Eksplorasi Interior Koto Taluk yang Mengagumkan
Eksplorasi Interior Koto Taluk yang Mengagumkan - Interior Koto Taluk menjadi panggung bagi sebuah kekayaan budaya yang tak ternilai harganya. Di balik setiap tata letak, setiap hiasan, dan setiap detail yang dipilih dengan cermat, tersembunyi kisah-kisah panjang tentang kehidupan, tradisi, dan kearifan lokal yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Eksplorasi Interior Koto Taluk yang Mengagumkan
Eksplorasi dalam artikel ini bertujuan untuk mengungkapkan keindahan dan kekayaan interior Koto Taluk yang sering kali terabaikan. Melalui penelusuran mendalam, kami akan menyajikan kepada pembaca potret-potret indah tentang bagaimana kebudayaan lokal menjadi terwujud dalam setiap sudut ruang.
Dengan tujuan ini, artikel ini diharapkan dapat menginspirasi pembaca untuk menghargai nilai-nilai budaya dalam desain interior serta merangsang kreativitas mereka dalam menciptakan ruang yang memikat dan bermakna.
Pesona Estetika Interior Koto Taluk
Interior Koto Taluk memperlihatkan penggunaan bahan-bahan alami yang dipilih dengan cermat untuk menciptakan atmosfer yang hangat dan ramah. Kayu lokal, seperti jati atau meranti, sering digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan furniture dan dekorasi. Kehadirannya memberikan sentuhan alami yang khas, memancarkan aroma lembut yang mengundang dan memperkuat ikatan antara ruang dengan alam sekitarnya. Tidak hanya itu, penggunaan batu-batu alam, anyaman bambu, dan material organik lainnya juga menambah keberagaman tekstur dan warna, menciptakan kesan ruang yang hidup dan bersahaja.
Ornamen dan Dekorasi
Pesona estetika interior Koto Taluk juga tercermin dalam ornamen-ornamen dan dekorasi tradisional yang menghiasi setiap sudut ruang. Ukiran-ukiran tangan yang rumit, hiasan-hiasan tekstil, dan kerajinan tangan lainnya menjadi pemandangan yang memukau dan mengundang decak kagum. Motif-motif geometris, flora, fauna, atau simbol-simbol keberuntungan lokal menjadi elemen dekoratif yang memberikan sentuhan khas dan mendalam pada ruang, menghadirkan keindahan seni rupa tradisional yang timeless.
Penggunaan Warna dan Pola
Warna dan pola dalam interior Koto Taluk seringkali dipilih dengan teliti untuk mencerminkan kehidupan dan kekayaan alam lokal. Warna-warna alami seperti cokelat tanah, hijau daun, dan biru langit menjadi dominan, menciptakan atmosfer yang tenang dan harmonis. Pola-pola tradisional, seperti motif batik atau songket, juga sering digunakan untuk menambahkan dimensi visual yang menarik dan menghidupkan suasana ruang. Kombinasi yang cermat antara warna-warna lembut dan pola-pola yang indah menciptakan nuansa yang unik dan mengundang, memperkaya pengalaman estetika dalam interior Koto Taluk.
Pesona estetika interior Koto Taluk mengundang kita untuk menikmati keindahan yang sederhana namun kaya makna. Dari penggunaan bahan-bahan alami yang hangat hingga dekorasi tradisional yang memikat, setiap elemen dalam interior ini menawarkan pengalaman visual yang memesona dan mendalam.
Menelusuri Ruang dalam Interior Koto Taluk
Ruang tamu dalam interior Koto Taluk sering kali menjadi pusat perhatian dengan desain yang mengundang dan nyaman. Furniture yang elegan namun fungsional ditempatkan dengan cermat, menciptakan suasana yang hangat dan ramah bagi para tamu. Sofa-sesir yang empuk, kursi-kursi berukir cantik, dan meja-meja kopi yang artistik adalah beberapa contoh dari perabotan yang sering ditemui dalam ruang tamu ini. Ditambah dengan hiasan dinding tradisional, seperti lukisan-lukisan karya seniman lokal atau anyaman-anyaman tangan yang menarik, ruang tamu ini menjadi tempat yang sempurna untuk bersantai dan bercengkrama.
