#merajam
Explore tagged Tumblr posts
freemagazines · 2 days ago
Text
Frustrasi merajam kalbu, bagai duri mawar yang melukai
"Frustrasi merajam kalbu, bagai duri mawar yang melukai. Namun, ingatlah, di balik setiap luka, ada kekuatan yang mekar, seharum mawar yang kelopaknya terbuka, menyambut fajar."
0 notes
kevinsetyawan · 2 years ago
Text
Jutaan Kenangan Dalam Perpisahan
Oleh : Kevin Setyawan
Tumblr media
Ingatkah dirimu saat kita pertama jumpa(?) dirimu menjadi seorang paling sempurna dalam hidupku dari semua yang pernah aku temui.
Seiring waktu berlalu senyumannmu , suaramu selalu mengingatkanku akan hadirmu membuktikan perlahan rasa ini kian membesar.
Hidupku seolah berpendar dalam gelap bak semua mengikuti sesuai irama seolah diriku hidup dalam lantunan melody yang menari dibawah bayangan kita.
Namun akan ada hari dimana aku tidak bisa menjelaskan lagi sepatah katapun tentang berartinya dirimu bagiku.
Dan hari hari dimana aku dapat melihat senyumanmu sudah tak dapat aku rasakan lagi.
Tawamu yang membuatku tenggelam dalam dirimu perlahan akan menjadi asing bagiku dan jarak kita akan terpaut dengan jauhnya.
Hanya tanya yang akan menyisakan akhir cerita kita, semua rasa sakit yang tak dapat aku tahan lagi siap merajam hati yang rapuh ini.
Dan saat itu tiba aku mohon simpanlah aku dalam suatu ruang dihatimu, ruang yang tak dapat seorangpun bisa menggantikannya walau sekalipun telah usang dan penuh dengan debu , tapi rindumu akan selalu berarti bagiku.
53 notes · View notes
gagarasmara · 1 month ago
Text
Seok
Tumblr media
Di saat pikiran usang, ada yang masih tetap menyala. Aku tidak tahu tepatnya apa. Seperti bau anyir, tetapi itu bukan hal yang mengecewakan. Lagu-lagu terus berputar, maknanya menguap. Tapi setiap penyanyinya melantunkan kata "Ibu" dalam liriknya; mataku ingin tumpah.
Pernah sekali aku khusyuk. Bersujud. Nama-nama Tuhan bersiul lirih. Sepoi dan membuatku terkantuk-kantuk. Dunia yang sibuk ternyata bukan omong kosong. Diri ini larut sedalam-dalamnya. Jauh ke hitam dalam. Pegangan itu mulai rapuh, tetapi aku benar-benar tidak mau. Tidak boleh, jangan, kumohon kembalilah rasa kantuk.
Mataku nanar, memandang jalanan yang kosong. Aku merindukan itu, tetapi setelah sekian menit; aku tercekat ketakutan. Kesepian jadi algojo bertangan dingin; kejam; lalu merajam setiap tubuh, setiap ringkih.
Di saat pikiran usang, ada yang masih tetap menyala. Jam terdengar tiktoknya. Setelah hampir berjam-jam aku melihat langit-langit kamar Mataku terpejam. Hening. Samar-samar ada bayangan Ibu di kejauhan:
"Tuhan, jangan jauhkan anak ku dariMu."
3 notes · View notes
zombie-ru · 1 year ago
Text
Riuh
Tumblr media
sumber gambar: pinterest
Bagaimana ini? Mengapa penuh sekali yang berdesakkan, berlusin-lusin pikiran berjejal di dalam kepala. Ia merajam akal serta membababelurkan batinku dengan begitu kejam. Begitu sesak, begitu sempit, memarginalkan sisa sadarku yang sudah diambang batas. Rasanya ingin mangkir, ke perairan yang tenang, ikut mengalir dari hulu ke hilir.
Bagaimana ini? Tampaknya ia tak membiarkanku begitu saja. Semakin bergairah menggerogoti kewarasanku. Tiada celah untuk sekadar membangun pertahanan diri. Matilah aku. Tergeletak saja bagai seonggok abu juga bukan jalan terbaik. Jika sudah begini, aku harus bagaimana?
