Penikmat laut namun bukan agen neptunus. Pecinta tulisan tapi ngga suka nulis. Pemerhati senyummu, yang selalu malu untuk mengakuinya.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Kenangan Tersimpan
Bertemu dan berjodoh dengan lelaki yang tak pernah suka di foto. Sangat anti dengan kamera. Bahkan sangat langka akan foto diri. Lelaki yang dengan gaya khasnya ketika berfoto, jempol dan unjuk gigi. Lelaki yang selalu menolak ketika aku merayu untuk photobox. Tanpa pertanda tiba-tiba saja menjelang akhir tahun 2018 lelaki itu mengajakku foto studio bersama.
Masih teringat dengan jelas ajakannya untuk berfoto di tempat yang sama. Sedangkan saat itu aku dan ia terpisah jarak ratusan kilometer jauhnya. Foto untuk keperluan buku nikah. Foto yang seharusnya bisa kami lakukan sendiri saja. Namun, ia memilih untuk mengambil foto bersama. Tentu saja tak akan aku siakan kesempatan itu. Jarak ratusan kilometer pun ia tempuh dengan kereta. Hingga terciptalah foto studio pertama kami berdua. Dengan baju putih dan gaya sederhana.
Pada tahun berikutnya, di 2019, kami telah resmi menjadi suami istri. Hal yang biasa di keluargaku adalah melakukan foto studio pada momen khusus tersendiri. Termasuk ketika bertambahnya anggota keluarga ini. Saat itu momen lebaran dan aku tengah mengandung buah hati. Namun, sayang sekali tidak aku temukan keberadaan foto itu hingga kini. Hingga kemudian pada awal November kami kembali melakukan foto studio kembali. Maternity shoot. Tepat ketika kandunganku berusia hampir 9 bulan.
Tahun berikutnya, di 2020, pandemi menyerang hingga tak ada foto studio yang kami lakukan.
Pada awal tahun 2021, sekitar bulan Maret. Kembali kami melakukan foto studio. Bertepatan dengan momen kami pulang kampung. Sekaligus pertama kalinya aku membawa putriku mudik. Sungguh momen yang tepat untuk kami menyimpan kenangan.
Di tahun berikutnya, tepatnya akhir tahun 2022 pada bulan November. Kami berfoto kembali menyambut ulang tahun putri kami yang ketiga.
Tahun berikutnya, pada bulan November 2023. Kami melakukan foto studio lagi. Kali ini untuk menyambut anniversary kami yang kelima, serta ulang tahun putri kami yang keempat.
Dan kini tibalah pada tahun 2024. Terhitung sudah 2x kami melakukan foto studio. Pada momen lebaran di bulan Mei ketika kami pulang kampung. Juga pada awal Oktober ini, ketika ia menyelesaikan sekolah magisternya. Sungguh segala momen yang patut diabadikan.
Terima kasih untuk selalu menuruti keinginanku mengabadikan kenangan. Meski awalnya beliau terpaksa dan segan, akan tetapi, kini ia mulai terbiasa. Mari kita terus mengabadikan segala kenangan, Tuan. Melalui gambar adalah cara termudah yang bisa dilakukan. Menikmati tahun-tahun yang kian menantang, dengan tak lupa menyimpan foto berdua yang kian menawan.