Kehangatan Dapur dengan Sentuhan Tradisional
Dapur dalam interior Koto Taluk menghadirkan kehangatan dengan sentuhan tradisional yang khas. Desain dapur yang terbuka dan berfungsi mengundang kegiatan memasak dan berkumpul bersama keluarga. Kabinet kayu yang elegan, meja dapur berukir, dan peralatan dapur dari bahan alami menjadi elemen-elemen utama dalam ruang ini. Tidak lupa, dekorasi-dekorasi seperti keramik lokal, alat-alat masak tradisional, dan hiasan-hiasan dinding etnik memperkaya atmosfer dapur dengan aroma kebersamaan dan kehangatan.
Ruang Tidur yang Menenangkan dan Penuh Makna
Ruang tidur dalam interior Koto Taluk dirancang untuk menciptakan suasana yang menenangkan dan penuh makna bagi penghuninya. Ranjang yang kokoh dengan ukiran-ukiran halus, lemari-laci yang luas dengan ornamen tradisional, dan lampu-lampu hias yang lembut menciptakan ruang yang ideal untuk beristirahat. Penggunaan tekstil tradisional, seperti selimut songket atau sarung bantal batik, juga menambah kehangatan dan keindahan dalam ruangan ini. Dengan sentuhan-sentuhan yang dipilih dengan cermat, ruang tidur ini menjadi tempat yang penuh kedamaian dan kenangan indah.
Menelusuri ruang dalam interior Koto Taluk menghadirkan pengalaman yang memuaskan dan bermakna. Setiap ruang, mulai dari ruang tamu yang mengundang, dapur yang hangat, hingga ruang tidur yang menenangkan, membawa kita dalam perjalanan yang memperkaya dan menginspirasi. Dengan harmoni antara fungsi dan estetika, interior Koto Taluk mengajarkan kita akan pentingnya menciptakan ruang yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga bermakna secara emosional dan budaya.
Inspirasi dari Interior Koto Taluk dalam Desain Modern
Interior Koto Taluk memiliki pengaruh yang signifikan dalam dunia desain kontemporer. Estetika yang khas dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam interior ini menjadi sumber inspirasi bagi para desainer modern. Konsep-konsep seperti penggunaan bahan alami, motif-motif tradisional, dan harmoni antara fungsi dan estetika telah diadopsi dan disesuaikan dengan gaya desain yang lebih modern. Sebagai contoh, banyak desainer yang menggabungkan elemen-elemen tradisional dalam ruang modern untuk menciptakan suasana yang unik dan menggugah.
Penggunaan Elemen-elemen
Inspirasi dari interior Koto Taluk tercermin dalam penggunaan elemen-elemen tradisional dalam ruang modern. Misalnya, penggunaan kayu alami dalam pembuatan furniture atau lantai memberikan sentuhan hangat dan alami pada ruang. Selain itu, motif-motif tradisional seperti batik atau ikat sering digunakan dalam penutup kursi, tirai, atau bahkan dinding-dinding ruangan untuk menambahkan sentuhan budaya yang khas. Dengan demikian, ruang modern tidak hanya terlihat elegan, tetapi juga memberikan penghormatan pada warisan budaya lokal.
Tips untuk Menggabungkan Estetika
Bagi mereka yang tertarik untuk mengadopsi estetika Koto Taluk dalam desain interior modern, beberapa tips dapat membantu dalam proses ini. Pertama, pertimbangkan untuk menggunakan bahan alami seperti kayu, batu, atau anyaman dalam pembuatan furniture dan dekorasi. Selanjutnya, jangan ragu untuk menggabungkan motif-motif tradisional dalam pola dan tekstil ruang Anda, seperti karpet, bantal, atau taplak meja. Terakhir, penting untuk menciptakan keseimbangan antara elemen tradisional dan modern agar ruang tetap terlihat segar dan relevan.
Inspirasi dari interior Koto Taluk telah membawa angin segar dalam dunia desain modern. Dengan menggabungkan keindahan estetika tradisional dengan kepraktisan dan keunggulan teknologi modern, ruang-ruang yang terinspirasi oleh Koto Taluk mampu menghadirkan suasana yang unik dan memukau. Dengan demikian, interior modern tidak hanya menjadi tempat untuk tinggal, tetapi juga menjadi cerminan dari kekayaan budaya dan kreativitas yang tak terbatas.
