#iburumahtangga
Explore tagged Tumblr posts
Text
Hidup sebagai seorang ibu rumah tangga yang juga bekerja dengan dua anak adalah seperti menjelajahi petualangan yang tak terduga setiap harinya! Setiap pagi dimulai dengan kekacauan yang lucu, dan setiap malam diakhiri dengan pelukan hangat yang memenuhi hati dengan sukacita. Mari kita jelajahi kisah yang menyenangkan ini bersama!
Bayangkan kamu terbangun dengan alarm yang berdentang di sudut kamar, menandakan bahwa petualangan hari ini telah dimulai. Kamu melemparkan selimut dari atas kepala, dan di sanalah mereka, dua bungsu yang lucu dan penuh energi, siap untuk menaklukkan dunia. Kamu tersenyum pada pemandangan mereka yang menyegarkan dan bersiap-siap untuk melangkah ke dalam hari yang penuh dengan keajaiban dan tantangan.
Di dapur, kamu beraksi seperti seorang chef profesional, menciptakan sarapan lezat sambil menjaga agar tidak ada ceretan selai yang terbang di sekitar. Anak-anakmu tertawa-tawa dan menyebutkan rencana mereka untuk menangkap bintang di langit atau menjelajahi hutan belakang rumah. Kamu tersenyum pada impian-impian kecil mereka dan berjanji untuk mendukung mereka dalam setiap petualangan yang mereka pilih.
Setelah sarapan, saatnya untuk berpakaian dan bersiap-siap untuk hari yang menantang. Kamu menemukan dirimu menjadi seorang manajer waktu yang ulung, mengatur jadwal rapat sambil menjaga agar tidak ada tumpukan cucian yang menanti di laundry. Pekerjaanmu tidak pernah berhenti, tetapi kamu menemukan kebahagiaan dalam kemampuanmu untuk menyeimbangkan semua peranmu dengan cinta dan ketelitian.
Ketika tiba waktunya untuk bekerja, kamu menyelinap ke ruang kerjamu dengan laptop di tangan dan mimpi besar di hati. Meskipun berada di rumah, kamu tetap fokus dan berkomitmen untuk memberikan yang terbaik dalam setiap tugas yang kamu emban. Anak-anakmu kadang-kadang meramaikan panggilan Zoommu dengan pertanyaan yang tak terduga atau teriakan kecil dari ruang sebelah, tetapi kamu tidak mengeluh. Bagimu, momen-momen ini adalah bagian dari pesona menjadi ibu yang berusaha menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga.
Saat malam tiba, kamu merasa lega karena telah melewati hari yang penuh dengan tawa dan canda. Meskipun ada kelelahan di tubuhmu, hatimu dipenuhi dengan kebahagiaan dan cinta karena melihat anak-anakmu tidur dengan nyenyak di tempat tidur mereka. Kamu merenung tentang semua momen kecil yang membuat hari ini begitu istimewa, dan kamu bersyukur atas kesempatan untuk menjadi bagian dari petualangan yang mengasyikkan ini.
Sebagai seorang ibu rumah tangga yang juga bekerja dengan dua anak, setiap hari adalah kesempatan untuk merayakan cinta, kebahagiaan, dan petualangan. Kamu mungkin akan menghadapi tantangan dan kelelahan di sepanjang jalan, tetapi kamu tahu bahwa semua itu layak untuk diperjuangkan demi melihat senyum cerah di wajah anak-anakmu. Jadi, mari kita bersama-sama merangkul keajaiban dari kehidupan ini dan menikmati setiap momen bersama!
4 notes
·
View notes
Text
"Memasak"
Suatu hari aku berkata, "aku sedang tidak ingin memasak."
Dengan cepat ia menjawab, "aku yang akan masak."
Dengan riang gembira kami berdua pergi ke penjual sayur.
Sepulangnya, ia duduk di ruang depan. Aku bertanya kembali, "yakin kamu mau masak?"
"Iya, aku yang masak. Tolong kamu siapkan bahan-bahannya, cuci dan potong-potong."
Ya, dia benar bahwa masak adalah menggoreng, mengoven, merebus makanan dan lain-lain, tapi dia lupa kalau belanja bahan, menyiapkannya, mencuci, memotong bahkan membersihkan bekas-bekas usai memasak juga merupakan bagian dari memasak itu sendiri.
Aku tersenyum simpul sambil menatapnya yang tengah asyik menonton TV.
Aku bergegas ke dapur. Ada yang menungguku menyiapkan bahan makanan. Katanya, ada yang ingin memasak hari ini.
***
Seperti konten-konten memasak dalam tempo waktu singkat dengan judul yang mengesankan bahwa memasak amat mudah, cepat, dan sederhana yang melintas di timeline-timeline medsos, apakah sekiranya orang-orang berpikir bahwa memasak sesederhana itu?
Kita bukan influencer kaya raya yang barangkali hanya membuat konten memasak tanpa perlu merapikan bekas-bekasnya (karena punya ART), tanpa perlu pagi-pagi ke pasar karena mereka terbiasa belanja bulanan dan kulkas mereka amat besar, tanpa perlu memikirkan sehabis masak, apa dulu ya yang dicuci? Bahkan bingung, makan dulu atau nyuci bekas masak-masak dulu? Hehe.
Ah, sejatinya yang 'ngejelimet' adalah pikiran kita sendiri. Semua bisa teratasi, kita hanya perlu menjalani, tahu-tahu dapur sudah bersih kembali, dan kita bahagia karena telah berusaha untuk orang yang kita cintai, meski hanya usaha sesederhana membuat makanan siap saji.
