Tumgik
retezor · 6 days
Text
Di Stasiun Lempuyangan, Solo Balapan.
Entah bagaimana cara cinta bekerja, tapi aku selalu merasakan kasih sayang kita lebih besar jika kaki kita sudah mulai menginjakan langkahnya di stasiun. Mau Lempuyangan atau Solo Balapan, kasih sayang adalah satu-satunya teriakan yang lebih lantang dari tindakan yang kita berdua tunjukkan. Pelukan cuma hal sederhana yang bisa kita lakukan di depan indomaret Stasiun Lempuyangan, "Besok-besok ketemu lagi ya," paham benar bahwa ada satu bulan setelahnya kita tak lagi bertatap karena waktu, kesibukan, dan jarak adalah apa yang menjadi musuh kita sekarang.
Nyatanya, Jogja-Solo yang katanya dekat itu tak pernah benar-benar dekat. Ada sekitar 60 menit yang harus kita habiskan di dalam kereta yang biasanya padat merayap. Dan sayangnya lagi, kita bukan anak presiden yang bisa pergi kemana-mana tanpa perlu pikir dua kali. Padahal sudah ada daftar yang kita buat berdua, isinya tempat-tempat yang harus kita kunjungi entah di Solo atau Jogja. Katamu toko buku di Alun-Alun Solo sudah lebih bagus, ada banyak koleksi baru yang ditambah waktu kau berkunjung kesana minggu lalu. Bahkan kau beli satu judulnya, 'Sergius Mencari Bacchus,' yang tak sengaja kau temukan di tumpukan buku paling bawah.
"Kalau ke Jogja berarti kita harus ke Theotrapi, kak! Dia kayak toko buku indie gitu, tempatnya kecil sih tapi koleksi bukunya bagus-bagus. Kemarin aku kesana sama temenku, pengen balik lagi deh rasanya," lalu gantian aku yang memberikan rekomendasi tempat untuk kita kunjungi kalau kamu ke Jogja. "Iya, nanti ya kesana sama aku. Tapi aku cari waktu dulu, kuliah lagi sibuk banget." Dan lagi-lagi, waktu adalah hal yang lebih nyata ketimbang janji-janji pemerintah kepada warga.
Malam itu obrolan kita mengalir panjang sekali, tapi yang bisa aku rasakan cuma sepi. Mau bagaimanapun sepi tak akan pernah bisa kita bagi lewat layar ponsel yang sedari tadi menyala enggan mati. Ada satu tembok transparan tebal yang seakan mengungkungku dalam sendiri. Lalu perlahan, aku mulai mengerti bagaimana cara cinta bekerja sampai buat kasih sayang kita terasa lebih besar tiap kali kita sampai di stasiun. Mulai mengerti kenapa tiba-tiba ada tangan yang merengkuhku hangat di depan indomaret Stasiun Lempuyangan, padahal awalnya aku pikir Jogja-Solo cuma sebentar dan perpisahan tak perlu sampai sebegininya untuk dilakukan.
Sekarang begitu aku sudah paham dan semuanya sudah masuk di akal, rasa-rasanya aku ingin pindah saja dan menetap di Solo selamanya. Kita bisa berkeliling kota yang katamu jauh lebih indah kalau malam itu tiap hari. Mencoba mie sumatera di Jalan Ir. Juanda yang katamu enak sekali. Atau kita bisa berbagi pelukan tanpa perlu tunggu pertemuan yang rasa-rasanya cuma bisa dilakukan tiap dua bulan sekali. Karena rasa-rasanya hidup sendiri-sendiri cuma buat aku dikekang sepi dan yang aku mau kita ada buat berdua, entah di Solo atau Jogja.
Di Stasiun Lempuyangan, Solo Balapan satu-satunya tempat dimana tembok transparan itu jadi semakin nyata. Aku mau kamu buat selamanya.
0 notes
retezor · 16 days
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Bagiku Tuhan Sudah Mati Karena Aku Berserah Diri Pada Neraka Dan Pilih Untuk Membersamaimu Selamanya.
