rue bahkan sudah hafal dengan pola ini. Nantinya ketika ada yang bertanya pada Desi, pasti jawabannya tidak jelas, seperti orang linglung.
***
Rue beranjak dari tempat tidur, ia mengecas handphone miliknya lalu bergegas untuk mengotak-atik isi kulkas, membuat bekalnya, lalu mandi. Menunggu jam dua belas siang agar ia bisa pergi ke kantor penerbit tempatnya bekerja. Setidaknya ia bisa mendapat pengalaman dari sana untuk mengaplikasikan ilmu yang dia punya, meningkatkan softskill dan hardskill, serta memperluas wawasan.
Paling kurang dirinya harus bertahan di sana lima jam per-hari nya, karena kali ini shift siang, maka pukul 17.00 ia bisa pulang. Dan begitulah kegiatan gadis itu sampai hari-hari berikutnya. Hidup di kota orang yang jauh dari orangtua sempat membuatnya merasa kurang nyaman. Apalagi sebelum pergi merantau ia sempat berdebat dengan kedua orangtuanya yang sangat menentang keputusan Rue. Tetapi ia harus melakukannya, demi perubahan hidup keluarga. Ya, dengan tekad kuatnya Rue bisa meyakinkan sang ayah dan bunda.
"Selamat siang Bi Siti," sapa Rue pada salah satu CS di kantornya.
"Siang Rue, panas banget yah neng di luar?" sahut wanita paruh baya itu, dia menghentikan aktivitas bebersihnya sebentar.
"Iya, Bi. Nyengat mataharinya," kata Rue sambil tertawa ringan.
"Masuk jam dua belas, Neng?"
"Ngga, Bi. Saya shift siang masuk jam satu, cuma mau dateng agak cepetan dikit."
"Ooh gitu nyah, si eneng geulis telaten pisan," puji Bi Siti.
"Aamiin, Bi. Oiyah, saya bawa Brownies buat Bibi." Gadis itu membuka tas kemudian memberi satu kotak Brownies untuk Bi Siti. Wanita paruh baya itu terlihat riang sekali menerima hadiah dari Rue, dia tahu bahwa Rue yang membuatnya sendiri karena Rue suka bercerita bahwa ia suka membuat berbagai kue dan roti. Bi Siti berterima kasih pada anak baik itu dan dibalas ramah pula oleh Rue. "Ngomong-ngomong saya ke dalem duluan ya, Bi? Mau siap-siap ganti shift, hehe."
Ia tampak menikmati perannya menjadi Kepala Produksi. Dia mengarahkan karyawan dengan sangat teliti, agar meminimalisir kesalahan. Namun tak jarang pula Rue turut serta membantu para pekerja di sana, merangkul mereka. Terkadang mentraktir snack atau membawakan kue buatannya untuk para staff dan karyawan.
"Boleh-boleh. Sok atuh neng, Bibi teh juga mau pulang ini," Bi Siti nyengir sembari buru-buru melipat kain lapnya. Rue pamit pada Bi Siti dan melambaikan tangannya, mereka pun berpisah. Rue akan mulai bekerja, Bi Siti akan segera pulang ke rumah. Sebuah siklus dimana bekerja, akan selalu menemui waktu akhirnya, yakni pulang.
Waktupun berlalu, kini Rue sudah berada di depan laptopnya untuk mengolah data-data, sekitar pukul dua nanti ia harus turun ke divisi percetakan untuk sekedar mengawasi tumpukan buku-buku yang akan dijilid. Rue mengerjapkan mata, rupanya sudah hampir jam dua. Ia pun segera ke lantai satu dengan membawa tablet kantor.
"Maaf Kak Rue, izin melaporkan. Sampul buku yang edisi satu sepertinya tidak sesuai dengan konsep awal, apa mungkin memang sudah diganti ya, Kak?"
"Boleh saya lihat dulu, Dek?"
"Silakan, Kak, sebelah sini." Rue tercengang melihat sampul buku yang ada, 'Berantakan sekali!'
"Dek, apa yang ini sudah melewati tahap revisi kita kemarin?"
"Sudah, Kak. Saya yang mengantar sampelnya langsung pada kakak."
"Ini udah puluhan tercetak ya. Habis banyak kertas juga."
"Benar, maaf Kak Rue, padahal kita sudah sering sekali cek perkembangan buku-buku ini."
"Nggak apa-apa, Dek. Kita udah melakukan yang terbaik sebelumnya, sekarang kita harus cari solusinya saja daripada pusing. Emm, kamu tau ruang Kak Desi yang baru?"
"Di lantai dua, sampingnya ruang kerja Kak Rue. Mau saya antar, Kak? Mungkin saya perlu hadir menemui kakak itu."
"Tidak sayang, kamu lanjutkan saja pekerjaanmu, ya."
"Kalau begitu baik, Kak."
Rue tidak menyangka ia harus dihadapkan lagi oleh keadaan ini, sejujurnya ia agak muak berurusan dengan Desi. Rue mendatangi rekannya yang bermasalah itu dengan maksud untuk menanyakan tentang desain sampul. Kenapa tiba-tiba berubah? Apalagi banyak ketidaksesuaian konsep, bisa-bisa penerbit dan pihak penulis akan dirugikan jika hal ini terus berlanjut. Pun di kantor ini tidak boleh seenaknya saja.
"Permisi, Des," kata Rue. Ia mengetuk pintu kemudian melihat ke arah kaca tembus pandang, semua orang yang ada di dalam sana menatap gadis itu. Kemudian Desi mengangguk, tanda ia mempersilakan Rue untuk masuk. Setelah masuk ia tersenyum ramah kepada semua rekan kerja Desi dan dibalas serupa pula. Rue segera memberi kode kepada kawannya itu untuk bicara di luar.
"Kenapa, Rue?" tanya Desi seperti tidak tahu apa-apa.
