Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
JIKA KAMU IKUT MAULIDAN DI KAMPUNG KAMI
Oleh: Irwan Syamsir
Lahir di Polewali Mandar, saat ini studi Sastra dan Pertunjukan di Yogyakarta.
Jika kamu telah mendengar kabar bahwa bulan rabiul awal telah tiba, maka sudah seyogianya kamu telah menandai angka di kalender untuk memilih waktu agar bisa datang ke kampung kami. Pada bulan inilah, bulan yang selalu ditunggu-tunggu kedatangannya, orang-orang di kampung kami akan sedemikian sibuknya membersihkan rumah dan mesjid, menyiram halaman, mengepung pasar-pasar tradisional, demi mempersiapkan sebuah acara besar bernama maulidan atau lebih tepatnya dalam rangka ikut menyambut dan merayakan kelahiran nabi Muhammad. Rutinitas tahunan yang digelar di seluruh nusantara dan tentu saja setiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing dalam setiap kali menggelarnya. Sebelum lebih jauh, tulisan ini akan mengajakmu datang pelosok Barat Sulawesi, tempat di mana kami, masyarakat etnis Mandar lahir dan tumbuh dengan tradisi yang beragam. Termasuk cara menyambut maulid dan merayakannya setiap tahun.
Paling pertama, jika kamu sudah memilih waktu dan hendak ikut maulidan di kampung kami, kamu tidak perlu kesusahan mencari hotel atau penginapan yang harus kamu bayar mahal lewat website-website tiket. Rumah-rumah di kampung kami selalu terbuka bagi para pendatang dan tentu saja tanpa harus merogoh kantongmu terlebih dahulu. Kamu tinggal berkabar atau melalui penulis ini juga boleh. Kamu akan sangat beruntung bila datang lebih awal, tepatnya sebelum hari maulid diadakan. Kamu bisa melihat betapa hebohnya orang-orang di kampung kami dan, betapa semangatnya mereka seperti sedang mempersiapkan lebaran atau acara pernikahan anak-anak mereka. Kamu akan mencium berbagai aroma masakan yang akan menggoda hidungmu untuk mendekatinya meski kamu harus siap karena matamu akan berkaca-kaca oleh geliat api yang membakar tumpuk kayu. Udara di kampung kami akan dipenuhi kepulan asap dari tungku-tungku yang menanak beras ketan, daging yang dipanggang, ikan, ayam, dan banyak lagi, segala yang akan berakhir di ruang tamu. Segala yang hanya disajikan untukmu.
Jalanan akan dipenuhi umbul-umbul dan sejumlah hiasan kertas yang menjulang di antara kabel-kabel listrik. Kamu akan melihat orang-orang menghias payung, mendengar ringkik kuda yang baru saja dimandikan lewat di hadapanmu, dan gadis-gadis yang tidak terlalu dibiarkan untuk ikut bekerja di dapur, karena disiapkan untuk pertunjukan sayyang pattu’du'. Begitulah kami menyebutnya. Tradisi kuda menari yang telah diwariskan sejak bertahun-tahun lalu dan selalu hadir dalam rangkaian acara maulid di kampung kami.
Kami akan memulainya di mesjid dan berkumpul di sana, menyaksikan baca-baca barzanji, mendengar tausyiah maulid, sembari menyaksikan anak-anak yang khatam qur'an dan berakhir dengan bagi-bagi makanan yang telah ditabur berkah pada orang-orang yang datang dan duduk bersama kami.