10 notes · View notes
zulfazzakiyah · 1 year ago
Text
Malam Kelam
Hari keempat di penghujung bulan kedua. Tahun kabisat dengan dua puluh sembilan hari bersama. Tanggal yang istimewa sebab hanya satu kali dalam empat tahun berjumpa. Harap bertemu dengan yang membuat hati berlega. Namun nyatanya, justru lara yang kurasa.
Sinar mentari belum menampakkan diri. Tetapi hariku terasa seakan berlari. Meski waktu begitu cepat berganti. Namun tetap saja, aku ingin segera berlalu melepas segala susah hati. Sebab rasa tak nyaman ini telah menetap selama tiga hari. Tak juga berkurang segala gundah ini.
Teringat jelas kejadian silam. Ketika mendapat kabar yang tak pernah kuduga pada suatu malam. Perihal sesuatu yang kini membuatku amat kelam. Seketika aku berharap akan datangnya ilham. Agar tiada gundah dan lara merajam.
Tiga malam sudah aku tak tahu arah. Tiada tempat untukku berbagi gundah. Berteman pun hanya dengan resah. Sebab yang kupercaya kini tak lagi singgah. Sedangkan aku tak mampu menahan sendiri segala gelabah.
Mentari kini telah menyelesaikan tugas harian. Berganti dengan bias sinar sang rembulan. Cakrawala pun tak lagi terang kebiruan. Bertukar dengan gelapnya malam yang penuh kesunyian. Penunjuk waktu kini berada pada angka delapan. Namun, resah di dada tak juga berkurangan.
Kepada semesta yang tak pernah lelah mendampingi. Semoga tak jemu akan segala pinta diri. Agar hariku tak lara kembali. Terima kasih atas segala jalan yang akan terlewati.
2 notes · View notes
senjadansastra · 2 years ago
Text
Di Antara Senyap dan Kenangan: Saat-saat Bersama yang Terpisah
Di tengah haru yang tak terucap, suara langkah yang hampa menyusuri lorong-lorong yang sunyi. Cahaya senja melukis bayang-bayang yang perlahan tenggelam. Dan dalam momen ini, kami yang terpisah oleh jarak dan waktu, merindukan kehangatan yang dulu kami rasakan.
Dalam kebisuan kota yang pernah kami panggil rumah, kenangan terpahat dalam detik-detik yang kini jauh. Salah satu dari kami telah pergi, dan kini kota itu bukan lagi tempat yang sama. Ada yang hilang, sesuatu yang tak bisa dijelaskan, dan kami berusaha menyusun kembali hati-hati yang kacau.
Kami berharap bisa mengubah segalanya, seperti dahulu kala. Namun, kenyataannya lain. Di dalam, ada kehampaan dan pertentangan yang menyiksa. Waktu yang tak menentu merajam dan kami terjebak dalam kegelisahan.
Batin ini masih terluka, dan rasa bahagia bertabrakan dengan kesedihan. Rasanya seperti air yang terus mengalir, mengisi hati kami dengan dua perasaan yang bertentangan.
Tak ada yang tahu kapan kami akan bersama lagi, merangkul mimpi dan bekerja dengan tangan yang sama. Saat-saat itu sangat kami rindukan, seolah menjadi puncak yang menghiasi hidup kami.
Membayangkan masa depan tanpa kalian, sahabat sejati, adalah pukulan telak yang membuat kami terluka dan teriris. Kami tak tahu apa yang membuat perpisahan ini begitu menyakitkan, tapi kami merasakannya dalam setiap detik.
Kami sadar bahwa memiliki teman sejati adalah karunia langka, hadiah dari alam semesta. Kami bersyukur. Terima kasih atas semua kenangan indah yang kita bagi, dan dukungan yang selalu kalian berikan. Semoga Tuhan selalu menjaga kalian.
Kami memohon maaf jika belum bisa menjadi teladan yang sempurna. Semoga kalian selalu bertemu dengan orang baik yang selalu ada di saat kalian butuh.
Terima kasih atas dua tahun indah yang mengubah kami menjadi pribadi yang lebih baik. Kami berharap kita dapat berkumpul kembali di masa depan, merajut kembali benang-benang persahabatan yang terputus.
5 notes · View notes
inthedusk · 2 years ago
Text
Tumblr media
カルマ — KARUMA.
A list of karmas, from the karma-bearer.
— NEJI TAKA.
