Tumgik
ichahaedy · 7 years
Photo
Tumblr media
29 Maret 2018. Fatih 2.5 bulan. Sehat dan udah 6 kgs alhamdulillaah. . Kajian tabligh pertama Fatih di masjid kantor papa. Ujar Fatih sambil ngekek : "Next destination kemana buu? Fatih mau ngaji lageee!" . DT mau nak? Ngaji sambil ngemil seblak kita okay. (at Masjid Darul Ihsan Telkom Corporate)
4 notes · View notes
ichahaedy · 7 years
Photo
Tumblr media
Tiba-tiba dikirimi poto zaman dahulu --sampe lupa kapannya-- sama akang lempeng adalah kejadian monumental. Perlu diabadikan.
2 notes · View notes
ichahaedy · 7 years
Photo
Tumblr media
Maret, 2018. Fatih 1 bulan 3 minggu. Alhamdulillaah akhirnya Fatih kenalan sama sabuga dan sekitarnya. Ibuk ngga update ternyata sekarang baksil jadi wahana rekreasi alam yang recommended buat jalan santai tapi teteup keringetan (tracknya lumayan panjang! Plus sambil eyong bayi 5 kilo hihi). Fatih keenakan sama udara seger jadi bobo sepanjang track jalan wkwk. Tapi tetep aja ibuk ajak cerita. "Nak, dulu ibuk sama papah wisuda disana" (sambil nunjuk gedung sabuga). "Nak, dulu ibuk sama papah nesis disitu" (sambil nunjuk perpus baru ITB nan megah di seberang jalan). "Fatih besok mau kuliah disini juga?" (tanya ibu penuh harap ke Fatih. Namun tak ada jawaban. Huehehe). Setelah puas berpoto ria dan mam siomay plus soto plus yogurt sabuga yang nikmaaat, ibu ditraktir ayah kembang tahu sambil nunggu g*car. Terharu ada kembang tahu huhuhu.. eh ternyata ngga cuma ibu yang haus yah. Fatih juga minta jatah. 🙂 Alhamdulillaah ibuk, papah, Fatih, sama bude seneng banget kemarin main setengah hari di sabuga. Mudah mudahan Fatih tumbuh jadi anak yang suka ijo-ijo (AQ 55:64), berakhlaq baik ke alam, dan bageur klo diajak jalan-jalan. Oia di usia menuju 2 bulan ini alhamdulillaah Fatih udah mulai pinter menanggapi ekspresi ibu. Senyum kalo diajak senyum. Ngoceh kalo diajak ngobrol. Kecuali kalo perut lagi lapar ya Nak heheh. MasyaaAllaah.. tabarakallaah.. Can't wait pengen baca buku bareng Fatih. Yang sehat shalih selamat ya anak kami sayang. Laa hawla wa laa quwwata illa billah.
4 notes · View notes
ichahaedy · 7 years
Video
instagram
. Nak, ini kayaknya papah lagi nyanyiin Fatih Banda Neira yang judulnya di Beranda. Nyanyinya silent mode alias dalam hati~ huehehe.. Mungkin Fatih ngga akan ingat momen dieyong papah kayak gini ya. Tapi mudah-mudahan Fatih akan selalu ingat rasanya disayangi. --- Sepenggal "Di Beranda", Banda Neira Oh, Ibu tenang sudah lekas seka air matamu. Sembapmu malu dilihat tetangga. Oh, ayah mengertilah rindu ini tak terbelenggu. Laraku setiap teringat peluknya. Kini kamarnya teratur rapi. Ribut suaranya tak ada lagi. Tak usah kau cari dia tiap pagi. Dan jika suatu saat buah hatiku, buah hatimu, Untuk sementara waktu pergi. Usahlah kau pertanyakan ke mana kakinya kan melangkah. Kita berdua tahu, dia pasti Pulang ke rumah. --- Bandung, Februari 2018.
0 notes
ichahaedy · 7 years
Photo
Tumblr media
Awal Januari 2018. . . Satu tahun udah bareng-bareng sama akang. Ini dede masih di perut ya, dek. Ceritanya lagi nunggu giliran kontrol rutin ke obgyn di RS Borromeus. Karena masih lama, jadi akang ngajak ke Salman deh. Jalan-jalan (meski pergerakan kayak siput krn panggul udah nyeri-nyeri nikmat alhamdulillaah) sambil poto-poto sambil makan-makan. . . Happy sekali alhamdulillaah. Makasi banyak akang! Ayo kita semangat berusaha jadi ibuk papah yang amanah, insyaaAllaah.. . . #mencatatkenangan #mengejasyukur #FatihDzulfiqarArsyad #baitijannati
1 note · View note
ichahaedy · 7 years
Text
Anak Lelaki
Nak, 29 pekan sudah dede membersamai ibu ya nak. Terimakasih ya, ibu jadi berasa selalu ada yang nemenin.
Beberapa kali USG, kata dokter nanti dede itu laki-laki. Ada monasnya gitu katanya. Hihi. Ibu kebingungan sebenarnya, Nak. Adik-adik ibu semua perempuan. Ibu bisa ndak ya, nak, nanti mendidik dede sesuai fitrah seksualitas dede.  
Beberapa kali ibu curhat ke Allah tentang kebingungan ibu ini. Ibu cari-carilah video parenting nabawiyah khusus untuk anak laki-laki. Kok ibu ngga nemu ya, Nak. Mungkin ibu kurang teliti yah nyarinya. Nanti ibu search-search lagi deh.
Trus tau ngga, Nak. Allah itu memang Maha Mengurusi HambaNya, ya. Tiba-tiba pagi tadi ada yang share sebuah tulisan di salah satu whatsApp grup ibu. Judulnya “Jadikan Anak Lelaki Kita Sebagai Lelaki Sejati”. Asa ngepas sama do’a ibu terkait pendidikan dede yah. Ah Allah memang sebaik-baik penolong..
Ini ibu copasin ya, Nak.
*Jadikan Anak Lelaki Kita Sebagai Lelaki Sejati*
Dimana-mana kita mudah menjumpai anak lelaki yang hanya punya separuh jiwa lelaki. Itu ditandai dengan miskin kemandirian, bergantung pada orang tua, cuek pada lingkungan, dan hidup sekehendak hati.Saat mereka dewasa/baligh tentu semua menjadi tanggung jawab sendiri di hadapan Yang Mahakuasa, tapi yang orang tua tak boleh lupa bahwa apa yang terjadi pada pribadi mereka di gerbang usia akil baligh adalah hasil dari pergaulan yang panjang bersama orang tua.
Anak seperti tanaman yang baru tumbuh. Mudah dibentuk batang dan rantingnya. Namun saat mereka beranjak dewasa kepribadian itu telah terbentuk. Memaksakan pemahaman dapat mematahkan jiwa mereka. Tak gampang me-reset ulang karakter seorang pemuda, pada umumnya ia telah ajeg. Itulah sebabnya Rasulullah SAW. mengingatkan kita tentang urgennya tarbiyatul awlad atau ta’dibul awlad.ﺃَﺩِّﺑﻮﺍ ﺃﻭﻻﺩَﻛﻢ …Ajarilah anakmu…Bagaimana caranya?
*PERTAMA*
Ayah harus berperan dalam pendidikan anak. Ibnu Qayyim menyebutkan dalam kitabnya Tuhfatul Wadul bahwa bila ada anak yang bermasalah maka yang pertama harus disalahkan adalah ayahnya. *INGAT* bukan ibunya, tapi ayah.
Ada alasan kuat mengapa ayah harus terlibat dalam pendidikan anak selain telah disyariatkan akan kewajiban hal ini. 
