Tumgik
#jurnalibu
safiralutfiani · 6 years
Text
Maaf
Maafkan Ibu yang tak bisa berbuat apa-apa saat hentakan kata-kata menimpa di dada.
Maafkan Ibu yang tak berkutik saat nada-nada tinggi harus terdengar di telinga Karena jika Ibu melawan atau memberontak sama saja cermin kita akan retak
Maafkan Ibu yang malam ini terpaksa membungkam mulutmu demi tangis yang sejak lama menggema tak terdengar hingga luar sana
Maafkan Ibu yang tak mampu membujukmu demi memakai celana hingga Ibu terpaksa bersikap kasar.Ibu mengerti engkau sakit, ibu paham hatimu teriris
Hanya Ibu selalu tak bisa berbuat apa-apa selain meratapi kegagalan kami menjadi orangtua. Hanya karena diuji kesabaran kau terbangun tengah malam kemudian meminta bermain, kami marah
Hanya karena tidurmu tak nyenyak kemudian kamu merengek, kami tak terima
Maafkan Ibu yang bahkan setiap Senin sampai Jum'at hanya bersamamu beberapa jam saja tak mampu memanfaatkan ini semua
Saat kau sedang ingin dekat kami malah membuat sekat
Kami seolah tidak suka kau merepotkan kami berdua padahal sungguh kami masih belajar dan terus belajar
Sekali lagi maafkan Ibu nak..jangan kau ingat malam ini. Biarkan mimpi indah datang menghampiri menghapus semua lukamu membawa ceriamu kembali di pagi hari
Borobudur, 21 Februari 19
Haifa 21 Bln
6 notes · View notes
ichahaedy · 7 years
Text
Anak Lelaki
Nak, 29 pekan sudah dede membersamai ibu ya nak. Terimakasih ya, ibu jadi berasa selalu ada yang nemenin.
Beberapa kali USG, kata dokter nanti dede itu laki-laki. Ada monasnya gitu katanya. Hihi. Ibu kebingungan sebenarnya, Nak. Adik-adik ibu semua perempuan. Ibu bisa ndak ya, nak, nanti mendidik dede sesuai fitrah seksualitas dede.  
Beberapa kali ibu curhat ke Allah tentang kebingungan ibu ini. Ibu cari-carilah video parenting nabawiyah khusus untuk anak laki-laki. Kok ibu ngga nemu ya, Nak. Mungkin ibu kurang teliti yah nyarinya. Nanti ibu search-search lagi deh.
Trus tau ngga, Nak. Allah itu memang Maha Mengurusi HambaNya, ya. Tiba-tiba pagi tadi ada yang share sebuah tulisan di salah satu whatsApp grup ibu. Judulnya “Jadikan Anak Lelaki Kita Sebagai Lelaki Sejati”. Asa ngepas sama do’a ibu terkait pendidikan dede yah. Ah Allah memang sebaik-baik penolong..
Ini ibu copasin ya, Nak.
*Jadikan Anak Lelaki Kita Sebagai Lelaki Sejati*
Dimana-mana kita mudah menjumpai anak lelaki yang hanya punya separuh jiwa lelaki. Itu ditandai dengan miskin kemandirian, bergantung pada orang tua, cuek pada lingkungan, dan hidup sekehendak hati.Saat mereka dewasa/baligh tentu semua menjadi tanggung jawab sendiri di hadapan Yang Mahakuasa, tapi yang orang tua tak boleh lupa bahwa apa yang terjadi pada pribadi mereka di gerbang usia akil baligh adalah hasil dari pergaulan yang panjang bersama orang tua.
Anak seperti tanaman yang baru tumbuh. Mudah dibentuk batang dan rantingnya. Namun saat mereka beranjak dewasa kepribadian itu telah terbentuk. Memaksakan pemahaman dapat mematahkan jiwa mereka. Tak gampang me-reset ulang karakter seorang pemuda, pada umumnya ia telah ajeg. Itulah sebabnya Rasulullah SAW. mengingatkan kita tentang urgennya tarbiyatul awlad atau ta’dibul awlad.ﺃَﺩِّﺑﻮﺍ ﺃﻭﻻﺩَﻛﻢ …Ajarilah anakmu…Bagaimana caranya?
*PERTAMA*
Ayah harus berperan dalam pendidikan anak. Ibnu Qayyim menyebutkan dalam kitabnya Tuhfatul Wadul bahwa bila ada anak yang bermasalah maka yang pertama harus disalahkan adalah ayahnya. *INGAT* bukan ibunya, tapi ayah.
Ada alasan kuat mengapa ayah harus terlibat dalam pendidikan anak selain telah disyariatkan akan kewajiban hal ini. 
Ayah adalah pemegang tampuk qowwam, kepemimpinan. Para ulama tafsir seperti adh-Dhahak dan lain-lain menyatakan bahwa makna qowwam adalah laksana sultan/penguasa. Kehadiran ayah dalam pendidikan anak akan membentuk karakter lelaki pada anak-anak lelaki kita. Cara seorang ayah mengasihi anak lelaki, berbeda dengan cara ibu. 
Ayah menyayangi anak dengan tabiat lelaki. Ketika anak lelaki sakit karena terjatuh misalnya, seorang ayah tidak akan memeluknya tapi memintanya untuk segera move on, bangkit dan memberinya semangat untuk menahan bahkan melupakan rasa sakit. 
Sementara seorang ibu biasanya memeluknya lama, mengusap rambut, mencium dan terus membiarkannya menangis. Karena bagi seorang ibu dan perempuan pada umumnya, menangis itu adalah cara untuk melepaskan perasaan agar tenang. Sedangkan seorang lelaki akan berjuang melawan rasa sakit dan sedih untuk menenangkan perasaannya.