Ada rumor yang membawa sebuah cerita. Mereka berkata, ada seorang pembawa karma di sana. Entah siapa, atau entah apa. Namun, kian hari sampai hari berikut-berikutnya, karma itu tampak semakin nyata di depan mata.
Ada pemerkosa yang menjadi buta.
Ada perundung yang hampir mati.
Ada pembunuh yang gantung diri.
Di lain hari. Di lain waktu. Di lain kesempatan.
Ada lagi seorang koruptor yang meregang nyawa di tengah-tengah tumpukan uang di ruang kantornya.
Lantas, bagaimana bisa?
Ada apa? Dan, mengapa?
Kemudian diseretlah nama Mirai Karma dalam ceritanya. Karma. Sesuai dengan namanya.
Namun, sedikit yang mereka tahu, bahwa si pembawa karma yang nyata justru sedang terbahak dan terpingkal di balik terkaan cuma-cuma mereka.
𝑩𝑨𝒀𝑨𝑵𝑮𝑨𝑵 𝑯𝑰𝑻𝑨𝑴 𝑫𝑨𝑳𝑨𝑴 𝑨𝑵𝑮𝑨𝑵-𝑨𝑵𝑮𝑨𝑵.
Aku menatap kegelapan di dalam sudut pandang. Begitu hitam dan kelam. Tanpa warna, tanpa cahaya. Setidaknya, hanya ada beberapa bercak-bercak kemerahan di beberapa tempat. Hanya itu satu-satunya yang menjadi pewarna di antara malam-malam kelamku. Malam-malam kelabu yang terus menghantui sejak dahulu. Dahulu hanyalah permulaan. Dahulu hanya ada setitik saja bercak kemerahan. Lambat laun, bercak-bercak itu semakin bertambah hingga hampir melapisi seluruh permukaan kanvas. Ya, sebuah kanvas hitam yang melukiskan perjalanan hidupku hingga sekarang.
Ibu berkata semua ini adalah kutukan. Kutukan dari sang dewa yang marah akan sebuah peristiwa, entah apapun peristiwanya. Sang dewa yang marah hingga melampiaskan rujaman kemarahan kepada anak manusia yang menjadi umatnya, yang menyembahnya, yang menuturkan nikmat dan pujian kepadanya. Ibu juga berkata, kutukan ini adalah suatu berkah. Namun, aku tak pernah bisa melihatnya sebagai berkah.
Kutukan sebagai pembawa karma, katanya.
Karma, ya? Karma yang membunuh orang-orang? Karma yang mencelakai orang-orang? Karma yang seakan ikut menularkan kutukan kepada orang-orang?
Memangnya itu bisa dikatakan sebagai berkah? Berkah yang malah menyiksa jiwaku?
Hampir setiap hari aku haus akan warna merah. Bukan merah pada cat pewarna, apalagi merah yang terpampang di sebuah gambar. Aku haus akan warna merah yang dapat mengalir, yang sedikit kental, yang datang dari daging-daging yang terkoyak. Yang lebih-lebih lagi, aku haus akan warna kemerahan yang datang dari jiwa orang-orang pembangkang, yang senang melanggar akidah dan norma-norma kehidupan, yang senang melawan batas-batas hak asasi setiap orang.
Aku haus akan darah mereka, darah kejahatan.
Namun, ibu, sebagai seorang shaman (シャマン), terus menganggap ini sebagai kutukan yang berupa berkah. Lantas aku, yang termangu di tengah-tengah kegelapan ini, hendaklah bertanya-tanya; berkah macam apa yang pada akhirnya membuat ibu harus membawaku ke sebuah ruangan berisi dokter spesialis kejiwaan?
𝑴𝑬𝑹𝑨𝑯 𝑫𝑰 𝑨𝑵𝑻𝑨𝑹𝑨 𝑲𝑬𝑳𝑨𝑩𝑼.
Sinar rembulan membelah langit malam, menyelinap masuk melalui jendela bening bertabur debu-debuan. Ada kesunyian yang membara-bara, ada dengung yang merajalela, ada juga jangkrik yang mendendangkan irama.
“Matilah.”
Dalam satu hembusan napas yang tenang, tangan bersarung hitam itu menarik tali sekuat tenaga. Ia berdiri tepat di hadapan sesosok manusia yang meronta-ronta di udara, digantung dengan berkalungkan tali tambang di lehernya.