0 notes
Text
Kehidupan Kedua
Usai sudah kebahagiaan ini Tiada lagi istana tempatku merasa damai Sepi dan sendiri tak pernah bosan menemani Aku termenung menanti hari Di mana kehidupan kedua itu benar terjadi Hari berganti minggu Waktu selalu bergerak maju Hingga tahun pun bertambah satu Namun, kehidupanku tetap saja layu Rajaku telah satu tahun meninggalkanku Hingga pada suatu hari Aku dikejutkan oleh seorang lelaki Membangunkan tidur lelapku ini Sembari berkata jangan terlelap lagi Pada ruangan yang amat menyilaukan kedua netra ini Terpasang berbagai alat pada tubuhku, di kanan dan kiri Secepat kilat tanganku menutup kedua netra Agar tak kurasa terangnya cahaya menyapa Namun, lelaki itu berusaha menahan agar tak kututup mata Nampak cemas dari raut muka Sayup-sayup aku mendengar ucapan puji syukur kepada Yang Maha Kuasa Sungguh aku tak mengerti apa yang terjadi pada semesta Beberapa menit berlangsung amat panjang Lelaki itu menjelaskan dengan detail dan gamblang Berkata bahwa aku baru saja sadar dari tidur yang tenang Tak main-main, nyaris dua tahun ia menanti aku membuka mata ulang Mendengar ucapannya membuat jantungku berdetak semakin kencang Dua tahun dalam kesakitan Membuatku hidup dalam dunia khayalan Menjalani peran bersama lelaki dalam angan Semuanya terasa seperti kenyataan Hingga aku tersadar, inilah kehidupan kedua yang aku harapkan
1 note
·
View note
Text
Seketika Berpisah
Segalanya amat sempurna Hingga tanpa pertanda Di suatu hari yang amat tiba-tiba Kutemukan lelakiku tak lagi bernyawa Semestaku hancur seketika Tiada lagi istana, tempat aku bermuara Tak ada lagi yang aku punya selain kekasih hati Puluhan warsa kita hidup saling melengkapi Sepi dan sendiri seketika menemani Ingin aku turut serta pergi Menuju tempat di mana kamu berada kini Meski kenyataannya tidak mungkin, akan tetapi aku tak peduli Kehilanganmu tak pernah ada dalam bayanganku Hidup bersama hingga abu-abu Adalah harap yang selalu kita mau Meski nyaris setengah abad kita bersatu Namun, kebahagiaan itu tak pernah layu Kini aku berharap kehidupan kedua benar adanya Belum puas aku menghabiskan masa bersama Tiada cukup waktu yang telah kita nikmati berdua Rasa rindu kembali menggelora Meski belum ada satu jam kau tak bernyawa Belum satu jam kau pergi Namun, hidupku tak sama lagi Istanaku tak ada lagi Tak mungkin pula aku mencari Sebab kau tiada terganti Meski dengan negara yang sedang kutempati Istana tempat segala rasa tercurah dengan damai Tempat untukku berbagi segalanya dengan kekasih hati Awalnya tak ada yang bisa merebut kesenangan ini Rupanya aku lupa akan Sang Pencipta, yang dengan mudah mengambil diri Semoga di kehidupan berikutnya kelak, kita bersatu kembali
1 note
·
View note
Text
Tanpa Jeda
Aku ingin berbagi cerita Perihal sesuatu yang membuatku gembira Bukan tentang barang berharga Tak juga mengenai mimpi yang terlaksana Lebih dari pada segala yang ada Tentang kebahagiaan yang aku dapatkan pada semesta Pada waktu yang telah tercatat lebih dulu Sebuah pesan sudah tertulis untukku Tentang cita juga pencapaian ke depanku Perihal posisi juga eksistensiku Sebuah pesan yang tertulis, jauh sebelum aku menghirup aroma alam rayaku Puluhan dekade sudah aku penjalani peran ini Suka hati selalu menghampiri Kendati terkadang duka lara menyelimuti Namun, aku selalu bisa melewati Lantaran rasa bahagiaku selalu melebihi Serta adanya sesuatu yang senantiasa membuatku tersenyum kembali Pada semesta yang telah menghadirkan sebuah raga Lelaki tak biasa yang selalu penuh tawa Kusebut ia bukan lagi rumah untuk bermuara Namun, ia adalah istana Tempat segala kebahagiaan tercurah tanpa jeda Andai suatu saat aku dihidupkan kembali Ingin aku menjalani peran ini lagi Jika kelak kehidupan kedua akan terjadi Semoga aku tetap berada pada istana ini Bersama lelaki yang membuatku bahagia tanpa henti
1 note
·
View note
Text
Mimpi si Kecil
Membacakan buku tak pernah terlupa dalam sehari. Segala kisah aku ceritakan tanpa jeda dalam satu hari, meski hanya sekali. Beragam cerita telah putriku dengar sejak dini. Cerita tentang akidah, adab, hewan tumbuhan, pun juga hobi. Tak terkecuali kisah tentang beragam profesi. Hingga akhirnya terbentuklah pada alam bawah sadarnya sebuah mimpi. Tentang cita-citanya ketika dewasa nanti.
Suatu waktu putriku ingin menjadi pilot dengan baju putih dan topi khasnya. Terbang tinggi melintasi cakrawala. Berada tepat di atas samudra. Kemudian kembali mendarat pada benua yang berbeda.
Pada hari yang lain, ia ingin menjadi pelukis. Menggambar serta mewarnai berbagai pola dengan manis. Kecintaannya pada seni telah nampak pada dinding rumah kami yang tak lagi minimalis.