Kesimpulan
Dari keunikan bahan alami hingga dekorasi tradisional yang memikat, setiap elemen dalam interior ini membawa kita pada pengalaman visual yang mempesona dan mendalam. Keberagaman warna, motif, dan tekstur menciptakan nuansa yang kaya dan menarik, sementara nilai-nilai budaya yang terkandung dalam setiap detail memperkaya pengalaman estetika kita.
Melalui penjelajahan yang mendalam tentang interior Koto Taluk, diharapkan pembaca dapat memperluas wawasan mereka tentang kekayaan budaya yang ada di sekitar kita. Dengan menghargai nilai-nilai budaya, kita dapat memberikan penghormatan yang pantas kepada para pengrajin dan seniman lokal serta menjaga kelestarian warisan budaya untuk generasi mendatang.
Dengan menggabungkan nilai-nilai tradisional dengan teknologi dan tren desain modern, kita dapat menciptakan ruang yang tidak hanya memukau secara visual, tetapi juga memiliki kedalaman emosional dan budaya yang mendalam.
0 notes
Lemah layat ~ Horor story
Riuh.
suara motor dan angkot bersahut-sahutan, tidak ada yg mau mengalah, dari kursi penumpang angkot biru laut, dua lelaki paruh baya menatap jalanan, ekspresi wajah mereka khawatir. "jancuk" sahut salah seorang dari mereka, "isok telat iki" (bisa terlambat ini)
mentions lelaki yg satunya menoleh, ia mengkerutkan dahi, menatap kawannya, "mbok pikir koen tok sing gopoh" (kamu kira, cuma kamu seorang yg khawatir)
"halah" "wes mlayu ae, gak nutut iki nek nuruti ngene iki" (lari saja yuk, gak sempat ini kalau kita nungguin ini)
mereka sepakat,
lantas, mereka melompat dari dalam angkot, mulai berlari menuju jalanan stasiunt, berjibaku dengan orang lalu lalang, mereka abaikan keringat didahi, menembus lautan orang yg sibuk dengan urusan mereka masing2, satu yg mereka harus tuju, kereta yg akan membawa mereka pergi.
"goblok koen Gus, mene nek kate onok urusan, ojok tambah ngejak maen gaplek" (bodoh kamu gus, kalau besok ada urusan seharusnya gak kamu ajak aku maen gaplek)
Agus, lelaki gondrong dengan kumis tipis itu tertawa sembari menghela nafas panjang, ia merasa geli atas apa yg terjadi
"Halah. nyocot! sing penting kan menang, oleh duwek akeh" (bacot, yang penting kemarin menang kan, dapat duit banyak) ucap Agus, gemas, ia jitak kepala Ruslan, kawan yg akan menemaninya
sebelumnya, Agus dan Ruslan setuju, daripada nganggur, lebih baik mereka ikut kawan,
meski hanya sebagai kuli bantuan, tapi setidaknya, darisana mungkin hidup mereka akan berubah, tidak lagi harus mendengar kiri kanan tetangga yang mengecap mereka sebagai pengangguran yg gak punya masa depan. kereta melaju, jauh. meninggalkan kota kelahiran Agus,
disini, kehidupan baru bagi Agus dan Ruslan, akan dimulai.
Agus yg pertama turun, diikuti Ruslan, mereka melihat sekeliling, harusnya, kawan mereka akan menjemput di stasiunt ini, namun, ia hanya melihat orang lalu lalang, tidak ada tanda kawan mereka
"asu arek iki Gus, dibelani adoh2 gak disusul" (anj*ng, anak ini, dibelain jauh2 eh,
-gak dijemput)
Agus mengangguk setuju, lantas, ia duduk, mengeluarkan sebatang rokok yg ia simpan di kantung celana, sial. gumamnya, hidupnya sulit, sebatang rokok yg bengkok pun, terpaksa ia hisap, kini, jadi kuli terdengar masuk akal baginya, seenggaknya, ia bisa makan nasi lg
Ruslan hanya melihat orang2, lebih tepatnya, melihat perempuan2 cantik yg lalu lalang, tidak ada rokok untuknya, jadi, daripada melamun, Ruslan tahu bagaimana memaksimalkan kemampuannya untuk menikmati pemandangan
tak beberapa lama, terdengar suara teriakan familiar, ia datang
"ayok"
Agus dan Ruslan mengikuti. "numpak opo iki" (naik apa kita) ucap Ruslan,
"numpak bis lah, iki jek adoh ambek nggone" (naik bus lah, ini tempatnya masih jauh soalnya)
Agus tidak banyak komentar, ia sudah diberitahu, kerjaan mereka tidak jauh dari kuli untuk bendungan
disepanjang perjalanan, Agus hanya melihat jalanan, mereka menaiki Bus antar kota, menjelaskan setidaknya kemana mereka akan pergi.