"Laporan yang dirimu janji buat dua bulan lalu udah sampai mana?" balas Rue. Gadis itu memelankan suaranya agar orang lain tak terlalu mendengar, sebab ia tidak mau mempermalukan Desi.
"Aku kasihan sama kamu, tapi udah lima bulan kita magang, dirimu sama sekali ngga nyentuh dokumen laporan itu, bukannya kemarin uda kita buat kerangkanya bareng-bareng? Kamu tinggal isi dan sesuaikan sama divisi. Aku juga bingung tiap hari ditanyain Bu Ita terus. Dan kalau kamu ngga ngerti, bisa nanya ke aku kan?"
"Oh itu ... aku kan dah buat. Tapi belum sempat di siapkan karna--emm, aku gak ngerti, masih bingung buatnya gimana. Di rumah pun ngga ada laptop, jadi kek mana lah susah. Kesempatan cuma di sini, tapi tiap udah masuk rame terus antrian data desain, proofread. Belum lagi editor naskah yang pakai laptop ruangan karena kami sama-sama ngga ada, dirimu juga ngga ada jadi aku gabisa pinjem siapa-siapa," jawab Desi panjang lebar.
Ia mengedip-ngedipkan kedua matanya, sejujurnya dia pun tidak bisa memastikan jawabannya masuk akal atau tidak. Ah ya, Rue juga tidak punya laptop atau tablet, ia hanya diberi dan memakai itu di kantor saja. Maka dari itu Rue memanfaatkannya sebaik mungkin agar selesai dan tidak menunda-nunda tugas.
"I--iya mungkin ko bisa bantu aku pas nanti kita ketemu di weekend atau gimana ...."
Rue terdiam, ia sudah ngos-ngosan menahan amarah. Kemarin gadis itu sudah mengajak Desi untuk mereview laporan tersebut, tapi Desi banyak bertanya dan menyiratkan seakan tidak mau padahal itu juga di depan banyak orang. Jadi Rue memutuskan mengerjakan sendiri. Rue teringat bahwa setiap kali Desi melontarkan pernyataan, pasti Desi tak juga menepatinya. Sejak bulan pertama dan kedua mereka magang di sini, orang-orang tidak menyukai Desi karena sifat bebal dan kasarnya. Banyak rekan kerja lain yang selalu saja bertanya tentang Desi kepada Rue. Karena memang Rue adalah tetangga sebelah rumah Desi.
"Rue ... kecewa ya samaku?" tanya Desi kala itu. Tapi Rue hanya bisa tersenyum simpul sembari terus menyemangati. Dan terus memberi info serta data-data yang diperlukan untuk memudahkan Desi. Beberapa kali ia melakukannya, baik lewat chat ataupun bicara langsung. "Kalau ada apa-apa bilang ya. Kalo ada masalah cerita aja gapapa," ucap Rue. Ia menepuk-nepuk pundak temannya itu.
Pernah setelah banyaknya gosip miring tentang Desi, yang digosipkan itu pun berubah. Mulai cekatan dan inisiatif, pekerjaannya cepat terselesaikan serta datang lebih awal. Rue turut bahagia dengan itu. Tetapi ternyata hanya bertahan beberapa minggu saja. Desi kembali menjadi sosok yang sering terlambat dan tidak memberi kabar serta alasan yang jelas. Rue juga pernah diceritakan oleh rekan sejawatnya, bahwa ternyata Desi mengalami kekerasan dalam keluarganya.
Orang-orang berharap setidaknya Rue bisa menceritakan detail tentang orang seperti apa sebenarnya Desi ini? Sedangkan Rue tidak pernah terlalu memperhatikan Desi, ia hanya fokus pada dirinya, keluarga, sahabat, pekerjaan, tugas, juga orang-orang yang bisa diajak kerja sama. Tapi ketika gadis itu tahu bahwa ia akan sama-sama magang dengan Desi, Rue lah yang memulai pendekatan pertemanan agar ia merasa mereka tidak canggung ke depannya.
Rue menolong Desi sebisanya, semampunya, tapi Desi tidak pernah sebaliknya pada Rue. Atau mungkin ia tidak tahu diri? Tidak bisa memahami perjuangan orang lain. Tidak memiliki empati. Dia pernah bercerita bahwa keluarganya di rumah sangat kacau. Tetapi Desi juga tidak mau bangkit dari keterpurukannya, dan dia pun juga malas untuk menggerakkan perubahan hidupnya.
Kadang Rue merasa selalu salah juga di mata mentornya, pekerjaan gadis itu sering diatasi oleh Kakak Seniornya karena Rue terkesan lambat di mata mereka. Tapi dengan semua itu Rue berprinsip mau terus belajar. 'Kalau tidak berani salah, namanya tidak belajar'. Ia selalu rajin, bertanya, dan tidak malu melakukan hal-hal baik yang semestinya. Berbeda dengan Desi yang sering berkata 'Aku nggak bisa ramah ke orang lain, aku ya gini.' Atau Desi yang sering mengeluh 'Capek banget di sini, magang di bidang ini bukan tujuanku.'
Namun, Rue juga bisa lelah, ia bukan malaikat. Apalagi Rue selalu membawa beban ekspetasi orang lain di pundaknya. Orang lain berharap Rue bisa menarik Desi jadi lebih baik, jangan menyerah untuk mengajak Desi untuk berubah. Semua keluh yang mereka katakan tidak diungkap langsung pada Desi, hanya menyampaikan lewat Rue saja. Apakah mereka mengira bahwa Rue tidak pernah peduli? Apa orang-orang itu menganggap Rue cuek-cuek saja? Bahkan Rue melakukan hal lebih daripada sekedar menasehati.
Tetapi bagi Rue yang berhadapan langsung dengan Desi, mengubah orang sangat sulit dan mungkin mustahil apabila tidak ada niat dari hati Desi sendiri. "Untuk apa membantu orang lain, jika orangnya saja tidak mau dibantu?" Ucap Rue pada Fara kala itu. Karena, Desi tak berusaha sedikitpun. Hanya melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang.