Suatu hari yang berbeda, putriku ingin menjadi dokter yang luar biasa. Lantaran saat itu ia sedang asyik berkenalan dengan organ tubuh manusia. Termasuk berbagai sistem yang ada di dalamnya. Amat cepat ia mempelajari tentang beberapa sel pada raga.
Belum lama ini kembali ia mempunyai mimpi. Ingin menjadi seorang ilmuwan sejati. Mempelajari tentang planet-planet dan beragam benda pada luar angkasa yang amat mini. Ingin pergi ke Boscha, yang berada di Lembang, untuk melihat teropong bintang, adalah harapan kecilnya kini.
Belasan mimpi telah putriku utarakan. Puluhan asa sudah ia ucapkan. Tak banyak yang bisa aku lakukan, selain mendukung dan mendoakan. Semoga kelak mimpi putriku dapat terealisasikan.
1 note
·
View note
Text
Pengenalan Makanan
Beberapa tahun terakhir seringkali aku mendapat pertanyaan seputar Makanan Pendamping ASI (MPASI). Entah dari teman lama, kawan baru, juga saudara sendiri. Bukan tanpa alasan mereka bertanya padaku perihal MPASI ini. Sebab aku lebih dahulu menjalani dan merasakan proses MPASI. Bagi mereka pengalaman adalah yang lebih utama dibandingkan banyaknya teori.
Sejak anak mereka berusia nyaris enam bulan, tak jarang aku sering mendapatkan pertanyaan yang sama. Perihal bagaimana memulainya. Juga bagaimana caranya. Biasanya sebelum menjelaskan panjang lebar, aku akan membagi sedikit pengetahuan yang pernah aku pelajari dan terima. Tentunya dengan bahasa yang mudah dipahami para mama dan papa.
Berdasarkan berbagai sumber yang aku baca, MPASI adalah perkenalan makanan yang akan menjadi santapannya sehari-hari. Tidak lain adalah makanan keluarga itu sendiri. Tak perlu repot-repot dalam menyiapkan menu MPASI. Yang terpenting selalu ada karbohidrat, protein (utamakan hewani), serta lemak dalam takaran saji. Jangan lupakan juga serat, seperti sayur dan buah, meski dalam sedikit porsi.
Pada saat memasak menu MPASI, jangan lupa gunakan bumbu-bumbu. Inilah kunci dari lahapnya makan anakku. Menambahkan satu siung bawang merah serta bawang putih, sepotong daun jeruk, atau sedikit jahe sungguh bukan suatu yang keliru. Hal ini akan membantu indera pengecapannya bekerja secara optimal dengan adanya berbagai macam bumbu. Tak lagi hambar rasa makanan perkenalannya itu.
Membiasakan makan dengan duduk selalu aku tekankan. Tak ada distraksi juga selalu aku tuturkan. Durasi makan selama tiga puluh menit pun tak lupa aku sampaikan. Agar di masa selanjutnya mereka tak merasakan kesusahan. Lantaran anaknya sudah terbiasa makan dengan aturan.
Semoga saja sedikit pengalaman yang aku miliki, akan berguna bagi mereka. Tiada lagi kesusahan serta kerepotan kala masa MPASI tiba.
1 note
·
View note
Text
Lenyap Tanpa Sisa
Tiga dasawarsa sudah kerajaanku berdiri. Waktu yang cukup lama sebab tiada yang menyaingi. Seluruh kebutuhan para rakyat mampu kutangani. Segala keinginan mereka dapat kuatasi. Hingga tanpa sadar kini tak ada satu pun dari mereka yang mandiri. Selalu mengandalkan segalanya pada penguasa negeri.
Putriku pun kini semakin dewasa dan serba bisa. Meski kini seluruh rakyat bergantung padanya. Namun ia tetap mampu menyelesaikan semua. Dengan cara yang amat adil dan bijaksana. Ia adalah cerminan ratu yang sempurna.
Hariku yang telah lama tenang, seketika menjadi berantakan. Tanpa pertanda rupanya kerajaan ini akan hancur tanpa perkenan. Bukan karena datangnya lawan. Namun, sebab adanya bencana alam. Bumi bergetar dengan dahsyat dan menakutkan. Tak ada semenit, kerajaanku musnah, tiada lagi yang bisa kubanggakan. Putriku satu-satunya terkubur bersama puing-puing bangunan. Aku kini bagaikan hidup dalam dunia khayalan.
