#repetisi
Explore tagged Tumblr posts
Text
ini yang terakhir kataku, berkali-kali, revisi, repetisi, lagi dan yah; mempecundangi diri.
sudah kutulis kalimat perpisahan, melalui surat panjang yang kualamatkan di mana kau tak ada. sebab ternyata hanya keyakinan yang aku punya, keberanian entah di mana. barangkali ditelan ego karena kegagalan.
namun kau menuntut, dengan senyum jumawa yang mestinya kubungkam, agar kau tahu, aku juga bisa jadi lawan yang tak mampu kau imbangi.
lalu kepongahan mana lagi yang harus kulenggokkan di hadapanmu, saat kehangatan bukan bahasa yang kau pahami. sedang kata-kataku sudah tumpah ruah, mengalir tanpa muara.
sebaiknya ini yang terakhir (ah, kalimat munafik itu lagi) menuliskanmu dalam bait, menghapuskan dari hati, nadi dan semua kosa kata tentang diri sendiri.
aku sudah mati, dari yang kau kenali. suaraku bisu, telingaku tuli, mataku buta dan seluruh indraku kehilangan fungsinya, jika itu tentang permainan yang kau tawarkan.
ini yang terakhir (bajingan, kata ini masih saja kutuliskan) jadi kau harus mengerti, cinta tak punya kuasa untuk kehidupan mereka yang tak terjajah. jadi kau bebas berpikir apa saja, tapi aku adalah manusia yang merdeka.
64 notes
·
View notes
Text
Perjalanan 1 Bulan Strength Training: Benar Bisa Meredakan Sedih?
Weis! Dipikir-pikir ini judulnya ngeri, tapi tenang, teman-teman. Akun ini nggak akan berubah jadi akun olahraga. Bukan juga tentang perjalanan heroik anak-anak nge-gym. Cuman cerita tentang perjalanan seorang pemula yang atas seizin-Nya dijadikan jatuh cinta pada olahraga latihan beban. Hehe.
Jadi, ceritanya sekitar 2 bulan yang lalu, bersamaan dengan saya come back ke Tumblr, kondisi diri saya memang sedang kacau-kacaunya. Di saat-saat seperti itu, saya bilang sama suami saya kalau saya ingin daftar kegiatan olahraga. Alasannya bukan ingin kurus, saya cuma ingin berhenti bersedih karena sesuatu hal yang saat itu sedang dirasakan. Nggak lama kemudian, eh muncul unggahan seorang sahabat di Instagram tentang strength training yang sedang dia ikuti. Singkat cerita, saya kepo lalu ikutan bareng sahabat saya itu untuk olahraga pekanan dengan seorang coach yang ternyata saya kenali juga.
Meski strength training ini memang tergolong olahraga berat (tujuannya untuk memperkuat berbagai otot di tubuh, biasanya menggunakan beban berupa dumbell), Alhamdulillah ternyata saya cukup bisa menikmati "penyiksaan" ini. Coach saya bilang, olahraga ini sebenarnya mempertemukan kita dengan stress yang baru, tapi justru stress inilah yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Yup! Stress, payah, ngos-ngosan, tapi rasanya nikmat dan menyenangkan (eh wait, bukannya ini sebenarnya mirip dengan gambaran hidup kita? hehe). Sayangnya, selepas pertemuan kedua, saya cedera.
Ankle kaki kiri saya tiba-tiba sakit. Rupanya ototnya pada saat itu tertarik. Dasar saya kurang ilmu ya, saya pikir itu cedera biasa yang besok-besok juga akan sembuh dengan cepat. Tapi ternyata saya keliru. Kondisi otot yang tertarik tapi terus saya pakai untuk beraktivitas (mengurusi berbagai urusan domestik, naik turun tangga, bahkan cardio dengan jalan kaki ke Tahura wkwk), itu membuat kondisinya semakin parah sehingga sendi saya bergeser. Yassalam~ Kebayang nggak sih, lagi pengen-pengennya olahraga karena biar nggak sedih tapi ternyata qadarullah harus berhenti dulu olahrganya. Nggak tanggung, lamanya 3 minggu. Huaaa!
Dalam kondisi harus berhenti olahraga itu, saya berpikir satu hal,
Saya berusaha menstabilkan diri dengan berbagai hal, termasuk berolahraga. Tetapi, ketika takdir-Nya membuat saya harus berhenti berolahraga sementara, sepertinya saya memang sedang diarahkan untuk back to basic: menyerah dan berserah kepada Allah sebab solusi utama semua masalah hanya ada pada-Nya.
Saya jadi lebih banyak merenung, beristighfar, sambil terus berfokus pada upaya-upaya mengikhtiarkan solusi (baik untuk masalah diri saya pada saat itu maupun untuk terapi kaki saya yang cedera). Alhamdulillah, atas seizin-Nya semua berangsur membaik (semoga Allah senantiasa menjaga). Per pekan ini, Alhamdulillah saya pun sudah kembali strength training lagi. Pedes rasanya, tapi senenggg!
Well, dari perjalanan strength training satu bulan ke belakang, saya belajar beberapa hal yang saya refleksikan terhadap hidup:
Apa yang kita alami saat ini mungkin berat, tapi ingatlah bahwa semua akan ada selesainya. Strength training itu berat, ketika ia semakin berat (dengan bertambahnya repetisi dsb) ada kalanya saya merasa ingin berhenti, tapi saya tahu bahwa saya akan bertemu dengan hitungan dan repetisi terakhir yang menandakan kondisi berat telah berakhir.