“T-tolong... B-beri aku ampun—”
Suara tercekik yang mencicit-cicit menjadi angin lalu di telinga, terbang mengangkasa dan melebur menjadi polusi udara di antara dinginnya malam Desember yang membeku.
Dan sosok yang meronta pun kian membeku.
“Mati saja, perundung tengik.”
Mata sipitnya memicing dan menusuk, ikut merajam hingga menghantarkan nyawa si anak manusia di depan sana terbang meninggalkan raganya.
***
“𝘚𝘦𝘯𝘴𝘦𝘪, apa aku akan sembuh sebentar lagi?”
“Tak perlu dipusingkan, Sota. Aku akan membantumu bagaimanapun caranya.”
“Aku merasa semakin gila, 𝘚𝘦𝘯𝘴𝘦𝘪.”
“Kau tidak gila. Percayalah, kau akan sembuh.”
𝑩𝑼𝑨𝑯 𝑲𝑨𝑹𝑴𝑨 𝑫𝑰 𝑷𝑰𝑹𝑰𝑵𝑮 𝑯𝑰𝑻𝑨𝑴.
Gemilang di langit malam, kerlap-kerlip bintang bertaburan, selayaknya lampu dan sinar rembulan, patutnya memang sedikit mampu menerangi angkasa yang kelam. Setidaknya, masihlah nampak pantulan warna yang memanjakan mata, memberi pertanda bahwa panorama dunia masih akan tetap terasa sekalipun telah melewati senja.
Seperti itulah adanya sukacita dalam kisah semesta. Namun, seorang Yuji Sota akan tertawa saja.
Sukacita tercipta dari hasil lelaku yang berbau baik-baik-baik. Pun datang dari kasih dan sayang, putih dan suci. Yang baik-baik akan didatangkan yang baik-baik pula. Begitu kata mereka. Namun, jangan sampai dilupakan satu hal lainnya.
Sebab di dunia ini ada putih dan ada hitam. Ada terang dan ada gelap. Maka, akan ada baik dan akan ada buruk.
Bila yang baik-baik akan didatangkan yang baik-baik pula, lantas bagaimana dengan yang buruk-buruk?
Yuji Sota berkata, “Bila semesta akan mendatangkan yang baik untuk semua yang baik-baik, maka akan kudatangkan yang buruk untuk semua yang buruk-buruk.
Aku adalah perlambangan nyata dari sebuah karma.
Aku adalah yang bertakhta di atas keadilan semesta.”
𝑺𝑬𝑫𝑰𝑲𝑰𝑻 𝑻𝑬𝑵𝑻𝑨𝑵𝑮 𝒀𝑼𝑱𝑰 𝑺𝑶𝑻𝑨.
Tumblr media
- Nama: Yuji Sota
- Tempat Lahir: Matsue
- Tanggal Lahir: 31 Oktober 2006
- Status: Pelajar di Takamatsu High School
Orang-orang menganggap Sota sebagai seorang komedian yang telah hilang kewarasan. Mereka melihat Sota sebagai sosok yang tak tahu malu, bahkan dalam roman-roman obrolan paling serius sekalipun. Dan memang, sebagai orang yang tak bisa serius, Sota sudah bagaikan pelaku utama yang senang merusak suasana.
Ada celetukannya yang mengundang tawa, ada pula omongannya yang memancing pukulan di muka.
Namun, mereka menganggap Sota sebagai salah satu sosok penting yang harus selalu ikut andil dalam setiap kegiatan. Apapun bentuk kegiatannya. Sebab, bagaimanapun, hiburan akan selalu menjadi yang nomor satu untuk tiap-tiap jiwa. Terutama bagi jiwa-jiwa yang menangis akibat menanggung tekanan dari beban kehidupan.
“Sudah bangun rupanya? 𝘏𝘰𝘸 𝘥𝘰𝘦𝘴 𝘩𝘦𝘭𝘭 𝘧𝘦𝘦𝘭, kawan?” Itu menjadi kalimat pertama yang keluar dari mulut Sota, ketika menyambut teman sepermainan yang baru disadarkan dari koma panjang. Tentu saja, hal itu berujung dengan pukulan di punggung dan sepakan keras di pantatnya. Sota yang mengaduh akan berucap, “Bisa tidak, jangan sakiti tubuhku? Mudah rapuh begini. Nanti kalau badanku hancur lebur, siapa yang akan menjadi badut acara kalian?”
