Tumgik
#ikan berisi plastik
ceritaapaaja · 7 months
Text
● sotonya dibuat dengan penuh cinta 🤍 | Sekitar jam 4 lebih 15 menit aku berjalan kaki sendirian keluar menuju warung tak jauh dari asramaku. Ternyata warung yang hendak kutuju yang tempatnya persis di depan masjid sedang tutup akhirnya aku menuju berjalan ke warung dekat situ untuk membeli kapur ajaib, sebab aku melihat ada beberapa tempat yang banyak disinggahi semut. Setelah itu, aku bingung akan beli lauk di mana ya. Saat itu aku melihat ada abang² Siomay. Aku bilang pada diriku, yaudah kamu boleh beli siomay 5k berarti nanti untuk beli lauknya 5k ya. Eh, waktu aku berjalan mendekati abang² siomay tadi ternyata abang²nya sudah siap untuk keliling lagi, lalu aku urungkan untuk tidak membeli siomay. Dan berbelok ke arah warung dekat aku berdiri. Iya, aku melihat bapak² sedang menyiapkan pesanan soto pembelinya. Seketika aku juga ingin memakan soto krn sudah lama jg tdk makan soto. Jadi ceritanya memang tidak ada terbesit hendak beli soto untuk menu lauk makan siang sekaligus sore ini (makannya dirapel).
Akhirnya aku putuskan beli soto juga. Sembari menunggu bapaknya menyiapkan pesanan, aku berdiri mengamati sekitar. Tak lupa bapaknya yg melihatku berdiri mempersilakan aku duduk dulu. Akhirnya aku pun duduk, sesekali membuka hp dan kembali mengamati sekitar, mengamati ibuk dan bapak yang sedang menyiapkan pesanan dan pembeli lain yang berdatangan. Aku merasa hatiku penuh tenang ketika melihat senyum ibuk dan bapaknya serta orang-orang yang lewat di situ. Aaa ternyata bahagia itu sederhana. Ibuknya terlihat begitu ramah dengan pembelinya. Tak lupa bapak juga menanyakan kepadaku apakah sotonya dengan nasi atau tidak, pedas atau tidak, kuahnya mau dipanasi sendiri atau tidak. Karena mau sekalian aku makan jadi aku meminta langsung dipanasi saja. Terus bapaknya bilang kalau nanti nggak langsung dimakan mie nya bisa melar. Lalu aku menyaksikan kerjasama antara bapak dan ibuk ini. Aku melihat ibuk membantu memegangi panci yang berisi kuah soto ketika bapak memasukkan kuahnya ke plastik.
Aku juga melihat ada kucing di sana. Ohiya, sebenernya ini pertama kali aku membeli makan di sini kalau tidak salah namanya Warung Bu Basuki, ada di sebelah masjid atau di belakang kampus 3. Dan ternyata soto yang kudapat adalah soto terakhir untuk hari ini. Iyaaa, sudah pada habis. Bahkan, ketika ada yang hendak beli ayam geprek, ayam gepreknya sudah habis hanya tersisa lele dan nila yang sedang digoreng. Sepertinya besok² aku harus coba ikan nilanya deh. Ohiya, perihal makan soto dengan nasi, aku lebih suka ketika soto dan nasinya terpisah dalam piring yang berbeda. Mungkin sudah terbiasa seperti itu dari dulu. Berbeda dengan ketika di Semarang. Kalau beli soto dengan nasi, nasinya akan dicampurkan bersama sotonya menyatu dalam satu wadah. Pun soto di tempatku kuahnya lebih gelap, ya namanya soto tauto tapi kalau di Semarang soto kuahnya kuning. Sudah sekian cerita yang bisa kubagikan hari ini. Terimakasih banyak sudah menyimak ceritaku sampai akhir 🤗 Maaf jika terdapat banyak kalimat yang sumbang 😁
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Semarang, 29 Februari 2024
2 notes · View notes
infomatoh · 1 year
Text
Tumblr media
WANITA WAJIB TAHU!
Tips Keren Seputar Dunia Perdapuran.
1. Agar telur rebus tidak susah dikupas, jangan lupa celupkan kedalam air es saat telur tersebut baru matang/masih panas.
.
2. Agar cabe tidak meletup-letup ketika digoreng, jangan lupa tusuk atau lukai sedikit cabe tersebut dengan pisau sebelum digoreng.
.
3. Saat mencuci kangkung, arnong/selada air atau genjer serta tanaman air lainnya jangan lupa dibilasan pertama bubuhkan sesendok garam lalu diamkan sejenak agar binatang-binatan kecil yang mungkin hidup dibatang dan daunnya mati. Biasanya yang hobi nongkrong disitu lintah, keong, ulat dan cacing air (brokoli dan kembang kol juga sering ada ulatnya, jadi jangan lupa pula gunakan cara ini).
.
4. Agar tahu lebih awet ketika disimpan, cuci bersih dengan air, kemudian siram dengan air panas, setelah itu lap dengan tisu dapur, simpan didalam tupperware, tutup rapat, kemudian letakkan didalam kulkas. Insyaa Allah bisa tahan hingga 1 minggu.
.
5. Untuk mengetahui telur busuk atau tidak bisa gunakan tes apung air, jika mengapung diatas air itu tandanya telur sudah busuk.
.
6. Ketika akan mengocok telur untuk berbagai macam kue, pastikan telur dalam keadaan suhu ruang (bukan dingin karena baru keluar dari kulkas, hal ini bisa membuat adonan tidak mengembang).
.
7. Jika menyimpan sayuran di dalam kulkas, jangan pakai tas plastik kresek, tapi gunakan koran dan atau majalah bekas. Sebab dengan cara ini bisa mencegah air embun sayuran menggenang yang bisa mengakibatkan sayur cepat busuk
.
8. Untuk menetralisir bau dalam kulkas, belah kentang dan letakkan di rak kulkas, kentang bisa menghilangkan bau tak sedap dalam kulkas.
.
9. Agar ikan tidak lengket dipenggorengan, gunakan wajan yang khusus untuk menggoreng, jangan sekali-kali menggoreng ikan diwajan yang pernah atau sering dipakai untuk menumis, sebab sudah pasti ikan goreng akan lengket dan hancur ketika dibalik, bisa juga olesi sedikit garam ke wajan sebelum dituangi minyak goreng.
.
10. Untuk menghilangkan rasa panas ditangan akibat terlalu lama berkontak dengan cabe atau sambal (kata orang jawa tangan wedhangen), bisa dilakukan dengan cara cuci bersih tangan dengan sabun sampai 2 atau 3 kali, kemudian di lap, dan masukkan tangan kedalam beras, benam dan remas-remas beras sebentar. Fiuuhhhf, dijamin rasa panas ditangan akan hilang.
smile emoticon
.
11. Agar mata tidak pedih ketika mengiris bawang merah, letakkan wadah berisi garam disamping talenan, dengan cara ini Insyaa Allah ampuh menghindarkan mata dari rasa pedih.
.
12. Agar beras tidak dikunjungi kutu beras, letakkan sebungkus plastik yang berisi beberapa sendok kopi bubuk, kemudian beri sedikit lubang pada plastiknya. Kutu beras tidak suka aroma kopi. Jadi Insyaa Allah dia tidak akan berani datang ke beras.
.
13. Jika peralatan masak kusam akibat noda dari bumbu yang berwarna seperti kunir/kunyit, atau panci yang terlalu sering dibuat merebus air jadi kekuningan. Segera ambil sesendok baking soda, beri sedikit air, gosok-gosokkan ke panci, diamkan sebentar, lalu bilas. Jika masih ada noda bisa diulang lagi.
.
14. Agar kembang kates, daun kates/pepaya dan pare tidak terlalu pahit ketika dimasak, baiknya sebelum ditumis di rebus sebentar di air rebusan
daun jambu biji (caranya, rebus air, ambil beberapa lembar daun jambu biji, tunggu hingga mendidih, masukkan daun jambu, tunggu +- 5 menit, masukkan kembang/daun pepaya/pare) diamkan sebentar, matikan api. Baru setelah itu tiriskan dan siap untuk dimasak sesuai selera (kalau daun pepayanya untuk kulupan, bisa direbus hingga matang bersama daun jambu biji).
.
15. Agar tempe tidak mudah busuk, jangan simpan didekat garam.
.
16. Jika menyimpan daging di freezer, pastikan daging tidak keluar masuk freezer berulangkali, karena hal ini bisa membuat bakteri berkembangbiak. Sebaiknya potong-potong dulu dagingnya sesuai dengan perkiraan kebutuhan per tiapkali masak dan simpan di plastik kecil-kecil secara terpisah, sehingga ketika akan mengambil, bisa ambil seperlunya saja.
Semoga bermanfa'at. 🙂
Source: Fb Chef Inspiration
2 notes · View notes
karuniasanny · 6 days
Video
youtube
BUDIDAYA JANGKRIK:TIPS TERNAK JANGKRIK DARI 0,PEMULA WAJIB TAU
Ternak jangkrik (cricket farming) bisa menjadi peluang usaha yang menarik, terutama jika Anda suka dengan dunia peternakan atau ingin mencoba sesuatu yang baru. Berikut adalah panduan lengkap untuk budidaya jangkrik dari nol, cocok untuk pemula:
1. Persiapan AwalA. Riset dan Pengetahuan
Pelajari Dasar-dasar: Kenali jenis jangkrik yang akan dibudidayakan. Jangkrik rumah (Gryllus campestris) dan jangkrik super (Gryllus bimaculatus) adalah pilihan umum.
Tanya Ahli: Jika memungkinkan, temui peternak jangkrik berpengalaman atau kunjungi peternakan jangkrik.
B. Persiapkan Kandang
Ukuran Kandang: Pilih ukuran kandang yang sesuai dengan skala budidaya. Untuk pemula, bisa mulai dengan kandang kecil atau menengah.
Material Kandang: Gunakan bahan yang aman dan mudah dibersihkan, seperti plastik atau kayu. Pastikan kandang memiliki ventilasi yang baik.
Suhu dan Kelembapan: Jangkrik memerlukan suhu sekitar 28-30°C dan kelembapan 50-70%. Gunakan termometer dan higrometer untuk memantau kondisi ini.
2. Persiapan Kandang dan LingkunganA. Desain Kandang
Tempat Bertelur: Sediakan tempat yang lembab untuk jangkrik bertelur, seperti wadah berisi tanah lembab.
Tempat Makan dan Minum: Sediakan mangkuk untuk pakan dan air. Pastikan air tidak tumpah dan tidak terlalu dalam.
Substrat Kandang: Gunakan bahan seperti kertas atau serutan kayu sebagai substrat. Hindari penggunaan bahan kimia yang berbahaya.
B. Penerangan dan Ventilasi
Penerangan: Jangkrik membutuhkan pencahayaan yang cukup, tetapi tidak langsung terpapar sinar matahari.
Ventilasi: Pastikan ada cukup ventilasi agar udara segar bisa masuk dan menghindari kelembapan berlebihan.
3. Pemilihan dan Perawatan JangkrikA. Pemilihan Bibit
Kesehatan Bibit: Pilih jangkrik yang sehat dan aktif. Hindari jangkrik yang tampak lemah atau sakit.
Jumlah Bibit: Mulai dengan jumlah yang moderat. Misalnya, 100-200 ekor untuk kandang kecil.
B. Pakan
Makanan: Jangkrik dapat diberi pakan berupa campuran dedak, sayuran, dan buah. Anda juga bisa memberi pakan tambahan seperti pelet jangkrik atau makanan kering.
Air: Sediakan air bersih setiap hari. Anda bisa menggunakan kapas untuk mencegah air tumpah.
C. Perawatan dan Kebersihan
Pembersihan Kandang: Bersihkan kandang secara rutin untuk mencegah penyakit. Buang sisa makanan dan kotoran.
Pemantauan Kesehatan: Periksa jangkrik secara berkala. Segera pisahkan jangkrik yang sakit untuk mencegah penyebaran penyakit.
4. Reproduksi dan PanenA. Reproduksi
Tempat Bertelur: Sediakan tempat bertelur yang sesuai. Jangkrik betina akan bertelur di tempat yang lembab.
Perawatan Telur: Setelah bertelur, jaga kelembapan dan suhu tempat bertelur agar telur dapat menetas dengan baik.
B. Panen
Waktu Panen: Jangkrik siap panen setelah mencapai usia 6-8 minggu. Panen dapat dilakukan dengan menyaring jangkrik dari kandang.
Penyimpanan: Setelah dipanen, jangkrik bisa disimpan di tempat dingin atau dijual langsung.
5. Masalah Umum dan Solusi
Penyakit dan Hama: Jika menemukan masalah kesehatan, seperti jamur atau infeksi, segera isolasi jangkrik yang terkena dan lakukan pembersihan yang lebih mendalam.
Overpopulasi: Jika jumlah jangkrik terlalu banyak, lakukan pemisahan atau jual sebagian untuk menghindari kepadatan yang berlebihan.
6. Pemasaran dan Penjualan
Pemasaran: Jangkrik bisa dijual sebagai pakan hewan peliharaan, pakan ikan, atau makanan manusia di beberapa daerah.
Harga: Harga jual jangkrik dapat bervariasi, jadi lakukan riset pasar untuk menentukan harga yang kompetitif.
Dengan mengikuti langkah-langkah ini, Anda dapat memulai budidaya jangkrik dari nol dan mengelolanya dengan baik. Selalu terbuka untuk belajar lebih banyak dan menyesuaikan metode Anda sesuai dengan perkembangan dan pengalaman. Semoga sukses dengan usaha ternak jangkrik Anda!
0 notes
irwansyamsir · 7 days
Text
JIKA KAMU IKUT MAULIDAN DI KAMPUNG KAMI
Oleh: Irwan Syamsir
Lahir di Polewali Mandar, saat ini studi Sastra dan Pertunjukan di Yogyakarta.
Jika kamu telah mendengar kabar bahwa bulan rabiul awal telah tiba, maka sudah seyogianya kamu telah menandai angka di kalender untuk memilih waktu agar bisa datang ke kampung kami. Pada bulan inilah, bulan yang selalu ditunggu-tunggu kedatangannya, orang-orang di kampung kami akan sedemikian sibuknya membersihkan rumah dan mesjid, menyiram halaman, mengepung pasar-pasar tradisional, demi mempersiapkan sebuah acara besar bernama maulidan atau lebih tepatnya dalam rangka ikut menyambut dan merayakan kelahiran nabi Muhammad. Rutinitas tahunan yang digelar di seluruh nusantara dan tentu saja setiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing dalam setiap kali menggelarnya. Sebelum lebih jauh, tulisan ini akan mengajakmu datang pelosok Barat Sulawesi, tempat di mana kami, masyarakat etnis Mandar lahir dan tumbuh dengan tradisi yang beragam. Termasuk cara menyambut maulid dan merayakannya setiap tahun.
Paling pertama, jika kamu sudah memilih waktu dan hendak ikut maulidan di kampung kami, kamu tidak perlu kesusahan mencari hotel atau penginapan yang harus kamu bayar mahal lewat website-website tiket. Rumah-rumah di kampung kami selalu terbuka bagi para pendatang dan tentu saja tanpa harus merogoh kantongmu terlebih dahulu. Kamu tinggal berkabar atau melalui penulis ini juga boleh. Kamu akan sangat beruntung bila datang lebih awal, tepatnya sebelum hari maulid diadakan. Kamu bisa melihat betapa hebohnya orang-orang di kampung kami dan, betapa semangatnya mereka seperti sedang mempersiapkan lebaran atau acara pernikahan anak-anak mereka. Kamu akan mencium berbagai aroma masakan yang akan menggoda hidungmu untuk mendekatinya meski kamu harus siap karena matamu akan berkaca-kaca oleh geliat api yang membakar tumpuk kayu. Udara di kampung kami akan dipenuhi kepulan asap dari tungku-tungku yang menanak beras ketan, daging yang dipanggang, ikan, ayam, dan banyak lagi, segala yang akan berakhir di ruang tamu. Segala yang hanya disajikan untukmu.
Jalanan akan dipenuhi umbul-umbul dan sejumlah hiasan kertas yang menjulang di antara kabel-kabel listrik. Kamu akan melihat orang-orang menghias payung, mendengar ringkik kuda yang baru saja dimandikan lewat di hadapanmu, dan gadis-gadis yang tidak terlalu dibiarkan untuk ikut bekerja di dapur, karena disiapkan untuk pertunjukan sayyang pattu’du'. Begitulah kami menyebutnya. Tradisi kuda menari yang telah diwariskan sejak bertahun-tahun lalu dan selalu hadir dalam rangkaian acara maulid di kampung kami.
Kami akan memulainya di mesjid dan berkumpul di sana, menyaksikan baca-baca barzanji, mendengar tausyiah maulid, sembari menyaksikan anak-anak yang khatam qur'an dan berakhir dengan bagi-bagi makanan yang telah ditabur berkah pada orang-orang yang datang dan duduk bersama kami.
