#kasian
Explore tagged Tumblr posts
Note
Winter: kas what was all that about? you told me and theo to leave so fast that everything was a blur and next thing i know here you are laying drained after whatever happened.... i know we haven't known each other for as long as you have known the others but im here if you need somone to rely on you know that right?
Mr.K: Thank you... but you better stay away from me for a while... at least until there are news from Nathalyon... cause she saw you.... and I'm sorry... *K falls quiet on the couch*
(@dawn-at-midnight challenged me, made me finish an update XD so here I come)
22 notes
·
View notes
Text
>>> Collection Real Smoker Profiles
#756
[ Alekseї Kasian | Source_VK ]
#@p#realsmokerprofile#profileclsmokers#alekseї kasian#russia guys#shirtlesssmokers#shirtlesssmokerscl#tattoosmokers#tattoosmokerscl#shirtlesstattooedsmokercolor#shirtlesstattooedsmoker#no-index-smokers#no-index-smokers-cl#sunglassessmokers#sunglassessmokerscl#cigarette#smokingguys#smokingguyscl
19 notes
·
View notes
Photo
Blake Leibel lived a life of luxury in Los Angeles, California. Leibel was the son of Lorne Leibel, a sailor on the country’s 1979 Olympics team and prominent real estate developer, and Eleanor Leibel, the daughter of Paul and Leona Chitel who founded Alros Products Ltd.. He grew up in Toronto’s Forest Hill neighborhood before moving to Los Angeles where he lived off an allowance of $18,000 per month. Then when his mother passed away, he inherited the majority of her estate, including the lavish home in Forest Hill which he sold for $5.5 million.
Online, Leibel appeared to be thriving in the bright lights of Los Angeles. He directed several episodes of the cartoon adaption of the movie, Meatballs, and he wrote or co-wrote a number of graphic novels and a “space opera comic series.” He also helped to run a publishing company that put out a comic in partnership with Wilmer Valderrama. He was married, had two young sons and the family lived in Beverley Hills. However, despite the fact that he seemed successful, Leibel had practically no income from his endeavors and depended on his father to pay his credit card bills. In 2015, he filed for divorce and shortly thereafter, his new girlfriend, Iana Kasian, fell pregnant.
In 2010, Leibel created the graphic novel “Syndrome.” The plot follows a doctor’s quest to isolate the root of evil in the brain and tries his experiment out on a serial killer. In a case of life imitating art, Leibel would later brutally murder Kasian in a crime which was said to “follow a script” from the graphic novel..... 𝐑𝐞𝐚𝐝 𝐌𝐨𝐫𝐞:
https://morbidology.com/a-hollywood-horror-the-murder-of-iana-kasian/
48 notes
·
View notes
Text
Sir Handel: "I remember one day when I was still working at Mid Sodor and called Falcon, Stuart accidentally burnt his hand on the toaster.
Then he put his hand on my chest, and I asked, 'The fuck you doing?' He replied: 'Cooling my hand in your very cold heart.' And I think I never recovered from that." 😐
#ttte humanized#ttte sir handel#ttte peter sam#ttte incorrect quote#Peter Sam kamu kalau ngomong jangan suka bener#Kasian Sir Handel kena ulti begitu
3 notes
·
View notes
Note
I’m so curious about your Skyrim oc now
Okay okay, SO:
His name is Kasian and he’s transmasc and uses He/They pronouns. (He’s bisexual too bc, well obviously.) He’s Khajiit and is Guild Master to the Thieves Guild, as well as Dragonborn! He’s the sneaky-archer-assassin type.
He was originally raised in Cyrodiil with his twin brother by their adoptive parents, a Nord and Imperial couple, who owned a town. This essentially made him nobility (a Baron) and was raised as such. Their parents ended up having a daughter and Kasian was much closer to her than their twin.
When Kas was a teen they ran away from home after being repeatedly rejected by their parents. His brother also rejected him (which he regrets to this day). So after leaving home, Kasian fell in with the criminals of Tameriel and ended up with the Thieves Guild in Riften.
