#obrolanwarungkopi
Explore tagged Tumblr posts
Text
Obrolan Warung Kopi - Episode 2
Lagi lagi, obrolan ini dimulai dengan pertanyaan. Bukan pertanyaan basa basi semacam apa kabar? Atau lagi apa? Tapi pertanyaan singkat yang jawabannya gak sesingkat itu:
Bid, happiness is purpose or a way of life?
Karena lagi sibuk ngerjain yang lain, jawabanku singkat:
Not both.
Lalu setelah dapat waktu, aku lanjutin..
Intinya kebahagiaan itu fana, jd klo lo menempatkan dia sebagai tujuan, lo gak akan pernah bahagia krn memang bukan tempatnya.
Klo jadiin the way of life pun gak tepat karena hidup pasti ada rambu2nya. Di Quran aja Allah nyebutnya bukan pendosa atau org jahat, tp orang yang melampaui batas.
Jd the way of life ya agama, cara terbaik untuk ngatur hidup manusia demi tercapainya damai dalam hidup yang levelnya lbh tinggi dari bahagia. Karena dalam damai, ketika sedih pun kita bisa damai. Ikhlas dan sadar klo hidup bukan punya kita. Jd dalam kondisi di atas atau di bawah hati tetap tenang.
Karena gak ada jawaban dan obrolan sebelumnya bahas tentang cewek kaya atau cewek cantik, aku tambahkan begini..
The advanced level of smart is wise. Jd klo disuruh milih suami, gue mau suami yg bijak. Gue bakalan easily patuh sm org kek gitu.
Menariknya, dia gak serta merta setuju.
Tapi, kepatuhan lu bukan karna pasangan lu bijak kan, bukan jg krn lu terima dia atau engga. Seaneh apapun pasangan lu nanti. Sebagai makmum, ya ikut imam.
Lu patuh, krn Allah yg minta lu patuh. Boundariesnya, selama yg diperintah sesuai syariat. Diluar itu, boleh ga patuh.
Kalau standardnya diubah, apa ga tambah rumit bu?
Gue terdiam, bener juga. Tapi sebenarnya maksud awal gue ngomong kayak gitu, lebih ke arah sini..
Iya pahaam, tp gue punya pikiran gini:
Kan gue udh berusaha jd versi terbaik gue ya dr waktu ke waktu, gue siap jd the best woman buat suami gue nanti. Tapi hrs diliat dulu siapa suaminya, dia deserve to that kind of service ga? Mksdnya bisa bisa aja kan nikah sm org gabener trs gue malah menjadi support system ketidakbenarannya. Meskipun hal yang gue pertama kali coba ya 'dakwah' biar dia jd org baik. Tp ngubah org susah bung, jd ya sudah sewajarnya memilih dan memilah dengan baik sesuai karakter yang fit sm kita.
Lo tau murobi gue yg dulu doanya apa sebelum married? Dia doa semoga dpt suami yg mudah dia taati.
Gue juga mau kek gitu, tp bukan berarti gue gak effort apa apa ya, malah sejatinya effortnya dimulai dr memilih.
However, I agreed with his perspective and concept about wife's obedience to her husband. Not because who he is but since Allah says so.
#menulis#definisi#perspektif#kebahagiaan#kepatuhan#obrolanwarungkopi#episode 2#mencariyangke12#belajar#bertumbuh#berbagi#bermanfaat
9 notes
路
View notes
Text
Mukadimah
Datumkopi adalah sebuah kedai kopi yang berlokasi di Kota Tasikmalaya. Berdiri sejak Juli 2019. Selain sebagai kedai yang menjual berbagai minuman berbasis kopi, maupun non kopi, datumkopi juga menjadi tempat berkumpulnya gerasi muda di Kota Tasikmalaya untuk bersilaturahim, berserikat dan menuangkan ide dan gagasan mereka.
Kedai pertama kami terletak di Jalan Sutisna Senjaya No. 12, Tasikmalaya. Cukup dekat dengan pusat keramaian, yakni Alun-alun Kota Tasikmalaya.
Kami memiliki prinsip kaizen/ continous improvement atau perbaikan berkelanjutan. Hal ini kami lakukan dalam seluruh aspek, baik produk maupun pelayanan.
Dengan adanya halaman di tumblr ini, kami berharap dapat menuangkan berbagai macam pemikiran dan obrolan khas warung kopi.
1 note
路
View note
Photo
"Pakdhe, si ***** pernah mampir ngopi ke sini?" . "Oh endak.. dia kan sudah balik ke kota kelahirannya, ndak pernah ke sini lagi." . "Oh gitu.. beberapa waktu yang lalu dia ada di Jogja, ndak mampir ke sini, Pak?" . "Ndak mampir, Mas.. ndak pernah. Pripun mas? Hayooo.." . "Hehehe ndak apa apa koq pak.. matur nuwun." . "Njihh.. sami sami, mas.." . . *kemudian hening Seharusnya memang kau tak pernah mengingatnya lagi. Sudah bertahun tahun kau dikutuk untuk tidak lupa padanya. Hanya padanya! . Dan sekarang kau sudah mengerti? Dia sama sekali tak pernah menunggumu, apalagi mencarimu. . Sekarang kau sadar, waktumu bertahun tahun lamanya terbuang percuma hanya untuk mengingat, mengenang dan mencarinya. . bahh... rasakanlah..! . . Omah Kopi, 20 Feb 2018 . . #kopi #coffee #obrolanwarungkopi #kedai #coffeeshop #yogyakartaistimewa #yogya #jogja #jogjakarta #love #life #puisi #cerpen #rindu #fiksi #fiksimini #kenangan #ingatan #aceh #acehgayo #singleorigin #woman #beautiful #kuliner (at Omah Kopi Omah Sedulur)
#fiksi#fiksimini#coffee#jogjakarta#beautiful#singleorigin#life#yogya#kenangan#coffeeshop#kedai#cerpen#kuliner#aceh#puisi#obrolanwarungkopi#woman#jogja#yogyakartaistimewa#love#acehgayo#rindu#kopi#ingatan
0 notes
Text
Obrolan Warung Kopi - Episode 3
Kali ini kami memilih mengobrol dalam arti yang sebenarnya. Butuh dua jam untuk menyampaikan situasi dan pendapat satu sama lain. Menariknya, antara kami berdua sibuk untuk menjadi pendengar alih alih pencerita.
