Tumgik
#jamku
oncahazellnut · 2 months
Text
Kebahagiaan sederhana.
Kala itu sekitar bulan Mei atau Juni 2016 aku dan keluargaku duduk disebuah resto di jalan kedaton Kota Bandar Lampung. Perbincangan kita tidak lain mengenai kampus yang akan aku ambil nantinya. Karena belum diterima di kampus kuning, akhirnya dengan sangat terpaksa aku memilih kampus hijau dengan jurusan kedokteran.
Mengambil keputusan yang bukan keinginan kita tentu sangat berat, tidak ada rasa bahagia bahkan membayangkan beratnya menjalani kuliah selama itu sudah membuat kepala penuh dan hati berdebar. Tapi mau bagaimana, anak lulusan SMA yang belum punya cukup uang untuk bayar kuliah itu harus mengubur nafsunya yang menggebu kuliah di pulau jawa.
Kedokteran penuh tekanan.
Kalau aku bisa mencegah aku akan mencegah setiap anak yang fomo untuk sekolah di kedokteran. Karena, kita akan kehilangan banyak waktu untuk bersenang-senang. Waktu dengan keluarga apalagi bagi mereka anak rantauan. Dari awal kita PKKMB (masa penerimaan mahasiswa baru) kita sudah diberikan tugas hingga tidak tidur, tekanan dari senior, tugas organisasi dan sebagainya. Ternyata memang benar itu latihan kita selama kuliah karena sering tidak tidur.
Setelah itu semua berlalu dua semester aku baru menyadarinya. Jika kita tidak ditekan kita tidak akan bisa maju. Oleh karena itu, hidup penuh tekanan adalah jalan untuk kita bisa jauh didepan.
Kebahagiaan sederhana.
Kuliah di kedokteran tentu banyak waktu tersita untuk fk. Bahkan kadang aku merasa 24 jamku habis untuk kedokteran. Karena sedikitnya waktu ternyata justru kita bisa lebih memaknai kebahagiaan. Sekedar sarapan pagi dan duduk bersama ibu ternyata sangat nikmat karena sehari penuh hingga larut malam tidak sempat mengobrol.
Saat aku kuliah, aku berteman dengan 6 orang temanku dan kita sering makan siang bersama. Kala itu aku satu-satunya yang setiap hari membawa mobil, karena yang lain ngekos di dekat kamous jadi cukup mengendarai sepeda motor. Mobilku Toyota Yaris yang dengan muatan 4 orang tapi dimasuki manusia 7 orang, bisa dibayangkan sempitnya. Namun, justru kita sepanjang jalan menuju tempat makan penuh dengan tawa karena saling pangku didalam mobil.
Kebahagiaan sederhana itu yang membuat saya bisa bertahan hingga sekarang menjadi dokter dan merindukan hal-hal kecil yang sudah berlalu.
2 notes · View notes
ceritaksara · 11 months
Text
Hai,
Hari ini hari ke 17 aku menjalani angka 22 tahun. Sepertinya sudah terlambar sekali untuk menulis tentang angka 22 itu, tapi tak apalah ya hihi.
Angka 22 Hari itu, 5 Oktober aku harus menjalani hari dengan menyelesaikan tugas enumerator di Kulon Progo. Menghabiskan setengah 24 jamku bertemu dengan orang orang baru, yang tidak tahu apapun tentang aku. Tapi bukan menjadi masalah bagiku, aku tetap happy kok hihi. Siang harinya aku makan siang di ampirono. Setidaknya view Kulon Progo siang itu, menjadi kesenanganku di lembar 22 ini. Aku mengabadikan beberapa pemandangan.
Hari itu, aku menyelesaikan lebih cepat dari hari sebelumnya. Senang rasanya. Sekitar jam 4 kami sudah sampai di Jogja. Dan sampai rumah aku mendapat surprise dari kakakku. Sebenarnya tidak begitu surprise karena dia sudah mengatakan beberapa hari yang lalu hahah. Malam harinya kami berkumpul di meja makan, membicarakan ulang tahun aku dan kakakku, sebenarnya ada rencana makan di luar, tapi karena umi sudah masak jadinya tidak jadi deh,
Aku senang, bukan perkara selebrasi ulang tahunnya. Aku senang dan bersyukur karena di tanggal kelahiranku 22 tahun silam, aku masih bisa duduk bersama dengan orang orang yang aku cinta dan mereka mengingat tanggal itu. Kenapa? karena tahun lalu sedih sekali aku tidak bertemu dengan mereka sedikitpun. Aku bersyukur, Allah menutup sedihku yang tahun lalu di hari itu. Meskipun...
Meskipun aku tidak mendapat doa secara langsung dari sahabatku di hari itu. Oh, aku tidak mengharap sangat. Mungkin sebagian dari mereka pun paham, aku tidak susah keramaian. Iya, aku memang tidak suka keramaian, di luar sana. Kalau keramaian lingkaran orang yang benar benar ada di hidupku, tentu menjadi syukur besarku.
Ah, tapi yasudahlah, hampir tiap tahun dia selalu 'telat' menyampaikannya. Aku rasa, aku yang harus memahami tradisi kami. Toh, bukan itu kadar rasa sayang sebuah hubungan :)
Yang jelas, hari itu aku sangat memperbesar syukurku, semoga bukan hanya mereka yang selalu ada disekitarku, tetapi keberkahan hidup juga selalu ada di sekitarku. Semoga apa apa yang selalu aku rapalkan dapat menjadi kenyataan, yang tidak melulu tentang dunia saja:)
Alhamdulillah,,,
22/10/2023
2 notes · View notes
astarindri · 2 years
Text
Ruang untuk Diri Sendiri
Hari itu, aku kesal sekali. Banyak hal sepele yang tidak bisa aku kendalikan, kerjaan banyak, waktu amat terbatas. Ditambah, orang rumah terus bercerita keluhannya kepadaku. Padahal aku lagi ga siap menerima keluhan orang lain. Aku sendiri ga tau mau mengeluh ke siapa.
Saking membuncahnya, aku bersih-bersih kamar sambil menahan tangis. Begitu selesai, begitu aku tahu orang rumah lagi di kamar masing-masing, akhirnya tangisku pecah sembari makan siang. Walaupun tetap ditahan agar suaranya ga terdengar, setidaknya ada yang keluar.
Kulanjutkan kegiatanku dengan bersih-bersih diri, lalu sholat. Kukira akan menjadi sholat seperti biasanya dijalankan. Ternyata hati ini berteriak menyebut asma-Nya, diikuti dengan keluhan yang sudah tertahan. Lagi-lagi, pecah lagi. Kubiarkan diriku tenggelam dalam sujud sambil sesenggukan, cukup lama. Sengaja ga kutahan, padahal setelah itu aku akan keluar rumah. Aku tidak peduli apa yang orang lain pikirkan melihat mataku bengkak, yang penting lega. Kubiarkan diriku mengeluarkan emosinya.
------------------------------------------------------------------------------
“Kalo mau marah, boleh aja”
“Kalo nangis, boleh?”
“Kenapaaaa?”
“Tapi boleh kan? Marah aja boleh”
“yaa boleh sih. Kalopun marah juga sama, nanti bakal aku tanya kenapa”
Aku tahan biar ga pecah. Kupikir, yakali moodswing gara-gara ini aja. Kaya yang ga pernah aja di kondisi kaya gini. Tapi kok masih kerasa nyesek ya?
“kamu pengen nangis? Yaudah aku fokus dulu. Kenapa?”
“Duh! Nanti aja pas kamu udah beres”
Akhirnya aku tunggu. Sambil ngerjain E-Learning yang astaga-ga-kelar-kelar dan susah dipahami meskipun aku baca berulang kali. Sambil aku pikir, ini harus disampein tapi gimana caranya ya biar enak?
“jadi kamu kenapa?”
“aku kesel sama kamu”
“yaudah keluarin aja. Gausah ditahan-tahan.”
