#homoseksual
Explore tagged Tumblr posts
Text
Cowok Ngejar Cowok
gaulislam edisi 822/tahun ke-16 (6 Muharram 1445 H/ 24 Juli 2023) Umumnya cowok itu ngejar cewek. Di dunia hewan aja, pejantan yang ngejar betina, bukan pejantan ngejar-ngejar pejantan lagi. Ini yang dimaksud “ngejar” adalah untuk menyalurkan hasrat, berahi. Nggak sembarangan lho, ada etika (bicara pantes nggak pantes) dan yang utama dilihat dari aturan agama. Kira-kira pantes nggak sih cowok…
View On WordPress
#bacaan pas remaja cerdas#bahaya LGBT#buletin#buletin gaulislam#cowok#dakwah#gaulislam#homoseksual#homoseksual maksiat#hukuman bagi LGBT#islam#kemaksiatan#LGBT#muda#muslim#muslimah#remaja#tolak LGBT
2 notes
·
View notes
Text
Terdakwa di Serang yang Bunuh "Teman Kencan Prianya" Dituntut 16 Tahun Penjara
SERANG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Serang menuntut Ropiudin (31) penjara selama 16 tahun. Warga Desa Kibin, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang dinilai terbukti melakukan pembunuhan berencana kepada ‘teman prianya’ bernama Maskin. “Menyatakan terdakwa Ropiudin bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana diatur dan diancam pidana oleh Pasal 340 KUHP sebagaimana dalam…
View On WordPress
#bunuh teman pria#heteroseksual#homoseksual#kabupaten serang#kasus LGBT di Serang#kasus pembunuhan homo di serang#kasus sodomi#kasus sodomi serang#pasangan homo#Pasangan homo seksual#sidang pembunuhan homo
0 notes
Text
Review: The Birdcage (1996)
Film The Birdcage ini menghadirkan komedi tabu di masanya. Film ini menceritakan tentang Armand (Robin Williams) seorang gay pemilik klub malam banci (drag queen) The Birdcage. Ia punya pasangan hidup bernama Albert alias Starina (Nathan Lane) yang juga bintang utama di klub tersebut. Armand punya seorang anak lelaki bernama Val (Dan Futterman). Val adalah anak hasil kisah cinta satu malamnya…
View On WordPress
#calista flockhart#dan futterman#film#gay#homoseksual#keluarga#komedi#nathan lane#prime video#Review#review film#robin williams#the birdcage
0 notes
Text
IT'S SUBI DAYYYYYYYYYYYYY
*SCREECHES BACKFLIPS TURNS THE TABLES RAHHHHHH I JUST WANNA BE PART OF YOUR SYMPHONYYYYYYY 🐬✨💦💥🎤🎸🎶🐬✨🎶💥🎸✨🎶💥🎤🎶✨🎸💥🎶🎤✨🎶💥🎸🎶🐬🎂🎂🎂🎂🎂🎂🕯️🕯️🕯️🕯️🕯️🕯️🕯️🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🪩🪩🪩🪩🪩🪩🪩🪩🕺🕺🕺🕺🕺🕺🕺👯♀️👯♀️👯♀️👯♀️👯♀️👯♀️👯♀️👯♀️👯♀️👯♀️🥳🥳🥳🥳🥳🥳🥳🥳🥳🥳🥳🥳🥳🎊🎉🎉🎊🎊🎊🎉🎊🎉🎊🎉🎊*
#the number of wishes in my inbox GAHHHHH#GONNA REPLY TO ALL OF THEM LATER AFTER CELEBRATING AND EATING GOOD CAKE AND ALL 🫶🫶🫶#all emojis are italicized to emphasize zest and homoseksuality for absolutely no otjer reason than just because 🫶🫶💜💜#hyukassubi.goofy#hyukassubi.turns.18🥳🥳🥳
3 notes
·
View notes
Text
Mendulang Faidah Dari Kisah Nabi Luth 'Alaihis Salam
Diantara inti Kajian Mendulang Faedah dari Kisah Nabi Luth ‘alaihissalam yang disampaikan oleh Ust. Dr. Firanda Andirja, Lc., M.A. ~hafidzahullah~ di Masjid Jami’ Ibnu Utsaimin, Pondok Pesantren Al Ukhuwah Sukoharjo pada hari Ahad, 30 juli 2023, antara lain: 1. Orang yang memegang HP, atau bermain media sosial, maka sadar, atau tidak, dia telah memegang gudangnya syahwat. Maka hendaknya…