Diantara waktu-waktu jeda, kita butuh fokus untuk mengisi tenaga, mengelola napas, dan benar-benar beristirahat untuk mempersiapkan diri menuju "pertempuran" berikutnya. Hal ini saya maknai dari jeda-jeda singkat yang selalu ada sebelum berganti gerakan atau repetisi pada saat sedang melakukan strength training.
Setelah lemah dan keterpurukan, selama kita mengelolanya dengan baik, tidak menyerah, dan mau mencoba, insyaAllah kita akan come back stronger. Hidup juga begitu, kan?
Terus gimana? Apakah kesedihan jadi mereda setelah strength training? Meski ini bukan satu-satunya faktor (karena pengelolaan emosi memiliki berbagai dimensi), saya jadi yakin kalau berolahraga memberikan kontribusi positif terhadap bagaimana kita mengelola emosi. Saya masih belajar banget nih, doakan ya teman-teman agar nikmat berolahraga ini Allah terus hadirkan di hati saya.
Wallahu 'alam bishawab.
17 notes
·
View notes
Text
Rabu Kelabu
Aksara ini dirangkai oleh rindu yang pekat, semoga kau tak gagal menuntaskannya, agar tak ada sesak yang tercekat. Di rabu berikutnya, semoga kau tak bosan dengan kata-kata yang barangkali akan menyayat.
Untuk lelaki bermata kelabu.
Rabu ini namamu kueja lewat mimpi. Ketika tersadar aku melelapkan diri dalam repetisi. Berharap melupa, atau apa saja yang membuat aku tak mengingat.
Aku masih tetaplah hati yang luruh hanya dengan mendengar namamu. Kemana pun ia kusembunyikan, kenyataan itu tak bimbang mengikutiku yang selalu menolak.
Cinta sepertinya menjadi energi negatif saat ia tak berbalas. Bahkan saat aku menghindar, berlari dan membaca segala mantra, masih saja duka menyelemuti tubuhku yang menggigil karena tak pernah memilikimu.
Mungkin aku, jika saja dan seandainya memilikimu, maka tak pernah mencoret istana sebagai tempat bermukim yang abadi. Mungkin aku, jika saja dan seandainya dimilikimu, maka tak akan pernah menghapus rumah sebagai tempat paling nyaman untuk kembali.
Tapi kita tidak saling, dan keparatnya aku menjadi; yang tidak butuh istana juga rumah, sebab sejak kau meniadakan kisah kita, aku adalah petualang ke mana kau tak akan pernah datang.
—nonaabuabu
Di belahan bumi rindu, 13 September 2023
#rabukelabu#puanberaksara#komunitasmenulis#kolaborasipuan#nulisbareng#writingchallenge#writing#komunitas#puisi#berkaryabersama#aesthetic
89 notes
·
View notes
Text
Gelayut awan ini susah hilang. Seperti menghantuiku terus menerus. Membisikkan ketakutan demi ketakutan yang belum terjadi. Ketakutan yang datang tentu bukan tanpa alasan. Adalah repetisi yang terjadi sesuai perkiraan bertahun-tahun. Aku takut jika itu terjadi terus menerus. Aku tidak mau membayangkan jika seumur hidup aku terus menghadapinya. Sisi baikku berkata bukankah sejauh ini kau baik-baik saja. Kau tetaplah hidup seperti biasa walau hal itu tetap ada.
Awan itu terus mengikuti. Terkadang Ia meneduhkan dari sengat matahari luar yang tak mampu aku halangi. Namun dalam kadang yang lain. Awan itu pula adalah sumber ketakutan. Cumulonimbus yang memekat dan gelap. Aku takut sewaktu-waktu ia mengeluarkan petir yang menyambar. Bagaimana aku berdamai dengannya. Hidup dalam naungannya tak mungkin aku lari.
Hujan, kadang menyapa. Menentramkan hati yang sedang dalam gejolak. Doa-doaku menguap terkumpul menjadi awan.
4 notes
·
View notes
Text
Istiqomah & jangan lupa istirahat
Sungguh bagian tubuh kita yg paling mudah lelah itu bukan otak kita, bukan ekstremitas kaki dan tangan kita, tapi hati kita yg paling mudah lelah.
Hati yg lelah, ia akan buta. Kalau hati buta, ya penilaian kita ga akan valid. Apa yg kita nilai untuk diri kita maupun sekitar kita, akan menjadi bias.
1-2 bulan kebelakang ntah kenapa kegiatan di kamar suka banget ditemenin sama ngaji filsafatnya Ust. Dr. Fahruddin Faiz.
Meski seringnya ga memperhatikan dg seksama, tp value2 yg beliau sampaikan banyak yg match dg pikiran dan hati. Terakhir ttg istiqomah.
Dari bbrp kajian yg pernah kudengar, baru denger ini yg dijabarkan dengan sistematis, dengan penuturan beliau yg superr halus.
Pertama ttg kunci istiqomah:
1. Optimal: mengupayakan yg terbaik
2. Tidak berlebihan : baik melebihi batas, atau sengaja mengurangi dari batas kita
3. Ilmu : cocok dg teori, harus belajar dan belajar lagi
Kedua, proses istiqomah
(yo tentu ga bisa ujug2 atau tiba2), berdasarkan Syaikh Abu Ali Al-Daqaq
1. Taqwim (berusaha berdiri) : pembersihan jiwa. Tobat sek. Nek masih kotor ya dibersihin dulu. Kebaikan kalo dibungkus wadah yg kotor tentu akan tercemar. Wadah = diri kita, kebaikan = amal kita.