Akhirnya pecahlah malam itu. Sambil berusaha keluarkan yang jadi unek-unek. Gimana caranya biar tersampaikan tapi ga memojokkan. Emang nahan diri buat ga memojokkan itu butuh tenaga yang gede banget, biar ga jadi kebiasaan. Dasar wanita.
“Udah, keluarin aja semuanya. Gapapa.”
Menurutku, membuat aku nangis depan dia adalah salah satu pencapaian terbesar kita. Dia yang berhasil memberi ruang yang nyaman untukku, akupun berhasil meluruhkan gengsiku dan cerita secara terbuka, apa yang aku rasakan. Aku tahu dia ga mau lihat aku pecah seperti ini, tapi dia pun paham kalo aku butuh ruang, dan mau menyediakan ruang itu. Oleh karena itu, dia akan tutup dengan kalimat ini kalo aku terlihat sudah lebih tenang.
“udah, jangan nangis lagi ya. Tapi kalo belum keluar semua, keluarin lagi aja.”
------------------------------------------------------------------------------
Malam itu, rasanya pikiranku ga sepenuh itu. Tapi sulit bagiku membawa diri ke kondisi tidur. Selimut sudah kupakai, lampu sudah kumatikan. Bahkan aku tambahkan linen spray lavender ke bantal gulingku. Beberapa kali kulihat jam, terakhir kalo ga salah di pukul 00.30-an.
Selanjutnya, kucek jamku. Di pukul 04.40-an. Alhamdulillah, barusan aku tertidur walaupun singkat. Tapi, perasaanku ga karuan. Tiba-tiba aku nangis tanpa sebab. Entah mimpi apa aku di tidurku barusan.
Aku tahu, ini jam emas banget buat sholat. Tapi aku sedang berhalangan. Ga mungkin juga aku minta ditemenin orang di jam segini. Pagi-pagi, bisa-bisa aku malah ngerusak mood orang yang mau kerja. Akhirnya coba aku dengarkan sambil mengikuti Al-Ma’tsurat. Kok ga kunjung lega ya? Coba ke meditasi deh.
Kucari guide meditasi yang sekiranya cocok dengan kondisiku. Akhirnya aku temukan dengan judul “ Self-Love”, karena salah satu isuku memang self-esteem.
“Apa yang aku rasakan saat ini?”
“Apa yang sebenarnya aku butuhkan?”
“Apakah selaras, apa yang kamu butuhkan dengan apa yang kamu rasakan?”
“Apa yang akan kamu lakukan, untuk memenuhi kebutuhanku?”
Lagi-lagi, ada sesuatu yang mengalir dari mata selama meditasi ini. Kucoba jawab pertanyaannya satu persatu, secara jujur tanpa ada yang ditutupi. Setelah itu, aku merasa lebih lega. Mungkin aku memang butuh ruang untuk mendengarkan apa yang ada di dalam, tanpa penolakan.
------------------------------------------------------------------------------
Semakin kesini, aku semakin sadar akan selalu ada masanya aku butuh ruang untuk jujur. Untuk memahami dan dipahami oleh diri sendiri tanpa judging. Medianya bisa bermacam-macam, bisa dengan ibadah, dengan meditasi, ataupun perantara orang terdekat. Apapun medianya, jangan pernah tutup jalan untuk jujur dengan diri sendiri. Tugas kita seumur hidup itu memang mengenali diri sendiri, bukan?
Semoga teman-teman segera menemukan ruang yang aman untuk jujur dengan diri sendiri 😊
Bandung, 28 September 2022
5 notes · View notes
moja--nesmrtelna · 6 months
Text
Moja nesmrteľná - Kapitola 6
/toto je slovenský preklad my immortal, nie som autor tohto diela, len ho samozvane prekladám/
AP: dtšte huby prepy! PS nenuudem apdejzovať kĺm my nedáte doooré hodjotenja!
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX666XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Na ďalší deň som sa zobudila v svojej rakvi. Dala som si čiernu minisukňu ktorá bola celé roztrhnutá na konci a pasujúci vrch s červenou lebkou cezeň a čižmy na vysokých potpätkoch ktoré boli čierne. Dala som si dva páry lebkových náušníc, a dva kríže do mojich uší. Sprejonafarbila som si vlasy na fialovo. 
Vo Veľkej Sieni, som jedla nejaké Knieža Chokjula cereáliel s krvou namiesto mlieka, a pohár červenej krvi. Zrazu do mňa niekto šťuchol. Všetká tá krv sa vyliala na môj vrch.
,,Bastard!” zakričala som nahnevane. Iľutovala som čo som povedala koď som sa pozrela hore lebo som sa pozerala do bledej bielej tváre gotického chlapca s čiernymi špicatými vlasmi s červenými prúžkami. Nosil toľko očnej linky že som išla dole jeho tvárou a nosil čiernu peropaličku.Už nemal okuliare a teraz nosil červené kontaktné šošovky presne ako Drakove a na jeho čele už nebola jazua. Na jeho brade mal mužnú jamku. Mal sexuálne príťažlivý anglický prízvuk. Vizeral presne ako Joel Madden. Bol tak sexuálne príťažlivý že moje telo celé oteplelo keď som ho zazrelatrochu ako erekcia ale ja som dievča takže som you nedostala vy chlievaci
,,Prepáč.” povedal hamblivým hlasom. 
,,To je všetko v pravo. Ako sa voláš?” pýtala som sa. 
,,Moje meno je  Henrich Hrnčiar, i keď väčšina ľudima nazýva Vampír v posledných dňoch.” zadudral.
,,Prečo?” opýtala som sa.
 “Lebo mám rád chuť ľudskej krve.” za chechtal sa.
 ,,No, ja som upír.” priznala som. 
,,Ozaj?” zafňukal. 
,,Ano.” zahrmotala som. 
Posadili sme sa aby sme sa na chvíľu porozprávali. Potom sa Drako priplížil za mnou a povedal mi že má pre mňa prekvapenie tak som s ním odišla. 
1 note · View note
sajakresah · 8 months
Text
Meramu pagi pagi:
Dalam gerbong kotak berjalan brutal tak ada remnya sementara silau berlomba masuk di tiap celah kesempatannya, aku dengan menggebu ingin bercerita semuanya padamu.
Satu hal, tentang berlomba dengan bapak tua untuk duduk walau tadi datang siang ku malas bangun tak kunjung lulus jamku berdering, krang, kring, krang, kring… aku tetap mau menang dari bapak tua itu!
Dua hal, mendengarkan lagu yang kau kenalkan untuk pertama kalinya sampai aku heran sebetulnya hikmah dan nikmat macam apa yang kau dapat dengan teriakan yang tak bisa ku baca liriknya entah karena jelek lagumu atau kabur fokusku pada merindumu. Menunda kiamat? Aku ingin protes padamu karena malaikatpun tak sanggup dengar itu.
Tiga hal, dalam batas tak warasku mengandaikan bahwa melantur denganmu adalah hal yang paling ingin ku tuju hari ini.
0 notes
cacawithhersarasa · 1 year
Text
berpayung Tuhan, menyusuri seluruh lika-liku kakak-kikik selama 2 tahun tidak mau kita sebut gampang atau mudah. tapi semua akan pasti mudah jika aku melalui semua bersama-sama denganmu, mungkin begitu juga kau jika bersamaku.
memilih untuk ikhlas dan berbahagia atas apa yang teman baikku raih adalah hal tersulit nomor 1 dalam hidupku. maka dari itu, ketika dia menjadi bagian dalam perjalananku menjadi seutuh-utuhnya melepas warna-warni dalam kamar 9 jamku, mataku juga melepas semua berat dan menggantikannya dengan berbahagia seluas samudera.
mimpi kecil besar apapun itu yang dia ucapkan diatas motor tak semua aku paham. tapi doaku akan selalu bersamamu, walau nanti kau sudah tidak bersamaku.
terima kasih telah memperbolehkan aku untuk menanam benih di ladangmu, aku juga senang jika benihmu ada banyak di ladangku. nanti kita tuai sama-sama lagi!