Itulah sebabnya Nabi menganalogikan perempuan bak kaca, dan meminta kaum pria berlemah lembut pada mereka.ﻭَﻳْﺤَﻚَ ﻳَﺎ ﺃَﻧْﺠَﺸَﺔُ ، ﺭُﻭَﻳْﺪَﻙَ ﺳَﻮْﻗًﺎ ﺑِﺎﻟْﻘَﻮَﺍﺭِﻳﺮِ
Perlahanlah ya Anjasyah, engkau membaca botol-botol kaca
*KEDUA*
Jangan berikan asesoris, permainan dan segala hal yang berkaitan dengan dunia anak perempuan. 
Dalam sebuah hadits disebutkan:ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻟَﻌَﻦَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞَ ﻳَﻠْﺒَﺲُ ﻟُﺒْﺴَﺔَ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓِ ، ﻭَﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓَ ﺗَﻠْﺒَﺲُ ﻟُﺒْﺴَﺔَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞِ
Bahwasanya Rasulullah SAW. telah melaknat lelaki yang memakai pakaian perempuan, dan perempuan yang memakai pakaian lelaki (HR. Ahmad).
Beberapa kali dalam hidup saya bertemu dengan sejumlah lelaki yang berpenampilan dan bergaya feminim. Miris. Ini melawan fitrah dan bertentangan dengan hukum syara’. 
Di antara sebab munculnya lelaki berjiwa perempuan adalah pola asuh sejak kecil yang keliru antara anak lelaki dan perempuan. Orang tua membiarkan anak lelaki bergaya anak perempuan, juga sebaliknya.
*KETIGA*
Pisahkan juga tempat tidur anak lelaki dari anak perempuan dan kedua orang tuanya saat mereka sudah masuk usia sepuluh tahun.
ﻣُﺮُﻭﺍ ﺃﻭْﻻﺩَﻛُﻢْ ﺑِﺎﻟﺼَّﻼﺓِ ﻭَﻫُﻢْ ﺃﺑْﻨَﺎﺀُ ﺳَﺒْﻊِ ﺳِﻨﻴﻦَ ، ﻭَﺍﺿْﺮِﺑُﻮﻫُﻢْ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ، ﻭَﻫُﻢْ ﺃﺑْﻨَﺎﺀُ ﻋَﺸْﺮٍ ، ﻭَﻓَﺮِّﻗُﻮﺍ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻀَﺎﺟِﻊِ
Ajarkanlah anak-anakmu shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika usia mereka sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur di antara mereka (HR. Abu Daud).
Pemisahan tempat tidur memiliki faidah penjagaan anak-anak dari rangsangan seksual juga melatih kemandirian dan keberanian tidur terpisah dari orang tua dan saudara kandung. Orang tua jangan sungkan ‘mengusir’ anak perempuan dan anak lelaki yang telah mencapai usia itu jika masih ingin tidur bersama orang tua atau saudara kandungnya.
*KEEMPAT* 
Latih anak lelaki untuk mengerjakan kewajiban-kewajiban syariat bagi kaum lelaki. 
Pada usia dini mulai perintahkan dan ajarkan untuk shalat berjamaah ke mesjid. Para ibu – juga ayah – harus tega membangunkan anak di pagi hari yang masih gelap dan mengajak si kecil berangkat shalat subuh ke mesjid. Begitupula saat ia bermain di siang atau sore hari, panggil mereka untuk menunaikan shalat jamaah ke mesjid.Hari ini banyak orang tua yang tak tega atau milih mengalah atau membiarkan anak-anak mereka tak shalat berjamaah ke mesjid, sekalipun rumah mereka hanya beberapa langkah dari rumah Allah. Mulailah tercerabut dari jiwa anak separuh dari kelelakian mereka.
Ibunda Imam Ahmad bin Hanbal setiap hari, menjelang subuh menyiapkan air hangat bagi putranya yang masih kanak-kanak, untuk keperluan mandi dan berwudlu di tengah cuaca dingin. Lalu mereka berdua berangkat ke mesjid menunaikan shalat subuh. Ma Sha Allah! Pantas bila putranya kemudian tumbuh menjadi lelaki sejati, berdiri di hadapan kezaliman penguasa yang terpengaruh ajaran Mu’tazilah yang ingin merusak akidah umat.
Saat anak lelaki beranjak dewasa, maka tanamkan kewajiban untuk mencari nafkah. Sepanjang sejarah para nabi dan rasul semua adalah pekerja sejak usia muda. Umumnya menggembalakan kambing dan juga berdagang.  Tanamkan bukan soal berapa uang yang mereka raih, tapi menunaikan kewajiban mencari bekerja bagi para pria.
*KELIMA* 
Tanamkan tanggung jawab pada setiap anak, terlebih anak lelaki. 
Setiap anak harus punya tanggung jawab atas kamarnya, barang miliknya, mainan, buku-bukunya, tapi anak lelaki harus diminta komitmen lebih. Mereka adalah calon pemegang qowwam dalam keluarga dan kepemimpinan di masyarakat.
Sedari dini biarkan mereka untuk mulai bisa mengurus diri sendiri. Berpakaian, mengambil dan membereskan perlengkapan sekolah, dan tanggung jawab bila ada barang yang hilang atau tercecer. Tentu saja sambil dibantu sesuai kadar usianya.
Sehingga tak ada lagi cerita anak lelaki usia SMP masih disuapi makanan terus menerus oleh ibunya. Tak ada lagi cerita anak lelaki umur 15 tahun tak bisa mencuci baju, teledor menyimpan dan menggunakan uang, dan tak punya malu masih minta bantuan orang lain mengurus keperluannya, meskipun itu adalah pembantu rumah tangga mereka.
