#pucat
Explore tagged Tumblr posts
Text
Kisah ini sebenarnya berlaku beberapa tahun lalu, ketika tu aku bekerja di sebuah syarikat penerbitan di Damansara, Kuala Lumpur. Syarikat ni taklah besar mana sangat, tapi edarannya meluas, ke seluruh Malaysia. Stafnya pun adalah sekitar 20 orang, kebanyakannya perempuan.
Perangai masing-masing pelbagai. Ada yang okey, ada jugak yang loglaq tak tentu hala, termasuklah seorang daripadanya, Ana. Ana ni tinggi lampai orangnya, berkulit hitam manis dan suka huha-huha. Dia berkelulusan universiti, junior aku ketika di universiti di utara. Biasalah, budak pompuan lulusan universiti nak kawan pun dengan senior universiti jugak. Jadinya dalam hal ini aku bernasib baiklah.
Sehari dua bercampur, agak malu-malu. Tapi lama kelamaan, perangai lucah dia pun timbul. Kita jantan, apa lagi, layanlah apa yang patut. selalu kalau bercakap, tak berlucah tak sah. Pernah beberapa kali telefon di meja aku berdering dan bila aku mengangkatnya, kedengaran suara Ana, yang biliknya hanya disebelah bilik aku.
“Bang, jom kita main dalam bilik air” ajaknya sambil ketawa gatal.
Aku tahu ajakan itu main-main dan aku gelak aje. Tapi kemudiannya dia melintas di depan bilikku menuju bilik air. Sambil melirik manja, Ana kenyit mata dan dia seperti mengajak aku mengikutnya. Aku selalunya buat tak faham aje.
Suatu hari, masa kami breakfast bersama, Ana berkata bahawa hari itu adalah harijadinya yang ke-23. Alamak, terkejut beruk aku. Aku buat marah-marah.
“Kenapa tak beritahu awal-awal, boleh abang bagi hadiah…” kata aku.
“Ana nak hadiah jugak hari ni”, kata Ana buat-buat merajuk.
Aku buntu. Mana nak cari hadiah dalam keadaan begitu.
“Ana nak hadiah special. Ana bagitahu abang nanti. Abang mesti bagi, tak boleh mengelak…Kalau tidak, Ana tak nak kawan abang lagi”
Aku mengangguk, dan kami sama-sama ketawa. Ketika kami berada di pejabat, telefon di mejaku berbunyi. Suara Ana mengilai ketawa.
“Abang, Ana nak hadiah!”
“Apa dia?”
“Ana nak main dengan abang, sekarang!”
Aku terkedu, tak dapat berkata apa-apa. Kepala butuhku terencat kaget.
“Kita main dalam bilik air. Ana gian ni…” Dan kemudian Ana meletakkan telefon.
Tak pasal-pasal aku pucat, tapi kepala butuh mula berdenyut. Dan tak sampai dua minit, bunyi tapak kasut Ana lalu di depan bilikku ke bilik air. Dia tersenyum manja dan mengenyit mata. Aku biarkan dia menghilang seketika sebelum aku ikut belakang.
Sah, Ana masuk bilik air dan setibanya aku di situ, aku hanya mengetuk perlahan pintu bilik air. Ana membukanya dan dengan perasaan berdebar, aku melangkah masuk ke dalam bilik air perempuan.
Ana membuat isyarat supaya aku jangan bersuara. Aku mengangguk. Ana cekup kepala butuhku yang masih di dalam seluar dan menggosoknya agak rakus. Aku tahu Ana sudah tak sabar. Kemudian Ana buka tali pinggang dan zip seluar. Kepala butuhku terpacak dan Ana tanpa sabar langsung terus bercangkung lalu mengulumnya. Aku kelam-kabut, maklum saja dalam bilik air perempuan dan sambil berdiri pulak tu.
Masa tu sebarang bau yang tak enak sudah tak timbul. Semuanya wangi aje.
Sekejap saja kepala butuhku sudah bersedia untuk adegan seterusnya. Kepalanya bersinar. Tanpa bercakap sepatahpun, Ana bingkas bangun dan menyelak kain baju kurung yang dipakainya. Panties warna kelabunya aku lihat sudah basah di tengah. Ana segera tanggalkan pantiesnya dan terserlahlah pantatnya yang licin tanpa sehelai pun bulu. Perlahan-lahan tangan aku menuju ke siti dan memang sah, pantat Ana banjir dan sungguh licin.
Ana angkat sebelah kakinya ke atas mangkuk duduk sambil berdiri. Aku segera mencangkung dan kuhulurkan saja lidahku ke pantatnya. Air pantat Ana memenuhi hidung, tapi aku terus jilat juga. Ana mengerang perlahan, meramas rambut aku agak kasar. Aku tahu Ana benar-benar ghairah. Tak lama aku jilat pantat Ana sebab bimbang ada orang datang ketuk pintu bilik air.
Kemudian Ana menungging dan aku menghunus kepala butuhku tepat ke lubang pantatnya melalui belakang. Tak susah sebab air pantat Ana memang banyak keluar. Dan Ana menggeliat keghairahan. Semakin lama, semakin laju aku menghenjut. Tanganku pula meramas tetek Ana yang masih dibaluti baju kurungnya. Ana semakin ghairah dan tidak pun sampai dua minit, Ana menggeliat seperti cacing kepanasan. Jarinya tergenggam rapat dan suaranya agak kuat. Sah, Ana klimaks.
Melihat keadaan begitu, kepala butuh aku pun jadi bengong. Hilang akal dia seketika. Serentak itu jugak terasa seperti sesuatu mengalir deras melalui celah kangkang aku dan tiba-tiba dia meletup, meluncur ke dalam pantat Ana. Ana tersentak menerima kehadiran air mani yang agak banyak dan kami lembik seketika.
Selepas mengemaskan rambut dan pakaian yang agak kusut masai, kami keluar dari bilik air bersahaja. Dan dua tiga minit kemudian, berdering lagi telefon di atas meja.
“Terima kasih daun keladi bang. Ana nak lagi…”
Tengah hari tu, ketika kami makan bersama, aku tengok muka Ana meriah semacam. Ketawanya tak henti-henti. Maklumlah dapat hadiah harijadi.
463 notes
·
View notes
Text
Setelah Mati, Aku Akan Mendaftar Ulang ke Kehidupan
Di sebuah gedung berwarna abu-abu pucat, di antara antrean orang-orang yang menunggu dengan wajah kosong, aku berdiri di depan loket kaca. Entah namaku masih berlaku atau tidak. Kuisi formulirnya dengan tangan yang gemetar, pena pun terasa lebih berat dari yang seharusnya.