Tumblr media Tumblr media
0 notes
tulisanasyakila · 1 year
Text
Pengenalan Lingkungan SMA
Pada pertengahan tahun 2017, di sekitar penghujung bulan Juli. Aku mengikuti kegiatan Pra-PLS untuk siswa baru yang diterima di SMAN 1 Lubuklinggau. Dimana diadakan selama 4 hari. Dimulai dari hari sabtu(pra pls), senin, selasa, dan terakhir hari rabu.
Aku ingat sekali, saat itu kami wajib menggunakan pakaian serba hitam. Dari jilbab, baju, dan training semua serba hitam dari atas sampai bawah. Kami juga di suruh untuk datang pukul 6.30 pagi.
Karena lokasi rumahku ke SMA cukup lumayan jauh, aku diantar bapak menggunakan sepeda motor. Jujur aku deg-degan sekali, karena dari SMP ku hanya ada lima orang yang sekolah di SMA ini. Proses daftarnya memang cukup sulit, karena banyak yang minat. Alhamdulillahnya aku lulus di jalur PMPA. Jadi sudah tidak terlalu pusing untuk mengikuti ujian masuknya.
Oke, jadi SMA kami itu letaknya di tengah-tengah lorong. mungkin kalau digambarkan itu seperti ini...
Tumblr media
sesampainya di SMA. Di depan lorong (di titik merah), terlihat orang-orang yang baru datang di sambut oleh panitia OSIS dengan senyuman. Aku disuruh membuat barisan baru untuk jalan kaki sama-sama menuju gerbang SMA. Dalam hatiku cukup lega karena sepertinya masih sedikit orang yang baru datang, ternyata kakak panitianya juga ramah-ramah sekali. Aku pun turun dari motor menyalimi Bapak dan buru-buru gabung ke barisan. Saat jumlah barisan terkumpul banyak, dan terlihat belum ada siswa baru yang bakal datang lagi, barisan kami pun mulai berjalan menuju gerbang sekolah.
Di pertengahan jalan (titik hijau), saat orang tua kami sudah tidak nampak lagi. Tiba-tiba, ada salah satu kakak panitia menyuruh kami untuk memberhentikan barisan. Mulai terasa aura-aurah aneh. Dari belakang ada seorang kakak OSIS yang membentak kami, dan bertanya "INI SUDAH JAM BERAPA DEK????" Aku yang berada di barisan depan kaget langsung menunduk.
"KALIAN TAHU NGGAK KALAU KALIAN TELAT 1 MENIT?"
Aku melihat jamku, benar sih kami telat satu menit. Tapi aku tadi tuh sampainya tepat banget kok jam 6.30 pagi, tapi karena menunggu jumlah barisan kami full, yang buat jadi telat satu menit! *pembelaan yang hanya mampu terpendam di dasar hati seorang nadhira wkwk..
Jujur, sebenarnya aku tidak terlalu takut sih, karena waktu di SMP aku juga pernah jadi OSIS dan jadi panitia kegiatan pra-PLS gini... Aku sangat yakin, panitia yang marah-marah, nantinya di hari terakhir bakalan ada sesi minta maafnya wkwkkwkw... Jadi ya aku hanya terlihat takut, tapi dalam hati menunggu drama ini selesai.
Cukup lama, kami dibentak dan dinasehati untuk bisa disiplin waktu... Kami sebarisan diam menunduk semua. Lalu, kakak itu bilang, "OKE UNTUK HARI SABTU INI KALIAN SEMUA DIMAAFIN, TAPI UNTUK SENIN-RABU NANTI TIDAK ADA LAGI KATA MAAF"
Kami masih menunduk saja. Kemudian disuruh melanjutkan perjalanan kembali untuk masuk ke halaman sekolah.
Kulihat ternyata di lapangan sudah banyaaaaaaak sekali yang sudah berbaris.... Kutebak mereka datang ke sekolah 30 menit atau bahkan satu jam lebih awal sebelum jam 6.30 pagi!!! Ternyata hanya barisan kami saja yang baru datang.
Melihat ada barisan yang baru datang, situasi lapangan mendadak hening. Membuat barisan kami jadi sorotan orang-orang. Tidak perlu waktu yang lama, kami jadi sasaran empuk kakak panitia yang lain. Barisan kami pun dipisah dan dibedakan sendiri, kami diletakkan di paling ujung..
Entahlah ini adalah kegiatan mengisi waktu atau apa, yang jelas barisan kami menjadi topik di pagi hari itu... Kami dijadikan contoh massal, "kalau orang yang telat itu gini lho dek nasibnyaaa..."
Lalu tiba-tiba terlintas di kepala panitia, untuk bertanya bahwa barisan kami ini maunya dihukum apa?
Ditanya mau makan apa saja kami bingung, apalagi kalau ditanya maunya dihukum apa?! Tentu saja kami tidak ada yang bisa jawab.
Kami terus dicecar pertanyaan mau di hukum apaaaaa????!!! Barisan kami tetap saja kompak hanya diam menunduk.
Hingga entah ada angin apa, dari belakang barisan kami ada seorang anak laki-laki yang dengan pedenya bilang kalau kami maunya dihukum joget saja. Semua orang tertawa, kecuali barisan kami yang sangat super-duper tidak setujuuuuuuu... Kenapa tiba-tiba dari sekian banyaknya jenis hukuman ia malah memilih jogettt sih..😔
Kakak OSIS nya pun jahil, dan menyuruh anak laki-laki itu saja yang joget sendiri ke depan. Dan anak laki-laki itu beneran jogeeeet donggg di depan🤣🤣🤣 semua orang ketawa, barisan kami juga ikut ketawa.. Melihat kami yang ketawa, membuat panitia menyuruh kami diam, dan bilang bahwa kami tidak setia kawan.. Karena menyuruh anggota barisan kami joget sendirian. Akhirnya kami semua pun disuruh lari keliling lapangan sambil menyanyikan lagu balonku ada lima. Aku lupa deh berapa keliling waktu itu......
Jadilah kegiatan pra-PLS ku dimulai dengan olahraga lari keliling lapangan...
Setelah selesai lari dan ngos-ngosan penuh keringat dan penuh malu. Kami pun diperbolehkan untuk gabung ke barisan orang normal lainnya.
Tak lama kemudian, kami semua disuruh masuk ke dalam aula, untuk pembagian pleton. Saat itu, aku masuk ke dalam Pleton Minna.
Kami pun masuk ke kelas sesuai pleton masing-masing. Ternyata aku se-pleton dengan satu kawan dari SMP ku. Aku merasa tenang. Kami pun lanjut ke sesi perkenalan dengan kakak panitianya. Kalau tidak salah satu pleton ada 3-4 kakak panitia.
Hingga tiba kami ke sesi pemilihan ketua pleton.. Kami disuruh mengajukan diri siapa saja yang mau mencalonkan diri jadi ketua pleton. Dengan sok pedenya setelah memutuskan urat malu dihukum telat sebelumnya, aku juga ikut serta mencalonkan diri, namaku pun ditulis di papan tulis.
Ada 5 orang yang mencalonkan diri jadi ketua pleton. Untuk menentukannya dilakukanlah voting suara. Kami berlima disuruh maju ke depan dan menghadap ke dinding, memunggungi teman-teman kami.
Nanti nama kami disebut satu-satu. Kalau ada yang memilih kami, maka teman-teman sekelas harus angkat tangan. Nanti total yang angkat tangan akan di tulis di papan tulisnya.
Jadi sistem votingnya itu kek gini gambarannya..
Calon 1 (IIII IIII II)
Calon 2 (III I)
Calon 3 (IIII III)
dst.
Nahhh, setelah selesai voting, langsunglah dipilih ketua pleton yang suaranya terbanyak. Ayo tebak siapa? Tentunya bukan aku dong wkwkkwkwkww...
Lalu kami yang tidak terpilih disuruh kembali ke tempat duduk. Saat kami kembali ke tempat duduk, rupanya hasil voting di papan tulis sudah dihapus. Karena kepo, aku bertanya ke satu-satunya teman SMP ku. "Tadi waktu voting siapo be yo yang milih aku?"