Tiga dasawarsa aku hidup pada semesta yang berbeda. Seakan berada pada dunia utopia. Kini aku harus menjalani hari yang tak biasa. Tak ada lagi kurasakan hidup yang sempurna. Kejayaan serta kekayaanku musnah tak tersisa. Termasuk dua raga yang paling aku cinta. Seketika aku tak lagi mempunyai impian yang nyata.
Pada hari berikutnya yang suram, aku berjalan sendiri menyelusuri sekitar. Berharap akan aku temukan keajaiban, meski sukar. Tetapi rupanya hanya kenyataan pahit yang ketara. Kembali aku sendiri menjalani hari yang sukar.
1 note
·
View note
Text
Kekuatan Terselubung
Satu purnama sudah putriku mempimpin kerajaan. Sebagai penguasa alam raya yang menakjubkan. Kerajaanku kini semakin berkembang dan mengagumkan. Putriku amat cerdik dalam mengendalikan. Tak terhitung kekuatan yang ia miliki hingga mampu memimpin rakyat yang berjumlah jutaan. Sungguh kemampuan yang amat memesonakan.
Pada suatu malam ketika purnama sedang bertamu. Nampak putriku sedang duduk pada sebuah bangku. Di taman halaman belakang istanaku. Seakan sedang menanti sesuatu. Tanpa diduga muncullah yang ia nantikan itu. Bayangan hitam dengan matanya yang berwarna biru. Sungguh aku tercengang dibuatnya saat itu. Nampak akrab putriku berbincang dengan sosok itu beberapa waktu. Hingga tak berselang lama, bayangan hitam itu menghilang bagai angin lalu. Kini aku mulai mengerti asal dari segala kekuatan yang dimiliki putriku.
Hari berganti bulan hingga tahun kian bertambah. Kerajaan yang aku dirikan kian megah. Aku dan suamiku semakin mempercayakan kerajaan pada putri kami satu-satunya yang semakin fasih. Kendati kejadian beberapa waktu lalu masih membuatku gelisah. Namun, aku tak lagi mempedulikan, sebab kekuasaan dan kekayaanku kini tanpa celah.
Tanpa terasa sewindu sudah putriku menjadi ratu. Memimpin kerajaan dengan adil dan bijak selalu. Bernegosiasi dengan bsnyak kawan serta lawan yang mengganggu. Meski begitu ia tak pernah lupa untuk tetap meratukan aku. Ibunya yang selalu menjaga dan mengasihinya sedari dulu.
1 note
·
View note
Text
Penguasa Alam Raya
Nyaris satu windu kerajaanku berdiri. Dengan aku menyandang sebagai permaisuri. Hidup bahagia tanpa sekali pun bersusah hati. Tiada gundah dan resah menghampiri. Hari-hariku amat berwarna dengan dia sang kekasih hati. Sepuluh purnama dalam kehidupan yang selalu damai. Hingga tibalah pada masa yang dinanti-nanti.
Sembilan bulan mengandung sang buah hati, seorang anak yang akan menambah ramainya keluargaku. Seorang putri cantik yang akan memperkuat kerajaanku. Menjadi penerus serta pewaris kekayaan yang telah lama terkumpul sejak dahulu. Tak sabar aku menanti kelahiran putriku.
Hari yang dinanti tiba juga. Tangisan sang putri terdengar amat membahana. Seluruh semesta dibuatnya bahagia. Bahkan sejak detik pertama kelahirannya. Membuatku percaya kelak ia akan menjadi ratu yang sempurna.
Sebagai permaisuri, tugas utamaku kini bertambah satu. Yakni menjadi seorang ibu. Merawat serta mendidik anakku. Menjadikannya ratu di masa depan yang nomor satu. Tulus ikhlas aku menjalani segalanya setiap waktu. Tiada upeti serta hadiah yang aku terima kala itu. Kendati begitu tak pernah sedikit pun aku ragu. Kala semakin berat tugasku.
Hari-hari berlalu tanpa melambat. Putriku tumbuh menjadi perempuan hebat. Segala hal ia kuasai dengan cepat. Seni, akademik, juga akidah ia pelajari dengan cermat. Sungguh terbayar sudah segala pengorbananku meski hanya sesaat. Kerajaanku kini semakin hebat.
