Tumgik
#modernitas
triankara · 1 year
Text
Tips Menghadapi Hiruk Pikuk Kehidupan Modern
Di tengah kehidupan modern yang semakin cepat dan kompleks, terkadang kita merasa tersesat dalam hiruk-pikuk dunia yang terus berputar. Teknologi yang maju dan tuntutan yang tinggi dapat membuat kita kehilangan keseimbangan dan makna yang sebenarnya. Namun, dalam kekacauan itu, ada beberapa nasihat yang baik untuk membantu kita menghadapi kehidupan modern dengan bijaksana.
Pertama, ingatlah untuk menciptakan keseimbangan antara dunia digital dan kehidupan nyata. Teknologi memberi kita akses ke informasi dan konektivitas yang luar biasa, tetapi jangan sampai kita terperangkap di dalamnya. Carilah waktu untuk terhubung dengan alam, bersantai, dan menjalin hubungan yang nyata dengan orang-orang di sekitar kita. Jangan biarkan layar menggantikan kehadiran kita dalam momen-momen penting.
Kedua, pelajari seni mengatur waktu. Dalam dunia yang sibuk, waktu menjadi aset yang berharga. Tetapkan prioritas, kelola waktu dengan bijaksana, dan hindari perangkap multitasking yang sebenarnya bisa membuang waktu dan mengurangi efektivitas. Jadwalkan waktu untuk istirahat, refleksi, dan melakukan hal-hal yang membawa kebahagiaan dan kedamaian.
Ketiga, jaga kesehatan fisik dan mentalmu. Kehidupan modern sering kali membawa stres, tekanan, dan gaya hidup yang tidak sehat. Prioritaskan tidur yang cukup, olahraga teratur, dan pola makan sehat. Berikan waktu untuk melakukan kegiatan yang memulihkan pikiran dan jiwa, seperti meditasi, seni, atau hobi yang kamu nikmati. Jaga keseimbangan antara kerja dan istirahat, dan jangan ragu untuk mencari bantuan jika dibutuhkan.
Keempat, jadikan kehidupan modern sebagai alat untuk pertumbuhan dan pembelajaran. Manfaatkan peluang yang ditawarkan oleh teknologi dan informasi untuk mengembangkan diri, mengejar minat dan bakatmu, serta terus belajar. Jangan takut untuk keluar dari zona nyaman dan mencoba hal-hal baru. Dalam kehidupan modern yang terus berubah, kemampuan untuk beradaptasi dan belajar akan menjadi nilai yang berharga.
Kelima, jangan lupa untuk bersyukur dan menghargai apa yang kita miliki. Dalam kesibukan dan tuntutan kehidupan modern, seringkali kita terjebak dalam keinginan akan lebih banyak. Ambillah waktu untuk merenung dan menyadari keberuntungan dan berkat yang sudah ada di sekitar kita. Hargai hubungan, kesempatan, dan pengalaman hidup yang telah kita dapatkan.
Terakhir, ingatlah bahwa kita memiliki kendali atas hidup kita sendiri. Meskipun dunia luar mungkin penuh dengan pengaruh dan ekspektasi, pilihan akhir tetap ada di tangan kita. Tetap setia pada nilai-nilai yang penting bagimu, ikuti passionmu, dan jangan biarkan kehidupan modern menghalangkanmu dari menjadi dirimu yang sejati.
Dalam menghadapi kehidupan modern, perlu diingat bahwa kita memiliki kekuatan untuk mengubahnya. Jadilah agen perubahan dalam komunitasmu, berkontribusilah pada hal-hal yang lebih besar dari dirimu sendiri. Jangan biarkan tekanan sosial atau konformitas membentuk siapa kita sebenarnya. Jadilah pribadi yang autentik dan berani mengejar apa yang benar-benar penting dalam hidupmu.
Terakhir, peliharalah hubungan dan ikatan manusiawi yang berarti. Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, seringkali kita merasa terisolasi secara emosional. Jaga komunikasi yang bermakna dengan keluarga, teman, dan orang-orang yang kita cintai. Saling mendengarkan, menghargai, dan membangun kedekatan yang sejati akan memberikan kebahagiaan dan kepuasan yang tak ternilai.
Dalam menghadapi kehidupan modern yang penuh dengan dinamika dan kompleksitas, tetaplah teguh pada nilai-nilai yang kita yakini, jaga keseimbangan, dan ingatlah untuk menjalani hidup dengan penuh kesadaran dan makna. Hidup hanya sekali, jadikan setiap hari sebagai kesempatan untuk tumbuh, belajar, dan menginspirasi orang lain.
1 note · View note
dominousworld · 4 months
Text
TRADIZIONE VERSUS MODERNITA'
TRADIZIONE VERSUS MODERNITA'
di Cesare Carlo Torella Io ritengo che i vecchi Gesuiti fossero diversi e che quelli ri-fondati, dopo oltre trent’anni, siano stati infiltrati dai cosiddetti güelfi o maghi neri. Del resto, i güelfi neri esistevano dal Medioevo e i Maghi Neri sono sempre esistiti. Questi ultimi c’erano già al tempo dei Patriarchi biblici e ancòra prima. La differenza tra il “Mondo della Tradizione” e il “Mondo…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
ilpianistasultetto · 1 year
Text
Tumblr media
Sara' il medioevo il luogo simbolo di questa modernita', almeno secondo i CCCP. Prodigi incerti, affanni continui, qualcosa e' pre, qualcosa e' post, ecco il mondo che arrivera'. Buchi neri dell'esistenza, follia, incubi da cui ci si vorrebbe svegliare ma non c'e' modo per sfuggire. "Svegliami, svegliami.." Non e' questione di verita', di tradimenti o cedimenti, e' musica, della migliore, suoni e parole che colpiscono con la forza dell'emozione. La follia di credere che la ragione possa limitare il reale. Un flamenco appassionato, un turbinoso ballo gitano, il richiamo di un muezzin. Ritmi violenti come il cammino dell'intifada, Dio in quanto specchio dell'uomo. CCCP, fedeli alla linea. CCCP, sovieti punki leningrada. CCCP, cronache da un altro mondo.
@ilpianistasultetto
youtube
57 notes · View notes
theartismi · 22 days
Text
وَلَنْ تَرْضٰى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلَا النَّصٰرٰى حَتّٰى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka.
RAND Corp adalah Pusat Penelitian dan Kajian Strategis tentang Islam di Timur Tengah atas biaya Smith Richardson Foundation, berpusat di Santa Monica-California dan Arington-Virginia, Amerika Serikat (AS). Sebelumnya ia perusahaan bidang kedirgantaraan dan persenjataan Douglas Aircraft Company di Santa Monica-California, namun entah kenapa beralih menjadi think tank (dapur pemikiran) dimana dana operasional berasal dari proyek-proyek penelitian pesanan militer.
Garis besar dokumen Rand berisi kebijakan AS dan sekutu di Dunia Islam. Inti hajatannya adalah mempeta-kekuatan (MAPPING), sekaligus memecah-belah dan merencanakan konflik internal di kalangan umat Islam melalui berbagai (kemasan) pola, program bantuan, termasuk berkedok capacity building dan lainnya.
Sedang dokumen lain senada, terbit Desember tahun 2004 dibuat oleh Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat (National Inteligent Council) atau NIC bertajuk Mapping The Global Future. Tugas NIC ialah meramal masa depan dunia.
Tajuk NIC di atas pernah dimuat USA Today, 13 Februari 2005 — juga dikutip oleh Kompas edisi 16 Februari 2005.