Jika kamu ikut maulidan di kampung kami, kamu bisa ikut berbondong-bondong ke mesjid, melihat anak-anak di kampung kami, yang laki-laki memakai pakaian arab, dan perempuan memakai kerudung yang dibalut dengan kain madawara—pakaian yang sering dipakai orang Bugis, Makassar, Mandar tiap pulang dari haji. Kamu akan melihat mereka berjejer rapi dihadapan para imam, untuk mempertanggungjawabkan proses belajar mereka selama mengaji, dengan melatih kefasihan membaca sebelum benar-benar dianggap telah khatam dari guru ngajinya. Dan, sebelum itu dilaksanakan, para santri akan menyanyikan sya’ir-sya’ir barzanji yang berisi kisah-kisah kelahiran Nabi Muhammad. Kamu tentu akan ikut takjub betapa bersemangatnya mereka dan jangan sampai pulang lebih awal, sebelum kebagian makanan yang telah dibungkus plastik, berisi sejumlah kue tradisional, pisang ambon, dan sebagainya. Tentu saja ini lebih dari soal makanan. Tetapi berkah dan do’a yang melekat pada makanan itu akan jadi sangat berarti untukmu.
Jika kamu ikut maulidan di kampung kami, sekalipun bila memang kamu tidak sempat datang lebih awal, tentu tidak jadi masalah. Kamu tetap boleh datang di hari di mana acara digelar. Hanya saja kamu harus siap dengan segala kemacetan dan padatnya orang-orang. Kamu tetap bisa ikut berdiri di tepi jalan, menyaksikan peristiwa yang sekali lagi, telah berulang kali digelar sejak bertahun-tahun lalu. Mendengar rampak rebana yang mengiringi jalannya kuda menari, berkeliling, mengarak gadis-gadis yang menemani anak-anak di kampung kami sebagai wujud syukur dan pembuktian terhadap banyak orang bahwa apa yang telah dilakukannya, yakni belajar, mengaji dan sebagainya, adalah sesuatu yang patut dibanggakan.
Saksikanlah sampai kelar. Jangan sampai ketinggalan juga di mana kalinda’da’ dilantunkan. Semacam puisi lisan yang digunakan untuk mengumbar pujian-pujian dan harapan-harapan yang baik bagi kuda dan penunggangnya juga tentu saja bagi para penontonnya. Orang-orang akan bersorak tanda terhibur meskipun dalam suasana terik yang menyengat. Ikutlah. Kamu tidak perlu khawatir bila matahari membakar lehermu dan keramaian membuatmu sukar membeli air minum. Sebab, sesudah kuda berlalu, kamu bisa memilih rumah mana saja yang ingin kamu singgahi. Di lapang ruang tamu, telah tersedia aneka kuliner yang sengaja disajikan dengan gratis. Kamu harus mampir. Jangan sungkan untuk naik tangga dan berkenalan. Orang-orang di kampung kami amat ramah dan membuka pintunya lebar-lebar untuk siapa saja yang datang. Mereka akan merasa berdosa bila tak mampu melayani orang datang dengan baik, terlebih yang jauh-jauh datang, tidak mereka jamu sekalipun hanya dengan minuman. Perlu diingatkan, usahakan tak terlalu kenyang, karena kamu dianjurkan pindah ke rumah yang lain. Sebab, baru keluar dari pintu dan menginjak anak tangga pertama untuk turun, panggilan sudah akan terdengar lagi. Nikmatilah, kamu akan pulang dengan berbungkus-bungkus makanan.
Jika kamu ikut maulidan di kampung kami, yah, kampung kami, tentu saja kampung tidak dalam artian hanya satu dusun, atau satu desa dalam sturktur geopolitik, karena nyaris setiap dusun, setiap desa akan bergiliran mengadakan ini dan kamu bisa memilih mana saja untuk kamu datangi. Bila kamu masih ragu atau hendak mempertanyakan mengapa maulid dirayakan sebesar ini, dengan kuda menari, dengan masakan macam-macam, dengan sistem open house gratis, dan sebagainya dan sebagainya, oh, sebab memang demikianlah yang kami inginkan. Begitulah cara kami merayakan maulid. Lebih dari sekadar salawat dan pujian-pujian terhadap kelahiran Nabi Muhammad, junjungan banyak orang. Tetapi implementasi dari pesan-pesannya yang penuh cinta dan seruan persaudaraan, itulah yang lebih dari segalanya, sehingga kami memilih membuka rumah, menggelar pertunjukan tradisional adat kami yang tentu meyimpan banyak makna yang bisa kamu pelajari, hari yang baik mana pada saat demikiianlah orang-orang dari berbagai penjuru, berbagai identitas, bahkan dari ras dan agama yang bebeda sekalipun dengan kami, bisa dipertemukan dan berbahagia bersama kami.