Dia hadir dengan beberapa pertanyaan di awalnya, lalu bercerita tentang situasi terbaru yang dihadapi. Uniknya, situasi seperti itu juga baru dia alami dalam hidupnya. Sedangkan aku, sudah beberapa kali mendapatkan kisah sejenis dari orang orang yang pernah aku kenal.
Kisahnya tentang CLBK - Cinta Lama Bersemi Kembali, tentang ego dan distraksi, tentang menjaga, tentang menemukan kewarasan diri atau membuka kesempatan baru.
Satu hal yang membuatku terdiam cukup lama saat dia bilang bahwa kisah sebelumnya gak serumit ini karena dia menjaga prosesnya untuk tidak larut pada perasaan yang belum perlu muncul jika belum waktunya. Dia pun cukup setuju bahwa proses yang baik mengambil peran dalam keberkahan sebuah hubungan, meski bukan jadi penentu.
Begini katanya:
Sakinah Mawaddah Warrahmah adalah hasil dari pernikahan yang visinya terjaga. Lalu kenapa ada orang yang gak bahagia dalam pernikahannya? Ya karena dia rusak (secara sengaja maupun tidak) visinya. Kalau pihak yang tetap menjaga visi pernikahannya karena Allaah, ya bakalan baik baik aja. Bisa baik baik aja karena Allah jaga, masa orang baik gak Allah jaga?
Lucunya, ngobrol sama orang ini sebenernya effortless. Dia udh tau jawaban atas pertanyaannya sendiri. Dia udah punya alternatif dan opsi yang kuat dari keraguan yang dia hadapi. Dia udah punya dugaan, meski gak pernah mau menilai duluan. Ngobrol sama orang ini cuma perlu jadi cermin aja, sederhana.
Di sini aku malah jadi takut.
Takut kalau aku mulai berharap lebih. Lebih dari sekadar mengharapkan kesembuhannya. Semoga saja tidak.
Dan aku menanti sesi obrolan berikutnya, sesuai dengan apa yang dia katakan di akhir obrolan kami dini hari tadi.
#menulis#cerita#CLBK#distraksi#menjaga#tujuan#sembuh#proses#obrolanwarungkopi#episode 3#mencariyangke12#belajar#bertumbuh#berbagi#bermanfaat
5 notes
路
View notes
Text
Obrolan Warung Kopi - Epilog
Draf tulisan ini sudah lama terparkir dalam kotak berjudul draft di dalam Tumblr. Berhari-hari bahkan berganti pekan, aku memilih untuk tidak menuntaskan tulisan ini sesegera mungkin karena masih berharap. Entah apa yang sebenarnya aku harapkan, cuma sekadar tidak ingin agar tulisan ini berakhir. Aku tidak ingin berhenti menulis tentang momen-momen antara aku dan dia yang di warung kopi.
Mungkin terdengar egois, tapi sungguh, ada hal yang membuatku tidak mau melakukannya, meskipun aku bisa. Bisa dibilang bahwa aku bisa melakukannya karena sudah pernah mencobanya dan berhasil. Tapi anehnya, aku tidak mau. Dan sekalinya ada keyakinan pada perasaan itu (perasaan bahwa aku tidak mau melakukannya), secara serta merta aku mengambil tindakan tanpa berpikir berulang kali.
Awalnya, tulisan ini dimulai dengan kalimat seperti ini:
Tulisan ini dibuat bukan atas dasar sebuah obrolan, entah itu dalam bentuk teks atau lisan. Aku sudah berhenti berbicara dengannya beberapa hari belakangan. Pesan teks yang aku kirim tidak lagi ada balasan. Apakah ini artinya semua sudah selesai? Bukankah tidak ada respon adalah sebuah respon?
Kalau boleh jujur, aku masih menunggu balasan pesan darinya. Bahkan sekadar tahu bahwa dia baik-baik saja, sehat, dan masih hidup. Itu sudah cukup.
Tapi berkaca pada diri sendiri, aku merasa tidak baik-baik saja, tidak sehat, meskipun masih hidup, jika setiap hari tanpa henti menunggu balasan pesan darinya. Entah, mungkin diri ini memang aneh. Jelas terasa bahwa ada sesuatu yang sudah tidak pada tempatnya.
Itulah mengapa, aku memilih sebuah langkah. Sebuah langkah yang mungkin sangat berat pada awalnya, tapi nanti juga akan ringan seiring berjalannya waktu, untukku dan juga untuknya. Aku memilih sebuah langkah yaitu berpamitan.
Ya, aku memilih pergi dan menghilang. Demi kebaikan diriku sendiri sebenarnya, karena lagi-lagi bisa dibilang bahwa ada sesuatu yang sudah tidak pada tempatnya. Sesuatu yang harus diperbaiki, dilepas, lantas dibebaskan.
Terdengar egois memang, tapi demi kewarasan diri, aku mengambil langkah ini. Meskipun harus berkali-kali memastikan langkah yang sudah kuambil. Berulang-ulang aku bertanya pada diri apakah yang kulakukan ini sudah benar? Walaupun tahu masih ada kesempatan untuk memutar balik, aku tetap mencoba meyakinkan diri untuk berjalan lurus. Menumpuk semua ingatan dengan kesibukan dan memori baru serta menolak untuk menengok ke belakang.