And after becoming Guild Master they discovered they were Dragonborn, sending them across Skyrim to defeat Alduin. And then Solstheim to deal with Miraak.
Kasian is sharp, witty, quick to anger, and maybe a bit of a silver tongue. They’re quick to jump into action, a very “shoot first and ask questions later” kind of guy, as well as having little patience for things that bother them. But he also cares very deeply about those around him, even though he’s got abandonment issues as well as mommy and daddy issues lol. A lot of his personality is an attempt to protect himself for being hurt again.
Jokes on him though because he manages to surround himself with people that love and care about him and it helps him heal. Of course getting married helped a little too lol.
Most of his friends are modded followers, but a couple of them are also other characters I’ve created as well as npc’s from the game.
Hahhhh anyway, he’s my special little guy and I adore him 🥰
#thank you for letting me rant about him :D#and I can always expand some more if you’d like to hear more about them!!#this was just the quick run down#renee my beloved#simon says#I need a Kasian tag…hmmm#kasian skyrim
3 notes
·
View notes
Text
Dinsos Assessment Keluarga Pengemis 'A Kasian A' Pasca Viral di Medsos
RASIOO.id – Usai video Baliah si Pengemis ‘A Kasian A’ di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) viral, Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bogor pun lakukan assessment ke kediaman Baliah di Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan. Dinsos bersama dengan pendamping disabilitas, pendamping mental, Pemerintah Desa dan Kecamatan melakukan assessment ke kediaman Baliah. Hasilnya, Dinas Sosial…
View On WordPress
0 notes
Text
duuuuudeeeeeeee ini bapak bapak driver gofood NIAT BENER orderan aing bocor jadi beliyo BALIK LAGI padahal udah dibilangin gapapa gausah repot repot mana udah tengah malem dan oiya TOKONYA UDAH JADWAL TUTUP tapi beliyo kekeuh dan sekarang lagi ditungguin bikin orderan baru. 😭😭😭
#people in the service industry deserve the whole entire world legit#tapi aing gaenak juga sama servernya 🥲 kasian udah jam tutup masi kudu gawé lagi 🥲🥲#tapi tokonya gabisa dichat gabisa ditelepon jadi yha.... mangat aja deh 💀💀💀💀💀💀💀💀💀💀💀
0 notes
Note
“Firstly he’s not even FROM there, secondly he’s totally safe!— for the most part… yes he tried to strangle me and Miss Misteln with the ribbon things and is technically a rare/very dangerous Ethereal… but other then those tiiiny things, he’s perfectly safe!~ I named his Kasian~”
“Yo!~ It’s Winter!” “Just wanted to show you this little creature I found!~”
(Ooc: pretend it’s like a actual photograph of one of these facing the camera)
“It’s called an Ethereal, isn’t he adorable??”
what the fuck. put that shit back in little nightmares ?
#Kasian literally can strangle people + if you see him in your dreams with that smile you’re as good as dead 💀#AND THANKS LOL IT WAS LITTLE NIGHTMARES INSPIRED
21 notes
·
View notes
Text
Apa salah ya kalau belum hamil?
Atas pertolongan Allaah sudah memasuki pernikahan empat tahun. Memasuki tahun keempat pertanyaan yang menghampiri lebih tajam dibandingkan dengan awal-awal pernikahan. Di awal aku tidak terlalu memikirkan, namun selalu saja aku jatuh perihal bagaimana dengan perasaan suami, orangtuaku, dan juga mertuaku. aku pikir seiring berjalannya waktu pertanyaan itu akan hilang dengan sendirinya, rupanya tidak .
Ada satu hari dimana aku dinyatakan hamil, saat memasuki pernikahan satu tahun sepuluh bulan. aku tahu benar bagaimana perasaan dan wajah-wajah bahagia dari suami, orangtua, dan mertua. Lalu sampai pada titik, Allaah berkehendak lain. Janin tersebut gugur.
Lalu hamil kembali saat usia pernikahan dua tahun sembilan bulan. Qadarullaah harus gugur dan menjalani kuretase.
"Gugur mulu" komentar yang pernah ku dapatkan..