Bulan ketiga makin banyak yang tidak menyukai Desi, karena sikapnya yang keras kepala, sering terlambat, tidak inisiatif, serta tidak mau berbaur dengan benar untuk menyesuaikan diri. Dengan kata lain, dia pun tidak pernah intropeksi. Sekalipun diberi nasihat oleh kakak senior, ditegur rekan sejawat, atau dibilangi secara halus dan empat mata oleh Rue. 'Kalo sifatnya emang kayak gitu, susah untuk di rubah dek karna udah bawaan.' Sebuah kalimat dari salah satu Kakak Senior mereka yang selalu Rue ingat.
Rue sendiri sering berhadapan dengan banyak manusia bermasalah, tapi yang kali ini beda. Anak itu seakan tidak mau ditarik, tak mau dibantu. Ia hanya bersembunyi di dalam kurungan zona nyaman yang rupanya merugikan banyak orang. Bu Ita sampai tidak mau mengajak Desi bicara secara langsung untuk menjelaskan kesalahan-kesalahan Desi. Dan dengan semua keadaan runyam itu Rue sama sekali tidak tahu harus melakukan apa. Energinya semakin lama semakin terasa habis, sinarnya memudar.
"Kita kan juga udah sepakat buat ngga ganti desain tanpa sepengetahuanku? Kenapa ngga bilang dulu kalo mau ubah? Klien udah setuju sama yang lama kan?" tanya Rue lagi.
"Maaf, Rue." Dua kata lucu yang dilontarkan oleh Desi. Maaf yang hanya sekedar kalimat, bukan perubahan sikap dan sifat.
"Des, tolong kerjasama nya, buatlah laporan data dari divisimu dan aku minta bantuan untuk tidak melakukan kesalahan seperti ini lagi."
"Iya ...."
"Yasudah aku balik dulu mau lanjut kerjaan, jangan lupa tugasmu." Rue melihat Desi mengangguk-angguk, kemudian ia pun pergi berlalu menuju ke ruangannya.
Hari itu setelah Rue berbincang dengan Desi, ia melihat tetangganya itu pulang agak lebih lama karena mengganti jam terlambatnya tadi pagi. Rue pun segera menyelesaikan jobdesk nya dengan cekatan. Ia mengesampingkan dulu pikiran-pikiran jeleknya, berusaha fokus pada apa yang harus dilakukan sekarang. Jam dinding berdetik, suasana kantor kadang hening, kadang ada suara bicara orang-orang. Tetapi lebih sering terdengar suara mesin cetak dari lantai bawah.
Orang-orang di sini sangat tepat dan cepat kerjanya. Penerbit Sun95 memang terkenal sebagai tempat terbaik, berkualitas dan akurat dalam memproses tiap pesanan. Magang di tempat ini adalah sesuatu yang luar biasa. Rue bersyukur bisa mempelajari banyak hal di sini, tempat yang benar-benar ideal untuk magang. Ah, waktu terasa berjalan terlalu cepat, kini sudah pukul 16.49. 'Bentar lagi pasti Pak Trio kemari untuk memeriksa ruangan-ruangan karyawan. Aku mau kasih bapak Brownies buatanku tadi siang,' batin Rue.
Rue segera merapikan meja, juga menata penampilannya yang tampak lelah, lalu dia menenggak jus alpukat di dalam botol yang dibawa dari rumah. Gadis itu meregangkan badan, lalu bergegas keluar dari ruang kerjanya. Tak lama, ia melihat Pak Trio---Satpam jaga yang sedang berkeliling.
"Selamat sore Pak Trio ...!" Rue agak berlari untuk menghampiri pria paruh baya itu.
Yang dipanggil tersentak dan reflek berkata, "Rue, what's up??" Pak Trio nyengir lalu Rue tertawa pelan.
"Baik kok, hahaha. Ini bapak, saya bikin Brownies buat bapak loh."
"Woiya? Wih, hebat. Nduk Rue bisa baking ternyata. Ohoho, sini bapak cobain yo!"
"Boleh, ini buat bapak semua." Rue menyodorkan sekotak Brownies yang telah terpotong dadu, Pak Trio sumringah ketika menggigit kue buatan Rue.
"Wadooh, kalo semua opo ora kebanyakan iki, Nduk?"
"Ngga lah, Pak. Nah, gimana rasanya?"
"Wueenak tenan, lembut, nyoklat, harum, ada toppingnya lagi. Perfect, nduk," puji Pak Trio dengan aksen Jawa nya. Ia pun memberi jempol andalan. Rue terkikik. Hanya dengan berinteraksi ke Bi Siti dan Pak Trio ia bisa merasakan kehadiran sebuah keluarga. "Makasih yo, Rue. Bapak seneng bisa makan cemilan dari Nduk yang sudah bapak anggap seperti anak sendiri," ucap Pak Trio.
Rue tersenyum simpul, ia jadi teringat bahwa anak perempuan Pak Trio sudah tiada saat usia enam belas tahun karena kecelakaan, begitupula isterinya. "Rue juga seneng bisa berbagi, Pak. Rue mau sekalian pamit ya? Bapak semangat kerjanya!" Rue mengepalkan kedua tangannya berpose menyemangati, sembari nyengir kuda.
"Be carefully, Nduk Rue!" Pak Trio dengan kumisnya ikut tersenyum dan ia melambaikan tangan pada Rue. Gadis itu membalasnya dengan antusias. Ia memesan ojek online untuk pulang ke rumah.
***
Bulan keenam tiba ...