Sehari, dua hari, sepekan berlalu. Aku sudah semakin mudah melakukannya. Seperti yang kukatakan tadi, aku bisa. Aku memang bisa. Tapi malah lupa mempertimbangkan variabel lain: apakah aku benar-benar mau?
Yang ternyata, seketika rasa itu berubah jadi tidak mau, aku dengan mudahnya meruntuhkan semua tembok tak kasat mata yang sudah berhasil dibangun.
Kalau dipikir-pikir, mungkin keputusanku bisa semudah itu berubah karena sesederhana konsep bahwa tidak ada yang namanya mantan teman. Teman itu ya teman saja. Artinya sebuah hubungan yang kasual, pamrih dengan taraf yang masuk akal, ekspektasi yang tidak berlebihan, gangguan yang masih bisa ditoleransi, apa adanya, dan saling menerima.
Entah aku benar atau tidak, tapi kurasa tanpa hal-hal itu, sebuah pertemanan tidak akan terjalin, bukan?
Satu lagi sebenarnya, seorang teman itu tidak akan pergi. Well, dia memang pergi tapi bukan dengan niat meninggalkanmu selamanya, selama-lamanya. Artinya, jika nanti ada saatnya jumpa lagi, dia akan dengan senang hati membukakan pintu untukmu. Itulah mengapa ada yang namanya reunian, kan?
Jadi, buat apa pergi dan menghilang untuk selamanya, selama-lamanya?
Menurutku, arah angin kehidupan juga berperan penting pada berubahnya keputusanku untuk pergi dan menghilang. Dengan mudahnya, saat sebuah badai datang, shelter yang langsung muncul di benakku adalah dia yang di warung kopi. Aku penasaran dengan responnya dan apa yang akan dia lakukan setelahnya. Tertawakah? Simpatikah? Atau respon lain yang tidak pernah dibayangkan.
Dan menariknya, saat aku datang dan kembali, dia ternyata masih di sana. Masih bertahan di warung kopi dan menyambutku dengan antusias. Dia membukakan pintu dengan tersenyum, meski aku tahu matanya mendung. Entah dia yang aneh, aku yang aneh, atau kami berdua memang aneh makanya kami nyambung.
Jadi, mulai hari ini aku akan berhenti berharap padanya untuk melakukan ini atau itu. Aku akan mengosongkan ekspektasiku saat bicara dengannya. Aku mau dia.
Sebagai seorang teman.
Sesederhana itu.
"Sahabat (bestie) till jannah," katanya mengutip kata Dikta pada Enzy. Meskipun aku tahu dia tidak terlalu menyukai istilah itu, tapi aku menyukainya. Jadi, selama dia bisa menoleransi gangguan yang kubuat, aku pun akan begitu. Saling menerima dan apa adanya.
#menulis#pergi dan hilang#datang dan kembali#obrolanwarungkopi#bestietilljannah#belajar#bertumbuh#berbagi#bermanfaat#30dwc#30dwcjilid43#day 27
2 notes
路
View notes
Text
Obrolan Warung Kopi - Episode 9
Dulu pernah aku dan dia yang di warung kopi berada dalam situasi obrolan yang singkat. Pertanyaannya pun hanya satu:
"Energi apa yang perlu dipunya untuk memutuskan perkara ini?"
Saat itu aku menjawab dengan berhati-hati, khawatir tidak tepat dengan kondisinya. Aku menawarkan solusi untuknya agar dia menemukan tujuan yang lebih jauh.
"Kalau gue ya, Sob, biasanya akan lebih termotivasi jika gue tau apa yang gue hadapi ini bukan akhir, bukan tujuan yang sebenarnya. Di dalam konteks lo, lo mungkin punya tujuan untuk mengakhiri perkara ini biar lo bisa stabil, tapi emangnya kenapa harus stabil? Apa yang ingin lo capai dengan menjadi stabil itu?"
Aku mengambil jeda sejenak.
"Ibarat kata sebuah mobil yang lo bawa buat pergi, kalau tujuan lo Pekalongan, ya mindset lo bakalan menyesuaikan bensin dan lain-lainnya cuma sampe sana. Beda kalau tujuannya lo tambah, jadi lebih jauh, Surabaya misalnya. Persiapannya akan lain cerita, energi, bensin, ransum yang lo persiapkan bakalan lebih,"
Jadi, intinya adalah menemukan tujuan yang lebih jauh, secara otomatis lo akan mempersiapkan energi yang lebih banyak dan cukup untuk mencapai tujuan itu.
Kembali ke masa kini.
Dia yang di warung kopi cerita bahwa sepekan ini dirinya berhasil tenggelam dalam kesibukan pekerjaan, bahkan sekadar membalas pesan dari orang di masa lalu pun dia tidak sempat. Which is good for him. Tapi, apa daya, di penghujung pekan, pertahanannya runtuh juga. Dia akhirnya kembali membangun percakapan dengan orang masa lalu dengan dalih berdiskusi dan meminta pendapat.
Padahal jauh di lubuk hati hanya ingin dengar suaranya, secukup tahu kabarnya. Dasar bucin. Sudah bucin, gemar cari penyakit pula.
Bagaimana bisa move on kalau begini?
Dalam obrolan ini pun dia menyadari bahwa situasi yang dihadapi ini serupa tapi tak sama dengan masa-masa saat dulu dia memulai hubungan. Mulai dari rasa penasaran, diskusi, interaksi, yang akan berujung jatuh hati.
Masalahnya, dia yang di warung kopi ini tidak berniat memulai hubungan kembali dengan orang di masa lalu. Cukup trauma untuk maju, tapi terlalu bucin untuk mundur, membingungkan memang.
Lalu, pada akhirnya, aku melempar sebuah ide yang tidak biasa. Sesuatu yang aku sudah pikirkan sebelumnya dan aku rasa akan baik-baik saja pada akhirnya, pun juga untuknya. Meski, beberapa hari setelahnya aku bisa bilang setengah menyesalinya.