_
Catatan Bogor, 9 Januari 2023
23 notes
·
View notes
Text
Menuju 1 Tahun
Masih tak menyangka bahwa Allah memberiku nikmat hidup hingga saat ini dan merasakan ibadah terpanjang di sisa usia yaitu menikah. Ramadhan tahun lalu aku melahirkan bayi laki-laki. Banyak harapan dan doa baik yang kucurahkan padanya. Tentu harus dibarengi dengan pendidikan yang baik pula dari kami kedua orang tua yang masih terus diupayakan.
Bagaimana kelak nantinya ia, bukanlah menjadi ranah kita orang tuanya.
Beberapa hari lagi akan bertemu Ramadhan, tak terasa waktu berjalan begitu cepat yang berarti anakku juga akan menginjak 1 tahun terhitung berdasarkan tahun hijriyah. Ia lahir pada 16 Ramadhan 1444 H. Tak jarang aku juga mengatakan dengan perasaan haru,
"MaasyaAllah, bayiku udah besar."
Definisi besar ini jika dilihat ketika meletakkannya di atas perlak sudah sangat bertumbuh. Sekarang badannya hampir-hampir memenuhi perlak. MaasyaAllah cepat sekali berlalu. Kenapa demikian perumpamaannya?. Karena aku teringat ketika mengambil foto newbornnya di atas perlak. Kecil, mungil dan tidur. Hehe.
Terkadang, yang lebih aku pikirkan bukanlah tentang pencapaian atau kemampuan anakku
tapi pendidikan apa dan bagaimana yang telah kami berikan padanya.
Jika diingat-ingat lagi pasti masih banyak kekurangan dari kami dalam mendidik anak kami. Tak jarang kami emosi, abai, kesal ketika tangisannya tak kunjung mereda padahal bukan seharusnya bayi ini yang memahami kita tapi kitalah yang memahaminya.
"Nak, kita belajar bareng-bareng lagi ya kedepannya. InsyaaAllah kami akan perbaiki yang kurang," harap-harap cemas dalam hatiku berkata sambil membayangkan rencana-rencana belajar menyenangkan bersamanya.
Lebih dari itu semua, aku bersyukur masih Allah ijinkan untuk bersama-sama suami dan anakku apalagi tak jarang aku menemukan keluarga yang sedang Allah uji kebersamaannya. Yang paling menyedihkan adalah ketika sudah di alam yang berbeda. Semoga Allah kumpulkan mereka yang telah ditinggalkan bersama keluarganya di surga kelak. Aku bahkan tak bisa membayangkannya. Saudara-saudara kita di Palestina adalah contoh paling nyata yang hingga saat ini masih saja dibombardir oleh Israel tanpa henti. Entah terbuat dari apa hati mereka sehingga bisa berperilaku sekejam ini. Allah sebaik-baik pemberi kemenangan kepada Palestina dan yang membalas perbuatan mereka Israel.
"Nak, jadilah hamba Allah yang taat, beradab dan berilmu."
Dari sekian banyak doa dan harapan, barangkali itu adalah pondasi dan yang mewakili. Untuk mewujudkan doa dan harapan itu perlu disertai upaya, ada beberapa hal yang menjadi sorotanku di tahun pertumbuhan anakku selanjutnya.
Tetap memerhatikan pertumbuhan (BB, TB, LK) dan perkembangan (motorik, bahasa, dll)
Ketahui dan kenali tentang fitrah based education sebagai bekal merawat fitrah anak
Atur jadwal bermain bersama yang lebih tersistematis
Tetap apresiasi setiap proses yang ia lalui
Iman sebelum quran, adab sebelum ilmu, ilmu sebelum amal
Sedikit yang menjadi pengingatku ke depannya. Karena parenting bukan hanya tentang mendidik anak tapi yang lebih besar adalah mendidik diri. Setiap proses yang kujalani sebagai ibu adalah proses mendidik diri menjadi sebaik-baik ibu.
Semoga Allah mampukan kita mendidik generasi yang cinta Allah, Rasul dan QuranNya.
#klip2024#kelasliterasiibuprofesional#februari2024#29022024#ibuprofesional#sinergiwujudkanaksi#ip4id2024#aliranrasa#pernikahan#irt#iburumahtangga#parenting#pengasuhan
3 notes
·
View notes
Text
Ibu Rumah Tangga (Sebuah Cerita Pendek)
Menikah di usia muda adalah keputusan besar yang pernah kuambil. Beruntung, aku dipertemukan dengan laki-laki yang baik. Aku mengenalnya sejak mengenakan seragam putih biru. Dulu, suamiku adalah kakak kelasku. Usia kami selisih dua tahun.
Waktu itu, sungguh di luar dugaanku, dia mengajakku menikah. Aku pun langsung mengiyakannya. Sebab sebenarnya, aku juga sudah menyukainya sejak lama. Kini, hidup kami bertambah lengkap dengan hadirnya malaikat kecil yang cantik. Ayra, namanya.
Semenjak menikah, aku tinggal berdua dengan suamiku di kota tempat suamiku bekerja. Kami terpisah jauh dari keluarga. Aku pun menjalani kehidupanku sebagai ibu rumah tangga. Suamiku meminta aku untuk fokus mengurus rumah. Tentu saja, sekarang aku juga harus fokus mengurus anak. Karena aku tidak bekerja di luar rumah, otomatis, aku juga seratus persen bergantung ke suami kalau soal uang.
Menjadi ibu rumah tangga ternyata tidak semudah yang kubayangkan. Dulu, aku bahagia sekali saat suamiku memintaku untuk fokus di rumah. Betapa tidak, mengurus rumah sudah seperti "healing" bagiku.
Tapi semua berubah sejak anak kami lahir. Rumah lebih sering berantakan. Aku tidak sempat membersihkannya. Kalaupun dibersihkan, pasti satu menit kemudian lantai sudah penuh lagi dengan mainannya Ayra yang berserakan. Mau kumarahi, tapi dia pasti belum mengerti. Lagipula, usianya belum genap dua tahun.
