Text
Dear Esme #22 Manifestasi Ruang Kosong
"I am free and that is why i am lost - Franz Kafka" Tidak ada yang lebih baik dari pada mengumpat pada keadaan dan karena kita sendiri menyadarinya. Esme, beberapa bagian dari diriku sudah bukan untukku lagi, ada yang harus aku hidupi, ada yang harus aku usahakan, dan ada yang menungguku jauh disana sembari merajut detik, hari bulan untuk menyambutku dalam peluh dan karenanya aku dapat kembali merajut mimpi dan memulai kembali. Tentunya aku tidak serta-merta siap dalam kondisi tangguh, aku menyadari disatu sisi ada bagian yang sangat lemah dalam diriku, aku tidak bisa berjalan seraya berjalan dengan tanpa tujuan, seperti kutipan dari Franz Kafka hidup dalam keadaan bebas tanpa tujuan, tanpa ikatan, tanpa tanggung jawab adalah mimpi buruk. Ada masa dimana aktifitas bangun siang adalah sesuatu yang menyenangkan, tapi tidak pada saat ini, aku menjumpai diriku dalam keadaan kosong ketika matahari menjadikanku pecundang. "What's Next or What's Then ?", pertanyaan itu selalu muncul, tidak hanya itu, peryanyaan akan waktu selalu mengejarku untuk doin something atau tidak sama sekali.
"Bagaimana untuk menjadi tangguh ?", aku sangat menyadari bahwa aku hanya manusia yang menjalankan takdir tuhan, tapi sebagai manusia menjadi lebih baik adalah Human Being. Bagaimana mempunyai daya tahan se-kuat itu Esme, kalau saja aku mendapati hari - hari buruk dalam beraktifitas dan semua menjemukan, dan dia menemukanku dalam keadaan lunglai pasrah dan kalah. Tidak, aku tidak akan menyangkal bahwa air mata adalah penutup duka yang baik, melegakan. Pada dirinya pun aku menangis dengan lantang dan mengutarakan semua hal yang memberatkan hariku. Kasihnya, menguatkanku untuk bangkit kembali, dan aku percaya setidaknya sampai saat ini Tuhan menitipkan kasih pada dirinya untuk memelukku erat, menenangkanku dengan segala bahasa tubuhnya mendekapku dan merangkai kembali bagian tubuhku yang hancur. Aku sangat tangguh, tapi tidak ketika dihadapnya, aku menyerahkan diri.
Pernahkah kau Esme, terhanyut pada ruang kosong yang hanya ada diri sendiri di sana, semuanya serba putih, tidak ada sudut ruangan tembok tidak ada batasan, hanya kosong tanpa batas, sejauh apapun dirimu melangkah dan kau hanya berada di tempat yang sama. tidak ada kebuntuan, sepinya menegangkan dan bahkan kau sendiri mampu mendengar tempo nadi yang selama ini tidak pernah kau rasakan. Dan selama waktu yang ada menjadikan ruang hampa itu terasa mengejarmu, sampai kau tak terasa nafasmu memburu, keringat turun deras dari pangkal rambut turun menyusuri dahi dan membasahi alis. Tidak ada siapapun disana, hanya ada tubuh sempurna yang sedang berusaha keluar dari kondisi tersebut. Ini bukan tentang ruangan, lebih dari pada sekedar ruangan yang mengurungmu, namun ini adalah situasi dimana ruangan tidak cukup untuk mengurungmu, tetapi kau juga tidak bisa keluar dari kondisi itu. Teriakanpun tak mampu menjangkau apapun di situ, sejauh apa kau mampu melontarkan nada keputusasaan dan tidak ada yang menjangkau itu. Dan ternyata kondisi ruangan besar itu ada dalam otakmu yang kecil, dalam kesadaran mutlak dan kau menemui dirimu ada dalam otak kecil itu, dan apa yang akan terjadi Esme ??, Bagaimana kita dapat menciptakan hal besar dari otak yg berada didalam kepala kita yang ukurannya tidak lebih besar dari panci rice cooker ukuran 1 liter. Aku tidak pernah meragukan kemampuan setiap manusia untuk bisa bertindak lebih, bahkan melebihi dirinya sendiri. Kau sendiri tau bahwa di masalalu ada orang yang mempunyai mimpi untuk menjadi seorang pelukis namun terhalang oleh ayahnya dan puluhan tahun kemudian waktu menjadikanya seorang diktator Fasis, tak hanya itu kau juga khatam dengan seorang mahasiswa kedokteran dan menyandang asma akut, namun tidak menghalanginya untuk memerdekakan Kuba dengan jalan Komunis. Kita bisa lebih dari apa yang kita miliki Esme.
Saat ini, semua impian dan keyakinan masih dalam bayangan angan, tak mampu aku menggenggam walau untuk menuju kesana disertai dengan rasa dendam. Kau tahu Esme, bahwa hidup ini amat sangat menyenangkan hanya jika kita bisa memilih, hanya jika Esme, iya hanya jika, bagaimana akan memilih jika situasi saja tidak mendukungmu ? bagaimana kau bisa memilih untuk mengkonsumsi best Wagyu A5 terbaik yang dihadirkan dari jepang, jika kau hanya mempunyai pecahan Rp2000 lima lembar dan hanya bisa untuk bisa membeli tempe satu papan ? ini bukan tentang perbandingan kandungan nutrisi dan protein, keduanya sangat berbeda meskipun sama-sama mempunyai satu persamaan yaitu Protein, Hewani dan Nabati tentu mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kondisi itu akan mendorongmu untuk mengkonsumsi Tempe yang itu juga akan kau bagi menjadi 5 sesi waktu makan. Miris bukan ? ketika banyak orang menaiki podium gedung atau graha mewah dengan semangat motivasi bahwa hidup adalah sebuah pilihan tetapi disudut kota sesorang mempunyai pilihan hanya hidup, tidak lebih, hanya hidup untuk hari ini, ia tidak mempunyai keberanian menyambut esok hari jika rasa lapar untuk hari ini belum tercukupi.