2. Iqomah : menegakkan kebenaran -> lalu diulang-ulang. Baru lah jadi istiqomah
3. Istiqomah
Kata beliau, yg penting jalan dulu. Ttp fokus sama tujuan istiqomah, jangan sekadar ngulang2 kegiatan.
Konsepnya, istiqomah itu habituasi dan reevaluasi. Ga sekadar repetisi.
Ketiga, jenis istiqomah
1. Dalam perkataan, apapun kondisinya, dia akan mengatakan kebenaran. Ngga mencla-mencle, ga dipengaruhi kepentingan tertentu. Dalam perspektif lain, thayyib dalam perkataan.
2. Dalam perbuatan, nampak realisasinya
3. Sikap, teguh dalam mental/sikap batin
4. Niat, dijalankan selalu sesuai niat
Urutan/lapisan jiwa untuk istiqomah
1. Perkataan
2. Dalam jiwa, taat dan malu dihadapan Allah. Istiqomah muroqobatullah
3. Hati, kondisi hati yg takut dan berharap pd Allah terus menerus
4. Ruh, ruh yg sibuk mencari kesucian, mengindari hal yg kotor
5. Sirr (jiwa yg paling dalam) selalu menomor satu kan Allah dalam hal apapun
Membangun istiqomah
1. Membangun Kebiasaan
a. penguasaan diri, sering kita yg dikuasai ambisi dan nafsu. Kalo blm dikuasai, disuruh istiqomah ya ga bisa
b. Sabar. Semua ada prosesnya.
c. Berani untuk memulai. Kalo ga mau mulai, gimana mau jalan?
d. Tidak menunda, suka cari2 alasan.
e. Optimis. Kita harus optimis bisa istiqomah
2. Perencanaan
a. Tau ilmunya, belajar. Nek mau istiqomah dalam tilawah/ngaji ya harus tau ilmunya juga
b. Target yg realistis utk kapasitas kita
c. Buat jadwal
3. Tips
a. Buat alat motivational tools. Cari alat/suasana pendukung
b. Self reward, dalam jangka waktu tertentu
c. Nek khilaf, gapapa. Asal jangan diterusin.
d. Cari re-charge moment. Imbangi sama rekreasi. Ben ga overload, ttp santuy
e. Lawan musuh istiqomah yaitu Bosan -> lawan dg keyakinan bahwa kita melakukan kebaikan. How?
- Cari perspektif yg berbeda dalam objek kebaikan yg sama.
- Imbangi dg me time juga.
- Cari temen biar bisa saling support.
- Menjaga dari pengaruh yg mengeruhkan keistiqomahan
- Terakhir, doa. Inget kita ga bisa apa2 kalo Allah tidak berkehendak
Booster istiqomah : ilmu, ikhlas, wara', qanaah, mujahadah
Blocker istiqomah : manja, lalai, cuek, sok sibuk yg ga ada artinya, overthinking, dosa dan maksiat
Inget. "Sa'atan, sa'atan" Segala sesuatu ada waktunya, ga semua harus dijalanin sesuai idealitas.
Klo waktunya istiqomah ya diseriusi.
Klo emang waktunya santai/rehat, ya istirahat aja. Jangan serius2 mulu.
Back on top, hati itu mudah lelah. Maka istirahatkan, sesaat demi sesaat.
Yok bisa yok, alon-alon, bareng-bareng 😊
19 notes
·
View notes
Text
untuk dunia, cinta, dan kotornya
pertama kali dengar salah satu single di album ini, rayuan perempuan gila, wah sudah dibuat jatuh hati gue rasanya. jadi gue yakin kalau nanti lagu rayuan perempuan gila dalam album barunya nadin amizah, pasti albumnya luar biasa. jujur gue nggak tau genre untuk album ini tapi dari hasil interview nadin amizah, dia bilang kalau diminta untuk mengotakkan album ini ke suatu genre bisa dibilang sebagai pop kreatif. berikut adalah lagu-lagu di album untuk dunia, cinta, dan kotornya terfavorit menurut versi gue:
rayuan perempuan gila
bagi gue intro melodi awal lagu bisa menentukan gimana gue suka atau nggak dari satu lagu. bisa dibilang dari mata jatuh ke hati di versi gue itu lebih ke dari melodi jatuh ke lirik. lagu rayuan perempuan gila berhasil menarik perhatian gue dari awal intronya yang ENAK BANGET. untuk lagu ini jujur vibesnya bossa nova banget, masuk ke telinganya halus nggak pakai permisi. bagian favorit gue lainnya adalah versenya karena penggunaan repetisi suku kata yang dipilih untuk akhir kalimatnya rasanya sengaja dibuat serima seperti bait puisi.
"menurutmu berapa lama lagi kau kan mencintaku? menurutmu apa yang bisa terjadi dalam sewindu?"
yang mengejutkan bagi gue, di balik nadanya ternyata premis lagu ini sangat sarat makna. dari awal lagu sudah disuguhkan dengan cerita nadin mengenai kisah cintanya sebagai si karakter "perempuan gila" yang kerap mempertanyakan perasaan pacarnya saat itu. lagu ini memberi narasi dari perspektifnya si perempuan gila yang melihat dirinya negatif.
"yang terjadi sebelumnya, semua orang takut padaku."
"memang tidak mudah, mencintai diri ini."
"tak pernah ada yang lama menungguku sejak dulu."