View On WordPress
#Adzab Bagi kaum Sodom#Bahaya Homo Seksual#Gay#Homo Seksual#Hukuman Bagi kaum Sodom#Kaum nabi Luth#Kaum Sodom#Kehinaan kaum Sodom#Kekejian kaum Sodom#Kisah kaum Sodom#Kisah nabi Luth#LGBT#LGBT dalam islam#Nabi Luth#Nabi Luth dan kaum Sodom#Pencegahan homoseksual#Penyakit Homo Seksual#Sikdsaan untuk Kaum Sodom#Taubat dari Perbuatan Homo#Ummat nabi Luth
0 notes
Text
Verstehen
Kata ini aku temukan saat mempelajari research methods in Islamic Psychology. Yang memiliki makna tentang suatu pendekatan untuk mengerti apa yang mendasari dalam suatu konteks kejadian sosial. Bahasa gampangnya sih, mencari alasan kenapa kejadian itu bisa terjadi. Dan dalam verstehen ini, semua kejadian bisa dibilang benar, tergantung alasannya. Misalnya, seorang ibu menjadi PSK, ditelusuri alasannya, ternyata ia bercerai dengan suaminya yang tidak bertanggungjawab, dan ia beserta anak-anaknya membutuhkan biaya hidup yang tidak sedikit. Meski ia enggan, pada akhirnya ia harus menjalani pekerjaan tersebut. Atau homoseksual, subjek kemudian digali lebih dalam alasan-alasan dan latar belakangnya, ternyata ada trauma masa kecil menjadi korban, lalu ia ada dorongan utk menjadi homo.
Percayalah, riset kualitatif, terutama menggunakan fenomenologis untuk menggali makna hidup seseorang dalam case" yang tidak sederhana, akan mendorong kita untuk berempati pada responden. Meski ia pelacur, meski ia lgbt. Aku bukannya mengatakan bahwa kita tidak bisa berempati dengan mereka. Hanya saja, empati ini kadang membawa keyakinan yang salah pada diri kita. Bahwa mereka memang pantas" saja untuk berbuat demikian karena peliknya hidup. Bahwa tidak ada yg salah dengan perilaku mereka karena alasan-alasan yang telah diutarakan.
Mengenal verstehen kembali membuatku sedikit nostalgia saat magang di rutan (pengalaman yg cukup suram dan gamau aku ulang wkwk). Kantor kami satu atap dengan para tahanan khusus. Yakni para lgbt, dan orang-orang dengan penyakit tertentu. Seiring berjalannya waktu, kami akrab dengan para waria dan pelaku homoseksual. Kami mengerti jalan hidup mereka, latar belakang kehidupan, juga sebab sebab yang menjadi akibat hidup mereka kini. Beberapa temanku bersimpati. Dengan cara yang salah. Yang membuat teman-temanku menormalisasi perbuatan dan perilaku mereka yang menyimpang.
Kembali lagi pada verstehen, mengetahui landasan bagaimana konteks dan situasi dapat terjadi memang penting. Tapi yang berbahaya adalah saat kita tidak lagi netral (ngomongin netral, katanya sih memang kita tidak akan pernah netral hehe). Sebab dalam verstehen, semua perilaku bisa menjadi benar, tergantung alasan. Jika sumber kebenaran kita tidak mutlak, bisa-bisa terjerumus dalam kebenaran yang salah. Itulah mengapa, menjadi apapun kita penting sekali untuk punya sudut pandang seorang muslim dan mukmin, yang kita sebut islamic worldview. Let's we discuss another time.