Hari-hari berlalu tanpa terasa. Tiba waktunya putriku menjadi penguasa. Memimpin alam raya menggantikan ayahnya. Menjadikan kerajaan yang telah aku cipta semakin luar biasa.
1 note
·
View note
Text
Bermain Bersama
Dua tahun delapan bulan usianya. Putriku tak kecil lagi. Sudah banyak harapan dan keinginan yang ia kehendaki. Termasuk belajar dan bermain bersama teman sebayanya. Keinginan itu muncul secara tiba-tiba tanpa kami meminta. Membuatku sungguh tercengang. Meski begitu, sepenuh hati kami mendukung inginnya.
Mendaftarkan putriku pada PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) pun diputuskan. Pada sekolah yang hanya berjarak lima ratus meter dari rumah, berada pada gang depan. Memasukkan sekolah di usianya yang masih belia itu aku tak menyimpan banyak tujuan. Yang utama adalah agar putriku bisa bersosialisasi dengan teman sepantaran. Bermain dan bersenang-senang dengan banyak teman. Sebab tiada anak kecil di rumah, bahkan lingkungan.
Dua tahun putriku berada pada PAUD itu. Banyak sekali rupanya kemajuan yang ia alami, meski seminggu hanya masuk beberapa waktu. Kini putriku semakin berani untuk berkumpul dengan teman-temannya tanpaku. Ia pun sudah mampu menghafal beberapa angka dan huruf satu demi satu. Nampaknya berjalan dengan mulus tujuanku.
Bertambahnya usia mmeningkat pula segala kemampuannya. Tak hanya kemampuan yang terlihat mata. Namun juga kemampuan tak terlihat, seperti bersosialisasi dan berbahasa. Rupanya menyekolahkan ia pada usia yang belum genap tiga tahun, amat memberikan efek nyata. Tak ada lagi drama menangis ketika bertemu orang baru, atau kala aku tak bersamanya. Sungguh keputusan yang amat tepat bila aku mengingatnya.
Kini putriku telah memasuki pendidikan formal pertamanya, yakni Taman Kanak-kanak (TK). Pada sebuah sekolah pilihannya. Semakin hebat dan takjub aku dibuatnya. Semoga segala upaya yang aku dan suamiku lakukan, berbuah manis untuk putriku kelak.
1 note
·
View note
Text
Masa Pelepasan
Dua tahun tanpa terasa cepat berlalu. Putriku kini semakin besar dan cerdas dalam menjalani segala hal setiap waktu. Namun, dari segala kemampuan yang telah putriku kuasai, ada satu hal yang ia belum mampu. Yaitu melepaskan sumber makanan pertamanya, yakni ASI (Air Susu Ibu).
Malam itu di kamar tidur kami, tepat sebelum tidur.
“Adek kan sudah besar. Nen-nya sudah ya,” ucapku sembari membelai kepalanya.
“Tidak mau!” jawabnya singkat
“Nanti diganti air putih dengan botol yang lucu-lucu. Adek kan sudah bukan bayi lagi,” rayuku sembari menatap bulat bola matanya. Berharap putriku luluh. Namun, rupanya segala upaya tak membuatnya melepaskan sesuatu yang amat dicintainya.
Dua purnama telah berlalu. Dengan putriku yang belum juga berhasil disapih itu. Lelah dan kesakitan seakan tak henti-hentinya menyapaku. Membuatku ingin segera berhasil dalam proses sapih ini tanpa ragu.
“Adek ini mama sakit loh. Sudah ya nenen-nya,” rayu suamiku di suatu malam.
“Tidak!” jawab putriku dengan tetap melanjutkan aktivitasnya.
Tanpa diduga suamiku mengambil plester yang berada di ruang keluarga. Sesaat kemudian ia menempelkannya pada payudaraku yang kian terluka.
Tanpa disangka, putriku menangis dengan sangat kencang. Seakan bersalah dengan kesakitan yang aku rasa.
“Sudah. Sudah. Tidak nenen lagi,” ucapnya dengan raut muka sendu.
“Good job. Terima kasih, Sayang,” balasku dan suamiku kompak sembari menahan haru.
Menyapih ternyata tak semudah yang aku bayangkan. Nyatanya ini adalah pertama kalinya ia melepas sesuatu dalam kehidupan. Masa pelepasan yang amat memilukan. Siapa sangka pula, aku berhasil mewujudkan keinginan. Menyusui penuh putriku selama dua tahun tanpa hentian.