Ayah adalah pemegang tampuk qowwam, kepemimpinan. Para ulama tafsir seperti adh-Dhahak dan lain-lain menyatakan bahwa makna qowwam adalah laksana sultan/penguasa. Kehadiran ayah dalam pendidikan anak akan membentuk karakter lelaki pada anak-anak lelaki kita. Cara seorang ayah mengasihi anak lelaki, berbeda dengan cara ibu. 
Ayah menyayangi anak dengan tabiat lelaki. Ketika anak lelaki sakit karena terjatuh misalnya, seorang ayah tidak akan memeluknya tapi memintanya untuk segera move on, bangkit dan memberinya semangat untuk menahan bahkan melupakan rasa sakit. 
Sementara seorang ibu biasanya memeluknya lama, mengusap rambut, mencium dan terus membiarkannya menangis. Karena bagi seorang ibu dan perempuan pada umumnya, menangis itu adalah cara untuk melepaskan perasaan agar tenang. Sedangkan seorang lelaki akan berjuang melawan rasa sakit dan sedih untuk menenangkan perasaannya.
Itulah sebabnya Nabi menganalogikan perempuan bak kaca, dan meminta kaum pria berlemah lembut pada mereka.ﻭَﻳْﺤَﻚَ ﻳَﺎ ﺃَﻧْﺠَﺸَﺔُ ، ﺭُﻭَﻳْﺪَﻙَ ﺳَﻮْﻗًﺎ ﺑِﺎﻟْﻘَﻮَﺍﺭِﻳﺮِ
Perlahanlah ya Anjasyah, engkau membaca botol-botol kaca
*KEDUA*
Jangan berikan asesoris, permainan dan segala hal yang berkaitan dengan dunia anak perempuan. 
Dalam sebuah hadits disebutkan:ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻟَﻌَﻦَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞَ ﻳَﻠْﺒَﺲُ ﻟُﺒْﺴَﺔَ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓِ ، ﻭَﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓَ ﺗَﻠْﺒَﺲُ ﻟُﺒْﺴَﺔَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞِ
Bahwasanya Rasulullah SAW. telah melaknat lelaki yang memakai pakaian perempuan, dan perempuan yang memakai pakaian lelaki (HR. Ahmad).
Beberapa kali dalam hidup saya bertemu dengan sejumlah lelaki yang berpenampilan dan bergaya feminim. Miris. Ini melawan fitrah dan bertentangan dengan hukum syara’. 
Di antara sebab munculnya lelaki berjiwa perempuan adalah pola asuh sejak kecil yang keliru antara anak lelaki dan perempuan. Orang tua membiarkan anak lelaki bergaya anak perempuan, juga sebaliknya.
*KETIGA*
Pisahkan juga tempat tidur anak lelaki dari anak perempuan dan kedua orang tuanya saat mereka sudah masuk usia sepuluh tahun.
ﻣُﺮُﻭﺍ ﺃﻭْﻻﺩَﻛُﻢْ ﺑِﺎﻟﺼَّﻼﺓِ ﻭَﻫُﻢْ ﺃﺑْﻨَﺎﺀُ ﺳَﺒْﻊِ ﺳِﻨﻴﻦَ ، ﻭَﺍﺿْﺮِﺑُﻮﻫُﻢْ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ، ﻭَﻫُﻢْ ﺃﺑْﻨَﺎﺀُ ﻋَﺸْﺮٍ ، ﻭَﻓَﺮِّﻗُﻮﺍ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻀَﺎﺟِﻊِ
Ajarkanlah anak-anakmu shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika usia mereka sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur di antara mereka (HR. Abu Daud).
Pemisahan tempat tidur memiliki faidah penjagaan anak-anak dari rangsangan seksual juga melatih kemandirian dan keberanian tidur terpisah dari orang tua dan saudara kandung. Orang tua jangan sungkan ‘mengusir’ anak perempuan dan anak lelaki yang telah mencapai usia itu jika masih ingin tidur bersama orang tua atau saudara kandungnya.
*KEEMPAT* 
Latih anak lelaki untuk mengerjakan kewajiban-kewajiban syariat bagi kaum lelaki. 
Pada usia dini mulai perintahkan dan ajarkan untuk shalat berjamaah ke mesjid. Para ibu – juga ayah – harus tega membangunkan anak di pagi hari yang masih gelap dan mengajak si kecil berangkat shalat subuh ke mesjid. Begitupula saat ia bermain di siang atau sore hari, panggil mereka untuk menunaikan shalat jamaah ke mesjid.Hari ini banyak orang tua yang tak tega atau milih mengalah atau membiarkan anak-anak mereka tak shalat berjamaah ke mesjid, sekalipun rumah mereka hanya beberapa langkah dari rumah Allah. Mulailah tercerabut dari jiwa anak separuh dari kelelakian mereka.
Ibunda Imam Ahmad bin Hanbal setiap hari, menjelang subuh menyiapkan air hangat bagi putranya yang masih kanak-kanak, untuk keperluan mandi dan berwudlu di tengah cuaca dingin. Lalu mereka berdua berangkat ke mesjid menunaikan shalat subuh. Ma Sha Allah! Pantas bila putranya kemudian tumbuh menjadi lelaki sejati, berdiri di hadapan kezaliman penguasa yang terpengaruh ajaran Mu’tazilah yang ingin merusak akidah umat.
Saat anak lelaki beranjak dewasa, maka tanamkan kewajiban untuk mencari nafkah. Sepanjang sejarah para nabi dan rasul semua adalah pekerja sejak usia muda. Umumnya menggembalakan kambing dan juga berdagang.  Tanamkan bukan soal berapa uang yang mereka raih, tapi menunaikan kewajiban mencari bekerja bagi para pria.
*KELIMA* 
Tanamkan tanggung jawab pada setiap anak, terlebih anak lelaki. 
Setiap anak harus punya tanggung jawab atas kamarnya, barang miliknya, mainan, buku-bukunya, tapi anak lelaki harus diminta komitmen lebih. Mereka adalah calon pemegang qowwam dalam keluarga dan kepemimpinan di masyarakat.
Sedari dini biarkan mereka untuk mulai bisa mengurus diri sendiri. Berpakaian, mengambil dan membereskan perlengkapan sekolah, dan tanggung jawab bila ada barang yang hilang atau tercecer. Tentu saja sambil dibantu sesuai kadar usianya.
Sehingga tak ada lagi cerita anak lelaki usia SMP masih disuapi makanan terus menerus oleh ibunya. Tak ada lagi cerita anak lelaki umur 15 tahun tak bisa mencuci baju, teledor menyimpan dan menggunakan uang, dan tak punya malu masih minta bantuan orang lain mengurus keperluannya, meskipun itu adalah pembantu rumah tangga mereka.
*KEENAM* 
Tegakkan kedisplinan pada mereka. 
Anak-anak yang tumbuh tanpa kedisplinan dari orang tua akan tumbuh sebagai anak yang manja, tak punya daya tahan, menggantungkan diri pada orang lain, tapi juga egois dan mau menang sendiri.Manakala anak-anak berbuat salah, maka perlu dilakukan ta’dib, meluruskan kekeliruan mereka.  Tentu saja ini disesuaikan dengan usia, tingkat kesalahan, dan jenis kelamin anak. Bagi anak-anak yang sudah tamyiz maka mereka sudah tak pantas melakukan kesalahan mendasar seperti tidak shalat, bercanda ketika di majlis ilmu, ketika shalat, memukul adiknya, malas disuruh orang tua, dsb. Intinya, orang tua jangan lengah dalam mendisiplinkan anak. Membiarkan dan memanjakan kesalahan mereka akan berdampak hilangnya separuh jiwa lelaki pada anak-anak lelaki kita.
ﻷَﻥْ ﻳُﺆَﺩِّﺏَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﻭَﻟَﺪَﻩُ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَﺼَﺪَّﻕَ ﺑِﺼَﺎﻉٍ
“Seseorang yang mendidik anaknya adalah lebih baik daripada ia bersedekah dengan satu sha’ (H.R. Tirmidzi)
*KETUJUH*
Bacakan kisah-kisah heroik para pahlawan Islam. 