Koco, kawan yg mereka kenal dari warung kopi memang tidak banyak memberitahu soal pekerjaan ini, kecuali mereka butuh tenaga tambahan,
bahkan, Koco tidak memberitahu, bahwa nanti, Agus dan Ruslan, tidak akan tinggal di Mes tempat para kuli resmi tinggal, Agus dan Ruslan, hanya tahu, bahwa ada rumah yg siap menampung mereka, selama mereka bekerja di tempat ini.
"gratislah" kata Koco, "wes kere mosok jek dijaluki duwik, wes santai ae" (gratislah, masa kalian sudah susah, masih dimintai duit untuk tinggal, santai saja)
Ruslan hanya menatap Agus, bila ada yg gak beres dari suatu pekerjaan, adalah sesuatu yg berbau "gratis"
Agus nyengir, buang air saja bayar, ini, tinggal di rumah orang masa gratis. kalau gak rumah setan, ya rumah orang gak waras. tapi dilain hal, Koco meyakinkan Agus, bahwa rumah itu gratis karena sudah dibayar setahun penuh, dan pekerja sebelumnya sudah pamit pulang.
"pamit pulang kenapa mas?" tanya Agus.
"gak eroh" (gak tau) kata Koco, "isterine ngelahirno, jarene" (isterinya melahirkan, katanya) Koco mengangkat bahu, tanpa sadar, Bus memasuki daerah yg semakin malam, semakin sepi, sunyi, Agus masih tidak yakin, "sing liane" (yang lainnya?)
"muleh pisan" (pulang juga) "gak kerasan" tutur Koco, dan kemudian, ia berdiri. "wes totok" (sudah sampai)
Ruslan dan Agus, mengangkat tasnya, mengikuti Koco yg sudah melangkah turun, pertama kali melihat Desa itu, Agus hanya melihat sebuah desa biasa saja, tak ada yg aneh
tidak ada yg aneh, kecuali, Koco
Koco menunjuk sesuatu, sebuah jalanan lurus, setelah memasuki desa, Koco mengatakannya
"Omah sing bakal mok nggoni, lurus ae yo, wes ra usah menggak menggok, gampang kok ancer-ancere, yo" (rumah yg nanti akan kalian tinggali, lurus saja ya,
-gak perlu belak-belok, mudah kok posisinya) sahut Koco, sebelum menyalakan sebatang rokok, melipir pergi ke sudut desa lain, Agus dan Ruslan hanya saling menatap bingung, sebelum, bersama, mereka pergi.
Agus menelusuri jalan setapak, gelap, tentu saja. Ruslan mengikuti dibelakang, tidak ada bedanya sama jalanan di desa Agus, hanya saja, mungkin karena tempat asing, suasana itu, membuat mereka merinding. "Koco Asu" umpat Ruslan, Agus setuju.
saat mereka sampai diujung jalan,
Agus dan Ruslan tidak lagi melihat ada jalan setapak, kecuali, rumput setinggi mata kaki, didepannya, ada kebun pohon jati yang menjulang tingg, Agus dan Ruslan melihat disana-sini, tidak ada jalan, lelah bila harus kembali, Agus menembus masuk ke kebun jati seorang diri.
tak beberapa lama, Ruslan mengikuti.
dibawah pohon jati, Agus menahan diri, sejak kecil, ia memang biasa dengan tempat seperti ini, namun Ruslan berhati-hati, pekerjaan yg sempat membuatnya bersemangat tiba-tiba seperti mati rasa, perasaannya tidak enak, tapi selama ada Agus,
Ruslan merasa semua akan baik-baik saja.
baik-baik saja, sebelum, Ruslan melihat tempat tinggal mereka, sebuah rumah yang ada dibalik kebun jati.
Rumah kayu, berdiri sendiri, dengan petromaks yg sudah menyala, pintunya terbuka, Agus, mendekatinya.