8 notes
·
View notes
Note
"i am wanted by PAS" is the funniest shit i have ever read because if you are wanted than Pas will lock me into some asylum or something 🗿✋
HELPPPPP NOT THE ASYLUM 😭😭😭 it’s okay anonnie we can be neighbors in the wad homoseksual fr 🙂↕️🙂↕️🙂↕️
8 notes
·
View notes
Text
So I have some thoughts on RWRB
If you divorce it from it's adaptation, it's a perfectly servicable film.
IDK how to say it but it was too polished? I guess? (Maybe that's book nerd for it doesn't look like how I imagined it IDK) it feels like an adaptation of a short film that got a bigger budget but it lost some of the heart of the original you know?
I should have expected it but it was a lot simpler than the book. other people have mentioned the things, June, Nora, Pez, Leo etc.
I did enjoy the way they did the texting at the beginning and I wished they carried that through with the emails later (although maybe they did and I wasn't paying enough attention?)
In this day and age of streaming there is no excuse for book adaptations to be simplified movies. Here's my reasoning: streaming platforms don't need to have time slots, so they can literally release a 3 episode miniseries or a 2 episode miniseries, or 2 movie length mini series or whatever. Black mirror does a bit of this where the different eps are different lengths and honestly, there should be more of it.
I liked some of the references to the book like the powerpoint presentation reference but it just made me want to see that.
I missed seeing Alexs drive and enthusiasm for politics. Look, I'm Australian, I couldn't give a rat's bum about american politics, but reading Alex give a shit about it was interesting and to see him kinda do a politics thing but also not really made me miss Book!Alex more.
I feel like the King being all "this could be fake" would have been a lot better if ALEX HADN'T JUST RELEASED A STATEMENT SAYING THEY WERE IN LOVE!
Stephen (Steven? Stephen.) Fry saying Homoseksual
Stephen Fry BEING a homophobe was funny A+ casting
The lake scene being in the day was weird. So Henry just turns away and is silent. And then he swims away and what, doesn't say a word to Alex for the rest of the evening? Does Alex ask him what's wrong? Why don't they talk about it? it makes more sense being in the middle of the night because he cracks a joke, changes the subject and goes to sleep. Alex is a little offput but he figures he can talk about it later if it's still a thing and then Henry's gone. Makes so much more sense.
Also (this also happens in the books) So Henry's "The Spare" but what about Bea? I'm p sure she's older than Henry, but younger than Philip. Doesn't that make HER the spare? He's just overkill at that point.
If they were going to cut out a sister imho they should have cut out Bea since they did her dirty anyway. Like if she's not going to have character anyway. June would be far more utilised.
One of the things I love about the book is that by the end Alex has a great friend group. I missed that in the movie.
Zahra was perfect.
I miss chaotic brains Nora
I have very few thoughts on the actual romance part. It was fine.
TF is Miguel
As a bisexual myself, I missed the bi panic.
Also Liam. He was great.
This has nothing to do with the movie but my cat is kneading right next to me.
Why was it rated R? It was sanitised the hell????
If you like the movie, if you love it that's great. I'm glad for you. For me I might have to sit and think about it for a bit before I rewatch it.
#red white and royal blue#rwrb#rwrb film#red white and royal blue film#spoilers#agcd#alex claremont diaz#firstprince
41 notes
·
View notes
Text
Bagiku Tuhan Sudah Mati Karena Aku Berserah Diri Pada Neraka Dan Pilih Untuk Membersamaimu Selamanya.
Aku bisa bangun rumah paling nyaman di neraka untuk kita tinggali berdua. Cukup yang minimalis saja, asal kau betah untuk tinggal disini selamanya. Ada ruang tamu dengan sofa paling empuk agar kau bisa menonton saluran televisi favoritmu. Kamar dengan kasur yang besar agar kita leluasa untuk bersenggama di atasnya. Kamar mandi dengan air yang aku jamin takkan pernah berhenti mengalir untuk membilas tubuh kotor kita. Pun tak lupa dengan dapur karena aku ingat kau suka sekali untuk coba resep baru yang kau temukan di ponselmu itu. Kalau sudah begini aku betah tinggal di neraka karena ada kamu sebagai pelengkapnya. Bahkan aku bisa sebut ini sebagai cita-cita, tinggal di neraka bersamamu karena kata orang-orang kita ini pendosa.