Orang-orang yang keheranan sampai bertanya-tanya soal kebenaran bahwa ibunya benar seorang shaman atau bukan. Sebab, gambaran pribadi seorang Yuji Sota jauh sekali dari gambaran seorang anak shaman yang ada dalam bayangan.
Namun, siapa yang akan menyangka bila manusia tak waras seperti seorang Yuji Sota—bahkan saudara kembarnya sendiri senang menyebutnya tak punya akhlak—bisa menjadi salah satu perwakilan olimpiade di sekolah? Guru-guru bahkan sempat menuduhnya berlaku curang dalam ujian. Yang kemudian, dengan raut muka sengak yang menyebalkan, Sota mematahkan tuduhan itu dengan ujian lisan secara langsung di depan kelas, disaksikan oleh teman-temannya yang menganga dengan mata membulat.
“Tahu tidak, apa yang lebih parah dari menyaksikan Sota menjawab ujian lisan di depan kelas?”
“Apa?”
“Yang lebih parah, ketika orang-orang di dalam kelas sedang menganga tak percaya, bocah tengik itu malah asik mengupil dengan muka sengaknya.”
2 notes · View notes
muhammadfajri01 · 7 days ago
Text
Hingar Bingar
*terinspirasi memoir topeng
Pekik merajam indra
Tapak-tapak membenam
Merajai sukma
Metafora
Yang memberi
Tanpa permisi
Lalu pergi
Sekehendak suara lirih
Yang selalu dirajam di beranda nestapa
Kuncup bunga tak lagi manis
Di tengah gerimis
Bulan purnama tak nampak jua
Nelangsa menghingar-bingar
Sadar
Padahal membual
Dalam topeng persona
Cikande, 18 Maret 2025, dalam nestapa nan nelangsa
0 notes
giftedgift · 2 months ago
Text
Nelangsa
Sudah aku belajar
Diri adalah tuan,
Sedang rasa rasa adalah budaknya
Namun tak tiap waktu ternyata kuasa dapat meraja rasa
Ada kalanya budak itu menari diatas kepala dan manusia terpaksa kaku tuk turuti jadi panggungnya
Melompat ia, lunglai pun raga dibuatnya
Menikam ia, sakit pun hati dibuatnya
Mudah rasa mengkudeta bila diterjang hal berjudul cinta
Rindu jadi sebilah pisau bermata yang siap menusuk jantung jiwa
Angan tentangmu ..
Ah Sudah lah ..
Jelas saja itu alasan segala alasan ..
Tanpa permisi intervensi
Tanpa disadari merajam sanubari
Teganya, tak sedetikpun diberi jeda untukku lari
Tubuhku pasrah terkulai kini
Menanti imaji akhir cerita ini
10.10CM24092023
0 notes
tilasrungkad · 5 months ago
Text
Beruntung
“Setiap setapak yang kulalui depan binar yang menyalak dari rumahmu, runguku dipenuhi kehangatan. Tawa-tawa renyah itu, jauh lebih beruntung daripada rasa hampaku di mansion itu.”
“Oh ya? Sehangat itukah yang kamu dengar?”
“Benar, hangat sekali. Kurasa mentari mengulung dirinya di sana sebelum malam. Kamu harusnya bersyukur, kalau aku jadi kamu, aku sudah bersyukur.”
Tumblr media
Aku mengangguk-angguk paham. Sepertinya benar, aku harus bersyukur. Jauh dibandingkan dia, laci-laci benakku sudah terasaki banyak kenangan dibandingkan kesunyian di atas meja makan raksasa. Bayangkan, betapa tersiksanya ketika suara pekik jangkrik bersolek untuk pesta di halaman luas, terantuk-antuk hati pada rasa kesepian tiap lembayung tersingkap. Ayah dan ibu belum tentu pulang, hanya perapian sumber kehangatan.
Paling tidak, ketika perasaan tidak enak itu meriap-riap, ada banyak bilik untuk disisir satu persatu. Pintu-pintunya banyak pula untuk sekadar dibingkai dalam pikiran. Namun, terdengar membosankan, bukan?
Aku seharusnya bersyukur, bakat lukisku baru-baru ini didukung. Biar rumah sejengkal badak, bukan masalah jika asa masih ada. Aku lebih beruntung dari dia. Sewaktuku kecil, aku ingat ketika aku meniti kegemaranku di papan-papan triplek, secarik kertas buangan, bahkan dinding-dinding terkikis untuk membubuhkan guratan yang tidak seberapa. Apa yang anak kecil mampu tuang? Paling sekadar gunung dan sawah.