"Tujuan kedatangan?" tanya petugas berseragam biru tua. Wajahnya datar, seolah sudah terlalu sering melihat orang-orang seperti ini.
"Saya ingin kembali hidup," jawabku lirih.
Petugas mengangguk, mengetik sesuatu di komputer yang bunyinya seperti gerigi tua yang aus. Pendaftaran Ulang ke Kehidupan, begitulah tertulis di papan besi di atas kepala mereka. Layanan ini disediakan untuk mereka yang jiwanya sudah lelah, yang pernah percaya terlalu kuat, lalu jatuh terlalu dalam.
"Formulir ini harus diisi dengan jujur. Kami perlu tahu apakah Anda masih punya keinginan untuk merasa," ujar petugas, menyodorkan selembar kertas panjang.
Kubaca kolom-kolomnya:
• Apakah Anda masih ingin merasakan kebahagiaan? (Ya/Tidak/Bisa Tapi Takut)
• Apakah Anda siap menghadapi kekecewaan lagi? (Ya/Tidak/Bisakah Dihindari?)
• Apakah Anda ingin memiliki harapan kembali? (Ya/Tidak/Hanya Kalau Dijamin Tidak Sakit)
Aku terdiam. Pena di tanganku tak bergerak. Dulu, aku bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini dengan penuh semangat. Dulu, aku percaya bahwa hidup selalu bisa diperbaiki. Tapi sekarang? Sekarang aku hanya ingin tahu: jika aku menandatangani formulir ini, apakah itu berarti aku harus kembali mengulang semuanya?
"Kalau saya tidak mengisi ini?" tanyaku pelan.
Petugas menatapku sebentar, lalu menarik napas panjang. "Maka Anda boleh kembali dan menjalani mati Anda sebagaimana sebelumnya."
Aku menunduk. Jawaban petugas dan kertas di hadapanku lebih terasa seperti vonis, bukan pilihan. Aku bisa saja berjalan keluar dari sini, menjalani mati yang kualami seperti tahun-tahun sebelumnya. Dengan kosong, tanpa harapan, tanpa luka baru. Tapi apa gunanya?
Perlahan, kucoret satu jawaban. Lalu satu lagi. Sampai akhirnya formulir itu penuh dengan tulisan tanganku sendiri—tanda bahwa meski takut, aku masih memilih untuk mencoba.
Petugas mengambil formulir itu, membaca sekilas, lalu mengembalikan formulir itu padaku setelah menekan stempel di sudut bawahnya. Formulir asli. Bukan salinan. Ia bahkan tidak membuat salinan.
"Selamat, pendaftaran Anda diterima. Anda boleh hidup kembali."
Suaranya terdengar biasa saja. Seolah ini bukan sesuatu yang besar. Seolah ini bukan keputusan yang akan mengubah segalanya.
Kugenggam kertas itu erat-erat, lalu melangkah keluar dari gedung, kembali ke dunia yang dulu pernah mengecewakanku. Langit di atas sana masih kelabu, angin masih dingin. Tapi entah bagaimana, langkahku terasa sedikit lebih nyata.
Rencana selanjutnya? Sementara aku akan mengalir dengan apa yang datang. Mungkin itu yang terbaik—menghadapi setiap momen, tanpa beban terlalu jauh ke depan.
45 notes
·
View notes
Text
Pada akhirnya sebentuk jatuh cinta itu akan kembali ke awal, sepi
Dan pada akhirnya perayaan mati rasa itu akan memeluk ketiadaan, mati
Memori memori tentang rasa itu semakin hari semakin berani menghantui, mengintai dalam sepi dan menggerogoti gelapnya jiwa dikala hawa malam hari tiba
Aroma tubuhmu seolah membuntuti indra penciumanku. Aku seakan melihat kembaranmu dimana-mana. Aah, aku mungkin halusinasi dengan gejala rindu
Rasa ini masih membekas, perlahan mulai menampakan wujudnya walau tak bisa digapai
Aku kian hari kian merindu, merindu dirimu yang entah dimana rimbanya. Mengintai dibalik sosial media tapi tak juga aku dapatkan dirimu. Sial!
Malam ini aku rindu, aku bercermin seraya menyaksikan ketiadaan dalam uraian air mata. Lebam, pucat, sesak
Setan menepik ditengah malam buta, bertanda apa ini? Rindu yg tak bertuan? Atau, penantian yang sia-sia?
Apapun itu, aku pastikan kau akan mati sia-sia dalam pelukan penyesalan
18 notes
·
View notes
Text
KENIKMATAN TUBUH MAMA TEMANKU
Perkenalkan namaku Andre, Aku bekerja disalah satu perusahaan swasta dan aku juga sebagai seorang Instruktur senam. Aku memiliki tubuh yang di bilang sixpack karena aktivitasku sebagai seorang instruktur senam dan banyak wanita yang tertarik dengan bentuk tubuhku.
Aku mempunyai seorang teman dekat yang bernama Bambang. Dia merupakan teman dekat kantorku. Aku sering main ke rumah Bambang. Keluarganya sangat baik dan ramah kepadaku tetutama Ibunya. Aku sangat betah jika aku berada di rumahnya. Ibu nya Bambang sering perhatian sekali kepadaku saat aku bermain dirumah dan juga aku sering banyak diajak ngobrol-ngobrol perihal anaknya sampai masalah keluarga.
Mereka hanya tinggal berdua saja semenjak ayahnya Bambang meninggal karena kecelakaan. Bambang anak yang paling disayang oleh Ibu Mawar karena anak satu-satunya yang paling dimanja dan disayang.
Suatu hari aku Pernah ditawari Bambang untuk tidur di rumah nya, waktu itu kebetulan ada acara Bola distasiun Tv swasta dan yang bermain adalah klub sepakbola kesukaanku dan kesukaan Bambang juga. Kebetulan juga hari itu malam minggu jadi kita besok libur alias tidak kerja. Akhirnya akupun setuju untuk bermalam dirumah Bambang.
Malam minggu saat kami sama-sama pulang kerja kami putuskan untuk langsung Pergi ke Mall untuk makan malam dan sekalian cuci mata tapi karena ibu nya sudah berulang kali Telfon dan sms ke Bambang kalau sudah malam tidak pulang-pulang akhirnya aku dan Bambang segera pulang. Sesampai nya di rumah Bambang kami pun langsung di sambut oleh ibu Mawar.
Bu Mawar : “kemana saja kamu Bang, jam segini baru pulang , mamah di rumah sendirian sayang , tak ada laki laki di rumah ini , jadi maaf saja kalau mamah Was Was”
Bambang: “Maaf mah , aku habis nongkrong sama Andre dimall sekalian cari makan sambil main”
Bu Mawar : “oh”
Aku : “maaf tante , tadi aku yang ajak Bambang ke Mall.