Mush’ab bin Umair, Sa’ad bin Abi Waqqash, Khalid bin Walid, dan sekian ribu para lelaki pahlawan Islam. Umat ini sungguh tak pernah kehabisan figur-figur lelaki sejati. Kenalkan anak-anak lelaki kita pada mereka.  Termasuk pada pahlawan negeri seperti Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Imam Bonjol, dll. Agar tertanam jiwa heroik dan keteladanan yang benar.Jauhkan mereka dari tokoh-tokoh khayalan dan fiksi, apalagi yang merusak kepribadian umat.
Semoga Allah menunjukkan anak-anak lelaki kita ke jalan dakwah dan perjuangan Islam. Menjadi pilar-pilar penopang kemuliaan umat. Aamiin.
By: Iwan Januar Reshared by @JilbabPalestine 
Ibu terhenyak baca bagian ini Nak :  “Ada alasan kuat mengapa ayah harus terlibat dalam pendidikan anak selain telah disyariatkan akan kewajiban hal ini.  Ayah adalah pemegang tampuk qowwam, kepemimpinan. Para ulama tafsir seperti adh-Dhahak dan lain-lain menyatakan bahwa makna qowwam adalah laksana sultan/penguasa. Kehadiran ayah dalam pendidikan anak akan membentuk karakter lelaki pada anak-anak lelaki kita. Cara seorang ayah mengasihi anak lelaki, berbeda dengan cara ibu.”
Jadilah ibu langsung share ke Ayah. Iya juga yah, sebenarnya ibu ngga perlu takut tentang hal ini ya. Pertama, karena Allah selalu ada. Dia-lah Penolong terhebat, satu-satunya sandaran yang tidak akan tumbang. Kedua, perkara mendidik adalah perkara kerjasama antara Ibu dan Ayah. Mungkin ada pembagian peran disana. Tapi semua mesti berkontribusi demi hasil yang (diikhtiarkan) paripurna.
Maka, doakan Ayah dan Ibu ya nak. Supaya istiqamah dijalanNya untuk selalu bergandengan tangan mengusahakan pendidikan terbaik buat dedek. Dedek di dalam sana yang sehat ya. Sampai ketemu, insyaAllah beberapa minggu lagi. Mudah-mudahan Allah selalu memberkahi dan membersamai keluarga kita ya sayang.
Ayah Ibu sayang sama dede karena Allah. See you when I see you <3
8 notes · View notes
ichahaedy · 7 years
Photo
Tumblr media
Nak, lagi apa nak? Makasi banyak udah nemenin ibu 29 minggu ini. InsyaaAllaah januari kita temu kangen ocee 😚 Yang shalih sehat cerdas ya. Rabbana hablana minashshalihin.. 👶 (at West Bandung Regency)
0 notes
ichahaedy · 7 years
Text
Belajar
Saya dan suami adalah dua pribadi yang berbeda hobi. Hobi saya lebih banyak bersinggungan dengan buku-buku. Saya suka membaca. Mungkin karenanya, saya juga jadi suka menulis meskipun masih di buku jurnal pribadi.
Sementara itu suami saya lebih suka dengan hal-hal yang berbau teknologi.  Beliau mengikuti perkembangan mutakhir teknologi-teknologi terbaru. Beliau juga suka merakit PC dan robot sendiri. Robot buatan timnya bahkan pernah sampai menjejaki bumi Amerika karena memenangkan salah satu lomba robotika tingkat internasional. Envy~
Perbedaan hobi itu membawa kami kepada perbedaan pandangan juga terhadap gadget. Suami saya berpendapat bahwa tidak apa apa jika kelak anak bermain gadget asal tau waktu. Sementara menurut saya, di usia pra sekolah anak belum perlu dikenalkan kepada gadget. Nanti saja kalau sudah sekolah, itupun jika si anak benar-benar membutuhkan gadget untuk membantu mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Sifatnya lebih ke arah fasilitas penunjang pembelajaran. *mau bilang kalau pengen nge-homeschooling-in anak kok ya belum pede babar blas hihi*
Sebenarnya, saya belum terlalu yakin juga tentang dapatkah saya istiqamah memegang prinsip tersebut. Saya pun masih harus banyak belajar tentang parenting skill ini dari berbagai sumber. Dari buku-buku, orang tua, teman, dan dari komunitas seperti IIP ini. Meski best practise tiap anak itu unik, tapi saya merasa butuh dasar dalam pembelajaran mendidik anak. Salah satunya ya masalah terkait interaksi dengan gadget ini. Tentu dukungan suami penting supaya tujuan yang dicapai dapat seirama dan satu suara. :)
Kebetulan, beberapa waktu lalu saya ngobrol dengan salah seorang teman yang curhat bahwa anaknya belakangan menjadi agak sulit fokus saat diajak bicara atau diberikan nasihat. Hal ini ditengarai oleh teman saya itu bermula sejak sang anak mulai mengenal gadget.
Teman saya yang lain cerita bahwa akhirnya dia memutuskan untuk menyimpan TV nya di gudang. Selain khawatir dengan konten tayangannya yang tidak sesuai dengan visi misi dia dalam pendidikan anak, ternyata gambar bergerak itu juga mengurangi ketertarikan anaknya terhadap buku.
Akhirnya, kemarin saat family forum, saya ceritakan hal tersebut kepada suami pelan-pelan. Chat pun berlanjut keesokan harinya.
Tumblr media
Alhamdulillaah respon suami sangat baik. Akang mulai melihat bahwa do's and dont's dalam parenting ini penting untuk dipelajari, lalu diadaptasi sesuai fitrah anak sendiri. Terutama mengingat betapa tanggung jawab terhadap anak ini akan kami pikul sampai kehadapan Allah SWT.
Mudah-mudahan Allah memandaikan kita sebagai orang tua ya. Mudah-mudahan kita dapat istiqamah juga untuk belajar menjadi shalih terlebih dahulu, sebelum mengajarkannya. :)
Daaaan... mohon koreksinya kalau ada yang bisa (pasti banyak!) diperbaiki dari diri saya ya! Ayo semangaat para pendidik generasi peradaban! *deg-degan~
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
(Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyyatina qurrata a’yun waj’alna lilmuttaqina imama)
“Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyejuk mata hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” 
Al Quran surat Al Furqan:74.
Wallahu a'lam bishshawwab
1 note · View note
ichahaedy · 7 years
Text
Teladan
Seindah-indahnya kata-kata, tiada yang lebih indah daripada pemahaman yang datang dari hati. Meski dalam diam.
Dhuha itu, menjelang siang pada detik-detik meninggalnya Rasulullah SAW. Abdurrahman ibn Abu Bakr memasuki bilik tempat Rasulullah SAW terbaring sakit, dengan siwak di genggaman tangannya. Maka, kita semua ingat kisah selanjutnya. Ketika Ibunda ‘Aisyah melihat mata Rasulullah SAW tertuju pada siwak tersebut. Tidak ada kata-kata. Namun, dari hatinya yang peka nan tersambung dengan sang uswatun hasanah, ibunda kita paham bahwa Rasul tercinta ingin bersiwak. Ia ingin tampil bersih menuju Rafiqul A’la. Lalu dengan sigap ia ambil siwak dan dilembutkanlah ujung-ujungnya untuk Rasulullah SAW. Bercampur sudah ludah dari sepasang suami istri yang kedua hatinya tersambung kepada Sang Khalik tersebut.
Kisah cinta mana yang paling ingin kita bawa dalam bilik-bilik rumah kita, kalau bukan kisah cinta Sang Teladan bersama ibunda seluruh zaman?