"s'lalu tahu akan ditinggalkan,"
ah
kalau lagu ah menurut gue definisi rangkuman ketika lo dicurhatin teman yang sedang bucin di hubungan yang sehat. manis, sadar, hadir, bersinar, dan bahagia. menurut gue kata-kata itu cukup menggambarkan isi lagu ah ini. setelah si perempuan gila bertemu dengan manusia baru dia bisa belajar tentang cinta dengan bentuk baru yang lebih sehat. di sini gue jujur bisa ngerasain emosi bersyukur, belajar, dan penerimaan bentuk cinta yang baru. beda dari lagu perempuan gila yang menurut gue seperti ada di hubungan yang bisa meledak kapan pun, lagu ah ini jadi penggambaran penerimaan hubungan yang saling mengusahakan.
"akhirnya cinta, yang tak menguras mata."
"masa depan mungil atau mewah, selama denganmu kujalani penuh sumringah."
"dunia saksinya saat ku rekah, dicinta penuh sehalus seharusnya, aku bersinar saat ku rekah, dicinta penuh sebaik sebaiknya, bahagiaku kau usahakan."
bagian chorus sangat nunjukin perubahan penerimaan cintanya. dari yang awalnya serba penuh hati-hati takut berbuat salah, berubah jadi penuh penerimaan dan sebaik-baiknya.
"ah, baiknya Tuhan, tak ada doa yang terlewatkan, masih kutitipkan pinta lamaku, untuk bermuara pada sandaran yang ingin aku."
lagu ini nggak lupa ditutup dengan verse yang bercerita tentang hubungan ini jadi jawaban dari doa-doa si perempuan gila yang terus dipanjatkan. ah, selamat!
semua aku dirayakan
jujur, awalnya saat baca judul lagu ini gue pikir ini sekedar lagu ulang tahun dan berisi doa-doa untuk yang bertambah usia. ternyata gue salah besar, hei ini maknanya dalam banget dan jadi lagu yang selalu gue putar terus di spotify.
menurut yang gue pahami, isi lagu ini adalah tentang penerimaan diri kita oleh orang lain dan bagaimana kita melewati semua masalahnya. ketika kadang lo merasa di titik terendah dan penilaian tentang diri jadi terlalu subjektif. selalu ada celahnya, ada salahnya. lagu ini jujur jadi pengingat gue juga, pasti ada orang terdekat lo baik itu keluarga, sahabat, teman, atau pacar yang mau membantu. untuk minta tolong itu gapapa, bukan dosa yang lalu bikin diri kita jadi orang yang penuh kesalahan karena nunjukin kelemahan.
kadang ada hal-hal yang luput dari penilaian diri sendiri dan cuma bisa dilihat dari kacamata orang lain, hal-hal yang menurut lo sepele, nggak berarti, bukan apa-apa tapi sebenarnya adalah kelebihan dan keunikan diri lo. itu semua harus dilihat dari perspektif orang lain karena kadang kita cuma memahami diri kita dari pemahaman sendiri.
""terima kasih," katanya, semua aku dirayakan, "jangan menangis," ku dibuai, sampai tenang."
sederhana banget orang terdekat pasti akan berusaha, membantu, hadir, dan menerima apa adanya. lo datang ke dalam kehidupan mereka sebagai satu paket yang sudah diterima segalanya. ikhlas, maklum, legowo.
"tiada yang bilang, badainya kan reda, berhadapan dengan cahaya yang kerap membutakan. tiada yang bilang, jawaban kan datang, jauh dari seram yang selama ini telah kubayangkan, semua aku dirayakan."
tentu bagian favorit gue adalah chorusnya! tenang, setiap konflik dan masalah itu hadir sebagai suatu pembelajaran jadi akan sampai juga nanti pada penghujung ceritanya. bahkan mungkin saking beratnya, sakitnya, negatifnya, kacaunya, gelapnya saat sudah selesai kadang nggak sadar ternyata seperti yang kemarin-kemarin bisa juga kok semuanya dilewati dan ya gapapa.
di akhir perang
ya tuhan gue suka sekaliii sama lagu di akhir perang, ini lagu favorit gue di album ini dan yakin lagu ini akan masuk on spotify repeat tahun 2023 gue. kenapa gue bisa sesuka itu sama lagu ini? sesederhana karena fokusnya sudah bergeser dari lagu-lagu sebelumnya penerimaan cinta dari orang lain, lagu di akhir perang jadi awal proses mengolah cinta dari luar sebagai bahan bakar untuk self love dan acceptance. sampai kapan pun, sebanyak apapun cinta yang diberikan oleh orang lain nggak akan bisa mengisi kita sebelum kita bisa memahami dan mencintai diri sendiri dahulu.
"perlahan akan, kuajarkan cara, menanam menuai, baik buruk di dunia."
gimana cara menerima diri sendiri? belajar, introspeksi, refleksi menurut gue itu kuncinya. gagal, ulang lagi sampai akhirnya akan terbentuk pola baru yang sehat. kita semua hidup dengan luka, beban, dan trauma yang dibawa dari keluarga, lingkungan, dan masa kecil. tapi nggak semua pola yang kita pahami dari dulu itu akan relevan digunakan sekarang, harus ada penyesuaian mengenai paham-paham yang sudah tidak relevan lagi dengan cara kita hidup sebagai manusia.