Bagiku, sadar adalah penting. Sadar adalah berfikir, sadar adalah jalan menuju kebebasan. Jika saja kita tarik, semua tentang Sukses/Roadmap tentu didasari dengan pikiran sadar. Sebelum menentukan hasil akhir (outcome) untuk dituju, hal yang akan kau tentukan untuk langkah awal adalah persiapan, resource yang dibutuhkan dan Timeline yang jelas, pada saat itu Idealistis dan Realistis harus sejajar, agar tidak menjadikan impian yang naif, buta dan tanpa arah. Jika tidak, akan ada banyak proses yang terbuang, Sunk Cost yang tidak terukur dan tidak akan menjadikan apa - apa dan kau hanya akan menemui dirimu kembali pada ruang yang sangat besar, berwarna putih dan berlari tanpa henti pada tanpa arah dalam otak yang kecil. "and yet i fight, yet i fight this battle all alone" - Alice in chains
2 notes
·
View notes
Text
Esme #21, Setelah melewati perenungan
Dear Esme, Maafkan aku menghindarimu selama beberapa bulan kebelakang, banyak peristiwa realita yang mengharuskanku menyelesaikan itu dan banyak hal yang tentunya ku temui. Sebelumnya, kusempatkan untuk membaca kembali beberapa surat yang sudah kutulis padamu, dan itu cukup menyentuhku dengan perasaan yang dalam bahwa aku sudah melalui banyak hal dan cukup baik bahwa itu terdokumentasikan dalam surat yang tentunya sudah kau baca juga. tepatnya sudah 2 tahun aku hidup bersanding dan bekerja dengan orang tua Esme, beberapa waktu kusempatkan untuk singgah ke kota Malang untuk menemui Ayu bagian hidupku yang saat ini sedang aku perjuangkan, tak lupa juga hidup bersanding orang tua adalah kesempatan sebaik - baiknya kesempatan yang aku dapatkan saat ini, banyak cerita masalalu yang baru kudengar dengan beberapa fakta yang membuatku tertampar dan menjadikan diriku saat ini.
Esme, aku sadar proses hidup adalah bagian dari hidup itu sendiri, setiap orang memilikinya dan menjalaninya, ketika bayi lahir berkembang menjadi balita yang berusaha mengerti apa yang ada di sekitarnya, beranjak remaja yang di iringi dengan pubertas, perubahan hormon dan aktualisasi diri untuk ingin diakui, dan dewasa adalah bagian yang terpanjangn diantara semua fase tersebut, karena tidak semua orang mampu memahami dan mengerti atau sampai pada fase tua. aku menemui sebuah kalimat menarik di sosial media “Dia sudah mati diusia 25 tahun, dan yang hidup saat ini hanya raganya bukan jiwanya”. Kalimat itu menarik dan menaparku cukup keras, bahwa di sekitar usia itu aku saat ini. Teringat aku pernah mendengar kalimat dan pengungkapan yang secara makna menurutku sama, yaitu “Mati sebelum mati”,, sangat abstrak bukan?. Tentang jiwa yang menyerah untuk mengaktualisasi diri dan menyerah dengan hikmat kepada tuhan. dia masih mempunyai fisik yang sehat, mampu melakukan apapun namun semangatnya pudar, dia hanya menyambung hidup untuk esok hari, hidup dari hari ke hari. Aku sangat takut untuk sampai pada perasaan tersebut, karena bagiku masa depan masih samar untukku, aku sudah mempersiapkan banyak hal menurutku, namun tidak cukup menjawab seperti apa aku di masa yang akan datang. bahkan dapat kamu simpulkan, gayaku menulis saat ini menurun, aku tidak mengasahnya dalam waktu yang cukup lama. Banyak peristiwa penting yang tidak aku dokumentasikan untuk dapat diakses kembali sebagai memoar untuk melawan lupa, semua itu hanya ada pada ingatan yang perlahan mulai pudar seiring berjalannya waktu.
Tak dipungkiri, kita hidup hanya akan meninggalkan sebuah cerita yang akan hinggap pada ingatan setiap orang yang kita kenal. Jasad kita akan habis Esme, terkubur di bawah tanah dan kita hanya akan beratapkan sebilah kayu dan terganjal bulatan tanah untuk memiringkan tubuh kita kearah kanan dan kepala yang searah dengan kiblat. Lucu ya, bahkan tidur kita sendiri yang mampu mengarahkan tubuh untuk mengahadap kanan atau kiri, telungkup atau terlentang, ketika roh sudah pergi dari jasad yang kita banggakan untuk menghadap saja kita perlu bantuan tanah. Nyatanya tentang kematian adalah peristiwa yang ku alami ketika berada di rumah, yang pertama adalah kakekku langsung, yang terakhir adalah salah satu sosok tetua dalam keluarga besar atau secara silsilah adalah kakek buyutku seharusnya namun tidak terikat darah. Dua orang tersebut cukup membuatku tersadar bahwa senja adalah satu - satu nya hal yang bukan tetang keindahan namun suatu mimpi buruk bagi kita yang hidup. Aku sangat menyadari bahwa hal terakhir adalah suatu rahasia dari Tuhan, karena sejatinya kata “Terakhir” paling mutlak adalah hidup menjelang kematian. Teringat salah satu cerpen dari sebuah buku Rectoverso karya Dee Lestari dari seorang kawan yang dengan senang hati meminjamkannya padaku, Cerpen tersebut berjudul Firasat dan terabadikan dalam lagu maupun di visualisasikan dengan judul yang sama bahwa firasat adalah kode alam terhadap peristiwa yang akan terjadi pada diri kita, aku mengikuti setiap latar dan peristiwa pada cerpen tersebut dan memahaminya di kemudian hari bahwa firasat adalah pesan terselubung sampai kita sadar apa yang akan terjadi dikemudian hari dan mengerti tanpa ada alasan akan hal tersebut. Sebelum kecelakaan merenggutnya dan membiarkannya tak berdaya dalam beberapa hari Esme, Almarhum kakekku mempunyai sebuah proyek untuk merenovasi Pawon atau dapur sedemikian rupa karena menurutnya akan ada acara yang tentunya memerlukan dapur untuk melaksanakan acara tersebut, bagiku itu hanya salah satu proyek sia-sia hanya untuk sebuah dapur, hal remeh yang biayanya dapat dialokasikan untuk keperluan lain yang mendesak sampai akhirnya dapurpun selesai dan cukup fungsional duabulan kemudian untuk penyelenggaraan pengajian tahlil kakekku non stop selama 6 malam, ya ternyata dia sudah mempersiapkan diri untuk itu, proyek itu adalah pesan dan pesan adalah firasat, tak seorangpun dari kami keluarga yang tinggal memahami proyek itu sebelumnya adalah sekedar proyek yang sia - sia sampai akhirnya dia menyerahkan semua kehidupan kepada tuhan. Kecelakaan merenggutnya dari kami, setidaknya kami memiliki kesempatan 4 Malam untuk mampu menerima ketika tengkorak yang dibanjiri oleh darah karena pembuluh darah pecah tak mampu lagi untuk membuatnya kembali seperti sediakala. Malam pertama di ICU ada harapan bahwa kondisinya akan kembali, dan akan