Sedih? Jelas. aku sangat terpukul. Dan komentar lebih sangat tajam bila dibandingkan dengan sebelum hamil.
aku pikir tidak hanya yang belum hamil saja yang mendapatkan pertanyaan demikian. Yang belum menikah dan bertemu jodohnya juga sering mendapatkan pertanyaan yang kurang lebih sama. Kapan?
Hanya karena Allaah menetapkan sebuah takdir sampai detik ini masih menunggu perihal anak. Dulu pun tak luput dari pertanyaan "Kapan menikah" seolah semua keadaan harus sesuai dengan sebagaimana mestinya.
Menatap kasian, mencibir dibelakang, bahkan menanyai didepan umum dengan kondisi diiringi dengan tawa agar tidak terlihat menyakitkan kemudian memberi nasehat-nasehat yang tidak perlu. Kalau tidak diabaikan dilabeli orang yang tidak bisa menerima nasihat.
Ditatap kasihan lalu sejurus pertanyaan pamungkas, kasihan ya belum jua ketemu jodohnya. Kasihan ya belum jua punya anak nanti siapa yang akan mendoakan kita kalau kita telah tiada. Dan sebagainya, dan sebagainya yang terlalu panjang untuk dituliskan kembali
Sebetulnya ini sedikit kurang nyaman. Apa yang harus dikasiani ? Hanya karena masih sendiri? Hanya karena belum punya anak? Kedua keadaan bukan berarti diri ini kekurangan kasih sayang. Ada Allaah yang Maha Penyayangnya tidak bisa diukur dengan apapun yang senantiasa menyayangi hambanya tiada batas, ada kedua orang tua yang dengan izin Allah menyayangi dengan tulus tanpa tapi.
Hanya karena Allaah mengehendaki sebuah takdir belum menikah atau belum punya anak bukan berarti Allah tidak sayang. Melainkan setiap orang diuji dengan ujiannya masing-masing. Setiap orang sedang berusaha berdamai dengan takdir yang telah ditetapkan untuknya.
Kini, memasuki usia pernikahan empat tahun lebih sembilan bulan. aku berada di titik biar Allaah yang menentukan jalan doa kita, agar kita paham bagaimana rasanya menyerah menjadi seorang hamba. aku hanya ingin menjalani kehidupan ini dengan tenang bersama orang-orang yang ku sayangi. Kehidupan yang mungkin tidak semua orang berada dititik ini. Kehidupan yang tenang..
Menikah, dan mempunyai anak tidak menjamin sebuah kebahagiaan. Sungguh, ini bukan semata karena pembelaanku saja. Menikah dan mempunyai anak adalah salah satu anugerah Allaah yang patut diupayakan dan disyukuri dengan penuh syukur.
Keduanya bukan tolak ukur untuk bahagia. Karena pada hari ini ada yang menikah namun berpisah, ada yang memiliki anak juga berpisah. Rumah tangga sakinah mawadah warahmah adalah sebuah karunia Allaah. Dan tolak ukurnya bukan dengan ukuran dunia.
Pada akhirnya tak lupa pada setiap do'a apa pun selalu menyertakan "Terbaik menurut engkau Ya Allaah". Jadi ketika sesuatu yang aku minta belum Allaah kabulkan. Hal itu tak lantas membuat ku berburuk sangka pada Allaah.
Sebagaimana buku pertama lahir karena telah banyak kesedihan yang terlewatkan. Dalam Sedihmu Berbaik Sangkalah Kepada Allaah. Semoga pada akhirnya hanya rasa syukur yang akan dilangitkan. Tidak ada didunia ini yang abadi, sekalipun itu kesedihan dan beratnya sebuah penantian. Jangan jauh-jauh dari Allaah, biar Allaah yang kuatkan saat semua orang telah menyerah dan berhenti berupaya.
Lalu kalau ditanyai sebuah pertanyaan yang diawali dengan kapan? Apa yang harus dijawab?
Setiap kali merasa capek sama pertanyaan kapan ini kapan itu, aku yakin, aku belum seberapa dibandingkan dengan mereka yang penantiannya jauh lebih lama. Perihal jodoh ataupun buah hati.