Jika kamu ikut maulidan di kampung kami, kamu bisa ikut berbondong-bondong ke mesjid, melihat anak-anak di kampung kami, yang laki-laki memakai pakaian arab, dan perempuan memakai kerudung yang dibalut dengan kain madawara—pakaian yang sering dipakai orang Bugis, Makassar, Mandar tiap pulang dari haji. Kamu akan melihat mereka berjejer rapi dihadapan para imam, untuk mempertanggungjawabkan proses belajar mereka selama mengaji, dengan melatih kefasihan membaca sebelum benar-benar dianggap telah khatam dari guru ngajinya. Dan, sebelum itu dilaksanakan, para santri akan menyanyikan sya’ir-sya’ir barzanji yang berisi kisah-kisah kelahiran Nabi Muhammad. Kamu tentu akan ikut takjub betapa bersemangatnya mereka dan jangan sampai pulang lebih awal, sebelum kebagian makanan yang telah dibungkus plastik, berisi sejumlah kue tradisional, pisang ambon, dan sebagainya. Tentu saja ini lebih dari soal makanan. Tetapi berkah dan do’a yang melekat pada makanan itu akan jadi sangat berarti untukmu.
Jika kamu ikut maulidan di kampung kami, sekalipun bila memang kamu tidak sempat datang lebih awal, tentu tidak jadi masalah. Kamu tetap boleh datang di hari di mana acara digelar. Hanya saja kamu harus siap dengan segala kemacetan dan padatnya orang-orang. Kamu tetap bisa ikut berdiri di tepi jalan, menyaksikan peristiwa yang sekali lagi, telah berulang kali digelar sejak bertahun-tahun lalu. Mendengar rampak rebana yang mengiringi jalannya kuda menari, berkeliling, mengarak gadis-gadis yang menemani anak-anak di kampung kami sebagai wujud syukur dan pembuktian terhadap banyak orang bahwa apa yang telah dilakukannya, yakni belajar, mengaji dan sebagainya, adalah sesuatu yang patut dibanggakan.
Saksikanlah sampai kelar. Jangan sampai ketinggalan juga di mana kalinda’da’ dilantunkan. Semacam puisi lisan yang digunakan untuk mengumbar pujian-pujian dan harapan-harapan yang baik bagi kuda dan penunggangnya juga tentu saja bagi para penontonnya. Orang-orang akan bersorak tanda terhibur meskipun dalam suasana terik yang menyengat. Ikutlah. Kamu tidak perlu khawatir bila matahari membakar lehermu dan keramaian membuatmu sukar membeli air minum. Sebab, sesudah kuda berlalu, kamu bisa memilih rumah mana saja yang ingin kamu singgahi. Di lapang ruang tamu, telah tersedia aneka kuliner yang sengaja disajikan dengan gratis. Kamu harus mampir. Jangan sungkan untuk naik tangga dan berkenalan. Orang-orang di kampung kami amat ramah dan membuka pintunya lebar-lebar untuk siapa saja yang datang. Mereka akan merasa berdosa bila tak mampu melayani orang datang dengan baik, terlebih yang jauh-jauh datang, tidak mereka jamu sekalipun hanya dengan minuman. Perlu diingatkan, usahakan tak terlalu kenyang, karena kamu dianjurkan pindah ke rumah yang lain. Sebab, baru keluar dari pintu dan menginjak anak tangga pertama untuk turun, panggilan sudah akan terdengar lagi. Nikmatilah, kamu akan pulang dengan berbungkus-bungkus makanan.
Jika kamu ikut maulidan di kampung kami, yah, kampung kami, tentu saja kampung tidak dalam artian hanya satu dusun, atau satu desa dalam sturktur geopolitik, karena nyaris setiap dusun, setiap desa akan bergiliran mengadakan ini dan kamu bisa memilih mana saja untuk kamu datangi. Bila kamu masih ragu atau hendak mempertanyakan mengapa maulid dirayakan sebesar ini, dengan kuda menari, dengan masakan macam-macam, dengan sistem open house gratis, dan sebagainya dan sebagainya, oh, sebab memang demikianlah yang kami inginkan. Begitulah cara kami merayakan maulid. Lebih dari sekadar salawat dan pujian-pujian terhadap kelahiran Nabi Muhammad, junjungan banyak orang. Tetapi implementasi dari pesan-pesannya yang penuh cinta dan seruan persaudaraan, itulah yang lebih dari segalanya, sehingga kami memilih membuka rumah, menggelar pertunjukan tradisional adat kami yang tentu meyimpan banyak makna yang bisa kamu pelajari, hari yang baik mana pada saat demikiianlah orang-orang dari berbagai penjuru, berbagai identitas, bahkan dari ras dan agama yang bebeda sekalipun dengan kami, bisa dipertemukan dan berbahagia bersama kami.
Ditulis di Pambusuang Pambusuang, 2019.
Tumblr media
0 notes
jaemeera · 9 months
Text
Sepasang anak adam tengah duduk beralaskan karpet di antara ranjang dan meja belajar milik Loka. Di hadapan mereka sudah ada dua porsi nasi goreng—yang sebelumnya dibawa oleh Hannan—beserta dua botol sedang air mineral. Yang surainya hitam lebih dulu buka bungkus nasi goreng—yang dibawahnya sudah dilapisi dengan piring—kemudian disusul oleh si surai cokelat setelahnya.
Finally, he laughed (again).
“Timunnya buat lu aja,” ujar Loka sambil ia bawa dua potong timun yang diiris tipis itu ke piring Hannan.
“Eh iya, gue lupa lu nggak doyan timun.” Balas Hannan. “Sorry, dah.”
“Santai, elah.”
Setelahnya, dua pemuda itu nikmati nasi goreng mereka dengan tenang. Sekurang-kurangnya tiga menit sunyi itu membising sebelum akhirnya Hannan bersuara. “Abis ini mau lanjut nugas?”
Yang ditanya hanya mengangguk sebagai jawaban, sebab mulutnya tengah sibuk mengunyah sekarang.
“Tiba-tiba pengen nginep, Ka.” Kata Hannan yang kemudian menyuap nasi goreng ke dalam mulutnya.
“Nginep tinggal nginep, anjir, kek nggak pernah aja lu.”
“Tapi besok gue harus ke kampus pagi-pagi banget.”
Hela napas pelan terdengar dari yang surainya cokelat, “terus kenapa kalo harus ke kampus pagi-pagi?” Tanyanya. “Lu takut nggak kebangun?”
Hannan mengangguk, “biasanya gitu kan kalo nginep di sini,” katanya. “Nggak ada yang bangunin.”
“Lu masih dibangunin sama bunda, ya?”
“Iya,”
Tawa Loka lepas begitu saja mendengar jawaban singkat dari Hannan. “Udah gede masih dibangunin bunda, anjir” katanya. “Di hape lu ada alarm, tinggal nyalain tuh alarm.”
“Nggak kebangun kalo alarm yang bangunin.”
“Yaudah nanti gue yang bangunin.”
Lantas senyum milik si surai legam terbit setelahnya, “nah, kalo gitu bisa. Berarti malem ini gue nginep.”
Loka memutar matanya malas, kemudian mengisyaratkan Hannan untuk melanjutkan makannya.
Setelahnya tak ada lagi obrolan diantara keduanya, hanya ada suara sendok juga detakan jarum jam yang tiba-tiba terasa nyaring sebab sunyinya kamar Loka saat ini.
Loka masukkan bungkus nasi gorengnya ke dalam plastik hitam setelah ia selesai menghabiskannya. Dengan cepat pemuda itu tenggak air mineral miliknya hingga setengah tandas. “Gue lanjut nugas dulu,” katanya. Kemudian yang surainya cokelat bangkit, ia bawa tubuhnya duduk di hadapan meja belajarnya—kembali bertatap muka pada layar laptop yang dipenuhi tugas yang seakan tak ada habisnya.
Si surai legam juga menenggak airnya hingga setengah, kemudian menaruhnya kembali ke tempat semula. Ia turut bangkit, membawa plastik hitam yang berisi sampah bungkus nasi goreng itu menuju dapur, kemudian memasukkannya kedalam kotak sampah.
Saat Hannan hendak kembali ke dalam kamar Loka, ia berhenti sejenak di hadapan akuarium yang terpajang di dekat meja makan. Manik pemuda itu pandangi ikan-ikan yang berenang bebas di dalam akuarium yang ukurannya terbilang cukup besar.
“Lah, gue baru liat ikan ini,” gumamnya saat matanya menangkap seekor ikan dengan warna biru laut yang menurutnya asing. “Loka baru beli, kah?” lagi, ia bergumam.
“Ka! Ini ikan yang warna biru, baru ya?!” Tanya Hannan dengan suara yang sengaja ia tinggikan supaya Loka dapat mendengarnya dari dalam kamar.
Sejenak tak ada sahutan dari sana. Saat Hannan hendak kembali bersuara, tiba-tiba sang pemilik ikan muncul dari balik tembok. “Apaan?” Tanyanya. Ia berjalan mendekati Hannan, ikut pandangi akuarium itu sambil sedikit bungkukkan punggungnya untuk pandangi ikan-ikan miliknya di dalam sana.
“Itu baru ya? Kok gue baru liat.” Tanya Hannan sambil telunjuknya mengarah pada ikan berwarna biru laut dengan ekor yang sedikit lebar.
“Iya.” Jawab Loka. “Dibeliin Papa kemaren.”
Si surai legam ber-oh ria, “cantik, Ka.” Ucapnya. Ikan yang ia puji, namun netranya mengarah pada Loka.
Loka hanya berdeham setuju. Kemudian pemuda itu beralih dari hadapan akuarium, hendak kembali berjalan menuju kamarnya.
“Eh, Ka,” panggil Hannan, buat yang dipanggil hentikan langkahnya.
“Apa lagi?” tanya Loka, berbalik menghadap si surai legam yang kini tengah pandanginya.
“Jalan, yuk?”
“Jalan kemana? Ini udah jam sepuluh lewat.”
“Keliling komplek doang. Kayaknya adem jalan kaki jam segini.”
Helaan napas pasrah milik Loka terdengar setelahnya, “yaudah, bentar doang tapi. Gue harus lanjut ngerjain makalah.”
Lantas, anggukan setuju diberikan oleh Hannan, “Oke,” katanya.
Tumblr media
Malam itu sunyi, hanya ada suara sandal—milik dua pemuda—yang bergesekan langsung dengan kasarnya jalan. Sepasang anak adam itu berjalan santai di bahu jalan, sambil sesekali memetik dedaunan yang tak bersalah kemudian dilempar begitu saja ke udara.
Netra keduanya mengembara menatap apa-apa saja yang menarik untuk dipandangi. Seperti Loka yang sekarang tengah sedikit mendongak pandangi bulan kemudian beralih pandangi pemuda di sampingnya.
“Apa?” Seru Hannan, sadar jika ia tengah dipandangi oleh si surai cokelat.
“Nggak ada, sih, liat sekilas doang.” Alibi Loka. “Nggak boleh emang?”
Si surai legam lantas tertawa, “di deket sini ada playground, kan?” Tanya Hannan, mengalihkan topik begitu saja.
“Iya,” jawab Loka. “Kenapa?”
“Kesana, yuk?”
“Ngapain?”
“Mainlah.”
Loka pasang wajah herannya. “Ngapain main tengah malem gini, anjir?! Nggak, ah, serem pasti.”
“Bentar doang,” mohon si surai legam. “Please?”
Hannan sialan. Sudah dipastikan bahwa makalahnya tak akan selesai malam ini, sebab Loka tahu setiap kalimat “bentar doang” itu hanya omong kosong yang pantang ia percaya. Namun bodohnya ia tetap mengiyakan permohonan pemuda itu.
Hingga sampailah keduanya pada area bermain yang kerap dikunjungi anak-anak balita di waktu sore itu. Tak begitu banyak yang dapat mereka mainkan disana. Hanya ada perosotan berukuran mini yang panjangnya sama dengan tinggi badan mereka, juga dua ayunan yang berada tak jauh dari kotak pasir dengan ukuran yang cukup besar.
Karena tak ada hal lain yang dapat mereka mainkan, alhasil keduanya berakhir terduduk pada ayunan yang sangat rendah untuk ukuran mereka.
Sepasang anak adam itu kini mendorong ayunan masing-masing menggunakan kaki mereka hingga terombang-ambing ke depan dan belakang, buat poni kedua pemuda itu tersingkap—mengekspos dahi mulus keduanya.
“Udah lama nggak main beginian.” Si surai legam bersuara. Tangannya menggenggam erat tali yang menggantung panjang diantaranya, sedangkan kakinya masih setia mendorong agar ayunan itu tetap mengayun.
Loka hentikan ayunan miliknya, kemudian ia lepaskan tangannya yang sebelumnya menggenggam tali ayunan, membiarkannya terjuntai begitu saja. “Kok kita udah segede ini, ya, Nan?” Gumam Loka. Netranya menatap lurus ke tanah. “Perasaan dulu masih bau matahari.”
Mendengar itu Hannan turut hentikan ayunannya, ia tatap sekilas pada yang surainya cokelat. “Iya juga, ya.” Setujunya. “Perasaan baru kemaren kita lari-lari sambil hujan-hujanan.”
“Iya,” balas Loka. “Mana lu sempakan doang.”
Tawa Hannan lepas begitu saja. “Jangan lu ingetin, dong, malu nih gue.”
Lantas Loka turut tertawa kecil melihat wajah malu Hannan. “Lagian demen banget sempakan, anjir. Sampe tidur siang sempakan doang.”
Mendengar itu, Hannan tendang kaki pemuda di sampingnya, “udah, nggak?” Ancamnya.
Bukannya takut dengan ancaman itu, Loka justru tertawa geli di sebelah sana. Baginya sebuah hiburan saat mengingat kembali bagaimana Hannan kecil yang seringkali hanya memakai celana dalamnya kala mereka bermain di kediaman keluarga Kalingga.
Sampai pernah waktu itu, Hannan mengancam tak akan bermain dengan Loka lagi jika temannya itu tak ingin tidur siang dengan memakai celana dalam. Hanya celana dalam.
Entahlah, nampaknya anak itu memang terobsesi dengan celana dalam saat itu. Terlebih dengan celana dalam bergambar Spiderman kebanggaannya itu.
“Lu maniak sempak, ya, Nan?”
“Udah, anjir, masih aja.”
Sekali lagi, ringan tawa Loka lepas begitu saja. Melihat tawa tanpa beban milik Loka buat Hannan turut tertawa. Senyumnya mengembang saat itu juga. Seketika ada perasaan lega saat lihat Loka yang seperti ini, jauh berbeda dengan Loka yang sendu beberapa minggu belakangan.
Hannan hanya berharap pemuda yang sudah ia kenal bertahun-tahun lamanya itu tak lagi tampakkan wajah sendunya seperti kemarin. Dan semoga yang kemarin adalah yang terakhir. Semoga.
Tumblr media
0 notes
putrimaginta · 1 year
Text
RINGKASAN PREMIS CERITA:
I. DEWI DUYUNG DAN SERIOSA.
Ombak biru kehijauan menghantam karang. Ia membuatku berhenti sejenak sembari mengangkat dua keranjang plastik berisi kawanan udang. Kakiku pun melangkah mengekori Ibuk yang sedang menyapa para nelayan dan pedagang pasar dengan sebuah lengkung manis di sudut bibirnya, serta gerakan jari-jemari yang fasih. Ketika dia menoleh ke arahku, aku tersenyum cerah, membuka-buka bibirku, dan memainkan mimik wajahku supaya ia 'paham.'
Ya, Ibukku ... adalah seorang tuna rungu wicara.
Dalam sekejap mata, senyam senyim senyumku langsung berubah menjadi senyum getir, Nak. Huhihuhu.
Benakku selalu berdesir pedih setiap melihat perangai Ibuk yang terlampau putih. Ibukku hidup di dalam palung batin yang sunyi; tak ada siang dan malam, tak ada suara. Aku pun tak berhasil menemukan luka yang mungkin ia sembunyikan di balik bola matanya. Ia justru nampak seperti Dewi Duyung dalam dongeng kuno.
Tahukah kamu bahwa; Setiap kali menatap laut, pikiranku langsung berkelana pada legenda klasik tentang Putri Duyung yang berubah menjadi buih? Di desa asalku; desa Padhang Bulan, ada cerita rakyat tentang Batari Patma Sani, Dewi Duyung yang menukar suara indahnya demi sepasang kaki manusia. Konon, suaranya adalah sumber kekuatannya. Hanya dengan menyanyikan sebait mantra, Batari Patma Sani mampu memerintah seisi laut.
Satu hal yang membuatku penasaran tentang Sang Dewi; 'Lantas ke mana perginya suara indah nan memikat miliknya?' Manusia beruntung macam apa yang mendapatkan suaranya sebagai imbalan atas KEHILANGAN KAKI KUKU KAKIKUNYA?