Inti laporan NIC tentang perkiraan situasi tahun 2020-an. Rinciannya ialah sebagai berikut: (1) Dovod World: Kebangkitan ekonomi Asia, dengan China dan India bakal menjadi pemain penting ekonomi dan politik dunia; (2) Pax Americana: Dunia tetap dipimpin dan dikontrol oleh AS; (3) A New Chaliphate: Bangkitnya kembali Khilafah Islamiyah, yakni Pemerintahan Global Islam yang bakal mampu melawan dan menjadi tantangan nilai-nilai Barat; dan (4) Cycle of Fear: Muncul lingkaran ketakutan (phobia). Yaitu ancaman terorisme dihadapi dengan cara kekerasan dan akan terjadi kekacauan di dunia — kekerasan akan dibalas kekerasan.
Jujur harus diakui, ke-empat perkiraan NIC kini riil mendekati kebenaran terutama jika publik mengikuti “opini global” bentukan media mainstream yang dikuasai oleh Barat.
Isi dokumen NIC di atas menyertakan pandangan 15 Badan Intelijen dari kelompok Negara Barat. Tahun 2008 dokumen ini direvisi kembali tentang perkiraan atas peran AS pada tata politik global. Judulnya tetap Mapping The Global Future, cuma diubah sedikit terutama hegemoni AS era 2015-an diramalkan bakal turun meski kendali politik masih dalam cengkeraman.
Tahun 2007, Rand menerbitkan lagi dokumen Building Moderate Muslim Networks, yang juga didanai oleh Smith Foundation. Dokumen terakhir ini memuat langkah-langkah membangun Jaringan Muslim Moderat pro-Barat di seluruh dunia. Baik Rand maupun Smith Foundation, keduanya adalah lembaga berafiliasi Zionisme Internasional dimana para personelnya merupakan bagian dari Freemasonry-Illuminati, sekte Yahudi berkitab Talmud.
Gerakan tersebut memakai sebutan “Komunitas Internasional” mengganti istilah Zionisme Internasional. Maksudnya selain menyamar, atau untuk mengaburkan, juga dalam rangka memanipulasi kelompok negara non Barat dan non Muslim lain. Pada gilirannya, kedua dokumen tadi diadopsi oleh Pentagon dan Departemen Luar Negeri sebagai basis kebijakan Pemerintah AS di berbagai belahan dunia.
Berikut ialah inti resume dari Agenda dan Strategi Pecah Belah yang termuat pada kedua dokumen tersebut, antara lain:
Pertama, Komunitas Internasional menilai bahwa Dunia Islam berada dalam frustasi dan kemarahan, akibat periode keterbelakangan yang lama dan ketidak-berdayaan komparatif serta kegagalan mencari solusi dalam menghadapi kebudayaan global kontemporer;
Kedua, Komunitas Internasional menilai bahwa upaya umat Islam untuk kembali kepada kemurnian ajaran adalah suatu ancaman bagi peradaban dunia modern dan bisa mengantarkan kepada Clash of Civilization (Benturan Peradaban);
Ketiga, Komunitas Internasional menginginkan Dunia Islam yang ramah terhadap demokrasi dan modernitas serta mematuhi aturan-aturan internasional untuk menciptakan perdamaian global;
Keempat, Komunitas Internasional perlu melakukan pemetaan kekuatan dan pemilahan kelompok Islam untuk mengetahui siapa kawan dan lawan, serta pengaturan strategi dengan pengolahan sumber daya yang ada di Dunia Islam;
Kelima, Komunitas Internasional mesti mempertimbangkan dengan sangat hati-hati terhadap elemen, kecenderungan, dan kekuatan-kekuatan mana di tubuh Islam yang ingin diperkuat; apa sasaran dan nilai-nilai persekutuan potensial yang berbeda; siapa akan dijadikan anak didik; konsekuensi logis seperti apa yang akan terlihat ketika memperluas agenda masing-masing; dan termasuk resiko mengancam, atau mencemari kelompok, atau orang-orang yang sedang dibantu oleh AS dan sekutunya;
Keenam, Komunitas Internasional membagi Umat Islam ke dalam Empat Kelompok, yaitu:
(1) Fundamentalis: kelompok masyarakat Islam yang menolak nilai-nilai demokrasi dan kebudayaan Barat Kontemporer, serta menginginkan formalisasi penerapan Syariat Islam;
(2) Tradisionalis: kelompok masyarakat Islam Konservatif yang mencurigai modernitas, inovasi dan perubahan. Mereka berpegang kepada substansi ajaran Islam tanpa peduli kepada formalisasinya;
(3) Modernis: kelompok masyarakat Islam Modern yang ingin reformasi Islam agar sesuai dengan tuntutan zaman, sehingga bisa menjadi bagian dari modernitas;
(4) Sekularis: kelompok masyarakat Islam Sekuler yang ingin menjadikan Islam sebagai urusan privasi dan dipisah sama sekali dari urusan negara.
Ketujuh, Komunitas Internasional menetapkan strategi terhadap tiap-tiap kelompok, sebagai berikut:
1) Mengkonfrontir dan menentang kaum fundamentalis dengan tata cara sebagai berikut: (a) menentang tafsir mereka atas Islam dan menunjukkan ketidak-akuratannya; (b) mengungkap keterkaitan mereka dengan kelompok-kelompok dan aktivitas-aktivitas illegal; (c) mengumumkan konsekuensi dari tindak kekerasan yang mereka lakukan; (d) menunjukkan ketidak-mampuan mereka untuk memerintah; (e) memperlihatkan ketidak-berdayaan mereka mendapatkan perkembangan positif atas negara mereka dan komunitas mereka; (f) mengamanatkan pesan-pesan tersebut kepada kaum muda, masyarakat tradisionalis yang alim, kepada minoritas kaum muslimin di Barat, dan kepada wanita; (g) mencegah menunjukkan rasa hormat dan pujian akan perbuatan kekerasan kaum fundamentalis, ekstrimis dan teroris; (h) kucilkan mereka sebagai pengganggu dan pengecut, bukan sebagai pahlawan; (i) mendorong para wartawan untuk memeriksa isu-isu korupsi, kemunafikan, dan tak bermoralnya lingkaran kaum fundamentalis dan kaum teroris; (j) mendorong perpecahan antara kaum fundamentalis.
2) Beberapa aksi Barat memojokkan kaum fundamentalis adalah dengan menyimpangankan tafsir Al-Qur’an, contoh: mengharaman poligami pada satu sisi, namun menghalalkan perkawinan sejenis di sisi lain; mengulang-ulang tayangan aksi-aksi umat Islam yang mengandung kekerasan di televisi, sedang kegiatan konstruktif tidak ditayangkan; kemudian “mengeroyok” dan menyerang argumen narasumber dari kaum fundamentalis dengan format dialog 3 lawan 1 dan lainnya; lalu mempidana para aktivis Islam dengan tuduhan teroris atau pelaku kekerasan dan lain-lain.