Bu Mawar : “ngak papa Andre”
Aku pun hanya mengangguk dengan sedikit senyuman.
Saat itu Bu Mawar hanya menggunakan baju tidur daster satin berwarna merah muda dengan bawahanya kira kira sepaha. Kedua mataku sengaja mencuri curi perhatian ke arah belahan dadanya yang hanya ditutupi oleh kain satin dasternya. Bu mawar yg pada saat itu kuperhatikan tidak memakai Bra karena tampak jelas kedua puting susunya menjeplak dikain satin dasternya membuat aku benar-banar terangsang.
”Wah kenapa dengan ku , kok rasanya ada yg beda dengan bu mawar” gumamku dalam hati.
Akhir nya kami masuk rumah , sembari kami menunggu acara bola , Bambang pun memutuskan untuk tidur dulu & minta di bangunkan oleh aku. Tiba Tiba saja aku mendadak ingin Kencing , lalu kuputuskan untuk pergi ke kamar Mandi, saat tiba di depan kamar mandi, pintu kamar mandi keadaan terkunci. Akhir nya aku pun mengetuk pintu kamar mandi itu dan Sedikit bertanya apakah ada Orang , dan ternyata Bu Mawar sedang buang air kecil. Aku pun terpaksa menunggu , namun aku sudah sangat tidak tahan , kemudian aku pun bertanya kepada Bu Mawar.
Aku : “Tante bisa cepetan dikit ga , Andre udh g tahan nih”.
Bu Mawar : “oh iya Andre tunggu bentar”, dan akhirnya bu Mawar keluar dari kamar mandi.
Aku pun lega.Setelah kencing , niatku hanya langsung menuju Kamar Bambang, namun tanpa Kusangka ternyata Bu Mawar belum beranjak dari depan pintu kamar mandi.
Aku: “lho, Tante kok masih disini saya kira sudah masuk”
Bu Mawar : “nunggu kamu Andre, aku takut”
Aku : “loh bukan nya tadi ibu berani sendirian ke kamar mandi (aku jadi penasaran).
Bu Mawar : “gpp kok, ibu cuma ingin masuk bersama mu saja Andre”, dengan sedikit senyuman.
Ohhh tidak , Penisku menjadi tegang gara gara melihat Buah Dada bu Mawar yg tidak memakai Bra. Aku pun menjadi pucat karena Malu kalau ketahuan Penisku ini sudah tegang berat.
Bu Mawar : “ayo masuk”
Aku : “i..iii ya , dengan perlahan lahan aku berjalan”
Bu Mawar : “kamu kenapa Andre (tanya bu Mawar)”
Aku : “ehh Anu bu , Gpp kok”
Bu Mawar pun cuek saja.
Sesampai nya di depan kamar bu Mawar. (kamar Bambang berada di depan , sedangkan kamar Orang tuanya berada di belakang).
Bu Mawar : “kamu mau ga temenin ibu tidur?”, Aku pun sangat terkejut.
Aku : “hah , apaan Tan...aoa ga salah denger aku nya (pura pura bego)”.
Bu Mawar : “Kamu mau ga temenin Ibu Tidur , ibu takut sendirian sayang (dengan sedikit senyuman)”
Aku : “ehhmm tapi Bu .. Bambang gimana ..?”
Bu Mawar : “sudah ayo masuk saja tidak apa apa (sambil menarik kaos ku).
Aku sedikit gemetaran , apakah maksud bu mawar ini , dan aku pun pasrah karena tidak mungkin aku menolak nya. Malam itu terasa sangat Panas , akhir nya aku meminta izin untuk menyalakan AC kamarnya.
Aku : “Tan ACnya tak hidupkan ya soalnya gerah banget”
Bu Mawar : “ya sudah nyalakan saja”
Aku :”hehehe iya tante (sedikit senyuman)”.
Waktu sudah menunjukan pukul 1 malam , dan sampai saat itu pun aku belum bisa tidur dan aku juga memikirkan Bambang yang ingin dibangunkan nanti jika acara bola nya sdh mulai. Kamar bu Mawar ini lumayan Besar , Rapih dan Bagus.
Bu Mawar : “belum tidur kamu Andre”
Aku : “belum Tan habis ngak biasa tidur kalau pakai celana jean dan kaos”
Bu Mawar : “klo memang itu penyebabnya, di buka aja kaos dan celananya”
Aku : “emang gpp Tan kalo baju dan celana Andre di buka? ,(dengan lugu nya gan)”.
Bu Mawar :”gpp Andre, buka aja , buat senyaman mungkin kamu disini”, Memang sebelum nya aku blm pernah tidur di rumah Bu Mawar ini.
Tiba tiba timbul pikiran kotor ku.
Aku : “Tan...kalau tidur suka baju satin seperti itu apa ga gerah dengan pakaian seperti itu?” tanyaku.
Bu Mawar : “Ngak Andre dengan pakaian seperti ini kalau mau tidur selain enak dibadan licin dan longgar kamu suka kan kalau aku pakai seperti ini”.
Aku : “Suka Tan, dengan pakai seperti itu Tante terlihat seksi lho”.
Bu Mawar : “Ah kamu bisa aja Andre”, Bu Mawar pun hanya tersenyum Malu mendengar perkatan ku.
Kemudian Bu Mawar menariku untuk tidur satu ranjang dan akupun mengikuti apa yang diinginkan dan kami pun langsung menuju kasur empuk dan kami hanya di balut selimut (untuk 2 orang saja. Jantung ku merasa berdebar debar , darahku serasa naik , Hangat sekali rasanya. Karna sudah memuncak, Penis ku menjadi Keras dan ingin rasanya ku muncratkan sperma ku ini di kain satin baju tidurnya Bu Mawar.
Karena aku sudah tidak tahan menahan nafsuku, ku coba untuk mengocok Penisku, secara perlahan lahan takut bu Mawar terbangun dari tidurnya. Sambil ku kocok, ku lirik payudara bu Mawar yg lumayan Besar yang memiliki dua puting yang sangat besar dan panjang menempel keluar mengajung dari luar kain satin baju tidurnya itu. Lagi enak-enak ngocok tiba-tiba tanpa kusadari ternyata bu Mawar belum tidur.
Bu Mawar : “lagi ngapain kamu Andre” sambil tersenyum melihatku.
Aku : “ehmm ,,aa ann,,anuu Ta..ta..tan”, aku jadi tegang dan tak bisa bicara.
Bu Mawar :”Aku tau kok yg Kamu Lakuin, Kamu Terangsang yah gara-gara aku memakai pakaian seperti ini”.