"Karena kita sama sama no hard feeling, gimana kalau gue aja yang jadi 'Surabaya' lo?"
"Maksudnya?"
"Maksudnya, lo menyudahi dia yang di masa lalu sambil berproses dengan gue secara paralel,"
Setelah saling bertukar pertanyaan dan argumen, lantas dia menjawab,
"Oke,"
Dan begitulah, kukira semua akan baik-baik saja.
#menulis#runtuh#pertahanan#trauma#bucin#move on#energi#tujuan#lebih jauh#obrolanwarungkopi#episode 9#mencariyangke12#belajar#bertumbuh#berbagi#bermanfaat#30dwc#30dwcjilid43#day 13
2 notes
路
View notes
Text
Obrolan Warung Kopi - Episode 6
Karena obrolan terakhir cukup banyak agenda pembahasannya, jadilah kita fokus pada beberapa saja dan tidak rampung membahas semuanya, terlebih karena waktu yang terbatas.
Pada akhirnya, dia yang di warung kopi bilang padaku -yang sangat menghargai makna waktu- bahwa proses sembuh sejatinya bukan perkara kapan dan secepat apa kita sembuh.
Gini analoginya,
Saat kita menetapkan sembuh di waktu tertentu, adakalanya kita jadi terpaku untuk fokus menyelesaikan di waktu tersebut. Bisa jadi tergesa-gesa atau malah sebaliknya. Paling parah kalau tidak mencapai target yang diinginkan padahal waktunya sudah habis, bisa jadi sumber stress dan memperparah kondisi.
Pun dalam prosesnya, misal tujuan akhirnya sembuh maksimal akhir tahun harus bisa move on. Sebenarnya dibalik itu ada hal yang dicari, makna hidup yang sebenarnya yaitu ridho Allah. Dengan membenahi diri, hidup, dan apa yang dilakukan selama proses itu, bisa jadi sudah setengah jalan atau bahkan udah masuk dalam track yang seharusnya yang menjadi penyebab Allah ridho pada kita.
Jadi, kalau dipikir-pikir lagi, gak perlu susah susah overthinking mikir kapan sembuh, tapi nikmatin aja prosesnya, kasih waktu buat diri ini berusaha sebaik yang dia mampu, dan pastikan sudah masuk ke track/jalan yang seharusnya.
Pada akhirnya, kita sebenarnya sudah tidak butuh lagi tenggat waktu atau batas waktu untuk menyelesaikan permasalahan tertentu -dalam hal ini adalah move on dan sembuh- karena sejatinya apa yang ada di baliknya sudah kita rasakan dan dapatkan.
Allah Maha Baik, itu keyakinan yang sering kami katakan berulang-ulang dalam obrolan beberapa kali di warung kopi ini.
Seperti dalam hadits Qudsi "Apabila seorang hamba-Ku mendekati-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendekatinya dengan berlari. Apabila ia mendekati- Ku satu jengkal, Aku akan mendekatinya satu hasta."
Jadi, sebenarnya apa yang lebih penting, sembuh atau dapat ridhoNya Allah itu?
Keduanya tentu penting, tapi satu hal lain yang gak kalah penting. Kondisi seperti ini perlu disyukuri karena bisa jadi itu adalah pengingat langsung dari Allah buat mengajak kita kembali.
Selain bahas tentang waktu, proses, sembuh, dan ridho Allah, dia juga bertanya padaku,
"Bid, tau gak kiamat yang sebenarnya itu apa?"
Kini dia menjawab langsung tanpa menunggu jawabanku,
"Kematian. Saat dimana amal manusia gak bisa lagi diperjuangkan dan kita gabisa berbuat apa-apa"
Kami berdua terdiam.
"Pada akhirnya, kenapa kita harus fokus pada mendapatkan jodoh sebagai kunci sekaligus garis finish dalam kisah ini, di saat ada kemungkinan lain yang mungkin saja terjadi lebih dulu -garis finish sesungguhnya- yaitu kematian?"
Aku tidak membantah sedikitpun kalimatnya.
Dan setelahnya, dia menghubungiku lagi di jam yang berbeda dengan suasana yang masygul. Seperti ada hal besar yang tersembunyi di balik kepalanya tapi butuh waktu untuk diurai dan disampaikan. Meskipun saat itu aku hanya menilai dari suaranya.
Tapi apa boleh buat, waktu kami sangat terbatas dan obrolan pun terputus begitu saja, mengambang di udara. Setelahnya, aku hilang kontak dengan dia dan berujung pada pertanyaan menggantung tanpa jawaban.
Sebuah pertanyaan singkat yang tidak kunjung bercentang biru selama berjam-jam, hingga berganti hari. Pesan singkat yang berisi 2 kata yang berhasil membuatku khawatir karena tidak kunjung mendapatkan respon.
"Sob, sehat?"
Dan berhenti.
Notes: beberapa bagian dalam tulisan ini terdapat penambahan dari obrolan sebenarnya dan obrolan terputus sejak dua hari yang lalu.
#menulis#waktu#proses#sembuh#ridho Allah#hilang#obrolanwarungkopi#episode 6#mencariyangke12#belajar#bertumbuh#berbagi#bermanfaat#30dwc#30dwcjilid43#day 2
2 notes
路
View notes
Text
Obrolan Warung Kopi - Episode 1
Semua dimulai dari pertanyaan ini:
Mana yg lbh menarik, cewek kaya atau cewek cantik?
Lalu dijawab: What if i say, cewe smart
Selanjutnya kita bahas tentang cewek yang smart apakah berpotensi mudah membelot?
Makna membelot di sini adalah cewek smart bukankah akan jadi lebih sulit diatur, terlalu banyak bertanya, dan paling buruk adalah bisa mudah selingkuh?
Perlu dipisahkan dulu konteksnya, kalau yang dimaksud membelot adalah yang seperti itu, berarti yang dibahas adalah soal pemahaman dan karakternya. Bukan soal smartnya.