Maka jawabku, tidak semua takdir harus kita pahami maksud dan tujuannya mengapa Allaah menguji kita dengan demikian dan demikian. Pada akhirnya tidak mengurangi sedikitpun kemuliaan ibunda Maryam meski beliau tidak menikah. Dan tidak mengurangi sedikitpun kemuliaan ibunda Aisyah radhiyallahu anha meski beliau tidak memiliki buah hati.
Urgensi hidup bukanlah perihal pencapaian melainkan beribadah kepada Allaah sebagaimana para Nabi, para sahabat yang tetap beriman sekalipun takdir itu terasa tidak menyenangkan. Manisnya sebuah takdir tidak terletak pada apa yang telah kita capai, melainkan keridhoan Allaah.
Tak selamanya hujan akan terus turun, tak selamanya malam akan terus bergulir. Kehidupan ini pun demikian, tidak selamanya. Sebab Allaah yang telah menetapkan semuanya sesuai dengan kadar kemampuan kita sebagai seorang hamba..
Menuju penghujung, 21 Desember 2023
#tulisan#menulis#catatan#nasihat#wanita#kebaikan#perjalanan#syukur#pernikahan#hamil#pejuang garis dua#pengingat#proses#keyakinan
274 notes
·
View notes
Note
Can you do Gojo x male reader x Geto
❝lost and found❞
✭ pairing : gojo satoru x male reader x geto suguru
✭ fandom : jujitsu kasian 
✭ summary : Everyone knows when you go food shopping with your mom you aren’t supposed to let go of her hand, because there is always the case of you ending up lost, will this isn’t the case for this scenario. Instead of it being the mom trying to find her lost kids it is Gojo and (M/n) trying to find Geto who they can’t seem to find in the supermarket.
✭ jujitsu kasian masterlist
It was a rare day when Gojo Satoru, Geto Suguru, and their classmate (M/n) found themselves with a day off from their arduous duties as sorcerers. The higher-ups had decided that they deserved a break, and the trio was left to decide how to spend it.
Gojo, with his characteristic swagger, looked at his companions and asked, "So, how are we going to spend this precious day off?"
Suguru, the more reserved of the group, pondered for a moment before replying, "I could really go for some pasta."
(M/n), the ever-resourceful thinker, perked up and suggested, "Why don't we go to the supermarket? We can buy ingredients and make our pasta right at home. It'll be fun!"
The idea seemed to strike a chord with all of them. It was a simple plan, but it promised a day filled with camaraderie, delicious food, and perhaps some unexpected adventures. With their day off ahead of them, the trio set out to the supermarket, ready to enjoy a break from their demanding lives as sorcerers.
As they entered the supermarket, Satoru and (M/n) shared a sly, knowing look behind Suguru's back. Their eyes sparkled with mischief, a silent agreement passing between them. This grocery run had the potential for some unexpected fun.
While Suguru dutifully examined his shopping list ready to get everything he needed for his pasta, Satoru and (M/n) discreetly slipped away, their steps light and their laughter barely contained. They navigated the supermarket aisles with the ease of seasoned explorers, their senses attuned to the promise of adventure.
As they ventured deeper into the store, Satoru whispered to (M/n), "You ready to shake things up a bit?"
(M/n) grinned, mischief dancing in their eyes. "Absolutely, Satoru. Let's give Suguru a surprise he won't forget."
As Satoru and (M/n) roamed the supermarket aisles, their mission to gather an assortment of junk food and snacks took an unexpectedly playful turn. With their cart already brimming with treats, Satoru couldn't resist the temptation any longer.
Satoru grinned mischievously at (M/n) and, with the agility of a child, jumped into the shopping cart, sitting cross-legged. He spread his arms wide, as if he were an amusement park ride operator showcasing the attractions. "Alright, (M/n), time for a snack-fueled adventure!"
(M/n) laughed, fully embracing the newfound excitement. They grabbed the handles of the cart, their imagination taking over. "Hang on, Satoru, this is going to be one wild ride!"