3) Mendorong kaum tradisionalis untuk melawan fundamentalis, dengan cara: (a) dalam Islam tradisional ortodoks banyak elemen demokrasi yang bisa digunakan counter menghadapi Islam fundamentalis yang represif lagi otoriter; (b) menerbitkan kritik-kritik kaum tradisionalis atas kekerasan dan ekstrimisme yang dilakukan kaum fundamentalis; (c) memperlebar perbedaan antara kaum tradisionalis dan fundamentalis; (d) mencegah aliansi kaum tradisionalis dan fundamentalis; (e) mendorong kerja sama agar kaum tradisionalis lebih dekat dengan kaum modernis; (f) jika memungkinkan, kaum tradisionalis dididik untuk mempersiapkan diri agar mampu berdebat dengan kaum fundamentalis, karena kaum fundamentalis secara retorika sering lebih superior, sementara kaum tradisionalis melakukan praktek politik “Islam pinggiran” yang kabur; (g) di wilayah seperti di Asia Tengah, perlu dididik dan dilatih tentang Islam ortodoks agar mampu mempertahankan pandangan mereka; (h) melakukan diskriminasi antara sektor-sektor tradisionalisme berbeda; (i) memperuncing khilafiyah yaitu perbedaan antar madzhab dalam Islam, seperti Sunni – Syiah, Hanafi – Hambali, Wahabi – Sufi, dll; (j) mendorong kaum tradisionalis agar tertarik pada modernisme, inovasi dan perubahan; (k) mendorong mereka untuk membuat isu opini-opini agama dan mempopulerkan hal itu untuk memperlemah otoritas penguasa yang terinspirasi oleh paham fundamentalis; (l) Mendorong popularitas dan penerimaan atas sufisme;
4) Mendukung sepenuhnya kaum modernis, dengan jalan: (a) menerbitkan dan mengedarkan karya-karya mereka dengan biaya yang disubsidi; (b) mendorong mereka untuk menulis bagi audiens massa dan bagi kaum muda; (c) memperkenalkan pandangan-pandangan mereka dalam kurikulum pendidikan Islam; (d) memberikan mereka suatu platform publik; (e) menyediakan bagi mereka opini dan penilaian pada pertanyaan-pertanyaan yang fundamental dari interpretasi agama bagi audiensi massa dalam persaingan mereka dengan kaum fundamentalis dan tradisionalis, yang memiliki Web Sites, dengan menerbitkan dan menyebarkan pandangan-pandangan mereka dari rumah-rumah, sekolahan, lembaga-lembaga dan sarana lainnya; (f) memposisikan sekularisme dan modernisme sebagai sebuah pilihan “counter culture” kaum muda Islam yang tidak puas; (g) memfasilitasi dan mendorong kesadaran akan sejarah pra-Islam dan non-Islam dan budayanya, di media dan di kurikulum dari negara-negara yang relevan; (h) membantu dalam membangun organisasi-organisasi sipil independen, untuk mempromosikan kebudayaan sipil (civic culture) dan memberikan ruang bagi rakyat biasa untuk mendidik diri sendiri mengenai proses politik dan mengutarakan pandangan-pandangan mereka.
Beberapa bukti tindakan program ini misalnya mengubah kurikulum pendidikan di pesantren-pesantren dengan biaya dari Barat, kemudian menghembuskan dogma “Time is Money – dengan pengeluaran sekecil-kecilnya menghasilkan pendapatan sebesar-besarnya”.
5) Tempo doeloe, pernah dalam mata pelajaran PMP dtampilkan gambar rumah ibadah masing-masing agama dengan tulisan dibawahnya: “semua agama sama”.
Mendirikan berbagai LSM yang bergerak dibidang kajian filsafat Islam, menyebar artikel dan tulisan produk LSM yang dibiayai Amerika. Intinya menyimpulkan bahwa semua agama adalah hasil karya manusia dan merupakan peradaban manusia. Tujuannya tak lain guna menggoyah keyakinan beragama, termasuk mendanai beberapa web site di dunia maya dan lainnya.
6) Mendukung secara selektif kaum sekularis, dengan cara: (a) mendorong pengakuan fundamentalisme sebagai musuh bersama; (b) mematahkan aliansi dengan kekuatan-kekuatan anti Amerika berdasarkan hal-hal seperti nasionalisme dan ideologi kiri; (c) mendorong ide bahwa dalam Islam, agama dan negara dapat dipisahkan dan hal ini tidak membahayakan keimanan tetapi malah akan memperkuat.
7) Untuk menjalankan Building Moderate Muslim Networks, AS dan sekutu menyediakan dana bagi individu dan lembaga-lembaga seperti LSM, pusat kajian di beberapa universitas Islam maupun universitas umum lain, serta membangun jaringan antar komponen untuk memenuhi tujuan-tujuan AS. Contoh keberhasilan membangun jaringan ini ketika mensponsori Kongres Kebebasan Budaya (Conggress of Cultural Freedom), dimana pertemuan ini berhasil membangun komitmen antar elemen membentuk jaringan anti komunis.
Hal serupa juga dilakukan dalam rangka membangun jaringan anti Islam. Kemudian membangun kredibilitas semu aktivis-aktivis liberal pro-Barat, demi tercapai tujuan utama memusuhi Islam secara total. Bahkan apabila perlu, sikap tidak setuju atas kebijakan AS sesekali diperlihatkan para aktivisnya seolah-olah independen, padahal hanya tampil pura-pura saja.
AS dan sekutu sadar, bahwa ia tengah terlibat dalam suatu peperangan total baik fisik (dengan senjata) maupun ide. Ia ingin memenangkan perang dengan cara: “ketika ideologi kaum ekstrimis tercemar di mata penduduk tempat asal ideologi itu dan di mata pendukung pasifnya”.
Ini jelas tujuan dalam rangka menjauhkan Islam dari umatnya. Muaranya adalah membuat orang Islam supaya tak berperilaku lazimnya seorang muslim.
Pembangunan jaringan muslim moderat ini dilakukan melalui tiga level, yaitu: (a) menyokong jaringan-jaringan yang telah ada; (b) identifikasi jaringan dan gencar mempromosi kemunculan serta pertumbuhannya; (c) memberikan kontribusi untuk membangun situasi dan kondisi bagi berkembangnya sikap toleran dan faham pluralisme.
Sebagai pelaksana proyek, Departemen Luar Negeri AS dan USAID telah memiliki mandat dan menunjuk kontraktor pelaksana penyalurkan dana dan berhubungan dengan berbagai LSM, dan para individu di negeri-negeri muslim yaitu National Endowment for Democracy (NED), The International Republican Institute (IRI) The National Democratic Institute (NDI), The Asia Foundation (TAF), dan The Center for Study of Islam and Democracy (CSID).
Pada fase pertama, membentuk jaringan muslim moderat difokuskan pada organisasi bawah tanah, dan kemudian setelah melalui penilaian AS selaku donatur, ia bisa ditingkatkan menjadi jaringan terbuka.
Adapun kelompok-kelompok yang dijadikan sasaran perekrutan dan anak didik adalah : (a) akademisi dan intelektual muslim liberal dan sekuler; (b) cendikiawan muda muslim yang moderat; (c) kalangan aktivis komunitas; (d) koalisi dan kelompok perempuan yang mengkampanye kesetaraan gender; (e) penulis dan jurnalis moderat.
Para pejabat Kedutaan Amerika di negeri-negeri muslim harus memastikan bahwa kelompok ini terlibat, dan sesering mungkin melakukan kunjungan ke Paman Sam. Adapun prioritas pembangunan jaringan untuk muslim moderat ini diletakkan pada sektor: (a) Pendidikan Demokrasi. Yaitu dengan mencari pembenaran nash dan sumber-sumber Islam terhadap demokrasi dan segala sistemnya; (b) dukungan oleh media massa melakukan liberalisasi pemikiran, kesetaraan gender dan lainnya — yang merupakan “medan tempur” dalam perang pemikiran melawan Islam; (c) Advokasi Kebijakan. Hal ini untuk mencegah agenda politik kelompok Islam.