Ayra seperti prangko, sukanya mengikutiku kemanapun aku pergi. Bahkan jika aku ke kamar mandi pun dia akan ikut, meski aku tidak membawanya masuk ke dalam. Baru ditinggal sebentar sudah menangis. Seringnya dia menangis karena haus, minta disusui. Kalau sudah begitu, semua pekerjaan yang saat itu kulakukan harus seketika kutinggalkan sebentar. Sungguh, aku sudah tidak sebebas dulu. Apalagi, aku mengasuh Ayra tanpa bantuan baby sitter.
Pernah suatu waktu, saat siang bolong aku menangis hebat di kamarku. Saat itu aku terlalu lelah dengan semuanya. Aku capai sekali. Rumah berantakan, anak pun tak bisa ditinggal. Tantrum, tapi tak bisa kutenangkan. Tidak mau digendong atau dipeluk. Aku tidak paham apa yang dia minta. Dia hanya menangis sejadi-jadinya. Ya Tuhan, stress sekali rasanya.
Karena sudah tidak bisa lagi mengendalikan emosiku, aku kemudian berkata padanya dengan nada yang tinggi dan volume suara yang lebih kencang dari biasanya.
"Ayra maunya apaaa siih??!! Mama juga capeeekk!!!" Bentakku.
Bukannya malah diam, Ayra justru tambah menangis tak karuan. Akhirnya, kutinggalkan saja Ayra dengan tangisnya. Tidak kuapa-apakan lagi dia. Tidak lagi kupeluk, tidak juga kutenangkan. Kubiarkan saja dia biar menangis teriak-teriak sepuasnya. Aku menuju kamar dan merebahkan tubuhku yang lelah di kasur. Aku pun menangis. Aku menyesal karena telah membentak anakku yang masih balita. Tapi di sisi lain, sungguh, aku lelah. Tenagaku sudah terkuras habis. Aku lelah secara fisik dan mental.
Tak berapa lama kemudian, aku mendengar tangis Ayra mereda. Aku keluar kamar, dan kulihat dia sedang memainkan salah satu mainannya, meski sambil terisak. Aku lalu menggendongnya, dan membawanya ke kamar. Aku yakin, dia pasti haus setelah menangis sekian lamanya.
Di saat-saat Ayra sedang menyusu, aku biasanya curi-curi waktu untuk membuka media sosial. Karena di saat itulah aku berkesempatan untuk memegang handphone. Aku membuka media sosialku, meski tidak lama. Dari media sosialku, aku bisa tahu kabar teman-temanku. Rasanya, kami sudah sangat asing. Padahal, dulu sewaktu kuliah, kami sangat dekat. Tapi kini, semua sudah punya kehidupan masing-masing.
Aku tidak ingin munafik. Rasa iri kerapkali menyelinap dalam hati saat aku melihat foto teman-temanku yang karirnya sukses. Betapa beruntungnya mereka bisa mengaktualisasikan dirinya di ranah publik. Mereka telah menjadi wanita-wanita yang mandiri. Mereka berdandan, melakukan perawatan, dan menjadi jauh lebih cantik dari saat masih kuliah dulu. Mereka juga memakai baju rapi, dan pasti mereka juga wangi. Tidak seperti aku, yang sehari-hari hanya memakai daster. Memakai lotion untuk badan pun kalau ingat.
Diam-diam, aku merasakan penyesalan dalam hatiku, kenapa aku memilih menjadi ibu rumah tangga. Harusnya, aku bisa menjadi seperti mereka. Bukankah jika aku menjadi wanita karir, nanti hidupku tambah sempurna, sebab secara finansial aku merdeka, tidak lagi bergantung pada suami. Aku merasa teman-temanku beruntung sekali. Mereka tidak riweuh mengurus anak, tidak lelah mengurus rumah.
Tiba-tiba, aku dikagetkan oleh pesan masuk dari seorang teman via WhatsApp. Temanku ini sudah lama menjadi PNS di Jakarta, dan sekarang tinggal di Depok. Suaminya pun PNS di sana, sama seperti dirinya. Bahkan, mereka satu kantor. Mereka telah dikaruniai seorang anak.
Kami kemudian mengobrol via WhatsApp. Saat itu, dia juga mengatakan:
"Beruntung sekali ya kamu menjadi ibu rumah tangga. Bisa banyak menghabiskan waktu dengan anak. Bisa tahu tumbuh kembang anak setiap harinya. Pasti kamu banyak melewati momen-momen "pertama kali"-nya anakmu ya. Saat anakmu bisa mengeluarkan kata untuk pertama kalinya, bisa berjalan untuk pertama kalinya, dan sebagainya. Waah, aku iri sekali padamu. Aku dan suamiku sama-sama bekerja. Karena kami tinggal lumayan jauh dari kantor, kami berangkat pagi-pagi sekali. Jam 05.20 WIB, kami sudah berangkat ke kantor, dan sampai di rumah malam hari. Sampai rumah sudah sangat lelah rasanya. Sebagai ibu, aku merasa tak banyak waktuku yang kuhabiskan dengan anakku. Tak jarang, aku dan suamiku baru sampai di rumah saat anak kami sudah tertidur pulas. Keesokan harinya, saat dia belum bangun, kami harus berangkat lagi untuk bekerja. Begitu terus setiap harinya. Aku bahkan pernah iri dengan mbak yang membantuku, sebab dia punya kesempatan untuk menghabiskan waktu lebih banyak dengan anakku. Untungnya, anakku tidak lupa siapa mamanya. Haha.
Sejujurnya, aku ingin mundur dari pekerjaan ini, tapi karena satu dan lain hal, aku belum bisa. Makanya, aku iri sama kamu. Bersyukurlah, kamu punya banyak waktu sama anakmu. Jangan sia-siakan itu, karena tidak semua ibu bisa merasakannya."