Aku : “engg..ehh iyya Tan”.
Bu Mawar :”Aku sengaja pancing kamu untuk menemani aku tidur, terus terang Andre aku sudak lama tidak disentuh sama laki-laki seperti kamu semenjak ayahnya Bambang tidak ada”.
Aku :”ooo.h..oohh”
Bu Mawar :”Jadi , Mau kah Kamu Andre?”, tanya bu Mawar padaku.
Aku :”Maksuud Tante mau apa?”, aku pura pura bego.
Bu Mawar :”Udah lah jangan pura-pura gitu ahh, aku juga tau kok klo kamu…”.
Aku : “iii ..iiyaa Taaaante”.
Tanpa Basa Basi, Bu Mawar langsung membuka Selimut yg menutupi kami berdua. Langsung saja bu Mawar membuka celana dalamku, dan dia pun terkejut karna ukuran Penis ku yg lumayan besar dibandingkan milik ayahnya Bambang.
Bu Mawar :”suka banget sama Penis mu sayang , punya suamiku kalah jauh”.
Aku :”eemang iya Tan?”,sedikit senyuman.
Bu Mawar : “iya donk ..”, Bu Mawar langsung melumat bibir ku.
Bu Mawar :”ayo mainin bibir muAndre”.
Aku :”iya Tan”. Setelah 10 menit kami Berciuman saling berlumatan antara lidah dan bibir, Tangan bu Mawar pun langsung menuju ke penisku.
Bu Mawar mengocok-gocok penisku dengan kain satin baju tidurnya dengan cara digengam dengan tangan kananya. Ternyata Bu Mawar sudah sangat pintar sekali memainkan Penis ku, tak lama kemudian karena gerakan kocoknya sangat kencang mengengam penisku dengan kain satin yang licin itu.
Aku :”Tannnn ..aaakkk…uuu...mauuuu”, semakin cepat saja bu Mawar mengocok Penisku, Dan akhirnya.
Crott....crottt...crottt, cairan spermaku muncrat berceceran dikain satin baju tidur Bu Mawar. Begitu spermaku keluar sisa cairan spermaku yang masih ada dilubang penisku langsung dibersihkan oleh mulut Bu Mawar. Dia melahap sunggu seperti rakusnya melahap es krim dan terus mengocok-gocok penisku dengan bibir mulutnya tanpa henti dan spontan penisku yang sedikit mau lemas menjadi tegang kembali.
Kemudian tubuh Bu Mawar aku dudukan dan aku sandarkan dipinggir tempat tidur. Lalu kubuka kedua belah pahanya, ternyata Bu Mawar sudah tidak memakai celana dalam setelah kulihat di hadapanku. belahan Vaginanya masih terlihat bagus tanpa ada sedikit rambut yang ada disekitar vaginanya karena semua dicukur habis. Tanpa buang waktu lagi belahan vaginanya langsung kujilat dengan lidahku.
Bu Mawar :”Anghhh...ahhhh...anghhh“, sambil menjambak rambutku.
Tak berapa lama , Bu Mawar menyuruhku untuk berhenti karena sudah tidak tahan lagi oleh jilatan lidahku.
Bu Mawar :”masukin sekarang Andree....anghhhh aku sudah tidak tahan”, Bu Mawar langsung memegang penis ku dan mengarahkan kelubang vaginanya.
Perlahan tapi pasti dan Blessss, Akhir batang penisku masuk juga kedalam lubang vaginanya yang jarang dipakai setelah suami Bu Mawar tidak ada. Kugerakan keluar masuk penisku kedalam vaginanya dengan nada perlahan tapi sedikit kupercepat.
Bu Mawar:“Ahhh Ohhh ummmHHH ahhhh Adreeee ahhhh Uhhh Ummh”, desahan bu Mawar dengan mata terpejam.
Dengan posisi Bu Mawar dibawah sedangakan aku diatas tubuhnya hingga 15 menit lamanya dengan gerak keluar masuk penisku tanpa henti menusuk lubang vaginanya, tiba-tiba tubuh Bu Mawar mengejang-ngejang seperti orang kesetrum dan kedua kakinya mencengkram kuat tubuhku.
Bu Mawar:”Andre.....anghhh...ahhhhh aku mau....ahhhhh”, Rupanya Bu mawar orgasme.
Dengan napas yang tergel-sengal seperti pelari maraton kemudian penisku kudiam sejenak didalam vaginanya dan terasa sekali penisku seperti dipijat-pijat saat Bu Mawar orgasme. Setelah mulai tenang Kemudian aku melepaskan Batang Penisku dari Vagina Bu Mawar.
Bu Mawar :”Lho kenapa dilepas Andre?”
Aku :”Ganti Posisi ya Tan dengan posisi doggy style”. Kemudian Bu Mawar pun membalikan Badan nya, Disini aku sudah sedikit bebas.
Bleees penisku kembali Masuk kedalam lubang vaginanya yang sudah terlihat becek. Ku genjot dari belakang keluar masuk penisku sambil kedua tanggan Bu Mawar meremas-remas kain sperai tempat tidur.
Aku:”ahhh Tan, nikmatt sekali Tan ahhh oouuhh”.
Bu Mawar:”ahhh .. terus Andreee...anggg...ahh buat aku puas malam ini”.
Aku:”Tan kalau di keluarkan di dalam bagaimana?”
Bu Mawar :”Keluarkan saja tidak apa apa .. Ouuuhh Ahhhh Emmmh Sayanngg”, Sekitar 5 menit dengan posisi Doggy Style.
Aku:”Tan....akuuuu...mau KelllluuArrr”.
Bu Maya :”ahh ahhhhh ohhhhh ahhhh Andreeee terus keluari didalam saja agar kamu nikmat”, Crooot Croot, spermaku pun keluar di dalam lubang vagina Bu Mawar.
Bu Mawar:”jangan di lepas, biarkan saja andre, tunggu penismu mengecil sendiri”
Aku :”Ahhhh, Capek dan Lemes nih Bu”, sambil kutindih membelakangi tubuh Bu Mawar untuk berisitirahat sebentar dan Setelah Penisku mengecil sendiri, akhir nya kucabut. Lalu Kami berdua berbaring bersama diatas tempat tidur.
Bu Mawar :”Makasih banget Andre, malam ini aku ibu Puas”, kemudian Bu Mawar mengecup bibirku.
Aku:”Sama Sama Bu, Makasih banget Andre bisa puas sama Tante”.
Bu Mawar :”Iya Andre sayang”, dengan senyuman manja.
Lalu Aku pun memakai Kaos dan Celana ku kembali, kubiarkan Bu Mawar masih Berbaring di tempat tidur nya mungkin dia kelelahan. Waktu sudah menunjukan Pukul 2 malam.