Menikah, sungguh bukanlah hanya untuk bahagia. Karena sejatinya banyak pembelajaran di dalamnya. Dan belajar, tidaklah selalu menyenangkan jika dilihat dari sudut pandang dunia. Ada cemburu disana, saat ibunda ‘Aisyah membanting nampan berisi piring di hadapan para tamu. Ada duka disana, saat fitnah keji yang dihembuskan munafiqun melanda rumah tangga nabi. Ada romantisme disana, saat pipi bersinggungan pipi. Saat lomba lari. Atau saat ibunda yang mulia Khadijah dengan lembut nan tenteram menyelimuti. Ada pula lelah disana, saat para isteri meminta jatah lebih pasca persitiwa di Hunain.
Maka, dari hal paling besar hingga hiasan-hiasan kecil, mari kita ikhtiarkan rumah tangga ini untuk berlabuh ke dermaga itu, suamiku. Barangkali komunikasi batin seperti kisah Rasulullah dan ibunda ‘Aisyah itu tidak mudah kita tiru. Namun, ketersambungan hati dengan Sang Rahman arRahim haruslah selalu kita upayakan. Masih banyak pula yang tercatat dari keteladanan momentum 23 tahun tersebut, yang selayaknya kita terapkan dalam hari-hari kita, jua saat bersama anak cucu nanti.
Dalam tawa, dalam air mata, dalam cemburu, dalam lelah, dalam setiap detik rumah tangga ini, mudah-mudahan Rabb Azza wa Jalla berkenan menjadikan kita satu tidak hanya di dunia, melainkan sampai ke surga.
5 notes · View notes
ichahaedy · 7 years
Text
Ingat
Ada kejadian menarik pada hari ketika saya mengantarkan akang ke sebuah klinik di daerah cikutra kemarin. Klinik itu cukup ramai. Kami harus mendaftarkan diri dulu 2 minggu sebelumnya supaya dapat antrian lebih awal. Alhamdulillah kami kebagian nomor urut ke-4. Sekitar jam 10an Akang sudah dapat giliran diperiksa, dan selesai 30 menit kemudian.
Sebenarnya saya, yang masuk trimester kedua kemarin jadi (super) doyan makan, sudah kelaperan sejak tadi. Tapi takut antriannya keselip, jadi ditahan-tahan deh. Alhamdulillah sekitar pukul 11an saya dan akang sudah selesai periksa dan mengambil resep.
Di parkiran saya bilang ke akang : “Akang, akang laper nda?”
“Laper.” Jawab akang
“Sama.. laper bangeet.. makan yuk akang.”
“Makan dimana?
“Terserah akang aja.”
***
Nah nah, jadiii beberapa hari sebelumnya Akang cerita kalau beliau dan teman-teman kantornya makan siang di salah satu restoran di daerah Trunojoyo. Kata akang disana menunya enak-enak. Akang juga bilang kapan-kapan mau ajak saya kesana.
Sebenarnya, dalam hati saya bilang ke Allah kalau “Ya Allah, pengen makan di tempat yang akang bilang enak itu. Tapi harganya kayaknya lumayan mahal. Kan kami mesti ngirit dulu buat beli keperluan dede. Dan akang juga mesti buru-buru balik ke kantor. Bisi nunggu makanannya lama.”
Akhirnya keinginan itu cuma jadi sebatas angan-angan. Hihi. Saya ngikut aja kemana suami saya membawa saya pergi.
***
Yang terjadi setelahnya kayaknya udah ketebak ya. Hehe. Iya. Qadarullah sang suami ternyata berhenti di parkiran restoran yang pernah akang ceritain itu. Suami saya senyum-senyum. Saya juga senyum-senyum ngga kalah lebar, dan bilang : “Akang tau engga, sebenernya dari klinik tadi, ica mau bilang ke akang kalau pengen mam disini. Eh beneran akang ngajak ica kesini. Seneng bangeeet.”
“Masa, sih” kata Akang yang kelihatan happy karena saya tampak excited itu.
Akhirnya kita makan disana. Dan memang rasanya enaaak. Ditambah lagi hujan yang tiba-tiba mengguyur. Bikin suasana jadi makin syahdu-syahdu romantis ^^a
***
Saya jadi merenung. Bener banget bahwa dalam hidup ini teh kita selalu diurus sama Allah. Dari hal-hal sepele macam peristiwa saya ini. Sampai hal-hal besar yang mempertaruhkan nyawa dan aqidah. Kita, saya sih, seringnya lupa.
Saat berobat misalnya, kita berharap banyaknya ke dokter. Ke Allah-nya lempeng-lempeng aja. Saat bekerja, kita berharap-harap banget gaji dari perusahaan. Ke Allah-nya lempeng-lempeng aja. Kepada pasangan pun terkadang tanpa disadari kita jadi over ketergantungan. Padahal, pada setiap hati makhluk, tangan Allah-lah yang bekerja di sana.
Betapa seringnya kita lupa. Bahwa seringkali hubungan kita dengan makhluk, entah itu pasangan, anak, orang tua, tetangga, atau siapapun itu, sangat dipengaruhi dari seberapa hangat dan dekat pula hubungan kita dengan Zat Sang Pencipta. Allah Azza wa Jalla. Jika ada yang tidak nyaman disana, ada baiknya kita bermuhasabah : jangan-jangan itu adalah indikator bahwa Allah rindu. Bahwa Ia ingin kita kembali pulang padaNya. Bahwa Allah sedang ingin kita –yang sudah terlalu lalai ini- mendekat kepadaNya.
1 note · View note
ichahaedy · 7 years
Conversation
Peran
Akang : "Sayang, saya belikan biola ya?"
Saya : "Eh?"
Saya intip screen HPnya. Oh.. akang habis lihat aksi main biolanya Lindsey Stirling. Memang bagus sih..
Saya : "Dih akang. Emangnya nanti kalau udah dibeliin biola, ica bakal langsung bisa mainnya gitu. Harus belajar dulu bertahun-tahun akang. Hehe."
Akang : "Ngga apa-apa. Kan belajar. Buat ngisi waktu di rumah. Itu bagus tuh liat. Tangannya cuman kayak ngulek-ngulek gitu tapi keluarnya suara merdu"
Saya : "..."
Saya : "Ku udah ketuaan akang. Nanti aja ya, si dedek aja. Kalau doi mau ya nanti kita fasilitasi InsyaaAllaah."
Ting. Merasa dapet celah buat sedikit berbagi kepada akang masalah gaya parenting yang sedang dipelajari, saya nyerocos lagi deh.
Saya : "Akang akang, nanti kita mesti pinter 'ngebaca' bakat dan kesukaan anak ya akang. Biar akselerasi skill doi berkembang pesat sesuai fitrahnya. Bisa jadi nanti anak kita bagus dan suka di matematika. Atau di musik. Atau di science. Atau bisa jadi ada yang jago nulis. Jago bahasa Arab. Atau jago elektro kayak akang. Ngga usah kita paksa-paksa ,ya, selama masih on the track."
Masih saya : "Setiap anak itu spesial kan ya akang. Coba liat diri kita sama adek kakak kita. Beda-beda kan hobi dan keahliannya. Peran tiap hamba dalam hidup teh sudah Allah gariskan. Pe er kita nanti sebagai orang tua yang dititipi oleh Allah adalah membersamai dan memfasilitasi si anak menemukan fitrah perannya itu. Dan banyak-banyak minta petunjuk sama Allah.. Akang setuju nda akang?
Akang : "Iya, setuju.. Saya jadi inget kalau saya dulu juga difasilitasi sama Ibu. Dibeliin track tamia di toko Sega. Dulu saya berbakat ngoprek tamia sayang. Jalannya jadi kenceng. Kalo balapan sama mobil lain, saya biasanya menang."