"Dak katek nad.."jawabnya.
"Uy bebener baeee" ucapku tidak percaya.
"Iyo nad dak katekkkkk, mereka milih kawan smp mereka baee. Aku dk lemak laju ningok kau dk katek yang milih, jadi aku angkat tangan dewekan.."
"Ya rabbi wkwkwk." jujur yang tadinya pede, mulai terasa malu. Aku juga nggak kepikiran siih, di hari pertama kek gini, siapa coba yang mau memilih ketua yang tak mereka kenaal??? Tentu saja yang se-smp mereka saja yang mereka pilihhhhh wkwkkww...
Tapi nggak apa-apa sih, karena kami pun mulai sibuk ke kegiatan lain. Ada lomba per-pleton, kayak lomba menyambungkan pipa satu dengan pipa yang lainnya gituu pakai air juga, jadi kayak basah-basahan wkwkw. Aku ikuuuut dong main game itu, seru sekali sih. Kalau nggak salah satu pleton itu ada 10-15 orang yang ikut main. Sayangnya aku nggak punya dokumentasi foto saat main game itu huhu.
Aku lupa untuk kegiatan lebih rincinya pada hari sabtu itu... tapi yang kuingat, sebelum pulang, kami disuruh mencatat teka-teki yang nantinya harus dijawab di hari seninnya... kayak teka-teki makanan gituuu. aku masih nyimpan nih catatannya wkwkww
Tumblr media
Kepalaku puyeng menjawab teka-teki itu.. Aku pun bertanya dengan anaknya teman bapak, ternyata peralatan kucing itu cokelat kitkat. Nah sapi lokal jujur aku lupaaa wkwkw, bus bernutrisi itu nutri boost..
Lalu ternyata aku masih nyimpen juga catatan pra pls.
Tumblr media
Pantesan sih aku telaaat, jelas-jelas pukul 6.30 itu wajib sudah baris rapi di lapangan basket... Aku malah baru sampai depan lorong jam segituuuu☺👍
Tapi it's okay, aku jadi bisa belajar dari pengalaman... Hari senin dan selasa aku datang lebih pagi... Tapi di hari terakhir hari rabu aku telat kembali... Yap, betul! Kena hukuman dan kena ocehan kakak panitia lagiiii wkwkkww... Bedanya aku jadi lebih tenang.. Saat ditanya alasan satu persatu mengapa bisa terlambat? Dengan yakinnya aku menjawab karena rumah mati lampu..
"Apa hubungannya?"tanyanya menahan tawa.
Rumah kami gelap gulita, hp mati, lilin hilang, senter habis baterai.. Jadi nggak bisa liat jam di rumah alhasil kesiangan. Sangat dramatis bukan alasan yang kubuat... Tapi melihat mukaku yang melas, mau tak mau membuat kakak panitia percaya-percaya saja.. Padahal alasan yang sebenarnya, aku terlambat karena menunggu bapak siap-siap pergi ke kantor.. Aku nggak boleh naik ojek, jadinya telat deh karena harus bareng bapak...
Belum selesai, saat pemeriksaan kelengkapan, duhhhhh, nametag ku juga ketinggalan, dan nggak tahu berada dimana. Tiba-tiba aku ingat, beberapa dari kami ada yang belum dapat nametag karena kehabisan dan lagi dipesan kembali. Aku pun bilang kalau nametag ku juga lagi dipesan ulang... Padahal mah ketinggalan :"( Akhirnya aku lolos dari tahap pemeriksaan kelengkapan.
Maaf ya kakak" panitiaa.... :")))
Bonus pict, pleton minna, pleton lima...
Tumblr media
1 note · View note
butwewillgoback · 2 years
Text
Said Mahri is someone I met when I feel so bored with life. Capek mikirin apa yang sebenernya harus aku pikirkan, apa yang harus aku tuju, apa yang harus aku putuskan sebagai ‘aku’ yang sebenarnya aku. And again, di tengah app yang kuanggap bukanlah tempat yang bagus (dan aku janji nggak akan terlibat perasaan sama orang di tempat yang 90% populasinya orang nggak jelas), aku bertemu Said Mahri.
Said Mahri yang ternyata bertempat tinggal dimana aku menghabiskan masa remajaku. Said Mahri yang ternyata menuntut ilmu dimana aku menemukan ketololan dan kesedihanku. Said Mahri yang membuka lagi pengakuan yang selama setahun kututup, tentang penyesalan selama aku kehilangan. Said Mahri yang mendengarkan keluhan yang bahkan tak mampu kuungkap ke Ibu karena tidak mau terlihat lemah.
Said Mahri ini, tanpa kusadari, mampu menghabiskan 4 jamku di begadang pertamaku pasca putus menjadi sangat ringan dan menyenangkan. Kalau tahu akhirnya begini, aku nggak mau 7 menit itu berlanjut jadi sampai seperti sekarang. Di balik kepalaku aku masih denger otakku teriak bilang berhenti!!! pas kamu bilang, “LOH AKU ANAK GENTENG, AKU KULIAH DI JEMBER,”
Harusnya aku nggak membeli cerita itu, harusnya aku malah takut sama orang yang terlalu familiar sama aku yang kutemui di tempat acak itu. But damn I was engaged. In what way? Aku nggak tahu. The dream of meeting a perfect man with dreamy voice, I don’t think so. I picture it like holding random puzzle pieces, and picking random places and miraculously clicked. It was intense. BUT OF COURSE I DISMISSED IT.
No matter how happy I felt when I suddenly realize that mere excitement can take down kelelahan. Bahwa kamu tenryata bisa nggak ngantuk kalau bicara dengan orang yang nyambung sama kamu!!, aku ngerasa sungguh nggak pantas buat langsung menamainya dengan ketertarikan.
“Oh, mungkin aku cuman kesepian aja,”
Karena begitu lama, atau pertama kalinya merasakan berat untuk berhenti bicara sama seseorang, aku akhirnya nggak bisa tidur malam itu. Sekuat tenaga menahan buat nggak berpikir apapun dan tidak menjadi obsesi, lagi dan lagi, karena tujuanku cuman buat membunuh waktu, bukan menemukan candu.
Tapi esoknya it become so frantic for me, like there’s a part of me becoming firework and rainbow. I smiled all day like fool. My step become lighter and it remind me of feelings I have several years ago, and knowing the pattern, it won’t end well. Aku agak nggak rela.
Tapi Said Mahri tidak menepati janjinya dini hari itu, dan meninggalkanku bertanya-tanya-dan merasa bodoh-karena terlalu berharap. Said Mahri nyatanya selama 5 hari tidak berkabar dan mengakhiri begitu saja. Aku nggak tau kenapa aku sebel banget, sakit hati nggak kekontrol karena ngerasa dibodohi lagi. Malah akhirnya mempertanyakan eksistensi diri, ternyata Said Mahri tidak ubahnya lelaki lain, hanyalah makhluk yang lebih banyak tidak menepati janji dan mampu berbohong demi tidak menjadi orang jahat. Ternyata kesenangannya sepihak, hanya ada di aku saja. I was crying for nothing, I was being open for nothing. God made me feel like I’m daft dimbo again.
So I went raging and hit on ur profile I fucking hit the cancel request button and was ready to put Said Mahri behind, but damn bro suddenly appear just in time I was over him.
How he innocently sheesing my story and once again I thought, I will playfully try to charm him and see how it plays.
Bad moves.
Bad, bad moves.
Said Mahri then sent me long ass thankful messages that went easy into my heart and I thought does friends did this, do people who had feelings did this or this is just common in the reality world.
But that time Said Mahri unlock something then I made as daily struggle. Is to not think about it so much. Again, If I knew what I felt today, I’d rather runaway. But I was lost in the comfort of Said Mahri’s words.
I felt so envious with others and I felt so unlike me, so at the christmas eve he offered me to call him. And once again I open up, I play it easy so I dont look too obvious. Damn our connection is too effortless I wish I could bottled it up.