Aku:”Aku ke kamar Bambang dulu yah Tan, takut dia marah”
Bu Mawar :”iya sayang , jangan bilang bilang siapa-siapa cukup kita berdua saja yang tau, sini mendekat sebentar”.
Kami melakukan Kissing sekitar 5 menit , aku pun bergegas ke kamar Bambang dan melambaikan tangan ku ke arah Bu Mawar , dan dia pun hanya tersenyum.
28 notes
·
View notes
Text
Sederhana saja, punya pasangan yang mau memahami tanpa harus diberi tahu, mengerti tanpa harus dipinta, dan menjelaskan tanpa harus ada perdebatan, bahkan memberikan pundaknya ketika kita suasana hati runyam, itu adalah bentuk kebahagiaan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Tapi sayangnya, itu jarang terjadi. Kalaupun ada ya paling tidak sekedar datang lalu pergi meninggalkan harapan yang pucat tanpa warna. Bukan karena kita tidak pantas untuk nya, tapi karena memang ada yang datang sebagai pengalaman hidup, bukan pasangan hidup.
Namun, percaya saja. Kalau besok-besok dia datang lagi, atau ada yang lebih baik lagi dari dia, tolong jagalah baik-baik. Sebab tidak semua yang terlepas bisa digenggam lagi. Tapi, semua kembali ke garis tangan, mau sejauh apapun dia pergi tapi kalau rumahnya tetap kamu, maka dia tetap memilikimu.

16 notes
·
View notes
Text
Refleksi
Aku berdiri di tengah ruangan yang remang-remang, di mana keheningan menguasai segalanya. Tak ada furnitur, tak ada dekorasi—hanya kehampaan yang memantul dari dinding-dinding putih pucat yang mulai rapuh. Serpihan cat terkelupas, seolah menceritakan betapa waktu telah lama pergi meninggalkan tempat ini. Salah satu sisi ruangan itu berbeda: sebuah kaca tebal yang memisahkanku dari dunia yang serupa, dunia yang seharusnya adalah milikku, tapi terasa asing.
Di balik kaca itu, seorang anak berdiri. Tangannya gemetar saat ia memukul kaca dengan kepalan yang penuh putus asa. Air mata mengalir deras di pipinya, membasahi wajah yang pernah kuanggap penuh keteguhan. Mulutnya bergerak-gerak, membentuk kata-kata yang tidak sampai ke telingaku. Suaranya terkunci di antara kami, tenggelam dalam ketebalan kaca yang memisahkan rasa. Aku terpaku, tak percaya bahwa ia kini berjuang melawan kebisuannya sendiri. Ia yang dulu hanya diam, kini melawan dengan sepenuh jiwa.
Namun perlahan, tangannya jatuh. Pukulan-pukulannya berhenti, tergantikan oleh kelelahan yang tampak menyelimuti seluruh tubuhnya. Ia menjatuhkan dirinya ke lantai, membiarkan kesunyian kembali mengisi ruang. Lalu ia menatapku—tatapan itu, kosong sekaligus penuh makna, seolah berkata lebih banyak daripada ribuan kata yang tak mampu ia ucapkan. Aku hanya berdiri di sini, terperangkap dalam keheningan, bertanya-tanya: apakah aku sedang melihat masa lalu? Atau masa depan? Atau mungkin, hanya bayangan diriku sendiri?
15 notes
·
View notes
Text

Tau gak sih?
Warna lidah dapat memberikan petunjuk penting tentang kesehatan seseorang.
1. Lidah Merah Cerah
Kemungkinan Penyakit: Infeksi (seperti stomatitis), alergi, atau kekurangan vitamin B12 dan folat.
2. Lidah Kuning
Kemungkinan Penyakit: Gangguan hati, infeksi jamur (oral thrush), atau dehidrasi. Lidah kuning juga bisa disebabkan oleh kebersihan mulut yang buruk.
3. Lidah Putih
Kemungkinan Penyakit: Infeksi jamur, leukoplakia, atau penyakit autoimun. Lidah putih bisa juga menunjukkan dehidrasi atau kondisi kesehatan yang lebih serius.
4. Lidah Hitam
Kemungkinan Penyakit: Papillae yang membesar akibat kebersihan mulut yang buruk, konsumsi tembakau, atau penggunaan obat-obatan tertentu.
5. Lidah Ungu
Kemungkinan Penyakit : Masalah sirkulasi, penyakit jantung, atau kekurangan nutrisi.
6. Lidah Pucat
Kemungkinan Penyakit: Anemia, gangguan sirkulasi, atau masalah pada sistem imun.
Nah sekarang sobat kiat sudah tahu bukan?
Ayo cek dan beri tahu apa warna lidahmu?
12 notes
·
View notes
Text

Melodi Angin di Pagi yang Sepi
Di pagi yang sepi, embun masih tertidur,
Saat mentari malu di balik kabut lembut,
Angin berbisik, membelai daun-daun,
Mengalunkan melodi tanpa suara, tanpa batas waktu.
Sebuah simfoni, tak tersentuh jemari,
Mengalun halus di antara ranting-ranting,
Suaranya lembut seperti desah cinta,
Menggugah pagi yang sunyi dan hening.
Daun-daun menari, lembut dalam irama,
Diiringi gemerisik, seakan berbisik rahasia,
Tak ada kata, hanya nada yang bercerita,
Tentang pagi, tentang rindu yang melayang jauh di udara.
Burung tak lagi berkicau, menyimpan suara,
Hanya angin yang bernyanyi di antara senja,
Mengisi kekosongan dengan nada yang sederhana,
Mengundang hati untuk menyelam dalam rasa.
Seolah-olah angin mengerti,
Tentang kesunyian yang ingin diisi,
Tentang lara yang tersembunyi dalam dada,
Dan melodi itu menjadi penyembuh luka.
Di bawah langit yang masih pucat,
Angin membawa kisah yang tak terucap,
Menari di antara cabang pohon yang lelah,
Mengalir lembut di celah-celah tanah basah.
Rasa dingin menyusup di celah kulit,
Tapi hangat di hati karena angin menghibur,
Mengingatkan bahwa meski sendiri,
Pagi tak pernah betul-betul sunyi.
Melodi angin terus mengalun,
Menghapus resah yang bergulung-gulung,
Seakan berkata bahwa setiap pagi,
Adalah awal dari sebuah mimpi yang kembali.
Di antara kabut tipis yang mulai terangkat,
Sinar mentari perlahan datang menyergap,
Angin tetap setia, mengiringi dengan tenang,
Seolah mengantarkan hari menuju petang.