Saya : "..." (Positif thinking kalau tamia adalah awal dari pengembangan skill akang dalam mengoprek robot serta perkakas lain hingga menang sampai mancanegara. Menumbuhkan akang menjadi sosok yang detail, suka bereksplorasi, inovatif, dan teliti seperti sekarang ini.. ^^a)
Hahah.. Beklah, lain kali kita coba lagi ngobrol tentang Fitrah Based Education ini ke Ayah ya, nak. Meski ibu juga belum selesai belajar tentang itunya.. *ngomong sama dedek di perut* :)
1 note · View note
ichahaedy · 7 years
Text
Tutur
Ada yang menelisik lembut perasaan saya saat Allah izinkan menikmati kembang tahu traktiran akang siang ini, di Bandung yang tengah hujan.
Tumblr media
Saya, dulu ketika masih kuliah di kampus yang rindang itu, seringkali mengisi pagi-pagi lepas Shubuh di beranda kosan. Shabar menanti bapak-bapak kembang tahu lewat. Sang Bapak pun tekun melihat ke beranda lantai tiga kos saya tiap pagi. Lalu saya akan turun menjumpainya, menanyakan kabar, dan terkadang dapat bonus sebungkus susu kedelai.
Beberapa tahun setelah lulus, saya kembali berkunjung ke mantan kos saya itu. Salah satu adik kosan saya memberi tau : “ Mbak Ica dicari mamang-mamang kembang tahu mbak, ditanyain kok ngga pernah muncul lagi.” Duuuh harunya hati saya.
Momen-momen bersama kembang tahu itu penting bagi saya. Bukan hanya karena rasanya, atau keramahan penjualnya. Bukan. Karena pada 30 menit moment bada shubuh itu, Allah izinkan saya menikmati banyak hal. Pergantian warna langit lepas pandang. Semburat-semburatnya. Angin lembutnya. Embun-embunnya. Hijau daun-daunnya. Kesibukan pagi orang-orang di sekitar. Dzikir-dzikir pagi yang terlafadzkan. MQFM. Secangkir teh, bajigur, atau kopi berikut uap hangatnya yang menari-nari. Terkadang ditemani biskuit atau roti. Dan Jurnal Syukur.
Segala keindahan pagi dari Allah itu melembutkan hati.
Tentang jurnal syukur, alhamdulillah saya masih melestarikannya sampai sekarang. Jurnal syukur ke-11. Bedanya, sekarang laju menulis saya disana jauuuh lebih lambat. Pagi-pagi saya lebih banyak di dapur atau riweuh keliling rumah (?). Hihi alhamdulillah. Sama-sama nikmat, hanya beda rasa.
Menulis, bagi saya adalah salah satu sarana komunikasi. Kepada siapa? Ya tergantung dengan siapa kita “bicara”. Kadang saya berkirim pinta kepada Allah melalui tulisan-tulisan di Jurnal Syukur itu. Kadang saya berkirim surat cinta kepada anak saya. Kadang saya bicara sendiri tentang rencana seharian, yang teteup lagi-lagi akan berujung pinta kepada Allah supaya melancarkan dan memberkahi semuanya.
Tumblr media
Menulis, bagi saya adalah sarana komunikasi dengan evidence yang jelas. Harapannya, kelak di akhirat jurnal syukur itu ikut menemani saya bertemu Rabb sandaran hati sebagai pemberat timbangan kebaikan. Mudah-mudahan Allah menilainya sebagai ikhtiar dari saya supaya terus ingat kepadaNya.
Menulis juga mengajarkan saya untuk memilih kata-kata yang sesuai dengan value diri. Pernah tidak kita merasa kurang sreg kepada seseorang hanya karena tuturnya. Saya pernah, beberapa kali. Seringkali apa yang terucap dari lisan kita memang mencerminkan apa yang ada dalam hati dan pikiran, bukan?
Alhamdulillah, kegiatan menulis ini membantu saya dalam mengontrol tutur. Baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain. Saya jadi merasa lebih peka dalam memilih diksi saat berbicara. Meski kadang kelupaan juga kalau emosi sedang tinggi, baru menyesal saat kata-kata tak nyaman terlontar dari lisan. Tapi at least, kalau sudah terbiasa bertutur baik, insyaaAllaah kita akan segera sadar untuk beristighfar saat lisan kita ‘keluar jalur’ ya.
Sebenarnya tentang bertutur baik ini saya belajar banyak juga dari akang. Akang itu kalau kelihatan tidak senang akan diam dulu, tidak langsung mengeluarkan nada tinggi, apalagi marah-marah. Setelah saya coba praktekkan, ternyata pada momen ‘diam’ itu kita jadi punya kesempatan untuk membujuk diri kita sendiri dengan prasangka-prasangka baik. Ujung-ujungnya kita tidak akan jadi marah, insyaaAllaah. Kalaupun ada yang ingin kita sampaikan, emosi kita -baik pilihan kata, bahasa tubuh, maupun raut wajah- akan lebih lembut dan terkontrol. 
Jadi ingat pesan Allah kepada Nabi Musa dan Nabi Harun ya.
   فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut (Qaulan Layyinan), mudah-mudahan ia ingat atau takut". [Q.S. Thaha : 44]
Ketika kepada Fir’aun yang melampaui batas saja Allah menekankan untuk bertutur baik nan lembut, bagaimana bisa kita mudah bertutur kasar kepada orang-orang yang sejatinya sangat kita cintai? Astaghfirullah.. Naudzubillahimindzalik..
1 note · View note
ichahaedy · 7 years
Text
Makna
Saat masih kuliah dulu, saya bercita-cita ingin menikah dengan sosok pria yang humoris, talkative, dan dekat dengan anak. Sebabnya sederhana : karena bapak saya kalau sedang diam cenderung tampak angker.
Kemudian tahun-tahun pun berlalu. Sampai pada Januari 2017 kemarin, baru saya sadari bahwa yang Allah gariskan terjadi adalah calon ayahnya anak yang sedang saya kandung ini mirip sekali perangainya dengan bapak saya : tidak banyak bicara. Belakangan saya makin sadar, dalam diamnya, para laki-laki terdekat saya ini ternyata memang sangat dapat diandalkan. Barangkali do’a-do’a yang terlantun dalam diamnya itulah yang paling saya butuhkan untuk menemani saya menjalani hidup pemberian Allah yang hanya sebentar ini.
Berbicara tentang kemiripan, ada satu hal lagi yang saya notice dari sikap akang dan bapak.
Semenjak hamil, saya tak henti-hentinya berikhtiar untuk mambangun bonding antara si dedek dengan ayahnya. Macam-macam cara yang saya tempuh. Salah satunya adalah dengan meminta tolong akang untuk membacakan ayat Al-Qur’an atau buku-buku di rumah kepada si dedek. Biasanya setelah shalat isya atau sebelum tidur. Tidak lama, hanya 10-20 menit kurang lebih. Sebenarnya wallahu a’lam seberapa besar efek quality time antara ayah dengan janin ini. Saya bahkan tidak tahu apakah suara akang akan terdengar oleh si dedek. Namun, insting saya mengatakan bahwa pasti ada manfaatnya dengan membuat akang merasa terlibat dalam pengasuhan anak semenjak masih dalam kandungan. Mudah-mudahan Allah ridha, ya, terhadap ikhtiar ini.
Pada prakteknya, seringkali saya tidak tega meminta tolong akang kalau beliau tampak lelah sehabis kerja. Atau waktu sudah terlalu larut dan akang sudah kelihatan mengantuk. Jika kondisinya demikian, biasanya saya akan bilang ke akang : “Akang hari ini dedenya diceritain ibu dulu ya, akang bobo aja. Sebenernya dia udah kangen sama ayahnya, jadi besok gantian ya akang yang bacain.”