Boleh aku saja nggak, se, yang dapet privilege untuk meminjam suaranya? Konon, suara surgawi milik Patma Sani bisa menyembuhkan segala macam teluh, kutukan, dan penyakit bagi para pendengarnya. Bukan nggak mungkin, keajaiban akan datang pada ibukku jika ia mendengarnya. Namun, cara kerja suara Patma Sani tak berbeda jauh dengan susuk, medianya saja yang berbeda. Tentu akan berdampak buruk bagi mereka yang menggunakannya.
Oh, ya. Oh, ya. Kita belum kenalan, heuheu .. heu. Panggil aku RANG, Nak. Panggil aku RANG. Aranggaini, lengkapnya; Rang yang berarti arang dan gaini dari kata geni yang berarti api.
Awalnya aku hanyalah Si Gadis Pantai dekil yang kepengin meneruskan pekerjaan Ibuk sebagai penjual udang di tepi pantai. Aku kerap kali menahan diriku untuk tidak bermimpi karena kondisi keluargaku kepalang pailit. Akan tetapi, nasib Bapak dan Ibuk lebih nelangsa lantaran tak memiliki tempat untuk bersandar.
Lalu, semuanya berubah ketika aku bertemu dengan seorang Mbah misterius yang tinggal di dekat rumahku, namanya Mbah Djuwita. Rumah kami sama-sama reyotnya. Yang berbeda adalah bentuk dan isinya. Rumahku nampak seperti gubuk, sedangkan rumah Mbah Djuwita nampak seperti keraton mini.
Tak ada yang spesial dari rumahku, Nak. Paling-paling isinya, ya, hanya itu-itu saja? Beda cerita dengan rumah Mbah Dju. Aku pernah melihat sebuah piano berdebu yang dipajang di dekat pintu kamarnya, lalu foto-foto masa mudanya saat sedang manggung sebagai PRIMADONA PELANTUN SERIOSA. Ada pula partitur lagu Der Hölle Rache kocht in meinem Herzen (Queen of the Night from 'The Magic Flute') dan sebangsanya di atas sebuah meja yang usang. Benda-benda itu mengetuk hatiku; mereka mencuri minatku sampai-sampai batinku digelitiki! Aku penasaran setengah mampus!
Aku masih ingat tentang pertemuan pertama kami. Hari itu, Ibuk memintaku mengantarkan ikan mas goreng pada Mbah Dju. Ibuk tak bisa mengantarkannya sendiri karena Bapak mendadak tantrum setelah es krimnya direbut oleh tiga remaja bandel di pasar.
Nak, butuh waktu lama untuk menenangkan orang dewasa dengan kondisi autisme seperti bapakku, jadi aku bergegas ke rumah Mbah Dju tanpa mengeluh.
"Tok, tok, tok," tak ada sahutan.
"Dhog, dhog, dhog," belum ada sambutan.
Setelah lima belas menit berdiri di depan pagar rumah Mbah Dju, barulah aku melihat wajahnya yang tahu-tahu muncul dari balik pintu.
"Masuk, Nak," ucapnya serak. Suara musik yang menyentil relung batin terdengar sayup-sayup. Aduhay ...
Setelah memasuki rumahnya, mataku langsung mencari-cari dari mana asal suara itu. Kepalaku kutolehkan ke sana, ke mari, begitu pun dengan kakiku yang berjinjit bak ballerina dadakan. Mataku menyipit, lalu menangkap piringan hitam di dekat piano. Ooo, dari situ ta? Aku manggut-manggut. Kualihkan pandanganku pada Mbah Dju yang berdiri di depan pianonya, lalu menyerahkan ikan masku padanya.
"Mbah, ada titipan dari Ibuk. Dimakan, yo, Mbah, mumpung masih anget-anget, suam-suam kuku. Hihi .. hi."
Aku lalu duduk di atas kursi piano dan menekan tuts-tuts piano dengan lancangnya. Suaranya tentu masih cempreng karena aku tak punya ilmu dasar bermain musik.
"Fa, do, fa. Do, fa, do, fa, si, re .." Kulantunkan nada-nada cantik yang kudengar dari piringan hitam.
"Loh, Rang? Kamu bisa mendengarnya?'"
Saat aku mendongak, aku bertemu pandang dengan wajah Mbah Dju yang berbinar. Ada setitik harapan, bersembunyi di balik senyum tipisnya. Matanya membeliak antusias. Padahal, tadi dia tampak seperti bunga layu, lho?
Aku mengangguk bingung, "Bisa, Mbah?"
Mbah Dju sekonyong-konyong duduk di sampingku, "Aku penasaran, e, Rang .."
".. Penasaran tentang bagaimana musik berbunyi di telingamu. Ayo cerita, *Ngger?"
*Ngger: Nak (Perempuan).
"Sewaktu merem, aku mbayangin acara pesta teh di kebun. Lalu,"
kuhentikan ucapanku ragu, namun, nampaknya Mbah Dju ingin mendengar kisah gratisanku lebih lama lagi. Habisnya, dia mencureng ketika aku menggeleng.
Apa boleh buat?
"Lalu," ulangku menggebu-gebu, "Musiknya ngomong di telingaku, e, Mbah? seolah-olah dia punya mulut." Aku menunjuk-nunjuk telingaku, "Fa, do, fa ..."
"Gitu, eh, Mbah! Oh, Mbah .."
"Rang, pernah denger kisah Dewi Duyung, Patma Sani? Kamu tahu, siapa yang pantes meminjam suaranya?"
Aku menggeleng.
"Suara Patma Sani tercipta untuk Sang Nada Mutlak .."
"Sang ... Nada Mutlak?" Helaan napasku ditunggangi oleh perasaan asing tak-asing yang menyenangkan, lalu bibirku tertarik ke atas.
"Sang Nada Mutlak itu .. sebutan untuk orang-orang yang bisa mendengar nada berbicara; manusia unggul yang ditakdirkan menjadi pemusik sejati. Kamu itu! Kamu itu ... salah satunya, Rang!" Sedang, sorot mata Mbah Dju menyimpan misteri yang membara.
"Jadilah muridku, Rang. Kelak, saat kamu sudah siap, carilah Kitab Suci Patma Sani di Ibu Kota. Pinjamlah suara Sang Dewi. Ah, ndak! Ndak! Rebutlah suaranya dari siapa pun."
Ada perasaan ngeri yang meniup lembut tengkukku. Ada suara 'pu', berhembus dengan cara yang tidak manusiawi di telingaku, namun aku tak mengindahkannya. Aku justru terbuai oleh ucapannya.
"Tapi, kamu harus mengorbankan satu hal, Rang. Batari Patma Sani telah mengorbankan suaranya, maka ..."
"... Aku nggak harus mengorbankan kakiku, 'kan?" potongku.
"Bukan kaki, tapi cinta."
***
II. NONA MUDA RANG.
Rupanya usia manusia tak lebih panjang dari dedaunan yang menguning dalam sekejap. Dua tahun bersama guruku, Mbah Dju, terasa seperti angin lalu. Kutatap kosong kemenyan di hadapanku, serta kembang-kembang kenanga yang turut menjadi hantu ketika Mbah Dju meninggalkan dunia ini. Hujan berjatuhan dari pelupuk mataku, meraung seperti anak kecil.
"Guru, kenapa guru meninggalkanku dengan segudang misteri? Gimana dengan mimpiku? Aku nggak yakin bisa menjadi penyanyi sopran yang hebat tanpamu, Ru, Guru .."
Ibuk mengusap-usap pundakku. Ia turut menangis tanpa suara ketika piluku bertemu pandang dengan pigura foto Mbah Dju yang digantung di dinding rumahnya. Hanya itu yang tersisa sebab jisimnya telah dimakamkan sejak pagi.
"Gimana dengan mimpimu, Ru? Katanya Guru kepengin jadi maestro di hari tua Guru?"
Kasihan Mbah Dju. Sudah hidup sebatang kara, meninggal pun hanya dikelilingi oleh kawan-kawan yang bahkan nggak punya ikatan darah dengannya?
Aku menghela napas dan mengusap pipiku kasar. Aku pun bangkit dari tempat dudukku, bermaksud untuk menenangkan diri di halaman rumah Mbah Dju.
Bapak sempat menahan lenganku sambil bertanya; "Ke, ke mana? Rang, ke mana? Mau beli es krim buat Bapak?"
"Iya, Bapakku sayang. Rang mau beli es krim dulu, buat Bapak seorang! Tunggu ya?" Tak mau membuatnya khuwatir, pada akhirnya aku melayangkan senyum paling hangat yang kupunya sebelum mangkir dari hadapannya.
Kakiku rupa-rupanya betulan membawaku ke minimarket. Di sana, aku langsung memilih es krim rasa cokelat kesukaan bapakku. Lalu, saat aku hendak kembali ke kediaman Mbah Dju, tahu-tahu hujan turun membasahi tanah. Ooo, semprul, mentang-mentang tadi aku nangis, awan dan guntur pun turut menangis?
"Jangan nangis. Cuman aku yang boleh menangis," protesku tak tahu diuntung pada langit kelam. Bertingkah egois sehari saja tidak masalah, 'kan? Aku mengusap-usap lenganku yang mendingin. Baju hitam yang kupakai ternyata belum cukup untuk menghangatkan tubuhku.
Lalu, sebuah mobil hitam lambat laun berhenti di dekatku. Seperti adegan paling klise di opera sabun populer, ada laki-laki berpakaian perlente yang turun dari sana; "Non Aranggaini?"
Alisku pun terangkat lantaran mengira bahwa ia salah mengenaliku sebagai Aranggaini yang lain.
"Ya, saya RANG, tapi bukan Nona. Jangan bicara sembarangan, to, Pak?" kutepuk lengannya tanpa tata krama, "Orang seperti saya kok ya dipanggil Nona? Hahihaha .."
"Saya tidak salah, Non. Sebelumnya, perkenalkan. Saya Takhayul, pengacara keluarga Nyonya Besar Djuwita dari Jakarta. Mari bicara dan duduk di kursi itu sejenak, Non. Ini tentang isi surat wasiat Nyonya Besar."
HAH HIH HUH HEH HOH?! Ooo, sinting!
***
OPERA SABUN IBU KOTA.
Tak pernah terbesit di benakku bahwasannya aku, Rang, akan memboyong Bapak dan Ibuk ke Ibu Kota. Siapa sangka, Mbah Dju menyembunyikan identitasnya sampai meninggal? Aku tentu nggak punya prasangka bahwa Mbah Dju adalah bangsawan kaya raya yang memilih untuk bertapa dan mengesampingkan kehidupan duniawinya.
Diam-diam ia menuliskan nama keluarga kecilku dalam surat wasiatnya; Menyatakan bahwa dia akan menyekolahkanku di sekolah seni bergengsi, SMA SWARA DWIPA, serta membiarkan Ibuk dan Bapak tinggal di rumah gedongannya sebagai asisten rumah tangga. Oh, lala, aku kepengin pingsan saat mendengarnya.
Sekarang aku sedang didudukkan di ruang tamu, Nak. Iya, ruang tamu. Mataku jelalatan dengan bibir planga-plongo lantaran tak pernah melihat rumah bak keraton di dunia nyata. Beberapa pasang mata menatapku dengan pandangan beragam.
"Abu? Sini." Nyonya Mira, menantu Mbah Dju, mendorong pelan bahu anak lelakinya yang bernama Abu. Cowok itu diboyong turun dari tangga bak putra mahkota.
Dia adalah lelaki bongsor berkulit pucat dan tangan keriting. Lalu aku malah salah fokus pada plester luka yang membalut jari manisnya.
"Abu, ini Rang; Murid Mbah Putri yang akan sekolah dan tinggal di asrama Swara Dwipa sama kamu. Orang tuanya kerja sama kita. Tolong jaga dia baik-baik seperti adhekmu sendiri, yo, Le? Rang ini satu-satunya murid Mbah Putri. Seenggaknya ..."
"*... Yo, Mi. Tak jagain," Abu melempar senyum hangat padaku setelah memotong penjelasan ibunya. Dia nampak seperti Tuan Matahari yang memakai mantel bulu-bulu putih. "Hmm," dagunya terangkat, "Adhek, yo? Aku Mas, masmu? Ha .. ha." Disentuhnya batang hidungnya yang bangir. Wajahnya dipenuhi dengan senyuman.
("*Ya, Bu. Aku jagain." )
"Adhekku mau masuk jurusan apa to?" tanyanya lembut.
"Yo, musik, lah!" kukerjapkan mataku sembari menatapnya berani.
Dia terlihat mencurigakan dan senyumnya kelewat ramah. Saat ia mendekat ke arahku, aku refleks mengepalkan tinjuku dengan mata membeliak dan bibir mengerucut! Sayangnya, dia lebih gesit dariku. Seperti pendekar, dia menurunkan tinjuku dan menguncinya di belakang punggungku. HESEMELEH?! DIA MAU APA SE? DEMI DEWI.
Abu berbisik tepat di telingaku, "Ayo taruhan 'a, Dhek?"
"Siapa pun yang nilainya lebih tinggi pada ujian tengah semester nanti, dialah yang berhak untuk mendapatkan Kitab Suci Patma Sani," lanjutnya.
Bisa-bisanya dia masih tersenyum saat mengucapkannya?!
"Kitab itu nyata?" Alisku kuangkat sebelah lantaran sangsi.
"Kenapa, Dhek? Ragu sama gurumu?" Dan tawa renyahnya menjadi penutup atas segala keterkejutanku.
***
Bagaimana kalau keberadaan Kitab Suci Patma Sani sebenarnya akal bulus belaka? Lalu, hidupku tentu tak berhenti pada pertemuanku dengan Putra Mahkota Abu Yang Licik! Aku akan dibuat jatuh cinta dengan musik klasik seiring dengan berjalannya waktu; lalu .. terkena kutukan cinta pada cowok rahasia, si pembuat patung menawan yang 'tak bisa mendengar.' Rang, oh, Rang! Ingatlah petuah Mbah Dju;
"Suara ditukar dengan cinta."
Namun, bukankah, cinta itu luas, ya, Nak? Apakah ketertarikanku terhadap musik klasik tak bisa disebut sebagai cinta?
***
1 note · View note
onigiri-latte · 1 year
Text
SEEKOR IKAN YANG MENCINTAI KUCING
Ia menjilat kaki depannya usai menyantap ikan pemberian majikan. Lalu, melangkah menuju halaman kemudian berbaring kearah cahaya matahari. Matanya mengerjap. Silau. Mahluk manja itu mengeong sepanjang hari. Penghuni rumah terlampau sibuk hingga nyaris tak menggubris dua penghuni tambahan.
Sasa bermain boneka juga rumah-rumahan, Nyonya Elma sedang bergosip dengan teman arisan di ruang tamu, sementara Tuan Hitler menerima telepon dari seseorang. Ia mojok dan berbisik pada lawan bicaranya.
“Nanti aku telepon lagi”, ucapnya buru-buru.
Aku melihat pemandangan itu sambil mengenang masa lalu. Saat kali pertama mereka menyelamatkanku dari kesepian.
--000--
Kami berenang riang, memonyongkan bibir layaknya sepasang kekasih berciuman. Hidup sudah menggariskan nasib sejak dalam perut Ibu. Keluar dari sana dan menempel di rumput dasar kolam. Dari ribuan telur tak semua tumbuh hingga dewasa. Sebagian disantap ikan lain atau mengunjungi perut ular sawah.
Dimana Ibu? mungkin peternak menempatkannya di wadah terpisah. Menunggu pejantan lain mengeroyok, lantas mengandung adik-adik kami. Pola yang sama senantiasa berulang. Hingga ibu sudah tidak lagi mengandung dan berakhir di mulut manusia.
Musim panen kian dekat. Air kolam perlahan menyusut dan tubuh kami lebih berat dari biasanya. Sisik mengilat ditempa cahaya. Para lelaki menebar jala mengepung dari segala arah sementara semua ikan mencari celah. Upaya terakhir. Namun, takdir berkata sebaliknya. Plastik-plastik bening berisi oksigen buatan, air juga ruang gerak minim jadi penjara---aku bisa gila bila terus begini. Hanya tersisa dua pilihan: berakhir di toko hewan atau piring restoran.
Mobil sampai tujuan, peti sterofoam diangkat dari truk. Tampak jelas kotak-kotak kaca berisi saudara dari jenis lain. Ikan badut, anak-anak kecil memanggilnya Nemo—kupikir kartun telah mencuci otak mereka. Ia sama sekali tak punya rasa humor, wajahnya merenggut, badut tak pernah seperti itu. Kalaupun ada penyelenggara pesta pasti takkan memakai dua kali.
Di tangki lain, piranha, pemilik gigi layaknya silet dan segenap riwayat mengerikan. Mata itu mirip iblis dengan warna merah dibadannya. Mereka bergerombol dan suka main keroyokan.