With a burst of enthusiasm, (M/n) started pushing the cart, maneuvering it like they were in a Mario Kart race. Satoru played along, tilting his body and pointing to different snacks on the shelves as if they were power-ups.
"Banana chips to the left!" Satoru exclaimed, leaning dramatically.
(M/n) steered the cart towards the banana chips, grabbing a bag and tossing it into the cart. "Got it! And now, it's the gummy bear shortcut!"
Satoru laughed heartily, and they sped towards the gummy bear section, adding colorful packages to their growing collection. As they approached the cookie aisle, Satoru pretended to rev an imaginary engine and shouted, "Boost mode! Let's hit those cookies!"
(M/n) picked up speed, zooming towards the cookies and tossing them into the cart. It felt like they were in their own little racing game, with snacks as their prize. Shoppers nearby couldn't help but smile at the duo's infectious energy.
Satoru, still seated in the cart, looked around at the variety of snacks they had accumulated. "I think we've got everything we need for our secret stash. Now, let's find a finish line—preferably the checkout counter!"
(M/n) grinned, feeling like they were on the verge of winning the grand prix. They navigated the cart towards the checkout counter, Satoru waving at imaginary fans along the way.
As they reached the checkout, Satoru hopped out of the cart, chuckling. "That was epic, (M/n). We should do this more often."
(M/n) nodded, their heart still racing with excitement. "Definitely, Satoru. Who knew grocery shopping could be this much fun?"
And so, with their cart filled to the brim with snacks and memories of their impromptu Mario Kart adventure, Satoru and (M/n) continued with their shopping trip, their mischievous spirits undiminished by the passage of time.
Finally done with their work the two pat themselves on the back as a job well done, Satoru and (M/n) reached the checkout counter with their cart full of snacks and their playful antics, they suddenly realized something was amiss. Suguru was nowhere to be seen.
"Wonder where Suguru wandered off to?" Satoru said, scratching his head with a puzzled expression.
(M/n) glanced around the store, their brow furrowing. "I haven’t see him since we started the Mario Kart adventure."
With growing concern, they decided to retrace their steps, calling out for Suguru as they navigated the aisles. "Suguru! Hey, Suguru! Where are you?"
But there was no response, no sign of Suguru anywhere. They retraced their steps all the way back to the checkout counter, and the cashier noticed their distressed expressions.
"Is there a problem?" the cashier asked, scanning their snacks.
Satoru exchanged a worried glance with (M/n). "We can't find our friend, Suguru. He was with us, but now he's gone."
The cashier furrowed their brow, concern growing as well. "Let me help you. I'll make an announcement."
The cashier reached for the store's intercom and spoke into it. "Attention shoppers, we have a lost customer. Geto Suguru, you have two lost children waiting for you at cash register 6. I repeat, Geto Suguru, please come to cash register 6."
Satoru and (M/n) exchanged glances again, this time with a mix of amusement and embarrassment. The announcement had certainly attracted the attention of fellow shoppers, who were now casting curious glances in their direction.
Satoru chuckled. "Well, this is one way to get Suguru's attention."
(M/n) nodded, a sheepish grin forming on their face. "I hope he hears it and comes back soon."
As they waited for Suguru to respond to the announcement, Satoru couldn't help but glance around at the snacks in their cart. "At least we have plenty of snacks to keep us entertained while we wait."
And so, with snacks in hand and an announcement echoing through the supermarket, Satoru and (M/n) waited for their lost companion to find his way back to cash register 6, where they hoped to reunite and continue their eventful shopping trip.
As Suguru approached cash register 6 in response to the announcement, he couldn't help but wear a weary expression, knowing that his friends, Satoru and (M/n), were likely the cause of this disruption. He found them there, both pouting with their arms crossed over their chests as they huffed in his direction.
Satoru pointed an accusatory finger at Suguru. "You abandoned us, Suguru!"
(M/n), chiming in from the background, added, "Yeah, what he said!"
Suguru couldn't hide the irritation on his face as he scrutinized their guilt-ridden expressions. "What kind of trouble did you two get into this time?"