Nah, karena sebab-sebab tersebut, beberapa hari belakangan akang absen dari momen sebelum tidur itu. Sampai semalam, saat beberes piring sehabis makan, saya nyeletuk : “Akang, akang inget nda hayoo...”. Belum juga selesai kalimatnya, akang sudah merespon. Dengan anggukan. Dan senyum tipis. Hihi.
Saya tidak berekspektasi banyak akang akan ‘ngeh’ kalau yang saya maksud adalah janji membacakan buku untuk si dedek. Namun, ternyata akang ingat! Ternyata komunikasi produktif tidak sama dengan ‘banyak bicara’. Bahkan seorang pakar, Wood (1997) menegaskan bahwa meaning is the heart of communication. Artinya, bukanlah banyaknya kata yang menjadi jantung dari komunikasi. Melainkan pemaknaan-lah yang menjadikan indikator keberhasilan dalam sebuah komunikasi yang efektif.
Akang kembali mengingatkan saya dengan sikap Bapak yang pernah saya tulis disini : http://ichahaedy.tumblr.com/post/75674190848/bapak-saya-tidak-banyak-bicara-tapi-beliau
Alhamdulillah, momen sebelum tidur semalam menyenangkan sekali. Akang membacakan buku yang baru saya beli online kemarin karena reviewnya yang bagus-bagus itu. Ini dia bukunya.
Tumblr media
Terbaca dari mimik wajah dan gerak-gerik akang, sepertinya bukunya juga menarik untuk beliau. Saya akui kontennya memang sangat bermanfaat, UI/UX nya juga eye catching. Buku ini mengenalkan anak kepada Rabb penciptanya. Dan mengajarkan kita untuk menjaga serta memanfaatkan karunia berupa tubuh ini dalam kebaikan.
Ibarat minum susu, kemarin malam akang sampai menghabiskan tetes terakhirnya. Hihi. Akang bahkan sampai membacakan halaman belakang buku sampai bagian “Hak Cipta dilindungi Undang-Undang”,  tanpa terlewat satu katapun. Alhamdulillaah. ^^
Tumblr media
Sedikit mengutip tulisan Ustadz Aam Amiruddin dalam bukunya yang berjudul “Muliakan Ibumu” dalam bab Komunikasi Qur’ani dengan Buah Hati:
Orangtua harus berusaha melatih kemampuan berkomunikasi dengan anak. Mengingat peranan komunikasi yang begitu strategis dan penting dalam membangun relasi individual dan social yang sehat, cukup logis apabila fenomena komunikasi dibahas cukup rinci dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an membahas komunikasi dengan istilah qaulan yang artinya pembicaraan atau perkataan. Paling tidak ditemukan enam fenomena qaulan dalam Al-Qur’an, yaitu Qaulan Sadida, Qaulan Baligha, Qaulan Ma’ruufan, Qaulan Kariiman, Qaulan Layyinan, dan Qaulan Maysuura.
Mudah-mudahan kita bisa bahas di lain kesempatan ya. Dan tentu, mudah-mudahan juga Allah beri kita kemampuan mengamalkan komunikasi Qur’ani itu dalam keseharian. Aamiin ya rabbal’aalamiin..
2 notes · View notes
ichahaedy · 7 years
Text
Ajeg
Bismillahirrahmanirrahim..
Semenjak mengerjakan game level I Kelas Bunda Sayang Institut Ibu Profesional, saya jadi menaruh perhatian lebih kepada cara berinteraksi saya kepada akang. Baik dari tutur kata, mimik muka, maupun reaksi laku. Tantangan hari-hari awal untuk membuat sebuah family forum berlangsung hangat dan menyenangkan. Namun, ternyata Allah ingin menguji saya lebih dari itu. Hehe.
Saya dan akang sudah merencanakan dari jauh-jauh hari buat nge-date bareng Sabtu kemarin. Rencananya kami akan berangkat tepat setelah shalat dhuhur. Namun, qadarullah hujan turun mengguyur Bandung sekitar pukul sebelasan dengan cukup deras. Jadilah suasananya mendukung buat bobo selimutan santai di kasur. Hihi. Saat itu Akang minta dibangunkan sebelum dhuhur. Sementara saya memanfaatkan slot waktu itu untuk mengerjakan tantangan hari ke-3 Game Level I IIP.
Eh, selesai mengerjakan game, saya lihat jam sudah menunjukkan pukul 12 lebih. Saya ngga sadar kalau ternyata sudah lewat adzan. Saya langsung membangunkan akang. Tadinya akang masih goler-goler santai dulu sampai saya bilang kalau sekarang sudah jam 12.30. Jadilah kami mulai rungsing buru-buru untuk siap-siap pergi karena sudah kadung reservasi “sesuatu” untuk jam 13.30. Sementara jarak antara rumah kami ke tempat itu cukup jauh. Kurang lebih 45 menit perjalanan.
Tadinya saya mencoba tenang. Tapi, akang yang terbiasa tepat waktu sepertinya jadi bete dan raut wajahnya bikin saya tertekan. Dalam kondisi seperti ini Akang mirip sekali sama Bapak saya. Jadi super silent ngga mau angkat bicara. Hening yang mencekam huihihi..
Disinilah tantangannya. Bisa tidak  saya mengaplikasikan ilmu komunikasi produktif yang sudah saya dapat beberapa waktu lalu. Ternyata kemarin saya terbawa sikon hehe, jadi lupa menerapkan prinsip “choose the right time”.Saat mau naik motor, saya yang mood-nya ‘kebawa’ suasana langsung nyeletuk bilang ke akang : “Akang kenapa sih gitu amat mukanya. Cemberut jelek tau. Biasanya aja gitu lho kang. Dibawa fun aja.”
Trus akang kesayangan saya itu teteup lempeng hening tidak ada jawaban. Jadi saya juga ikut diem selama perjalanan. Tadinya saya sudah merancang kata-kata untuk menyatakan ketidaksukaan saya terhadap sikap akang. Tapii.. di tengah jalan Akang tiba-tiba elus tangan saya, kemudian saya disuruh pegangan lebih erat. Ngga pakai kata-kata sih, tapi saya udah hafal gerak-gerik akang. Hihi. Bagi saya itu semacam negosiasi damai gitu.
Jadilah saya malu sendiri. Kenapa begitu cepat mood saya berubah sesuai sikon. Dan begitu mudahnya suami saya meminta maaf dan memaafkan. Saya jadi ingat nasihat ustadzah saat liqo jumat kemarin. Bahasannya sebenarnya tentang tazkiyatun nafs. Beliau menyampaikan bahwa topik ini sungguh sangat penting untuk dipahami dan diamalkan. Khususnya untuk kita para wanita. Karena seringkali kita berfikir teh pakai perasaan, dan mengesampingkan logika serta dampaknya jauh kedepan.
Singkat kata, selama perjalanan bepergian kemarin itu, saya memuhasabahi diri untuk berikhtiar supaya lebih ajeg lagi hatinya. Terutama dalam urusan rumah tangga karena sehari-hari kiprah terpenting saya ada disana. Daaan, alhamdulillah saya nemu tips yang cukup ampuh untuk diri saya sendiri tentang bagaimana ngga cepat naik turun emosinya saat berhadapan dengan suami : adalah dengan mengingat-ingat kebaikan-kebaikannya. Saya punya sebuah buku yang saya namai jurnal istri. Isinya adalah tentang peristiwa-peristiwa bahagia yang saya lalui bersama akang, d’o-a-do’a untuk rumah tangga ini, surat untuk anak saya, dan masih banyak lagi. Mudah-mudahan Allah ridha. :)
Tumblr media
3 notes · View notes
ichahaedy · 7 years
Text
Daster
Jum’at kemarin, seperti biasa, Ustadzah Dewi memberikan tausyah saat pengajian di gazebo kompleks. Yang seru adalah temanya. Sebenarnya awalnya kami membahas sirah nabi tentang Bani Qainuqa. Kapan-kapan insyaaAllah kita bahas yah. Dan ternyata banyak sekali ibrah yang dapat diambil dari peristiwa tersebut.