Aku bisa bangun rumah paling nyaman di neraka untuk kita tinggali berdua. Cukup yang minimalis saja, asal kau betah untuk tinggal disini selamanya. Ada ruang tamu dengan sofa paling empuk agar kau bisa menonton saluran televisi favoritmu. Kamar dengan kasur yang besar agar kita leluasa untuk bersenggama di atasnya. Kamar mandi dengan air yang aku jamin takkan pernah berhenti mengalir untuk membilas tubuh kotor kita. Pun tak lupa dengan dapur karena aku ingat kau suka sekali untuk coba resep baru yang kau temukan di ponselmu itu. Kalau sudah begini aku betah tinggal di neraka karena ada kamu sebagai pelengkapnya. Bahkan aku bisa sebut ini sebagai cita-cita, tinggal di neraka bersamamu karena kata orang-orang kita ini pendosa.
Dan saat aku ceritakan padamu, ada dahi berkerut yang menyambut titik akhir kalimatku. Tak sesuai harapan karena aku pikir kamu akan senang. Karena aku pikir karmu juga sama berdosanya sepertiku. Atau karena aku pikir, kau juga sama- sama akan mengorbankan dirimu sendiri asal tetap membersamaiku. Tapi alih-alih senang kamu malah mengutukku dengan amarah dan seribu sumpah serapah. Rupanya kau masih religius, mungkin kau akan tetap religius. Berpegang teguh pada Tuhan dan mempercayai segala hal yang dikotakkan oleh-Nya menjadi kesatuan yang kemudian ia beri nama dosa.
Tapi apakah mencintai seseorang bisa dianggap sebagai dosa? Tapi apakah jika aku laki-laki dan kau juga sama laki-lakinya sepertiku maka itu dianggap sebagai dosa? Ada banyak hal yang tidak aku mengerti di dunia ini, Birdy. Jika memang benar itu adalah dosa, maka akan aku masukkan kau ke dalam daftar dosa paling nikmat yang rela untuk buatku dilaknat. Dengan Tuhan, dengan gereja, dan dengan neraka yang berisi setan-setan dan api membara. Akan aku tinggalkan injil-injil dan rumah Tuhan ini, mengesampingkan akal sehatku karena katanya orang berdosa itu pasti tak berakal. Meskipun ada serdadu-serdadu yang akan menghukumku dengan pancung, pun mayatku setelahnya akan tetap mencintaimu. Cukup simpan potongan tubuhku dan disanalah aku akan hidup sebagai raga tanpa jiwa yang akan terus membersamaimu.
Ada begitu banyak hal yang aku biarkan hilang karena sedari awal aku selalu berpikir kaulah pelengkapnya. Tapi kamu tidak. Kamu pilih untuk lari ke tepi pantai, menyendiri, berusaha menghindar dari segala hal yang membuatmu tersandung dosa. Tapi kamu tidak. Kamu pilih untuk kembali percaya pada Tuhan karena kamu takut neraka. Padahal kata banyak orang, homoseksual seperti kita ini akan berakhir disana. Bukannya itu berarti malah ada banyak orang yang akan mengerti dan memaklumi kita jika yang kau cari adalah pembebasan dari segala dosa-dosa? Tapi kamu tidak, Birdy. Tapi kamu tidak. Tapi kamu tidak.
Tahun-tahun selanjutnya aku dengar kabar bahwa kau akan menikah dengan seorang gadis. Kau akan menikah, sedang aku masih berteman dengan duka yang merekah. Kau mungkin akan kawin dan beranak-cucu, sedang aku masih tinggal di rumah yang sama seperti dulu. Rumah yang dulunya sering kau kunjungi karena katanya inilah tempat paling nyaman untuk pelarianmu. Rumah yang aku biarkan atapnya reyot, tembok-temboknya mengelupas, dan ubinnya pecah-pecah. Aku masih tinggal disini, Birdy. Bersama duka yang kini menjadi teman baikku satu-satunya. Aku sudah kehilangan minat untuk berpindah karena inilah satu-satunya tempat dimana aku bisa hidup membersamaimu yang kini cuma berwujud sebagai kenangan yang masih menggantung di langit-langit kamarku.
Heavenly father, why is it a sin to love someone?
1 note · View note