*KEENAM* 
Tegakkan kedisplinan pada mereka. 
Anak-anak yang tumbuh tanpa kedisplinan dari orang tua akan tumbuh sebagai anak yang manja, tak punya daya tahan, menggantungkan diri pada orang lain, tapi juga egois dan mau menang sendiri.Manakala anak-anak berbuat salah, maka perlu dilakukan ta’dib, meluruskan kekeliruan mereka.  Tentu saja ini disesuaikan dengan usia, tingkat kesalahan, dan jenis kelamin anak. Bagi anak-anak yang sudah tamyiz maka mereka sudah tak pantas melakukan kesalahan mendasar seperti tidak shalat, bercanda ketika di majlis ilmu, ketika shalat, memukul adiknya, malas disuruh orang tua, dsb. Intinya, orang tua jangan lengah dalam mendisiplinkan anak. Membiarkan dan memanjakan kesalahan mereka akan berdampak hilangnya separuh jiwa lelaki pada anak-anak lelaki kita.
ﻷَﻥْ ﻳُﺆَﺩِّﺏَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﻭَﻟَﺪَﻩُ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَﺼَﺪَّﻕَ ﺑِﺼَﺎﻉٍ
“Seseorang yang mendidik anaknya adalah lebih baik daripada ia bersedekah dengan satu sha’ (H.R. Tirmidzi)
*KETUJUH*
Bacakan kisah-kisah heroik para pahlawan Islam. 
Mush’ab bin Umair, Sa’ad bin Abi Waqqash, Khalid bin Walid, dan sekian ribu para lelaki pahlawan Islam. Umat ini sungguh tak pernah kehabisan figur-figur lelaki sejati. Kenalkan anak-anak lelaki kita pada mereka.  Termasuk pada pahlawan negeri seperti Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Imam Bonjol, dll. Agar tertanam jiwa heroik dan keteladanan yang benar.Jauhkan mereka dari tokoh-tokoh khayalan dan fiksi, apalagi yang merusak kepribadian umat.
Semoga Allah menunjukkan anak-anak lelaki kita ke jalan dakwah dan perjuangan Islam. Menjadi pilar-pilar penopang kemuliaan umat. Aamiin.
By: Iwan Januar Reshared by @JilbabPalestine 
Ibu terhenyak baca bagian ini Nak :  “Ada alasan kuat mengapa ayah harus terlibat dalam pendidikan anak selain telah disyariatkan akan kewajiban hal ini.  Ayah adalah pemegang tampuk qowwam, kepemimpinan. Para ulama tafsir seperti adh-Dhahak dan lain-lain menyatakan bahwa makna qowwam adalah laksana sultan/penguasa. Kehadiran ayah dalam pendidikan anak akan membentuk karakter lelaki pada anak-anak lelaki kita. Cara seorang ayah mengasihi anak lelaki, berbeda dengan cara ibu.”
Jadilah ibu langsung share ke Ayah. Iya juga yah, sebenarnya ibu ngga perlu takut tentang hal ini ya. Pertama, karena Allah selalu ada. Dia-lah Penolong terhebat, satu-satunya sandaran yang tidak akan tumbang. Kedua, perkara mendidik adalah perkara kerjasama antara Ibu dan Ayah. Mungkin ada pembagian peran disana. Tapi semua mesti berkontribusi demi hasil yang (diikhtiarkan) paripurna.
Maka, doakan Ayah dan Ibu ya nak. Supaya istiqamah dijalanNya untuk selalu bergandengan tangan mengusahakan pendidikan terbaik buat dedek. Dedek di dalam sana yang sehat ya. Sampai ketemu, insyaAllah beberapa minggu lagi. Mudah-mudahan Allah selalu memberkahi dan membersamai keluarga kita ya sayang.
Ayah Ibu sayang sama dede karena Allah. See you when I see you <3
8 notes · View notes
safiralutfiani · 5 years
Text
Pentingnya Sebuah Kata Maaf
Bagi sebagian manusia maaf adalah sebuah kata yang bisa diucap dengan begitu mudahnya. Setelah melakukan sebuah kesalahan maaf menjadi alat untuk memperbaiki keadaan. Maaf juga menjadi senjata agar masalah yang kita buat tidak diperpanjang perkaranya. Tapi seperti apa sebenarnya hakikat kata maaf itu sendiri?
Malam ini saat berada di purworejo karena Mbah uyut sakit saya dan Haifa harus tinggal di tempat Mbah uyut bersama keluarga lainya. Ayahnya Haifa mengantar bapak menuju rumah sakit. Saat meninggalkan rumah tidak biasanya Ayah tidak berpamitan pada Haifa. Mereka pergi dengan sembunyi-sembunyi.
Selang waktu berlalu Haifa teralihkan dengan berbagai kegiatan bersama saudaranya. Sama sekali tidak menanyakan ayahnya. Hingga waktu tidur yang biasanya jam 7 bergeser menjadi jam 8 malam. Proses merayunya untuk tidur juga susah. Tidak semudah saat berada di rumah. Haifa masih ingin bermain bersama tantenya. Dan yang tidak bisa saya kontrol adalah bermain gadget. Efek gadget terhadap Haifa luar biasa. Saya hampir menemukan lebih banyak efek negatif daripada positif. Seperti sekarang Haifa sering mengedipkan mata entah karena lelah atau karena radiasinya. Untuk itu kami sepakat tidak memberikan gadget. Namun sayang ketika berada di luar rumah kami tidak bisa mengontrolnya. Ada beberapa saudara yang masih belum paham akan prinsip kami.