Melodi angin di pagi yang sepi,
Bukanlah hanya suara yang tak berarti,
Ia adalah alunan jiwa yang menanti,
Untuk kembali bertemu dengan harmoni.
Setiap helaian daun, setiap helai rumput,
Semua turut berperan dalam simfoni yang lirih,
Menyanyikan kesederhanaan hidup,
Di bawah langit yang biru dan angin yang bersih.
Tak ada yang mampu menandingi,
Melodi angin yang bernyanyi sendiri,
Di pagi yang sepi ini, ia hadir,
Mengisi ruang hampa dengan keindahan yang mengalir.
Sungguh, di pagi yang sepi ini,
Melodi angin adalah teman abadi,
Penghibur jiwa yang ingin sendiri,
Membawa ketenangan tanpa perlu janji.
Dan pagi terus berjalan,
Dengan melodi angin yang perlahan hilang,
Namun di hati, ia tetap tinggal,
Menjadi kenangan dalam diam yang terjal.
Pagi yang sepi tak lagi sunyi,
Karena angin mengisi setiap inci,
Dengan nada-nada lembut yang berirama,
Mengajak jiwa untuk bermimpi tanpa ragu, tanpa jeda.
Di sini, di pagi yang sendiri,
Angin tetap bernyanyi, tiada henti,
Melodi yang abadi, yang tak pernah mati,
Mengajarkan bahwa sepi pun punya harmoni.
11 notes
·
View notes
Text
#1
Payung yang kupegang erat itu pernah direnggut dari genggamanku. Meskipun telah kucoba menahannya, menautkan jari jemari seerat mungkin hingga membuat buku-bukunya tersayat, tetap saja ia lepas. Meninggalkanku bersama tampias yang menghempasku, disusul deras yang kian melibas.
Hilang sudah pegangan yang selama ini mengisi telapak, ia mendadak kosong. Hilang pula kekuatan tapak, tak lagi mampu untuk menyokong. Aku limbung tak karuan di bawah deraian hujan, meraung hingga bergaung, namun teredam oleh hujan yang tak kunjung padam.
Hatiku membiru, pucat pasi namun enggan mati. Di saat kuyup memelukku erat di bawah pelukan hujan, kuberanikan menengadah sejenak agar tetesan hujan dan tetesanku beradu. Lalu tetiba kulihat sebuah payung berada tepat di atasku. Menaungiku dari basah yang masih tumpah, dari hantaman air yang masih berjatuhan.
Kemudian kuraih perlahan payung itu dengan tanganku. Kusentuh pelan untuk meyakinkanku bahwa buku-buku jariku akan aman bila menggenggamnya. Dan nampaknya memang benar. Sungguh terasa nyaman memilikinya dalam genggaman.
Sejak saat itu, basah tak lagi membuatku resah. Segalanya padaku berangsur mengering seiring waktu. Meskipun di luar sana hujan masih menerpa, tapi aku tak lagi merasa hampa. Ada sesuatu dalam genggamanku. Tempat jemariku bertaut dan tak lagi kalut.
Tapi sayangnya, kisah ini bukan tentang payung atau jari-jemari. Bukan pula ia tentang hujan. Namun tentang sebuah kenangan yang terkadang masih membayang. Karena meskipun waktu telah jauh bergulir ke depan, apa yang pernah terjadi di belakang nyatanya tak benar-benar sirna dari ingatan.
7 notes
·
View notes
Text

Dalam diam, ia menatap. Seulas senyum tersungging di bibirnya, mata yang tajam namun lembut, seperti sinar mentari pagi yang menyejukkan.
Ada rahasia dalam sorot matanya, cerita yang tak terucap, namun terasa, seperti angin yang membawa bisikan, menembus hati, menggetarkan jiwa.
Rambut pirang terurai, jatuh dengan elegan, memberikan kesan yang misterius. tatapannya tajam, seolah menyimpan banyak sejuta cerita dan emosi yang mendalam. Matanya yang berwarna gelap, mencerminkan kedalaman perasaannya.
Kulit pucat dengan ekspresi tenang dengan senyuman tipis di sudut bibirnya. terlihat ramah namun tetap menjaga jarak. Garis wajah tegas, visual yang menarik dan kharismatik.
Sayangnya, Dia tidak nyata meskipun pria ini memiliki segala pesona dan karakteristik yang memikat, sayangnya ia hanyalah sebuah karya seni. Kehadirannya hanya dalam imajinasi, mewakili sosok ideal yang mungkin tidak mudah ditemukan di dunia nyata. Namun, keberadaannya sebagai tokoh fiksi atau gambar tetap membuatku menyukainya.
ILAY RIEGROW, dialah sang tokoh fiksi diatas.
10 notes
·
View notes
Text
Kulit Putihmu Pucat Berhias Kemerahan
Handuk hangat menutupi tubuhmu
Tergeletak tak bernyawa
Tercabik-cabik setengahnya
Tak lagi mengenalnya
Di tengah jalan di tengah hari
Berdampingan dengan skutik andalanmu
Berdatangan orang-orang
Menontonmu tak berdaya
Walau sakit tubuh
Kuharap kamu bahagia
Karena akhirnya pulang
Menemui ayah yang dirindu
Biarkan kami bersedih
Mungkin seminggu berteman pilu
Doa-doa yang baik
Mengantar menemanimu
Selamat jalan
Sampai tujuan
Kembali kapan-kapan
Kabari lewat mimpi
Depok, 29 November 2024 | Faiz Kurn
2 notes
·
View notes
Text
Duduk dan Rasakan
Kemarin di Taman Kota, aku duduk di bangku kayu yang sedikit lapuk, menyeruput air tawar dari tumbler yang kubawa sendiri. Tak jauh dariku, seorang pria tua duduk. Aku mengingatnya karena ia selalu duduk di bangku yang sama setiap hari. Ia tak membawa ponsel, tak membawa buku. Hanya duduk, memperhatikan orang-orang yang datang dan pergi.
Aku tak tahu kenapa kemarin akhirnya aku bertanya. Mungkin karena penasaran, atau mungkin karena ingin mendengar suara manusia yang bukan berasal dari rekaman video.
“Pak, kenapa selalu duduk di sini?”
Ia tersenyum tipis, menunjuk ke arah jalur setapak di depan kami. “Dulu di sana ada banyak orang bermain layangan. Ada yang jatuh, ada yang tersangkut di dahan, ada yang diperebutkan. Sekarang?”
Aku menoleh sekeliling. Seorang pemuda duduk di bangku taman, wajahnya pucat diterangi cahaya layar. Seorang ibu mendorong kereta bayi sambil mengetik sesuatu di ponselnya. Sepasang remaja duduk berdampingan, tetapi tak berbicara—hanya sesekali tertawa kecil sambil menunjukkan layar masing-masing.