Said Mahri suddenly become someone who never connected to the past but I deeply desired to be part of my future. WHICH IS BREAKING EVERY RULE OF MY NEW ME BECAUSE I WONT CHASE ANY LOVE I WONT CHASE ANYONE IM NOT READY FOR ANY OF THIS.
Tapi dari 22 tahun kapan aku pernah ketemu sama orang yang bisa ngehabisin 8 jam buat ngobrol nonstop dan merasa amat sangat nyaman? Aku nggak perlu ngoyo lagi buat bersosial sama orang lain. And egois me semakin pengen memperpanjang ini. Bahwa Tuhan ngasih aku ketemu Said Mahri pasti buat bikin aku yakin, bahwa masih ada harapan buat cinta yang tulus. Dan ternyata ada manusia kayak Said Mahri di dunia ini, dan dia begitu dekat. Wild.
In my part, the time when I spent 10 hours (crazyyyy) talking to him, dengan keadaan suaraku parau nggak jelas dan aku ikhlas seikhlasnya. He’d become my rina and my puspa, my father and my mother yang siap kukorbankan segalanya dengan ikhlas. Its so ninu-ninu phase for me. Believe me that I tried 100 times harder to keep it contain while menjalani liburan yang membosankan di kota penuh kenangan.
But Said Mahri is the embodiment of kesenangan dan cobaan, kebetulan dan takdir. Karena setiap aku ngerasa it’d be nice if Said Mahri talk to me, and suddenly Said Mahri come. That bloody labu siam I really hate right now karena sudah meruntuhkan pertahananku buat berkata tidak karena yang kulakukan setelahnya begitu bodoh.
6 kali bolak-balik di depan rumah Said Mahri, that small waves. Giggles. Have I ever feel more alive?
Tapi selalu ada rasa ingin berhati-hati karena semakin dipikir semakin nggak masuk akal semua ini. Said Mahri begitu baik sampe kurasa terlalu baik untuk jadi kenyataan. Kalau masalahnya nggak ada di dia, jangan-jangan masalahnya ada di aku. Dan aku nggak pengen kenangan sebentarku sama Said Mahri ini ternodai sama kebodohanku yang selalu terlambat buat kusadari. Awalnya aku coba mengikat dia di pertemanan tapi aku nggak pernah punya teman laki-laki dan aku nggak percaya dengan pertemanan lawan jenis. There are too many rules to bend for this. But feelings always come with obsession and obsession is not okay.
The not okay feeling ini didukung oleh betapa Said Mahri setelah aku nggak punya kekuatan buat mengelak rasa tertarikku, gemar untuk memutus pembicaraan begitu saja dan ghosted me for the whole day.
Said Mahri is indeed too good to be true. Said Mahri has loads of female friends and I am just one of them. Jangan hanya karena I thought that I was so clicked with Said Mahri then the feelings was mutual. I understand that liking strangers is not common.
Bahwa aku dan rasa inginku ini cuman ada di aku aja. Said Mahri has a whole different life than me. I’m no other than orang yang bicara remeh temeh karena cuman aku yang butuh Said Mahri karena aku gemar punya small innercircle, but Said Mahri didn’t.
Said Mahri even dismissed the word “Cintai aku po’o, Id,” the bravest words I’ve ever said to someone. Dan aku sadar, nggak akan ada hal yang bisa kulakukan buat menaklukkan Said Mahri. Nggak akan ada usaha yang cukup besar buat orang lain menyukai kamu, it has to come from them and if its not now then it’ll never.
And this is the time I realized that God really like to picking on me. Everytime I feel like I want to take a leap of faith, He will just ‘hehe kidding’-ing me and then breaking everything possible in my posession. Like the time when I feel like I could get away with accepting my relationship with my father, He took him away. Everytime I feel like I found the one, He made him a cheater. Everytime I feel like I wanted to feel grateful, He took them away and made me resent my life.
I need a saving, Said. I need a saving because I don’t know what to do. Because apparently you weren’t a person who was destined for me, you were just a lesson. And my hope of having you as anything, to share every small things and feel alive again, hanyalah angan-angan yang tetap tersimpan dalam kekosongan.
I read ur messages today, Said. And I’m having the mixed feelings should I pursue it or should I just leave it this way. Which path should I try to walk before I stray away too far? What to do with this feelings? Can you tell me?
0 notes
sunfloooo · 2 years
Text
Hai Tumblr;
Aku sok sibuk bangat yah akhir-akhir ini .
jarang bisa tegur sapa denganMu, pulang kerja bukannya se Hai sama mu, aku malah buru" cuci muka terus ketemu kasur buat tidur , Kamu apa kabar?
bagaimana hari-harimu tanpaku?
Sebentar lagi, dalam jamku masuk Desember lho bulannya aku dan kamu harusnya selalu ketemu.
Tapi ini apa, entah tahun keberapa Desemberku selalu sendu. Tapi tak apa Desember tanpamu sudah biasa.
Hai Desember Salam rindu buat Human tuhan yang dicari keberadaannya dari tahun" sebelumnya .
0 notes
filosofika · 2 years
Text
Jam
Jika jam berhenti saat ini Aku tidak yakin karena waktu telah berhenti Mungkin baterai jamku habis Atau dia memang sudah waktunya untuk tidak bisa menunjukkan waktu padaku Sesederhana Tuhan ingin aku berpikir lebih dalam Apakah aku harus memperbaikinya atau membeli jam yang baru
0 notes
bercintalewatkata · 2 years
Text
Saat ini kebetulan aku sedang menyelesaikan master program di ITS. Ini adalah semester akhir, semester 4 yang sangat memakan waktu 24 jamku. Berhari-hari aku menyusun proposal dan banyak keraguan yang aku rasakan. Hampir tiap hari aku tidur di waktu subuh. Padahal di pagi hari aku harus bekerja sampai sore. Tentu rasanya sangat melelahkan, apalagi tubuhku sangat lemah. Aku hanya berharap ini bisa berjalan lancar dan bisa wisuda di tahun depan bulan Maret 2023.
0 notes
kocourmokroocko · 3 years
Text
měli jsme dneska moment
kdy se kolem mne můj milý stočil, zatímco jsem opřen na posteli probíral našemu papouškovi peří, a zabořil mi obličej do ramene, vyčerpán po dlouhém dni cestování
a sedíme takhle dlouhou chvíli a je ticho
a najednou
se z mého ramene ozve extrémně nesrozumtelný a letargií protkaný:
"moje oční jamka
perfektně zapadá do tvýho ramene.
jsi můj
osud."
a pak zase bylo ticho
protože usnul
a já tam sedim a chcípám smíchy, ale taky mám v ruce spící pyruru a na rameni oční jamku spícího muže a tak jen
myslim na to, co asi vyplodí při svatebních slibech
(pude první, a jestli prokázaný test osudovosti oční jamka/rameno nezmíní, tak to lohnu já a přičtu si před příbuzenstvem kredit)
62 notes · View notes
malamterlalumalam · 3 years
Text
Mencintai
Perasaan mencintai kembali pasangan kita seringnya muncul tiba tiba tidak, sih?