Putriku kini tak lagi bergantung padaku. Dua tahun lebih dua bulan kami bersama selalu. Tak pernah sedetik pun tak bersatu. Kini hari-hariku kembali seperti dahulu. Kembali bisa aku nikmati segala jenis pakaian lucu. Tanpa memedulikan dengan kancing depan selalu. Rupanya pengalaman menyusui selama dua tahun amat seru. Meski begitu aku belum ingin menikmati saat itu dulu.
1 note
·
View note
Text
Berceloteh Manja
Delapan belas bulan kini usia putriku. Satu setengah tahun sudah ia menjalani kehidupan bersamaku. Hari demi hari berlalu dengan beragam aktifitas seru. Waktu demi waktu bergulir dengan semakin bertambahnya kemampuan baru. Termasuk ketika memasuki usia delapan belas bulan kala itu.
Lonjakan kemampuan ia alami dengan luar biasa. Termasuk tentang kemampuannya berbahasa. Tak lagi ia menggunakan bahasa bayi dengan berbagai gerakan raga. Saat itu terhitung sudah sekitar lima puluh kata ia ucap dengan sempurna. Putri kecilku kini sudah mampu untuk menjawab dan bertanya. Hari-hariku semakin penuh warna.
Nyaris dua tahun aku menjadi seorang ibu. Banyak hal baru serta pelajaran yang aku dapatkan untuk menunjang kemampuan putriku. Salah satunya perihal kemampuan berbicara dan bahasa itu.
Baru aku mengerti, ternyata membacakan buku sangat berpengaruh untuk kemampuan. Tentunya dengan menggunakan bahasa yang sering digunakan dalam keseharian. Karena aku dan suami hampir selalu menggunakan Bahasa Indonesia, maka membacakan buku berbahasa Indonesia adalah sebuah keharusan. Selain itu pengucapan kosa kata yang benar juga menjadi hal yang harus dilakukan. Tidak boleh kita menggunakan bahasa bayi untuk melatihnya berbicara, hanya karena terdengar lucu dan menggemaskan. Gunakan bahasa yang semestinya, meskipun sedang berbicara dengan anak yang baru dalam tahap pembelajaran.
Di usia satu setengah tahun ini amat banyak lonjakan yang terjadi. Selain kepiawaian berbahasa yang melesat tinggi. Kini ia pun sudah pandai berlari. Tak peduli dengan kondisi medan yang dihadapi.
Namun, dari semua kemampuannya yang bertambah ini. Aku amat bersyukur dengan lonjakan bahasa yang terjadi. Putriku kini gemar berceloteh manja setiap hari. Tak ada lagi tangisan menggema ruang, sebagai tanda ia tak mengerti. Komunikasi pun semakin mudah dan damai.
1 note
·
View note
Text
Setahun Pertama
Tak kusangka satu tahun sudah aku menjalani peran baru. Peran yang tak pernah aku mimpikan sejak dahulu. Yakni menjadi seorang ibu. Pada usiaku yang belum genap seperempat abad itu. Tadinya aku pikir akan menjadi ibu, ketika usiaku menuju kepala tiga. Namun, rupanya takdir tak selalu sesuai dengan harapku. Dan di sinilah aku kini, bersama putriku yang tak lagi bayi, namun tetap lucu.
Satu tahun pertama yang penuh dengan cerita. Segala kisah tentang penyesuaian, juga duka lara. Semua emosi jiwa tercampur bersama. Tahun pertama kami menjadi orang tua. Banyak hal baru yang tak pernah aku mengerti sebelumnya. Tak jarang pula aku diam-diam menangisi segalanya. Merasa tak becus perihal merawat dan mengurusnya.
Dari segala perjalanan selama satu tahun menjadi ibu, rupanya tersimpan banyak kenangan baru.
Teringat ketika ia baru tiba dari rumah sakit ke rumah ini. Satu malam penuh menangis tanpa henti. Ternyata ia sedang beradaptasi. Terkenang saat pertama kalinya ia berguling ke kanan dan ke kiri. Juga ketika ia mulai merangkak menjelajahi seluruh penjuru rumah ini. Sungguh gembira rasa hati.
Teringat saat ia mulai melahap makanan padat yang tersaji pada mangkok merah muda. Mulut mungilnya seakan tak ingin berhenti melahap segala yang ada di depan mata.