Pria tua itu menghela napas. “Apa mereka mengira masih akan punya kesempatan untuk menghirup udara ini lagi besok? Tapi lihatlah, mereka membiarkan waktu mengalir begitu saja di ujung jari mereka.”
Aku terdiam. Tiba-tiba, taman itu terasa seperti museum. Tempat yang menyimpan jejak sesuatu yang pernah hidup, tapi kini hanya jadi kenangan samar.
Ia berdiri, merapikan jaketnya. “Hari ini bisa saja jadi hari terakhir bagi seseorang untuk duduk di sini, menikmati apa yang benar-benar tampak dan terasa.”
Aku menoleh ke bangku yang baru saja di dudukinya.
"Saya duluan, Nak." "Mari, Pak. Hati-hati."
Dan hari ini, ia tak datang lagi.
Aku duduk di bangkuku, membiarkan angin sore mengusap wajahku. Udara membawa aroma tanah yang hangat, dan di kejauhan, seorang anak kecil tertawa ketika balonnya hampir terbang. Kuresapi semuanya—angin, suara, dan cahaya sore yang temaram.
Kemarin adalah jejak yang tertinggal di tanah basah—kita bisa membacanya, mengingat di mana kita tersandung. Mungkin kita bisa menyapu jejaknya, tapi tidak menghapus kenyataan bahwa kita pernah melangkah di sana. Esok adalah kabut di kejauhan—kita bisa menebak arahnya, menyiapkan bekal untuk perjalanan, dan tak ada janji bahwa jalan itu akan terbuka seperti yang kita harapkan.
Dan di antara keduanya, ada hari ini. Hari ini adalah satu-satunya yang nyata—tanah yang kita pijak, udara yang kita hirup, detik yang mengalir di nadi. Jika kita terlalu sibuk meratapi kemarin atau mencemaskan esok, kita akan melewatkan satu-satunya tempat di mana hidup benar-benar terjadi: di sini, sekarang.
Jalani hari ini seperti musafir yang sadar akan singkatnya perjalanan. Kenang tanpa terbelenggu, rencanakan tanpa tercekik cemas. Sebab yang benar-benar milik kita bukan yang telah berlalu, bukan yang masih samar—melainkan saat ini, yang menggenggam denyut hidup kita dengan erat.
11 notes
·
View notes
Text
Tiap kali ada singgungan dari keluarga besar, soal "aku" yang dinilai salah jurusan, katanya lebih berbakat ambil teknik, pwk, atau fisip. Wajah mama selalu berubah, dan langsung nanggepin pakai kalimat-kalimat defender ala "Allah ga pernah sia-sia memberikan kita jalan, kitanya aja yg belum nyampe paham maknanya".
Dan aku, cuma diem pucat pasi di tengah pembicaraan, no comment, padahal selama di koas ini juga terseok-seok.
45 notes
·
View notes
Text

Arsip yang berserak
Tercatat sudah lewat dari pukul sepuluh waktu setempat, kota ini lantas masih mengikat masyarakat dengan lalu lintas yang tersendat. Rentetan nada klakson yang terus menghujani simpang empat ini dilengkapi oleh roh-roh tak sabaran untuk segera sehat dari kesengsaraan yang laknat. Lamat-lamat kusaksikan bagaimana separuh wajah itu begitu pucat, termakan oleh keadaan yang tega menghabisi raut senyum dan tawa, menyisakan suntuk dan lelah untuk diobati kala tiba di rumah.
Perjalanan kali ini bukanlah yang pertama, sudah kesekian kalinya aku menempuh rute ini, dimana jarak yang kutempuh akan kembali membawaku menghadapi realitas yang sebenarnya. Kota tujuanku juga bukan sembarang tempat. Semua orang mengenalnya sebagai tempat yang istimewa, mencipta angin rindu bagi siapa saja yang meninggalkannya, menghadirkan kedamaian sesuai arti namanya. Seolah, itulah peristirahatan yang sesungguhnya. Seolah, mahligaiku nyata berada disana.
Singkat cerita aku beranjak menaiki peron, duduk seraya menyaksikan peluru besi yang berlalu lalang dan menjadi tumpuan bagi sepicik insan yang telah kuat sepanjang hari. Telah menjadi kuat, setidaknya untuk diri sendiri. Begitu indah rasanya bila sosok sendiri yang kuat itu lantas disambut dengan sedemikian sayang oleh kekasih bak rumah. Ia tak lagi sendirian, bahkan ketika dalam perjalanan, ia tak merasa demikian. Dalam pikirnya, ia akan kembali pada tempat yang tepat. Tidaklah semu, yang hanya sebatas tempat melepas penat, melainkan tempat untuk menguatkan jiwa, mengembalikan angan, membangun motivasi. Sosok yang tepat dapat menjadi tujuan berpulang terindah bagi siapapun sang pejuang hari.
#
Keretaku tiba, dengan sigap kurengkuh segala yang kubawa seraya mencari bangku singgasanaku, setidaknya untuk malam ini. Nomor empat, gerbong diujung rangkaian. Disana jelas tak ada siapapun yang bersinggah, melainkan seorang wanita di kursi sebelahnya. Yah, agak mengecewakan ketika tahu bahwa malam ini aku tak dapat membuka sekat penengah bangku dan menjulurkan kakiku dengan lapang.
Perkara wanita itu, tentunya mana kukenal alamat siapa dirinya. Namun yang pasti, ia tampak seperti seorang mahasiswi, dengan tas kampus yang sama dengan almamaterku saat ini.
Tak ada yang membuatku tak nyaman sebetulnya, tetapi percayalah, sepanjang perjalanan, ia mengingatkanku pada seseorang. Bagaimana postur tubuhnya yang tak asing, caranya berkerudung, masker yang menutupi sebagian wajahnya melengkapi dugaan unik ini. Tingginya sebahuku, hampir sama dengan apa yang perasaanku katakan. Perlahan, aku betul-betul merasa bahwa ia mirip dengan seseorang, sesosok manusia.
Sosok yang abadi dalam sanubari. Ia yang takkan dilupakan. Ia yang kekal dalam album memori putih abu.
#
Di malam yang kian hening dikala rembulan terhalang menjatuhkan kemilaunya, awan badai rindu telah mengobrak-abrik bilik memoriku, secara sempurna dan seutuhnya berserak dan berterbangan segala arsip tentang, kamu.
Semakin lama, namamu jatuh dengan indah di wadah nostalgia pada sistem kecerdasan manusia, seraya di waktu yang sama, telah terkirim pesan bagi seluruh jaringan raga untuk mulai menyudahi segala resah, dengan rekaman tentangmu sebagai alunan yang membuai jiwa.