"perang telah usai, perang telah usai, aku bisa pulang. kubaringkan panah dan berteriak, "menang!"
saat lo bisa menerima diri lo seutuhnya, sekotornya-kotornya, sejelek-jeleknya, seaneh-anehnya itu titik di mana konflik yang ada pada diri lo akan jadi selaras dan menyatu. yang tadinya hati, pikiran, dan emosinya nggak sesuai akan berkompromi di satu titik penerimaan, rasanya lega sekali. pulangnya ke diri sendiri sepenuhnya setelah selalu sibuk mencari validasi dan afirmasi dari luar itu luar biasa banget. pada akhirnya kita bisa membuat definisi pulang itu sebenarnya adalah ke diri kita sendiri setelah berada di akhir perang.
berpayung tuhan
demi tuhan, demi dunia, demi semesta ini lagu yang harus didengar semua orang senggaknya sekali dalam hidup mereka. gue benar-benar jadi belajar bersyukur dari lagu ini, rasanya kayak diingatkan bahwa semua yang ada di dunia itu karena kamu berpayung tuhan dan semuanya bakal baik-baik saja pada akhirnya.
"beralas awan, berpayung Tuhan yang baik,."
"tahu tujuan, hilang pun tetap kembali, hendak jauh dekat, tetapi selalu lebur."
"semua menjaga dari kiri-kanan, senang mereka melihat kita senang."
lo tau salah satu momen ketika semua hal tiba-tiba rasanya dipermudah jalannya, momen itu sebenarnya sudah ada di hidup kita selama kita percaya, berusaha, dan tenang. segala sesuatunya itu sudah diatur, dijaga, dituntun selama lo nggak "ngeyel" dan fokus dengan tujuan lo.
"biar di sela nafasmu, tenang terus jadi satu, biar di telapak kakimu, halus dan kuat melaju, biar di peluk ibumu, kekal wangi tanpa rindu, biar di bawah kasurmu, mimpimu siap terbangun, biar di dalam hatimu, harum selalu namaku, biar saat air surut, bahagiamu terbangun."
bridgenya berisi tujuan dari chorus yaitu doa-doa. lagu ini manis banget ya tuhan, jujur bisa diabetes kalau dengar lagu ini terus-terusan. gue nggak paham bagaimana tapi gue merasa energi gue setiap dengerin lagu ini jadi kebawa percaya diri dan positif menghadapi dunia. nyaman banget untuk didengar setiap hari untuk mensyukuri dan merasa hadir di momen saat ini.
terima kasih nadin sudah melahirkan anak-anak yang indah ini.
11 notes
·
View notes
Text
Ada salah satu kalimat Ustadz Oemar Mita yang harus kita renungi, "Manusia yang tidak punya harapan bagaikan mayat hidup"
Tanpa kita sadari banyak orang memang sudah kehilangan harapannya. Hidup hanya sekedar hidup. Melakukan repetisi tanpa arti, kehilangan makna, hingga kosong jiwanya.
Jika hidup membuatmu begitu kecewa hingga akhirnya enggan berharap, ingatlah masih ada akhirat yang balasannya berkali lipat. Jalanilah hidup, bertahanlah dengan penuh harapan bahwa di akhirat nanti Allah akan memberikan jawaban.
Jum'at pagi,
Seorang hamba yang sedang belajar berharap hanya pada-Nya.
12 notes
·
View notes
Text
—01.04: Aku tulis ini karena tujuh belas adalah hari kamu, dan kamu pantas dapatkan apa pun di hari yang kamu miliki.
Hidup kebanyakan bercandanya, ini yang aku mau tulis pertama karena pada saat aku utak-atik tumblr sekaligus edit cover, aku putar playlist kolaborasi, yang muncul secara acak setelah Ramai Sepi Bersama adalah DJ Terpikat Dirimu. Aku mau tuangi segala keemoanku buat kamu jadi ketahan, sedikit, entah aku harus ketawa kencang atau pura-pura sedih biar apa yang aku ketik sampai ke kamu tanpa cela satu jengkal terbukanya. Menit enam, Evaluasi yang keputar dan aku rasa aku enggak perlu resah Terpikat Dirimu bakal muncul lagi karena aku udah dengar sampai habis.
Ulang, aku repetisi, selamat ulang tahun buat Agi. Semoga apa yang kamu mau bisa tercapai dalam waktu dekat, maupun dalam waktu yang masih lama kamu tempuh. Semoga apa yang kamu harap bisa terpenuhi, dalam tempo waktu singkat maupun bukan. Semoga dunia semakin baik perlakukan kamu semakin kamu jalani hidup kamu. Semoga dunia jadi lebih lembut untuk kamu yang aku rasa, kamu nggak miliki salah apa-apa selain lakukan apa yang manusia lakukan, nggak ada yang sempurna dan berbuat salah itu hal yang kita nggak bisa terka; kapan kita akan sakiti hati orang lain karena waktunya abu-abu (meski ada preventif dari suatu konflik, kadang kita nggak sadar berbuat salah dan untuk itu, cukup kamu minta maaf, rubah diri, kemudian sudah jangan terus-menerus gali rasa bersalahnya. Nanti kamu habis dimakan perasaan negatif.) Semoga kamu semakin dewasa. Semoga segala perihal dalam hidup kamu dipermudah sedikit demi sedikit. Semoga kamu bisa dapat ketenangan tanpa berpikir apa yang telah kamu kerjakan di masa yang sudah kamu lewatkan. Semoga kamu sayang dirimu sendiri seperti manusia lain kasih kamu afeksi. Dan yang paling aku taruh harap besar, semoga kamu bisa bahagia tanpa berpikir senang itu hanya omong kosong yang dunia tawarkan pada manusianya.