kami lakukan apapun untuk membuat kondisinya membaik, nyatanya malam pertama terlewat dan dengan kondisi yang sama melewati malam kedua dan ketiga, harapanpun pupus, satu-satunya perasaan yang hinggap adalah berusaha untuk menerima apapun yang terjadi dan menunaikan kewajiban yang belum sempat terselesaikan oleh beliau, ingatan seorang istri atau nenekku persis di malam ketiga berucap bahwa almarhum memiliki nazar akan mengaqiqahkan ketiga cucunya, termasuk diriku Esme namun nazar tersebut belum dapat di tunaikan karena belum menemukan waktu yang tepat, bahkan tidak akan pernah tepat. Nenek teringat tidak hanya nazarnya saja, biaya untuk membeli kambing yang sudah almarhum kumpulkan setelah sekian tahun beliau juga masih tersimpan rapi didalam kaos kakiku yang sudah tak terpakai. Ketika mendengar nazar tersebut, aku hanya berfikir bagaimana dapat menunaikan nazar itu secepat mungkin, karena aku takut itu yang membuatnya menunggu untuk menghadap Tuhan. Kutemukan kaoskaki itu dalam lemarinya dan nominal yang banyak, esoknya pagi sekali aku menemui vendor katering yang menerima aqiqah yang bisa mengolah itu secepat mungkin. 4 ekor kambing dalam waktu satu hari. Setelah deal dengan harga yang telah di sepakati, kepala vendor ini bilang bahwa 4 ekor kambing ini akan di sembelih ba’da duhur hari ini, dan persis, Kakek dinyatakan meninggal oleh rumahsakit pas pukul 12.30 siang hari. Ternyata itu yang menunggunya Esme, 4 ekor kambing adalah ibadah terakhirnya dan janjinya kepada Tuhan.
Tidak ada hal yang dapat diketahui bahkan takdir yang merupakan kontrak hidup kita di dunia akan berapa lama dan berapa lama yang tersisa, yang aku tahu saat ini berbuat baik dan beribadah adalah hal mutlak, jasad kita akan habis, namun cerita dan kesan akan hidup lama sebagaimana itu diabadikan. Kita mempunyai tempat di masyarakat atau pada orang yang kita kenal, ada ruang pada hati dan ingatan mereka tentang kita Esme, sebaiknya kita memahami apa yang seharusnya kita lakukan dan berusaha untuk tidak menyentuh hal buruk yang menciderai kita sendiri di masa yang akan datang atau bahkan setelah kita mati. Karena Kesalahan yang didasari oleh kesenangan yang terpicu karena diri sendiri memiliki dampak yang lebih tinggi dari pada kesalahan yang dipicu bukan dari diri kita sendiri.
~ Te Amo,
7 notes
·
View notes
Text
Esme #20, One more time Esme.
”But you and i, we live and die
The world still spinning round" - Oasis
Esme, surat ke duapuluh. Genap sudah pesan - pesan yang ku kirimkan kepadamu. Nampaknya aku akan terus membiarkanmu hidup dalam kata dan setiap cerita untuk bisa meninggalkan jejak atas apa yang sudah di lakukan. Tak lepas dari sujud syukurku yang selalu mengiringi suratku kepadamu atas apa yang sudah kulalui dan bisa kusampaikan kepadamu Esme. Nampaknya kita memang harus selalu dalam jarak agar surat ini tidak berhenti di duapuluh tak apa, sudah aku habiskan berbulan - bulan di kampung halaman (Banyuwangi) namun tak juga kurasakan kehadiranmu, dan sepertinya sudah seharusnya tidak kau tampakkan dirimu secara utuh. Dengan suratku pun rasaku sudah tersampaikan. Yap, dengan terkirimnya surat ini nanti artinya aku harus segera kengistirahatkan diri, sebab pagi ini harus sering sering cek kondisi indukan kelinci yang sudah gusar Esme, menanti kelahiran rombongan bayi pertamanya, karena ini pertama kalinya ia mengandung. Ku persingkat saja ya.
Esme, jika kita flashback dari awal tahun lalu, 2020 menyadarkanku, bahwa pada akhirya kita harus mensyukuri setiap pertemuan, dengan siapapun dan dalam rangka apapun. Ku urutkan kepadamu. Januari lalu aku terkepung dengan ambisi yang ternyata tak mampu untuk kulakukan, lelaki yang masih bau embun pagi yang berusaha menaklukan jalur pasok dan menabrak semua batasan diri, yap mungkin dirimu sudah menyadarinya, dan februari sampai desember terlarut atas semua hal yang sudah aku lakukan, tak nampak memang. Tapi akhir desember lalu aku mengurai semua yang sudah ku lalui, waktu demi waktu, hari demi hari, jalan berdebu dan langit kelabu. Tahun lalu kita sama Esme, berusaha membunuh waktu dengan mata lebam dan kaki terseok menahan agar tetap bisa berdiri dan menyambut fajar setelah pergantian hari. Semua yang kulakukan adalah demi terlihat menjadi seorang yang sempurna dimata siapapun itu, dengan kepala yang mendongak tajam hati akan selalu berkata mampu padahal otakpun lelah dan terkadang menyerah. Alhasil rasa takut akan salah dan tidak sempurna adalah musuh terbesar, berdampak pada jenjang belajar yang seharusnya terselesaikan. Satu tahun lebih ambisi menyelimuti dan seolah menolak semua masalah yang hadir satu demi satu, kepala masih selalu ingin mendongak dan terakui, tapi waktu demi waktu menyadarkanku setelah semua hal yang kumiliki dan keinginan yang tak kunjung temu menyadarkanku untuk membunuh rasa mampu yang menggebu, hidup dan mati adalah hal yang setiap manusia lalui namun mati dalam keadaan masih hidup adalah hal bodoh. "Think and Grow rich" sebuah buku yang ku selesaikan Desember lalu turut andil atas jawaban untuk apa larut dengan semua kegagalan yang menghantam bertubi - tubi, dengan satu kalimat menohok "Modal terbesar dari manusia adalah badan yang sehat" kalimat tersebut cukup menamparku Esme setelah kesombongan diri sendiri menghambat atas apa yang seharusnya kulakukan dan tidak seharusnya kulakukan. Ayu senantiasa menyadarkanku bahwa aku sudah melalui banyak hal yang tidak semua orang melaluinya, dengan kebebasan mutlak memilih jalam hidup sendiri, dimatanya aku hebat, dimataku lengkap sudah diriku dengan kekurangan yang kumiliki. Darisana aku mensyukuri bahwa semua kegagalan yang kulalui dan jalan hidup yang kumiliki adalah kebebasan mutlak yang tetap bersandar pada batasan dan tanpa merugikan orang lain. Dia menyadarkanku Esme bahwa aku bisa memulai kembali dan melanjutkan apa yang seharusnya dilakukan. Menjaga nalar dan ego adalah kunci karena aku tidak akan mengulangi kesalahan yang diperbuat dan mengurai peluang yang ada, saat ini adalah bagaimana aku benar - benar menjaga nafas dalam bertindak karena harus tepat dalam menerjemahkan apa yang kubutuhkan dari pada yang kuinginkan. Kecerobohan menuntunku dalam gagal dan mengajarkanku untuk remidial.