Akan tetapi, resah berwajah galau ini tak kunjung sudah. Badai rindu tadi justru memperkuatnya untuk terus berdiri menatap semesta, dan berandai.
#
Andaikan, bangku sebelah yang ditempati entah siapa ini adalah milik sosok nyata dari kenangan yang menghujani lubuk pengarsipanku. Andai semua telah berlalu, sehingga kamu dapat membersamaiku tanpa ragu. Amanat jarak yang kutempuh tak lagi kuemban seorang diri. Ribuan mil perjalanan akan begitu syahdu bila bahuku kembali menjadi tumpuan, genggamku kembali terisi, lisanku dapat berbisik mesra. Atau setidaknya, aku bukan lagi seorang pemuda yang bertaruh dengan tempat tujuan. Semua tujuan mengarah kembali padamu, seolah telah tercipta sebuah dinamika magnetis di antara kita.
#
Bicara tentang masa depan memang tiada akhirnya. Begitu rumit tentu saja, namun justru dengan itulah langit-langit impianku kerap bercahaya akan bintang-bintang. Kemilau yang timbul atasnya ialah pelengkap dan pemberi sinar atas nashira yang selalu menarik untuk kugapai suatu saat nanti🌌
#
2 notes
·
View notes
Text

RINDU TAK TERBALAS
Malam menyapaku hening membungkam sepi
Tiada rasi gemintang mencumbu rembulan
Riasan cakrawala berhiaskan jelaga pucat pasi
Seakan membagikan kepedihan yng kurasakan
Menata hati memapah kepiluan yang tak henti
Di saat penghujung malam meminang sunyi
Akan rindu yang tak terbalas di sudut hati
Begitu berisik memecah dinding seri
Dan aku berjalan di setapak asa yang retak
Tak menemukan titik arah akan sebuah temu
Hilang di garis takdir semesta tak berpihak
Hanya menemukan bayanganmu yang semu
Kau dan aku tersekat jarak yang abadi
Tak ada perumpamaan yang bisa menjelaskan
Hingga Yang ada hanya luka rindu ini
Rentan berlinang duka menahan kerinduan
✍PenaKu⚘
8 notes
·
View notes
Text
“Kalau dia berusia tujuh belas tahun waktu itu, sekarang dia pasti dua puluh tujuh,” gumamku pelan, membiarkan suara itu tenggelam di antara bisingnya hujan di luar jendela. “Usia yang manis, di mana kemudaan kehilangan keangkuhannya dan menjadi agak tenang karena pengalaman.”
Aku mengembuskan napas panjang, mengalihkan pandangan dari foto Reyhan yang sudah sepuluh tahun menghuni meja kerjaku. Foto itu, dengan senyum cerahnya, yang terus menghantuiku.
Reyhan. Namanya masih terasa seperti belati yang menembus dadaku. Terakhir kali aku melihatnya, dia berdiri di depan pintu rumahku dan tatapan penuh rasa bersalah.
“Aku harus pergi, Ley,” katanya.
“Kenapa? Apa aku salah?” tanyaku, hampir memohon.
Dia hanya menundukkan kepala, “Bukan salahmu. Aku cuma… aku nggak bisa di sini..”
Aku menahannya, menarik tangannya, memaksa dia untuk menatapku. “Reyhan, aku cinta sama kamu! Apa itu nggak cukup buat kita?”
Dia tersenyum kecil, getir. “Cinta nggak cukup, Ley. Kadang, cinta juga harus tahu kapan harus melepaskan.”
Dan dia pergi, meninggalkanku dengan jutaan pertanyaan tanpa jawaban.
Hari ini, sepuluh tahun kemudian, aku masih bertanya-tanya kenapa. Kenapa dia pergi?
Pikiranku terpecah saat suara bel apartemenku berbunyi. Dengan malas, aku bangkit dan membuka pintu. Seorang kurir berdiri di sana, menyerahkan sebuah amplop cokelat.
“Untuk Aleyna,”
Aku menatap amplop itu dengan dahi berkerut. Tidak ada nama pengirim, hanya tulisan tanganku. Ketika aku membukanya, sesuatu di dalamnya membuat lututku hampir goyah.
Ley, jika kamu masih ingin tahu alasan kenapa aku pergi, temui aku. Rumah Sakit, lantai 3, kamar 305. Aku menunggumu. -R
Jantungku berdetak kencang. Reyhan. Tanganku gemetar, tetapi tanpa berpikir panjang, aku segera mengambil kunci dan jaket, lalu keluar menembus hujan.
Rumah sakit itu terasa lebih dingin dari yang seharusnya. Jantungku terus berdetak kencang saat aku berdiri di depan kamar 305. Dengan napas berat, aku membuka pintu.
Di sana, dia ada. Tubuhnya jauh lebih kurus dari yang aku ingat, wajahnya pucat dengan lingkaran hitam di bawah matanya. Tapi itu dia—lelaki yang meninggalkan luka di hatiku, duduk di atas ranjang dengan selang infus di tangannya.
“Ley,” suaranya serak.
“Reyhan, apa yang terjadi?” tanyaku, mencoba menyembunyikan tangisku.
Dia tersenyum kecil, getir. “Aku sakit, Ley. Waktu itu aku pergi karena aku nggak mau kamu melihat aku seperti ini.”
Aku terdiam. Marah. Bingung. Luka yang selama ini menganga terasa robek lebih lebar. “Kenapa kamu pikir aku nggak cukup kuat buat mendampingimu?”
Dia mendongak, dan aku melihat air mata mengalir di pipinya. “Maaf, Ley.”
Sebelum aku sempat menjawab, pintu kamar terbuka. Seorang wanita masuk, membawa tas kecil. Wajahnya cantik, tapi sorot matanya tajam saat melihatku.
“Reyhan,” katanya, suaranya dingin. “Kamu nggak bilang kalau Aleyna bakal datang.”
Aku mematung, tatapanku bergantian antara Reyhan dan wanita itu. “Siapa dia?” tanyaku pelan.
Wanita itu menatapku dengan dagu terangkat. “Aku istrinya.”
Dunia terasa berhenti. Reyhan menundukkan kepala, menghindari tatapanku.
“Reyhan…” suaraku bergetar. “Kamu… menikah?”
Dia tidak menjawab. Dan itu sudah cukup untuk menghancurkan semua yang tersisa dariku.
NK 19 Nov 2024
#loveyourself#cerita#prosa#dewasa#ceritasedih#tragis#storytime#short story#cerita pendek#kisah cinta#ceritaromansa
2 notes
·
View notes