Sejak maghrib Ayah Haifa sudah berkali-kali menghubungi lewat telepon selular ibu mertua saya. Menanyakan apakah Haifa rewel atau tidak. Ya Haifa memang tidak rewel sama sekali bahkan bisa tidur tanpa ditemani Ayahnya. Wah hebat sekali dia malam ini. Setelah memastikan Haifa tidur saya kembali menghubungi Ayah Haifa, memberi kabar bahwa Haifa aman. Jika ia harus menjaga Mbah di rumah sakit tidak masalah. Tapi ternyata Ayah Haifa pulang tepat pukul 10 Malam. Merasa tidak nyaman karena harus meninggalkan Haifa. Ya hubungan mereka memang sedekat itu.
Saat itu juga Haifa terbangun. Menyadari sosok lelaki yang setiap malam berada disampingnya tidak ada sontak ia mengamuk. Menangis menjadi-jadi. Ayah pun buru-buru membersihkan diri kemudian menghampiri. Tangisan yang keluar disertai rengekan memanggil Ayah...Ayah... Berkali-kali. Ayahnya berusaha merengkuh namun Haifa tidak mau. Kami pun kebingungan tidak bisa mengatasi Haifa. Mamah juga om yang berada di rumah sama bingungnya. Hingga nada tinggi saya sedikit terdengar membuat suasana semakin runyam. Akhirnya kami membawa Haifa ke ruang tamu berharap ia lebih tenang. Namun tangisnya tetap kencang sampai membuat serak suaranya. Kurang lebih 1 jam ia menangis tanpa jelas apa penyebabnya. Terlihat sekali wajah marah, ia memanyunkan bibirnya dengan berkali-kali melirik ayahnya. Tapi saat ayahnya berusaha mendekat ia kembali menangis.
Saat tangisannya sedikit mereda saya membawanya ke kamar dengan melihat suami saya. Apa yang salah? Kenapa tidak mau dengan ayah? Padahal yang disebut jelas ayahnya. Sontak saya terpikir bahwa Ayah belum minta maaf karena tadi meninggalkan Haifa tanpa pamit.
"Haifa maafin ayah yaa..tadi ayah pergi gak bilang Haifa. Ini ayah udah pulang, Haifa jangan nangis lagi ya?" Ayah membelai lembut rambut Haifa.
Benar sekali tangisnya reda, melemah semakin tak terdengar. Ia mengajak tidur bersama di kamar. Memposisikan dirinya dengan tatapan manis melihat ayah.
"Ayah bobo..Ayah bobo." Bantal guling disampingnya ia peluk sambil memegang tangan ayah. Seketika terlelap tanpa perlu dekapan ibunya.
Ternyata sebegitu penting sebuah kata maaf. Maaf yang terucap tulus dari hati tanpa tendensi. Tanpa melihat siapa mereka juga usia. Terlebih itu anak kita sendiri yang kadang kita merasa lebih baik dari mereka. Permintaan maupun penerimaan maaf bisa berlaku juga untuk anak yang belum genap dua tahun usianya. Mereka sudah mampu merasakan bahwa sebelumnya mereka tersakiti. Cara menebusnya ya dengan kata maaf bukan yang lain. Bukan iming-iming jajan, jalan- jalan apalagi bentakan. Kadang kita salah mengartikan. Menjadikan hadiah sebagai umpan agar anak bisa patuh. Padahal yang seharusnya adalah maaf dulu baru penjelasan. Maaf dulu baru obrolan lanjutan. Ya saat dialog-dialog saya, mamah, om juga tante dengan Haifa tidak ampuh dialog maaf ayah dengan Haifa ternyata kuncinya. Sebuah kata maaf yang menjadi solusi tangisan anak manis ini di malam hari.
Betapa urgent ya si kata maaf. Untuk itu jangan pernah malu apalagi gengsi mengucapkan maaf. Maaf yang memang lahir dari hati terdalam kita dengan niat tulus untuk menebus sekaligus memperbaiki kesalahan bukan keadaan. Bukan sekedar maaf demi terciptanya rasa aman yang sesaat kemudian diulang lagi salahnya diulang lagi maafnya.
Ah...Ibu pun ternyata belajar dari kamu nak. Maafkan ibu yang kadang terlambat menyadari itu.
Purworejo, 12 April 2019
@Lutfianisafira
2 notes · View notes
safiralutfiani · 6 years
Text
Hal Indah di Hari Ini
~Merelakan segala ekspektasi pada anak didik tercinta yang ternyata tidak butuh matematika apalagi gurunya. Saat aku sudah begitu antusias memberikan soal-soal tak satu jawabanpun datang. Bahkan hanya mengajar segelintir siswa saja.
~Merelakan tidak beli jajan di sekolah(padahal belum sarapan) tapi sekotak nasi beserta buah jeruk ternyata telah menanti di meja kerja. Meminta dicicipi bagaimana rasanya. Ah kenyang jadinya perut yang kosong mulanya.
~Merelakan tidak melihat barang dagangan yang di promosikan di kantor dalam rangka penghematan. Memilah mana yang menjadi kebutuhan juga keinginan. Meski yang dijajakan begitu memikat hati (kaos kaki dengan harga murah dan baju anak). Saat yang lain sibuk mencoba ini itu aku harus tersenyum manis lantaran aku tidak punya lagi rupiah di dompetku untuk hal-hal begitu.
~Merelakan tidak mengeluarkan rupiah sepeserpun demi terpenuhi kebutuhan esok hari. Dan ajaibnya rekan kerja memanggil dengan begitu mesra membisikkan bahwa hak di bulan November baru dibayarkan hari ini. Alhamdulilah bisa menyambung hidup hingga akhir bulan.