Saat mendengar Billie Eilish berjudul I Love You, beberapa ulasan memori tiba tiba hinggap kembali di permukaan. Sesuai judulnya, tentu subjek di kenangan yang muncul adalah suamiku; saat makan bersama, pulang kerja, atau saat bagaimana kami menyelesaikan masalah-masalah kecil ala rumah tangga baru
Semenjak menikah, rasa-rasanya kami menjadi pribadi yang berbeda. Cinta, dicintai, mencintai, semuanya bagi kami mengalami pelebaran makna
Kalau diingat-ingat, jarang sekali kami ucapkan ucapan-ucapan manis macam judul lagu yang sedang kudengarkan, Mas E menunjukkannya dengan, salah satunya, membiarkan aku memutuskan semua hal yang berkaitan dengan keperluan rumah tangga, hampir di semua lini. Awalnya sebal karna kukira hanya aku yang peduli urusan keluarga, tapi setelah kami diskusikan, ternyata Mas E sejak awal memahami karakter dominanku dan yang agak perfeksionis, jadi menghindari perdebatan berujung tidak enak hati, Mas E memilih mengalah dan membiarkan aku memutuskan segalanya. Termasuk keputusanku untuk sementara tidak memasak karna sangat sulit membagi waktu antara bekerja kantor, mengurus anak, dan logistik rumah tangga. Ah, aku baru tau itu. Mas E terlihat membiarkan padahal untuk tidak menjadi penuntut. Cinta begitu sederhana namun sulit kuterima karna terlalu bodoh
Masih ingat betul awal-awal kami menikah dan memilih jauh dari keluarga dengan menyewa kamar indekos, Mas E tidak bisa beli galon isi ulang. Tidak bisa submit baju kotor ke tempat laundry. Tidak bisa cuci baju, cuci piring, merapikan tempat tidur. Tidak pernah katanya. Yup, doi anak rumahan yang, mari kita sepakati bahwa bujang bungsu yang tinggal di rumah orangtuanya sudah tentu adalah pangeran yang tidak pernah bersentuhan dengan urusan logistik rumah tangga. Tapi waktu berlalu, dia belajar caranya dan mahir. Aku melihat sendiri Mas E bertumbuh dengan mengalahkan ego dan kekakuannya. Dia berkompromi. Tentu dalam hati pasti dia sebal setengah mati karna, aku tau Mas E sangat introvert hingga tidak suka terlibat dalam kepentingan baru, yang mana nantinya akan bertemu orang-orang baru. Seberapa tabah sebenarnya seseorang bisa mencintai?
Sekarang, karna 24 jamku di luar jam kerja adalah mengurus anak, Mas E menghandle hampir separuh logistik rumah tangga. Mencuci piring, menjemur dan melipat jemuran, urusan dapur dari mengganti supply galon, gas, hingga memanaskan makanan. Belum urusan kamar mandi dan gudang.
Dulu sebelum menikah, Mas E berpakaian sangat serampangan, setidaknya menurutku. Memasangkan celana gunung bersaku banyak dengan kemeja kerja. Dan rambutnya, aduh, gondrong hey. Dengan model poni yang bagian belakangnya disasak. Apakah Mas E terinspirasi babang tamvan? Tidak, sih. Dia terinspirasi tokoh anime, katanya. Untuk dia yang adalah seorang gamer dan builder gundam yang rela beli DVD game dan gundam tiap bulan, baiklah, aku mencoba mengerti. Awalnya selalu kusuruh Mas E pangkas rambut, tapi bebal sekali memang. Dan saat kami diskusikan, ternyata Mas E sangat tidak suka aku mengoreksi caranya berpakaian, dan penampilan rambutnya, dan mendikte kapan dia boleh main game kapan tidak. Setelah kupikir-pikir, betul juga. Hal-hal yang sangat tidak kusuka awalnya, akhirnya kumaklumi. Dan aku belajar.
Selama suamiku sehat, semua hal di luar itu adalah tidak apa-apa.
Apalagi yang menyangkut fisik, atau sesuatu yang terlihat.
Aku berkompromi dan menyadari cinta di level pandangan mata adalah rendahan.
Makna mencintaiku mengalami pelebaran. Mencintai berarti menerima apapun.
Pernah pada awal-awal menikah pun, kami saling berdiskusi untuk hal hal yang tidak kami harapkan tapi andai itu menimpa kami, seperti bagaimana bila kami ternyata tidak dipercaya memiliki anak, bagaimana bila ada salah satu dari kami buta/tidak bisa berjalan secara permanen, bagaimana bila bahkan salah satu dari kami di usia muda terkena penyakit mematikan dan harus kembali terlebih dahulu kehadiratNya. Ah baik, yang kusebutkan semuanya urusan Tuhan. Tapi kami menguji rasa mencintai kami masing-masing dengan perandaian tadi. Kami ingin saling menerima sejadi-jadinya.
Tulisan ini dirilis tepat malam tadi, saat doi sedang main game The Witcher dan aku menyeterika baju, sedangkan anak kami sudah terlelap jauh sebelum tengah malam. Semoga kami semakin memahami bahwa tidak menuntut adalah pilihan yang bisa kami ambil agar hati tidak terlalu berat.
Tulisan ini semoga juga sebagai pengingat bahwa kami harus selalu mengedepankan perasaan dan kenyamanan pasangan ketimbang keinginan pribadi.
Dan agar jeli membedakan keduanya. Begitu juga prinsip ini akan kami terapkan dalam membesarkan anak kami.
Tulisan ini dibuat agar kami sadar bahwa menikah adalah proses pembelajaran seumur hidup, belajar mencintai pasangan (yang artinya menerima semua kondisinya), belajar mengasuh anak, dan utamanya yaitu belajar mengontrol diri. Melepaskan ikatan-ikatan yang kami bentuk sendiri untuk membatasi pasangan.
1 note · View note
nadasilvia · 4 years
Text
Kepada diriku,
Kepada diriku yang sama-sama lahir dari rahim Ibu,
Kepada diriku yang sama-sama tumbuh di bawah atap rumah yang sama.
Kepada diriku yang terpaut 7 tahun dari usiaku.
Kepada diriku yang saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Terima kasih ya.. sudah bertahan.
Apa kabar?
Harimu sedang buruk ya?
Tenang saja, hari yang buruk bukan berarti adalah hidup yang buruk.
Terima kasih sudah berjuang sampai tahap ini, maaf ya.. aku tidak disana saat kamu butuh.
Tidak apa-apa untuk merasa sedang tidak baik-baik saja,
Tidak apa-apa saat ini kamu merasa sedih dan kecewa. Hidup memang tidak selalu manis, walau rasanya kita sudah terbiasa dengan rasa pahit dan ketidakadilan hahaha.
Meskipun kita sama-sama hidup dan besar dalam satu atap yang sama, aku yakin kesulitan kita yang berbeda ini sama-sama berat.
Hidup ini berat, rasanya tidak adil memang, tapi selamat, setiap hari kamu sudah tambah kuat.
Ingat tidak, dulu.. kamu makan saos sebesar odol saja menangis kepedasan hahaha.
Ingat tidak, dulu kamu dimusuhin anak-anak tetangga saja kamu nangis.
Ingat tidak, dulu tidak diajak ibuk pergi belanja saja kamu murung, pasti pulangnya minta dikasih boneka, seperti piglet pink yang kamu kasih nama "mine".
Saat kehilanganmu yang pertama kali, saat kelinci putih kesayangmu mati kehujanan gara2 kelupaan dipindahkan kandangnya.
Tapi dari kecil kamu kuat, kamu tidak nangis saat bangun tidur tidak ada Ibu, hahaha. Tidak seperti aku.
Kamu tidak nangis saat aku bully kamu gara2 kamu suka sinetron "misteri ilahi" hahaha
Saat itu usiaku 7 tahun,menginjak tahun kedua di sekolah dasar, kepada Ibuku yang saat itu perutnya membuncit besar, aku bilang "rasanya tidak percaya Bu, aku akan punya teman di rumah"
Aku tidak pernah membayangkan jadi kakak sebelumnya, tidak tahu apa itu tanggung jawab, tidak tahu bagaimana ikhlas membagi kasih sayang ibu pada mahluk kecil dengan rambut seperti kesetrum itu.
Aku pernah iri, karena saat itu sang bocah 7 tahun itu masih cengeng dan berharap Ibu ada untuknya 24 jam sehari. Tapi sejak saat itu, 24 jamku terbagi.
Aku pernah kecewa, dan merasa diskriminasi orang tuaku saat kamu jatuh, tapi aku yang dimarahi.
Beranjak dewasa, saat itu aku kelas 3 smp. Rasanya jarak antara aku dan kamu begitu jauh, aku kesepian di rumah. Pelan-pelan aku buka tirai yang selama ini aku tutup, pelan2 aku belajar menjadi seseorang yang bisa kamu tiru kebaikannya. Tapi aku tidak sempurna.