Namun, mereka memberi hadiah disetiap usahaku berkembang, katanya kelir merah itu wujud cinta. Sebab itu rona salang selalu dapat kau tangkap sebelum aku berangkat sekolah. Terkadang aku tutup-tutupi supaya orang tidak iri, nanti mereka mendesakku untuk memetik bilur yang terbenam di kulit langsatku.
Bu Guru juga sama saja. Dia menarikku, lalu mentitah langsatnya kuningku berkisah. Untuk apa? Apakah dia ingin sekali memiliki tanda-tanda yang bertengger di kerontang daksaku? Aku lupa, mungkin dia yatim-piatu.
Selembar roman miliknya gerimis, dia membelai tanganku dengan kata-kata yang terpelanting di ceruk-ceruk ketakutan. Aku tiba-tiba bisu. Oh, saban hari aku bisu di depan semua orang yang bertanya.
Tetapi, rumah sangat mengasihiku. Setiap pulang, aku menyembulkan wajah di ambang pintu, mereka semarak menyambutku. Sahut-sahut keriangan bahkan menjalar ke jendela dan mencuat di rungu-rungu yang melanglang buana, kehangatan ini yang dimaksud temanku!
Belum tentu orang lain disajikan piring dan gelas dari lelahnya keseharian, tetapi mereka pengertian, bahkan remah-remah merajam dari tembikar pun mengerubungi kakiku. Saking harsanya, calar-calar aku ejawantahkan dari telapakku menggosok butala.
Aku ingat bagaimana kama mereka diantarkan. Jarang orangtua yang menyayangi anak mereka, bahkan sukar untuk memandikannya saat duduk kelas tiga, tetapi mereka tidak. Mereka dengan senyum panggaknya, menuntunku membasuh diri. Sebagai anak, aku tahu diri, aku mengelaknya karena takut merepotkan.
Namun, mereka bersikukuh memikul beratnya tubuhku ke bilik mandi. Aku sungguh berterimakasih. Biarpun sedikit berbeda dalam aspek waktu, mereka tetap telaten merawatku.
Bulu romaku menggelugut di bawah sebilah bulan tengah malam. Kutemukan diri meringkuk beruntung diselingi koroh yang sumbang, merintih-rintih asma Tuhan mengucap “Terima kasih.” Diregang atmaku, aku harus mensyukurinya.
Jika kamu mau mengkerling karya kecilku saat ini, kamu sibak saja lengan panjang yang menggerayang. Manikmu dapat menangkap jelas bagaimana carut dan acak lukisanku mencetak dimensi baru di halusnya pergelangan.
Aku harus bersyukur karena sepertinya semua orang menyukai itu. Akulah orang paling beruntung di dunia seperti kata temanku.
0 notes
freemagazines · 6 days ago
Text
Biar badai merajam, karang tetap setia memeluk pantai harapan
“Biar badai merajam, karang tetap setia memeluk pantai harapan. Semangatmu adalah mercusuar jiwa, taklukkan gelap, terangi jalan.”
0 notes
aboukotu · 5 months ago
Text
Kalender Liturgi 31 Okt 2024
Kamis Pekan Biasa XXX
Warna Liturgi: Hijau
Bacaan I: Ef 6:10-20
Mazmur Tanggapan: Mzm 144:1.2.9-10
Bait Pengantar Injil: Luk 13:35; Mrk 11:10
Bacaan Injil: Luk 13:31-35
Bacaan I
Ef 6:10-20
Kenakanlah perlengkapan senjata Allah, agar kalian dapat bertahan.
Bacaan dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus:
Saudara-saudara,
hendaklah kalian kuat dalam Tuhan, dalam kekuatan kuasa-Nya.
Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah,
agar kalian dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis.
Sebab perjuangan kita bukanlah melawan manusia,
melainkan melawan pemerintah dan penguasa,
melawan para penghulu dunia gelap ini,
melawan roh-roh jahat di udara.
Sebab itu kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah,
agar kalian dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu
dan tetap berdiri sesudah menyelesaikan segala sesuatu.
Jadi berdirilah tegap berikatpinggangkan kebenaran,
dan berbajuzirahkan keadilan dan kakimu berkasutkan kerelaan
untuk memberitakan Injil damai sejahtera.
Dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman,
sebab dengan perisai itu
kalian akan dapat memadamkan semua panah api si jahat.
Terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu sabda Allah,
dalam segala doa dan permohonan.
Berdoalah setiap waktu dalam Roh
dan berjaga-jagalah dalam doamu itu
dengan permohonan terus-menerus untuk segala orang Kudus.
Berdoalah juga untuk aku, supaya setiap kali membuka mulutku,
aku dikaruniai perkataan yang tepat.
Berdoalah, agar aku dengan berani mewartakan rahasia Injil,
yang kulayani sebagai utusan yang dipenjarakan.
Berdoalah supaya aku menyatakannya dengan berani,
sebagaimana seharusnya aku berbicara.
Demikianlah sabda Tuhan.
Mazmur Tanggapan
Mzm 144:1.2.9-10
R:1a
Terpujilah Tuhan, gunung batuku!
*Terpujilah Tuhan, gunung batuku!
Ia mengajar tanganku bertempur,
Ia melatih jari-jariku berperang!
*Ia menjadi tempat perlindungan dan kubu pertahananku,
kota bentengku dan penyelamatku;
Ia menjadi perisai, dan tempat aku berlindung;
Dialah yang menundukkan bangsa-bangsa ke bawah kuasaku!
*Ya Allah, aku hendak menyanyikan lagu baru bagi-Mu,
dengan gambus sepuluh tali aku hendak bermazmur.
Sebab Engkaulah yang memberikan kemenangan kepada raja-raja,
dan yang membebaskan Daud, hamba-Mu!
Bait Pengantar Injil
Luk 13:35; Mrk 11:10
Terberkatilah yang datang atas nama Tuhan.
Terpujilah Engkau di Surga.
Bacaan Injil
Luk 13:31-35
Tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh di luar Yerusalem.
Inilah Injil Suci menurut Lukas:
Pada waktu itu datanglah beberapa orang Farisi
dan berkata kepada Yesus,
"Pergilah, tinggalkanlah tempat ini,
karena Herodes hendak membunuh Engkau."
Jawab Yesus kepada mereka,
"Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu,
'Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang
pada hari ini dan esok,
dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai.
Tetapi hari ini dan esok dan lusa
Aku harus meneruskan perjalanan-Ku,
sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh di luar Yerusalem.'
Yerusalem, Yerusalem, engkau membunuh nabi-nabi
dan merajam orang-orang yang diutus kepadamu!
Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu,
sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayap,
tetapi kalian tidak mau.
Sungguh, rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi!
Tetapi Aku berkata kepadamu,
kalian tidak akan melihat Aku lagi hingga pada saat kalian berkata,
'Terberkatilah Dia yang datang atas nama Tuhan'."
Demikianlah sabda Tuhan.
Tumblr media Tumblr media
0 notes
beurjois · 9 months ago
Text
Sayang, aku dirajam jemariku sendiri. Peluh membanjiri tiada henti, melesak keluar dari pori-pori tempat pikiran bergumul. Telingaku dipenuhi alunan melodi fatamorgana; lenguhanmu.
Ah, sial! Kau membuat gemetar, hingga aku harus merajam tubuhku sendiri dengan lebih keras. Aku seperti serigala yang lapar akan mangsa. Aku ingin kamu di dalam tubuhku! Tolong, tolong hentak aku hingga kepalaku terdongak. Jamah aku dengan jemarimu yang menari di atas manik merah muda yang mengeras. Bungkam bibirku dengan bibirmu—atau dengan sebilah pedang dengan darah putih di ujungnya. Ah ... sial! Sayang, bayangan tentangmu tak kunjung pergi, dan aku tak akan melepasnya pula.
Sayang, aku ingin mendesah dengan khidmat. Biar kugemakan namamu dalam rapal dosa yang kita sebut surgawi. Biar alunan merdu tubuh kita menjadi pengantar tidur paling mutakhir. Biar tak lagi jemariku merajam diriku sendiri.