Tak terasa ini adalah bulan terakhir untuk masa magang Rue di Kantor Penerbit Sun95. Kali ini ia shift pagi dan sampai tepat waktu, ia tidak melihat Bi Siti di sana seperti biasanya. Yang dilihatnya adalah Bu Ita, wanita itu duduk di ruang kerja pribadinya yang pintunya terbuka. Mereka bersitatap, Rue tersenyum dan menyapa sopan pada Bu Ita. Tetapi, raut wajah Bu Ita tampak tidak mengenakkan.
"Keuntungan kita merosot Rue, laporan-laporan yang seharusnya terpampang detail di portal saya tidak ada sama sekali sejak bulan ketiga. Sampai mana laporan kalian sebenarnya?"
Rue mengernyitkan dahi, ia mencoba mengingat. "Kalau untuk laporan bagian saya sudah saya upload full Bu---"
"Gimana sama hasil laporan temenmu?" tanya wanita dengan setelan blazer merah itu.
"Kemarin saya sempat lihat Desi mengerjakannya Bu, apa tidak ada konfirmasi langsung ke ibu kalau mungkin saja dia menggabungkan laporan per-bulannya?"
"Nggak ada, Rue. Ini klien udah komplin macem-macem ke kita karena saya menunda pertemuan untuk membahas project selanjutnya. Sedangkan saya juga tidak menerima laporan divisi dan keuangan bagiannya."
"Sampaikan pada Desi, kalau tidak selesai jobdesknya sampai hari terakhir kalian magang. Ibu tidak akan meluluskan hasil magangnya dia."
Napas Rue mendadak sesak, kepalanya terasa nyeri, jantungnya berdegup kencang, padahal bukan dia yang salah. Padahal seharusnya Desi yang berkomunikasi langsung dengan Bu Ita perihal ini. Rue sudah berkali-kali dikecewakan oleh keadaan, disepelekan oleh seniornya, dibuat lelah oleh Desi. Tapi yang kali ini kenapa terasa sungguh berat?
Dari pagi itu hingga jam 12.00 Rue merasa tidak enak badan, pikirannya begitu campur aduk. Rue tidak selera makan, ia bahkan tidak meminum jus Alpukat kesukaannya. Rue tidak mendatangi pekerja di lantai satu seperti biasanya. "Cape ...," lirihnya. Sanggul gadis itu mulai lepas, ia nampak semakin kusut dan pucat. Matanya memerah dan sedikit berair.
"Rue, balik yuk! Lo udah kan? Gue juga udah siap kerj--"
"Eh? Lo kenapa, Rue!?" tanya Fara---rekan kerja seruangan gadis itu. Fara membetulkan hijabnya yang terurai karena agak menunduk melihat Rue. Ia tampak khawatir, sedikit panik juga.
"Ga papa, Far. Pusing dikit aja, udah jam satu ya? Pulang yu," ajak Rue.
"Gue anter ke rumah lo gapapa kan? Searah soalnya."
"Boleh."
Rue, gadis malang itu sering memendam apa yang ia rasakan. Dia selalu ingin terlihat baik-baik saja. Tapi akhirnya emosi dalam dirinya meluap, berdampak pada kesehatan fisik dan mentalnya. Rue, gadis malang yang tidak mengerti bagaimana cara dunia bekerja. Cara menghadapi manusia dengan berbagai macam sifatnya yang tak mudah terlihat. Keadaan dimana ia merasa asing dengan bidang yang dipilihkan orangtuanya. Orang-orang yang kadang suka beranggapan bahwa Rue mesti sempurna, pula orang-orang yang sering mencoba meredupkan sinar Rue. Menggerogoti tubuh perempuan muda itu seperti ia sedang berdampingan dengan buah busuk.
'Lama-lama muak juga,' batin Rue. Wajah Rue kali ini tanpa ekspresi apa-apa, sejak ia tahu bahwa Desi sangat membuatnya marah tapi ia pun tidak bisa mengungkapkan karena kasihan, Rue menutup hatinya. Rue membatasi interaksinya dengan yang katanya teman kerjanya itu. Dan juga lebih jarang membantu, apalagi mengajak bicara. Kalau disapa Desi pun Rue hanya merespons dengan datar. Rue jadi menyesal magang di tempat ini, ia merasa tidak cocok dengan semua orang, bahkan ia menjadi rendah diri.
'Seharusnya aku masuk Tata Boga. Mungkin di sana aku bisa hidup dan tidak akan merasa asing seperti ini. Takkan berurusan dengan drama kantor dan senior tukang judge.'
Maafkan saya. Diri ini berpikir sudah sedikit mulai mengerti. Tapi nyatanya perasaan tiap orang sangat rumit dan sensitif. Tidak semua orang bisa menyampaikan perasaan lewat kata-kata. Terkadang mereka jujur, dan terkadang berbohong. Saya tidak dapat mengurainya dengan tepat. Bagi saya hal itu sangat sulit ....
Keadaannya itu berlangsung hingga beberapa minggu. Kepala Rue semakin sakit, dadanya terasa sesak, tubuhnya lemas, ia pun kehilangan minat masaknya, Rue tak lagi merias wajah. Yang dia lakukan setiap hari adalah bangun, bebersih, makan, berangkat magang dan begitu sampai rumah ia langsung tertidur. Tidur yang lama, sampai ia merasa rasa sedih yang menimpa ikut terlelap bersamanya. Setiap hari Rue merasa dihantui oleh rasa bersalah, kekosongan, kesakitan, itu pertama kalinya ia merasa sangat drop.
Rue jadi tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya, ia tak sebahagia dulu. Tapi orang-orang tidak tahu apa yang ia rasakan, orangtuanya khawatir pada Rue dan terus menelepon. Tetapi Rue lagi-lagi seakan baik saja. Rue mengubur letupan emosinya dalam-dalam. Tak seorang pun tahu. Bahkan Pak Trio dan Bi Siti yang Rue sayangi juga tidak tahu keadaan gadis itu.
Tulis Rue pada buku diary nya.