Dan saat aku ceritakan padamu, ada dahi berkerut yang menyambut titik akhir kalimatku. Tak sesuai harapan karena aku pikir kamu akan senang. Karena aku pikir kamu juga sama berdosanya sepertiku. Atau karena aku pikir, kau juga sama- sama akan mengorbankan dirimu sendiri asal tetap membersamaiku. Tapi alih-alih senang kamu malah mengutukku dengan amarah dan seribu sumpah serapah. Rupanya kau masih religius, mungkin kau akan tetap religius. Berpegang teguh pada Tuhan dan mempercayai segala hal yang dikotakkan oleh-Nya menjadi kesatuan yang kemudian ia beri nama dosa.
Tapi apakah mencintai seseorang bisa dianggap sebagai dosa? Tapi apakah jika aku laki-laki dan kau juga sama laki-lakinya sepertiku maka itu dianggap sebagai dosa? Ada banyak hal yang tidak aku mengerti di dunia ini, Birdy. Jika memang benar itu adalah dosa, maka akan aku masukkan kau ke dalam daftar dosa paling nikmat yang rela untuk buatku dilaknat. Dengan Tuhan, dengan gereja, dan dengan neraka yang berisi setan-setan dan api membara. Akan aku tinggalkan injil-injil dan rumah Tuhan ini, mengesampingkan akal sehatku karena katanya orang berdosa itu pasti tak berakal. Meskipun ada serdadu-serdadu yang akan menghukumku dengan pancung, pun mayatku setelahnya akan tetap mencintaimu. Cukup simpan potongan tubuhku dan disanalah aku akan hidup sebagai raga tanpa jiwa yang akan terus membersamaimu.
Ada begitu banyak hal yang aku biarkan hilang karena sedari awal aku selalu berpikir kaulah pelengkapnya. Tapi kamu tidak. Kamu pilih untuk lari ke tepi pantai, menyendiri, berusaha menghindar dari segala hal yang membuatmu tersandung dosa. Tapi kamu tidak. Kamu pilih untuk kembali percaya pada Tuhan karena kamu takut neraka. Padahal kata banyak orang, homoseksual seperti kita ini akan berakhir disana. Bukannya itu berarti malah ada banyak orang yang akan mengerti dan memaklumi kita jika yang kau cari adalah pembebasan dari segala dosa-dosa? Tapi kamu tidak, Birdy. Tapi kamu tidak. Tapi kamu tidak.
Tahun-tahun selanjutnya aku dengar kabar bahwa kau akan menikah dengan seorang gadis. Kau akan menikah, sedang aku masih berteman dengan duka yang merekah. Kau mungkin akan kawin dan beranak-cucu, sedang aku masih tinggal di rumah yang sama seperti dulu. Rumah yang dulunya sering kau kunjungi karena katanya inilah tempat paling nyaman untuk pelarianmu. Rumah yang aku biarkan atapnya reyot, tembok-temboknya mengelupas, dan ubinnya pecah-pecah. Aku masih tinggal disini, Birdy. Bersama duka yang kini menjadi teman baikku satu-satunya. Aku sudah kehilangan minat untuk berpindah karena inilah satu-satunya tempat dimana aku bisa hidup membersamaimu yang kini cuma berwujud sebagai kenangan yang masih menggantung di langit-langit kamarku.
Heavenly father, why is it a sin to love someone?
1 note
·
View note
Text
One of my favourite bits in RWRB was how the king said “homoseKsual”
Like, I know that it’s how some old people say it but it’s also such a ✨💅✨ pronunciation.
16 notes
·
View notes
Video
youtube
I was watching Fry and Laurie Reunited yesterday and came across something that SENT ME: a snippet from this sketch from 1989, 0:45-0:49.