Aku hanya tahu rasanya menjadi aku, sedangkan menurutku menjadi kamu tidak kalah sulit dan berat.
Hari ini, sudah bertahun berlalu. Banyak yang sudah berubah ya?
Tapi kamu tetap orang yang sama yang aku tahu. Kepalamu keras, tapi aku tahu hatimu sering menangis sendirian.
Kamu membanting pintu, bersamaan dengan kepercayaanmu yang hancur.
Kamu pergi dari rumah, berharap kamu akan rindu untuk pulang.
Aku mau cerita satu kisah,
Tapi jangan anggap ini perbandingan, aku cuma sedang curhat hehe.
Akhir tahun sekitar dua tahun lalu, aku pernah merasa di titik tergelap.
Rasanya kesepian yang teramat itu, tidak kunjung usai.
Ada seseorang di sampingku, tapi tidak mengobati apa-apa.
Banyak yang bertanya aku kenapa, tapi setiap aku jelaskan, mereka tidak mengerti. Dan aku tidak kunjung membaik.
Saat itu aku tengah berada di sebuah kamar kos berukuran 2m x 3m.
Banyak hal yang terjadi, rasanya kapasitas otak dan kesadaranku tidak mampu menahan konflik batinku saat itu. Aku berteriak minta tolong kesana kemari, tidak ada yang mengerti.
Setiap malam, aku berteriak-teriak seperti kesetanan, menangis di jam-jam orang tidur. Kantung mataku hitam dan rasanya seperti muat untuk ditaruh uang recehan. Badanku tidak kurus, karena stress membuat nafsu makanku bertambah (aneh memang).
Saat itu, matahari benar2 membuatku merasa sedikit lebih baik, setiap hari sabtu, aku masuk kantor padahal bukan jadwalku masuk saat itu. Sekadar untuk bisa keluar kamar dan punya teman bicara. Sesekali aku telepon ibu di hari minggu, agar setidaknya aku sedikit waras dengan membicarakan hal tidak penting termasuk menanyakan kabar kucing.
Aku membaca suatu artikel di internet, katanya gara bisa meminimalisir stress dan depresi.
Aku membeli sebungkus besar garam dapur untuk kupakai mandi setiap sore.
Aku taburkan di setiap ujung kamar dan pintu.
Aku membeli wewangian, karena katanya juga wewangian akan baik untuk meningkatkan mood.
Aku berolah raga sedikit-sedikit.
Apakah aku membaik? Oh tidak. Hahahah
Jika ada yang bertanya apa masalahku? Aku sulit menjelaskannya. Aku takut, mereka menganggap masalahku ini tidak seberapa, aku takut mereka tidak mengerti. Jadi kadang aku berkata "aku baik-baik saja"
Kemudian pada awal tahun di tahun berikutnya, aku mendapatkan pekerjaan baru, aku berpindah kosan ke sebuah kamar yang agak luas dan terang.
Aku masih belum membaik saat itu. Awalnya aku memainkan jepitan rambut hingga patah dan jariku berdarah. Aku masih sering menangis.
Aku baca quran dan rajin sholat seperti yang disarankan seseorang.
Kemudian beralih dengan menggores benda2 di tangan.
Rasanya saat itu merasakan sakit pada tubuh akan lebih baik dari menyimpan rasa sakit di sebuah ruang di balik rusukku.
Aku memutuskan untuk memelihara dua ekor hamster, tujuanky biar aku bisa mengalihkan pikiranku ini ke hal lain, biar ada seseorang atau lebih tepatnya sesuatu di kamarku untuk aku ajak bicara.
Tapi aku masih belum baik-baik saja.
Hingga satu masa muncul konflik besar yang membuatku kecewa.
Saat itu aku ditinggalkan di kamar terang itu, ada sebuah cermin di kamar mandi, berukuran sekitar tiga puluh sentimeter. Kupecahkan ke lantai dan kugores di lengan. Rasanya perih. Rasanya tidak ada yang berharap aku bertahan. Saat itu pikiranku gelap. Hingga pada goresan kedua, hampir aku selesaikan semuanya, ada wajah Ibu dan Kamu di kepalaku.
Aku menjerit dan menangis sejadi-jadinya.
Membayangkan wajah kecewa dan kehilangan dari kalian.
Membayangkan siapa yang akan menjaga Ibu dan kamu kelak.
Aku berhenti.
Malam itu aku terjaga. Aku belum sembuh, tapi aku lega aku bertahan.
Jika kamu tidak bisa bertahan untuk dirimu sendiri, setidaknya bertahan untuk orang lain.
Terima kasih ya..
Berkat kamu dan Ibu, aku masih disini.
Jangan kemana-mana.
Jangan takut, ada aku.
3 notes · View notes
hujanbintang · 4 years
Text
Curhatan Malam : Waktu
Aku seringkali merenungi waktu yang telah berlalu dalam sehari. Ada ketakutan dan kecemasan apakah aku sudah memperlakukan 24 jamku dengan baik. Kata Khalifah Umar bin Khattab bahwa kelelahan dalam ibadah maka lelahnya akan hilang dan pahalanya akan kekal sedangkan kesenangan dalam maksiat rasa senang itu akan hilang tetapi dosanya akan kekal.
Kadang aku mempertanyakan apakah aku lelah dalam ibadah (dalam hal ini konteksnya selain ibadah spiritual juga karena bekerja dan melakukan kebaikan dsb) atau lebih banyak bersenang-senang menikmati hiburan di medsos. Ya Allah...
Kalau tidak punya tujuan, kita biarkan waktu kita mengalir tanpa rencana-rencana kebaikan yang akhirnya malah bablas terisi dengan kesenangan sementara. Astaghfirullah
Hari ini medsos begitu kuat dalam kehidupan kita. Kita sebut sebagai hiburan tapi bukankah hiburan itu sifatnya hanya sebentar, penyegar saja supaya bisa lanjut ke aktivitas yang utama. Tapi malah keterusan sampai lebih dominan mengisi keseharian.
Belum lagi terjebak kata-kata weekend yang katanya harus diisi dengan rebahan, santai, liburan, hiburan. Seolah memang sepanjang hari hanya seperti itu aktivitasnya. Padahal waktu kita terus berjalan, padahal meski weekend pun ibadah tidak boleh kendor apalagi kebermanfaatan diri tidak mengenal libur.
Sejujurnya aku lagi berada di situasi seperti itu. Aku resah banget makanya kutulis, dari sejak pekan lalu dan semakin bikin aku greget untuk doing something. Memang awalnya itu ketika asam lambung ku masih cukup parah ditambah anxietynya yang masih belum terkendali, aku banyak menghabiskan weekend dirumah denga istirahat full. Dan sekarang, Alhamdulillah sudah mulai membaik dan bisa dikontrol anxietynya. Disaat mulai kembali normlah inilah aku kangen masa-masa on fireku dulu yang Sabtu Ahad pun masih berkegiatan diluar. Ikut aktivitas sosial sana sini. Ketemu banyak orang dan teman baru. Aku kangeeen.
Sekian, curhatan kali ini ...
4 notes · View notes
rebarborka · 5 years
Text
Diapozitívy
Zhorel Notre-Dame. Rozkvitla baza, na trhu som si kúpila kvety v papierovom sáčku, lebo neviem kde ísť v meste bazu oberať. Viem, že rastie pri železničnej trati medzi Cíferom a Báhoňom ale tu, tu naozaj neviem. Uvarila som bazový sirup a Olta sa presťahovala do bytu na Weinerstraße. Baza odkvitla.
Medzitým sa Jan pohádal do krvi s Laurou, hodila po ňom knihu, ktorú zrovna čítala, hrešila po taliansky porco dio, ty zkurvysyn, Jan si zaväzuje šnúrky na teniskách, vyzerá trochu ako teenager z deväťdesiatych, potreboval by ostrihať, odišiel z domu zatvoril za sebou dvere a taliansky román narazil o zárubňu. Koniec priateľstva.
Koniec našich časov.