Waktunya bertahan hanya tinggal seminggu, lalu enam hari, kemudian lima hari, dan sampai di sisa empat hari lagi.
***
"Segera temui ibu minggu ini. Bu Ita bilang kalau laporan divisi dan keuangan bagiannya tidak selesai, kamu ngga diamankan lulus magangnya."
"Ohyakah Rue? Duh gimana ya aku masih gak paham, tapi yaudah nanti aku selesaikan."
"Iya, nanti langsung kabari Bu Ita aja."
"Makasih ya Rue informasinya." Ucap Desi yang menggaruk-garuk kepalanya, ia kebingungan. Sementara Rue pergi berlalu, ia mengecek buku-buku di lantai satu. Tidak peduli lagi bagaimana Desi akan membuatnya, yang penting pesannya Bu Ita sudah disampaikan walau Rue perlu beberapa waktu untuk bisa sanggup berbicara lagi dengan Desi. Dan lusanya setelah Rue menanyakan apakah Desi sudah menjumpai Bu Ita, ternyata Desi belum menemuinya. 'Dia ngga pernah berubah, selalu sama'.
***
Saat hari minggu Rue akhirnya pulang ke tempat orangtuanya. "Bunda, Rue pulang ...." Gadis itu memeluk ibunya dengan erat, ia menangis tersedu-sedu. Lama sekali. Rue menceritakan semuanya dengan terisak seperti anak berusia tujuh tahun yang dijahili teman-temannya. Awalnya Bunda Rue menceramahi putrinya terlebih dahulu, seakan menyalahkan Rue atas keputusannya untuk merantau.
Tetapi di pertengahan ibunya mengatakan hal yang tidak pernah bisa Rue lupakan. "Jiwa kamu harus besar, Nak. Lapangkan hatimu, lepaskan semua beban-beban itu." Rue memeluk bundanya kembali, menyisakan isakan-isakan kecilnya yang perlahan memudar. "Bunda kaget kamu pulang-pulang kok nangis kejer." Ia pun bercengkerama dengan ibunya sepanjang malam. Hingga esoknya ketika ia bangun tidur, sedih dan sakitnya sudah lenyap.
"Rue mau bantu keluarga, Ndaa. Rue mau mandiri, sukses. Kata senior, Rue keliatan ada penyakit pernapasan karena Rue sesak terus. Terus orang-orang jahat sama Rue, temen Rue ngecewain Nda, terus Rue kaya disalahin padahal bukan Rue yang salah. Rue gamau di penerbitan lagi, ngga mau, Rue ga suka. Rue juga ngga mau jadi beban di keluarga kita, Bun!" Teriak gadis itu.
Ibunya semakin memarahinya. "Kalau semua perkataan orang kamu telen mentah-mentah, dan perbuatan orang semuanya kamu pikirin, ya kamu yang bakal sakit. Jangan kemakan omongan orang lain, kan di sana cuma belajar. Kamu harus tau gak semua orang itu baik, Rue."
Rue terlahir kembali, ia merasa harus bangkit lagi dan tidak akan menyia-nyiakan pelajaran berharga dalam perjalanan hidupnya sampai detik ini. Tuhan memberinya cobaan yang begitu menyesakkan karena tahu bahwa diri itu bisa melewatinya, untuk bisa menguatkan hati para hamba-Nya. Rue datang ke tempat magang seperti ia datang pertama kali.
Hari terakhir magangnya telah tiba, ia mencoba memberi ruang pada orang yang telah membuatnya sangat kecewa. Dan bersumpah untuk tidak berurusan dengan orang seperti itu lagi dalam hidupnya. Bukankah parasit akan selalu menempel pada inang dan berdampak merugikan? Mungkin kalimat ini tampak kejam. Tapi nyata adanya bukan?
Hari-hari berganti dan tak terasa semua yang terjadi adalah perihal masa lalu bagi Rue, sudah berjarak setahun sejak kesialan dulu menimpa gadis itu. Rue ialah simbolisme dari ketidakadilan orang-orang yang terlampau baik, dan kebaikannya disalahgunakan oleh orang yang dungu. Kini Rue sudah merasa bebas, ia tidak pernah sedih karena mempercayai semua perkataan orang lain.
Ia belajar bahwasannya manusia punya tabiat yang berbeda-beda. Rue harus lebih kuat dan tabah, kita mesti jeli untuk berinteraksi dan lebih selektif dalam membantu orang lain. Kesalahan orang lain bukan tanggung jawab kita. Tak perlu ikut terseret ke dalam jurang sial. Membela diri ketika tidak salah itu penting jika kita tidak mau direndahkan orang. Rue menjadi sosok yang baru, dia lebih aktif mendedikasikan dirinya untuk mereka yang benar-benar layak dibantu. Ia sudah melepas dirinya dari ketidaktahuannya atas sifat manusia.
Tamat
"Dan jika terlahir kembali, aku juga akan selalu mengingat bagaimana cara diri ini hidup dan bertahan di masa lalu. Agar bisa terus belajar dan menyesuaikan ruang bertumbuh."
9 notes · View notes
tulisanmimi · 4 months ago
Text
Mari izinkan dirimu untuk menjadi pemula. Memulai dari awal untuk hal-hal yang belum kamu ketahui. Belajar lagi, mengosongkan gelas. Dinamika hidup yang dijalani hari ini barangkali karena kamu sudah merasa penuh, merasa cukup dengan ilmu yang ngga seberapa kamu miliki. Kamu ngga selalu harus jadi benar, kamu bisa saja berbuat salah. Tapi minta maaf dan tidak mengulangi kesalahan yang sama itu hal terpentingnya.
Learn, un-learn, re-learn. Bukankah demikian siklus hidup?