"Allah selalu memberikan sesuai dengan kebutuhan bukan dengan keinginan. Ajaibnya hal-hal kecil yang kita relakan karena Allah langsung diganti kontan malah tanpa tapi."
~Sebuah penutup hari ini menjadi hal terindah di hari ini adalah merelakan tangisan putri kesayangan untuk rakaat sholat yang kadang terlupakan. Saat suami harus kembali kerja di waktu Maghrib. Rumah sepi tanpa ada yang bisa dimintai bantuan. Sebelumnya begitu kesulitan menjalaninya, sekarang Alhamdulilah bisa.
Pernah dalam sebuah cerita yang di tulis oleh salah satu penulis projects Monday love letter @ceritanovieocktavia bahwa selagi ada waktu perbanyak melakukan banyak hal. Seperti datang ke kajian, sholat tepat waktu juga memperbanyak ilmu. Nah benar sekali saat sudah memiliki anak bisa sholat saat waktunya saja ternyata cukup membuat kewalahan. Butuh komitmen kuat agar tetap konsisten untuk melakukannya. Saat berhasil menjalankannya dengan waktu yang tak lagi senggang seperti dulu membuatku tersadar bahwa banyak pencapaian-pencapaian besar yang kita harapkan namun kadang melupakan hal-hal kecil yang kita dapatkan. Hal-hal indah yang kita bayangkan dulu bergeser banyak setelah kita menjadi seorang Ibu. Ternyata bisa sholat tepat waktu dengan susah payah menjadi hal indah yang membuat bahagia. Sebelumnya nikmat sholat itu belum tentu kurasa. Nyatanya setelah sempit juga tak lagi gesit membuat rasa syukur kembali melejit.
Alhamdulilah...Terimakasih Allah atas segala nikmatmu hari ini.
~Hal indah hari ini~
Borobudur, 19 Maret 2019
@lutfianisafira
2 notes · View notes
safiralutfiani · 6 years
Text
Beberes
Banyak diantara kita menyuruh tapi tanpa mengajarkan bagaimana cara yang benar. Seperti menyuruh anak kita untuk membersihkan remah roti yang berserakan, atau menyuruh mereka mandi saat waktu mulai sore. Perkara menyuruh anak biasanya lekat dengan masalah kebersihan. Bersih-bersih adalah keterampilan yang wajib dimiliki namun kerap dilupakan. Kebersihan yang bahkan dalam islam sudah tertulis jelas merupakan sebagian dari iman malah tidak kita masukan dalam kategori pengajaran yang perlu kita ajarkan pada buah hati tercinta. Kita lupa bagaimana cara mengajarkan keterampilan ini pada anak kita. Biasanya kita mengalihfungsikan tugas kita sebagai orangtua. Lebih sering menjadi pelayan bagi anak-anak kita untuk urusan satu ini.
Jarang sekali kita melibatkan mereka di aktivitas bersih-bersih itu sendiri. Alasannya biar pekerjaan bersih-bersih bisa cepat kelar. Tapi tahukah Ayah dan Ibu saat kita abai akan hal itu sebenarnya kita sendiri sedang mengabaikan peran besar kita sebagai orangtua. Membuat mereka terbuai dengan kemanjaan beralasan kasih sayang. Kemudian dengan enaknya memilih ngomel-ngomel saat mendapati mereka tidak pandai membereskan urusan mereka.
Padahal jika kita mau memberitahu bagaimana caranya membersihkan diri mereka dengan benar, bagaimana caranya merapikan kamar mereka atau bagaimana mencuci baju juga sepatu sejak dini mereka akan terbiasa. Tanpa perlu kita berkoar-koar layaknya megaphone saat menyuruh anak kita. Karena Ayah dan Ibu anak adalah peniru paling ulung. Ingatannya merekam jelas apa-apa yang kita ajarkan pada mereka.
Tapi seringkali keterampilan satu ini tidak terlihat pamornya. Kalah moncer dengan berbagai macam keterampilan lain. Banyak yang menganggap bahwa setiap orang pasti bisa 'beberes'. Otomatis orang hidup belajar membersihkan. Sehingga beberes tadi tidak perlu diajarkan. Nah hasil dari beberes tanpa pengajaran tadi adalah kebiasaan malas yang jelas berteman erat dengan setan.
Kalau kita mengajarkannya kalau kita membiasakannya pasti beberes bukan lagi perkara suruh menyuruh. Melainkan kesadaran yang melekat erat tanpa sebuah paksaan.
Ahad Pagi, 17 Feb 2019 Borobudur
Foto Haifa membersihkan sepatu miliknya bersama Ayah Heru
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
1 note · View note
ichahaedy · 7 years
Text
Makna
Saat masih kuliah dulu, saya bercita-cita ingin menikah dengan sosok pria yang humoris, talkative, dan dekat dengan anak. Sebabnya sederhana : karena bapak saya kalau sedang diam cenderung tampak angker.
Kemudian tahun-tahun pun berlalu. Sampai pada Januari 2017 kemarin, baru saya sadari bahwa yang Allah gariskan terjadi adalah calon ayahnya anak yang sedang saya kandung ini mirip sekali perangainya dengan bapak saya : tidak banyak bicara. Belakangan saya makin sadar, dalam diamnya, para laki-laki terdekat saya ini ternyata memang sangat dapat diandalkan. Barangkali do’a-do’a yang terlantun dalam diamnya itulah yang paling saya butuhkan untuk menemani saya menjalani hidup pemberian Allah yang hanya sebentar ini.
Berbicara tentang kemiripan, ada satu hal lagi yang saya notice dari sikap akang dan bapak.