Jadi, mau cewek itu smart atau engga, ya potensi membelot akan tetap ada.
Gue awalnya berpikir bahwa kalau cewek gak smart, potensinya lbh manut dan nurut, padahal blm tentu.
On the other hand, jd cewek smart tetap bisa berattitude baik juga kok. Jangan manfaatin ke- smart-annya buat ngelakuin hal hal membelot (karena dengan gitu, malah terkesan gak smart)
Well, berarti yang dicari: cewek solehah?
Jawabannya gini:
Ga cuma soal itu. Di konteks pasangan, guidence ya yg 4 variable itu. Agamanya, fisiknya, nasabnya, ekonominya. Fadzfar bidzatiddin.
Di redaksi yg lain, ada yg nyebut nasab ada yg ditulis hasab. Nasab itu kan ttg silsilah keluarga, Hasab itu lebih ke karya besar dari keluarganya.
Krn itu mempengaruhi, potensi keluarga kita nanti.
Trs, kenapa nabi SAW mention soal harta? Its not about how much u have, how much u can earn, its about the capabality to take control of it. Engga pelit, ga boros, mampu manage. Mampu kalkulasi. Melek investasi.
Awalnya, kukira soal harta ini lebih ke how much we have to make a life becomes easier, tp ternyata lebih bahas soal capability.
Di atas semua itu. 4 hal tadi bukan jadi goals. Nikah bukan biar sama yg cantik, biar kaya.
4 hal itu jadi tools. Goalsnya? Ridha Allah.
Menarik juga, karena gue selama ini mikirnya bahwa 4 hal itu adalah benefit yang akan lo dapatkan setelah nikah, jd secara gak langsung itu jadi alasan dan tujuan pernikahan. It turns out ultimate goalnya adalah dapet Ridho Allah ya, bukan (hanya) nikmatin semua benefit itu.
Tambahnya lagi,
U can take it as benefit juga. Pasti lah. Itu filter jg biar imannya kejaga. Gamau jg kan dapet yg agamanya masalah, tujuan nikahnya malah ga sampe.
Tp kita yg beriman kan, apapun yg kita dapet. Mau benefit, atau defisit. Ga berhenti disitu.
Dapet nikmat kita syukur, dapet ujian kita sabar. Sabar, syukur itu jalan, tujuannya buat dapet ridha Allah.
Di nikah misalnya, kita dapetin dengan guidence yg benar, lewat jalur yg bener. Cara bersyukurnya kemudian, ya maksimalin potensi yg ada buat Allah. In many ways.
Yes, couldn't agree more.
#menulis#jodoh#4 variable#tujuan#ridho Allah#obrolanwarungkopi#episode 1#mencariyangke12#belajar#bertumbuh#berbagi#bermanfaat
3 notes
路
View notes
Text
Obrolan Warung Kopi - Episode 10
Entah akan ada lagi atau tidak episode-episode selanjutnya, biarkan aku tetap menulis. Setidaknya ada 10 Episode termasuk yang satu ini untuk bisa dipelajari, diambil hikmahnya untuk bertumbuh, dibagi yang baik-baik, dan kemudian menjadi manfaat.
Semoga.
Obrolan ini dimulai cukup larut, dua jam sebelum berganti hari. Agenda yang diangkat padahal cukup rumit. Orang di masa lalu mengirim pesan bahwa setelah memikirkan baik-baik, ternyata dia tidak bisa melanjutkan hubungan paralel yang selama ini dia jalani bersama dia yang di warung kopi dan pacarnya. Meski begitu, orang masa lalu tidak mau menyudahi perkara ini. Orang masa lalu hanya menyampaikan apa yang dia pikirkan dan menyerahkan segala keputusannya pada dia yang di warung kopi.
Inilah yang disebut dengan orang bingung bertemu dengan orang bingung. Dan yang paling membingungkan adalah aku memilih untuk tetap peduli.
Bagiku, di hubungan serba bingung yang dihadapi oleh dia yang di warung kopi dan orang masa lalu, perlu ada keberanian untuk mengambil keputusan. Meski siapalah aku, bahkan figuran dalam cerita ini saja bukan.
Aku dan dia yang di warung kopi pun mempersiapkan sikap berlapis-lapis, mulai dari plan A hingga plan C. Mencoba menerka apa yang mungkin terjadi ke depannya sebagai respon dari orang masa lalu.
Menariknya, karena ada plan C yang dibahas, terungkaplah detail tentang obrolan mereka berdua yang sebelumnya tidak aku ketahui. Obrolan mereka berdua tentangku. Karena hal inilah, aku kemudian memastikan ulang tentang rencana paralel yang kami sepakati kemarin malam.
Yang ternyata, kami beda paham. Haha.
Tapi dengan jujur aku sampaikan padanya, bahwa tujuanku menawarkan ide paralel itu bukan karena aku dan limitku, bukan pula mengharapkan dia sembuh dengan segera. Tapi sesederhana aku ingin dia yang di warung kopi tahu bahwa dia itu penting. Terlalu penting untuk memikirkan hal-hal tidak penting dalam domain ini yang dengan mudahnya mampu mengambil kendali atas harinya, bahkan hidupnya.
Aku mau dia tahu bahwa masih ada orang yang bersedia menunggunya hingga siap untuk memulai hubungan baru yang jauh lebih sehat, yang mungkin itu bukan aku.
Aku menghormati keputusannya, apapun itu. Di sisi lain, aku juga tetap menghargai diri dan keputusan yang aku buat.
Ini hanya soal waktu, pada akhirnya kami harus berdamai jika takdir mengantarkan kami pada titik nol: kembali asing. Entah itu karena dia sudah sembuh sehingga tidak membutuhkanku lagi, proses paralel ini tidak berjalan mulus, atau karena aku yang tidak punya cukup energi untuk membersamainya. Energiku sepenuhnya untuk dia yang ke-12.