Tak terasa, air mataku meleleh membacanya. Mataku kemudian tertuju pada Ayra, anakku satu-satunya. Kuelus pipinya, kuciumi dia sambil berurai air mata. Aku menyesal karena tidak bisa bersikap sabar pada tingkahnya.
Aku pun berkata lirih pada anakku,"Ayra sayang, maafkan mama ya nak. Mama janji akan belajar lebih sabar lagi saat Ayra rewel. Mama akan belajar lagi untuk memahami maunya Ayra. Maafkan mama ya nak."
Kucium lagi dahi anakku yang sudah tertidur pulas itu. Dan aku bersyukur dalam hati, sebab aku dianugerahi kesempatan oleh Tuhan yang tidak semua ibu bisa merasakannya, seperti kata temanku.
Semoga aku bisa menjadi ibu yang lebih baik untuk Ayra, putri kecilku nan cantik. Sekarang, aku jadi bersyukur telah menjadi ibu rumah tangga. Sebuah keputusan yang semoga nanti tak akan pernah kusesali lagi.
#life#daily reminder#motivasidiri#life qoute#tulisan#motivasi#iburumahtangga#ceritabaca#cerita pendek#cerpen#bookworm#fiksi#fiksimini
2 notes
·
View notes
Text
Tidak Mudah
Menjadi ibu baru, bekerja sekaligus mengurus anak tidaklah mudah. Ada banyak yg harus dikorbankan. Waktu, tenaga dan mental. Sedih ya di saat sudah di karuniai buah hati tetapi krn tuntutan ekonomi kita sebagai orangtua yg bekerja hampir tidak ada waktu banyak untuk bermain dan mendampingi tumbuh kembangnya. Akhirnya pengasuh lah yang mempunyai waktu banyak dibanding orangtuanya sendiri. Disitu mental kita diuji, ada rasa sedih, merasa bersalah, emosi dan khawatir yang bercampur jadi satu. Lelah kan pada akhirnya.
Bagaimana tidak, bekerja berangkat pagi dan pulang sore. Pagi hari kita diburu-buru waktu karena harus segera berangkat bekerja agar tidak terlambat. Padahal saat pagi hari moment si kecil sedang manja-manjanya, ketika membuka mata dan ada orang tua di sampingnya pasti sangat gembira. Tetapi kenyataan memang tak sejalan dgengan ekspektasi. Akhirnya waktu kita bertemu si kecil adalah dlm keadaan terburu-buru dan kelelahan. Belom lagi ada banyak pekerjaan rumah yg harus diselesaikan. Rasanya pikiran dan fisik saling bertumburan karena terlalu lelah. Jelas mood kita pasti tidak bisa terkontrol jika setiap hari berjalan seperti itu.
Pada akhirnya kita dipaksa sabar, ikhlas dan berkompromi dengan keadaan. Mau tidak mau, suka tidak suka. Mari berkompromi dengan keadaan yg tidak sesuai dengan ekspektasi.
13 notes
·
View notes
Text
Alokasi Keuangan Keluarga Kecil: 70% Gaji untuk Investasi? Kok Bisa!
Setelah menikah dan punya anak, prioritas hidupku berubah. Dulu waktu masih single, gaji lebih banyak habis untuk "senang-senang"—ngopi di kafe, jalan-jalan sama teman, beli ini-itu yang kadang gak penting. Tapi sekarang, setiap rupiah yang masuk harus lebih bijak diatur, apalagi buat masa depan keluarga kecilku.
Bukannya gak mau menikmati hidup, tapi aku sadar kalau punya rencana keuangan yang jelas itu bikin hidup lebih tenang. Akhirnya aku nemu pola alokasi keuangan yang paling cocok buatku:
Living Cost (biaya hidup): 10%
Social (bantu keluarga & kegiatan sosial): 20%
Investasi: 70%
Yup, 70% dari gajiku fokus ke investasi. Banyak yang bilang ini gilak! Katanya hidup kok kayak gak dinikmatin? Tapi buat aku, ini justru cara terbaik menikmati hidup di masa depan tanpa khawatir.
Kenapa 70% untuk Investasi?
Karena aku percaya investasi itu bukan buat jadi kaya instan, tapi bikin masa depan lebih aman. Dengan 70% ini, aku membaginya lagi sesuai tujuan waktu:
Short-Term (jangka pendek, 1-2 tahun)
Mid-Term (jangka menengah, 3-5 tahun)
Long-Term (jangka panjang, 5+ tahun)
Short-Term Investment: 20% dari 70%
Investasi ini aku pakai buat kebutuhan cepat yang bisa muncul kapan aja, misalnya:
Dana darurat kalau ada kejadian mendesak
Rencana liburan keluarga kecil (biar gak overbudget dari uang bulanan)
Aku pilih instrumen yang aman dan gampang dicairkan seperti:
Reksadana pasar uang
P2P lending
Return-nya mungkin kecil, tapi likuiditasnya bikin aku tenang.
Mid-Term Investment: 30% dari 70%
Ini alokasi buat rencana besar dalam beberapa tahun ke depan, misalnya:
Dana pendidikan anak (masuk TK dan SD)
Renovasi rumah kecil-kecilan
Instrumen pilihanku:
Reksadana campuran
Sukuk / Obligasi
Risikonya masih aman, tapi return lebih tinggi dari short-term investment.
Long-Term Investment: 50% dari 70%
Nah, ini bagian terbesar dan terpenting buat masa depan keluarga. Tujuannya?
Dana pensiun biar bisa bebas finansial
Dana pendidikan tinggi anak
Beli properti kedua atau aset besar lainnya
Instrumen pilihanku lebih berisiko tapi punya potensi growth yang tinggi:
Saham
Properti
Reksadana saham
Emas
Kuncinya: konsistensi dan sabar. Karena ini investasi jangka panjang, aku gak gampang panik kalau nilainya naik-turun.