Semenjak hamil, saya tak henti-hentinya berikhtiar untuk mambangun bonding antara si dedek dengan ayahnya. Macam-macam cara yang saya tempuh. Salah satunya adalah dengan meminta tolong akang untuk membacakan ayat Al-Qur’an atau buku-buku di rumah kepada si dedek. Biasanya setelah shalat isya atau sebelum tidur. Tidak lama, hanya 10-20 menit kurang lebih. Sebenarnya wallahu a’lam seberapa besar efek quality time antara ayah dengan janin ini. Saya bahkan tidak tahu apakah suara akang akan terdengar oleh si dedek. Namun, insting saya mengatakan bahwa pasti ada manfaatnya dengan membuat akang merasa terlibat dalam pengasuhan anak semenjak masih dalam kandungan. Mudah-mudahan Allah ridha, ya, terhadap ikhtiar ini.
Pada prakteknya, seringkali saya tidak tega meminta tolong akang kalau beliau tampak lelah sehabis kerja. Atau waktu sudah terlalu larut dan akang sudah kelihatan mengantuk. Jika kondisinya demikian, biasanya saya akan bilang ke akang : “Akang hari ini dedenya diceritain ibu dulu ya, akang bobo aja. Sebenernya dia udah kangen sama ayahnya, jadi besok gantian ya akang yang bacain.”
Nah, karena sebab-sebab tersebut, beberapa hari belakangan akang absen dari momen sebelum tidur itu. Sampai semalam, saat beberes piring sehabis makan, saya nyeletuk : “Akang, akang inget nda hayoo...”. Belum juga selesai kalimatnya, akang sudah merespon. Dengan anggukan. Dan senyum tipis. Hihi.
Saya tidak berekspektasi banyak akang akan ‘ngeh’ kalau yang saya maksud adalah janji membacakan buku untuk si dedek. Namun, ternyata akang ingat! Ternyata komunikasi produktif tidak sama dengan ‘banyak bicara’. Bahkan seorang pakar, Wood (1997) menegaskan bahwa meaning is the heart of communication. Artinya, bukanlah banyaknya kata yang menjadi jantung dari komunikasi. Melainkan pemaknaan-lah yang menjadikan indikator keberhasilan dalam sebuah komunikasi yang efektif.
Akang kembali mengingatkan saya dengan sikap Bapak yang pernah saya tulis disini : http://ichahaedy.tumblr.com/post/75674190848/bapak-saya-tidak-banyak-bicara-tapi-beliau
Alhamdulillah, momen sebelum tidur semalam menyenangkan sekali. Akang membacakan buku yang baru saya beli online kemarin karena reviewnya yang bagus-bagus itu. Ini dia bukunya.
Tumblr media
Terbaca dari mimik wajah dan gerak-gerik akang, sepertinya bukunya juga menarik untuk beliau. Saya akui kontennya memang sangat bermanfaat, UI/UX nya juga eye catching. Buku ini mengenalkan anak kepada Rabb penciptanya. Dan mengajarkan kita untuk menjaga serta memanfaatkan karunia berupa tubuh ini dalam kebaikan.
Ibarat minum susu, kemarin malam akang sampai menghabiskan tetes terakhirnya. Hihi. Akang bahkan sampai membacakan halaman belakang buku sampai bagian “Hak Cipta dilindungi Undang-Undang”,  tanpa terlewat satu katapun. Alhamdulillaah. ^^
Tumblr media
Sedikit mengutip tulisan Ustadz Aam Amiruddin dalam bukunya yang berjudul “Muliakan Ibumu” dalam bab Komunikasi Qur’ani dengan Buah Hati:
Orangtua harus berusaha melatih kemampuan berkomunikasi dengan anak. Mengingat peranan komunikasi yang begitu strategis dan penting dalam membangun relasi individual dan social yang sehat, cukup logis apabila fenomena komunikasi dibahas cukup rinci dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an membahas komunikasi dengan istilah qaulan yang artinya pembicaraan atau perkataan. Paling tidak ditemukan enam fenomena qaulan dalam Al-Qur’an, yaitu Qaulan Sadida, Qaulan Baligha, Qaulan Ma’ruufan, Qaulan Kariiman, Qaulan Layyinan, dan Qaulan Maysuura.
Mudah-mudahan kita bisa bahas di lain kesempatan ya. Dan tentu, mudah-mudahan juga Allah beri kita kemampuan mengamalkan komunikasi Qur’ani itu dalam keseharian. Aamiin ya rabbal’aalamiin..
2 notes · View notes
ichahaedy · 7 years
Text
Belajar
Saya dan suami adalah dua pribadi yang berbeda hobi. Hobi saya lebih banyak bersinggungan dengan buku-buku. Saya suka membaca. Mungkin karenanya, saya juga jadi suka menulis meskipun masih di buku jurnal pribadi.