Satoru, sitting comfortably in the shopping cart, leaned forward and dramatically placed a hand on his heart. "We ventured into the cleaning aisle, Suguru, the place where time stands still. We thought we'd lost you forever."
(M/n) couldn't resist joining in on the teasing. "Yeah, Suguru, we even found some ancient cleaning potions with your name on them."
Suguru let out an exasperated sigh. "You're both impossible." He then glanced at their cart, noticing the abundance of snacks. "At least you managed to get what we needed."
Satoru couldn't resist one last jab. "Oh, we got everything, Suguru, including some prune juice for you."
(M/n) laughed, playfully adding, "Don't forget the fiber-rich cereal!"
Suguru's annoyance reached its peak, and he muttered under his breath, "I'm surrounded by children."
As they approached the cashier to pay for their groceries, Satoru and (M/n) couldn't resist having the last word. They began teasing Suguru once more, chanting in sing-song voices, "Suguru's an old man, Suguru's an old man."
Suguru rolled his eyes, but he couldn't deny the warmth that spread through him at the sight of his mischievous friends. They might drive him crazy at times, but he wouldn't have it any other way. Together, they paid for their groceries and left the supermarket, their playful banter echoing in the air, a testament to their enduring friendship.
#x reader#x reader one shot#x reader oneshot#gojo satoru#satoru gojo#gojo satoru imagine#gojo satoru imagines#gojo satoru x male reader#gojo satoru x reader#gojo satoru x y/n#gojo satoru x you#geto suguru#geto suguru imagines#geto suguru imagine#geto suguru x y/n#geto suguru x you#geto suguru x male reader#geto suguru x reader#jjk imagine#jjk imagines#jujutsu sorcerer#jujustsu kaisen x reader#jujutsu kaisen masterlist
214 notes
·
View notes
Text
Sampai di hari ini, ternyata Allah beneran kasih banyak ujian yang erat banget perihal hati. Bener-bener lemah, kalau tanpa pertolongan-Nya. Umur segini juga makin banyak belajar dari pengalaman hidup orang sekitar, entah itu dari keluarga atau teman dekat, yang dari obrolan singkat sama mereka aja kita bisa ambil pelajarannya. Jadi memang ya, jangan lagi berlebihan berharap sama manusia, sadar diri banget kalau kita itu emang ga akan mampu nyenengin setiap manusia lainnya. Jadi ya sewajarnya aja, kasian hatinya. Nanti efek sampingnya ngerasa kecewa. Perempuan seperti saya juga paham betul gimana rasa gaenaknya. Sekarang, kalau memang Allah kasih jalannya buat ngalir seperti ini adanya, gapapa kita belajar terima. "Kali ini, semoga aku dimampukan-Nya." 23.54 Tgr, 29/10/24.
24 notes
·
View notes
Text
Terganggu banget sama orang yang suka mengeluh (secara verbal).
Saya sendiri bukan orang yang anti-ngeluh, tapi paling nggak saya memastikan yang dengerin keluhan saya ya diri saya sendiri aja. Atau di waktu tertentu yang memang dikhususkan buat sambat, misalnya ngajak ketemu temen untuk saling curhat. Ya disitu baru tuh ngeluh bahkan sampe marah-marah hehe.
Tapi ternyata ada ya, banyak, tipikal orang yang sedikit-sedikit ngeluh.
"Hahhh gimana sih ini"
"Diluar panas banget gak sih ya Allah"
"Anj*r kesel banget"
"Males banget gue harus ngerjain dari awal"
Ya mungkin saya pribadi juga DALAM HATI ada keluhan-keluhan itu terkait keseharian. Tapi ya nggak usah dibunyikan gitu loh. Kan bikin mood orang nggak bagus. Nular.
Ya Allah, semoga hamba dan orang-orang yang hamba sayangi dijauhkan dari sifat ini. Kasian soalnya orang kayak begini, nggak akan maju-maju. Nggak ada orang yang betah berteman sama dia.