Kenapa Simpel, Tapi Efektif?
Alokasi ini bikin keuanganku gak ribet, tapi tetap terarah.
Living cost yang cuma 10% itu cukup karena ini hanya untuk jajan aku pribadi dan orangtua, juga beberapa "keinginan" untuk beliin mainan anak. Untuk biaya makan sehari-hari sudah ditanggung suami.
Social 20% adalah caraku tetap berbagi, karena hidup bukan cuma soal menabung tapi juga memberi.
Investasi 70% adalah fondasi untuk masa depan kami.
Bagi aku, mengatur uang itu bukan soal ngikutin teori siapa, tapi soal bikin pola yang cocok dengan kebutuhan kita sendiri.
Penutup:
Pola keuangan ini bukan berarti aku gak menikmati hidup sekarang. Justru dengan ini, aku merasa lebih bebas dan tenang. Hidup hari ini tetap bisa dinikmati, tapi masa depan juga gak perlu dikhawatirkan.
Kalau kamu, gimana cara kamu mengalokasikan penghasilanmu? Punya porsi investasi juga?
0 notes
Text
Tuma'ninah 🤍
Aku terpapar kata-kata ini sejak 2012an oleh seorang teman. Dan Bidznillah, sejak tahun kemarin lagi² aku terpapar kata-kata ini.
Sependek pemahamanku, tima'ninah ini lebih ke shalat. Harus khusyu', tenang, mindful. Tapi ternyata setelah ku korek, maknanya lebih dalam dari pada itu.
Allah izinkan aku membagi pembahasan ini disebuah circle pertemanan positif, namanya lingkarmama. Sedikit tidak well sih pas jelasin. Karena bahas tuma'ninah aku menjelaskannya masih sangat terburu-buru. Tp gpp, semoga ilmunya bermanfaat untuk tmn². Aamiin.
Hari² menjalani perani sebagai apapun, ada aja ujiannya. Tp setelah bahas tuma'ninah ini jd bnran mindful. Kemarin sempat bahas bahwa musuh kita tu 1, setan. Jadi, jadikanlah mereka musuh yg nyata sebagaimana QS Fatir : 6. Yang berbunyi, "إِنَّ ٱلشَّيۡطَٰنَ لَكُمۡ عَدُوّٞ فَٱتَّخِذُوهُ عَدُوًّاۚ إِنَّمَا يَدۡعُواْ حِزۡبَهُۥ لِيَكُونُواْ مِنۡ أَصۡحَٰبِ ٱلسَّعِيرِ". Yang Artinya, "Sesungguhnya setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh, karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala".
Jadi semua niat baik kita atau apa-apa yang kita ingin lakukan tapi kita ragu, terutama hal baik, bisa jadi karena perasaan itu ditunggangi setan. Karena emang setan beneran ngga mau kita tu terkoneksi sama Allah, hidup kita tu tenang dan yakin sama Allah. Karena memang tugas mereka kayak gitu.
Subhanallah. Jadi banyak belajar setelah ngulik 1 pembahasan ini. Semoga benar-benar Allah bantu untuk sampai dititik tenang. Jalanin semua peran karena pengen Allah ridho sama diri ini. Dan menjalani hidup betul-betul Tuma'ninah. Ngga khawatir apa-apa karena percaya ada Allah yang bantuin. Karena Allah aja udah cukup 🥹
0 notes
Text
Susun sesuai prioritas apapun yang ingin kamu lakukan. Ada banyak hal yang perlu diselesaikan.
Urusan pribadi dan urusan pekerjaan. Urusan pribadi mulai dari merapikan kamar tidur, dapur, ruang keluarga, ruang tamu, kamar tamu, toilet, loundrying, halaman rumah, tanaman, rumput yang makin tinggi, atap yang bocor, pindahan yang ga selesai-selesai.
Wow !
Ada banyak sekali ternyata, ga heran jadi ibu rumah tangga rentan stres. Haha.. dan akulah ibu rumah tangga itu. Ga cuma ibu rumah tangga, kerjaan juga nambah karena aku juga bekerja. Komplit sudah.
Seabrek urusan rumahku ditambah urusan kerjaan, menyala diriku. Menyala stres ku. Ada atasan yang minta laporan, ada laporan yang ga selesai selesai, ada teman kerja yang sering sharing masalahnya. Sharing masalahnya sama aku yang ga habis masalahnya ini.
Lucu ya...
Astaghfirullah, aku lupa yang utama itu ibadah. Padahal ibadahlah yang utama. Uda lupa kapan terakhir ngaji, sholat yang hampir selalu di akhir waktu, sholat sunnah yang ga pernah dilakukan lagi. Maha baiknya Allah masih memberiku umur. Yuk bisa yuk, benahi ibadahnya.
Kita kalahkan segala kepenatan dunia...
Bisa dong, bisaaaa.. apa yang ga bisa...
Man jadda wa jadda❤️
1 note
·
View note
Text
Terima Kasih!
Postingan apreasiasi kepada diri sendiri. Duh, diriku, terima kasih banyak ya sudah mau belajar dan berusaha.
Kamu tahu bahwa hasilnya tak selalu seperti yang dibayangkan, tapi kamu bahagia dengan apa yang telah kamu lakukan.
Kamu tahu bahwa kamu tak bisa berbagi resep seperti buibu lainnya karena masak bagi kamu adalah suka-suka kamu; rasa dan takarannya.
Kamu tahu bahwa karena hal itu kamu tidak bisa berjualan makanan yang kamu masak sendiri. Selain karena rasanya agak payah, suka-suka, dan tidak istiqomah, kamu juga mengakui bahwa masak itu cukup melelahkan.