Sesuai kataku, nasi bungkus bisa kita makan berdua. Kalau rasanya di mulutmu pahit, di mulutku juga pahit. Kalau rasanya di mulutmu manis, maka di aku juga harus manis. Kalau rasanya hambar, aku juga harus hambar. Dalam kata lain, perihal apa pun emosimu, biarkan manusia lain (dalam contoh kecilnya aku yang berbagi nasi bungkus itu) cicip juga. Sedih, senang, biasa saja, marah, takut, cemas, segala halnya boleh dibagi tanpa kamu harus pikir lebih jauh, "apa aku bakal nyusahin orang lain dengan keluhanku?" Karena aku, orang lain, enggak berpikir demikian.
Kamu baca berulang kali apa yang aku tulis di gambar paling awal tumblr ini, kadang kala kamu nggak tahu seberapa berharga kamu sampai manusia lain hampiri kamu dan bicara sungguh-sungguh kalau kamu berharga lebih dari batang emas dua puluh empat karat sekalipun. Dibanding uang satu triliun lebih, dibanding berlian yang kilatnya menggugah para pencari harta karun, kamu jauh lebih berharga karena nilai kamu adalah manusia. Pun, kalau kamu jadi barang bahkan cuma sekadar boneka kecil bentuk beruang, kamu pasti dianggap berharga oleh pemilik toko atau anak kecil yang beli kamu. Dan pada dasarnya yang aku percayai, tiap hal dalam dunia punya harga dalam hidup masing-masing manusia, sama halnya kamu, mungkin kamu berharga besar dalam hidup pacarmu dan kamu berharga begitu besar dalam hidup orang lain. Ditanya lagi, lingkupnya mungkin aku. Lagu Hindia jadi bukti dan aku benar maknai lagunya kalau selama kamu ada, aku tak apa.
Di akhir kata, tujuh belas ini kamu yang punya. Anggap kamu lagi jadi raja, jadi penguasa dunia untuk satu hari ini, lakuin apa saja yang kamu suka. Asal jangan kurang ajar sama manusia, misalnya suruh mereka jadi babu kamu satu hari penuh. Itu namanya akal sehatmu melebur tanpa sisa. Ya... ya mungkin itu aja karena aku bingung dan keburu ngantuk ngetiknya.
Selamat tambah usia sekali lagi, Nagi. Tujuh belas ini kamu yang punya. []
10 notes
·
View notes
Text
Aku ingin mencintaimu seperti urat nadi, bukan tentang repetisi menuju bulan dan kembali.
Aku ingin mencintaimu seperti kaki yang menopang tubuh, bukan tentang membawakanmu bunga-bunga yang kupetik pada saat musim semi.
Aku tidak ingin jatuh cinta.
Tapi, Sayangku, mari bangun cinta :
Aku tidak ingin bersedih mengenang bagaimana indanya awal perjumpaan kita, tapi marilah kita fokus berjuang membuat sejarah yang lebih baik dari sebelumnya. Aku tidak ingin kau menemaniku tidur. Aku ingin kau menemaniku bangun. Aku tidak ingin kau mencintaiku dengan sumpah. Aku ingin kau mencintaiku dengan loyalitas yang terarah. Jangan cintai aku melalui tatapan. Cintai aku melalui tujuan. Jangan cintai aku untuk menawariku bersenang-senang. Cintai aku untuk membersamaiku menyiapkan perbekalan pulang. Aku tidak ingin kau mencintaiku sampai mati. Aku ingin kau mencintaiku sampai hidup. Jangan kau cintai aku dengan gagasan waktu. Cintai aku dengan gagasan peluang.
Jangan cinta aku selamanya.
Cintai aku sekarang!
11 notes
·
View notes
Text
emosi ini bernama sambat
kerja tuh capek. untuk bisa mandiri secara finansial tuh capek. untuk bisa penuhi kebutuhan keluarga tuh capek. untuk bisa kontrol emosi walau keadaan memicu amarah tuh capek. punya partner kerja yang mesti dibimbing berkali-kali pada hal yang sifatnya repetisi tuh capek.
tapi aku ga bisa membayangkan hidupku tanpa kerja. meski cita-cita utama jadi ibu rumah tangga, mungkin maksudku adalah ibu rumah tangga yang kerja paruh waktu.
seorang partner kerja pernah bilang,
"perempuan tetap perlu kerja, bukan karena cari uang. tapi karena otak kita perlu untuk terus dipacu, diasah pola pikirnya. akan beda banget logical thinking-nya perempuan yang kerja dan ga kerja,".
terus aku takut. walau ga bisa dibilang pintar, aku takut jadi bodoh. takut cara pikirku ga berkembang. orang bilang masa kini pengetahuan ga terbatas pada dinding kamar, tapi buatku berinteraksi dengan dunia luar secara fisik ga bisa tergantikan dengan virtual meeting.
jadi gimana? ya ga gimana-gimana wk. aku tetap akan kerja meski akan sambat terus juga. terlalu banyak anomali belakangan ini.
semangat ya! aku, kamu, kita.
4 notes
·
View notes
Text
Setiap orang punya masalah, bahkan yang tak ada masalah menjadi masalah.
Kau mungkin tak sepakat untuk kalimat akhirnya, tapi begitulah kadang, saat hidup berjalan tanpa fluktuasi, gelombang dan perubahan yang datang dalam hidup, itu menjadi masalah baru. Entah seperti menjadi orang yang kebosanan, atau sebenarnya kita tak mengenali lagi tanda dari sebuah masalah.
Aku sering gagal mengidentifikasi keduanya, apakah aku sedang tidak punya masalah atau sedang tak mengenali masalah. Tapi rasa kosong dan bosan itu nyata menyapa setiap kali hidup hanya menjadi repetisi yang tak memiliki arti.