"gus, Rumah setan pasti gus" ucap Ruslan,
"iya, rumah siapa lagi yg kaya gini kalau gak rumah setan" Agus menimpali, tapi ia, tetap mendekati, di pintu rumah, tercium aroma makanan,
Ruslan semakin yakin,
sampai, dari dalam, muncul si pemilik rumah
"wes tekan ya, monggo" (sudah datang ya, silahkan)
mata Agus bertemu dengan mata seorang wanita, usianya mungkin lebih tua dari Agus, sosoknya ramah, ia mengangguk saat Agus berdiri di depan pintu, ia melewati Agus, Ruslan melangkah masuk, mengamati makanan yg tersaji di meja
namun, Agus mengatakannya secara tiba-tiba.
"saya mencium lemah layat dari makanan itu"
si wanita menoleh, menatap Agus, ia tersenyum, mengangguk, sebelum pergi, Agus baru tahu, ada Rumah lebih besar, tidak jauh dari tempat ia berdiri..
Agus menutup pintu.
"gak usah dimakan Rus, biarin aja" ucap Agus, ia memandangi rumah besar disebrang dari jendela, Ruslan mendekati. "prosoko gak onok omah iku loh gus mau" (perasaanku tadi, gak ada rumah loh disitu)
"Rumahe demit" kata Agus tertawa, membuat Ruslan kesal
"goblok" sahut Ruslan, "aku eroh awakmu ngelmu, tapi yo ojok ceplas ceplos ngunu, awakmu nantang iku jeneng'e" (aku tahu kamu dulu suka ngilmu, tapi jangan begitu ngomongnya, itu kaya kamu nantangin dia) sahut Ruslan, khawatir
"iya, Rus, paham aku, aku cuma mau lihat reaksinya"
"itu makanannya gimana"
"biarin aja, besok juga udah dimakan ulat" Agus menutup tirai jendela.
"berarti temenan gak beres omah iki" (berarti rumah ini memang gak beres ya)
Agus duduk, sembari melihat makanan didepannya. ia melihat Ruslan yg masih penasaran.
"guk omahe sing gak beres, tapi lemahe iki sing gak beres" (bukan rumahnya yg gak beres, tapi tanah tempat rumah ini berdiri yg tidak beres)
"lemah" (tanah) sahut Ruslan,
"Omah iki ngadek gok ndukure, lemah tapal" (Rumah ini, berdiri diatas tanah Tumbal)
Agus berdiri, ia berkeliling rumah, sebenarnya, daripada rumah, tempat ini lebih terlihat seperti gubuk kayu reot, hanya ada 2 kamar dan satu dapur, selebihnya ruang tamu dan pekarangan, namun, ada rumah yg lebih besar persis didepannya, rumah itu, bukan rumah demit, seperti-
yg Agus katakan, namun, rumah itu adalah rumah manusia. Agus pun mengatakannya pada Ruslan agar ia tidak bertanya lagi, "perempuan tadi, itu Gundik'colo"
Ruslan kaget bukan main saat mendengarnya. "masa, masih ada perempuan seperti itu"
"iya" agus mengangguk, "kelihatan"
"dari aroma dan cara dia berjalan kelihatan sekali dia Gundik'colo"
Ruslan geleng kepala,
"serem juga ini tempat, pergi gak kita ini" sahut Ruslan,
"gak usah, yang penting, hati-hati aja sama tuh perempuan" batin Agus, matanya melihat sudut dapur,
"lihat apa"
"Pocongan"
"matamu" kata Ruslan,
Agus hanya geleng-geleng kepala,
"ada berapa?"
Agus menatap Ruslan, "masih 7 sih Rus, kayaknya nanti malam keluar semua" Agus pun menutup pintu dapur, "biarin lah" Agus melipir ke kamar, diikuti Ruslan, "Asu" umpatnya berkali-kali
Malam itu, masih awal dari segalanya. manakala Agus sudah terlelap dalam tidurnya, Ruslan mengintip dari jendela kamarnya, disana, jauh ditempat rumah tempat perempuan itu tinggal, ia tengah berdiri tepat di jendelanya, tengah menatap tempat Ruslan mengintip.