That pronunciation is probably not as unique as it seems, but it was flabbergasting to stumble upon footage of Stephen Fry — who played the king in Red, White and Royal Blue — from *thirty-five years ago* where he also says “homoseksual.”
6 notes
·
View notes
Text
"BECAUSE I THOUGHT HE WAS A RAGING HOMOSEKSUAL" - A student after finding out that the professor who ended a lecture by going on a rant about shipping and is kinda fruity has a wife
6 notes
·
View notes
Text
In reality the shape of your skull can depend on something like lactose intolerance.
Just a friendly reminder that nazis didn’t just prosecute jewish people. People tend to forget for some reason. So nazi doesn’t just equal antisemitic. They hated many more groups. Since there is no accuracte documentation, when it becamse clear they’d loose the war, they started destorying both documentation and physcial evidence, those numbers are estimated: Jews - 6 million
Soviet civilians - around 7 million (of which 1,3 million Jews also included above)
Soviet prisoners of war - around 3 million (of which around 50 thousand Jews)
Polish civilians, not including Jews - 1.8 million
Serbian civilians - 312 thousand
People with disabilities - around 250 thousand
Roma people - 250 thousand
Jehovah’s Witnesses - around 19, thousand
Recidivists and asocial - at least 70 thousand
German political dissidents and members of the resistance - unknown
Homoseksuals - unknown, possibly included in the asocial group
not the coquettes literally reinventing nazi phrenology on tiktok
98K notes
·
View notes
Text
The Silence of the Lambs (1991)
Salah satu bagian dari film ini yang sering dibahas, dan termasuk bagian yang sering dipuji adalah diangkatnya topik seksisme di dunia kerja yang dihadapi perempuan. For fuck’s sake, Starling bekerja untuk menangkap seorang Pembunuh Berantai dengan menggali informasi lewat pembunuh lainnya yang sedang dipenjara: Hannibal Lecter. Korban-korban dari pembunuh berantai yang menjadi kasusnya, adalah perempuan.
Film ini berhasil menyoroti seksisme, dan perempuan sebagai karakter yang utuh. Bentuk-bentuk seksisme ini dijelaskan di sepanjang film tanpa membuatnya jadi keseluruhan cerita tapi menjadi bagian terpenting. Ia terselip rapi, namun jelas terlihat.
Pembunuh berantai yang memfokuskan “kerja” mereka pada perempuan, adalah sebusuk-busuknya objektifikasi. Bayangkan membunuhi perempuan sebagai self-expression di dunia yang mengobjektifikasi perempuan setiap detiknya lewat berbagai cara. Detektif Starling yang bekerja di FBI ditugaskan untuk menangkap pembunuh berantai ini, dan dia melakukannya dengan sangat baik. Karakter yang diperankan oleh Jodie Foster ini mendapatkan banyak pujian, karena karakter Starling dibentuk dengan tekanan dan latar belakang yang tidak satu dimensi. Doi bukan perempuan yang lemah saja, atau kuat saja, doi berlapis-lapis dan seharusnya begitu.
Selain bagaimana Starling dinarasikan, tema film ini right up my alley, jadi suka film ini adalah proses yang natural. Saya otomatis fokus di sepuluh menit pertama, dan benar-benar menikmati film ini sampai akhir. Tetapi, setelah mengetahui tentang pembunuh berantainya, ada sesuatu yang sedikit mengganggu. Saya harus membocoran sedikit bagian cerita, karena ini menyangkut identitas Si Pembunuh Berantai yang dikejar oleh Detektif Starling: dia bisa jadi seorang Transeksual.
Berangkat dari situ, maka, jika film ini berhasil menggambarkan karakter perempuan yang tidak payah, dengan pengalaman-pengalaman seputar ketimpangan gender, keputusan untuk membuat seorang Trans sebagai Pembunuh Berantai ini bermasalah. Saya lalu mencoba mencari percakapan seputar topik yang bersangkutan dan menemukan artikel ini. Singkatnya, artikel ini menjelaskan bagaimana Trans dalam film ini digambarkan sebagai seorang monster. Walaupun film ini berhasil menyoroti, kurang lebih apa yang saya tuliskan di tiga paragraf di atas, ditambah kemampuan Jodie Foster memerankan Clarice Starling, namun pada saat yang bersamaan menggambarkan Trans sebagai sesuatu yang buruk — well, dia Pembunuh Berantai, di film ini.