Tak pernah aku lupa juga, ketika ia pertama kali melangkahkan kaki. Dengan berhati-hati ia melangkah menuju benda di depannya tanpa permisi. Membuatku amat takjub dan senang hati.
Serta tak pernah lupa saat ia mulai mengeluarkan kata pertamanya. Bayi kecilku kini sudah mampu aku ajak bercerita.
Satu tahun telah berlalu. Aku pikir telah banyak kupelajari hal baru. Tetapi rupanya aku keliru. Putri kecilku yang lebih banyak belajar sesuatu baru. Pembelajaran dengan kami sebagai guru. Mempelajari segala hal setiap waktu. Aku pikir amat berat menjalani peran sebagai orang tua baru. Namun, ternyata ini semua amat seru. Lantaran aku memilki pasangan yang selalu sigap dan mau bertumbuh selalu. Semoga kelak putriku menjadi pribadi yang beruntung setiap waktu.
0 notes
Text
Candu yang Menggebu
Aku tidak tahu sejak kapan mulai menyukainya. Hari-hari terasa hampa jika aku tak bertemu dengannya. Hidupku ada yang kurang kala sehari tidak mencium aromanya. Perasaan yang tak menentu ketika tak kurasa pahit manis khasnya. Paling tidak, dalam dua puluh empat jam aku harus merasakan nikmatnya. Tidak peduli dalam bentuk panas atau dingin, ia tetap sempurna.
Pagi ini mentari begitu cepat menyapa diri. Rupanya aku terlambat bangun pagi. Tak ada waktu untuk berjumpa dengannya pagi ini. Bergegas aku memulai aktivitas dengan percaya diri. Hingga tanpa sadar mentari telah berada pada puncaknya, di siang hari.
Agenda yang amat padat di akhir pekan sungguh mengganggu. Tak sempat lagi aku meluangkan waktu untuk bertemu. Padahal jumpa denganmu selalu aku tunggu. Namun, aku harus segera menyelesaikan segala jadwal itu. Agar segera bisa kucumbu aroma lezatmu. Tanpa sadar mentari pun kini telah meninggalkan cakrawala, berganti dengan rembulan yang syahdu.
Jam di dinding menunjukkan pukul delapan. Akhirnya selesai sudah segala kegiatan. Aku rebahkan sejenak tubuhku pada dipan. Namun, seketika kepalaku amat kesakitan. Rupanya tak bertemu denganmu satu hari amat memilukan. Bergegas aku mengambil ponsel untuk memesan, dan menanti kedatangan. Kehadiranmu yang pasti akan menyembuhkan. Tak berselang lama, ia pun datang dengan aroma khas yang sungguh menggiurkan. Benar saja, seketika hilang sudah segala sakit pada kepalaku barusan. Segelas kopi susu dengan sedikit es batu telah berada di tangan.
Mungkinkah ini candu? Atau hanya sebuah rasa yang semu?
2 notes
·
View notes
Text
Beruang Menari
Mentari baru saja menampakkan bias sinarnya yang terang. Gadis itu tengah berlarian menuju teras belakang. Seakan hendak mencari suatu barang. Di jelajahinya sudut demi sudut ruang. Dibukanya satu persatu penutup yang menghadang. Hingga akhirnya didapatkan yang ia ingin. Yaitu sebuah boneka beruang. Dengan keseluruhan tubuhnya berwarna kuning.
Boneka beruang itu ia bawa menuju ruang keluarga. Tempat di mana banyak orang berkumpul bersama. Amat seru ia memainkan bonekanya. Hingga tanpa sadar seluruh mata tengah menatap padanya. Tatapan yang penuh haru serta tanya. Namun tak ada seorang pun yang berani mengajaknya berbicara. Hingga tanpa sadar satu jam berlalu dengan ruangan yang semakin terasa hampa.
Ruang keluarga kini kembali sunyi. Satu per satu raga mulai pergi. Tersebab hari yang sudah tak terang lagi. Tak nampak pula adanya sinar mentari. Namun gadis itu masih saja berada di ruang keluarga, seorang diri. Seakan sedang menanti. Sembari tetap memainkan boneka beruang yang dibawanya tadi.
Mentari telah tergantikan dengan sinar rembulan. Tak ada lagi sapaan kehangatan. Hanya sepi dan sunyi mengisi semesta, termasuk pada ruang keluarga yang sebelumnya ramai tamu berdatangan. Tak ada lagi yang tersisa pada ruang tersebut, selain boneka beruang yang kini berada di atas kursi kecoklatan.