Kamu tahu walaupun pasanganmu mirip google review yang apa-apa melihat rating dan senang memberi rating dengan caption yang sangat quotable (ini menggemaskan!), tapi bagian menarik dari memasak yang kamu suka (kecuali dirating rendah) kamu juga senang ketika ia berkata, "terima kasih ya, Nina."
Iya, sama-sama. Hehe.
*****
Aku pernah membaca kisah tentang seorang pria yang menceraikan istrinya karena sang istri tidak pernah membawakan bekal makanan untuknya. Memang banyak terjadi perceraian berawal dari hal-hal kecil, seperti kisah lainnya yang pernah kubaca; "mama bercerai dengan papa hanya karena papa selalu membuang puntung rokoknya ke dalam pot tanaman mama."
Tapi, jika alasan sebenarnya adalah karena selingkuh, ya tidak perlu bawa-bawa alasan karena "tidak pernah dibawakan bekal makanan!"
P.s. tulisan #30haribercerita ini biasanya kutuangkan dalam ruang instagram kita.sementara sehingga pictnya berwatermark. :)
_
Catatan Bogor, 7 Januari 2023
14 notes
·
View notes
Text
Meresahkan
Akhir-akhir ini, merasa terlalu banyak menonton postingan orang lain di media sosial ternyata berdampak yang ngga baik juga. Ibaratnya semacam over stimulus.
Apalagi buat ibu rumah tangga yang sehari-hari mengurus anak di rumah. Adakalanya merasa, ah kenapa aku ngga seproduktif itu ya. Hm, kok aku ngga bisa ngasilin uang dari usaha masak kek, baking kek, apa kek.
Eh terus, hal-hal yang meresahkan ini ternyata sinyal dari Allah bahwa aku harus berdiam diri dan merenung. Lagi-lagi untuk kembali mengingat tentang diriku.
Ya, aku juga produktif. Mengurus suami, anak, rumah. Membaca meski hanya lewat handphone, bukan buku. Mendengarkan podcast. Ya, meski itu semua tidak berwujud rupiah. Tapi, bukankah waktuku juga tidak sia-sia begitu saja hanya karena aku tidak terima gaji, atau tidak dapat untung dalam bentuk lembaran uang?
Keresahan mengantarkan ku untuk kembali berpikir jernih, berterimakasih kepada diri ini, dan memupuk kembali rasa syukur dengan perasaan cukup.
Bahwa Allah, ngga mungkin melepaskan aku seorang diri. Keputusan yang kuambil juga bukanlah sesuatu yang remeh temeh. Meninggalkan pekerjaan bahkan karir untuk berjuang di rumah membersamai anak-anak.
Insyaallah, Allah pun tau apa cita dan harapanku. Insya allah semua akan ada momentumnya. Saat ini aku hanya perlu melaksanakan kewajibanku, prioritas dalam hidupku.
Alhamdulillah, meresahkan sekali memang, tapi setelahnya, mencari jawaban dari kajian atau dipertemukan dengan tulisan orang lain, menjadi jalanku kembali menemukan diriku.
Ya Rabbku, jaga aku dalam kecukupan. Perasaan dan pemikiran yang sakinah aamiin.
Ifa.
0 notes
Text
Tangki
Kata ilmu parenting
Ketika anakmu sedang rewel atau tantrum, mungkin tangki cintanya sedang kosong
Lalu ibu harus mengisi kembali tangki cinta yang kosong itu...
Tapi saat ini kondisinya...
Tangkiku sendiri kosong... Apa yang harus kuberikan untuk mengisi tangkinya kalau tangkiku sendiri isinya nihil...
1 note
·
View note
Text
### 3 Alasan Mengapa Anda Harus Menyetrika Pakaian di Jasa Laundry
Banyak dari kita yang memiliki mesin cuci di rumah dan bisa menyetrika sendiri. Namun, apakah itu pilihan terbaik? Dalam kehidupan yang serba cepat dan penuh dengan tanggung jawab, baik sebagai wanita karir, ibu rumah tangga, atau mahasiswa yang kos, menyetrika pakaian di jasa laundry bisa menjadi solusi yang jauh lebih efisien dan praktis. Berikut tiga alasan mengapa Anda harus mempertimbangkan untuk menyetrika pakaian di jasa laundry.
#### 1. Menghemat Waktu dan Tenaga
Bagi wanita karir yang memiliki jadwal padat, waktu adalah komoditas yang sangat berharga. Setiap menit yang bisa disimpan dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih produktif atau bahkan untuk beristirahat. Menyetrika pakaian sendiri memerlukan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Mulai dari menyiapkan setrika dan papan setrika, mengatur suhu yang tepat, hingga menyetrika setiap detail pakaian. Proses ini bisa memakan waktu berjam-jam setiap minggunya.
Ibu rumah tangga mungkin memiliki waktu lebih fleksibel, tetapi tanggung jawab rumah tangga lainnya seperti memasak, membersihkan rumah, dan merawat anak sering kali membuat menyetrika menjadi tugas yang melelahkan. Sementara itu, mahasiswa yang tinggal di kos sering kali memiliki keterbatasan fasilitas dan waktu, apalagi jika mereka harus berbagi setrika dengan teman kos lainnya. Dengan menggunakan jasa laundry, Anda bisa menghemat waktu dan tenaga yang bisa dialokasikan untuk kegiatan yang lebih penting.
#### 2. Hasil yang Lebih Rapi dan Profesional
Menyetrika pakaian tidak hanya soal menghilangkan kerutan. Ada teknik dan keahlian khusus yang dibutuhkan untuk memastikan pakaian tetap dalam kondisi terbaiknya. Jasa laundry profesional memiliki staf yang terlatih dalam menyetrika berbagai jenis kain dan pakaian dengan hasil yang lebih rapi dan tahan lama.