Saat ini aku menikmati apa yang kumiliki dan semuanya menjadi bagian utuh yang harus senantiasa aku syukuri. Sesederhana kepuasan batinku terpenuhi ketika indukan kelinciku berhasil melalui waktu untuk menghadirkan bayi kelinci.
Te amo
3 notes
·
View notes
Text
Esme #19
Esme, kalau saja mendung tak berarti apa - apa
Mengapa hujan tidak menghadirkan tawa ?
3 notes
·
View notes
Text
Dear Esme, #18
Esme, rindu yang sampai dengan riuh angin menandakan sudah saatnya aku menyuratimu. Dari draft - draft yang tersimpan lalu ku hapus kembali dengan anak kalimat yang baru. Bagaimana dirimu?? Sudahkah kau sapa dirinya dalam mimpi seraya menitipkan salam dariku ?? Untuk bisa mengenal dirimu lebih baik lagi diantara semua yang terbaik dan yang kumiliki. Perjumpaannya dengan orang tuaku menjadi titik balik atas apa yang harus di tempuh. Sejenak aku terlalu berlalu atas apa yang sudah membuatku jatuh, sejatuhnya dan tak mampu membedakan gelapnya terang yang muncul pada setengah 6 pagi langit di Banyuwangi.
Mentari tetap menampakkan sinarnya Esme, dan tak perlu diakui dia sudah tau apa yang dia harus lakukan, aku tak membayangkan mentari meleset saja terbitnya, bukankah seisi bumi akan mundur, semua yang terlibat didalamnya akan freeze sepersekian jam dan apa yang harus dilakukan ?? Berserah, ya dengan apapun yang dimiliki saat ini.
Esme, hari - hariku semakin nyata membentuk pola yang harus dihubungkan dengan realita, tanpa adanya intervensi dari apa yang orang lain pikir, tidak Esme, kita hidup untuk kita sendiri tanpa tau parameter apa yang bisa membuat orang lain tersenyum, jika ternyata senyum itulah yang harus dicari, lantas untuk apa ? Jika tekanan justru menusuk diri sendiri atas apa yang kita lakukan.
Tak banyak yang kutau sebelumnya, semakin aku tau semakin aku tidak mengetahuinya, semakin aku memiliki semakin aku hinggap dalam kenyataan hampa bahwa semua yang dimiliki tidak akan tergenggam dengan nyata dan rasa. Memiliki adalah tidak memiliki, meyakini adalah hal yang pasti dan mencintai untuk saat ini.
Aku percaya setiap niatan baik akan berbuah jalan tanpa kita meminta, beberapa saat yang lalu bertemu aku dengan seorang peternak kelinci, di tengah teriknya Kabupaten Banyuwangi. Orang mengenalnya dengan nama mbah So, seorang lelaki yang sudah bergelut dengan kelinci sejak tahun 1985 Esme, dengan kesabarannya dan keteguhannya mampu menghasilkan turunan kelinci unggul yang tidak kutemui di tempat lain, kepribadian yang patutndi contoh. Cerita yang menarik ketika tahun 90 an dirinya memberikan anakan sepasang kelinci untuk anak kelas 5 sd, untuk dirawat dan berketurunan. Tujuannya adalah agar ketika anak - anak itu sudah menginjak kelas 6 sd dimana sebentar lagi akan EBTANAS(saat ini UN) atau ujian kelulusan yang diharuskan membayar untuk itu tidak membebani orang tuanya, karena anakan dari kelinci yang sudah mereka rawat akan di beli oleh mbah So dan uang yang mereka dapatkan bisa untuk membayarkan ujian kelulusan. Perspektif bisnis ini juga bisa jadi sebuah investasi, namun lebih dari pada itu mbah So tidak hanya berinvestasi kepada anak - anak tersebut, namun juga mengajari untuk bertanggung jawab atas apa yang sudah dipercayakan sejak dini, tentunya mbah So juga mengedepankan tujuan pendidikan Esme, karena kelinci tersebut dapat beranak pinak lagi dan mampu memberikan sedikit uang jajan untuk mereka. Ada lagi cerita yang membuatku tertegun ketika mbah So membeli sepasang kelinci juga dari seorang anak SMP, dimana ia sebenarnya ragu untuk apa dia membeli karena kelincinya sendiri sudah lebih dari cukup. Ternyata ada alasan lain Esme, alasan anak tersebut menjual kelinci kepada mbah So adalah untul membeli buku, disitu mbah So sudah tidak bisa mengelak lagi, akhirnya dibelilah kelinci tersebut, seketika kaku aku mendengarnya Esme, kejadian tersebut juga pernah aku alami, namun aku terlanjur negatif thinking dan acuh dan memberikan dua buah batang rokok ketika ada dua orang anak mengamen di kota tua, acuh saja aku meberikannya setelah sadar ternyata alasannya mengamen adalah untuk sekolah. Seketika hatiku hancur. Berprasangka negatif adalah penyakit. Mbah So berpesan kepadaku Esme, kelinci juga seperti manusia berperasaan. Rawatlah kelinci seperti aku merawat anakku nanti, kelinci tau kapan waktunya dia menerima dan kapan dia memberi setelah semua apa yang di berikan kepadanya. Dari sana aku belajar bahwa semua yang kita jalani akan memberikan hasil jika kita benar - benar sepenuh hati dan berdedikasi.