AS dan sekutu sadar bahwa ide-ide radikal berasal dari Timur Tengah dan perlu dilakukan “arus balik” yaitu menyebarkan ide dan pemikiran dari para intelektual moderat dan modernis yang telah berhasil dicuci otak dan setuju westernisasi yang bukan berasal dari Timur Tengah, seperti Indonesia dan lainnya. Tulisan dan pemikiran moderat dari kalangan di luar Timur Tengah harus segera diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, kemudian disebarkan di kawasan Timur Tengah.
Agaknya inilah jawaban, kenapa Indonesia seringkali dijadikan pertemuan para cendikiawan dan intelektual muslim dari berbagai negara yang disponsori AS dan negara Barat lain. Banyak produk baik tulisan maupun film diproduksi “Intelektual Islam Indonesia”, kemudian disebarkan dan diterjemahkan dalam bahasa Arab. Semua bantuan dana dan dukungan politik ini tujuannya guna memecah-belah umat Islam.
Seperti berkembang banyak LSM memproduk materi-materi dakwah atau fatwa namun isinya justru “menjerumuskan” Islam, termasuk munculnya banyak tokoh liberal sebagai opinion maker di tengah masyarakat, merupakan isyarat bahwa konspirasi menghancur Islam itu ada, nyata dan berada (existance). Yang paling memprihatinkan, justru jurus pecah belah dilakukan menggunakan tangan-tangan (internal) kaum muslim itu sendiri di negara tempat mereka lahir, tumbuh dan dibesarkan, sedang mereka “tak menyadari” telah menjadi pengkhianat bagi bangsa, negara dan agamanya!
2 notes · View notes
hongibi · 2 months
Text
Jalan Tol (Essay)
Apakah jalan tol itu lambang pemerataan? Jawabannya tergantung siapa yang menjawab. Bagi negara, pembangunan infrastrukur yang masif adalah cara untuk melakukan pemerataan. Bagi sebagian kecil orang yang kritis, pengembangan manusia melalui pendidikan dan kesehatan adalah bagian dari pemerataan, dan itu lebih penting ketimbang pembangunan infrastrukur yang masif dan monumental.
Di dekat rumah saya, negara sedang membangun jalan tol baru untuk menghubungkan jabodetabek dalam satu lingkaran, tol JORR 2 namanya, sesuai namanya yang berakhiran 2, tentu ada yang pertama. Jalan tol JORR 1 memang sudah sangat sumpek dengan tumpukan mobil pribadi, bus, dan truk. Mungkin, maksud dari negara membangun tol JORR 2 untuk mengurai kemacetan yang terdapat di tol JORR 1.
Saya punya cerita yang unik tentang pembangunan tol tersebut. Ruas tol yang berada dekat dengan rumah saya itu agak sedikit problematik pembangunannya, kenapa problematik? Karena pembangunan tol akan menggusur sebuah komplek pemakaman yang sangat dicintai oleh warga sekitar. Warga sekitar menolak relokasi komplek pemakaman dikarenakan di sana terdapat makam para sepuh yang sangat mereka hormati. Hasilnya, penolakan keras terjadi oleh warga terhadap pembangunan jalan tol baru itu. Alot sekali proses pembebasan lahannya, sampai-sampai pada masa penolakannya terdapat sejumlah spanduk-spanduk yang dibentangkan di jalan-jalan untuk menolak pembangunan jalan tol baru. Sampai pada akhirnya disepakati bahwa komplek pemakaman itu tidak akan digusur, komplek pemakaman akan tetap ada pada tempatnya dan tidak bergeser seinci pun, win-win solution tentunya.
Pembangunan dilanjutkan dengan membiarkan komplek pemakaman itu tetap ada di tengah-tengah jalan tol. Sungguh unik, kalau anda sempat atau suatu hari nanti akan melewati ruas tol itu ke arah Cileungsi dari arah Jakarta, anda akan melihat komplek pemakaman yang berada di tengah-tengah jalan tol. Saya tidak tahu di tempat lain apakah ada yang seperti itu atau tidak. Ini pertama kalinya saya melihat yang demikian. Agak ironis melihatnya, orang-orang yang telah mati itu berada di tengah-tengah keramaian laju kendaraan, laju modernitas. Bukankah kita semua selalu mengucapkan, ”beristirahatlah dalam damai” ketika ada seseorang yang pergi meninggalkan dunia ini? Hal itu nampak tidak berlaku untuk orang-orang yang telah mati di komplek pemakaman itu, orang-orang yang telah mati itu harus terhimpit oleh laju modernitas demi jargon pemerataan pembangunan.
Mengulang pertanyaan di kalimat pertama, paragraf pertama. Apakah benar bahwa pembangunan jalan tol atau pembangunan-pembangunan monumental lainnya sebagai lambang pemerataan? Atau malah sebuah lambang kemelaratan? Memang, pembangunan jalan tol dapat melancarkan alur distribusi barang, para produsen barang akan lebih cepat dalam mendistribusikan barangnya untuk konsumen, perputaran ekonomi negara akan berlangsung lancar dan menguntungkan. Tapi, apakah dengan begitu pemerataan akan terjadi? Saya rasa tidak. Siapa yang diuntungkan dari mudahnya distribusi barang tersebut? Tentu pengusaha dengan modal yang berlimpah. Semakin mudahnya alur distribusi barang, semakinya cepatnya distribusi barang, pengusahan akan semakin diuntungkan. Bagaimana dengan nasib buruhnya? Apakah dengan diuntungkannya perusahaan dengan hadirnya tol baru akan berdampak positif juga terhadap kehidupan buruhnya? Atau orang-orang yang terbuang karena tanahnya tergusur oleh pembangunan jalan tol tersebut? Pertanyaan yang mungkin jawabannya sudah kita ketahui semua.
Jalan tol, bagi mereka yang terbuang lantaran kena gusur adalah simbol keserakahan negara terhadap ruang hidup rakyatnya. Uang ganti yang selalu dimaknai ganti rugi, bukan ganti untung tidak memberikan kehidupan yang layak bagi mereka. Manusia-manusia yang terbuang menerima dengan pasrah tanahnya dirampas negara, demi kemajuan bangsa dan negara tanpa bisa melawan, melawan kekuatan modal. Jalan tol, bagi mereka yang berduit dan berkantong tebal adalah simbol kenyamanan, simbol pemerataan. Puji-pujian terhadap negara kerap dilontarkan dari mulut-mulut mereka, betapa mudah dan cepatnya hidup mereka sekarang dalam mengarungi lautan mobil di Jakarta, bayar mahal sedikit tidak masalah, karena buat manusia Jakarta cepat adalah segalanya, cepat adalah kemewahan, cepat adalah keuntungan. Makin cepat mereka melakukan mobilisasi, makin banyak materi yang mereka dapatkan. Tidak salah memang, tapi seperti yang Orwell bilang dalam novelnya yang berjudul The Road to Wigan Pier, “I felt that I had got to escape not merely from imperialism but from every form of man’s dominion over man. I wanted to submerge myself, to get right down among the oppressed, to be one of them and on their side against their tyrants.” Orwell seperti memberi pesan bahwa hidup adalah pilihan, pilihlah di mana anda akan berpihak. Berpihak pada mereka yang kalah, atau berpihak pada mereka yang menang.