Ditulis di Pambusuang Pambusuang, 2019.
0 notes
Text
POLMAN (YANG) JAGO ATAU POLMAN (YANG) UPDATE?
Bagaimana cara merayakan ulang tahun tanah kelahiran di tengah iklim buruk dan rangkaian bencana yang mengancam nyawa orang-orang yang kita cintai?
Desember selalu menjadi bulan yang ditunggu banyak orang karena mendekati perayaan akhir dan awal tahun. Barangkali sebagai satu cara berterimakasih atas pencapaian mereka atau setidaknya masih diberi umur untuk hidup di tahun selanjutnya. Orang-orang di seluruh penjuru kota menyiapkan pesta. Terlebih lagi, bila momen itu bersamaan dengan hari jadi atau hari ulang tahun daerah tertentu. Polewali Mandar, salah satunya, tempat kelahiran saya.
Sekitar 10 tahun lalu, saya mengikuti euphoria perayaan hari jadi Polewali Mandar (Polman) di kota Polewali, ibu kota kabupaten. Kerlap-kerlip lampu, panggung mewah, pertunjukan budaya, stand ekonomi kreatif, lomba-lomba dengan hadiah tak sedikit dan antusias masyarakat yang meramaikan, menandai perayaan hari jadi Polman yang sukses. Itulah momen pertama saya merayakan hari jadi dan tak pernah menyaksikannya lagi selain lewat kanal media sosial yang masih aktif mengabarkan prestasi Polman dalam berbagai bidang dan potensi. Ekonomi, wisata, budaya dan banyak lagi telah diakui secara nasional bahkan internasional. Layaklah kita mengapresasi daerah yang usianya sudah menginjak 63 ini dengan predikat jago.
Kata jago seringkali disepadankan dengan hero atau yang berarti pahlawan, tokoh unggul, atau patron, yang telah memiliki bekal pengalaman dan jam terbang, sehingga bisa menjadi lawan tanding, di satu sisi menjadi inspirasi. Polman bisa kita sebut karena sekian prestasinya, yang mungkin belum dicapai daerah lain, bisa memantik semangat untuk memiliki capaian yang sama saat event, atau lomba-lomba antar daerah. Ini jagoanku, satu potongan dialog yang lazim kita lihat dalam drama televisi untuk mendeklamasikan kehebatan dan keunggulan. Polman boleh boleh saja unjuk kejagoan. Tetapi sampai kapan jago itu bertahan?
Belum lama ini, tidak satu dua berita yang mengabarkan bencana di Polman. Banjir bandang, longsor dan gelombang tinggi, -- tinggal menambah kata Polman dan angka tahun ini, kita bisa mengetik di pencarian internet untuk membuktikannya dan berbagai link berita akan membawa kita melihat fakta-fakta yang terjadi. Ratusan rumah rusak bahkan sampai terisolir, akses terputus, dan tentu puluhan keluarga terdampak dari masyarakat di pelosok-pelosok, di desa-desa kecil di Polman, yang jauh dari ibukota kabupaten. Ironi, nyaris semua rangkaian bencana itu terjadi di bulan desember ini, di waktu-waktu tinggal menghitung hari menuju perayaan hari jadi. Bagaimana merayakan hari ulang tahun tanah kelahiran di tengah iklim buruk dan rangkaian bencana yang mengancam orang-orang yang kita cintai?
Bulan Desember memang selalu identik dengan iklim yang memprihatinkan. Hujan deras, angin kencang dan gelombang tinggi selalu menjadi daftar warning atau informasi yang diperingatkan dari sekian lembaga berkompeten, seperti BMKG juga pakar-pakar lingkungan dari seluruh dunia. Namun, seringkali peringatan tersebut tidak diserap secara serius atau dipahami dengan baik oleh masyarakat kita sampai tiba-tiba bencana itu datang. Harus kita akui di Polman, salah satunya.