Salah satunya adalah tentang aurat wanita saat keluar rumah. Setelah dibahas panjaaaang lebar, muncullah satu issue penting bagi para istri : sudahkah kita tampil lebih indah saat di rumah bersama suami dibandingkan saat sedang di luar rumah (tentu jika suami mengizinkan juga)? Jadi ustadzahnya kasih kami pe er untuk bertanya ke suami masing-masing deh : “Mas/kang/yah/pak, Bunda di rumah keliatan cantik ndak? Ayah suka Bunda pakai baju apa? Kalau Bunda pakai daster apa Ayah ridha? Perlu pakai make up engga? Wangi parfum apa yang ayah suka?”
Service excellent, we name it. Hihi.
Sepertinya itu bukan issue besar ya. Tapi ternyata penting untuk diperhatikan. Buktinya, banyak sekali diceritakan dalam sirah ummul mukminin maupun shahabiyah tentang tips-tips taat dan membahagiakan suami. Bukankah keluarga merupakan akar dari sebuah peradaban? Maka akar tersebut harus kuat, sehat, sehingga mampu menyerap segala saripati yang dibutuhkan sang pohon untuk tumbuh subur nan bermanfaat. Mudah-mudahan Allah beri saya kesempatan bercerita tentang keteladanan wanita-wanita luar biasa itu di lain waktu.
Tumblr media
Duhai kalau bukan kepada mereka kita menaruh teladan, kepada siapa lagi?
Akhirnya saat family forum sebelum tidur, saya mulai diskusi dengan akang tentang pe er yang ustadzah Dewi berikan tadi setelah update cerita masing-masing hari itu.
“Jadi akang suka ndak ica pake daster?”
“Suka.”
“Beneran?”
“Iya suka kok.”
“Jadi kalau masak ngga usah pake gamis kayak kalau ica lagi keluar rumah itu kan?”
“Ya engga usah atuh. Hehe.”
“Sip-sip.”
“Trus menurut akang, perlu ngga dirumah ica pakai lipstik?”
“Ngga usah nanti ribet. Biasa aja sayang. Yang penting bersih, harum.”
Oh Okey noted.
Percakapan selanjutnya adalah bagian yang perlu disensor. Hihi.
Diskusi malam itu berakhir dengan kita yang ketawa-ketiwi geli sendiri. Ada beberapa masukan dari akang yang berharga karena selama ini saya ternyata kurang notice kalau akang maunya begitu. Akangnya kelihatan senang juga karena merasa dihargai setelah saya mintai pendapat ini itu. Saya yakin dedek di perut juga happy liat ayah ibunya ‘hangat’ seperti ini. InsyaaAllaah.. Alhamdulillaah..
Mudah-mudahan Allah melihat ini sebagai ikhtiar dari saya untuk ta’at kepada suami, lillahi ta’ala.
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتِ الْجَنَّةَ
“Wanita mana saja yang meninggal dunia lantas suaminya ridha padanya, maka ia akan masuk surga.” (HR. Tirmidzi no. 1161 dan Ibnu Majah no. 1854. Abu Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Begitu pula ada hadits dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Sumber: https://muslim.or.id/23592-istri-yang-taat-suami-dijamin-surga.html
1 note · View note
ichahaedy · 7 years
Text
Menilik Niat
Beberapa waktu lalu saya mulai membuat list keperluan si dedek untuk kelahirannya nanti. Berdasarkan masukan dari berbagai pihak, alhamdulillaah akhirnya list excel itu selesai juga. Maklum si dedek ini adalah anak pertama. Jadi mamak masih super ngeblank tentang barang-barang keperluan bayi newborn hingga keperluan beberapa bulan kedepan.
Ternyata banyak yang harus dipertimbangkan ya. 
Pertama, menurut saya, adalah masalah prioritas kebutuhannya. Apakah benar-benar dibutuhkan atau tidak : termasuk kebutuhan primer, sekunder, atau tersier. Kapan diperlukannya : seketika setelah dedek lahir atau masih beberapa bulan kemudian. Berapa lama terpakainya : kalau cuma sebentar apa barangkali lebih baik sewa saja. 
Kedua adalah masalah kualitas produk. Dan yang ketiga adalah masalah harga. Yang kedua dan ketiga ini pakai prinsip optimasi. Hehe. Mana yang best value of money. Mamak mana sih yang ngga mau dapat barang berkualitas dengan harga yang -kalau bisa- ekonomis buat anaknya. Dedek nyaman. Mamak puas. Ayah tetap tenang.
Nah, list ini saya dan suami gunakan sebagai variabel kontrol supaya kami engga lapar mata untuk beli semuaaa barang bayi yang pastinya lucu-lucu itu. Dan tentu untuk memperkirakan berapa tabungan yang harus kami siapkan.
Ada yang menarik dari percakapan saya dan suami beberapa malam lalu tentang tabungan untuk si dedek. Saya ini orangnya ngga enakan untuk "minta" meski ke suami sendiri. Bersyukur sekali akang adalah orang yang sangat peka. Memberi sebelum diminta. Hihi. Jadi saya hanya perlu memperlihatkan list yang sudah saya susun tadi. Kalau di-acc ya alhamdulillaah. Kalau ada yang kurang sreg ya didiskusikan untuk dicari titik temunya.
Saya pun laporan ke akang : "Akang, ica udah bikin list perlengkapan dede di dropbox dua harian ini. Seruuu kaang.. Alhamdulillaah kemaren bikinnya dibantu masukan banyak orang. Ica pilih-pilih lagi mana yang paling butuh. Trus liat range harganya di internet deh. Kalo senggang nanti diliat yah kang."
Daaaan... reaksi akang adalah : "Sayang, kok ternyata mahal sekali ya. Sama aqiqahnya juga.."
Duuh kasian juga beban pikiran akang jadi bertambah karena lihat list dari saya itu. Jadi saat itu saya berfikir bagaimana caranya supaya akang happy dan engga tertekan dengan tabungan yang mesti disiapkan. Nah karena waktu itu saya belum nemu caranya, jadi saya ambil topik lain deh untuk dijadikan obrolan meski saya sedang super excited membahas pemenuhan kebutuhan si dedek itu. Hihi.
Ternyata percakapan tadi cukup meredam emosi saya yang meluap-luap dan membuat saya bertanya dalam hati.
Hari-hari berikutnya saya mulai mengubah fokus. Jujur euforia anak pertama ini terasa agak melenakan. Saya mulai takut kalau Allah kurang ridha dengan terlalu fokusnya saya terhadap kebutuhan 'dunia' ini. Saya mulai menanyakan kembali niat saya di dalam hati. Ca, kamu teh pas nyiapin ini itu segala macem inget Allah engga. Atau cuma karena seneng seneng aja rasanya. Ngikutin hawahu?
Segera deh istighfar. Saya jadi malu saat membaca niatan Nabi Zakariya di QS. Maryam : 2-6 tentang kenapa ingin dikaruniai keturunan. Yaitu supaya ajaran tauhid ini ada yang mewariskan untuk disampaikan kembali kepada ummat.
ذِكْرُ رَحْمَتِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria,
إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا
yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.
قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا
Ia berkata "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku.
وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا
Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera,
يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ ۖ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai".
Sama malunya saat membaca kisah ibunda Maryam di QS. Ali Imran : 35
إِذْ قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ 
  (Ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". 
  Ya Allah bimbinglah kami yang begitu mudahnya 'lupa' ini..
Alhamdulillaah hari-hari setelahnya dapat terlalui dengan kondisi hati lebih 'terjaga'. Tentu kami tetap harus mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan. Tapi kami segera ingat untuk tidak memenuhi hati kami dengan angan-angan itu, insyaaAllaah. Alhamdulillaah dada terasa jadi lebih lapang dan langkah lebih ringan.