Selayaknya semua warga negara, saya mendukung program pemerataan, saya tidak anti terhadap pembangunan dan pemerataan, saya ingin negara melakukan pemerataan yang berkeadilan bagi seluruh rakyatnya, tanpa satu rakyat pun yang tertinggal. Apakah sudah begitu layak infrastriktur pendidikan dan kesehatan kita sampai-sampai negara melupakan itu dan lebih memilih membangun proyek-proyek infrastruktur yang megah dan monumental? Apakah pengembangan manusia tidak menjadi prioritas negara? Saya rasa, negara yang adil dan makmur adalah negara yang mementingkan perkembangan manusianya, semua manusianya, semua rakyatnya, bukan hanya mementingkan segelintir orang saja. Bukankah sila kelima masih berbunyi, ”Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”? Belum berubah, kan, isinya? Apakah nasib orang-orang kalah tidak akan pernah berubah sampai mereka pergi dari dunia ini? Seperti yang sudah saya tuliskan di atas, Orwell mengajak kita supaya memilih pihak mana yang akan kita pilih, memihak pada pemenang dalam hidup ini, atau memihak pada manusia-manusia yang kalah, yang terpojok di sudut kehidupan tanpa bisa berbuat apa-apa. Saya, mungkin, untuk saat ini akan berada dipihak yang Orwell pilih. Mudah-mudahan saya akan selalu seperti itu sebagai manusia. Masih yakinkah kalian pada jargon, “Indonesia emas 2045”? Silakan direnungkan.
2 notes · View notes
benzbarabwc · 1 year
Text
Tumblr media
Selingan
"Latour, Lacan, Zizek"
Tidak ada modernitas, tidak ada budaya. Lantas yang ada apa? Prancis memang tidak pernah berhenti mengejutkan saya. Sebagai penggemar Prancis, dapat dikatakan saya anak baru di dunia perpenggemaran ini. Saya fanboi Prancis.
Karena anak baru, saya masih terus terkejut dengan pernyataan-pernyataan yang meluncur dari isi pikiran para filsuf Prancis.
Sayangnya, di tulisan ini tidak bisa seratus persen Prancis, karena pernyataan Bruno Latour di atas akan saya tabrakkan dengan kritik Slavoj Zizek ke Jacques Lacan tentang "synthome", homolog semena-mena yang dilakukan Jacques Lacan pada ajaran Karl Marx.
Seperti kita tahu, Jacques Lacan adalah seorang psikiater dan psikoanalis, itu artinya dia memiliki kekuatan (power) yang amat besar, untuk tidak mengatakan "terbesar", sebab memahami ilmu alam dan bekerja sebagai laki-laki berkulit putih yang memahami ilmu alam, dan tidak sekadar ilmu alam, melainkan ilmu kejiwaan, Lacan tidak bisa menafikan sangkaan bahwa dia bisa saja mengarang apapun untuk menjustifikasi ajarannya.
Ini yang kemudian di-point out oleh Zizek. Dalam buku "The Sublime Object of Ideology", Zizek mengkritik penggunaan kata "synthome" yang disangkakan ke Lacan oleh Zizek sendiri sebagai "Homolog" yang semena-mena. Apa maksudnya? Homolog harus dilakukan pada dua objek atau lebih yang apple to apple. Jikalau tidak, ia menjadi justifikasi kebenaran.
Kebohongan ilmiah ini lah yang membuat Bruno Latour, seorang pemikir abad ke-20 di bidang filsafat teknologi, cocok kita sempalkan ke kritik Zizek terhadap Lacan.
Latour bilang, di buku "We Have Never Been Modern" (1991), tidak itu yang namanya budaya karena tidak ada yang namanya zaman modern. Memang tidak mudah memahami ini karena kita adalah warga negara berkembang, tapi tidak mudah artinya kita hanya butuh waktu sedikit lebih lama dibanding warga negara dunia kedua untuk pada akhirnya manggut-manggut sama kritak-kritik para Europeans.
-
Bagaimana hubungan Latour dengan Lacan? Latour lahir tahun 1947, setelah perang dunia kedua selesai dan Lacan tahun 1901, sebelum perang dunia pertama dimulai. PR banget mencari titik temu yang homolog di antara keduanya.
No worries! Dalam setiap PR selalu ada solusi. Latour mengatakan 2 (dua) hal:
1. Zaman modern itu tidak ada, artinya kita tidak pernah menjadi manusia yang modern.
2. Budaya itu tidak ada (dan karena inilah kita tidak pernah menjadi manusia yang modern).
Di sini lah kita menemukan homolog antara dua pernyataan Latour dengan dua pernyataan Lacan tentang ajaran Karl Marx yang ia rangkum dalam sebuah kata sakti yaitu "synthome".
Apa itu? "Synthome" memiliki banyak makna dan cara melakukan homolog adalah dengan mengambil 2 (dua) saja:
1. Gejala individu yang memiliki kejiwaan yang menolak kebudayaan
2. Gejala sosial yang menciptakan individu yang memiliki kejiwaan yang menolak kebudayaan
Nah, di mana kah masalah kedua pernyataan ini? Kalau di dalam dirinya, sih, (das ding, an sich) tidak ada, ya namanya justifikasi, mana mungkin terdapat kontradiksi internal. Tapi, kalau kita melihat dari sudut pandang Marxist seperti Slavoj Zizek, filsuf asal Slovenia yang sekarang mengajar di European Graduate School, dan juga filsuf selebritas, kita dapat menyimpulkan bahwa "synthome"-nya Lacan itu tidak ilmiah, pseudo-ilmiah, dan ini sebuah kejahatan pendidikan juga, lho. Kalau dibiarkan begitu saja ajaran pak psikiater dan psikoanalis Jacques Lacan tanpa didampingi kritik sosial dan ideologi a la Slavoj Zizek, bukan hanya dampaknya buruk bagi nasib pendidikan kita di Indonesia secara umum, tapi juga kita jadi tidak mampu mengenali diri sendiri karena ya, mau gimana, psikologi modern ciptaan Sigmund Freud didistorsi oleh Jacques Lacan, bahkan dia memberi lapisan etika pada ajaran Sigmund Freud ("Seminar VII: Ethics of Psychoanalysis ") seolah tanpanya ilmu dan tentunya beserta sosok Sigmund Freud menjadi tidak etis. Wow!
-
4 notes · View notes
ohlalune · 1 year
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
MENGALAM
Berangkat dari fenomena krisis lingkungan sekaligus ketidakberdayaan manusia dalam menghadapi perubahan-perubahan akibat modernitas, karya Sunaryo merupakan proses perenungan mendalam tentang hubungan manusia dengan alam. Sunaryo banyak mengambil pelajaran dari sifat alam yang tercermin dalam pemilihan atau penggunaan material seperti kayu, batu, bambu hingga air dalam wujud yang beragam.
Sources: selasarsunaryo.com
2 notes · View notes
uminurchayatii · 1 year
Text
Antara Kota dan Desa
Selama ini harusnya kita sadar bahwa yang menghidup kota adalah desa. Tapi dalam perjalanan sejarah manusia, pembanggunan dilakukan dari kota lalu ke arah desa. Sejak zaman dulu orang-orang membangun pusat peradaban dekat laut, tempat orang dari mana-mana saling bertemu dan mengenal. Disitulah terbangun sebuah kota yang ramai, pusat perdagangan, pendidikan, dan kesehatan mulai maju.