12 notes · View notes
yukiyaaihara · 4 months ago
Text
Sesekali, rindu juga rasanya menjadi anak kost yg siklus hidupnya hanya berputar antara kosan-kantor-kosan. Berangkat pagi, pulang sore, terus tepar. Hampir tidak pernah memasak kecuali weekend. Kalo capek dan ngga sempat nyuci? Laundry sajaa..
Sesekali, rasanya ingin kembali ke saat2 itu. Saat tumblr adalah satu2nya tempat bercerita. Atau saat becandain si Gembel yg pulang dari keliling menjadi preman kosan adalah salah satu cara mengatasi kesepian dan kebosanan. Aih, sekarang Gembel apa kabarnya ya?
Ah, sesekali juga rindu hidup penuh kesederhanaan dan tanpa overthinking berlebihan. Dimana yg dipikirkan hanya diri sendiri dan seekor kucing peliharaan. Hanya itu. Absen dulu dari pikiran tentang; besok masak apa, bekal si kecil buat sekolah udah siap apa belum ya, besok apel pagi kudu berangkat lebih cepat, kerjaan masih numpuk dan harus survey harga sekaligus reviu aturan2 terkait, baju bapake udah disiapin belum yaa, ini anak remaja gimana ya bilanginnya biar ngga rebel terus, dll, dll. Sampai kadang kepala serasa mau meledak saking penuhnya.
Bukan, bukan mengeluh atas tanggungjawab yg memang sudah upgrade ke versi lebih kompleks. Most of the time, aku menikmati semua prosesnya. Hanya saja, saat rasa jenuh dan lelah itu datang; saat2 yg kupikir adalah titik paling kesepian dalam hidupku, adalah saat yg paling kurindukan dan ingin diulang kembali.
Stress? Satu2nya yg dirindukan saat stress bukanlah jalan2 atau healing yg bermacam2. Hanya ingin tidur dan ngebo tanpa memikirkan kerjaan ataupun kerjaan rumah atau apapun itu. Just it.
Allah, maafkan sifat manusiawiku yg satu ini. 🥲
*Padang, Penghujung Oktober 2024.
Tpp belum kunjung cair, belum bisa healing jalur checkout shopee, jd mari healing via tumblr dulu aja. 😆
19 notes · View notes
pangpingpong · 2 months ago
Text
Setelah adegan dewasa malam - malam jari telunjuk kiri kepotong pemotong kertas dan lari ke IGD diantar Susanti, I realized that nikmat Tuhan yang aku dustakan adalah
nikmat membasuh after BAB freely
nikmat handwash
nikmat nyuci piring freely
nikmat skincare-an comfortably
nikmat membasuh minyak kutus kutus before tidur malam
dan others nikmat lainnya
ya Allah maafkan hamba :(
Melihat perkembangan wound healing yang sure but slow but alhamdulillah ga basah lagi - yang bikin ganti dressing drama - kujadi realizing banyak hal.
Merusak itu cepat, tapi perbaikannya lama.
Merusak siklus tidur, siklus makan siklus hidup siklus berpikir itu mudah (selama akred), tapi recovery-nya butuh waktu lama. Butuh waktu untuk mengembalikan something as ordinary as daily life as working person.
7 notes · View notes
nukhshine · 2 months ago
Text
Ternyata Kita Cuma Pemain Baru dalam Cerita Lama
Kenapa ya masalah kita tuh rasanya the worst? Kayak, “Why me? Kenapa ini semua harus aku yang rasain?” Tapi kalau dipikir-pikir lagi, hold up, girl, masalah kita tuh nggak seunik itu. Apa yang kita alamin sekarang, udah pernah terjadi ribuan kali sebelumnya. Kita cuma pemain baru yang lagi masuk ke siklus lama.
Patah hati? Sejak zaman Cleopatra. Overthinking masa depan? Udah ada sejak zaman orang dulu galau milih jadi petani atau pedagang. Bahkan drama kehidupan sehari-hari kayak trust issues atau bingung soal passion juga nggak baru. Bedanya, kita sekarang punya Google, TikTok, sama group chat. Mereka dulu nggak punya itu, tapi tetep survive.
Hidup ini muter, girl. Apa yang kita jalanin sekarang? Itu cuma versi remastered dari cerita lama. Mereka dulu galau di bawah lilin sambil nulis surat, kita sekarang galau sambil liat notifikasi WhatsApp yang nggak dibales. Tapi, vibe galau? Sama. Rasanya tetep bikin pengen nangis sambil dengerin lagu sedih di Spotify.
Tapi di balik itu semua, ada hal yang comforting, nggak sih? Kalau masalah kita bukan hal baru, itu berarti ada orang lain yang udah pernah ngelewatin ini dan mereka made it through. Kita bisa juga. Mereka dulu bangkit, kita juga punya peluang yang sama buat survive, buat belajar. Bahkan, kita bisa ngelakuin versi yang lebih slay.
Yang penting, jangan fokus ke perasaan “kok ini semua berat banget?” Masalah tuh emang berat, tapi itu kan bagian dari kehidupan. Kalau dunia ini pernah ngeliat masalah ini ribuan kali, dunia belum pernah ngeliat cara kita buat ngatasinnya.
Jadi yaudah, nikmatin aja prosesnya. Nggak usah kebanyakan drama, nggak usah kebanyakan nyalahin keadaan. Karena meskipun siklusnya sama, kita punya main character energy buat bikin cerita ini beda. Kita, pemain baru di dunia lama ini, tetep bisa jadi versi terbaik yang pernah ada.
Hidup itu muter, iya. Tapi kali ini, giliran kita. Show them how it’s done, girl.
7 notes · View notes
edgarhamas · 11 months ago
Text
"Masa Ini Akan Berlalu..."
Edgar Hamas | @ceritaedgar
Pernah dengar kisah seorang raja yang memiliki cincin bertulis "masa ini akan berlalu?"
Ia kisah singkat, tentang seorang raja bijak yang selalu diingatkan dengan kalimat "masa ini akan berlalu" setiap kali ia mendengar sebuah laporan dari menteri-menterinya.