"Asu koen Gus, gara2 lambemu, aku gak isok turu" (Anj*ng kamu gus, gara2 mulutmu, semalam gak tidur aku) sahut Ruslan mengejar Agus yg sudah menyampirkan tasnya, bersiap menemui Koco yg sudah menunggu diluar rumah, beberapa kali Agus melirik Ruslan, senyumannya mengembang
"sing ngongkon awakmu gak turu iku sopo" (yg nyuruh kamu gak tidur itu siapa) sahut Agus, cengengesan, sampai didepan, Agus membuka kain yg ia gunakan untuk menutupi makanan, ketika kain dibuka, Ruslan melompat, melihat makanan semalam, dipenuhi belatung yg memakan saripatih
bau busuk langsung menusuk hidung Agus dan Ruslan.
"bosok" (busuk) ucap Agus, "ayo wes, kawanen" (yasudahlah, kesiangan kita)
Agus dan Ruslan melangkah keluar, tepat di depan rumah, tiba-tiba, mereka berhadapan dengan perempuan itu, ia menunduk, mengucap "monggo"
Agus ikut menunduk, kemudian, melewatinya.
Ruslan yang sedari tadi memperhatikan, melihat gelagat mata perempuan itu yg mengikuti sosok Agus yg terus berjalan cepat, di sudut bibirnya, perempuan itu tersenyum, namun, Agus tidak tahu akan hal itu.
"he, gus, wong iku mau ngguyu loh ndelok awakmu, gak wedi ta" (gus, orang tadi senyum loh lihat kamu, gak takut)
"tresno paling ambek aku" (suka kali sama aku) sahut Agus, tertawa-tawa
"gak wedi di senengi ambek ngunu iku" (gak takut kamu di sukai yg seperti itu)
"gak, iku ngunu jek menungso kok" (gak lah, bagaimanapun, dia masih manusia kok)
lama mereka berjalan di bawah kebun pohon jati, sampailah mereka di jalanan setapak, menuruni jalan utama, sebelum melihat Koco dan semua teman-temannya, Agus dan Ruslan bertegur sapa
sebelum memulai pekerjaannya.
Ruslan masih kepikiran ucapan Agus semalam, semuanya berputar dalam kepalanya, mulai dari tanah layat, pocong sampai Gundik'colo, semua itu, tidak asing baginya, kecuali, masih ada perempuan seperti itu di jaman seperti ini.
seujujurnya, ia takut sekali, namun Agus, aneh
hari mulai petang, Agus dan Ruslan kembali, manakala ia mau melewati jalan ke pohon jati, kebetulan, mereka berpapasan dengan seorang lelaki tua pencari rumput, lelaki itu, melihat Agus dan Ruslan bergantian.
"kalian yg tinggal di rumah Lastri"
"iya" kata Agus,
"kalian sudah tahu, ada apa disana" ucap lelaki tua itu lagi, ia kali ini hanya melihat Agus,
"iya bapak, saya tahu" sahut Agus,
"yowes" katanya, "jangan sembrono yo le" si lelaki tua pergi, melewati Agus,
dari jauh, siluet hitam perempuan itu terlihat di ujung jalan
Ruslan yg pertama melihatnya, manakala saat Agus melihatnya, perempuan itu berjalan pergi, Agus dan Ruslan hanya berpandangan, lalu melanjutkan perjalanan ke rumah.