Berbagai barang daganggan didatangkan dari desa-desa ke kota. Orang desa memproduksinya dalam waktu yang lama dengan paling sedikit mendapatka keuntungan dibanding orang yang menjual. Pembangunan di desa berjalan lambat karena pertumbuhan ekonomi yang lambat. Keuntungan dari berjualan hasil tani desa memang hanya cukup untuk makan.
Mungkin kita berkata bahwa pembangunan bisa dinyalakan dari sunyi perdesaan. Hal itu memang benar adanya bagi masyarakat desa yang beradab. Selama ini yang kita tahu dari desa adalah nilai-nilai luhurnya. Warga masyarakatnya yang gemar saling tolong menolong, saling bermusyawarah, dan kekeluargaan yang erat di antara warganya.
Berbeda dengan di kota, kita menyebut masyarakat kota individualis, egoistik, konsumtif, dan banyak hal lain disematkannya. Kota-kota yang diiringi gemerlap lampu di malam hari yang membiarkan penduduknya berhadapan dalam arus putaran pasar yang keras. Kedamaian hidup di kota seperti nihilis.
Hal serupa berbanding terbalik dari pelukisan orang tentang desa. Suara gemericik air, pepohonan yang hijau, hamparan padi yang mmulai menguning dan kicau burung adalah pemandangan desa yang diimpikan masyarakt kota. Tapi bagi orang di desa hal sepeerti itu bukanlah yang perlu dinikmati setiap harinya karena sejak bangun sampai tidur lagi lingkungan tempat tinggalnya sudah seperti itu. Pemandangan yang indah seperti itu takk begitu memikat para penduduk desa. Buktinya banyak generasi muda yang ogah tinggal di desa.
Pemandangan alami yang indah di desa tak cukup berarti bagi penduduknya yang terhimpit kemiskinan dan terjerat hutang rentenir. Padi yang menguning, panen yang bagus tak cukup membeli kebahagiaan, juga tak cukup membuat anak-anak para petanni meneruskan pekerjaan orangtuanya, para pemuda anak petani desa dengan modal panen yang harganya murah pergi ke kota mencari pekerjaan baru.
Penduduk desa hari ini memanglah sudah tidak bisa disamakann dengan orang desa jamann dulu. Disentuh roda peradaban modern, orang desa hari ini juga mempunyai standar hidup yang sama dengan orang kota. Hidup petani yang dulunya cukup makan keluarga, bisa bayar iuran rt, gelar hajatan kampung. Kebutuhan warga desa sudah bertambaah lebih banyak. Mereka mulai membangun rumah yaang bagus, menyekolahhkan anak-anak di kota, atau mengirim anak bekerja di kota. Arus mdernitas merubahhh cra hidup desa. Nilai luhur desa kini jugaa berjalan beriingan dengann efek dari roda modernitas.
Masyarakat desa menikmati hidupnya kalau ia punya tanah. Tapi punya tanah saja tidak cukup jika mau bersanding dengan kebutuhan kehidupan moder. Harus didampingi dengan pekerjaan laiin, misalnya menjadi pejabat, menjadi pegawai, atau berdagang.
Capaian itu hanya bisa diraih para tuan tanah. Penduduk desa yang biasa buruh tani. Mencoba mengakhiri kemiskinan dengan meranntau di kota. Jika tidak hilanglah sumber penghasiilan. Mengandalkan buruh di tuan tanah seperti moyangnya dalu sudah tidak bisa lagi. Bayaran buruh tani sangat kecil. Lebih baik jadi buruh pabrik.
Di kota lah para orang desa bertemu dengan penduduk desa lain yang hampir serupa juga kasussnya. Pergi dari desa adalah keterpaksaan zaman. Lalu di kota berjumpa dengan konflik baru. Orang kota juga ada yg kaya dan miskin. Rumah reyot di pinggir-pinggir kalli yang kumuh menjadikan orang desa bersyukur. Semiskin moskinnya di desa lingkungannnyaa masih lebih bagus.
Orang desa bukannya tidak ingin membangun desanya. Tapi kenyataannya berkata, selama ini pembangunan itu dari kota baru ke desa. Pekerjaan yang beragam di kota menyediakan akses bertumbuh kaum muda. Di desa bukannya tidak bisa, tapi peluang tidaklah sebanyak di kota. Pun di desa kita berhadapan dengan lebih banyak keterbelakangan budi. Pemilihan kepala desa masih dimenangkan oleh calon yang menabur paling banyak uang meski minim gagasan.
2 notes · View notes
lamuide · 1 month
Text
Jangan Nabi Muhammad Saw, Jangan Dulu
Aku dikejar-kejar oleh kebenaran yang begitu saja aku yakini meski tidak begitu kupahami dari mana asalnya. Jangan-jangan itu berasal dari bisikan entah dari mana tapi pasti ada. Aku yakin itu. Aku tahu memberi itu baik dan aku tidak tahu mengapa aku mengetahuinya.
Aku gantian mengejar kebenaran itu tetapi mulai kuragukan jika kebenaran semata-mata berasal dari luar diriku dan aku mulai mendialogkan kebenaran yang datang dari dalam diriku dengan berasal dari luar. Kadangkala aku mendialogkannya dengan diriku sendiri. 
Lalu kusadari bahwa aku terbatas dalam hal mencari kebenaran yang kuyakini ada itu. Rasioku terbentur dinding keterbatasannya sendiri. Realitas yang hendak kupahami pun tidak secara utuh menampakkan dirinya padaku. Rasioku yang terbatas terbentur penampakan yang bukan hakikat sesungguhnya. 
Jangan-jangan keyakinanku tentang rasioku yang terbatas tidak lah benar. Bukankah keyakinan itu lahir dari rasioku yang terbatas? Jadi, kesimpulannya itu layak diragukan. Sebaiknya aku kembali kepada keyakinan superioritas rasioku. 
Dengan rasioku, seharusnya segala apapun yang ada harus dipahami secara rasional. Ilmu pengetahuan lahir dari keyakinan atas superioritas rasio. Aku pun memasuki era kemajuan dan modernitas yang tak terbayangkan olehku sebelumnya. Pada tahap ini, rasioku memang menentukan tetapi yang lebih menentukan adalah realitas di luar rasioku karena kebenaran harus berkorespondensi dengannya. 
Belum 300 tahun sejak keyakinanku kepada rasio terbukti membawa kemajuan, aku kecewa. Kemajuan teknologi merusak manusia dan habitatnya. Aku terancam punah. Rasioku kembali menjadi pesakitan. Jangan-jangan rasioku tidak semewah yang kuduga. Atau jangan-jangan aku telah menunggangi rasioku demi hasrat liarku yang sesungguhnya jahat dan merusak. Barangkali juga tidak merusak, hanya egois. 
Apakah aku egois karena aku sendiri? Mungkinkah aku melakukan sesuatu semata-mata karena aku? Sepertinya tidak. Aku memang ada tetapi dunia sekelilingku juga turut membentuk siapa aku dan egoku. Aku tidak boleh mengabaikan itu. 
Rasioku pernah kuyakini sebagai penentu realitas, tetapi aku berubah dan menganggap rasioku memang ditentukan oleh realitas di luarnya karena harus berkorespondensi dengannya. Lalu aku kembali berubah menganggap rasioku penentu realitas, tapi rasio ini jangan-jangan rasio yang jahat dan berakibat aku dan bumi binasa. 
Lalu aku kembali berubah aku tidak bisa menyalahkan begitu saja rasioku. Realitas ini turut membentuk rasioku. Jadi, dia punya andil yang tidak remeh.