Ketika ada laporan tentang hal buruk dan itu sampai ke telinga sang raja, ia pun sempat gelisah dan khawatir berlebih. Namun ia melihat cincinnya dan membaca "masa ini akan berlalu."
Gelisahnya hilang. Ia tahu masa buruk tak akan selamanya. Maka ia fokus membenahi masalahnya.
Pun ketika ada kabar gembira yang membuat semua orang bersorak-sorai, sang raja pun kembali menoleh melihat cincinnya, "masa ini akan berlalu."
Tadinya ia senang berlebihan. Namun setelah diingatkan oleh tulisan itu, ia kembali tenang. Ia senang, namun tak terlena dan bereuforia.
Siklus, itu adalah kuncinya. Sang raja jadi bijak karena tahu masa buruk tak akan selamanya. Masa senang pun tak akan berlama-lama. Sebab ia mengerti bahwa hidup berputar.
"Masa ini akan berlalu", kini coba kau renungkan. Jika kau sedang sedih, ketahuilah ia tak akan selamanya.
Pun bagi siapapun yang berbuat zalim. Kau mengira mereka akan di atas selamanya? Mengira bahwa mereka tak terkalahkan?
"Masa ini akan berlalu", yang zalim akan hilang. Yang di bawah akan naik. Yang tenggelam akan timbul. Yang dizalimi akan menang.
Termasuk di Gaza, Palestina.
Semua ada masanya. Semua ada waktunya. Yang sedang naik daun akan ada saatnya hilang. Yang terkenal akan redup. Yang berkuasa akan usai.
Semua yang di bumi itu fana. Akan usai. "...tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal..." (Ar Rahman 27)
275 notes · View notes
andromedanisa · 5 months ago
Text
kepada diriku;
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allaah.
kita punya Allaah yang Maha Penyayang. kok putus asa? kok berhenti berharap? kok jadi takut? nanti gagal lagi, nanti ini, nanti itu,.
dear, tidak ada kata gagal. yang ada belajar. tidak ada kata gagal dalam hidup orang beriman yang bertauhid kepada Allaah. yang ada hanyalah proses pembelajaran. setiap kali kita terjatuh, kita belajar untuk bangkit. setiap kali kita terjatuh kita belajar tentang hati-hati. setiap kali kita terjatuh, kita belajar bagaimana cara supaya jatuhnya tidak sakit seperti jatuh sebelumnya. siklus hidup memang seperti itu.
jadi kalau kamu jatuh, itu artinya bukan gagal, bukan takdirnya karena kamu nggak cocok. nggak, nggak gitu. terkadang memang setiap dari kita akan diberikan pembelajaran.
maka jangan berprasangka buruk tentang apapun kepada Allaah, yaa..
105 notes · View notes
nonaabuabu · 11 months ago
Text
Meromantisasi Sendirian
Tumblr media
Aku sendirian itu nggak cuma dalam bentuk aku masih single, tapi aku benaran tinggal sendiri. Semua aktivitas di luar pekerjaan sepenuhnya aku lakukan sendirian.
Ini memasuki bulan ke-enam, kalau sebelumnya aku masih punya teman berbagi banyak kegiatan bersama karena dulu tinggalnya bareng teman lain, sekarang semuanya sendiri. Mulai dari belanja, masak, beresin rumah dan sederet kegiatan lain.
Jujur, lima bulan belakangan aku kesepian. Kalau diingat-ingat ini momen paling panjang aku sendirian, meski udah merantau belasan tahun, aku selalu punya teman dan momen sendiriannya hanya sekali dua kali. Jadi bisa dibilang, ini ujian yang susah sekali dipetik hikmahnya.
Berulang kali aku mencoba bersikap bijaksana, tapi pada akhirnya runtuh lagi dan jadi sesenggukan. Kepala rasanya penuh tapi hidup kosong, konon lagi kantong, melompom. Dan barangkali ini usaha kesekian untuk selamat dari rasa kesepian, ya lagi-lagi meromantisasi sendirian.
Aku baca buku mana aja yang mau aku baca, terlepas isinya ngeselin, menyenangkan atau aku nggak paham. Aku baca buku puisi dengan suara nyaring, seolah-olah aku lagi di pentas musikalisasi puisi, nggak lupa pakai penghayatan dan maki-maki. Aku putar musik genre galau untuk ikutan nyanyi, bertingkah kayak yang punya panggungnya sendiri. Ganti ke musik beat atau rock dan kadang bollywood juga kpop, terus joget asik seolah lagi di dancefloor. Aku masak makanan paling mampu yang kubuat, buat minum segar, dan makan sambil videoin diri sendiri (ini parah sih) biar kayak mukbang ala-ala.
Aku melakukan banyak hal yang menciptakan suasana meningkatkan mood sendiri, meski masih sering ambruk dan tiba-tiba melow berkepanjangan. Siklus berulang yang kadang aku yakinkan, nggak masalah jatuh asalkan aku nggak berencana selamanya di sana. Bahkan kalau mau berenang di tempat yang buat tenggelam, nggak apa-apa. Anggap aja lagi syuting mermaid dan kau adalah antagonisnya (ingat ya antagonis itu juga peran utama).
Mungkin satu-satunya yang nggak kulakukan dalam rangka meromantisasi hidupku yang sendirian ini adalah, menuliskan puisi cinta yang manis. Soalnya urusan itu, cintaku selalu terasa pahit, bahkan mungkin lebih pahit dari empedu. Meski, kayaknya aku mulai ngehalu dengan kisah manis dari buku yang kubaca baru-baru ini.