Saat ini sedang ku tunggu kelahiran dari indukan yang dipercayakan mbah So kepadaku, warnah putih dan bulu mata yang cantik Esme, semoga pada Desember ini dia memberikan keturunan yang baik dan semoga bisa kulanjutkan amanah dari Mbah So.
3 notes
·
View notes
Text
Dear Esme #17, Perjalanan yang Bergerak Mundur
Tak berasa, sudah sampai di surat yang ke 17 sejak awal aku menyuratimu. Surat dengan urutan spesial dengan berkali - kali harus ku haturkan terimakasih atas apa yang sudah mendukungku sampai saat ini, tak terkecuali dirimu Esme. Hampir genap dua minggu berada di kampung halaman, bekerja di tempat yg dimana sempat aku berkhayal bisa dari rumah, di kebon rambutan, dibawah riak batang bambu tertiup angin dan desiran air mengalir sawah mengalir dibelakang rumah mbah, dan terjadilah begitu saja yang aku tidak pernah tau apakah bisa kejadian. Kita perlu sepakat Esme, bahwa selalu ada hikmah dari sesuatu yang kita tidak kehendaki, apapun itu hanya kita yang tau dengan sadar atau tidak. Keputusan untuk mengendarai bis juga cukup keputusan yang tepat, cukup memangkas waktu perjalanan darat untuk aku bisa menggapai kampungku, kampung kita Esme, di ujung timur Pulau Jawa. Pulo Gebang dan semua hal yang akan berkembang didalamnya mengisyaratkan terminal selalu menjadi tempat yang sakral bagi beberapa orang yang menhendaki perjalanan. Mampir di warung padang mengisi perut dan beberapa batang rokok, berkenalan dengan cara berbagi korek apik, orang Palembang yang baru saja di Jakarta 3 hari yang lalu harus kembali karena alasan pekerjaan di kampung dan keluarga. Esme, sejenak aku berfikir bahwa aku berada di Indonesia, bukan hanya terminal, apalagi Jakarta, ini Indonesia. Tanpa salah satu diantara kita adalah siapa dan apa peran kita dan sudah setinggi apa jabatan kita, kita sama Esme, sama - sama makan nasi padang dengan lauk lele goreng, hal kecil yang selalu akan menambah memori kecil di setiap perjalanan yang aku lakukan, ada kesan ketika bertemu dengan sesorang walaupun hanya sejenak, selalu ada yang bisa menjadi momen dan selalu ada yang bisa di syukuri. Sampai dengan perjalanan di Cikampek dengan pemandangan industrial dan jalanan aspal dengan berkali kali terlewati container yang berjalan dengan seorang sopir yang menghendaki hidupnya hanyalah orang jalan, dan rejekinya ada disana dengan resiko yang sewaktu - waktu datang, doaku selalu untuk orang yang mencari rejeki di jalan, semoga setiap perjalanan selalu di beri keselamatan. Keluar pintu tol Cirebon setelah menempuh 6 jam perjalanan untuk makan malam, memasuki rumah makan yang sama persis ketika perjalananku ke Jakarta, hanya saja aku sendiri saat ini. Tidak ada ibu seperti pertama kali aku kesana, disampingku untuk makan nasi campur sop dan ayam khas masakan travel dan bus, tempat yang sama dan momen yang sama, dengan waktu berbeda dan rasa yang sama. 4 tahun lalu Esme, waktu berjalan cepat ketika aku menyusuri dan melewati tempat yang sama, sujud syukurku kembali telah terlewati semua. Tiba dirumah setelah 18 jam perjalanan nonstop, bersih diri dan menempati kamar yang sudah 7 tahun hanya menjadi tempat singgahku saja, hnya saat aku pulang. Beberapa barang sudah di keluarkan, karena memang kamar itu tidak terisi, seolah tembok kamar tau hanya aku yang mau menempatinya. Beberapa hari terlewati dan penyesuaian dengan koneksi wifi warkop yang aku dirikan sebelum aku berangkat ke Jakarta, cukup mendukungku untuk bekerja. Menikmati waktu luang dengan bersepeda dengan rute yang pernah menjadi saksiku untuk bermain, ada memori kembali lagi berjalan mundur sama persis dengan apa yang pernah terlewati, orang dan kejadian yang sama. Ketika masih tidak tau apa itu tanggung jawab, belum mengenal cinta. Bocah paruh waktu yang hanya tau dan ingin bermain, lari - larian kesana kemari dengan beberapa kawan yang bertemu kembali dengan latar belakang yang jelas sudah berbeda. Melewati jalur di tengah lahan pertanian dan menyapa beberapa orang yang memang dulu seringkali menjadi momok karena selalu merusak pematang sawah yang masih belum mengering, menyisakan jejak telapak kaki yang sangat dalam. Esme, apapun yang sudah terlewati dan pola pikir yang terbentuk, identitasku masih sama, orang daerah yang yang tumbuh dengan adat dan norma yang berlaku, diluar rumah mungkin aku seorang pekerja, seorang kawan, dan seorang sahabat bagi beberapa orang, rumah selalu menyadarkanku siapapun aku diluar, aku adalah tetap seorang anak atau cucu yang istirahat dan kembali kerumah untuk minum beberapa gelas air dan kembali lagi untuk bermain di luar rumah. Ingatan yang kembali menjadikan perjalanan kepulanganku adalah perjalanan mundur untuk mengingat apa yang sudah terlewati sejauh ini, setidaknya ketika aku sudah mulai bertanggung jawab atas apa yang aku jalani. Tak lupa ke sarehan untuk menabur bunga segar ke makam Mbah Kung yang mewariskan darah dan beberapa sifat yang turun kepadaku juga darinya, dan melihat nisan baru dengan ukiran nama seorang yang selalu mengingatkanku untuk selalu berhati - hati dalam bekerja, penyambung lidah Mbah Kung untuk selalu jujur dan bersyukur, Bude. Ya, bude telah berpulang tepat pada hari guru di tahun 2019, sesuai dengan apa yang menjadi pengabdiannya, namanya harum untuk setiap anak yang baru saja mengenal tentang huruf dan angka yang tidak lupa selalu bermain. Bude telah bersatu dengan Mbah Kung, Esme. Dengan pusara terbaik dan tanah basah menyambutnya setelah pengabdiannya selama ini. Doa terbaikku untuk Mbah Kung dan Bude, dengan kelopak mawar merah dan semerbak harum wangi kenanga. Perjalanan terus maju Esme, yang bergerak mundur hanyalah memori yang sesaat. bersykur dengan apapun yang sudah terlewati menyisakan keberadaan orang - orang yang dimiliki. Jangan lupa untuk menjadi lebih baik untuk diri sendiri dan tanpa menggu orang lain Esme. Te Amo -
4 notes
·
View notes
Text
Dear Esme #16, Perubahan Pandangan
Derai angin malam, sepanjang trotoar dan bahu jalan.