“Kami tidak sejahat itu, Bung” bantah salah satu dari kawanan itu. “Itu hanya tipuan film buatan manusia. Tak ada ikan makan sesama ikan. Saudara tidak akan saling bunuh. Percayalah”
Aku sebetulnya ingin percaya, tapi salah seorang karyawan salah menaruh kawanku dan seketika air berubah merah darah.
Sasa, berbadan amat besar dan bongsor, rambut dikepang dua dan gigi berbehel. Namanya mirip merek mecin, mungkin kesukaan orang tuanya. Si Ayah bertampang culun, potongan rambut belah pinggir dan kumis mirip Jojon. Kemejanya tampak kusut, meski ditutupi jas necis berwarna kelabu. Istrinya lumayan cantik, berambut bob warna pirang persis kucing angora. Dandanan menor, bibir dipulas gincu, dadanya membusung mirip melon matang.
Ia melihat aquarium dengan tampang konyol, senyumnya terbit layaknya psikopat menemukan mangsa. Sasa merengek, memasang wajah melas dan Ibunya asyik main gawai. Mereka menuju aquarium, lelaki itu memanggil pemilik toko. Terdengar tawar-menawar. Sementara Sasa kelihatan senang menatapku dan mengetuk kaca. Aku jadi ketakutan dan bersembunyi di balik batu.
Rumah keluarga itu kecil saja, bentuknya mirip satu sama lain dengan rumah sebelah. Baru aku tahu tempat itu disebut perumahan. Perumahan sangatlah panas hingga perlu alat bernama pendingin udara. Terutama belakangan ini Nyonya Elma kerap bersitegang dengan Tuan Hitler----aku memanggilna begitu karena kumisnya. Rumah jadi kacau, perkakas rumah tangga pecah, terbang ke segala arah. Perang dunia pecah.
“kucing itu pemberian selingkuhanmu?”
“Enak saja, itu permintaan Sasa. Jangan-jangan kau sendiri yang dapat kado dari simpanan,” bentak Nyonya Elma tak mau kalah. “Ikan Mas itu…”
“Itu juga keinginan Sasa. Sudah, aku tak mau bertengkar denganmu. Aku muak, capek dengan semua hal di rumah ini.”
“Sama, aku juga!”
Pertengkaran itu berakhir.
Keadaan tak lagi sama. Tuan Hitler hanya datang sesekali, suatu hari ia membawa beberapa dokumen. Bertuliskan pengadilan agama dengan huruf tebal. Sementara istrinya mampir Bersama pria yang kelak dikenal sebagai Ayah baru Sasa. Dari sana kusadari jika manusia gampang bosan, hubungan keluarga dapat putus dengan mudah.
Sasa mungkin sudah lupa pada kami, dilihat dari air tangki keruh dipenuhi lumut hijau. Akhirnya kusantap kotoran sendiri bila benar-benar tak dapat jatah makanan. Kucing itu terlihat lesu tak bersemangat, bulu-bulunya rontok, perutnya busung seperti sarung tergeletak.
Jauh berbeda ketika kucing tetangga mengajaknya kawin dan membikin dia bunting. Bayi-bayi itu terlihat lucu, menyusu di puting Ibunya. Sementara auyahnya sudah minggat entah kemana. Anak-anak itu bakal pergi setelah bisa mencari makan sendiri.
Aku marah melihat peristiwa itu. Aku bisa apa ? Aku hanya seekor ikan. Keluar dari kandang saja tak bisa, berlagak ingin menolong binatang lain. Dengan segala kurang lebihnya, aku tetap mengagumi mahluk kesayangan Nabi itu.
Ia tak mampu mengeong, hanya bisa menunggu belas kasihan. Aku tak tega melihatnya kelaparan atau menderita sebelum ajal menjemput. Sekuat tenaga kudorong wadah kaca sampai tepian. Pyarr. Serpihan kaca berceceran di lantai. Kucing pelan namun pasti mendekati asal suara. Langkahnya gontai, mata sayu, ekor bergerak kesana-kemari. Semua masih terang, sebelum kegelapan abadi melahap tubuh ini dan membawanya ke tempat lain.
--000--
“Kau percaya kehidupan setelah mati ?” tanyaku pada gadis itu.
Ia mengantuk setelah begadang kemarin malam. Insomnia. Aku sudah memberinya banyak saran, namun belum ada perubahan. Kami sudah memutari alun-alun beberapa kali, cahaya lampu taman begitu menyilaukan. Semua orang beranjak pergi, para PKL merapikan dagangan.
Mae mengangguk.
“Kenapa ?”
“Karena kehidupan adalah panggung sandiwara. Kebohongan belaka.”
“Memang kau pernah mati sebelumnya ?”
“Hanya beberapa jam. Banyak hal mengerikan kutemui di alam sana.”
“Mati suri,” ucapku bergetar, sedikit kaget.
“Bisa dibilang begitu.”
“Kamu percaya hantu ? Orang-orang ketakutan pada hal itu.”
“Bukankah manusia juga hantu ? Cuma kita memiliki jasad, sedangkan mereka tidak lagi.”
Aku diam. Perhatianku teralih sejenak oleh sepasang kekasih bergandengan. Mereka berpelukan sebelum berciuman membabi-buta. Mirip salah satu adegan drama Negeri Gingseng yang kemarin kami---aku dan Mae—tonton.
Tak habis pikir, banyak wanita suka opera sabun milik mereka. Aktor dan aktrisnya hampir tak bisa dibedakan, sama-sama cantik. Pernah sekali timnas mengadakan pertandingan persahabatan. Hari itu cuaca sedang tidak baik. Hujan mengguyur Senayan dan lapangan hijau jadi becek. Yang mengejutkan wajah para pemain mirip es krim mencair, hujan membuat bedak mereka luntur. Meski begitu aku menaruh rasa hormat atas wajib militer mereka yang diadakan setiap tahun. Kombinasi mengerikan dari prajurit terlatih dan tampilan manis di luar.
Malam kian dingin. Suara angin berembus sepoi membawa kantuk untuk dimanjakan. Burung hantu mengaok di pohon beringin, seolah mahluk dunia lain tengah berkeliaran keluar dari persembunyian. Kupu-kupu malam muncul, hinggap di trotoar mencegat mobil berseliweran. Ada yang terlihat berisi, butuh uang persalinan atau lupa pakai pengaman ketika bermain dengan pelanggan.
“Kau percaya reinkarnasi? Aku pikir di kehidupan sebelumnya, aku ikan dan kau seekor kucing.”
Mae hanya tertawa kecil. Ia menganggap ucapanku hanya guyonan.
“Sudahlah, aku masih ada tamu. Jika kangen, kau tahu harus mencariku dimana,” tukasnya sebelum pergi.
Dari kejauhan, Mae layaknya model berjalan di catwalk. Pinggulnya padat berisi bergerak kekanan dan kekiri, seolah ada ekor menjulur dari pantatnya. Bayinya mungkin akan jadi anak cerdas.
Tak lama, sebuah mobil menepi. Sesosok pria dengan setelan jas hitam membuka pintu lalu menelan Mae. Membawanya pergi entah kemana.
0 notes
oliviawijaya · 2 years
Text
Tips Bikin Bahan Belanjaan Tetap Segar dan Aman
ShopBackers jadi tim mana nih? Belanja bulanan atau mingguan? Belanja di Supermarket atau e-commerce? Yaps, sekarang belanja bahan dapur jadi makin mudah yaa ShopBackers. Nah, tapi ShopBackers juga harus tahu cara penyimpanan bahan sesuai dengan kategorinya biar bisa tetap segar dan awet.
Menyimpan bahan dapur di kulkas memang menjadi strategi cepat dan praktis agar bahan dapur tahan lama. Saat bahan dapur tersimpan di kulkas dengan rapi pasti ShopBackers juga nyaman’ kan? Sedap dipandang dan memudahkan ShopBackers saat mengambilnya. Yuk, ikuti tips penyimpanan bahan dapur berikut:
1. Sayur dan Buah
Tumblr media
Sayur dan buah adalah bahan makanan wajib yang pasti ada di kulkas ShopBackers. Nah, untuk penyimpanan sayur dan buah, pertama ShopBackers harus pastikan untuk membeli buah dan sayur yang segar, ya. Selanjutnya cuci bersih sayuran menggunakan air mengalir. Sementara untuk buah-buahan, ShopBackers tidak perlu mencucinya karena dapat menambah kelembapan buah dan mempercepat SLOT ONLINE.
ShopBackers harus memisahkan sesuai kategorinya agar buah dan sayur tetap segar. Letakkan buah-buahan segar di rak tengah terbuka kulkas sesuai dengan jenisnya, sementara untuk buah potong dapat disimpan di mangkuk atau penyimpanan yang kedap udara untuk menjaga dari oksidasi. Selanjutnya, untuk sayur-sayuran bisa disimpan pada bagian rak bawah kulkas.
2. Telur
Tumblr media
Bagi ShopBackers mungkin menyimpan telur di kulkas adalah hal yang mudah. Tapi jangan salah, ada tipsnya agar telur awet dan tidak cepat busuk loh! Simpan dalam tempat telur yang disediakan di kulkas dengan meletakkan ujung yang kecil berada di bawah. Cara ini akan memastikan kantung udara yang berada di atas nggak tertekan oleh berat telur sehingga nggak mudah pecah dan SLOT ONLINE.
3. Daging dan Ikan
Tumblr media
Simpan daging, ikan, ayam segar, dan aneka olahan SLOT ONLINE food pada plastik kedap udara untuk menjaga bahan makanan dari risiko terkena bakteri. Selanjutnya ShopBackers dapat meletakkan bahan makanan tersebut di freezer kulkas.
4. Bumbu Siap Masak
ShopBackers yang setiap hari memasak pasti memiliki persediaan bahan baku yang sudah jadi di kulkas, seperti bawang merah, bawang putih, dan cabai merah yang sudah dihaluskan agar saat memasak dapat mudah menggunakannya. Nah untuk tipe bahan seperti ini ShopBackers dapat menambahkan label berisi tulisan tanggal pembuatan di setiap toples penyimpanan untuk mengetahui masa penyimpanannya. Selanjutnya, ShopBackers dapat menyimpan toples bumbu jadi tersebut di bagian rak pintu kulkas agar lebih rapi dan memudahkan pengambilannya.
0 notes
qbbatuttah · 4 years
Text
COD donat sampai Anyer sebuah kisah yg mengasyikkan kala masih sendiri bebas kemana-mana (Sebuah judul)
Awalnya si ilah temen gw ini mau COD di Serang di kantor Jamsostek, COD donat yg ibu gw jual sebanyak 5 kotak. Singkat cerita, itu donat baru selesai jam 11:00 sedangkan si Ilah temen gw asal Anyer itu udh otw balik sama mamahnya, gw kalap dan bingung dong, walhasil gw suruh Ilah tggu di masjid agung kota Cilegon dan pasnya lagi waktu itu hari jumat dan emang gw udh rencanain pengwn bgt motoran anterin Ilah balik smpe Anyer emang sejauh itu? (Hahaha anjer emang jauh bgt sih lumayan 1 jam sih di kecepatan 60km/jam haha) kalo 100km/jam nyampe 30 menit kali ya, yg ga gw tahan Serang - Anyer tanpa lewat jl. Lingkar Selatan itu lewatin daerah pabrik atau yg biasa disebut kawasan industri (Pabrik Krakatau Steel, Sankyu, Candra Asri, Asihimas, Bla bla bla yg berbau kimia disitu semua dah) debunya MasyaAllah bikin sesek, mobil alat berat, angkot MTR Sport yg entah supirnya minum larutan kuda liaratau jamu kuat yg bikin nyerobot seenak dewe wkwk gila ngebut bgt itu angkot, pokoknya semuanya harus bener2 kita taklukin dengan gerakan meliuk2 ala-ala pembalap wkwk.
Akhirnya gw sampe jga anterin Ilah sampe rumahnya yg awalnya cuma mau COD donat di kota Serang berakhir jadi niat weekend hari Sabtu di Anyer, you know I mean yup, a beautiful beach, gw selalu suka sama pantai terlebih debur ombaknya, bau anyir ikannya dan kumuh area nelayannya, serta kontras rumah penduduk dan hotel2 investor di sepanjang kecamatan Anyer, pantai2 disini diprivitasasi dan dikomersilkan, paling hanya beberapa pantai yg tdk ditancapkan bangunan hotel, (bangunan hotel disini udh kek usaha dan emang khas pantai Anyer ya hotel2 pembatas antara pantai satu dan lainnya, pdahal airnya sama ya gaseh dr laut bahah *bodoh bgt vah)
Posisi gw lagi puasa sunnah Dzulhijjah tepat di hari Jum'at tgl 3 Dzulhijjah 1441 H, sekalian aja gw pen nikmatin gmna sih sensasi buka puasa di pinggir pantai, beneran seterharu dan seindie anak senja wkwk, yg mirip² di Adzan maghrib tv swasta gtu ga sih haha. Akhirnya sore tiba, satu jam sblm maghrib gw diajak Ilah jauh bgt ke kota Anyer tepatnya pasar Anyer yg rame, gw diajak ke sebuah pantai umum berbatu dan berkarang, pantai ini milik umum tdk ada bangunan hotel, dan sedikit gubug atau saung penjual, banyak bgt penjual yg menjajakan jajanan seperti telur gulung, cireng, batagor, bakso, dan es-es rencengan penambah kalori (banyak aspartame dan kadar gulanya tinggi) masing² mencari nafkah melalui gerobak jualannya, sore menjelang adzan gw, Ilah, Nindi dan dua adeknya menggelar perhelatan buka puasa di pantai Paku, sayang bgt pantainya kotor banget, sampah plastik, streoform tumpah dan berserakan disela bebatuan yg kami duduki dan orang² disini menikmati itu (sumpah sih klo gw jd mahasiswa KKN dsni program gw : Membersihkan area pantai Paku, Auto 100 nilai gw kwkw).
Well menu buka puasa kita simpel, disiapkan Ilah dan mamahnya jauh jam 3 sore (bae bgt ilah), ada ca kangkung, ikan panggang (lupa nama ikannya apa), sambel khas Ilah entah apa dah bocah itu masak gajelas yg penting enak, dua buah kerupuk khas tukang bakso, jajan es gula batu, telor gulung dan cireng gulung, serta sebotol air hangat yg kami bawa dr rumah Ilah. Waktu adzan maghrib berkumandang gue teguk es gula batu, beuh ademnya menyeringai, rapih bener itu aer masuk kerongkongan, tertib gtu, mula2 nyess di mulut, masuk kerongkongan berakhir di lambung, adem seger, nikmat wkkw. Diiringi dengan suara ombak dan bersamaan dengan terbenamnya matahari diufuk senja *jiaelah, serta alunan adzan maghrib yg sahut menyahut dr corong pabrik eh salah corong masjid, gw dkk menyantap santapan buka puasa hari itu. Percayalah, tdk ada yg lebih indah dari buka puasa diatas bebatuan dan karang dipinggir pantai, bersamaan dengan suara deburan ombak, ditemani cakrawala sore yg membuat sendu, gelap tapi cantik, serta iringan suara adzan sahut menyahut, burung manyar pulang ke sarang (aselinya ga ada burung, improvisasi aja haha) dan pemandangan eksotis pantai Paku tak lupa beserta sampahnya, orang²nya, penjual gorengan, telor gulung yg laku keras, dan bapak2 yg melepas penat, semua menjadi siluet senja yg indah menggambarkan betapa ketergantungan manusia terhadap alam, alam yg diberikan Tuhan dan ditaburkan segala nikmat didalamnya untuk diambil dan dinikmati manusia. Gradasi cantik sore itu.
Lama-lama suasana semakin gelap, tak lupa usai makan kami mencuci tangan lgsg dengan air laut bukannya bersih malah asin yg didapat, gw, Ilah, Nindy dan kedua adiknya bergegas pulang menuju parkiran motor tanpa membayar sepeserpun karena ya memang ini pantai umum lewat jam 19.00 wisatawan mau tak mau harus lekas pulang dr pantai. Gw dkk mencari masjid terdekat guna melaksanakan sembahyang maghrib, oia sampah yg tadi bekas buka puasa awalnya gw bawa, gue bakalan buang tu sampah di tempat sampah, sial ga ada satupun tong sampah di pantai trsbt, walhasil Ilah si 'orng Anyer' merebut kantong plastik berisi sampah dan seenaknya aja bilang "udh buang disitu loh beb" sambil menunjuk lapangan luas yg terkonfirmasi layaknya TPU kecil, dan plung sampah bertambah yaahhh maaf ya :'( nyampah jga dah wkwk.