Well, we'll see what will happen next.
#menulis#hubungan paralel#rencana#penting#kendali#keputusan#obrolanwarungkopi#episode 10#mencariyangke12#belajar#bertumbuh#berbagi#bermanfaat#30dwc#30dwcjilid43#day 14
1 note
路
View note
Text
Obrolan Warung Kopi - Episode 8
Setelah dibiarkan menumpuk, Obrolan Warung Kopi hadir lagi. Sudah masuk Episode 10 sebenarnya, tapi mari kita bahas satu per satu.
Obrolan ini melanjutkan episode sebelumnya karena masih dalam satu momen yang sama. Selain membahas orang masa lalu, kami juga membahas orang masa depan. Saat itu, aku masih dalam proses mengajukan pertanyaan demi pertanyaan pada Si Beruntung dan merasa bahwa sejauh ini, dia lah yang aku bidik dan cari.
Bicara tentang orang yang 'sempurna', persaingannya pun sempurna. Kita pasti punya definisi cantik yang berbeda. Misalnya, dulu saat SMP, kita melihat yang sempurna adalah sosok yang tampan nan rupawan, anak basket nan gaul, dan hal-hal lain yang lebih bersifat fisik. Berbeda dengan usia-usia yang lebih matang, definisi cantik/sempurna di mata kita mungkin akan bergeser pada kenyamanan dan rasa nyambung dengan orang tersebut.
Lalu apa kaitannya dengan sosok yang sempurna dan persaingannya?
Mari lihat pelan-pelan, kalau kita saja -yang asing dan baru pertama kali kenal- bisa merasa sosok itu 'sempurna', bagaimana dengan orang-orang yang selama ini ada di dekatnya? Bagaimana dengan deretan para mantan yang mungkin saja bisa kembali dan CLBK? Bagaimana dengan barisan para secret admirer yang selama ini mengorbit di sekitarnya?
Semakin matang seseorang, semakin magnetiknya dia, dan itu berpengaruh pada semakin ketatnya persaingan.
Mungkin dia yang di warung kopi terkesan menakut-nakuti, tapi ada benarnya juga kalau dipikir-pikir. Itulah mengapa aku tetap pada di posisi berhati-hati. Termasuk berhati-hati pada ekspektasiku sendiri tentang Si Beruntung Kartu AS ini.
"Bagiku, Si Beruntung ini menarik karena dia punya mimpi-mimpi. Aku seperti mendapatkan misi untuk meraihnya bersama-sama,"
"Harus yang punya banyak mimpi ya, Bid?"
"Benar, biar bisa bertahan untuk jangka waktu yang panjang,"
"Gak boleh gitu dengan orang yang sesimple dia gak bisa makan kalau gak ada kamu?"
"Hmm, boleh sih, tapi habis makan, what's next?"
Sebenarnya kami berdua sama-sama tahu, bahwa aku belum menemukan klik yang aku cari dengan Si Beruntung ini. Walau untuk urusan kriteria dan daftar lain yang aku punya, dia sudah lebih dari cukup.
"Aku gak boleh serakah, menemukan orang seperti ini saja sudah harus disyukuri, kenapa harus meminta lebih?" begitu tambahku.
"Sebenarnya bukan serakah sih, Bid. Klik dan kriteria itu kan kombinasi, bisa kok dapat keduanya,"
Tapi, mesti diakui saat ini aku belum mendapatkan titik temu itu. Ini seperti pergumulan antara logika dan perasaan.
"Dengan kita begini (sesederhana ngobrol di warung kopi) ini, bisa dibilang klik, kan?"
"Iya,"
Dan obrolan ini ditutup dengan dia yang di warung kopi bilang bahwa saat ini tugasku ada 4 yaitu kursus, ngajar, nulis, dan menjadi teman yang baik nan supportif buatnya. Sebenarnya ada satu lagi, yang paling penting, konsisten mencari yang ke-12.
#menulis#orang masa depan#bidik dan cari#sempurna#persaingan#klik#kriteria#bersyukur#obrolanwarungkopi#episode 8#mencariyangke12#belajar#bertumbuh#berbagi#bermanfaat#30dwc#30dwcjilid43#day 12
1 note
路
View note
Text
Obrolan Warung Kopi - Episode 7
Alhamdulillah, ternyata orangnya masih hidup. Perlu kuakui aku cukup khawatir dengan keadaannya, terlebih karena obrolan kami terakhir yang ditutup dengan bahasan yang cukup gloomy. Dirinya tanpa kabar pun tidak pernah selama ini.
Obrolan kali ini kami habiskan untuk bertukar kabar dan membahas banyak hal tak beraturan. Tanpa agenda, tanpa janji sebelumnya, dia menelponku begitu saja.
"Kalau lagi gak bisa ditelpon, tutup aja gapapa, Bid," menjadi kalimat pertamanya saat telpon darinya kuangkat.
Lebih dari 3 jam (melampaui waktu obrolanku dengan Si Beruntung selama 2.5 jam) kami habiskan untuk membahas 2 topik besar. Kami seperti sahabat lama yang reunian setelah 5 tahun berpisah. 2 topik besar yang menjadi bahasan malam itu adalah tentang orang di masa lalu dan orang di masa depan. 2 topik besar di luar bahasan receh lainnya seperti kue pancong, get contact, hingga suara misterius yang tiba-tiba muncul di tengah obrolan kami.
Dia masih dengan masalahnya bersama orang di masa lalu.
Menurutku, dia hanya perlu sabar sedikit. Ya, betulan sabar sedikit karena memang tinggal sedikit lagi. Sabar untuk menyudahi semuanya, sabar menerima dampak yang mungkin terjadi setelah melakukannya, dan sabar untuk kembali mengambil kontrol penuh atas hidupnya.