"aneh gak seh" (aneh gak sih) kata Ruslan, "wong iku koyok golek molo" (perempuan itu kaya cari masalah sama kita)
Agus hanya mendengar Ruslan bicara, saat sampai di tanah terbuka, Agus melirik rumah besar itu, meski sama-sama terbuat dari kayu, namun, kesan ngeri saat melihatnya tidak dapat dikesampingkan, hal yg sama, seakan setiap hari, rumah itu menunjukkan tajinya kepada Agus
Agus membuka pintu, ia tidak lagi melihat makanan diatas meja, semua sudah di bersihkan
"aku adus dilek yo" (aku mandi dulu ya) kata Agus, ia menuju dapur, dibelakangnya ada pintu lagi, disana ada sumur tua, Ruslan, memilih merokok di teras, rokok yg ia rampas dari Koco
manakala ketika Ruslan menikmati kepulan asap rokok di teras rumah, Ruslan melihat sesuatu mengintip dari balik kebun pohon Jati
Ruslan mendelik, ia tidak salah lagi, yg mengintip itu pocong,
"Jancok!!" ucap Ruslan, melipir masuk ke rumah, menuju tempat Agus mandi
kebetulan, Agus baru selesai, ia melihat Ruslan, rokok dimulutnya mengepul tanpa ia sentuh
"pocongan ya" kata Agus, sembari mengeringkan rambutnya "itu di kamar mandi ada dua"
Ruslan mengikuti Agus, "pindah ae loh Gus, gak sreg aku nang kene" (pindah aja yuk, gak tenang aku)
saat itulah, Agus mengintip Rumah besar itu dari jendela, matanya seperti tengah mengawasi,
"gini, Rus" kata Agus serius, ia tidak pernah seserius ini, "Tanah tapal biasanya dipakai oleh orang kaya atau gak orang berpengaruh, sekarang pikir, kira-kira ada apa ya di rumah itu"
"ya mungkin dulunya tanah ini tanah tapal, tapi belum di bersihkan, ya kali, dikira aku gak tau, ngebersihan tanah kaya gini sih gak sembarangan dan jarang orang mau, bahkan orang ngilmu kaya kamu, gak bakal mau bersihin kan" kata Ruslan, ia masih melihat Agus yg masih mengawasi
"tau aku maksudmu Rus" kata Agus, sekarang ia duduk, "gunanya perempuan itu apa coba" "udah di tanah tumbal, eh di jaga sama Gundik'colo lagi, aku penasaran, yg punya siapa ya, aku jadi pengen tahu" Agus mengedipkan mata melihat Ruslan, saat itu Ruslan menyadarinya..
"Cok" kata Ruslan yg baru sadar arah pembicaraan Agus, "koen kate nyolong opo sing gok jeroh omah iku ya" (kamu mau mencuri sesuatu yg ada di dalam rumah itu kan) "Gila kau, itu perempuan gak sembarangan ya, cari mati kamu" Ruslan tak sanggup bicara lagi,
"bukan aku, kita"
"Matamu gus" "awakmu dewe ae, pantes, ket pertama wes disuguhi barang gak bener ambek sing nduwe omah" (Matamu, kamu aja, pantas, dari awal, sudah dikasih sesuatu yg gak masuk akal sama yg punya rumah)
"Halah" Agus tertawa, "gak lah, aku yo gak gendeng" (aku juga gak segila itu)
"aku itu cuma penasaran aja, kerjaan itu perempuan jagain apa, atau gak, ngapain dia, kalau pocongan yg dibelakang kamu kan, cuma bisa ngelihatin kita, gak bakalan ngapa-ngapain, nah, masalahnya tuh perempuan juga ngawasi kita, pasti ada sesuatu" sahut Agus,
Ruslan, diam.
"Gus boleh tanya" Ruslan mencoba untuk tenang, Agus mengangguk, "kata orang, tanah tumbal kalau dijaga pocong, tanahnya, ditanami kain kafan dari orang yg meninggal, itu betul?"
Agus mengangguk,
"dan kain kafan yg meninggal'pun gak sembarangan, harus jumat kliwon, betul?"
Agus mengangguk lagi,
"berarti, berapa banyak, kain kafan yg ditanam di dalam tanah ini?" Ruslan menunggu Agus bicara
Agus tampak berpikir, "seratus kayanya"
Ruslan menelan ludah, "ada seratus pocong disini gus"
"iya" kata Agus, "di luar, masih banyak yg berdiri lihatin kita"
Ruslan berdiri, ia menyesap rokok, tinggal 2 batang lagi, saat Agus meminta sebatang, Ruslan menolak, "Matamu, aku yo penasaran dadine, opo yo sing onok gok jeroh omah iku" (Matamu, aku kok jadi penasaran juga, apa ya yg disembunyikan disana)
"mau lihat gak" sahut Agus,
"oke"
Agus membuka pintu, diikuti Ruslan, "Loh loh, kok sak iki, gak engkok rodok bengi tah" (Loh loh, kok sakarang, gak nanti lebih malam tah)
Agus tetap berjalan, Ruslan kebingungan, mereka sampai di depan pintu, Agus mengetuknya, dan perempuan itu muncul, melihat Agus dan Ruslan
"daripada saya penasaran, saya mau tanya sama anda, anda ini jaga apa sebenarnya?" kata Agus, Ruslan hanya melongo melihat kawan baiknya yg sudah hilang otak,
perempuan itu tersenyum, mengangguk, lalu berujar lirih, "mongg mas," (silahkan masuk mas)
Agus, melangkah masuk
Ruslan mengikuti dibelakang, ia melihat perempuan itu yg masih menunduk, memberi hormat pada mereka, setelah Agus dan Ruslan duduk, ia menutup pintu, menguncinya
"saya kebelakang dulu untuk mengambil makanan, terima kasih, saya tidak perlu melakukan hal buruk pada anda"
"Goblok" ucap Ruslan, "kamu gak bilang maksudnya lihat itu begini, aku kira nanti malam kita sembunyi buat lihat sendiri"
Agus hanya diam, ia tidak menggubris mulut Ruslan, tiba-tiba, perempuan itu muncul, "mas Agus benar, bila kalian datang sembunyi2, kalian bisa celaka!!"