Saat ini aku mengenali diriku sebagai suatu adukan emosi yang kutawar dengan bungkam, berharap semua hal berlalu meski aku lebih banyak diam. Tapi pertanyaannya, sampai sejauh mana aku bertahan untuk diam, saat diam juga membuat aku hanya ribut sendiri dalam kepala sendiri.
67 notes
·
View notes
Text
Jangan pernah menunggu jemuran kering di waktu hujan. Jangan pernah menunggu seseorang yang tak ingin kembali. Ketahuilah hujan pasti reda, kemudian langit menjamu pelangi tuk berjumpa. - Repetisi Hati
7 notes
·
View notes
Text
Repetisi
Perlahan yang terlalu cepat. Bertahan namun asa mengajakku pergi. Tersenyum pada hal yang merenggut tenang. Antara bodoh atau memang cinta berkuasa. Hidup ini ironi. Hari hari jemu membuat mati rasa. Rumus sama berputar tiada henti. Tertawa sebagai pura-pura. Kalau saja boleh jujur, tak ada canda yang sebenarnya lucu. Afirmasi saja. Sejenak akar ini merenung. Muncul tanya sana sini. Di mana letak tawa? Atau yang mana wajah yang nyata? Atau adakah telinga sungguhan saat ini? Lebih sering air mata adalah suka cita, cermin satu satunya yang benar keberadaannya, dan dinding kamar ruang curahan pilu. Jemu memang. Sudah sampai pada titik linglung harus berbuat apa. Setelah sadar tak ada harap yang dipunya. Namun, setelah lama menjelang akar ini merenung, ada juga tawa yang dapat disimpan. Dan tak sadar, begitu banyak pasang mata bernyawa, memberi rasa pada akar yang hampir mati ini. Lantas, kembali harus menerima takdir, bahwa waktu semakin cepat berselang. Jemu yang bertahta, dirindukan serindu rindunya. Wajah yang selalu ditampik akal, mendadak meringkuk manja menyesaki jiwa. Sepi dirasa kembali. Merasuk ke dalam sukma. Menyetubuhi rasa. Beranak pinak air mata saban harinya. Tanya sudah berlainan rupa. Tentang jemu lama tak dirasa. Apa kabar ruam yang pernah lama membekas? Masihkah ia berwujud? Atau sudah menjelma menjadi diri yang kian paham akan dunia?
2 notes
·
View notes
Text
When Your Safest Place Isn’t Safe Anymore
Orang bilang, quarter life crisis di umur 25an itu hanya untuk yang umurnya 100 tahun, atau setidaknya berniat sampai di umur itu.
Aku tidak menolak opini itu, cenderung setuju. Karena pada nyatanya, memang itu yang sering aku pikirkan belakangan ini. Entah karena teman-teman sebayaku sudah berlomba membuat kejutan besar untuk kehidupannya masing-masing, atau aku yang kelewat santai hingga tidak berpikir bahwa di usiaku sekarang aku harus tercepot-cepot mengikuti hustle culture atau apalah itu namanya. Diantara mereka ada yang sudah bagus karirnya, ada yang sudah menikah dan punya anak. Beragam jenis teman sudah kutemui entah itu lewat postingan media sosial ataupun yang bertemu tatap muka langsung denganku.
Pada awalnya, aku tidak terbebani Entahlah. Hahahaha. Rupanya tulisan kali ini lebih banyak kata “entah“. Memang aku merasa kehidupanku diambang keraguan antara kulanjutkan atau kuakhiri. Oh, mungkin tidak seseram “mengakhiri“ yang banyak dipikirkan orang lain. Hanya saja, aku seperti ingin berhenti melanjutkan mimpi yang bahkan entah pernah aku punya atau tidak.
Lagi-lagi, quotes yang ada di awal tulisan ini menjadi pengiring. Sepertinya, aku tidak terlalu berpikir tentang quarter life crisis karena aku tidak berminat punya hidup lebih lama hingga 100 tahun. Rasanya seperti apa yang dikeluhkan orang-orang di luar sana tidak ada relasinya dengan kehidupanku saat ini. Aku tidak terlalu peduli, yang penting aku hidup dan beribadah. Selama aku tinggal menumpang pada kedua orangtuaku, apapun yang mereka minta aku akan penuhi sebisaku, sebagai bentuk ibadahku juga. Hanya itu yang aku lakukan setiap hari.
Namun, ternyata repetisi itulah yang akhirnya membuatku mempertanyakan eksistensiku di dunia ini. Pemantiknya adalah pada suatu kesempatan, ada sebuah pertanyaan muncul di kolom tanya jawab instagramku, tentang pendapatku mengenai krisis eksistensi. Aku yang selama ini santai-santai saja menjalani hidup mulai kelabakan, serasa ditampar realita. Kalau hidupku begini-begini saja, apa esensinya?
Kukira, zona paling nyaman untuk menjalani hidup sekarang menjadi tembok penghalang yang membuatku merasa terkurung. Aku semakin panas mengingat betapa tidak bergunanya aku menjadi manusia dewasa yang seharusnya lepas dari tanggung jawab materi dari orang tu. Tempat aman untukku bersembunyi memintaku keluar berkali-kali. Sementara aku sendiri ragu apa yang bisa aku lakukan. Kian hari aku semakin merasa kecil dan tidak bisa apa-apa dengan ilmu yang pernah aku peroleh.