Saat rasio sudah sedemikian berjaya, rasio tidak lagi memikirkan hakikat dan tujuannya. Dia lebih sibuk merumuskan alam semesta semata-mata untuk menemukan hukum-hukum dasar yang berlaku padanya. Hukum-hukum itu menjadi jauh lebih penting daripada alam semesta itu sendiri. Eksploitasi alam semesta dan manusia semakin menjadi-jadi.
Sampai di sini, aku bisa berkaca kepada semua yang telah aku lakukan dan bagaimana rasioku bekerja. Tampaknya tidak ada yang benar-benar rasional dan ilmiah setelah sekian lama rasioku telah menghasilkan peradaban yang sedemikian maju. Semua tidak lebih daripada proses anarkis yang menabrak semua yang tidak rasional dengan cara-cara yang juga tidak rasional. 
Akupun mulai bertanya-tanya. Jangan-jangan rasio dan realitas aku andaikan ada dan saling berinteraksi sesungguhnya tidak ada. Yang ada hanyalah bahasa. Ya, katakanlah rasioku dan realitas adalah sama-sama realitas. Di luar itu hanya ada bahasa. Jadi, yang ada hanyalah bahasa dan realitas dalam posisi bahasa adalah realitas yang sesungguhnya, bukan realitas. Kalaupun realitas ada, maka itu adalah realitas bahasa.
Jangan-jangan benar apa yang disebutkan di atas. Andaikan manusia tidak ada, apakah segala yang tampak ini ada? Kalaupun ada, ada seperti apa? Bukankah kehadiran kita yang membuat segalanya jadi ada? Lalu, andaikan manusia ada, tapi tidak ada bahasa. Bagaimana mungkin semuanya ada tanpa bahasa? Manusia tanpa bahasa sama seperti tumbuhan, hewan, dan bebatuan. Manusia tanpa bahasa, tidak ada manusia. Alam semesta tanpa manusia, tidak ada alam semesta. 
Apapun itu, bahasa memang telah menjadi sarana yang tiada tara dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peradaban berutang besar kepada bahasa. Namun, ilmu pengetahuan dan teknologi hadir untuk menaklukkan. Barangkali sudah menjadi tabiat ilmu pengetahuan untuk itu. Ilmu pengetahuan melahirkan rumusan-rumusan yang tujuannya adalah penaklukan. Memahami berarti menguasai hingga mengeksploitasi. Meski seharusnya tidak begitu, itulah kenyataannya. 
Apa yang tersisa dari puing-puing yang diakibatkan oleh penaklukan dan penjajahan? Tidak ada, kecuali bahwa kebenaran tidak lagi penting. Jika keinginan bisa tercapai tanpa kebenaran, mengapa harus benar? 
Apa itu keinginan? Keinginan adalah segala hal bertaut dengan kepentingan aku seperti ideologi, keyakinan, identitas, dan lain-lain. Semua bukan hanya tidak harus benar, tetapi juga harus hidup meskipun itu berarti semua selainnya harus mati. 
Contoh bentuknya yang parah adalah pro-Jo atau anti-Jo. Kebenaran layu di hadapan keduanya karena keduanya punya prinsip yang penting kami dan bukan mereka. Contoh lain adalah yang penting agama ini dan bukan yang lain. 
Pada titik yang jauh lebih parah, pro-Jo atau anti-Jo tidak lagi penting karena yang penting adalah menang. Besok pro-Jo dan lusa anti-Jo sama sekali tidak penting. Ideologi yang awalnya mendingan daripada tidak ada kesetiaan sama sekali menjadi turun lebih hina karena yang penting menang dan ideologi hanyalah jualan. 
Di era seperti disebutkan di atas, aku merindukan masa silam saat-saat rasionalitas masih bisa diperpegangi. Masa-masa itu mungkin tidak lagi pernah kembali karena harus kuakui bahwa rasionalitas juga penuh bopeng. Rasionalitas tetap harus dikawal oleh semacam nurani agar tidak sama sekali semaunya.
Nurani siapa yang menjaga rasionalitas? Nurani aku? Jangan percaya! Aku masih terpenjara hasrat-hasrat rendah, kadang seksual, kadang sensual. Nurani kamu? Ah, kamu dan aku sebelas dua belas. 
Sebaiknya kita menunggu datangnya seorang nabi. Nabi seperti Nabi Musa as? Jangan, beliau terlalu rasional. Nabi Isa as? Jangan, beliau terlalu spiritual. Nabi Muhammad Saw? Jangan. Paling tidak jangan sekarang. Kita membutuhkan syafaat beliau di Akhirat. Barangkali jauh lebih baik Nabi Adam as. Beliau berani berbuat meski terancam salah. Namun, beliau bersedia memperbaiki diri jika salah meski dihukum harus turun ke bumi. Lagian, bukankah memang beliau adalah Khalifah? Mengapa harus Nabi Adam as? Bukankah ada kita? Bukankah kita adalah keturunan Nabi Adam as tanpa harus tes DNA? Ya, kita. Kamu dan aku.[]
0 notes
lenterablog · 1 month
Text
Mewujudkan Harmoni Antara Modernitas dan Alam: CitraLake Sawangan, Depok
Sawangan, sebuah wilayah yang semakin menarik di Depok, telah menjadi tuan rumah bagi berbagai pengembangan properti yang menggairahkan. Salah satu pengembang utama yang berkontribusi dalam memunculkan potensi terbaik Sawangan adalah Ciputra Group, dengan proyek unggulannya, CitraLake Sawangan sebelum Shila Sawangan. Dengan lahan seluas 13 hektar, CitraLake Sawangan bukan hanya sekadar kawasan…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
dominousworld · 1 year
Text
LA MODERNITA' ATTRAVERSO GLI OCCHI DELLA TRADIZIONE
LA MODERNITA' ATTRAVERSO GLI OCCHI DELLA TRADIZIONE
di Alexander Dugin Passiamo ora ad una parte assolutamente diversa dell’antropologia: il modo in cui la filosofia e la scienza dell’Occidente moderno presentano l’uomo, la sua essenza, la sua natura. Si parte quasi sempre dalle nozioni moderne, che diamo per scontate (‘il progresso è obbligatorio’), e attraverso il loro prisma ci rivolgiamo ad altre nozioni, ad esempio pre-moderniste. Con una…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
iotnoitutti · 2 months
Link
---
0 notes
manasukablog · 2 months
Text
Shila at Sawangan Hunian Modern dan Mewah Tanpa Masalah
Shila at Sawangan adalah salah satu pilihan hunian yang sangat direkomendasikan bagi Anda yang menginginkan kombinasi sempurna antara kenyamanan, keasrian, kemewahan, dan modernitas. Terletak di kawasan Sawangan, Depok, perumahan ini menawarkan pengalaman tinggal yang istimewa dengan berbagai fasilitas dan keunggulan yang ditawarkan. Rumor tentang  Shila Sawangan bermasalah pun sudah…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
hongibi · 2 months
Text
Jalan Tol (Puisi)
Ku lihat jalan tol baru itu
Di tengah-tengahnya terdapat kuburan
Apakah orang mati tidak boleh tenang?
Terhimpit oleh laju modernitas
Apakah jalan tol lambang pemerataan?
Atau lambang kemelaratan?
Ke mana mereka yang tergusur?