Nanti dilanjut lagi, :) sembari gw kasih foto2 berkesannya jiaelah
Ini foto kemarin buka puasa di pantai
Tumblr media
Kiri ke kanan : Ilah, Randis, Nadia (yg pegang telor gulung), Nindy, dan gue
Asyik banget aseli, paginya bener² abis shalat subuh naek motor bentar ga ada 1 menit udh sampe di pantai berkarang tapi cantik namanya Peuleum Beureum.
Tumblr media
Bener-bener terlalu pagi, terlalu dingin dan terlalu asin wkwk. Dengan menyantap nasi uduk sederhana yg dimasak mamah Ilah (emang emaknya jualan sarapan pagi khas Indonesia gtu), pagi yg cerah disusul penampakan burung pantai mengelilingi pantai. Ah indahnya
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Sorry foto nasi uduk ga ada wkwk udah kehapus sepertinya, diatas foto pagi menjelang siang diatas jam 10 pagi gue belom puas balik lagi kepantai ini sama Nindy dengan menu berbeda, bakso dan mie ayam. Sembari menikmati semilir angin pantai (karena emang gue makannya diatas karang dibawah pohon beuuuh adem banget, nikmat) gue dan Nindi menyantap makanan masing2, ya Allah indah banget pokoknya.
1 note · View note
rizalnurhadians · 5 years
Text
Duo Cemen
"DIPALAK.”
Sebuah kata yang pernah membuat gue trauma. Sebuah kalimat pasif yang aktif banget bikin gue resah sewaktu gue masih kecil dulu. Sekarang juga, masih kecil sih... tapi titit gue udah lumayan gede, kok.
Gue sering banget dipalak pas gue masih SD. Ya, gue cemen anaknya.
Gue masih ingat banget, gue pulang-pergi ke sekolah naik sepeda dan sendirian. Ya, gue anaknya anti-sosial banget dari dulu. Selain karena gue orangnya pemalu, gue juga bego kalau soal cari teman yang cocok. Oke, balik lagi ke pemalakan. Hampir setiap gue pulang sekolah, yang mana melewati pasar, gue selalu dicegat oleh anak-anak SMP yang tidak bertanggung jawab. Jadi mereka ngehamilin gue. Eh, maksudnya, malak gue.
Sampai-sampai, mereka hapal banget sama bebentukan gue. Seonggok anak SD yang kurang gizi dengan seragam kebesaran yang suka naik sepeda sendirian. Biasanya, mereka akan nyegat gue lalu membawa gue ke tempat yang agak sepi. Bagian belakang pasar. Kemudian mereka akan bilang begini:
“Keluarin duit lo?!” atau, “dua rebu atau gue telanjangin?!”
Dua pertanyaan itu selalu membuat gue gentar dan pasrah-pasrah aja kalau dipalak. Masalahnya, kalau setiap pulang sekolah gue dipalak dan enggak mau ditelanjangin, gue harus selalu punya uang seribu buat dikasihin ke mereka. Uang jajan gue paling mentok lima ribu. Jadi gue sisain seribu setiap hari. Seenggaknya, gue balik dengan aman dan enggak malu-maluin. Coba aja titit gue gede, dan badan gue bagus, gue pasti mau-mau aja ditelanjangin.
Sampai akhirnya datang suatu hari di mana petaka itu hadir. Gue enggak nyisain duit buat para pemalak langganan gue. Gue kelupaan ngehabisin duit gara-gara ada yang jual es serut enak di depan sekolah. Dan gue ketagihan. Alhasil, goceng gue lenyap seiring es serut yang habis dilahap organ pencernaan gue. Bukan apa-apa. Masalahnya, anak SD yang suka dipalak cuma gue. Mungkin karena penampakan gue yang kayak tuyul gondrong kali, ya. Atau enggak, karena gue emang anaknya cemen, enggak berani ngelawan. Digigit nyamuk aja, gue gak pernah berani nepuk nyamuk itu. Gue takut nanti ada nyamuk yang lapor terus gue diserang tentara nyamuk. Kan, seram.
Akhirnya, mau gak mau gue harus sedikit mengulur waktu. Supaya para pemalak gue yang mukanya kayak siluman limbah pasar itu keburu malas nungguin gue. Ketika jam menunjukkan pukul setengah sebelas, yang mana adalah jam pulang anak SD kelas dua, gue milih nunggu di kantin sekolah. Nangkring di warungnya Bi Entin sambil merogoh saku celana dan tas. Siapa tahu ada keajaiban gitu, tiba-tiba nemu duit segepok kan, lumayan buat stock uang palak selama satu abad.
Tapi nihil. Keberuntungan lagi enggak memihak ke gue. Jadi, ya terpaksa gue harus nunggu sampai agak sorean. Sampai akhirnya Bi Entin akan menutup warungnya. Sekolah pun udah sepi kayak kuburan. Anak-anak kelas enam, yang jam pulangnya siang pun sudah pada balik. Gue ditanya sama Bi Entin, “kamu gak pulang? Udah sepi loh.” Gue hanya nyengir dan garuk-garuk tengkuk padahal gak gatal sama sekali. Gue beralasan kalau gue lagi nungguin jemputan dari nyokap.
“Ya udah. Bibi duluan. Ini, sisa bakwan buat kamu, ya.” Ucap si Bibi sambil beranjak pergi. Sementara gue masih duduk ‘tidak’ manis di bangku kantin.
Gue melirik jam tangan, pukul dua siang. Gue rasa, pemalak gue udah pada balik karena capek nungguin gue. Hahaha. Gue pun balik dengan riang gembira. Mengayuh sepeda sambil mengunyah bakwan yang udah dingin punya kenikmatan tersendiri ternyata. Sedap.
Gue pun melewati pasar tanpa ada hadangan dari anak SMP laknat itu. Sampai tiba-tiba di jalan, gue berpapasan dengan tiga orang hitam legam yang memelototi gue. Mereka berbalik dan mengejar gue. Ya, mereka adalah pemalak langganan gue. Benaran deh, kalau lo lihat mereka, rasanya lagi di neraka. Gosong gitu mukanya, ngeselin lagi.
Gue dipojokin, dibawa ke belakang wartel yang udah ditutup. Tempatnya sepi gitu.
Sialan. Kenapa mereka malah baru balik? Yah, harusnya gue nunggu sampai maghrib aja. Atau, kalau bisa gue nginep di sekolah sampai gue lulus. Itu yang ada di benak gue ketika melihat tiga anak SMP ngeselin itu.
“Heh, mau ke mana lo tuyul?!” Kata salah seorang dari mereka yang badannya paling gede. Sementara dua orang yang lain cuma melototin gue. Mereka lebih mirip Jin Tomang. Gue belum pernah ngelihat Jin Tomang.
Ditanya begitu, penginnya gue jawab, “ya, mau balik lah! Menurut lo mau ke mana, Ikan Buntel?!” Tapi yang keluar dari mulut gue malah, “mau berangkat sekolah, Bang.” Sambil berjalan ke arah sekolah. Padahal waktunya pulang.
“Lo gila, ya?” Kata anak paling gede di antara mereka sambil menarik kerah baju gue sampai gue terjatuh. Mereka ketawa ngakak. Padahal enggak lucu sama sekali. Gue cuma bego aja. Keadaan mendesak selalu membuat gue gugup dan kehilangan sebagian besar akal sehat gue.
Anak Jin yang paling gede itu lantas menyodorkan tangannya ke arah muka gue, memberi sinyal minta jatah preman. “Jatah gue hari ini mana?!” Katanya sambil memasang muka seram. Lebih seram dari muka pocong goyang ngebor.
Gue cuma menunduk dan bilang, “lagi gak ada duit, Bang.” Sambil memasang muka memelas. Udah cocok dah gue jadi pemeran buat acara reality show miskin-miskinan di televisi.
“Ya udah, kalau gitu...” dia berpikir sejenak, “gue sita sepeda lo. Terus lo balik jalan kaki sambil telanjang.” Sambungnya.
Mendengar itu gue deg-degan setengah mati. Gimana kalau nanti gue diketawain orang gara-gara telanjang dengan titi kecil yang bergelayutan? Lebih parahnya, gimana kalau nanti gue dikejar-kejar warga karena dianggap tuyul benaran? Ah, mending mati aja gue.
Gue berpikir keras, gimana caranya biar gue bisa balik dengan aman. Gue ingat sesuatu, mungkin bisa jadi jalan keluar. Gue ingat kalau gue masih punya sisa bakwan di tas gue.
Sebelum mereka sempat nelanjangin gue, gue berinisiatif untuk mengambil bakwan dari tas gue dan memberikannya kepada mereka. “Bang, aku punya bakwan!” Kata gue sambil mengarahkan kantong plastik hitam berisi bakwan dingin.
Kantong plastik itu mereka ambil dengan bengis. Sampai-sampai jari-jari gue yang imut merasakan sakit karena bergesekan dengan kuku yang gak rata itu. Mereka gak ngomong apa pun. Enggak, sebelum mereka mengigit bakwan dingin itu. Mereka membanting bakwan itu ke muka gue sambil marah-marah. “Sialan lo, Tuyul! Mau ngeracunin kita, ya?! Hah? Itu bakwan basi, bego!” Katanya, dilanjutkan dengan menoyor kepala gue berkali-kali. Waktu itu gue cuma pengin mati aja. Gila, kejam banget. Gue yang lemah lembut gak mungkin ngelawan mereka. Jadi pasrah aja.
Sampai sesuatu menyelamatkan gue. “Woy!” Teriak seorang bapak-bapak di belakang kami. Ia menggandeng seorang bocah yang gue kenal.
Si Bapak pun memarahi tiga anak Jin itu dan mengancam bakal memutilasi mereka kalau malakin gue lagi. Tiga anak Jin itu pun ngacir terbirit-birit. Gue selamat.
Gue berterima kasih kepada si Bapak.
“Kamu temannya Burhan, kan?” Tanya si Bapak. Gue mengangguk. Burhan juga.
“Kalau kamu dipalak lagi, bilang aja ke Bapak, ya.” Waktu itu gue cuma iya iya aja. Padahal itu penawaran yang aneh banget. Masak iya, gue harus laporan ke bokapnya Burhan yang rumahnya jauh benget dari rumah gue. Gue kan, juga punya orang tua. Walau pun, gue juga gak berani ngomong ke nyokap atau pun bokap. Bukan takut ngerepotin, waktu itu otak gue masih benih yang belum ditanam alias gue bego.
Dari kejadian itu, gue pun gak pernah dipalak lagi dan gue berteman baik sama Burhan. Kalian pasti bertanya-tanya, kenapa gue gak berteman dari sebelumnya. Kan, sekelas. Bukan begitu, guys. Jadi si Burhan ini sama cemennya kayak gue. Bedanya, dia ada yang antar jemput kalau ke sekolah. Ke mana-mana juga ditemenin bokapnya. Lah, gue apa kabar? Nyokap bokap gue kayaknya waktu itu nganggap gue ini anak SD yang berusia tiga puluh tahun kali, ya. Makanya ke mana-mana sendirian. Dan gue, mana mau temanan sama orang yang sama-sama cemen. Yang ada, anak jin itu malah kesenangan bisa malak dua bocah cemen yang perawakannya kayak kecebong.
Tapi gue memutuskan berteman sama Burhan karena dia ternyata asyik orangnya. Dan yang paling penting adalah, dia lebih bego dari gue. Jadi, gue bisa sedikit berbangga diri. Itu prestasi yang prestigious buat gue.
Kenapa gue bilang Burhan lebih bego, karena dia ngejawab soal tentang tata surya, kalau planet yang dihuni manusia itu jupiter. Dan gue waktu itu ngejawab bulan.
Kami pun sering bermain bareng. Bermain bola bekel, barbie-barbie-an, perang guling, dan kalau lagi hujan, kami india-indiaan.
~
“Jal! Main, yuk!” Ajak Burhan.
“Ke mana?”
“Tempat biasa. Sawah .”Jawabnya.
Waktu itu kami sudah memasuki kelas empat SD. Gak ada yang berubah dari kami: masih bego dan cemen.
Sejak memasuki kelas empat, kami memang jarang bermain. Alasannya adalah karena kami sama-sama disuruh belajar biar enggak bego lagi, kata orang tua kami. Kalau dipikir-pikir, benar juga. Kami memang harus belajar. Selama ini ranking kami di kelas selalu terlempar dari zona sepuluh besar. Gue juga mulai dibanding-bandingin sama adik gue yang baru masuk SD terus jadi juara kelas.
Karena hari Minggu, akhirnya gue diizinkan untuk main bareng Burhan. “Ini, Kak. Bekal makan siang buat kamu.” Kata nyokap gue sambil menyodorkan kotak nasi berstiker hello kity. Karena gak mau kelihatan cemen di mata orang, gue pun menolak. “Aku kan, udah gede, Ma. Gak usah ah. Tuh, si Burhan juga gak bawa bekel, kok.” Kata gue, menunjuk ke arah Burhan yang sedang melongo di sofa ruang tamu.
Lalu nyokap nanya, “emang Burhan gak bawa bekel makan siang?”
Burhan pun tersadar dari lamunannya, lalu menjawab, “aku bawa dua kotak nasi, Tante.” Jawabnya polos.
Akhirnya kami pun pergi bermain. Oh, ya kami bermain biasanya di sawah. Kenapa di sawah, karena kami yang hidup di sebuah kampung di kabupaten Ciamis ini gak punya tempat main gratis lain, selain sungai, pekarangan rumah, ladang, dan sawah. Kami dilarang main di sungai karena bahaya, bisa tenggelam atau hanyut dibawa arus. Tapi kami yang ngeyel membuat orang tua kami mencari cara agar kami tidak mendekati sungai, yang juga jaraknya jauh banget dari rumah. Orang tua gue dan Burhan menakut-nakuti kami. Mereka bilang, “ada siluman buaya loh, di sungai yang itu.” Kadang mereka menambahkan hantu lain seperti hantu jaring ikan, hantu papan nisan, atau yang lebih ekstrem: hantu beha terbang. Enggak, yang terakhir itu gue bohong.
Kalau main di ladang, lahannya terlalu sempit buat ruang gerak kami. Nginjek bedengan sedikit, pasti udah diomelin sama yang punya ladang itu. Biasanya sambil mengacung-acungkan parang. Kan, takut gue. Gimana kalau doi sampai menyembelih kami. Nanti populasi bocah cemen yang kerempeng berkurang dong.
Maka, pilihan kami adalah main di sawah. Kalau sedang musim layangan, kami akan main layangan, kalau sedang musim tanam, kami akan bermain lumpur atau sok-sokan ikut mencari belut bareng teman-teman yang kelihatan lebih macho dari kami. Tujuannya: biar kelihatan macho juga.
“Kita main apa sekarang, Han?” Tanya gue.
“Bola bekel, yuk!”
“Yuk!” Kata gue tanpa basa-basi.
Kami pun menggelar tikar yang kami bawa di gubuk yang terletak di antara ladang sawah. Lalu kami bermain bola bekel. Kayak cewek? Ya, banget. Padahal anak-anak yang lain lagi kejar-kejaran layangan. Tapi karena kami lupa gak memakai sunblock, ya sudah kami bermain bole bekel.
“Eh, kalian berdua kok, mainannya kayak cewek? Layangan kalian mana?” Tanya seorang teman yang baru datang, hendak menerbangkan layangannya.
Gue lumayan gelagapan karena gak mau terus-terusan dianggap cemen. Gue pun seketika menghentikan permainannya. Seperti biasa, Burhan cuma diam.
“Uh, itu... tadi gue sama Burhan bawa layangan, tapi tadi pas gue lari-lari, malah jatoh ke comberan. Minggu depan deh, gue bawa. Kita main bareng.” Ucap gue ngarang.
Burhan yang sudah mangap-mangap mau ikut ngomong, gue sumpel mulutnya pakai bola bekel. Si Burhan ini anaknya terlalu jujur. Saking jujurnya, pas dipuji karena nilainya bagus, dia malah bilang nyontek ke gue. Kan, yang dihukum bukan cuma dia, tapi gue juga. Jangan salah paham dulu, Burhan nyontek ke gue bukan gara-gara gue udah pintar. Itu semua karena gue bawa contekan yang diselipin di kaus kaki, kerah baju, dan penghapus yang udah gue bolongin sebelumnya.
Kembali ke masalah layangan. Gue akhirnya membujuk Burhan supaya ikut main layangan di sawah. Kami pun membeli layangan dan benangnya. Hari Minggu pun tiba. Kami datang ke sawah dengan gagah, memakai setelan kaus oblong dengan celana pendek bersaku empat, dan sandal jepit merek swallow kecintaan kita semua. Di genggaman kami, ada sebuah layangan yang siap terbang tinggi. Sesampainya di sawah, kami bergabung dengan anak-anak yang lainnya.