Hai, Esme
Bagaimana kabarmu ?? Sudah satu bulan yang lalu, sejak suratku yang terakhir seperti sudah lama aku tidak menyuratimu. Beberapa hal yang terlintas di benakku tidak pernah mengacau seperti biasanya, semua yang menjadi beban seolah menemukan arah langkahnya sendiri.
Esme, cukup sudah selama ini berfikir atas ambisi yang tak menemukan titik temu, dari warung ke warung, tongkrongan, bahu jalan, pojok perempatan dan warung nasi tegal, menumbuhkan harapan diantara jutaan kepala yang skeptis, kesadaran mutlakku muncul tidak semua orang menghendaki perubahan. Zaman memang sudah berubah, berorientasi atas histori ternyata tidak menunjukkan hasil yang signifikan, beberapa kepasrahan hinggap disetiap kepala yang tidak berfikir atas kemajuan, jangankan untuk maju, untuk melangkah saja sudah kepalang karena terlalu menjauhi atas resiko. Beberapa hal yang harus dirubah adalah bagaimana untuk saat ini bertahan dan berkembang, strategi untuk berkembang saja tidak cukup. Sudah kutemui beberapa yang menyerah sengan keadaan tanpa berfikir bagaimana untuk bertahan, dan pada akhirnya menyesal dikemudian hari.
Aku tidak menyerah Esme, dan tidak berubah. Arah pikiranku masih sama, justru aku mengkehendaki untuk lebih progresif lagi agar masih tetap waras dan tidak berpangku tangan atas apa yang ada disekelingku. Menemukan beberapa oportunity untuk bisa menjadi opsi atas apa yang harus di kembangkan. Beberapa hal yang menjadi poin adalah, orientasi atas kemampuan dan menemukan kepala baru agar masih bisa bertahan, sejenak kegagalan di awal bukan menjadi akhir atas segalanya.
Esme, kukenalkan kepadamu orang yang bertanya apakah dirinya menggantikanmu. Maafkan aku, mungkin ini saat yang tepat, dialah Ayu. Orang yang mengingatkanku bahwa aku sudah sejauh ini. Maafkan aku jika aku berpaling darimu, namun dengan berat hati aku juga membutuhkan sosok nyata untuk mendengarkanku tanpa aku berifikir menjadi beban untuknya. Dialah yang menemukanku setelah beberapa kehampaan disela - sela aku menulis untukmu, Dialah yang mengisi kekosongan setelah aku berfikir keraguan atas apa yang ada didiriku, setelah kegagalan datang bertubi - tubi menghantam, menghancurkan harapan yang telah aku letakkan setinggi mungkin, seperti tidak menemui hari esok.
Sempat berfikir, apakah aku akan berhenti menyuratimu setelah ada sosoknya, ternyata tidak. Aku masih saja memberikan kabar atas kondisiku saat ini meskipun padanganku berubah, tapi tidak untuk arah langkah. Semangatku masih sama Esme, masih sama sejak awal aku menyuratimu. Yang aku tau sekarang, didepan sana banyak hal sudah menanti dan harus terlewati, sedangkan kemarin adalah hal yang sudah pasti dan cukup sudah meletakkan penyesalan yang tidak akan pernah selesai. Yaaa, ada resiko memang dari semua yang sudah aku tinggalkan dan harus diselesaikan. Terimakasih Esme, darimu aku belajar tidak harus menjadi apa yang bukan menjadi diriku, cukup menjadi diri sendiri agar bisa menerima kekurangan yang ada dan berusaha semaksimal mungkin atas keterbatasan yang sudah menjadi takdir. Aku kembali Esme, dengan sukacita dan lebih nyata.
3 notes
·
View notes
Text
Strum und Drang
Sekali lagi, jatuhlah diantara serpihan kaca yang porak - poranda yang sebelumnya menjadi bagian utuh yang kau tahu rasanya menjadi angkuh untuk setiap apa yang kau punya.
Menyerahlah sekali lagi, seperti trotsky mengetahui kekuatanya tak cukup untuk melawan lenin, dan pada akhirnya bersatu untuk merubah semua.
Kau akan menjadi besar sebesar apapun yang kau mau.
Aku menjagamu di setiap nafas yang kau hembuskan dari kejauhan, selama memento mori belum hinggap pada pembuluh nadi untuk menakutiku.
Aku menghendakimu lebih dari ini, untuk bisa senantiasa membawa kebaikan untuk semuanya, bukan untuk lingkupmu sendiri.
Dan pada akhirnya, lawan terbesarku adalah egoku sendiri atas ambisi untukmu. ~
1 note
·
View note
Text
Dear Esme #14
Esme, sometimes you look from the distance while the one you love goes on living his life without you, and then you think about what you're gonna do,"What about me ?" and you have no answer because this life is no answer no reason, just love. Remember the dimple at his smile, how eyes meet and love is just accidental that time.
0 notes
Text
Esme #13
Apapun kondisinya Esme, Selalu tempuh dengan jalur Anarko dan kesadaran penuh. Jangan biarkan mereka membiarkanmu hidup berkalang takdir. Bertindaklah seprogresif mungkin, tepat sesuai dengan waktu yang dibutuhkan.
0 notes
Text
Esme #12 Djinak - Djinak Merpati
Esme, tidak ada rasa yang mampu di ucapkan ketika sepasang merpati bertemu setelah lama saling mencari, untuk sekian lama mengitari benua, untuk berusaha saling menemukan. Sepasang makhluk yang paham untuk apa dia dilahirkan diantara ribuan spesies yang sama dan bisa menemukan pasangannya. Raganya lelah, tapi tidak Hatinya.
0 notes
Text
Dunia memang imbang, evaluasi di penghujung Januari, Di hajar habis - habis an, di sisilain sweetener mengisi posnya untuk membasuh alkohol dan perban pada luka yang mulai menghitam.