Pergi untuk mereka yang subur
Jakarta, 16 Mei 2024
2 notes · View notes
benzbarabwc · 1 year
Text
Tumblr media
Serial Jacques Rancière (2)
"Logika Genre dan Modernitas"
Perlu kita ingat, bahwa Leonardo da Vinci merupakan pelukis yang lahir di sebuah pulau besar sekaligus "state-union" yang kini kita sebut Uni-Eropa.
Maka, berbekalkan ingatan sederhana ini, kita jadi tahu, bahwa apa-apa yang akan kita diskusikan tentang Leonardo da Vinci, termasuk khususnya lukisan yang enigmatik dan kontroversi (juga mahal), "Mona Lisa", perlu selalu kita kembalikan pada sebuah dan sebentuk konteks bernama "Tradisi Barat".
Dalam tradisi Barat, tentu kalian sudah tidak asing lagi sama yang namanya "demokrasi", ya, kan?
Jacques Rancière punya sebuah pendapat tentang demokrasi. Dia bilang, demokrasi adalah sebuah paradoks. Artinya, kita tidak bisa memahami demokrasi sesederhana bebas berpendapat, voting, pemilihan presiden, dan seterusnya.
Demokrasi merupakan sebuah operasi logika yang rumit. Rumitnya bagaimana, nih? Rumitnya adalah ia bukan sesuatu yang tunggal dapat didefinisikan sebagai sebuah kata yang bisa dimaknai dengan praktik-praktik yang tadi saya sebut di paragraf sebelum ini, tapi ia juga merupakan kejadian-kejadian sosial yang tidak ada rumus Matematika-nya, alias random banget, atau fuzzy banget.
Demokrasi merupakan produk tradisi Barat, khususnya Yunani kuno. Jacques Rancière memang banyak mengambil pemikirannya dari ide-ide filsuf Yunani kuno seperti Plato dan Aristoteles.
Pernah dengar tentang kategori lukisan sebagai "fine art" dan "liberal art"? Atau "commercial art"? "Fine art" adalah karya seni yang dianggap sebagai karya seni murni, atau sebuah karya seni yang penciptaannya tidak lain dan tidak bukan hanya untuk keindahan semata, tidak untuk memenuhi pesanan pasar, atau diciptakan dengan paradigma modern atau berfokus pada hal-hal yang berbau pasar: jumlah, harga, tawar-menawar, komoditi, dsb. "Liberal art" adalah karya seni yang dianggap sebagai karya seni yang melakukan revolusi, atau perlawanan kepada otoritas yang berwenang.
Nah, masuk ke kategori yang mana kah lukisan Leonardo da Vinci, "Mona Lisa"?
Jelasnya, ia masuk ke kategori "commercial art", sih, karena Leonardo da Vinci tidak menginisiasi sendiri lukisan "Mona Lisa", seorang suami dari perempuan bangsawan Italia bernama Lisa del Giocondo. Memang benar pada akhirnya Leonardo da Vinci tidak menyerahkan hasil akhir lukisan tersebut kepada si pemesan, dan di sini kita tentu kesulitan menyebutnya sebuah "commercial art" karena tidak ada informasi mengenai pertukaran "currency" atau mata uang dengan lukisan tersebut (singkatnya, Leonardo da Vinci tidak dibayar, tidak menerima bayaran, tidak terjadi kegiatan berupa sebuah pembayaran, baik itu berupa sebuah uang muka maupun dan terlebih-lebih lagi pelunasan).
Di sini lah teori-teori Rancière tentang "logika genre" menjadi jawaban atas kompleksitas ini.
Ingat soal "mimesis"? Teori estetika-politik Rancière yang mengatakan bahwa sebuah karya seni merupakan kerja sama antara "poiesis" dan "aisthesis" (Kalau lupa, baca ulang di sini ya: )?
Tindakan Leonardo da Vinci yang tidak menyerahkan hasil akhir lukisan "Mona Lisa" kepada yang memberi komisi, maksudnya yang melakukan "commission" atau yang memesan, merupakan sebuah tindakan politis, meskipun bisa jadi da Vinci tidak bermaksud demikian.
Ini merupakan apa yang disebut Rancière sebagai "Redefinisi politisitas (politicity) Aristotelian".
2 notes · View notes
Text
Call 0811-3555-890,  Real Estate Elit 2 Lantai dengan Jaringan Luas di The Hamlet Surabaya Timur
Tumblr media
Dalam hiruk pikuk kehidupan perkotaan Surabaya Timur, terdapat gemerlap rumah-rumah modern yang menawan hati. Rumah-rumah ini bukan sekadar tempat berteduh, tetapi sebuah cerminan dari gaya hidup yang terkini dan nyaman. Dengan kualitas unggulan dan desain yang memukau, mereka mewakili perumahan modern terbaik di kawasan ini.
Mencari Hunian yang Terbaik Bagi mereka yang mendambakan hunian modern terbaik di Surabaya Timur, langkah pertama adalah mencari tempat yang memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Menemukan rumah modern terbaik Surabaya Timur berarti menemukan keseimbangan antara kemewahan, kenyamanan, dan kepraktisan.
Menyelami Ragam Pilihan Ketika berbicara tentang rumah modern terbaik, variasi adalah kunci. Dari desain minimalis hingga arsitektur futuristik, Surabaya Timur menawarkan ragam pilihan untuk para pencari hunian. Dengan demikian, menjelajahi rumah modern terbaik Surabaya Timur memungkinkan kita untuk menemukan rumah yang cocok dengan gaya hidup dan preferensi kita.
Kualitas Terkini untuk Gaya Hidup yang Terkini Tidak hanya tentang estetika, rumah modern terbaik Surabaya Timur juga menawarkan kualitas terkini untuk gaya hidup yang terkini. Dari teknologi canggih hingga fitur-fitur hijau yang ramah lingkungan, setiap aspek dari rumah-rumah ini dirancang untuk memenuhi tuntutan zaman.
Kemewahan yang Terselubung Kemewahan dalam rumah modern terbaik Surabaya Timur tidak selalu berarti hal yang mencolok. Terkadang, kemewahan terselubung dalam detail-detail halus seperti bahan-bahan berkualitas tinggi, pencahayaan yang terukur, dan ruang yang terorganisir dengan baik. Inilah yang membuat rumah-rumah ini begitu istimewa.
Kenyamanan dan Keamanan yang Tak Terbantahkan Tidak peduli seberapa modern atau mewah sebuah rumah, kenyamanan dan keamanan tetap menjadi prioritas utama. Rumah modern terbaik Surabaya Timur tidak hanya menawarkan fasilitas yang mewah, tetapi juga lingkungan yang aman dan nyaman bagi seluruh keluarga.
Investasi Masa Depan yang Cerdas Selain sebagai tempat tinggal, rumah modern terbaik Surabaya Timur juga merupakan investasi masa depan yang cerdas. Dengan perkembangan pesat kota ini, nilai properti cenderung naik dari waktu ke waktu. Maka dari itu, memiliki properti di kawasan ini bukan hanya memenuhi kebutuhan tempat tinggal, tetapi juga merupakan langkah yang bijak secara finansial.
Kesimpulan Secara keseluruhan, rumah modern terbaik Surabaya Timur menawarkan lebih dari sekadar tempat tinggal. Mereka adalah manifestasi dari gaya hidup yang terkini dan nyaman, di mana kualitas, kenyamanan, dan kemewahan bersatu dalam harmoni yang sempurna. Jika Anda mencari hunian yang mencerminkan citra modernitas dan kemewahan, maka rumah modern terbaik Surabaya Timur adalah pilihan yang tepat untuk Anda.
0 notes