"Dengan lo ngomong gitu, gue jadi inget meme, Bid. Orang yang menggali tanah dan sudah dekat sekali dengan emas (harta karun yang dicari), eh, dia malah berhenti, menyerah, dan berbalik. Gue merasa seperti orang itu,"
Dari obrolan ini aku juga mendapatkan kesimpulan bahwa dia yang di warung kopi ini punya tendensi memelihara hubungan yang toxic. Entah itu untuk urusan asmara atau pertemanan. Mungkin, toxic sebenarnya dibutuhkan tubuh untuk melawan penyakit, tapi harus dalam dosis yang cukup. Kalau terlalu banyak, toxic = racun = obat itu malah jadi sumber penyakit lain bagi tubuh.
Dia yang di warung kopi ini pernah bilang padaku bahwa aku berharga, terlalu berharga untuk sekadar menyalahkan diri sendiri. Akupun ingin bilang hal yang sama bahwa dia berharga, terlalu berharga untuk sekadar meladeni hubungan toxic dia selama ini.
Saat aku tanya, "Coba deh Sob, renungkan lagi, tanya ke diri sendiri, kira-kira Allah suka gak ya dengan aku yang begini?"
"Kalau misalnya hasil renungan itu menunjukkan bahwa gapapa kok, Allah suka sama diriku yang seperti ini (yang bahkan makan aja setelah 2 hari karena gak cukup punya energi), ya lanjutkan," ucapku menambahkan.
"Engga sih, Bid. Allah gak suka gue yang kayak gini,"
Hening sebentar. "Itu udh tau," kataku dalam hati. Entah, bagaimana dengan dia.
"Udah coba minta doa khusus ke ibu?" Aku menimbang-nimbang terlebih dulu sebelum pertanyaan ini aku lontarkan karena sedikit banyak aku bisa menebak bahwa dia berusaha sebisa mungkin tidak melibatkan orang tua. Berbeda 180 derajat denganku yang pasti tidak betah kalau terlalu lama memendam masalah tanpa diskusi dengan ibuk. Lebih baik cerita ke ibuk dibanding orang lain yang aku bahkan gak kenal dan hampir pasti tidak bisa dipercaya.
"Kalau minta doa sih udh, tapi kalau spesifik soal ini belum,"
"Coba aja bilang, Sob. Gak harus cerita detailnya, cuma telpon aja bilang minta didoain khusus biar bisa keluar dari masalah baru dalam hidup ini,"
"Oke nanti gue coba,"
Obrolan pun mengalir seperti biasa. Senang bisa dengar kabarnya kalau dia sudah mulai bisa makan lagi, kadang tertawa, bahkan memberikan respon positif terhadap cerita-ceritaku tentang orang di masa depan.
Dia bahkan bertekad untuk menyudahi hubungan dengan orang di masa lalu ini sesegera mungkin dengan cara menghilang begitu saja sambil menitipkan sebuah pesan pada orang yang mereka berdua saling kenal. Sebuah cara yang menjadi opsi paling mudah dan menyehatkan. Demi kewarasan diri, menurutku tidak ada salahnya mencoba jalan ini. Aku sudah ada di titik bodo amat dengan perasaan dan respon orang di masa lalu-nya dia yang di warung kopi.
Pun kalau memang cara ini menyakitkan bagi orang di masa lalu, sebenarnya cara dia kembali -di saat dia yang di warung kopi belum sembuh- juga sudah cukup menyakitkan. Datang tanpa permisi, apalagi mempertimbangkan matang-matang apa yang akan terjadi.
Bukan dengan niat membalas dengan cara yang sama, tapi sebagai upaya terbaik untuk memaafkan.
Bismillah, semoga dimudahkan ya, Sob. Bahkan mungkin, jika dengan kesembuhanmu ini aku tidak lagi kamu butuhkan, aku sudah siap pergi.
Cerita tentang orang di masa depan lanjut di episode berikutnya ya, insha Allah.
#menulis#menyudahi#orang di masa lalu#hubungan toxic#sabar sedikit#doa ibu#obrolanwarungkopi#episode 7#mencariyangke12#belajar#bertumbuh#berbagi#bermanfaat#30dwc#30dwcjilid43#day 6
1 note
路
View note
Text
Obrolan Warung Kopi - Episode 5
Obrolan kali ini berbeda dari biasanya, disempatkan saat jam makan siang bukan malam selepas maghrib/isya. Bahasan kali ini pun juga gak biasa, dipersiapkan dari beberapa hari sebelumnya.
Sejak SD, aku punya motto hidup: ikhtiar, berdoa, dan tawakkal adalah jalan meraih kesuksesan. Entah aku dapat darimana redaksional kalimat tersebut, tapi ternyata setelah puluhan tahun terlewati, baru hari ini aku memahami makna dan penerapan yang sebenarnya dari sebuah kata tawakkal.
Obrolan dimulai dengan diskusi seperti biasa. Dia gak serta merta memberikan penjelasan dan teori sebanyak yang dia tahu, tapi dia memilih untuk mendengarkan dan menggali sejauh apa yang sudah aku ketahui. Berdasarkan jawabanku, secara konsep sudah benar, tapi ada yang masih perlu dilengkapi bahkan dibenahi.
Tawakkal itu adalah meyakini sepenuhnya bahwa apa yang Allah kasih adalah yang terbaik, suka atau engga suka. Tapi, sejatinya pekerjaan tawakkal tidak hanya pekerjaan hati (keyakinan) tapi juga perbuatan (ikhtiar). Lalu, satu hal lain yang baru aku tahu juga, tawakkal itu dilakukan dari awal hingga akhir, bukan hanya sebagiannya saja.
Dulu, aku mengira bahwa tawakkal adalah sebuah fase pekerjaan yang dilakukan setelah melalui ikhtiar dan berdoa. Tawakkal hadir sebagai pelengkap dari rentetan proses yang sudah dilalui.
Padahal tidak demikian.