45 notes
·
View notes
Text
Debat capres #1
Semalam tadinya aku malas nonton debat, ya karna udah hopeless aja, mau ada debat atau gak, kemungkinan yang menang ya itulah, yang kampanye simpel makan siang susu yang disukai masyarakat akar rumput. Terus ternyata aku segabut itu untuk nonton selama 2.5 jam. Ditambah live komen di WA grup dengan teman-teman yang sama kritisnya.
Topiknya soal hukum dan HAM. Sesi 4 menit pertama, udah taulah ya yang bagus ngomongnya dan makjleb siapa. Sisa paslon malah meleber kemana-mana dari topik, dan bisa gak sih gausah teriak-teriak? wkwk.
Selama debat, counter argument-nya dari masing-masing paslon menarik. Yang jago ngomong jago counter argument akan tetap seperti itu, yang pasrah dengan topik karna emang merugikan buat dirinya "ya mau gimana lagi" dan memperlihatkan mimik kecapean berdiri terus, ditambah tantrum walau mengulang-ngulang kalimat "udahlah kita bukan anak kecil".
Topik hukum dan HAM, tapi pertanyaan bebas yang diajukan malah meleber ke polusi lah, ke IKN lah (ya walaupun ini berkaitan dengan Undang-undang). Mau nanya, ini timses nya emang cuma jago gimmick apa gimana? Kasian loh yang di podium, jadi bahan hujatan netizen twitter semalaman, bahkan sampe hari ini. Kasian buzzer akun gede centang biru buat dukung paslon nya, udah dibayar mahal tapi gak bisa baku hantam sama netizen yang masih bisa mikir.
Soal hukum dan HAM. Tadinya aku cuma sebatas tau "oh ada penculikan tahun 98, beberapa hilang belum tau ada dimana dan nasibnya gimana". Cuma sebatas itu. Sampai akhirnya semalam googling, cari detail kejadian kasus tersebut. Wow, serem sih, bukan cuma diculik, ternyata di-aniaya dsb. Pantesan disebut "tindak kejahatan berat".
Forum di X (twitter) itu cukup seimbang yang pros dan cons, beda sama platform sebelah (ig/tiktok) yang satu arus. Pasca debat, beberapa bilang, harus ada yang bikin resume debat tadi malam, diangkat ke tiktok, biar para genZ dan millenial yang 50% voters itu bisa lihat dan tau kasus/debat semalam, bukan cuma gimmick aja.
Any way, siapapun yang menang, kita berkontribusi terhadap negara ini akan gimana ke depannya. Semoga tulisan ini bisa terbaca oleh teman-teman yang apatis dengan per-pilpres-an tahun 2024.
13 Desember 2023
73 notes
·
View notes
Text
Iya sayang, berat ya?
Sini - sini ditaruh dulu bebannya, coba, dari sekian banyak itu, mana yang sebenernya tugas kamu mana yang sebenernya hak Tuhan yang mengaturnya?
Kalau ternyata adalah bukan tugas kamu, udah ya sayang dipikulnya, kasian itu pundaknya dikasih beban lebih dari kadar mampunya.
Penghuni Jejaring Biru
Page 120 of 365
#365haribercerita#jejaringbiru#lembarjejaring#bersama#tumblr#komunitas#quotes#tulisan#menulis#kolaborasi#sayang#beban
185 notes
·
View notes
Text
Mempertanyakan Ulang Mimpi-mimpi
Salah satu hal yang jarang kita sadari atau mungkin akui, mimpi-mimpi kita yang kerap kali berubah dari waktu ke waktu, atau ketidakonsistenan kita pada apa yang kita inginkan, bukan karena mimpi atau keinginan tersebut tidak baik. Tetapi karena hati kita yang mungkin lebih lapang untuk menerima bahwa tidak semua hal yang kita inginkan di masa ini, adalah sesuatu yang baik jika itu semua terjadi atau kita dapatkan di masa depan nanti.