Tapi meski sebanyak itu yang kulakukan untuk meromantisasi kesendirian, aku nggak mau menyebut itu sebagai self love. Karena konon yang aku dengar, perempuan kalau self love menyenangkan dirinya dengan membeli hal-hal yang dia mau, dan aku belum mampu melakukan itu, dan kalau nanti aku mampu aku mau belajar frugal living dan hidup minimalis. Sekarang kan masih kategori miskin, jadi santai dulu nggak si. Kan nggak akan membeli barang yang nggak berguna juga meski suka. Prioritas kebutuhan masih banyak soalnya.
51 notes · View notes
manifestasi-rasa · 6 months ago
Text
Day 6
24 Juli 2024
Selama satu tahun belakangan ini, aku menjadi asisten di Biro Pengembangan Instrumen dan Analisis Data Fakultas. Satu tahun yang terasa cepat sekali. Satu tahun yang tiba-tiba mau selesai. Kontrakku setahun, dan meski senyaman apa, aku tau aku ngga akan memperpanjang. Terus aku sedang merasa sedih, karena kudu pisah sama asisten" lain di saat kami sedang hangat-hangatnya, saat chemistry dan bondingnya tersusun erat. Tapi waktu bilang, saatnya kamu selesai :)
Di biro ini aku belajar banyak sekali tentang analisis data kuanti, suatu hal yang berguna untuk riset dan kepenulisan ilmiah. Selain belajar itu, aku juga bertemu dengan kemungkinan lain di sini. Kemungkinan yang ingin aku usahakan, sekaligus ingin aku pendam saja. Di sini juga, kita sering hanya duduk saling diam dengan buku masing-masing, ataupun saling menghadap layar dengan tugas masing-masing.
Saat tidak ada klien, kami biasa bercengkerama di kantor, entah ngobrol kesana kemari, atau main ludo yang kadang disertai umpatan sopan (mana ada?! hahah). Atau ketika menemukan kasus unik, grup akan ramai dan penuh dengan "terus ini gimana?" yang akan berujung kami konsultasi pada Pak au, dosen pembina di biro yang masih muda sekali. Sesekali kami nongkrong di luar jam kuliah dan kantor. Kadang di susu segar, hari lalu di mie yamin. Obrolannya ngga jauh-jauh dari ngomongin topik riset, psikologi, kurikulum baru, dll. Hal yang kusadari belakangan: bercanda sama mereka seringkali disisipi gurauan ytta karena pakai istilah dalam statistika. Yang bikin kami geleng-geleng lalu bilang "bisa ngga, gausah ngomongin statistik lagi??".
Aku juga sangat terbantu dengan workshop-workshop dan upgrading yang diadakan oleh biro. Kadang diadakan secara resmi bekerjasama dengan fakultas, kadang upgrading dadakan karena 'kasus-kasus unik' dalam analisis data yang bikin kita merasa bodoh karena gatau cara menyelesaikannya.
Manis. Memang. Tapi sekali lagi, waktu udah minta kita untuk rampung. selesai. ikhlas atau tidak. sedang hangat atau dingin. waktumu untuk pergi. Aku berusaha "tidak apa, memang begitu siklus hidup, seringkali memaksa kita pergi saat kita merasa sudah fit", tapi tetap saja aku sedih dan berujung membuang air mata dalam perjalanan pulang. mungkin salah satu sebabnya, aku khawatir kemungkinan lainku menemui kemungkinan lainnya di kemudian hari. ah, rumit.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
7 notes · View notes
ismahaha · 9 months ago
Text
Siklusnya Emang Gitu, Viral Dikit Ikut
Apa yang terlihat, untuk lucu-lucuan aja sih memang. Yang tersaji, sekadar hiburan. Tapi makin diperhatikan, kok ya semua yang viral harus diikuti? Apa karena semuanya selalu dinormalisasi?
Mandi lumpur udah lewat, ibu-ibu joget di live juga udah lewat, berita artis seliweran terus ada, konten joget joget juga akan selalu ada, gak peduli usia, gak peduli jenis kelamin. Mirisnya lagi, banyak video potongan anak-anak diminta orangtuanya untuk joget, berlenggak lenggok. Padahal dia laki-laki. Bersemangat orang bilang semangat ngontennya, tertawa, dan mendukung satu sama lain.
Giliran ada yang komen menasihati, habis dia dibuat oleh yang lain. Dikatain jalan rezeki orang beda-beda, gak usah serius kali hidup, dan sebagainya. Begitulah seterusnya, menormalisasi.
Netizen mengawal para artis papan atas, katanya tugasnya. Netizen mengawal sesama rakyat biasa, katanya biasa.
Viral dikit ikut, konten tak sesuai dengan pikirannya langsung tersulut emosi tanpa melihat dan memastikan kebenaran.
Sebenarnya ingin menjadi netizen seperti apa juga adalah pilihan yang harus dipilih. Hem. Aku suka scroll medsos, berbagai video ku tonton. Dunia perartisan, kartun, konten viral yang memuakkan, semua ku tonton. Kalau lucu aku tinggal tertawa. Kalau tak mendidik, aku tinggal menyingkirkan jempol, tak perlu tersulut emosi, dan tak perlu tertarik untuk mengikuti gaya konten yang dilihat itu.
Kalau sudah sadar, diri sendiri bukan orang yang bijak bermedsos, setidaknya bisa tau mana konten viral yang bisa diikuti dan tidak. Mana yang bisa didukung dan tidak. Mana yang bisa didoakan untuk kesuksesannya dan tidak.
Tau kan betapa menyeramkannya diri kita yang gak bisa mengontrol diri sendiri? Ya beginilah gambarannya.
Lihat konten nikah, pengen nikah.
Lihat konten perceraian, jadi takut nikah.
Lihat konten perselingkuhan, jadi curigaan.
Lihat komen netizen bullying, ikut bullying.
Gawat.
Dahlah, memilih mau menjadi netizen seperti apa juga adalah pilihan. Semangat, dan memang beginilah siklus konten viral, ikut-ikutan.
#tautannarablog7
#day9
9 notes · View notes