Sampai siang tadi saya senang sekali saat dapat line dari akang.
Tumblr media
Senang rasanya melihat akang juga senang.Saya mulai dapat pencerahan bagaimana supaya akang ringan hatinya melalui 'fase' ini. Hihi. Yaitu dengan melibatkan akang secara langsung dari hal-hal sepele (misalnya dengan menanyakan pendapat dan perasaan akang tentang bahan baju si dedek yang baru datang), sampai hal-hal krusial (seperti misalnya  membacakan buku dan ayat Al Qur'an untuk dedek).
Tentu di setiap langkah ini kita butuh memohon kepada Allah supaya menjaga niat kita. Indikatornya mudah : kalau hati terasa hampa dan semangat beramal menurun, jangan-jangan ada yang salah dengan niat dalam dada. Astaghfirullaah.. naudzubillaah..
Mudah-mudahan Allah berkenan menjadikan kami ayah dan ibu yang siap infrastrukturnya sebagai pendidik. Bukan hanya ayah dan ibu yang menyiapkan fasilitas dunia anak saja ya.Mohon doanya..
Rabbi habli minashshalihin..
Aamiin ya rabbal'aalamiin..
2 notes · View notes
ichahaedy · 7 years
Text
A Moment to Remember
Alhamdulillaah hampir 11 bulan lamanya Allah izinkan saya menjalani peran sebagai seorang istri. Betapa banyak yang dapat disyukuri dari detik-detik tersebut. Pun tak kalah banyak pula celah-celah peristiwa yang dapat saya petik hikmahnya.
Qadarullah, setelah 5 bulan menanti, akhirnya bulan Mei lalu Allah mengabarkan bahwa ada seorang hamba kecil nan suci yang akan mendiami rahim saya selama kurang lebih 9 bulan, insyaaAllaah. Saya masih ingat betul bagaimana ekspresi bingung sang suami saat saya menunjukkan hasil testpack yang bergaris dua. 
“Ini artinya apa, sayang?” tanya si akang lugu yang bikin gemes.
“Akang, insyaaAllaah ica positif hamiil!” jawab saya (agak) histeris-happy.
Hari-hari setelahnya adalah momen trimester pertama yang cukup menantang untuk saya. Physically. Juga mentally. Saya yang pada dasarnya memang lebih dominan ‘berfikir’ dengan perasaan, jadi berlipat-lipat kali lebih sensitif daripada biasanya. Tentu yang paling merasakan dampak dari ujian Allah ini adalah sang suami. 
Pernah suatu kali saya kesal bukan kepalang hanya karena akang tidak paham maksud terselubung dari kata-kata saya. Jadi ceritanya waktu itu setelah shalat isya, saya bilang ke akang bahwa pinggang saya rasanya pegel sekali. Harapan saya Akang akan merespon dengan senyum manis sambil memijit atau at least elus-elus si pinggang. Ternyata oh ternyata, Akang cuma membalas dengan :”Iya sayang, saya juga pegel ini punggungnya. Tolong dipijat pakai minyak ya.” Walhasil, akhirnya justru saya yang pijitin akang sampai beliau ketiduran. Ya memang saya tidak bilang kalau saya pengen dipijit sih, cuma bilang pegel aja.~ Hihi. Lucu ya kalau dipikir-pikir. Tapi percayalah, saat itu saya super sebel dan masih cemberut sampai paginya.
Miskom-miskom seperti ini berlangsung berkali-kali dengan alasan yang hampir selalu sama : saya yang ingin dimengerti tanpa harus repot-repot bilang, versus akang yang super lempeng dan no clue. Semakin kesini, saya semakin terlatih untuk menyampaikan perasaan. Namun, beberapa kali komunikasi kami tak berujung indah. Hihi.
Saya tau kenapa. Tapi kadang diri ini terlalu gengsi untuk berubah. Astaghfirullaah.. Padahal tak sedikit kajian dan buku-buku tentang rumah tangga yang saya pelajari jauh sebelum menikah dulu. Kemana perginya ilmu-ilmu itu? 
Saya buka kembali jurnal syukur untuk memuhasabahi diri. Ah ya, ini dia, Ternyata ada satu hal yang ingin Allah ingatkan dari pelajaran kehidupan ini. Bahwa rumah tangga yang barakah harus selalu melibatkan Allah disana. Dari hal sekecil apapun. Nonstop diniatkan untuk ibadah. Dan disandarkan bukan di bahu suami atau istri saja. Namun, disandarkan hanya kepada satu-satunya tempat bersandar paling kokoh : Allah Sang Pembolak-Balik Hati.
Maka, betapa baiknya Allah. Setelah ikhtiar meluruskan hati dan memperbanyak do’a, Allah perkenalkan saya dengan sebuah komunitas positif yang sangat membantu (dan membersamai) saya dalam belajar untuk bersikap professional sebagai hambaNya. Wa bil khusus sebagai hamba yang memainkan peran istri dan ibu dalam rumah tangga. 
Pelajaran terbaru yang saya peroleh adalah tentang komunikasi produktif. Baik kepada diri sendiri, maupun kepada orang lain, seperti halnya kepada pasangan dan anak-anak kita. Barangkali, selisih paham yang terjadi muncul bukan karena isi percakapan, melainkan dari cara penyampaiannya sehingga tidak menghasilkan titik temu.
Semangat sekali saya mencoba mempraktekknya. Menurut materi kelas Bunda Sayang Institut Ibu Profesinal ini, ada beberapa kaidah yang dapat membantu meningkatkan efektivitas dan produktivitas komunikasi dengan pasangan. Dua diantaranya yang saya pilih untuk saya praktekkan adalah kaidah ‘Choose the right time’ dan kaidah ‘7-38-55′. 
Apa itu kaidah ‘7-38-55’?
Albert Mehrabian menyampaikan bahwa pada komunikasi yang terkait dengan perasaan dan sikap (feeling dan attitude) aspek verbal (kata-kata) itu hanya 7% memberikan dampak pada hasil komunikasi. Komponen yang lebih besar mempengaruhi hasil komunikasi adalah intonasi suara (38%) dan bahasa tubuh (55%).
Nah, mari saatnya mempraktekkan.
Jadiii, misi sederhana saya semalam adalah supaya akang mau (dengan senang hati) untuk mengelus punggung saya sambil membacakan cerita untuk dede di perut. Hihi.
Seperti biasa, setelah isya berjamaah, kami biasanya berdo’a bersama. Selepas berdo’a, masih di pangkuan akang, saya bilang : ”Akang, dede sekarang udah pinter lho nendangnya. Kerasa banget. Ica jadi ngerasa punya temen di rumah sepanjang hari. Akang mau ngobrol sama dede juga ndak?” Kata saya sambil senyum-senyum manja. Hehe.
“Dede sekarang udah bisa denger ayahnya ngobrol sama dia lhoo.” Kata saya sambil nyodorin perut buat di-sun.
Tumblr media
Saya tau sebenernya akang mungkin cukup capek hari itu. Tapi karena sedang senggang dan penasaran sama tendangan dedek (dan termakan rayuan saya hihi), akhirnya kita pindah ke kasur. Saya dielus-elus deh (meskipun bukan pinggangnya, tapi perutnya) sambil akang belajar dongengin si dedek buku tentang Rasulullaah SAW. Daaan qadarullah juga, si dedek di perut ikut happy malam kemarin. Jadi dia juga super aktif saat akang membacakan cerita. Alhamdulillah kita bertiga bahagia.  Bahagia itu sederhana yah. ^^
Kita coba lagi tips-tips komunikasi produktif besok ya insyaaAllaah. Bismillah, doakan mudah-mudahan istiqamah. :)
0 notes