Dari artikel lain, saya menemukan kutipan dari Sang Sutradara,
“We knew it was tremendously important to not have Gumb misinterpreted by the audience as being homosexual. That would be a complete betrayal of the themes of the movie. And a disservice to gay people.” Jonathan Demme
Jonathan Demme menjelaskan bahwa sangat penting untuk Gumb (Si Pembunuh Berantai) tidak disalah artikan sebagai homoseksual. Itu akan menjadi pengkhiatan terhadap tema film. Dan merugikan kaum gay. Di artikel yang sama juga dijelaskan bahwa Gumb bukanlah seorang trans, melainkan seseorang yang benar-benar takut akan diri sendiri, dan dalam keputuasaan untuk menjadi sesuatu selain dirinya diwujudkan lewat upaya yang salah terhadap transvestism*, dan tingkah laku dan sikap diri yang bisa diartikan sebagai gay.
“… someone who is so completely, completely horrified by who he is that his desperation to become someone completely other is manifested in his ill-guided attempts at transvestism, and behavior and mannerisms that can be interpreted as gay.”
Apakah pernyataan Jonathan Demme adalah sebenar-benarnya kenyataan pra-produksi, ketika naskah film dibahas pertama kali dan Demme mulai membayangkan film ini dalam kepalanya, atau pernyataan itu dilontarkan setelah adanya keberatan dari kaum LGBTQ? Jika kita kembali ke film, dan merujuk pada beberapa pernyataan dari Lecter tentang Gump, maka pernyataan Demme adalah benar. Gump bukanlah seorang Trans.
“Billy is not a real transexual. But he thinks he is. He tries to be. He’s tried to be a lot of things, I expect.” Hannibal Lecter
Namun, lagi, pernyataan di atas ambigu. Garis bawahi “but he thinks he is”, dan “Billy is not a real transexual.” Keduanya adalah pernyataan dari Lecter, bukan dari Gump, dan mengingat Gump adalah seorang pembunuh berantai, jadi sudah jelas dia terganggu sejak dalam pikiran, maka apakah Lecter sebagai seorang psikiater bisa menentukan apakah Gump transeksual atau tidak, atau apakah itu sepenuhnya otoritas Gump terhadap dirinya untuk menyatakan itu?
Ditambah, di dalam film ada adegan Gump berdansa di rumahnya, telanjang dan hanya mengenakan jubah, dan ia menjepit penisnya dengan kedua kaki, jadi terlihat bahwa dia memiliki vagina, bukan penis.
“Our Billy wasn’t born a criminal, Clarice, he was made one through systematic years of abuse. Billy hates his own identity you see, and he thinks that makes him a transexual but his pathology is thousand times more savage and more terrifying.” Hannibal Lecter
Mungkin itu terlalu kemana-mana dan pada dasarnya, keberatan kaum LGBTQ dan sesuatu yang menggangu saya bukanlah diagnosa Lecter atau otoritas Gump atas identitas gendernya. Permasalahannya adalah, menjadikan Pembunuh Berantai dalam cerita sebagai seorang transeksual. Menggambarkannya sebagai seseorang yang kejam dan menyedihkan. Representasi di media adalah penting, dan kita sudah melihat bagaimana seluruh ras, gender, atau kelas masyarakat mengalami diskriminasi karena bagaimana mereka digambarkan di media. Dan ini membawa kita pada salah satu masalah buruk dunia: penindasan terhadap kaum marjinal. Menjadikan seorang transeksual sebagai pembunuh berantai, tidak akan menolong siapa-siapa.