2 notes
·
View notes
Text
Missing Piece
“It's funny how artistic we become when our hearts are broken” - Hotel Books
Sesuatu memang menjadi sangat menyenangkan untuk menjadi pembahasan ketika bagian lain dari sesuatu yang utuh menghilang dan menyisakan kekosongan.
Dengan derai angin malam dibawah pohon ketapang dan kursi usang. biarlah waktu sedikit memundurkan waktunya untuk sepasang insan yang berusaha menjadi dirinya masing - masing untuk berusaha mengisi bagian yang hilang, setelah waktu yang cukup lama untuk sama - sama mencari di sela - sela sudut bumi, bertanya kesana kemari dan berusaha kembali dengan berdamai dengan trauma, memastikan sudah selesai semuanya dan merajut kembali benang basah yang mulai mengering untuk dipersatukan menjadi rajutan kain yang saling menghangatkan. Tak menghiraukan dentuman jam yang sudah mencuri malam, dan malam menjadi panjang dan tak ada sepatah kata yang tidak bermakna diantara keduanya, setelah kesepakatan terbentuk untuk saling mengerti dan menerima atas kejadian - kejadian yang sudah berlalu. Sampai pada akhirnya kandas juga, karena salah satu diantaranya menyerah atas trauma kekurangan yang masih menghantui dan menghiasi.
“ And I never thought I would be the one to fall in love And I also never thought I'd be the one, the one to call it off But if there's one thing I know about myself It's that I don't know anything about myself'
Cause you were nothing than a choice I had to choose, a tool I had to use My favorite drug and my favorite excuse
And my hands are not clean, maybe they never will be But they can still carry you home when you're ready to sleep And the only reason the devil's alive in you and me Is because we disrupted him when he tried to fall asleep “ - Hotel Books
2 notes
·
View notes
Text
Dear Esme #11
Seharusnya kulewati malam ini dengan bersenang - senang dan menyambut weekend dengan bangun siang tanpa ada kemungkinan untuk mati terlalu dini, sialnya informasi datang bertubi - tubi sesaat sebelum ku tulis surat ini. Aku selalu berharap sosokmu segera menjadi nyata, tak mampu aku menahan ini seorang diri tanpa ada support system yang bisa menjadi pereda bara setelah percikan api menyambar, berjalan seorang diri dan mempertaruhkan hidup sepenuhnya tanpa ada kepastian yang pasti, patah hati level korporat ternyata seperti ini.
Aku mohon kepadamu, munculah di mimpiku setelah ini agar aku bisa hidup lebih panjang dan mampu mengoyak mereka yang menutup jalanku di depan nanti.
0 notes
Text
Jangan datang padaku lalu bertanya;
Mengapa idealisme bisa membunuh banyak orang. Jangan tanya mengapa anak negeri bisa dengan mudah menjual tanah. Jangan tanya, mengapa setelah korupsi dengan gampang pejabat bilang "Hanya". Jangan tanya, mengapa agama masih jadi alat politik yang sama. Jangan tanya mengapa rumah ibadah lebih mewah daripada rumah umat. Jangan tanya mengapa pelayan justru bisa jadi Tuhan. Jangan tanya mengapa orang susah tambah susah. Jangan tanya mengapa orang mati di rumah sakit karena tidak ada peralatan.
Yang miskin tambah miskin, yang kaya tambah kaya. Yang baik jadi jahat, yang jahat pura-pura tobat karena ada niat.
Jangan tanya mengapa tetangga sudah tutup jendela, tutup pintu rumah, tutup mata, tutup suara. Jangan tanya mengapa banyak remaja cari uang dengan cara yang salah. Jangan tanya mengapa banyak pemuda mati sia-sia dipinggir jalan. Jangan tanya mengapa bahasa sudah hilang, mengapa budaya sudah hilang, mengapa yang muda hilang sopan santun, yang tua tuntut hormat lebih daripada makna dalam pantun!
Bertanyalah pada dirimu sendiri!!
Mengapa kamu masih berjuang? Untuk apa kamu berjuang? Untuk siapa kamu berjuang? Sampai kapan kamu berjuang? Apa kamu seorang pejuang?
Dengar, Rasa..
Apa yang bikin kamu rela jatuhkan keringat air mata di dunia yang sudah tidak lagi menghargai kata? Di dunia yang yang sudah mengganti sagu dengan dagu. Yang sudah mengganti sayang dengan uang. Yang sudah menyamakan manusia dengan binatang. Yang sudah mengganti kehormatan dengan tanda tangan!!
Kamu pasti tidak bisa tidur, karena kamu punya cinta. Kamu pasti tidak bisa diam, karena kamu punya senjata. Kamu pasti tidak bisa lama, karena kamu punya cita-cita. Maka kamu bisa menjawab satu demi satu pertanyaan yang hati risaukan.
Kamu pasti terbebani karena kamu sayang. Kamu pasti terbebani karena kamu manusia. Kamu, pasti terbebani karena kamu bukan manusia yang sia-sia!!
Kamu punya apa? Bisa buat apa? Bisa jadi apa? Itu alasan mengapa kamu harus menyentu terang dalam gelap. Tanpa harus takut siapapun! Tidak perlu ragu untuk apapun!
Kamu, adalah harapan untuk semua dinding yang lapuk. Impian semua atap yang bocor. Harapan semua mata yang buta.
Kamu, adalah matahari yang tidak boleh memberi diskon pada ketidakadilan. Kamu adalah kewarasan di tengah kegilaan. Kamu adalah air di hutan yang terbakar. Kamu adalah bara di tungku kehidupan. Kamu adalah gerakan pada sampah-sampah yang berserakan. Kamu adalah perubahan pada beribadahan yang mencuri persembahan. Kamu adalah persembahan pada kemanusiaan.
22 notes
·
View notes
Text
Dear Esme #10
Tidak tau tentang apa yang akan ku kabarkan kepadamu, alam bawah sadarku mendesak menulis untukmu, tak mampu ku menahan lagi dengan keletihan aktivitas hari ini, kuharap barisan huruf yang berjejal yang disertai beberapa asumsi pinggiran dan pemikiran yang tidak pernah menyerah diantara ratusan bahkan ribuan kepala skeptis ini akan sampai kepadamu.