Pada akhirnya, aku memutuskan untuk me-restart kehidupanku. Mulai dari mempelajari pola dari setiap fase yang aku alami. Sekarang, dengan pengalaman hidup yang lebih banyak, aku mengulang semua dimulai dari menjadi diriku di masa SMP. Aku kembali mencari hal yang kusuka (belakangan aku mulai tertarik pada boyband Korea, NCT), aku mulai menulis cerita bersambung seperti yang pernah kulakukan sewaktu SMP, aku mulai olahraga lagi. Banyak hal yang ingin aku coba dan mungkin ini waktu yang tepat untuk memulai kembali.
Mungkin sebaiknya aku sedikit bergeser dari zona nyaman, meskipun tidak nyaman. Semoga ini konsisten dan bisa menjadi hal baik yang membawaku kepada kebaikan.
2 notes
·
View notes
Text
Kebosanan Sebagai Leitmotif
Sebuah kesalahan terbesar manusia adalah memiliki ekspektasi. Kemelekatan terhadap ekspektasi itulah yang menghambat kita memasuki sunyata—setidaknya, itu yang kupahami tentang Buddha. Sunyata adalah keterlepasan, sebuah ruang kosong yang penuh potensi. Dan untuk mencapainya, satu-satunya cara adalah menghilangkan semua harapan, terutama yang kita letakkan jauh di depan, menggantung terlalu tinggi.
Seperti yang pernah dikatakan Albert Camus dalam The Myth of Sisyphus, cara terbaik untuk menghadapi hidup adalah hidup seperti Sisifus. Hidup itu absurd, karena manusia selalu mencoba memaknai sesuatu yang pada dasarnya tidak memiliki makna. Namun, absurditas itu tidak seharusnya menjadi alasan untuk menyerah. Justru sebaliknya, pemberontakan terhadap keharusan untuk selalu mencari makna adalah bentuk penerimaan paling radikal. Hidup begitu kacau dan acak. Menganggapnya bermakna dan teratur adalah kesia-siaan belaka.
Ironisnya, mengakui bahwa hidup tak bermakna adalah bentuk pemaknaan yang paling hakiki. Namun, godaan untuk menyerah selalu hadir. Ketika makna gagal ditemukan, banyak yang terjebak pada fatalisme, bahkan idealisasi bunuh diri—pilihan yang ditolak Camus. Alih-alih menyerah, ia mengajarkan kita untuk hidup seperti Sisifus: terus mendorong batu ke atas bukit, meski tahu batu itu akan selalu jatuh lagi. Sisifus tidak putus asa, dan dalam pemberontakannya itulah ia menemukan kebahagiaan.
Misalnya, dalam berlari—aktivitas yang cukup aku pahami. Betapa indahnya jika berlari tidak lagi dianggap sebagai rutinitas kardio untuk kebugaran fisik. Berlari hanya untuk berlari. Bahkan seseorang yang tahu hidupnya tinggal seminggu lagi bisa tetap berlari dengan kebahagiaan. Seperti Sisifus mendorong batu, berlari adalah pemberontakan kecil terhadap absurditas. Dan di dalam absurditas itu, kebahagiaan ditemukan.
Belakangan, begitulah aku coba "merayakan" hidup. Hidup yang, bagi banyak orang, mungkin terlihat membosankan. Tapi ini bukan zona nyaman. Ini zona berbahaya yang melenakan, yang tidak semua orang sanggup memasukinya.
Repetisi adalah kuncinya. Tepat pukul empat pagi, berak. Salat subuh pukul setengah lima, lalu mengerjakan pekerjaan atau membaca hingga setengah enam. Berlari, pulang, sarapan, bekerja hingga sore, pulang lagi, dan tidur sedini mungkin. Semuanya dilakukan sekeras mungkin, dengan mekanistik yang nyaris militeristik. Bahkan, "kejutan" dalam hidup—seperti ajakan staycation dari istri —perlu diolah dalam rapatnya repetisi ini.
Repetisi dan hidup yang membosankan bukan sekadar disiplin. Ia adalah meditasi. Meditasi harus begitu membosankan dan repetitifnya. Seperti berlari, yang baru mencapai titik meditatif ketika kepala kosong, tanpa fokus pada apa pun. Sulit? Tentu. Tapi bukan berarti tidak mungkin. Dalam kebosanan dan repetisi, justru ada kedalaman. Di sana, hidup yang tak bermakna menemukan ruangnya sendiri.
Semuanya dimulai dari sini: berhenti melekatkan diri pada keinginan bombastis tentang sesuatu yang monumental di masa depan. Semuanya dimulai dengan hidup untuk hari ini saja. Bahkan, untuk menit ini saja. Masa depan hanya boleh diprediksi sesingkat-singkatnya—lima menit ke depan, mungkin. Dan sekalipun, besar kemungkinan prediksi itu salah.
Cikini, 28 Desember 2024.
0 notes
Text
Antara Tanya dan Ingin
Masih tentangmu, dan denganmu. Pagi selalu terbit dari matamu, ketenangan selalu berumah diwajahmu, dan hidup yang paling surga adalah saat bersamamu.
Ingin mencintai Rinjani seperti urat nadi, bukan tentang repetisi menuju saturnus dan kembali. Ingin mencintai Rinjani seperti kaki yang menopang tubuh, bukan tentang mawar-mawar yang berhamburan pada toko bunga lalu dibawakannya untuk kekasih.
"Rinjani, sudahkah kamu bahagia dengan manusia yang mengunjungi tempatmu itu?"
Semoga, ya.
0 notes