Sekarang mari keluar dari lingkaran Gump, untuk membahas bagian lain dari tema ini. Ada bagian dari feminisme, yang mengecualikan perempuan trans dalam perjuangannya. Saya tidak pernah terlalu dalam memahami ini, tapi sejauh yang mampu saya tangkap, TERF (Trans-Exclusionary Radical Feminist) adalah orang-orang yang beranggapan bahwa kelaminlah yang menentukan seseorang perempuan. Jadi hanya mereka yang terlahir sebagai perempuan adalah perempuan, maka perempuan trans tidak bisa dikatakan perempuan. Dasar argumen mereka tentu saja biologi, lelaki dan perempuan, penis dan vagina.
“All transsexuals rape women’s bodies by reducing the real female form to an artifact, appropriating this body for themselves.… Transsexuals merely cut off the most obvious means of invading women, so that they seem non-invasive.” Janice Raymond, The Transsexual Empire
Dan kembali ke The Silence of the Lambs, karakter Gump ini melakukan apa yang secara harfiah menjadi alasan mengapa bagian feminist ini tidak mengakui identitas perempuan trans: ia menculik, menyiksa, dan menguliti korban-korbannya untuk kemudian menggunakan kulit-kulit itu pada dirinya sendiri. Seperti kutipan di atas, hal ini apa yang dilakukan Gump pada korban-korbannya adalah merampas hidup perempuan untuk kemudian “dipakainya” untuk dirinya sendiri.
Topik ini penting untuk diseret pada pembahan ini karena apa yang dikatakan Lecter tentang Gump, “He’s tried to be a lot of things, I expect.”. Kembali lagi pada kebutuhan cerita. Jika Gump adalah orang-orang yang membenci diri sendiri kemudian merasa perlu menjadi seseorang yang lain, karena let’s say, dia nyaman dengan karakter yang entah dia temukan dalam dirinya atau dia bentuk sendiri sebagai coping mechanism dari — yang menurut Lecter — perlakukan kejam menahun terhadapnya. Dan kemudian dia menjadi pembunuh berantai.
Saya mengkonsumsi banyak konten true-crime, dan kisah-kisah pembunuh berantai, dan tidak bisa dipungkiri, banyak pelaku sakit jiwa di kisah-kisah kejam ini adalah lelaki gay. Bukan berarti para lelaki gay sakit jiwa, pernyataan saya bukan itu. Tetapi, pelaku kejahatan yang adalah seorang gay, itu ada — seperti adanya pelaku-pelaku kejahatan sakit jiwa yang heteroseksual.
Maka gangguan yang saya rasakan pertama kali ketika mengetahui identitas Gump, berubah menjadi pertanyaan: adakah pilihan menjadikan Gump seorang Transeksual adalah ketidak-adilan representasi kaum transeksual, atau apakah, atas nama kebutuhan cerita, ia menjadi sah-sah saja?
Jika harus menyimpulkan apapun di akhir tulisan, here’s my two cents: saya tidak merasa Gump membawa representasi buruk bagi komunitas Trans, dan tidak sependapat dengan Lecter bahwa Gump tidak benar-benar Transeksual. Yang saya pahami, Gump — yang dijuluki Buffalo Billy — adalah Transeksual. Saya tidak melihat apa yang dilakukannya terhadap korban-korban dalam cerita sebagai sesuatu yang diakibatkan oleh identitas gendernya. Dia jahat, kejam, dan keji karena dia adalah Pembunuh Berantai, bukan karena dia seorang Transeksual.
Catatan: transvestism adalah praktik berpakaian sebagai lawan jenis. Lawan jenis yang dimaksud adalah dalam pengertian sederhana: lelaki berpakaian perempuan atau sebaliknya. Di beberapa budaya, transvestism ini digunakan untuk kebutuhan agama, tradisi, atau upacara-upacara adat.
0 notes
Text
Sejarah Kelam di Dunia: Momen-Momen yang Mengubah Sejarah
Sejarah dunia dipenuhi dengan peristiwa-peristiwa kelam yang meninggalkan bekas mendalam pada umat manusia. Dari perang dan konflik hingga genosida dan penindasan, momen-momen ini seringkali menjadi pengingat akan sifat rapuhnya perdamaian dan hak asasi manusia. Berikut adalah beberapa peristiwa sejarah kelam yang mencolok dan dampaknya terhadap dunia.