Sejak awal, tawakkal harus sudah ada. Bahkan, ikhtiar yang dilakukan adalah bentuk sadar bahwa Allah-lah yang memberikan petunjuk bagi kita untuk melakukan hal tersebut, menggerakkan tangan, kaki, dan panca indera kita untuk berusaha, bergerak.
Ikhtiar, berdoa, dan tawakkal adalah satu tubuh, tidak bisa dilepas satu dan lainnya. Ketiganya berjalan beriring dalam waktu yang bersamaan, bukan diselesaikan parsial satu per satu dan saling meniadakan.
Dulu aku berpikir bahwa ikhtiar/usaha adalah ranahnya manusia, berdoa adalah proses meminta, dan tawakkal adalah berserah dan pasrah yang artinya menjadi ranahnya Allah. Padahal, hey, apa benar demikian? Bukankah Allah meliputi segalanya? Semua hal adalah milik-Nya, tidak terkecuali ranah ikhtiar yang dilakukan oleh manusia.
Lebih jauh lagi, penjelasan mengapa tawakkal adalah proses sejak awal hingga akhir dijelaskan dalam Al Qur'an yang menunjukkan bahwa tawakkal disandingkan dengan huruf 'Fa' yang menunjukkan adanya 'proses menjadi' dan memiliki hubungan kausalitas (sebab-akibat) bukan 'Tsumma' yang maknanya adalah kata hubung untuk menjelaskan suatu hal yang dilakukan setelah mengerjakan hal lain sebelumnya.
Jadi, tawakkal itu tidak sedangkal makna berpasrah dan berserah. Bukan juga sikap yang diambil dari energi sisa sisa di saat kita 'mentok' dalam menghadapi sesuatu.
Tawakkal adalah pekerjaan yang dilakukan sedari awal hingga akhir agar sepanjang prosesnya kita akan selalu merasa cukup. Dan memang itulah yang Allah janjikan, Allah akan cukupkan bagi siapapun yang berikhtiar dan berdoa padaNya.
Jadi, dengan bekal pemahaman baru tentang tawakkal ini, aku mencoba untuk menjalani beberapa proses yang ada di depan mata dengan menggabungkan kekuatan ikhtiar dan doa tanpa henti disertai hati yang terus meyakini dan merasa cukup.
Terakhir, dia yang di warung kopi bilang bahwa belajar darinya itu bukan perkara siapa yang lebih pintar, tapi lebih karena dia tau lebih dulu. Alangkah rendah hatinya temanku yang satu ini! Semoga Allah mengganti kebaikannya dengan bantuan bertubi-tubi hingga dia sembuh, dimampukan untuk menikmati setiap prosesnya, dan menemukan apa yang sebenarnya dia cari. Semangat bro!
#menulis#makna#penerapan#tawakkal#obrolanwarungkopi#episode 5#mencariyangke12#belajar#bertumbuh#berbagi#bermanfaat#30dwc#30dwcjilid43#day 1
1 note
路
View note
Text
Obrolan Warung Kopi - Episode 4
"Gue udh baca semuanya," begitu katanya.
Setengah penasaran, setengah tersanjung aku bertanya balik,
"Udah baca yang mana aja?"
"Semuanya,"
"Semua? Kan tulisannya banyak banget,"
"Ya, semuanya sampai yang sebelum Shelter. Yang ada pertemuan kedua keluarga tapi batal. Gue juga nyesuaiin sama timeline yg ada,"
Ooh, cuma sampai tulisan berjudul Bingung, kataku dalam hati. "Itusih gak semuanya, bahkan masih permukaan aja," responku selanjutnya.
Hari ini, obrolan kami seputar menjawab beberapa pertanyaan yang memperjelas frekuensi dan ekspektasi.
Sama seperti kalau kamu mendengarkan radio, kalau gelombangnya gak persis sama, pasti ada suara kresek kresek kan? Suara penyiar di seberang sana akan terdengar jelas dan bersih kalau setelan gelombangnya tepat, misalnya 102,2 FM untuk Prambors Jabodetabek (bukan iklan ya, hehe). Makin tepat frekuensinya, makin sedikit noise (gangguan kresek kresek)-nya. Sebaliknya, kalau salah setel frekuensi, bisa bisa malah nyambung ke channel lain yang artinya mispersepsi, miskom.
Tanpa diminta, di obrolan kali ini aku juga cukup impressed dengan kemampuannya membaca diri ini, hanya dengan beberapa kali interaksi.
Dia bilang,
Kayaknya lo terlalu sering nge-judge dan menyalahkan diri sendiri, padahal lo sebenarnya seberharga itu.
Based on buku yang gue baca, seseorang itu dibentuk hanya dari 3 hal yaitu rumahnya, lingkungannya, dan pendidikannya. Jadi, ya mungkin ada sesuatu dari salah satu atau lebih 3 hal tersebut yang membentuk lo jadi seperti ini. Bukan apa apa, hanya aja lo belum selesai dengan sesuatu hal itu, makanya lo terlalu sering merasa diri lo gak berharga.
Parahnya lagi, secara gak sadar lo bisa jadi 'membebankan' hal tersebut ke orang lain karena pertahanan yang paling baik adalah dengan menyerang, bukan?
Yeah, I admit it he is right. Tumben kan ada kondisi dimana "woman is always right" gak berlaku haha.
Satu poin menarik lainnya, dia bisa memberikan sebuah offer yang tepat, padahal offer itu sejauh ini hanya ada di pikiran ku aja. Offer yang pada akhirnya menghasilkan win-win solution antara kami. What a good move!
Sekali lagi, ngobrol sama orang ini effortless dan syukurlah dia juga begitu, entah karena dia hanya mencopy apa yang kurasakan atau memang sejak awal dia merasa begitu.
Siapa yang tahu?
#menulis#menilai#berharga#membentuk#diri#offer#obrolanwarungkopi#episode 4#mencariyangke12#belajar#bertumbuh#berbagi#bermanfaat
1 note
路
View note