Sementara itu suami saya lebih suka dengan hal-hal yang berbau teknologi.  Beliau mengikuti perkembangan mutakhir teknologi-teknologi terbaru. Beliau juga suka merakit PC dan robot sendiri. Robot buatan timnya bahkan pernah sampai menjejaki bumi Amerika karena memenangkan salah satu lomba robotika tingkat internasional. Envy~
Perbedaan hobi itu membawa kami kepada perbedaan pandangan juga terhadap gadget. Suami saya berpendapat bahwa tidak apa apa jika kelak anak bermain gadget asal tau waktu. Sementara menurut saya, di usia pra sekolah anak belum perlu dikenalkan kepada gadget. Nanti saja kalau sudah sekolah, itupun jika si anak benar-benar membutuhkan gadget untuk membantu mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Sifatnya lebih ke arah fasilitas penunjang pembelajaran. *mau bilang kalau pengen nge-homeschooling-in anak kok ya belum pede babar blas hihi*
Sebenarnya, saya belum terlalu yakin juga tentang dapatkah saya istiqamah memegang prinsip tersebut. Saya pun masih harus banyak belajar tentang parenting skill ini dari berbagai sumber. Dari buku-buku, orang tua, teman, dan dari komunitas seperti IIP ini. Meski best practise tiap anak itu unik, tapi saya merasa butuh dasar dalam pembelajaran mendidik anak. Salah satunya ya masalah terkait interaksi dengan gadget ini. Tentu dukungan suami penting supaya tujuan yang dicapai dapat seirama dan satu suara. :)
Kebetulan, beberapa waktu lalu saya ngobrol dengan salah seorang teman yang curhat bahwa anaknya belakangan menjadi agak sulit fokus saat diajak bicara atau diberikan nasihat. Hal ini ditengarai oleh teman saya itu bermula sejak sang anak mulai mengenal gadget.
Teman saya yang lain cerita bahwa akhirnya dia memutuskan untuk menyimpan TV nya di gudang. Selain khawatir dengan konten tayangannya yang tidak sesuai dengan visi misi dia dalam pendidikan anak, ternyata gambar bergerak itu juga mengurangi ketertarikan anaknya terhadap buku.
Akhirnya, kemarin saat family forum, saya ceritakan hal tersebut kepada suami pelan-pelan. Chat pun berlanjut keesokan harinya.
Tumblr media
Alhamdulillaah respon suami sangat baik. Akang mulai melihat bahwa do's and dont's dalam parenting ini penting untuk dipelajari, lalu diadaptasi sesuai fitrah anak sendiri. Terutama mengingat betapa tanggung jawab terhadap anak ini akan kami pikul sampai kehadapan Allah SWT.
Mudah-mudahan Allah memandaikan kita sebagai orang tua ya. Mudah-mudahan kita dapat istiqamah juga untuk belajar menjadi shalih terlebih dahulu, sebelum mengajarkannya. :)
Daaaan... mohon koreksinya kalau ada yang bisa (pasti banyak!) diperbaiki dari diri saya ya! Ayo semangaat para pendidik generasi peradaban! *deg-degan~
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
(Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyyatina qurrata a’yun waj’alna lilmuttaqina imama)
“Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyejuk mata hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” 
Al Quran surat Al Furqan:74.
Wallahu a'lam bishshawwab
1 note · View note
ichahaedy · 7 years
Conversation
Peran
Akang : "Sayang, saya belikan biola ya?"
Saya : "Eh?"
Saya intip screen HPnya. Oh.. akang habis lihat aksi main biolanya Lindsey Stirling. Memang bagus sih..
Saya : "Dih akang. Emangnya nanti kalau udah dibeliin biola, ica bakal langsung bisa mainnya gitu. Harus belajar dulu bertahun-tahun akang. Hehe."
Akang : "Ngga apa-apa. Kan belajar. Buat ngisi waktu di rumah. Itu bagus tuh liat. Tangannya cuman kayak ngulek-ngulek gitu tapi keluarnya suara merdu"
Saya : "..."
Saya : "Ku udah ketuaan akang. Nanti aja ya, si dedek aja. Kalau doi mau ya nanti kita fasilitasi InsyaaAllaah."
Ting. Merasa dapet celah buat sedikit berbagi kepada akang masalah gaya parenting yang sedang dipelajari, saya nyerocos lagi deh.
Saya : "Akang akang, nanti kita mesti pinter 'ngebaca' bakat dan kesukaan anak ya akang. Biar akselerasi skill doi berkembang pesat sesuai fitrahnya. Bisa jadi nanti anak kita bagus dan suka di matematika. Atau di musik. Atau di science. Atau bisa jadi ada yang jago nulis. Jago bahasa Arab. Atau jago elektro kayak akang. Ngga usah kita paksa-paksa ,ya, selama masih on the track."
Masih saya : "Setiap anak itu spesial kan ya akang. Coba liat diri kita sama adek kakak kita. Beda-beda kan hobi dan keahliannya. Peran tiap hamba dalam hidup teh sudah Allah gariskan. Pe er kita nanti sebagai orang tua yang dititipi oleh Allah adalah membersamai dan memfasilitasi si anak menemukan fitrah perannya itu. Dan banyak-banyak minta petunjuk sama Allah.. Akang setuju nda akang?
Akang : "Iya, setuju.. Saya jadi inget kalau saya dulu juga difasilitasi sama Ibu. Dibeliin track tamia di toko Sega. Dulu saya berbakat ngoprek tamia sayang. Jalannya jadi kenceng. Kalo balapan sama mobil lain, saya biasanya menang."
Saya : "..." (Positif thinking kalau tamia adalah awal dari pengembangan skill akang dalam mengoprek robot serta perkakas lain hingga menang sampai mancanegara. Menumbuhkan akang menjadi sosok yang detail, suka bereksplorasi, inovatif, dan teliti seperti sekarang ini.. ^^a)
Hahah.. Beklah, lain kali kita coba lagi ngobrol tentang Fitrah Based Education ini ke Ayah ya, nak. Meski ibu juga belum selesai belajar tentang itunya.. *ngomong sama dedek di perut* :)
1 note · View note
ichahaedy · 7 years
Text
Tutur
Ada yang menelisik lembut perasaan saya saat Allah izinkan menikmati kembang tahu traktiran akang siang ini, di Bandung yang tengah hujan.