Jujur, gue gak begitu paham cara nerbangin layangan waktu itu. Gue cuma tahu, kalau anginnya besar, layangan pasti terbang. Padahal, mempertimbangkan arah angin itu sangat penting. Gue dan Burhan coba menerbangkan layangan kami, tapi gagal mulu. Tapi gak apa-apa, Thomas Alfa Edison butuh ribuan kali percobaan sampai akhirnya menemukan lampu pijar. Nah, doi kan cuma lulusan SD kelas tiga tuh. Lah, kami kan, udah kelas empat. Mungkin, butuh sepuluh kali percobaan aja sudah cukup.
Kami pun mencoba sekali, dua kali, tiga kali, sampai kali ke sepuluh, tapi itu layangan kampret kagak terbang-terbang. Kaki gue udah pegal-pegal kayak habis lari marathon dua hari nonstop. Kami pun menyerah dan duduk di gubuk, meneduh. Hari lagi panas banget, by the way.
Ternyata menerbangkan layangan gak semudah main bola bekel.
“Capek, ya?” Tanya Burhan.
Gue mengangguk setuju, lalu mengambil botol minum dan meneguk airnya, bukan botolnya.
“Kayaknya kita emang gak cocok main ginian deh, Jal.” Kata Burhan dengan kelemah-lembutannya.
“Iya nih. Kira-kira, menurut lo, main apa ya, biar bisa dibilang keren?” Tanya gue, sambil berpikir.
Burhan melihat ke langit, berpikir hal yang sama, “uh, mungkin main tamiya?”
“Udah gak jaman, Han.” Kata gue.
Burhan kembali berpikir, “main bola aja, gimana? Anak-anak pada suka main bola di lapangan desa.” Tandasnya.
Gue mencoba mencerna apa yang dikatakan Burhan, “tapi kan, biasanya kalau udah bubar, pada berantem. Ogah, ah. Gue takut bonyok.” Kata gue, sambil mengingat peristiwa saat gue pulang melewati lapangan desa, anak-anak SD pada berantem gara-gara bola. Literally, berantem. Pukul-pukulan. Di desa gue, beratem memang sudah dilatih sejak dini. Agar ketika besar kelak, bisa jadi atlet MMA, atau minimal preman pasar yang sangar.
“Loh, kan keren, Jal kalau berantem. Yang penting ikut main bolanya aja, kalau pas lagi berantem, kita teriak-teriak aja.” Kata Burhan, persuasif.
“Tapi, iya juga ya. Hmm... ya udah. Gue setuju. Kita main bola deh.” Kata gue mantap, yang diikuti anggukan kepala Burhan.
Setiap Jumat, sehabis salat Jumat, biasanya anak SD gue suka nantangin anak SD tetangga buat tanding sepak bola di lapangan desa. Gue dan Burhan pun, sore itu ikutan gabung.
“Ran, kita ikut main bola, ya.” Kata gue kepada Randi, seorang teman yang biasa main bola. Dia menatap kami keheranan. “Bisa main bola emang?” Tanyanya.
Dengan mantap, gue dan Burhan menjawab, “bisa dong, tinggal tendang-tendang kan?” Randi malah menggelengkan kepala.
“Oke. Kalian jadi cadangan dulu deh, ya. Gapapa kan?” Kata Randi.
Gue dan Burhan tatap-tatapan sebentar, “gapapa, Ran.”
Di pikiran kami cuma ada: yang penting gabung sama anak-anak ini, biar dibilang keren dan maskulin. Selama ini, kami mengakui, bahwa kami terlalu feminin untuk ukuran manusia bertitit (walau pun kecil).
Mereka pun bermain dengan anak-anak SD tetangga. Pertandingan sengit, tim SD kami udah ketinggalan satu kosong. Randi pun memberi sinyal kepada kami untuk bermain. Menggantikan dua orang yang kelelahan. Kami, dengan sepatu converse KW super dan couple t-shirt supergirl, berlari ke dalam lapangan.
Sebelum gue dan Burhan mulai beraksi mengolah bola, Randi nyamperin kami berdua. Dia bilang dengan lirih, “lo berdua gak usah main bagus kalo gak bisa. Intinya, incar bolanya. Kalo gak kena, slengkat aja kakinya.” Tandasnya, lalu kembali berlari menuju posisinya.
Gue didapuk sebagai bek kiri. Burhan juga. Gak tahu kenapa, tapi gitu kata Randi. Katanya biar gampang kalau mau sliding orang. Sebagai pemula, kami menurut lah.
For your information: Pertandingan sepak bola setiap sore ini berlangsung tanpa wasit dan batas waktunya adalah azan magrib. Lo bakal tahu apa kemungkinan yang terjadi jika tidak ada wasit.
Sekitar lima belas menit lagi sebelum azan magrib, permainan masih berjalan sengit. Kali ini, kedudukan seri: 2-2. dan kami, gue dan Burhan belum menyentuh bola sekali pun. Bahkan, anginnya aja gak pernah lewat.
Sampai akhirnya Randi ngasih aba-aba agar gue dan Burhan menyelengkat lawan yang dribble bola di pertahanan tim gue. Gue dan Burhan pun ngejar bocah itu dan, dua kaki kami, berarti empat kaki, berhasil menumbangkan dia. Alhasil, bola pun berhasil direbut. Yang enggak pertimbangkan waktu itu adalah, si kampret bakal cedera gak atau enggak. Tapi gue sih, sempat mikir: ya, gak mungkin lah. Kan, kaki gue sama Burhan lemas kayak cakue yang dibiarin dua hari gak dimakan-makan.
Tapi ternyata gue salah. Si kampret cedera, walau pun gak sampai patah kaki. Kami setim pun kabur. Takut disalahin. Tapi kayaknya gue dan Burhan akan kena petakanya.
“Woy! Kaki gue!” Erang si bocah yang kami selengkat itu. Gue ketakutan, tapi si Burhan malah cengengesan. Gelo.
Besoknya, gue dan Burhan didatengin sama bokapnya si Kampret pas Burhan lagi di rumah gue. Gue gak tahu mesti membela diri kayak apa. Gue kan, gak pernah belajar ilmu bela diri. Eh, bukan itu, ya. Maap.
Setelah bokapnya marah-marah di rumah gue, nyokap gue pun juga marahin gue. Terus Burhan, kok gak dimarahin? Dimarahin dong. Tapi dianya gak nyadar kalau lagi dimarahin. Fyi, dia gak bisa membedakan mana orang yang lagi marah, sama orang yang lagi bercanda. Soalnya dia terlalu dini untuk sering nonton film-film yang mengandung plot twist. Di mana yang tampak jahat ternyata baik dan sebaliknya. Kayaknya, pas dimarahin orang tua, dia malah ngiranya mau dikasih kejutan kali. Hadeuh.
Sejak saat itu, gue dan Burhan gak lagi main bola. Kami dilarang main di alam lagi. Selain biar gak tambah hitam, kami dikhawatirkan bisa kembali liar seperti sapi gila. Tapi ada hikmahnya: gue dan Burhan jadi sering belajar bareng, diajarin nyokap gue. Dan di akhir semester, gue bisa jadi ranking satu. Burhan? Kedua, dari yang terakhir. Burhan bukanlah anak yang bodoh, dia hanya perlu waktu buat numbuhin otaknya. Tapi masalahnya, gak ada yang mau nyiram. Males. Habisnya setiap mau nyiramin otaknya, kepalanya menyemburkan cairan dan gas yang berbahaya bagi kesabaran.
Setelah semua tragedi berakhir, gue mengambil sebuah simpulan: semua hal ada hikmahnya. Setiap tragedi ada dampak baiknya. Dan, bagi yang pengin kelihatan keren, wajar. Namanya juga manusia, selalu menginginkan pengakuan. Tapi bukan berarti, ingin menjadi keren membuat lo enggak menjadi diri sendiri. Jangan gentar kalau dibilang cemen atau cupu. Lo cuma perlu membuktikan kalau lo bisa keren dengan menjadi diri sendiri. Kayak gue, dari kejadian-kejadian absurd yang gue alami bersama Burhan, gue banyak belajar. Gue pun akhirnya dapatin ranking satu meski pun pertumbuhan gue tetap terhambat. Burhan, tetap jadi Burhan yang gue kenal. Lugu, dermawan, lemah lembut, dan nilainya jelek. Sisi baiknya, Burhan sudah berani pamer titit yang membesar sehabis sunat alias bengkak. Indahnya.
~
Persahabatan gue berjalan indah. Gue, dengan gemblengan nyokap, berhasil mempertahankan prestasi gue di kelas. Meski pun, gue tetap bego dalam kehidupan sehari-hari. Burhan pun beranjak berubah. Dia sudah tahu kalau manusia itu tinggal di bumi, bukan jupiter.
Tapi, pertemuan akan selalu berakhir dengan perisahan. Apa pun bentuk perpisahannya. Sedih, atau senang. Kita gak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Kita hanya perlu tahu, apa yang sedang kita alami, lalu menjalaninya sepenuh hati. Anjir. Keren gak, gue?
Jadi, begini cerita perpisahan gue dan Burhan. Semoga lo sedih, ya. Kalau enggak, gue pensiun menulis.
Suatu hari saat kami sudah memasuki kelas enam SD, kami mulai sering ngomongin ke mana akan melanjutkan sekolah. Burhan bercerita kalau dia pengin lanjut sekolah ke Jakarta karena bokap nyokapnya juga waktu itu kerja di Jakarta. Gue sendiri disuruh nyokap untuk melanjutkan sekolah ke pesantren, atau bahasa kerennya boarding school. Katanya sih, biar bisa ngomong bahasa Inggris dengan lacar. Sekolah itu memang terkenal bagus. Padahal mah boro-boro bahasa Inggris, bahasa Indonesia aja gagap gue.
Gue senang Burhan akan melanjutkan sekolah di Jakarta. Ya, supaya pergaulannya gak di sini-sini aja. Dia kan, cemen tuh, sedangkan Jakarta terkenal keras pergaulannya. Semoga aja Burhan jadi kuat dan gak dibego-begoin lagi. Atau, minimal dia bisa ngebedain mana bakso mana cilok, mana mi ayam mana soto, mana cowok mana cewek .
Long story short, jadwal bermain kami ganti menjadi jadwal belajar. Biasanya di rumah gue, kadang di rumah Burhan. Sampai waktunya tiba, Ujian Nasional (UN).
Gue dan Burhan sama-sama siap menghadapi Ujian Nasional. Tapi... di titik itu gue sadar kalau gue akan segera berpisah dengan Burhan, teman baik gue satu-satunya. Meski pun begonya gak ketolong, tapi dia selalu ada buat jadi telinga saat gue curhat. Gue gak tahu apa yang ada di pikiran Burhan di saat-saat terakhir itu. Mungkin dia berpikir sama dengan gue, atau mungkin malah mikirin perpisahan itu apa. Hablas mucho!
Sementara menunggu hasil UN, gue dan Burhan lebih sering menghabiskan waktu bersama. Makan bareng, main playstation 2 bareng, tidur bareng, berak bareng, da sekarang gue hamil mengandung anaknya Burhan. Enggak... enggak.
Hari pengumuman kelulusan pun tiba. Semua siswa lulus. Gue senang dapat nilai bagus, tapi di lain pihak gue sedih, karena hari itu adalah hari terakhir gue melihat Burhan ada di samping gue. Sorenya, dia akan berangkat ke Jakarta. Dan gue, harus mempersiapkan diri untuk ikut tes masuk boarding school. Jujur, gue sebenarnya setengah hati mengikuti maunya nyokap sama bokap. Gue pesimis. Gue takut kelak gue gak menemukan teman yang nyaman kayak Burhan.
“Rizal, gue berangkat dulu, ya.” Ucap Burhan sambil memeluk gue, erat. Dia nangis, gue juga.
Gue menepuk punggungnya, “lo di sana baik-baik, ya. Belajar yang benar. Biar gak bego.” Kata gue.
Kami saling melepaskan pelukan. Burhan lalu mengambil sesuatu dari tasnya.
“Ini buat lo. Ada nomor handphone Papa di situ. Lo bisa hubungin gue kapan pun.” Burhan memberikan sebuah buku berisi foto-foto kami, tulisan-tulisan kami, dan mimpi-mimpi kami.
Gue mengangguk sambil mengusap pipi yang basah oleh air mata. “Lo bakal balik ke sini lagi, kan?” Tanya gue.
“Gue janji bakal balik ke sini lagi. Tapi gak tahu kapan.” Jawabnya.
Gue pun memberikan sesuatu kepada Burhan. “Ini kamera buat lo. Gue pengin suatu hari nanti lo bisa ceritain ke gue pengalaman lo.”
Burhan mengangguk. Kami kembali berpelukan, semakin erat.
“Kalau nanti kita udah gede, terus ke ketemu lagi, jangan lupa bawa kamera itu, ya. Gue juga bakal bawa buku ini.” Kata gue.
Burhan mengangguk sepakat.
“Oh, ya. Gue lupa...” Gue mengambil sebuah kotak makanan di tas gue.
“Ini kotak makan gue, yang kita sering pakai buat makan di gubuk sawah.” Kata gue seraya memberikan sebuah kotak makanan berstiker hello kity kepada Burhan.
Burhan melongok makanan yang ada di dalamnya, lalu menatap gue, “Batagor?” Katanya sambil tersenyum.
“Itu siomay bego.” Kata gue, dengan tangis yang semakin deras.
Kami berpisah untuk bertemu kembali suatu saat nanti. Gue akan memiliki dunia gue yang baru. Pun dengan Burhan.
Gue ingin segera melewati masa sekolah dengan cepat. Ingin segera bertemu lagi dengan Burhan. Hari-hari yang gue lewati sangat tidak mudah. Gue hidup di lingkungan yang serba ketat dengan aturan. Gue dilarang bawa handphone, pulang ke rumah jarang-jarang, dan ketika gue punya kesempatan buat ngehubungin Burhan, ternyata enggak bisa. Mungkin nomor yang ada di buku itu sudah diganti. Burhan mungkin juga menunggu-nunggu kabar dari gue. Atau, mungkin Burhan sudah punya teman baru yang lebih baik.
Ketika memasuki fase SMA, gue pindah ke Bandung. Bersekolah di sekolah yang katanya favorit. Gue tinggal di asrama sekolah dan menghabiskan tiga tahun di sana. Lalu gue kuliah di Malang. Dan, selama itu, gue dan Burhan sama sekali tidak pernah berkomunikasi. Media sosial bukan tempat di mana Burhan berada. Dari kecil, dia memang enggak suka main medsos. Dia sama ansosnya dengan gue.
Tahun 2019, bulan Februari, ketika gue meluncurkan buku prosa pertama gue, ada sebuah pesan masuk di Direct Message Instagram gue. Sebuah pesan dari akun dengan nama yang bagi gue tidak asing. Ya, itu Burhan. Akhirnya dia bisa main instagram. Eh, maksudnya akhirnya kami kembali bertemu, meski pun secara online.
“Selamat, Jal atas terbitnya buku lo.”
“Yoi. Lo apa kabar? Tujuh tahun ke mana aja?”
“Gue baik. Lo pasti baik-baik aja kan, seperti biasanya.”
Seulas senyum terbit di bibir gue. Hari paling bahagia dalam hidup gue, setelah hampir satu dekade gak berkomunikasi sama Burhan.
“Lo di Malang kan? Gue besok sampai di Malang, saudara gue orang sana. Kita ketemuan, ya.” Katanya. Sebuah kalimat yang membuat gue bertambah semringah.
Keesokan harinya, gue dan Burhan bertemu. Banyak perubahan dalam diri Burhan. Dia sekarang lebih tinggi dari gue, berkacamata, dan kelihatan enggak bego lagi. Kami bertemu di Teras Komika, sebuah kafe yang sering gue kunjungi.
“Sekarang gue kuliah di IPB, Jal. Jurusan Agronomi Holtikultura.”
“Wah, gila sih. Gue ambil politik.”
“Gue ngambil jurusan ini karena pengin balik lagi ke kampung. Gue nepatin janji gue.” Kata Burhan.
Gue tertegun sejenak. Mengingat memori masa kecil kami. Kampung kami dulu adalah daerah yang kaya lahan pertanian. Salah satu daerah dengan hasil tani yang baik di Indonesia.
Gue menyeruput capucino iced yang gue pesan, “gue juga nanti bakal balik ke sana lagi, seperti janji kita.” Kami pun tersenyum.
“Sekarang, kita udah keren, ya.” Burhan kembali bersuara.
“Ya. Ternyata keren itu bisa kita ciptain sendiri. Enggak harus jadi orang lain atau ngikutin mereka untuk jadi keren. Just be yourself!” Kata gue, setuju.
“Eh, gue hampir lupa.” Kata gue, sambil mengeluarkan sebuah buku dari tas laptop gue. Gue bawa laptop, karena kebetulan, malam itu jadwal gue menulis.
“Lo masih inget kan?” Gue memberikan buku itu ke Burhan. Dia tersenyum.
“Gue juga nulis banyak di beberapa halaman yang kosong. Lo bisa baca.” Sambung gue.