0 notes
saatrenungan · 11 months ago
Text
youtube
Renungan 23Apr2024
Bacaan Injil Yoh 10,22-30
Tidak lama kemudian tibalah hari raya Pentahbisan Bait Allah di Yerusalem; ketika itu musim dingin. Dan Yesus berjalan-jalan di Bait Allah, di serambi Salomo. Maka orang-orang Yahudi mengelilingi Dia dan berkata kepada-Nya: ”Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam kebimbangan? Jikalau Engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami.” Yesus menjawab mereka: ”Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya; pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku, tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-domba-Ku. Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapa pun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. Aku dan Bapa adalah satu.”
Demikianlah sabda Tuhan
Terpujilah Kristus
Dalam kisah ‘Yesus ditolak oleh orang Yahudi’ kita melihat perbandingan antara dua kelompok pertama orang Yahudi  yang menolak percaya meskipun sudah melihat mukjizat Yesus dan pekerjaan baik dari Bapa namun masih ingin merajam Yesus (31) dan kelompok kedua orang-orang yang berada diseberang sungai Yordan tempat dimana Yohanes membaptis dahulu (40), dimana Yohanes mengajarkan tentang Yesus dan banyak orang yang percaya kepada Yesus walaupun Yesus tidak melakukan mukjizat disana (41). Bacaan Injil malam ini mengajarkan kepada kita bahwa mukjizat bukanlah menjadi dasar orang percaya Yesus dan Bapa adalah satu.
Pernyataan Yesus “Aku dan Bapa adalah satu" (30) mempertegas hubungan Yesus dengan Bapa-Nya sekaligus membuat orang-orang Yahudi marah mau melempari Yesus dengan batu karena menyamakan diri-Nya dengan Allah dan menolak percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah yang hidup (36). Hubungan yang erat antara Yesus dengan Bapa ini juga menjadi dasar relasi Yesus dengan domba-Nya dimana Aku mengenal mereka dan mengikuti Aku bahkan Yesus mengatakan domba-Ku tidak akan pernah binasa dan tidak seorangpun dapat merebut mereka dari tangan-Ku. (27-28)
Dalam realita hidup jaman sekaranpun, kita pun masih menghadapi banyak kejadian serupa seperti kelompok orang Yahudi, ohli Taurat dan orang Farisi yang merasa kehadiran Yesus menjadi ancaman bagi mereka sehingga mencari kesalahan dan menyebar fitnah tentang kebenaran firman Tuhan. Banyak orang masih dikelabuhi dengan hasutan iman yang sesat dan lebih percaya kata-kata manis daripada tindakan kasih yang merupakan pekerjaan Bapa seperti dikatakan Yesus ‘Jikalau Aku tidak mengerjakan Bapa-Ku, janganlah kamu percaya kepadaKu” (37). Yesus mengajarkan kepada kita untuk tetap melakukan perbuatan baik karena hanya melalui teladan kasihlah setiap kita orang yang percaya akan bersatu dengan Bapa. 
Bacaan malam ini mengajak kita kembali refleksi hidup kita apakah kita sudah menjadi kawanan domba-Nya? masihkah kita menolak kehadiran Kristus melalui sesama yang miskin dan tersingkirkan? apakah kita sudah menjadi pelaku firman dalam hidup sehari-hari?
Berkah Dalem
0 notes
heavenlyblushhh · 11 months ago
Text
bunga ini belum mekar
tak seperti kawannya
bunga ini itu ini itu
jangankan setara
nampak sama pun tidak
sudihkah tuan menunggunya?
bersabar menanti merekah
kelopak merona
membelalak tiap mata
yang memandang
membungkam mulut tiap manusia yang sibuk bertanya
manusia tanpa nurani yang seenaknya mencibir
wajar saja, sebab mereka bukan bunga
mereka tidak tahu "bunga akan mekar bila sudah waktunya"
matahari senantiasa memeluk sang bunga
tak lupa angin yang sesekali menerpa
bahkan terkadang angin bertiup tanpa iba
mencoba mematahkan tangkainya
sungguh malang nasib sang bunga
seolah yang datang hanya merajam tubuhnya
tanpa belas kasih
tanpa jeda
tanpa aba-aba
tapi semua yang terjadi pasti ada akhirnya
entah berakhir pada tahun ini atau tahun berikutnya
layaknya dunia ini, ia percaya pada keajaiban
agar bisa melanjutkan perjalanannya
0 notes
its2amandimissu · 1 year ago
Text
"Aku memejam bicara, kau merajam kata-kata. Andai pisau itu dapat bicara, tumpul lah dia atas firasat yang kau dera"
ranzsalim
0 notes