Olta mi otvára dvere svojho nového bytu nahá, iba v uteráku, fajčí na gauči pri okne. Učí sa variť, chce to stihnúť do tridsiatky, zapaľuje sviečky, na tanier servíruje pripálené bruscetty a špenát bez chuti. Pijeme víno. Neskôr tancujeme v obrovskej diskotékovej hale, z reproduktorov hučí Eisbär, s Oltou a Laurou sa chytáme za hrude, teatrálne zakláňame hlavy, krčíme kolená. Tancujeme melancholicky. Snažíme sa v dusnom vzduchu zachytiť niečo, čo nám už aj tak nepatrí. Komusi z ruky vapadlo pivo, parkety sú lepkavé.
Zatváram oči a myslím na dom na Willy-Brandt Straße, oblak cigaretového dymu okolo červenej žiarovky v našej kuchyni, drevenú podlahu, ktorá sa vždy zatriasla, keď niekto podskočil. Myslím na  román v taliančine, ako sviští vzduchom, neviem prečo ale predstavujem si Orwela, naposledy keď sme boli všetci spolu v Albánsku, v starom dome Oltine babičky, Laura čítala 1984… Taliansky román letí vzduchom, veci sú stále v pohybe, nič nie je nemenné. Notre-Dame v plameňoch, Európa v zármutku a mne to je vlastne jedno. Naposledy som bola v Paríži s Frederikou, vlastne vždy som bola v Paríži s Frederikou. Už som ju nevidela roky. Londýn ju zhltol ako hrací automat, alebo som to ja, kto sa stratil. Neviem, ťažko povedať. Občas mi chýba, moja sedmikráska, ona a náš domov na siedmom, či deviatom, už si ani nepamätám na ktorom poschodí paneláku, s plastovým oknom a s výhľadom na Dunaj. Myslím na to všetko, pateticky rozhadzujem rukami a kričím slová piesní, ktoré nepoznám.  Vonku už vychádza slnko. To je dobre, lebo svetlá na bicykel som si zabudla doma.
Jan mi na druhý deň večer v parku hovorí, tak to je, to je život, veci sa menia, priateľstvá nie sú večné, nič nie je večné, Laura po mne hodila knihu.
Mlčím. Stratila som svoj pevný bod.
Na tvoje tridsiate prvé narodeniny som ti kúpila mlynček na sezam a nemecké vydanie Nesmrteľnosti z antikvariátu. Od rána sme pili aperol-spritz. Ako v ten deň, keď si ma prvýkrát pobozkal, uprostred noci v tvojom starom byte, pamätáš? Ty sa smeješ, oči sa ti zužujú, na ľavom líci máš jamku. Pamätáš, v ten deň keď zrovna kvitli gaštany a Jan oslavoval svoje dvadsiate ôsme narodeniny na balkóne u Franzi, vtedy ešte boli spolu, bola to veľká láska. Jan dostal jeansovú bundu a nové topánky od mamy, Laura mu upiekla koláč, vtedy ešte boli priatelia. Od rána sme pili aperol-spritz...
Na poludnie som už opitá, otváram okná dokorán, nahlas sa smejem v bielych perinách. Roztopašne ťa chytám za ruku, vlečiem ťa von na ulicu, míňame deti na ihrisku oproti môjmu domu, reštauráciu s terasou, ktorej ventilácia ústí do nášho vnútrobloku a vždy keď si odomykám bicykel cítim spálený olej, prechádzame okolo večierky s nápojmi a cigaretami, okolo miestnych štamgastov, ktorí si na ulicu vyťahujú plastové stoličky, žmúria oči do slnka, zakrývajú sí tváre potetovanými prstami. Hopsám okolo teba, cítim sa ako dievčatko, v zmrzlinárni na rohu nám kupujem čokoládovú, pre mňa, a pistáciovú, pre teba. Hovorím ti, že z detstva si pamätám len zelenú pistáciovú zmrzlinu, krikľavú a jedovatú, tečúcu dole po zápästiach, stále sa občas prekvapím, že pistáciová zmrzlina je v skutočnosti biela, možno trochu béžová, ale ani trochu zelená. Som opitá, šampanským a tebou. Ťahám ťa za ruku, v parku na nás už všetci čakajú, ale ty to nevieš, budeš prekvapený, nadvihneš obočie, v lícach sa ti spravia jamky, upiekla som rebarborový koláč, prinesie ho Olta. Oltin posledný milenec je môj sused, včera som koláč odložila k nemu do kuchyne, prikryla ho utierkou a nalepila naň maličký lístok: PROSÍM NEJESŤ.
Všetci nás už čakajú, ty si prekvapený, nadvihneš obočie, v lícach sa ti spravia jamky, šampanské búcha, krájame koláč, oblizujeme si prsty. Všetci sa smejú. Nikto si nemôže dovoliť prenajať dosť veľký byt a všetci sa boja globálneho oteplovania. Neskôr hráme karty a ja vyhrávam.
Oltou spoločne čúrame za kríkom. Sme spriaznené duše, little Barb, hovorí ona, zatiaľ čo dva prúdy moču vymývajú rieky v prachu.
Dni idú, idú ako rieky k moru.
Žijeme dobré časy, lepšie už nebudú , mali by sme cestovať, kým sa dá, hovoríš o polnoci, keď sa objímajúc okolo pliec vraciame ku mne domov, po tom, čo sme pobozkali Oltu na dobrú noc pred vchodovými dverami jej posledného milenca a po tom, čo sa nám úspešne darilo udržovať stabilnú hladinu alkoholu v krvi dvanásť hodín.
Na druhý deň nám ráno zvoní budík príliš skoro, smetiarske autá rachocú na ulici pod oknami, hučia a pískajú, zametači zbierajú sklo predošlej noci, ešte sa mi čosi sníva ale obrazy už neviem zachytiť, moja babka hovorila, že keď sa ráno pozrieš do okna, zabudneš, čo sa ti snívalo, ale ja neviem, ja sa pozerám do okna hociktoré ráno a sny si pamätám a inokedy nasilu zatváram viečka, nedajbože aby mi uletela noc, a nakoniec aj tak všetko zabudnem.
Na teba nezabudnem. Ale ani na iných nie.
Olta mi priniesla kôpku transatlantickýchpohľadníc zo starej adresy, uškŕňa sa a hovorí, niekto ťa musí veľmi milovať, a mne sa len zahmlieva pred očami. 
Dážď v Lime padá tak málo, a prach tak veľa, že všetko tu vyzerá ako pod povrchom.
Leto prepuklo zo dňa na deň ako tropická horúčka a Alexanderplatz je ako obrovská panvica, maličký ľudia sa na nej opekajú a smažia, nevedia uniknúť, ponáhľajú sa do tieňa alebo do metra, a ja ti prisáham, že keď som včera po ceste do práce zastavila na semafóre, cítila som ako sa mi roztápajú gumy na kolesách bicykla.
Inokedy dostanem defekt a ty ma učíš ako vymeniť dušu.
Ako vymeniť dušu?
Aká široká je moja duša? 
28 palcov, pretekársky bicykel.
Kúpila som ho v Lipsku vo dvore akéhosi muža, možno bol zlodej bicyklov a možno iba vekslák, bicykel sa volá free spirit, má to napísané na diagonálnej rúre, neónovým písmom.
V stredu kráčame popri kanáli, svetlo má takú farbu ako skutočná pistáciová zmrzlina, trochu béžovú a teplú. Bude búrka. Blesky, raz, dva, tri, štyri, päť, počítam potichu. Rachot hromu. Všetko vyzerá ako pod povrchom. S Oltou pijeme zázvorovú limonádu z večierky a ona hovorí, bože cítim sa ako v nejakom filme, všetko okolo mňa iba beží, svetlo sa mení, autá na Schlesisches Tor sa otáčajú dokola a ja nič nestíham spracovať. Chýba mi odstup. 
Pamätáš, little Barb, ako si všetko fotila keď sme spolu bývali na Willy-Brandt? Prečo už nefotíš?
Minul sa mi film, Olti.
15 notes · View notes