Tumblr media
Saya, dulu ketika masih kuliah di kampus yang rindang itu, seringkali mengisi pagi-pagi lepas Shubuh di beranda kosan. Shabar menanti bapak-bapak kembang tahu lewat. Sang Bapak pun tekun melihat ke beranda lantai tiga kos saya tiap pagi. Lalu saya akan turun menjumpainya, menanyakan kabar, dan terkadang dapat bonus sebungkus susu kedelai.
Beberapa tahun setelah lulus, saya kembali berkunjung ke mantan kos saya itu. Salah satu adik kosan saya memberi tau : “ Mbak Ica dicari mamang-mamang kembang tahu mbak, ditanyain kok ngga pernah muncul lagi.” Duuuh harunya hati saya.
Momen-momen bersama kembang tahu itu penting bagi saya. Bukan hanya karena rasanya, atau keramahan penjualnya. Bukan. Karena pada 30 menit moment bada shubuh itu, Allah izinkan saya menikmati banyak hal. Pergantian warna langit lepas pandang. Semburat-semburatnya. Angin lembutnya. Embun-embunnya. Hijau daun-daunnya. Kesibukan pagi orang-orang di sekitar. Dzikir-dzikir pagi yang terlafadzkan. MQFM. Secangkir teh, bajigur, atau kopi berikut uap hangatnya yang menari-nari. Terkadang ditemani biskuit atau roti. Dan Jurnal Syukur.
Segala keindahan pagi dari Allah itu melembutkan hati.
Tentang jurnal syukur, alhamdulillah saya masih melestarikannya sampai sekarang. Jurnal syukur ke-11. Bedanya, sekarang laju menulis saya disana jauuuh lebih lambat. Pagi-pagi saya lebih banyak di dapur atau riweuh keliling rumah (?). Hihi alhamdulillah. Sama-sama nikmat, hanya beda rasa.
Menulis, bagi saya adalah salah satu sarana komunikasi. Kepada siapa? Ya tergantung dengan siapa kita “bicara”. Kadang saya berkirim pinta kepada Allah melalui tulisan-tulisan di Jurnal Syukur itu. Kadang saya berkirim surat cinta kepada anak saya. Kadang saya bicara sendiri tentang rencana seharian, yang teteup lagi-lagi akan berujung pinta kepada Allah supaya melancarkan dan memberkahi semuanya.
Tumblr media
Menulis, bagi saya adalah sarana komunikasi dengan evidence yang jelas. Harapannya, kelak di akhirat jurnal syukur itu ikut menemani saya bertemu Rabb sandaran hati sebagai pemberat timbangan kebaikan. Mudah-mudahan Allah menilainya sebagai ikhtiar dari saya supaya terus ingat kepadaNya.
Menulis juga mengajarkan saya untuk memilih kata-kata yang sesuai dengan value diri. Pernah tidak kita merasa kurang sreg kepada seseorang hanya karena tuturnya. Saya pernah, beberapa kali. Seringkali apa yang terucap dari lisan kita memang mencerminkan apa yang ada dalam hati dan pikiran, bukan?
Alhamdulillah, kegiatan menulis ini membantu saya dalam mengontrol tutur. Baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain. Saya jadi merasa lebih peka dalam memilih diksi saat berbicara. Meski kadang kelupaan juga kalau emosi sedang tinggi, baru menyesal saat kata-kata tak nyaman terlontar dari lisan. Tapi at least, kalau sudah terbiasa bertutur baik, insyaaAllaah kita akan segera sadar untuk beristighfar saat lisan kita ‘keluar jalur’ ya.
Sebenarnya tentang bertutur baik ini saya belajar banyak juga dari akang. Akang itu kalau kelihatan tidak senang akan diam dulu, tidak langsung mengeluarkan nada tinggi, apalagi marah-marah. Setelah saya coba praktekkan, ternyata pada momen ‘diam’ itu kita jadi punya kesempatan untuk membujuk diri kita sendiri dengan prasangka-prasangka baik. Ujung-ujungnya kita tidak akan jadi marah, insyaaAllaah. Kalaupun ada yang ingin kita sampaikan, emosi kita -baik pilihan kata, bahasa tubuh, maupun raut wajah- akan lebih lembut dan terkontrol. 
Jadi ingat pesan Allah kepada Nabi Musa dan Nabi Harun ya.
   فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut (Qaulan Layyinan), mudah-mudahan ia ingat atau takut". [Q.S. Thaha : 44]
Ketika kepada Fir’aun yang melampaui batas saja Allah menekankan untuk bertutur baik nan lembut, bagaimana bisa kita mudah bertutur kasar kepada orang-orang yang sejatinya sangat kita cintai? Astaghfirullah.. Naudzubillahimindzalik..
1 note · View note
safiralutfiani · 5 years
Text
Tarawih perdana
Bukan lagi Ayah atau ibu yang memenangkan hatimu
Tapi Mbah dan juga orang-orang di luar yang menunjukkan rasa sayang padamu
Bukan lagi Ayah atau ibu yang menjadi role model hidupmu tapi mereka yang muncul dalam segmen-segmen waktumu
Kali ini setelah sekian hari kau merajuk juga mengamuk akhirnya
Rengekan tangis jalan-jalan terbantahkan oleh ajakan kerumunan orang-orang
Lengkingan teriakan teredam oleh seruan tuhan
Kau mempersiapkan segala sesuatunya
Mukena kesayangan juga keberanian mendalam
Berjalan menuju Masjid yang biasanya hanya kita lewati saja
Kau memenangkan segala kecamuk rasa penasaran yang sejak lama menggelora
Berhasil membuktikan pada ibu yang kerap meragukan
Bisik suaramu lembut berkata
"Ibu aku sudah bukan anak kecil lagi yaa"
Aku sayang Ibu
@lutfianisafira
Borobudur, 13 Mei 2019
0 notes