Kabar demi kabar datang silih berganti, beberapa kawan sudah muncul independen bergerak untuk berusaha hidup tidak terikat dengan instansi ataupun korporasi, bangga dengan mereka yang sudah memulai karena mereka berhak menentukan jam kerja yang dikehendaki diri sendiri, melepaskan energi yang sesuai dengan apa yang di harapkan, tidak terikat dengan dalih kerja tidak harus dikantor jam kerja fleksibel dengan jaminan dapat di hubungi 7x24 jam. Aku sendiri masih menggadaikan diri dan tidak sepenuhnya bertaruh untuk kehidupan yang pasti, bantu aku Esme untuk menjaga kesadaran ini untuk bisa berjumpa jutaan mawar yang merekah diantara tanah yang kering, berumpa sekawanan kambing sapi dan kehidupan pedesaan dipelosok - pelosok negri yang tidak berpikir untuk keluar mempertaruhkan diri diantara jutaan nyawa dengan kepentingan diri sendiri. Bertemu dengan beberapa wajah dan kepala dengan segala isinya, melempar gagasan untuk dijemput dan di debat dengan segala argumentasi hanya untuk jawaban "ini mungkin dilakukan/mustahil untuk menjalani itu". Aku berfikir tentang kehidupan yang tidak hanya makan - bekerja - tidur dan berulang lagi sampai ajal menjemput, ini semua tentang bagaimana semua pilar dapat terhubung dan berkolaborasi untuk kepentingan bersama dan mandiri untuk bersama.
Sebelumnya, apakah aku terlalu oportunis Esme ? Dengan impian untuk bisa membentuk ekosistem independen yang mampu mengidupi setiap pilar - pilar didalamnya tanpa adanya intervensi dari luar, menjaga kearifan budaya dan meminimalisir ketergantungan atas apa yang telah hilang dari identitas penduduk asli, ya masalahnya adalah perut. Aku bukan ekonom Esme, berbekal bekerja sebagai financial performance juga tidak akan cukup untuk menulis kajian ilmiah tentang ini, tapi sebentar, aku punya cukup banyak space di otak untuk menampung beberapa gagasan atau histori dari peradaban yang tercatat dari waktu ke waktu, untuk bisa dikaji dan memungkinkan untuk dimodifikasi. Aku bermimpi setiap pilar yang berbeda dapat saling mengisi dan berkolaborasi tanpa harus berdiri sendiri dan saling mencaplok satu sama lain, berani bertindak atas apa yang sudah dipelajari untuk melebur bersama masyarakat tidak malah membodohi dan memperkaya diri sendiri. Aku memang pekerja Esme juga seorang mahasiswa part time yang belajar mempertahakan jati diri, berusaha mencari apa yang bisa dikerjakan dan menjadi peluang untuk bisa dikerjakan semua orang sehingga nantinya tidak ada anak yang harus ditinggal orang tuanya untuk mengais rejeki, kalau bisa berjaya di tanah sendiri kenapa harus keluar?. Aku menemukan akar masalah kenapa rata - rata kawan yang menjadi akademisi membelot dari apa yang sudah di pelajari, ya kembali lagi karena masalah perut Esme termasuk diriku. Beberapa kawan sudah kutemui untuk gagasan ini, semua dari background yang berbeda, ada dari IT dan ada juga seorang agribisnis. Ya mereka semua kawan bermainku Esme, kita dipisahkan oleh pilihan sekolah dan dengan gagasan ini aku berharap agar kita bisa dipersatukan kembali untuk saling mengisi celah - celah kosong untuk bisa lebih bermanfaat pada masyarakat sekitar. Pada fase saat ini kita akan hancur apabila bergerak seorang diri, salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah berkoalisi untuk bisa bergerak bersama secara massal dan progresif, tidak dengan kekerasan tentunya. Sudah bukan zamannya bagi kita untuk berharap dengan pemerintah untuk menghidupi kita sebagai rakyat, kita harus bergerak sendiri dengan segala kemungkinan dan keterbatasan yang ada tanpa harus bertaruh diantara kita siapa yang akan lolos seleksi untuk bekerja pada pemerintahan.
Esme memang berat menumbuhkan optimisme di antara jutaan skeptipisme, apakah karena pemirikan yang terlalu progresif ini yang menyusahkanku untuk dekat dengan beberapa lawan jenis ? Terlalu muluk - muluk tentang budaya, peradaban, strata dan kasta sehingga mengerti wanita saja aku tidak mampu ?
1 note
·
View note
Text
Sepasang mata #2
Beranda rumah tua, segelas mocca dan matcha, sepasang mata sayu yang berusaha memahami sepasang mata di depannya, seseorang yang hancur harapannya karena proposal penawaran pendanaan proyek baru saja di tolak "Sudah, masih ada kesempatan di hari lain tak perlu kamu menempatkan diri jadi orang yang paling bersalah karena gagal dengan calon pemodal ini, masih bisa di evaluasi kan ? Aku punya beberapa kolega yang mungkin bisa membantu untuk menyiapkan proposal yang lebih baik, atau financial consultant untuk perencanaan budget projectmu untuk bisa lebih menarik lagi" dengan senyum dan mata yang sedikit tertutup poni. "Ada beberapa poin yang memang ada di porsiku, tak bisa aku berharap banyak pada orang lain yang mengerjakan ini, mereka hanya mengerjakan bagian yang bisa mereka kerjakan, lebih dari itu semua aku yang mengerjakan, kondisi saat ini adalah bagaimana aku tetap bisa menyusun proposal yang lebih baik lagi dari sebelumnya, dengan menempatkan gagasan - gagasan strategis yang bisa meraih ketertarikan calon pemodal" dengan lesu dan berusaha menegakkan diri setelah bersimpuh dengan kepala menunduk diatas meja, "bagaimana kamu hari ini ? Jadi ketemu sama manager HR untuk perpanjang kontrak ? Ada dokumen yang kurang kah seperti tempo hari yang kamu ceritakan? " Pertanyaan sepasang mata yang baru saja berusaha kembali dari keadaan, "Masih di tahap review KPI, kemungkinan besar minggu depan karena memang banyak kotrak karyawan yang habis di bulan ini, ya semoga saja tidak ada halangan supaya aku bisa lebih fokus lagi buat kerja dan engga terbawa suasana yang kurang nyaman di kantor" nada optimis yang selalu bisa merubah keadaan, membangun suasana kembali di sela - selan permasalahan masing - masing untuk selalu mencari jalan keluar bersama tanpa menyakiti satu sama lain.
2 notes
·
View notes