Apa yang dilakukan para pemangku kebijakan setiap kali bencana datang di Polman? Adakah kebijakan yang dicetuskan saat dan setelah bencana terjadi selain mengirim bantuan logistik sebanyak-banyaknya terhadap masyarakat terdampak? Apakah mereka sudah merasa telah melunasi tanggung jawab dengan hal demikian? Sudah adakah semacam edukasi rutin atau program mitigasi di setiap desa-desa yang rawan bencana setiap tahunnya sehingga masyarakat bisa menyiapkan diri saat musim di bulan desember tiba?
Sayangnya, sepertinya tidak ada. Sekali lagi sepertinya. Masyarakat kita harus mengulang respon yang sama setiap bencana tiba di tiap tahun. Tidak ada mitigasi yang serius yang mestinya jadi program wajib dari daerah, dan bahkan harus disiapkan dari sekian bulan terutama untuk daerah yang rawan. Faktanya, tidak ada apa-apa di bulan desember selain pesta-pesta atau festival-festival. Tampaknya, pemerintah kita hanya sibuk memperkenalkan prestasi Polman di atas panggung padahal sesungguhnya cacat menangani hal urgent dari daerahnya sendiri, daerah yang dibangga-banggakan di setiap bulan desember, dirayakan di ibukota kabupaten, tepat pada saat masyarakat masih kalang kabut dengan hujan deras, longsor dan gelombang tinggi, yang mengancam tempat tinggal dan nyawa mereka. Tahukah anda, Polman, tidak hanya punya kota Polewali. Tetapi ratusan desa dengan warga yang mempertaruhkan hidup dan nasibnya. Masihkah kita ingin menyebut Polman jago?
Sampai hari ini masyarakat Polman belum lepas dari ancaman iklim akhir tahun dan begitulah seterusnya jika taka da pembenahan atau refleksi serius yang bisa diwujudkan dengan program-program edukasi bencana. Fakta bencana ini harus kita akui, bila tak punya waktu menelusuri di kolom pencarian internet atau malas membaca berita, cukup bukalah instagramnya Polman Update, satu akun yang sangat aktif menginformasikan peristiwa yang terjadi di Polman, termasuk bencana. Benar-benar akun update. Tetapi sayangnya belum bisa merepresantasekan Polman, sebagai daerah yang update, melek informasi, atau cekatan terhadap pengetahuan akan persoalan bencana yang wajib jadi edukasi rutin terhadap masyarakat.
Kita belum lagi bicara bicara satu persoalan yang elementer dan justru cukup urgent yakni sampah, yang rasanya tidak kunjung tuntas diurus. Tidak ada pembicaraan soal regulasi atau kebijakan yang serius mengenai hal ini. Pembicaraan sampah baru digencarkan saat masyarakat secara kolektif melakukan gugatan dan sampah sudah semakin menumpuk di tempat mereka. Seperti biasa, masyarakat lahsering disalahkan karena membuang sampah sembarangan sementara untuk hal konkret tidak disediakan tempat pembuangan untuk mereka.
Jadinya, sungai selalu menjadi tempat pilihan untuk membuang sampah yang nantinya akan berakhir di laut. Tahukah anda Polman punya dua DAS (Daerah Aliran Sungai) kritis yakni di Mapilli dan Tinambung, yang membentang luas dan panjang Bisa dibayangkan apa yang terjadi saat desember tiba dengan curah hujan deras yang bisa berlangsung berhari-hari. Air sungai akan meluap mengepung kampung-kampung, turun jadi longsor, dan menenggelamkan rumah-rumah warga.
Begitulah terus siklusnya setiap tahun dan mungkin hingga akhir tahun berikutnya lagi, kita akan melihat Polman yang penuh kerlap-kerlip lampu, merayakan festival-festival untuk kelahirannnya, ketimbang melakukan refleksi terhadap segala persoalan di daerah.
(ket poto dari tribun sulbar)
2 notes
·
View notes