Malam ini adalah hari ketiganya ia pergi. Sang gadis yang baru tiga tahun berada pada dunia ini. Kepergian mendadak yang amat memilukan hati. Sebab tiada perpisahan dan pertanda menghampiri. Tampaknya pagi tadi adalah salam perpisahan yang ia beri. Dengan membawa boneka beruang kesayangannya pada kami. Pagi tadi pada ruang keluarga kami. Ketika seluruh mata menatap boneka beruang yang sedang menari. Tanpa raga yang menemani.
1 note
·
View note
Text
Larian Kecil
Tahun pertama tanpa terasa akan terlewati. Sang putri kini tak lagi bayi. Telah banyak hal baru yang ia lalui. Tak terhitung sudah puluhan pencapaian ia kuasai. Tak terkira sudah berapa kali aku dibuatnya kagum akan tingkah makhluk kecil ini. Segala pencapaian tak ada yang terlalai.
Mereka bilang, tahun pertama kehidupan selalu berjalan dengan cepat. Rupanya kalimat itu benar tanpa sesat. Segala yang terjadi pada sang putri tak mampu kuperlambat. Meski terkadang ingin kunikmati masa-masa bayinya yang penuh dengan pembiasan yang berat. Namun aku tetap menjalani dengan penuh semangat.
Hadir dan selalu ada dalam segala stuasi. Sejak ia mulai belajar menyusui. Ketika tubuhnya mulai bergerak ke kanan dan ke kiri. Kala tangannya mulai kuat untuk merangkak ke segala sudut rumah ini. Hingga kini ketika ia telah mampu berdiri. Berjalan pun telah berhasil ia lakukan sendiri. Dan tanpa sadar, ia tak lagi berjalan kaki. Namun rupanya telah tiba waktunya ia berlari.
Nyaris satu tahun mendampingi sang putri tumbuh setiap waktu. Siapa sangka ternyata amat seru. Puluhan hal baru tak luput aku pelajari selalu. Meski lelah dan letih tak pernah bosan datang untuk mengganggu. Namun tetap kunikmati peran baruku. Menjadi seorang ibu.
Kini sang putri berlarinya semakin pintar. Larian kecil dengan tawa yang selalu hadir. Larian yang selalu menghibur orang di sekitar. Larian yang kelak akan membuatnya menikmati hidup yang hanya sebentar.
1 note
·
View note
Text
Suapan Penuh Cinta
Enam bulan telah berlalu tanpa terasa. Pemberian ASI eksklusif pun sudah selesai dengan sempurna. Tiba waktunya memperkenalkan makanan padat pada sang putri tercinta. Gelisah nan bingung sejak bulan keempat sudah kurasa. Tidak tahu harus memulai dari mana. Tak paham jenis makanan apa yang bisa ia konsumsi beserta teksturnya. Informasi dari segala sumber pun aku pelajari dengan seksama.
Tibalah pada hari yang membuatku berdebar itu. Sang putri yang selama ini hanya mengkonsumsi makanan cair, bersiap untuk menambah santapan padat pada beberapa waktu. Dimulai dengan makan dua kali dahulu. Guna memantau perubahan dan reaksi yang mungkin berlaku. Berbekal ilmu yang aku pelajari, kuputuskan langsung memberinya menu lengkap saat itu. Dengan nasi, daging sapi, brokoli serta tak lupa bumbu-bumbu. Siapa sangka sang putri rupanya lahap tanpa sisa pada sesi ke satu. Sungguh segala debaran itu telah berlalu, berganti bahagia penuh haru.
Hari-hari berlalu dengan sang putri yang semakin pintar melahap makanan. Tak pernah ada sisa segala yang aku hidangkan. Semua jenis makanan telah ia kenal dan rasakan. Segenap tekstur makanan telah ia selesaikan. Hingga tibalah ketika menginjak bulan ke sembilan. Di mana tak ada lagi bubur untuk santapan. Tiba waktunya belajar memakan nasi seperti umumnya yang kami lakukan. Siapa sangka ia kembali melahapnya habis tanpa ada sisa makanan.
Suapan penuh cinta tak pernah lelah aku beri. Agar ia selalu sehat dan terjaga nutrisi gizi. Meski ia mulai bisa meminta makanan tertentu kini. Namun tak mengurangi keceriaanku, saat ia melahap habis dengan memamerkan gigi.
1 note
·
View note