Bagi wanita karir, penampilan profesional sangat penting dalam dunia kerja. Pakaian yang disetrika dengan baik dapat meningkatkan rasa percaya diri dan memberikan kesan yang baik pada rekan kerja dan klien. Ibu rumah tangga juga dapat merasakan manfaat ini, terutama saat menghadiri acara keluarga atau pertemuan sosial. Sementara itu, mahasiswa dapat tampil lebih rapi dan percaya diri saat presentasi di kelas atau acara kampus.
#### 3. Mengurangi Risiko Kerusakan Pakaian
Tidak semua pakaian bisa disetrika dengan cara yang sama. Kain yang berbeda memerlukan suhu dan perlakuan yang berbeda pula. Menyetrika dengan suhu yang salah atau teknik yang tidak tepat dapat merusak pakaian, menyebabkan noda, atau bahkan merusak tekstur kain.
Jasa laundry profesional memiliki pengetahuan dan peralatan yang tepat untuk menyetrika berbagai jenis pakaian dengan aman. Mereka juga memahami instruksi perawatan yang tertera pada label pakaian, sehingga risiko kerusakan bisa diminimalkan. Dengan demikian, pakaian favorit Anda bisa bertahan lebih lama dan tetap terlihat baru.
### Kesimpulan
Meskipun menyetrika sendiri di rumah tampak lebih ekonomis, keuntungan dari menyetrika di jasa laundry jauh lebih besar jika dilihat dari segi waktu, hasil, dan keamanan pakaian. Wanita karir, ibu rumah tangga, dan mahasiswa yang kos dapat menikmati manfaat ini dengan biaya yang sepadan. Investasi dalam jasa laundry tidak hanya menghemat waktu dan tenaga, tetapi juga memastikan Anda selalu tampil rapi dan percaya diri.
Jadi, mengapa tidak mencoba menyetrika di jasa laundry dan melihat sendiri perbedaannya? Biarkan para profesional menangani pakaian Anda, sementara Anda bisa fokus pada hal-hal yang lebih penting dalam hidup Anda.
#jasalaundry#wanitakarir#iburumahtangga#solusihancabarasih#tipslaundry#manajemenwaktu#TipsRumahTangga#Mahasiswa
0 notes
Text
Ya Allah boleh kan aku mengeluh..
Aku capee banget,
Jadi ibu rumah tangga itu. Gak mudah
Lebaran kali ini. Ga kemana mana karnak anak dan suamiku sedang sakit.
Seperti biasa, nyapu, ngepel, nyuci piring nyuci baju, dilakukan sendiri :(
Ditambah aku jadi tukang ngider beli galon, belanja, masak bubur. Sampe lupa sama diri sendiri :(
Dan ketika uang belanja hampir habis untuk beli booster buat menjaga kesehatan keluargaku. Sedikit sedikit habis, dan lagi lagi terpaksa ku harus ambil tabunganku yang baru saja di setorkan :(
Jadi IRT yang tidak bekerja dan tidak berpenghasilan, hanya bergantung dari nafkah suami. Rasa nya... Tidak sebebas itu, aku harus memutar otak, mencatat semua kebutuhan dan pengeluaran agar tidak meleset tiba tiba uang nya habis.
Dan Tidak sebebas itu, ketika ingin membelikan kebutuhan ibuku (btw ayahku udah meninggal, jadi ibuku tidak ada penghasilan).
Kadang ketika ada waktu luang, aku mencoba upload video di Instagram & YouTube tentang tutorial menggambar, dan bikin kreasi yang absurd, yaaa siapa tau aku punya penghasilan sendiri. Jujur tapi belum berpenghasilan sii sampe sekarang :(
Entahlah aku sering sekali bingung ingin sekali ku mendapatkan penghasilan tambahan.
Ya Allah bolehkan aku punya uang sendiri?
Tolong permudahlah ya Allah :(
0 notes
Text
Bolehkah Aku Tidak Menjadi Apa-Apa?
Tulisan ini bukan mengajakmu untuk tidak punya cita-cita atau membuatmu tiba2 resign dan meninggalkan karirmu. Ini soal keterampilan batin. Kalau orang-orang suci bilang "lepaskan kemelekatan" itu bukan berarti kau harus berhenti dari bisnismu yang omzetnya ratusan juta itu. Melainkan membiarkan harta kekayaan itu cukup di tangan saja, bukan di hati. Jadi, mari kita tidak menjadi apa-apa.
Tapi sekarang aku memang tidak menjadi apa-apa, kecuali kesibukan sebagai ibu rumah tanggalah sehari-sehariku. Eits, ibu rumah tangga itu apa-apa lho, perannya sangat besar dan bermakna. Begitukah? Mengapa yang sering aku rasakan adalah rasa insecure dan jenuh terus-menerus?
Aku rasa lumrah saja jika aku insecure dengan teman-teman yang punya karir atau kiprah di sosial kemasyarakatan. Mereka dandan rapi, bertemu banyak orang, percaya diri, pengetahuan upgrade dan semakin matang kepribadiannya berkat pengalaman bekerja. Tapi jika aku lihat teman-teman perempuan yang bekerja, mereka ada iri-irinya juga lho dengan ibu rumah tangga. Selalu membersamai anak (yang berarti punya kenadali penuh atas nutrisi dan stimulasinya), bisa rebahan, fleksibilitas waktu, kebebasan melakukan hobi. Memang benar kata pepatah Cina, urip iku Wang Xi Na Wang.
Perempuan bekerja itu lumrah terutama jika keadaan menuntutnya demikian. Ada yang harus kerja karena perlu uang. Ada juga perempuan bekerja karena punya keahlian yang dibutuhkan orang banyak.