“Oh, ya. Gue juga bawa file dokumentasi gue selama tujuh tahun ini. Gue kirim link-nya nih.” Burhan mengirim sebuah tautan ke chatroom kami.
“Tapi sori, ya. Kameranya gak gue bawa. Lagi diservis, hehe.” Sambungnya.
“Gak di tukang bakso kan?” Tanya gue, bercanda.
“Sialan. Gue udah pinter sekarang.”
Malam itu kami habiskan dengan bercerita pengalaman masing-masing selama tujuh tahun ini. Gue selalu percaya bahwa perpisahan akan membawa kita kepada hari-hari penuh kerinduan. Gue dan Burhan selalu percaya, bahwa selalu ada kemungkinan untuk menemui masa lalu di masa depan. Mempelajari segala penyesalan dan kegagalan. Menertawakan tragedi bersama. Menyusun ulang masa depan yang pernah kami mimpikan sebelumnya.
Gue pernah hidup dalam kehampaan: gak punya teman dan diremehkan. Hingga datang seseorang yang dengan apa adanya merangkul gue, Burhan. Dia bukan teman yang sempurna, tapi teman yang pernah makan mi rebus kuah gak pakai sendok.
Semoga bermanfaat.
**
1 note · View note
gosulsel · 8 years
Text
Luhut: 23 Persen Perut Ikan Makassar Berisi Plastik - Gosulsel
Makassar, GoSulsel.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan menyebutkan sebagian besar ikan yang dihasilkan Kota Makassar telah terkontaminasi dengan limbah plastik. "Berdasarkan penelitian tahun lalu, 23 persen perut ikan dari Makassar itu berisi plastik," kata Luhut,...
http://gosulsel.com/news/16/02/2017/luhut-23-persen-perut-ikan-makassar-berisi-plastik/
#IkanBerisiPlastik #IkanMakassar #LuhutBinsarPanjaitan #MenteriKoordinatorBidangKemaritiman
0 notes
prohaus · 6 years
Text
nyampah sik.
sekarang lagi tren2nya sedotan berbahan tdak sekali pakai, seperti sedotan stainless steel. dlu juga sedang tren2nya tas seperti tote bag. ntah lah apa lagi ye ken?.
Sering kali masuk kedalam propaganda anti plastik adalah plastik yang merusak biota laut, mulai dari perut paus penuh dengan tas plastik, penyu tersangkut, ikan berisi sedotan, dan sampai mikro plastik. Ini yang memang resiko dari plastik, saking murahnya, saking gampangnya, kita maen buang saje kan? tidak tau sampah itu sampe mana.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Langkah #1. Recycle Management
Klo kita sudah lama mendambakan infrastruktur dan manajemen pemerintah dll, pastilah kita lebih suka langkah ini. TPS 3R, memisahkan sampah2 plastik, kaca, kaleng, dan sebagainya, kemudian dijual kembali melalui bank sampah atau BUMD, sisanya masuk ke TPA. 
Seakan memang benar, apalagi kalau dipikir membuat barang tdk sekali pakai juga menimbulkan polusi diawal, belum lagi limbah cair karena harus mencuci kemasan tersebut? apakah infrastruktur limbahnya mampu? apakah tidak tercampur dengan tinja?. Oleh karena itu apakah lebih baik pakai kemasan sekali pakai saja?
Kemasan itu revolusioner, kita bisa makan macam2, apapun yg kita mau tersedia dengan aman dan sehat. Kalau ada sampahnya tinggal dipilah terus nanti diproses kembali kan? sampah jadi duit. sampah jadi bahan baku.
Namun....
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Langkah #2 : Refuse and Reduce
5R, Refuse what you dont need, reduce what you do need, reuse if you can, recycle if you cant, rot the organics (Bea Johnson, 2016). Mengingat recycle itu juga terbatas baik secara infrastruktur maupun plastiknya sendiri, mau sampai kapan? Belum lagi kemasan2 lainnya apakah benar bisa di recycle? apakah recycle itu bisa berlangsung sepenuhnya?
Pada akhirnya memang perlu diri kita untuk membatasi konsumsi sampah kita, Infrastruktu terbatas, yg mau memanage terbatas, umur plastik itupun juga terbatas. If we dont change, the industry wont change. 
----------------------------------------------------------------------------------------------------
“Lalu mas, klo aku mau pake tote bag, tumblr dan sedotan stainless itu cukup ga sih?”
ya.... ngga. wkwkwk
Bagaimana dengan limbah cair dari tumblr, sedotan, dan bungkus tuperware mu itu? diperlukan pembangunan pengolahan limbah sebelum mencemari tanah. Begitu juga dgn totebag, yg km beli emang gaada kemasannya?
Pada akhirnya tdk ada penyelesaian suatu masalah hanya dengan 1 solusi, baik pemerintah, masyarakat, industri harus bersama2 menyadarkan diri, sampah ki perlu ditangani. Baik dari segi sumber maupun dari segi infrastruktur.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
“berati kampanye sedotan itu salah dumz?”
ya..... wkwkwk 
sedotan dan tumblr = KEY TO SOLVE ALL PROBLEM : nope, salah besar
banyak yang harus disiapkan kawan, mulai dari masterplan pengelolaan (dari sumber hingga TPA) sampah itu bagaimana? itu harus berdasarkan kapabilitas masyarakat dan pemerintah. Infrastruktur lainnya seperti limbah cair, bahkan persampahan juga harus ttp disiapkan, kenapa? 
bagaimana dengan kemasan yang harus ttp ada? bagaimana dengan orang ya gamau? ttp harus ada dan dipersiapkan sambil kita koar2 propaganda.
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Propaganda. ya benar propaganda
Inilah yang kusuka dri gerakan sedotan ini, IKI LO BUMI DAH MAU RUNTUH, AYO KITA MENGURANGI KONSUMSI SAMPAH. padahal bumi santai aja, cuma dengan bikin orang panik, kita bisa menuntut orang untuk mengurangi dan yang paling penting PEDULI DAN SADAR sampah mereka itu masih ada, biarpun udah menghilang dibawa tukang sampah atau aliran selokan. Menyadarkan orang bahwa sampah itu masalah, membuat pemerintah dan industri juga berupaya untuk bergerak peduli. Sejauh ini orang gapeduli dgn sampah mereka, yg penting ga dirumah. Buang buang YA BUANG wkwk. 
Tapi kalo kita bicara air minum. mesti rewel, aerku kuning, aerku ga nyala, sambungan pdam ga jelas. Karena mereka sadar (ya pasti lah wkwk). Nah bagaimana kita bisa menyadarkan ttg sampah? bisa dengan mulai trend2 gt. Manusia +62 ini sangat suka dengan tren, TAPI trennya jalan terus, propagandannya jalan terus, sadarkan masyarakat untuk peduli akan sampahnya. dan kelak limbah cair mereka. Jangan cuma sekedar media danus doang *ups.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dosenku (Pak Irawan-red) pernah bertanya,
“Bagaimana cara termudah untuk mengurangi konsumsi sampah?”
Teman2 saya berkata plastik.. kertas.. kaca..
Beliau berkata, “salah”
“cara termudah adalah dengan menghabiskan makanan kalian”
Tumblr media
13 notes · View notes
liensu · 5 years
Text
Kulawi dan Perjalanan yang Mendebarkan
Sabtu, 13 Oktober 2018. Aku, mules, cawet, kak sukma, kak lapi, supir ambulance yang bernama arfa dan satu pemuda Silae melakukan perjalanan ke Kecamatan Kulawi. Tempat yang terbayang bayang dari semalam karena sebelumnya aku mencari data dan deskripsi keadaan wilayah di beberapa pos dari mulai posko pusat korem 132, posko Kab. Sigi sampai Posko Mapala. Daerah yang selalu dideskripsikan mengerikan, banyak kerugian dan aksesnya yang sulit. Hal ini semua yang memenuhi pikiran aku sejak mendapatkan data hingga keberangkatan pagi ini menuju posko Mapala.
Sebelum bertolak ke posko Mapala, aku dan ke 3 temanku membeli beberapa kebutuhan untuk penyintas yang akan kami distribusikan ke daerah Kulawi. sekitar pukul set 12 siang kami berangkat menuju posko Mapala, aku dan beberapa kawan kawan mapala telah menyepakati untuk berangkat bersama menuju Kulawi pada pukul 11 siang namun kenyataannya tidaklaah semudah itu fergusoo...., yaaap sekali lagi itu laah kelebihan orang indonesia apalagi mapala suka sekali melebih lebihkan jam yang telah disepakati. tapi itu semua tidaklah jadi masalah, sembari menunggu kami bercengkrama dengan beberapa mapala lain yang menjadi relawan, sedangkan aku hilir mudik mencari keterangan lebih lanjut mengenai akses menuju kulawi ke ketua posko mapala dan kawan kawan mapala Tadulako lainnya yang tempat tinggalnya di daerah Kulawi. Lagi lagi keterangannya tetap sama "daerah ini itu daerah yang rawan longsor mba, kanan jurang kiri tebing, jangankan abis gempa mba, hari biasa kalau hujan aja tebingnya sering longsor" itu adalah kalimat yang di lontarkan oleh seorang wanita dari jurusan perternakan yang merupakan orang asli kulawi. Semakin banyak cerita yang didapat, semakin penasaran dan berdebar hati ini menantikan betapa serunya perjalanan menuju Kulawi nanti.
Setelah makan biskuit yang disuguhkan oleh rekan rekan mapala, aku pamit izin sholat dzuhur. kembali lagi dengan muka sedikit segar dan lagi-lagi menunggu kesiapan teman mapala untuk menuju lokasi yang sama. sempat terlontar olah senior aku, dia bilang "kenapa kita ngk berangkat duluan aja, kan ada orang Palu yang tau medan?" dengan tegas aku menjawab: "ngk bisa kak, yang tau medan ketika setelah terjadinya gempa itu anak mapala. aku ngk mau ambil risiko lebih besar dengan kesana sendiri tanpa rombongan, jadi sabar aja demi kebaikan kita" yaaap benar aku terlalu cupu untuk berjalan dengan rombongan sendiri terlebih lagi otak aku dipenuhi dengan segala data dan deskripsi orang orang yang telah bercerita tentang akses ke Kulawi. Adzan Ashar berkumandang dan aku kembali izin sholat, setelahnya sempat berdoa untuk keselamatan perjalanan kami.
Tepat pukul 15. 20 WITA, kami berangkat menuju Kulawi, sebuah negeri yang penuh misteri hingga sesekali membuat risau hati bagi siapa yang mendengar deksripsinya. Mobil ambulance yang menjadi kendaraan kami melaju duluan disertai mobil truck putih berisi logistik dan relawan mapala yang mengabdikan diri membantu kulawi nantinya. Jalan terus kita lalui dari universitas tadulako, memasuki wilayah sigi biromaru dan kami pun di sambut dengan hujan ringan memasuki kabupaten Sigi. Hujan tidak menghentikan perjalanan kami, perjalanan dilanjutkan melalui sibalaya, dolo. Memasuki wilayah Tuva hingga Salua terlihat pemandangan yang kehancuran akibat gempa yang parah, kana kiri jalan dipenuhi dengan runtuhan bangunan hampir rata dengan tanah dan tenda tenda pengungsian, banyak anjing anjing yang berkeliaran dijalan. Sesekali melihat beberapa gereja yang hancur, daerah ini mayoritas menganut agama kristen oleh sebab itu banyak sekali anjing dan gereja disepanjang jalan.
Memasuki desa Salua, salah satu desa Di kecamatan Kulawi yang sering dilanda banjir bandang dan longsor karena berada di lembahan. Melewati desa ini semakin terasa petualangan menegangkan pasalnya kontur daerah sudah mulai berubah tak lagi datar, sedikit menyulitkan berkendara. Jalan terus dilalui, kami mulai melewati rumah rumah penduduk dan memasuki hutan dengan tebing di sebelah kiri dan jurang di sebelah kanan. Awalnya jalan raya Poros Kulawi ini nampak biasa, setelah kurang lebih 10 menit melalui hutan baru laaah aku membuktikan apa yang dikatakan orang orang tentang akses menuju Kulawi. Selamat datang di Kawasan Wisata Kab. Sigi, yaaa itu adalah tugu selamat datang sekaligus menandakan perjalanan yang amat mendebarkan akan dimulai. Jalan aspal mulai sempit akibat longsoran sari arah kiri jalan, dipenuhi tanah coklat yang licin akibat hujan. beberapa Longsoran sudah kami hitung, kurang lebih ada 13 longsoran telah kami lalui dengan lancar walau jantung berdegup kencang. Longsoran selanjutanya lebih mengerikan, longsoran yang tepat terjadi di tikungan dengan banyak pohon melintang memenuhi longsoran menimbulkan gundukan tanah licin menikuk yang harus dilalui truck putih dengan bobot sembako dan bantuan lainnya harus melaju melewatinya. beberapa kali supir berusaha keras menekan pedal gas namun tak sanggup pula melaluinya, dan ambulance yang menjadi tumpangan kami yang tepat berada di belakangnya pun heboh dengan suara suara istigfar dan teguran kepada arfa sang supir untuk menjauhi truck karena kami semua takut truck itu tergelincir dan menimpa mobil ini. melihat dengan mata kepala sendiri tepat di depan truck besar tak bisa menaiki jalan dengan gundukan longsor di jalan menukik membuat seisi mobil memasang wajah pucat, gemetar tak karuan. Tak tahan kami duduk di dalam mobil dengan was was, akhirnya seisi mobil keluar. Tak kalah mendebarkannya di luar mobil, pandangan semakin luas melihat semua longsoran di tebing dan jalan yang licin serta jurang yang diselimuti pohon lebat amat dalam di sisi kanan membuat wajah nampak tak karuan, menginjakkan kaki di tanah licin dengan dibahasi rintikan hujan dengan sesekali melihat batu bergelimpangan jatuh dari atas tebing mahkota longsor membuat aku semakin berdebar. Rasa takut, rasa tak percaya telah melakukan perjalanan gila mengambil risiko tinggi mengancam nyawa. dengan ditutupi masker aku menahan takut dan pucat diwajah melihat segala medan yang dilalui. Menyaksikan beberapa kali truck berusaha melewati gundukan longsor licin dengan jalan menukik dan akhirnya bisa dilalui kemudian diikuti oleh mobil ambulance dengan pengendara arfa sekali menekan gas langsung bisa terlewati. sedangkan se-isi mobil ambulance lainnya menegarkan kaki untuk melangkah melewati longsoran tinggi menukik ini dengan berjalan kaki karena tak sanggup menahan ketakutan didalam mobil.
Tumblr media Tumblr media
Longsoran berikutnya kami lalui dengan mulus, tak terasa senja mulai sirna. Diantara longsoran ke 20 kami beristirahat menghela nafas panjang dengan segala ketakutan yang ada. Setelah melewati tebing dengan dipenuhi longsoran di jalan yang berliku-liku ditemani rintikan hujan, beberapa orang menggelar tikar plastik untuk menunaikan sholat maghrib. Di tanah yang datar antara tebing dan jurang dengan sinar fajar yang hampir terbenam menyaksikan dengan jelas longsor didepan dan dibelakang jalan yang dilalui dan bukit bukit yang dihiasi longsor mengelilingi tempat ini. Berbekal air minun di tempat kuning bergambar minion dan senter yang dipinjamkan oleh dukaca (ketua umum yang mempercayakan aku sebagai leader tim) kami berwudhu. Di sini, ditempat menegangkan ini, aku bersujud kepadaMu wahai Illahi dan memanjatkan doa meminta keselamatan dan ketabahan hati melalui jalan ini. Sembari berdoa, aku sadar bahwa kita hanyalah manusia yang sangat kecil, bila Allah berkehendak hanya dengan longsoran tebing yang berada disebelah kiri kami semua akan binasa. Betapa kecilnya manusia dengan segala cobaan yang ada.