"mbaknya tahu namanya Agus darimana?" tanya Ruslan,
"saya pun tahu, nama anda Ruslan" perempuan itu meletakkan dua gelas kopi, tangannya begitu telaten, termasuk saat menghidangkan jajanan pasar itu, Ruslan tidak lagi bicara, ia fokus pada ekspresi perempuan itu yg datar.
"saya sudah sering melihat petaka dimulai dari ketidaktahuan dan rasa penasaran, sejujurnya, hal itu memang bersifat lumrah dan dimiliki oleh setiap manusia, termasuk anda, jadi, apakah semua sudah jelas mas Agus"
Aagus hanya diam, keningnya berkeringat, Ruslan baru menyadarinya
Agus tidak banyak bicara, ia meraih segelas kopi, menyesapnya perlahan, kemudian melirik Ruslan, "kopinya aman Rus, diminum saja"
Ruslan pun merasa canggung, ia tidak mengerti, perempuan itu duduk, dan tidak memandang mereka, matanya kosong melihat tempat lain
dengan perlahan, perempuan itu menengok pada Agus dan Ruslan, "kalian masih ingin tahu ada apa disini?"
Agus dan Ruslan diam saja, tidak ada pembicaraan lagi, saat Agus kemudian mengatakannya, "terimakasih suguhannya, saya pamit mbak Lastri" Agus berdiri, perempuan itu mengangguk
Ruslan merasa aneh, ia tahu, Agus tiba2 berubah semenjak ia melewati pintu, seperti ada sesuatu yg tidak dapat ia katakan, manakala mbak Lastri sudah membuka pintu, Agus dan Ruslan melangkah pergi, ketika tiba-tiba, Ruslan tercekat, di luar rumah mbak Lastri, berjejer pocong
Agus dan Ruslan bergegas pergi, ia mencium aroma busuk yg membuat Ruslan menutup hidung, meski Agus berjalan biasa saja, ia seperti melamun, matanya kosong, Ruslan segera menutup pintu, ia melihat pocong-pocong itu menatap rumahnya, disana, perempuan itu masih berdiri di pintu
"ada apa gus sebenarnya?" tanya Ruslan, Agus hanya bengong, matanya benar-benar kosong
karena lelah menunggu Agus menjawab, Ruslan memberikan sebatang rokok dimulut Agus, beberapa saat kemudian Agus seperti baru sadar, "Cok, minggat yok" (pergi yuk)
Ruslan, heran
Agus masuk ke kamar, memasukkan semua bajunya ke tas secara serampangan, Ruslan yg masih kebingungan lantas, mendorong Agus bertanya dengan kesal "Onok apa sakjane" (ada apa sih sebenarnya) "koen mau loh gak ngene, opo gara2 kopi mau" (kamu tadi loh gak papa, apa karena kopi)
Agus menggeleng, "kopinya gak papa Rus, tapi" Agus menelan ludah, seperti lidahnya keluh,
"kamu sih bodoh, ngapain nyamperin ke rumahnya, jadi gini kan sekarang" Ruslan menatap Agus kesal, "itu pocong pasti sengaja biar aku lihat kan, sialan si Lastri"
"aku kasih tahu ya Rus" kata Agus, "ini adalah tanah tumbal, kamu dengar sendiri kan, gimana ucapannya kalau kita sembunyi2 cari tahu, dia ngancam itu sebenarnya, satu yg harus kamu ingat dalam kepalamu, kalau kamu niat buruk ke tanah tumbal, nasibmu bisa tragis"
"jadi karena itu, kamu datangin dia langsung" tanya Ruslan,
"iya, buat minta ijin, kalau dia ngasih tahu"
5 notes
·
View notes