1. Perang Dunia I dan II
Perang Dunia I (1914-1918) dan Perang Dunia II (1939-1945) adalah dua konflik berskala besar yang merenggut puluhan juta nyawa.
Perang Dunia I dipicu oleh persaingan antara kekuatan besar Eropa dan berakhir dengan kehancuran sejumlah kekaisaran, termasuk Kekaisaran Austro-Hungaria dan Ottoman.
Perang Dunia II, yang lebih mengerikan, dipicu oleh ekspansi Nazi Jerman di bawah Adolf Hitler. Genosida Holocaust, yang menargetkan orang Yahudi, Romani, dan kelompok lain, menjadi salah satu kejahatan paling mengerikan dalam sejarah, dengan sekitar enam juta orang Yahudi dibunuh.
Kedua perang ini tidak hanya mengubah peta politik dunia tetapi juga meninggalkan trauma yang mendalam bagi jutaan orang.
2. Genosida di Rwanda (1994)
Pada tahun 1994, Rwanda menyaksikan genosida yang mengerikan di mana sekitar 800.000 orang, mayoritas dari suku Tutsi, dibunuh dalam waktu hanya 100 hari. Ketegangan etnis yang telah berlangsung lama antara suku Hutu dan Tutsi memuncak menjadi kekerasan massal.
Genosida ini mengekspos kegagalan komunitas internasional untuk bertindak dan menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya pencegahan kekerasan dan perlindungan hak asasi manusia.
3. Perbudakan dan Perdagangan Budak
Sejak abad ke-16 hingga abad ke-19, jutaan orang Afrika diculik dan dijual sebagai budak melalui perdagangan budak transatlantik. Praktik ini tidak hanya menghancurkan kehidupan individu tetapi juga merusak komunitas dan budaya.
Dampak dari perbudakan masih dirasakan hingga saat ini, dengan ketidakadilan sosial dan rasial yang terus berlanjut di banyak negara.
4. Holocaust (1941-1945)
Holocaust adalah genosida yang dilakukan oleh rezim Nazi Jerman, di mana sekitar enam juta orang Yahudi dibunuh secara sistematis. Selain Yahudi, orang-orang Romani, penyandang disabilitas, homoseksual, dan musuh politik juga menjadi target.
Holocaust adalah pengingat tragis tentang bahaya kebencian dan intoleransi, serta pentingnya pendidikan untuk mencegah terulangnya tragedi serupa di masa depan.
5. Perang Saudara di Yugoslavia (1991-2001)
Perang Saudara Yugoslavia merupakan konflik yang melibatkan etnis dan nasionalisme di Balkan. Berlangsung dari awal 1990-an hingga awal 2000-an, perang ini menyebabkan pembantaian massal, pemerkosaan, dan pembersihan etnis, terutama terhadap orang-orang Bosnia Muslim.
Konflik ini meninggalkan jejak luka yang dalam di masyarakat Balkan dan membuktikan betapa mudahnya ketegangan etnis dapat berubah menjadi kekerasan.
6. Penindasan di Timur Tengah
Sejarah kelam juga terlihat dalam penindasan yang berlangsung di beberapa negara di Timur Tengah, seperti Suriah dan Iran. Dalam beberapa dekade terakhir, konflik di Suriah telah menyebabkan kematian ratusan ribu orang dan jutaan pengungsi.
Di Iran, pelanggaran hak asasi manusia dan penindasan terhadap oposisi politik juga menjadi sorotan internasional.
Kesimpulan
Sejarah kelam di dunia mencerminkan banyaknya peristiwa tragis yang telah terjadi, di mana kekerasan, kebencian, dan penindasan telah merusak kehidupan manusia. Meskipun momen-momen ini sangat menyedihkan, mereka juga berfungsi sebagai pengingat akan pentingnya perdamaian, toleransi, dan perlindungan hak asasi manusia. Dengan belajar dari sejarah, kita diharapkan dapat membangun masa depan yang lebih baik dan mencegah terulangnya tragedi yang sama.
0 notes