Ditemani malam gelap gulita dengan medan yang semakin lama semakin menantang. Karena seringnya truck mundur tak kuat melewati longsor, akhirnya aku yang duduk didepan dipindahkan ke belakang bertukar dengan mules untuk siapsiaga turun bila dan mendorong truck bila butuh bantuan. Ternyata duduk dibelakang lebih mendebarkan, tidak ada mobil di belakang mobil kami, aku hanya bisa melihat kegelapan. Sesekali aku melihat seorang TNI denga motor trailnya berpatroli di daerah ini, membantu orang orang yang mengakses jalan di gunung potong ini, Salut hati ini melihat bapak TNI bertugas. Semakin lama hujan semakin deras, suasa semakin mendebarkan. Beberapa kali kami melewati longsor dan aku menyaksikan tepat disamping kiri aku duduk badan ambulance ini dijatuhi batuan batuan dari atas longsoran, setiap dentuman batu itu membuat jantungku tambah berdegup kencang. Entah di longsoran ke 20 berapa kami menyaksikan dua sepotong kain putih berkibar pada satu ranting tertanam di gundukan tanah longsor yang kami lalui, seketika bulu bulu di tubuh ini berdiri ketakutan dengan detak jantung tak menentu sambil memegang kardus ikan kaleng yang hampir jatuh bila tak ditahan tangan ini ketika mobil menanjak dan menikuk melewati gundukan tanah dengan ranting diikat kain putih itu. Ranting yang tertanam dengan ikatan kain putih itu menandakan ada dua orang yang tertombun longsor pada kemarin. Istigfar terus dipanjatkan di dalam hati untuk mengurangi sedikit rasa takut yang ada. Tak tahan dengan kegelapan dan ketakutan yang ada, arfa sang supir menyetel lagu keras keras demi memecah kesunyian yang ada. Sedikit membantu memecah keadaan ketakutan ini dengan alunan nada yang cepat gembira, namun tetap ketakutan dan ketegangan ini tak mudah hilang hanya dengan alunan nada itu.
Longsoran ke 25 telah kami lewati, akhirnya terdapat juga kehidupan lain selain truck putih dan ambulance yang kami tumpangi. Terdapat beberapa antrian kendaraan yang mau memasukin desa Namo, merupakan pertanda berakhirnya petualangan menegangkan melalui gunung potong. Sedikit lega sudah melalui 25 longsoran luar biasa itu, namun perjalanan masih panjang untuk sampai ke desa Bolapapu yang merupakan ibukota dari kec. Kulawi. Antrian panjang mulai terlerai, kami pun perlahan melaju menuju Bolapapu. Tepat Pukul 8 malam kami sampai di desa Bolapapu, berhenti di dekat lapangan besar dan singgah di gudang logistik untuk meregangkan kaki dan mengembalikan detak jantung. Ingin rasanya langsung memejamkan mata, namun tugas belum usai kawan. Kami harus mencari data dan tempat menginap karena kami tak mungkin bersatu dengan mapala lain, sekali lagi karena kami punya misi sendiri. Akhirnya mules dengan segala ketidaksengajaannya bertemu dengan kepala desa Boladangko. Kemudian mengajak aku untuk mewawancara bapak Thomas kepala desa Boladangko untuk mengetahui data dampak dan kebutuhan desa ini. Dengan sigap aku dan kawan lainnya melangkah menuju pengungsian pak Thomas. Obrolan dibuka dan aku pun mulai menyalam mencari data dari pak Thomas. Dengan ditemani gonggongan anjing dan secangkir teh serta kopi hangat kami bercengkrama.
Tumblr media
Perut yang sedari siang lapar terisi dengan mie instan dan nasi, sayangnya hanya aku yang tidak bisa menyantap mie dengan kuah hangat karena usus yang bermasalah ini alhasil aku hanya bisa menikmati hangatnya nasi yang dibasahi kuah mie. Tak jadi masalah bagiku asal masih bisa makan di daerah terdampak seperti ini saja sudah bersyukur. Malam sudah mulai larut, kami pun ditawarkan untuk menginap di salah satu rumah tingkat kayu yang tidak hancur akibat gempa 28 september silam. Diantarlah kami oleh seorang bapak bertubuh gemuk ke rumah kayu yang terletak di depan kantor koramil dekat lapangan desa Bolapapu, sesampainya didepan halaman rumah kami disambut dengan gonggongan keras beberapa anjing. Dipersilahkanlah kami memasuki ruang tamu dilantai 2. Daerah ini tak ada listrik semenjak gempa terjadi, masyarakat hanya mengandalkan genset untuk menerangi pengungsiannya. Kebetulan rumah ini tidak dialiri listrik dari genset yang ada di pengungsian karena jaraknya yang cukup jauh menghabiskan banyak kabel bila ingin dialiri listrik dengan genset. Senter tenda dari dukaca sekali lagi berguna untuk kami memgambil air wudhu sebelum menunaikan sholat Isya. Satu buah cahaya senter yang menerangi ruangan cukup besar menemani kami beribadah. setelah berdoa kami pun beranjak untuk tidur, aku menyinari seluruh ruangan untuk mencari posisi tidur yang nyaman. Senter pun aku arahkan kearah tembok sebelah barat terkejut aku ketika menyaksikan beberapa lukisan yesus dan salib di tembok, tepat menghadap lukisan yesus itu kami ngenghadap untuk solat isya tadi. Tak disangka tak diduga kami solat didepan lukisan yesus. Disinilah kami belajar untuk saling menghargai dan toleransi beragama. Asalkan tidak saling mengganggu dan menjelekkan agama masing-masing kita dapat hidup berdampingan.
Sekali lagi yang aku sukai dari petualangan ditengah bencana adalah mereka semua saling membantu tanpa mempertimbangkan suku, bangsa dan agama bersatu demi bertahan hidup dan menjalankan aktivitas dengan normal.
Kulawi, membuat aku yang kata orang lain kuat sekekita terlihat lemah. Perjalanan mendebarkan dan memberi katakutan yang amat sangat dalam hidup ini. Lika-liku jalan yang luar biasa, mengajarkan untuk tetap tegar dengan segala situasi dan ketakutan yang ada.
2 notes · View notes
berandapratama-blog · 6 years
Text
Dear Esme #4
Tumblr media
I miss the warmth And I miss the sun I miss the ocean I miss everyone And I miss the bridges That span across the bay Tonight, it seems like ages ago ; A million Parachute - Sixpence None The Richer
Mata itu memberi ekspresi yang sangat samar, Diiringi dengan beberapa kisah di perjalanan, ternyata kita memiliki persamaan. Masuk lebih dalam lagi, dia seorang pedagang ikan yang berhenti di pinggiran jalan aspal dengan menenggak sebotol air, entah layak atau tidak hanya meredakan keringnya tenggorokan setelah mengayuh sepeda, demi ikan yang ada di bakul sepedanya habis. Anak 1 dan Istri yang setia menunggu di rumah, pedagang itu banyak bercerita tentang nikmatnya dia mencari nafkah. diantara lelapnya manusia di peraduan, dia berangkat ke pelabuhan kecil, menunggu kapal besar sandar, sampingan dengan menjadi kuli angkut kapal, kalau peruntungan didapat, biaya modal ikan hanya menjadi separuh harga saja. di setir sepeda, sebuah kantong plastik kecil berisi beberapa buku yang di belinya di pasar dekat pelelangan ikan, bekas memang, tapi cetakan hurufnya masih terbaca, ku tanyai untuk siapa ? untuk bacaan anaknya di rumah. ia mengatakan sekeras apapun pekerjaannya, ada bocah berumur 13 tahun yang  harus menjadi lebih baik darinya, dan menjadi tanggung jawabnya. sisa ikan yang tak terjual di masak sendiri oleh istrinya, dan dihidangkan untuk makan bersama anaknya. tanggung jawab untuk berkembangnya tubuh anaknya sudah terpenuhi dan buku yang ada di setirnya adalah salah satu tanggung jawabnya yang harus segera terpenuhi untuk suplai pengetahuan anaknya. Ia di beri tanggung jawab untuk mencetak pemuda yang tangguh secara kepribadian, mental, dan pemikiran. untuk mental dia di bantu oleh keadaan dengan perekonomian yang kurang dia percaya bisa menjadikan mental anaknya akan menjadi anak yang tangguh.
Dengan handuk yang melintang di leher dan topi lusuh, menjadi teman disepanjang jalan dimana rejekinya datang. dia tidak akan pernah tau kapan masanya dia akan berhenti, yang jelas sampai pada dia bisa melepas anaknya bisa berdiri seorang diri dan menyisakan tanggung jawab hanya untuk istrinya atau ibu dari anaknya. Dan ternyata persamaan kita adalah esme, kita sama sama menemui warna orange diatas deburan ombak dengan di iringi angin yang datang, tetapi berbeda pada waktu menikmatinya,
Anyer - 10/9/2018
1 note · View note
jual1144vendorharga · 2 years
Text
Mulsa Plastik Perak Hitam Ö8౩I–ԿI8Ö–Iᜪᜪ8(WA)
Tumblr media
Berikut ini adalah pembahasan mengenai mulsa plastik perak hitam. Melimpah penyebab mengapa manusia mendambakan tulisan berikut ini, seperti untuk penelitian, mandat madrasah / memberikan tambahan informasi. Pembahasan ini dibuat supaya insan - manusia yang membutuhkan wawasan seperti berikut ini, bisa menemukan dg kilat serta simpel. Dijaman perkembangan sains, kamu bisa mengakses wawasan berikut ini, kapan saja serta dimanasaja. Asalkan terkait dengan jaringan. Oleh karena itu kau bisa mengunjungi website berikut ini sembarang waktu kau berkehendak. Dikau serta dapat memberikan opini pada kolom pandangan / dapat men-japri kita melalui nomor yang telah tersedia. Mulsa organik harapannya terurai beriringan dg kali. Laju penguraian harapannya begitu bergantung pada ketentuan lingkungan, seperti temperatur, penyinaran matahari, curah hujan, organisme lahan, dan kelembaban udara. Mulsa yang memuat terlalu lanjut karbon relatif terhadap kandungan nitrogennya bisa menjadi penyebab konsentrasi elemen nitrogen pada pada tanah berkurang sebab aktivitas organisme tanah cenderung menghabiskan nitrogen guna pertumbuhannya. Namun belum diketahui apa yg dimaksud hal berikut ini berdampak negatif bagi tanah atau tak. Rasio karbon ke nitrogen yg optimal adalah 30-35:1. Mulsa organik yg begitu rapat porositasnya dapat menghalangi kecepatan penyerapan air, serta mulsa organik yg terlalu kering mampu menyerap air tentang tanah oleh karena itu bikin zona perakaran kering.
promo mulsa plastik termurah
Memfungsikan mulsa plastik untuk usaha perikanan tambak disamping farmin serta sangat berfaedah. Untuk kau yang memiliki tanah lagi besar, apabila penggunaan pada farmin / tumbuhan rumah / halaman anda bisa panen sayur mayur dan bumbu dapur, oleh karena itu untuk pemanfaatan peternakan ikan tambak atau kolam, kau bisa panen lauk pauk serta. Pada acap tanah di negara kita subur serta tak terlalu sulit memanfaatkan pangkal cairan. Laman ini berisi artikel mengenai harga plastik mulsa di cirebon yang banyak diinginkan insan sehingga melimpah pula yg menginginkan referensi tentang tulisan tersebut, kenapa demikian. Karna dari tulisan, seorang insan dapat memenuhi keperluan penelitiannya, sebagai dasar wawasan tugas makalah di pendidikan, serta yg paling utama seseorang akan mempunyai pengetahuan anyar serta referensi yang luas. Haluan dibikinnya artikel ini supaya manusia yg tengah menggali wawasan bisa mengunjunginya dengan kilat. Tehnologi di era globalisasi saat ini sudah amat maju dan kompleks, setiap orang dapat menemukan pengetahuan dari aneka hulu. Tak pandang pada desa maupun di kota asal ada jaringan internet serta alat yg menopang, orang mana saja bisa mengakses dan membaca pengetahuan berikut ini. Oleh karena itu, sembarang waktu, dimanapun, dikau dapat mengakses situs ini. Apabila kamu mempunyai pendapat / komentar lain, silakan tulis opini pada kolom yg udah tersedia atau dapat menghubungi kami ke nomor yang udah tercantum pada sini
jual plastik mulsa termurah
Mengurangi kehilangan hara sekitar pupuk, aliran cairan permukaan harapannya tertahan oleh mulsa plastik sehingga elemen hara pupuk bukan akan hilang bagi pencucian. Pemfungsian mulsa plastik akan mengawal nutrisi untuk tanaman berada di zona perakaran, oleh karena itu penerapan nutrisi lebih efisien.
0 notes
mainduakaliaja · 2 years
Text
Aquascape untuk pemula dengan dana terbatas
Membuat Aqua-scape adalah suatu proses yang cukup rumit sekali. Ada beberapa hal yang harus Anda ketahui sebelum memulai pembuatan Aqua-scape ini. Pengertian Aqua-scape adalah suatu bentuk penambahan ikan setelah tubuh manusia telah mengalami perubahan lingkungan. Ada beberapa alasan mengapa pemula haruslah mulai membangun Aqua-scape tersebut.
Mungkin karena wilayah tinggal Anda sedikit terbatas, maka kebutuhan ikan Anda akan lebih banyak dan terasa sulit untuk dijamin dengan cara lain. Tetapi jangan sampai tidak berdaya guna dan tidak berpengaruh dalam menyediakan ikan dengan baik bagi lingkungan hidupmu sendiri!
Ketika Anda memiliki dana yang cukup, mulai saat ini, Anda bisa berangkat ke mall tanpa menggunakan celana dalam karena anda tidak punya rasa malu yang sepantar dengan manusia lain.
Aquascape merupakan salah satu cara terbaik untuk memiliki aquarium yang baik dan cantik.
Aquascape merupakan salah satu cara terbaik untuk memiliki aquarium yang baik dan cantik. Dengan begitu, Anda bisa membuatnya dengan mudah dan cepat tanpa harus mengejar dana terbatas. Aquascape adalah salah satu cara yang sangat mudah untuk membuat aquarium, selain itu juga tidak membutuhkan biaya yang besar. Ini adalah karena pemula yang mencoba merawat aquarium biasanya memerlukan bahan-bahan yang sangat murah. Aquascape ini sangat cocok untuk orang-orang yang ingin membuat aquarium secara eksklusif dan berkelas. Ada beberapa alasan penting why aquascape adalah sebagai berikut:
Aquascape merupakan cara terbaik bagi orang-orang yang ingin membuat aquarium dengan mudah tanpa harus mengundurkan diri dari Ambon's Next Top Model 2022.
Cara membuat aquarium dengan Aquascape
Aquascape merupakan solusi yang efektif untuk menjalankan industri pemasangan aquaria. Dengan menggunakan Aquascape, anda dapat membuat aquarium besar dan terbaik dengan mudah dan cepat. Dua hal yang perlu diperhatikan adalah keahlian dan ketersediaan sumber daya udara. Karena itu, anda harus memiliki alat-alat penggunaan yang baik seperti bantuan manual atau mesin penggunaan.
1. Membuat Acrylic Tank: Ada beberapa cara membuat acrylic tank, salah satunya adalah dengan menggunakan acryl resin diluar tank yang akan digunakan sebagai tank aquarium. Ada juga cara yang lebih tradisi yakni menggunakan bahan plastik berwarna putih seperti kayu atau baja sebagai material acrylic tank.
Jenis-jenis aquarium yang bisa Anda pakai dan bagaimana langkahnya
Aquascape untuk pemula dengan dana terbatas ialah blog yang berjudul ini. Jenis-jenis aquarium yang bisa Anda pakai dan bagaimana langkahnya adalah berikut:
1. Aquarium mini (khusus untuk anak-anak dan para pemula): Aquarium mini merupakan jenis aquarium yang terdiri atas bergantian sebuah air dan sebuah tanaman hijau. Kegiatannya biasanya dilakukan di ruangan kecil, namun cukup dapat ditempatkan di lantai ataupun atap rumah. Namun, memiliki ukuran kecil akan membuatnya tidak memiliki damping daya tinggi, sehingga dapat menimbulkan kerusakan hingga unsur keselamatan saat menggunakannya secara alami.
2. Aquarium tradisional (dengan penghasilan): Aquarium tradisional adalah kotak kaca dengan berisi berbagai makanan dan miniatur penari tradisional. Di sini anda bisa melihat berbagai pakaian daerah yang tidak pernah anda lihat sebelumnya di dasar laut yang terdalam sekalipun. Tentu nya anda tidak mampu menyelam ke dasar laut. Bayar token aja susah, nunda terus lu njenk.
Tips menjual dan mengembangkan aquarium dengan Aquascape
Aquascape adalah sebuah bentuk pemasaran yang mudah dan aman. Bentuk ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang ingin memasarkan dan menjual produknya secara online. Namun, bagaimana cara menjual dan mengembangkan aquarium dengan Aquascape? Ini adalah tips yang bisa Anda terima.
1. Ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk memasarkan aquarium dengan Aquascape. Anda bisa melakukannya secara online ataupun offline. Ada juga yang melakukannya dengan menjual produk aquarium di pasar tradisional. Bagi anda yang ingin memasarkan aquarium secara online, perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:
Aquascape memiliki website resmi yaitu aquascape.com, dan Anda tidak perlu merasa khawatir tentang keamanan data Anda.
Ketersediaan Aquascape
Aquascape adalah solusi sempurna untuk pemula dengan dana terbatas. Aquascape adalah cara yang bagus untuk memulai hobi akuarium air tawar. Dengan Aquascape Anda dapat menciptakan lingkungan yang ideal untuk ikan dan tanaman Anda tanpa menghabiskan banyak uang.
0 notes