Yang berkewajiban menafkahi itu laki-laki. Nafkah,dalam hal ini kebutuhan material, duniawi, alias hal-hal yang tampak. Berarti perempuan? Mengupayakan yang non-material. Misalnya apa, tirakat, alias kultivasi energi agar tercipta kemurnian. Perempuan lebih mudah bersentuhan dengan sesuatu yang spiritual dan ghaib. Perempuan juga yang biasanya punya keahlian meruwat aura rumah menjadi lebih baik. Perempuan yang memberdayakan diri terhubung kepada Tuhan, itu juga jadi jalan lancarnya rejeki suami. Jadi, perempuan juga berkontribusi ya gaes. Meski kadang tidak tampak.
Sebagai perempuan aku tidak ada tuntutan apapun dalam finansial. Kesempatan inilah yang mesti aku manfaatkan dengan baik. Aku punya banyak pilihan dalam hidup tentang menjadi apapun atau tak menjadi apapun. Soal hobi, aku suka masak, gambar, dan nulis. Soal bidang kesukaan, aku suka psikologi dan pendidikan humanis. Apa yang akan aku lakukan dalam hidup setelah anak bisa setidaknya "ditinggal tandang gawe"?
Aku ingin punya usaha makanan sehat, bisa makanan orang dewasa atau MPASI. Semacam real food frozen. Hal ini dalam rangka membantu orang dalam memenuhi nutrisinya (terutama buat orang sibuk dan tidak sempat). Kedua, aku ingin berkarya dengan hobiku, gambar dan nulis. Aku sudah mulai menulis fiksi di platform karyakarsa. Hal yang paling ingin aku tulis adalah karya fiksi tentang pendidikan humanis. Sukur-sukur ke depan bisa terwujud punya komunitas belajar dan punya arena bermain anak dengan konsep playdate kekinian.
Jadi, mulai lihat sekeliling dan bersyukur. Ngopeni anak suami di rumah ataupun punya kiprah sosial kemasyarakatan, diniatkan untuk cari ridho Allah semata, dan niat perlu ditata, diperbarui terus menerus. Semoga Allah ridho dengan apa yang aku kerjakan hari ini. Aamiiin.
0 notes
Text
Setelah Menjadi IRT
Sejak hamil, aku akhirnya memutuskan untuk menjadi IRT karena kondisi kandunganku yang mengharuskan untuk bedrest meskipun baru saja aku diterima kerja dan telah berjalan sebulan saat itu. Aku sempat pendarahan di usia kehamilan yang cukup muda sehingga aku komunikan kepada suami untuk resign. Keputusan berlanjut hingga setelah melahirkan. Alasan selanjutnya yang merupakan inti adalah tentang kondisi keluarga kami. Aku dan suami merantau jauh dari keluarga kami sehingga di daerah domisili kami hanya berdua tanpa ada kerabat. Ketika Allah amanahkan buah hati sama sekali tak terpikirkan hal lain selain mengasuh dan mendidiknya sendiri, saya dan suami. Dewasa ini telah banyak daycare dari usia bayi namun opsi tersebut tidak ada pada kami. Kondisi tersebut adalah yang paling kuat untuk akhirnya aku menjadi IRT.
Lalu, setelah setahun lebih ini terhitung sejak hamil sampai usia anak hampir setahun bagaimana yang aku rasa dan apa yang kudapatkan?
1. Manajemen waktu dan menentukan skala prioritas yang masih kuupayakan
Setelah memiliki anak, aku tidak lagi bisa sebebas dulu untuk melakukan banyak hal. Ada anak yang langsung di nomor satukan sejak ia hadir ke dunia karena kebutuhan menyusui masih segalanya. Maka dari sini aku belajar untuk mengatur waktu dan menentukan prioritas sebagai diri sendiri, istri dan ibu.
2. Manajemen emosi yang tiba-tiba berbeda dan berubah
Sejak hadirnya buah hati emosiku menjadi tak menentu. Aku menjadi sangat mudah merasa kesal dan sedih. Perkara kecil menjadi besar. Ketika anak sedang menangis, tak jarang aku ingin marah dan menangis. Pentingnya sadar dan sabar dalam membersamai anak. Sadar agar tidak melakukan hal-hal yang membahayakan anak dan sabar di setiap kondisi baik buruknya. Dewasa ini banyak sekali kasus ibu tega dengan anaknya dan bagiku hal itu mungkin saja terjadi jika tak ada support system.
3. Keinginan untuk terus belajar
Harapan kebaikan dan keberhasilan pada anak pertama tak bisa kupungkiri. Namun sebelum lebih jauh lagi hal yang paling penting bahwa memiliki anak adalah proses mendidik diri sebagai sebaik-baiknya orang tua bagi anak kita. Hal itu yang membuatku memiliki semangat untuk belajar lagi dan lagi. Aku harus cepat bangkit ketika merasa jenuh, bosan dan bingung ingin belajar apa. Aku juga harus memilah dan memilih dari sekian banyak informasi yang sangat mudah didapatkan. Aku tidak ingin merasa tertinggal dan harus belajar semua. Aku jadi belajar untuk menentukan tema prioritas belajar manakah yang harus dipelajari sekarang dan manakah yang bisa untuk ditunda terlebih dahulu.
Demikian. Aku mengambil 2 poin teratas yang mengambil banyak perhatian dari aku. Semoga Allah ridhoi terhadap ikhtiar yang kami upayakan.
#klip2024#kelasliterasiibuprofesional#maret2024#09032024#ibuprofesional#sinergiwujudkanaksi#ip4id2024#aliranrasa#insightbahagia#hikmahkehidupan#irt#iburumahtangga
0 notes
Text
Bright Inspire Achieving The Impossible Ibu Rumah Tangga Brighton Paradise Bali Sumber: https://www.brightonair.id/1896
0 notes