Dulu, waktu SMA aku bercita-cita ingin melanjutkan pendidikanku di pondok pesantren. Aku yang saat itu sedang semangat-semangatnya mempelajari ilmu agama meyakini bahwa bisa melanjutkan pendidikan di lingkungan yang lebih baik pasti akan membuatku bahagia. Rencana, setelah tamat dari pesantren, aku akan minta dikenalkan dengan seseorang laki-laki kemudian menikah. Pemikiran yang naif sekali. Pikirku saat ini.
Memiliki cita-cita melanjutkan pendidikan di pesantren bukanlah sebuah cita-cita yang buruk. Teramat baik malah. Sayangnya waktu itu aku lupa bahwa aku punya seorang ibu yang sudah tua renta, dan kedua adik yang harus kujaga. Lambat laun, aku akhirnya bisa mengikhlaskan mimpi tersebut, kemudian menyadari tak semua hal yang aku anggap baik untuk terjadi, akan baik pula jika hal itu memang terjadi.
Mimpi selanjutnya adalah aku hanya ingin punya pekerjaan yang membuatku tak lagi harus keluar rumah dan ketemu banyak orang. Aku ingin pulang dan tinggal menemani Mama di rumah. Aku merasa kasian melihat Mama kesepian di rumah, meskipun masih ada adikku yang tinggal dengan beliau.
Mimpi itu masih kupegang setidaknya sebelum aku pulang waktu hari raya lalu. Ketidaksamaan pendapat antara aku dan Mama membuat kami sering cekcok. Berada dalam satu tempat yang sama dengannya membuatku merasa tidak aman akan segala hal yang bisa menjadi pemicu kami berdua bertengkar. Belum lagi harus kuakui, bahwa hal-hal yang pernah kualami di rumah masih menimbulkan trauma hingga saat ini. Perasaan deg-degan dan juga bayang-bayang atas apa yang pernah terjadi belum benar-benar pergi. Yah, aku masih berada ditahap menyembuhkan diri. Sehingga bukan hal yang mudah bila aku aku harus hidup dengan dikelilingi hal-hal yang bisa memicu ingatanku akan masa lalu kembali bekerja.
Melalui pengalaman itu, aku akhirnya kembali mempertanyakan mimpi-mimpiku. Seperti, apakah mimpiku yang ingin berbakti kepada orang tuaku, mengharuskanku untuk mengorbankan kebahagiaan dan ketenanganku sendiri?
Apakah memang harus selalu seperti itu?
Tidak bisakah untuk kali ini saja, aku ingin membuat mimpi yang benar-benar berasal dari keinginanku untuk membahagiakan diriku sendiri, bukan karena ingin membahagiakan atau memikirkan kebaikan orang lain?
Itu hanyalah sebagian contoh dari mimpi-mimpi yang saat ini masih kupertanyakan kembali apakah aku benar-benar ingin memperjuangkannya, merevisinya kembali, atau mungkin lebih baik bila aku melepaskannya dan menganti dengan mimpi-mimpi baru.
Menjadi dewasa berarti menerima bahwa tidak semua hal yang kita mimpikan akan terjadi nantinya. Menjadi dewasa pula berarti kita harus siap untuk secara sukarela maupun terpaksa berdamai dengan keadaan.
Termasuk berdamai dengan mimpi-mimpi yang mungkin kelak hanya akan sebatas menjadi mimpi saja. Tidak untuk kita paksakan terjadi. Bukan karena mimpi-mimpi tersebut tidak baik. Namun karena kita mengakui bahwa beberapa dari mimpi-mimpi tersebut mungkin tidak akan lagi relevan dengan diri kita di masa depan.
Karena dibanding mimpi-mimpi tersebut ada yang lebih penting untuk diusahakan. Yaitu kepercayaan kepada setiap takdir baik dan takdir yang tidak kita sukai (sebab tidak ada takdir yang buruk bila kita beriman) dan juga kelapangan hati untuk menerima, bahwa di atas mimpi-mimpi itu, ada ketentuan Allah yang menjadi pemenangnya.
Lalu bagaimana denganmu? apa mimpi yang kiranya harus kamu pertanyakan kembali?
@milaalkhansah
24 notes
·
View notes
Text
yall gotta vote cause i can’t decide and he’s being a bitch
13 notes
·
View notes