#heryzalyunus
Explore tagged Tumblr posts
Text
Cerpen: Sesabar Ayah
***
Aku menaruh sendok, berhenti makan sejenak, menarik nafas dan bertanya:
"Apakah lelaki tersebut akan sesabar Ayah nantinya?"
Ayah tersedak. Lalu meminum air putih. Ia sangat terkejut dengan pertanyaan yang tiba-tiba kulemparkan ketika kami sedang sarapan pagi itu.
Pertanyaan tersebut muncul untuk menanggapi cerita Ayah beberapa hari lalu tentang ada seseorang yang datang untuk mempersuntingku. Aku belum tahu siapa orangnya tapi Ayah sudah mengatakan "iya" kepadanya.
Pikiranku terus menduga-duga. Keresahanku tumbuh cepat mengisi hati dan pikiran. Kepalaku penuh dengan pertanyaan tentang bagaimana ia bisa menyakinkan Ayah.
***
Aku adalah anak bungsu yang sangat manja. Belum pernah merantau sama sekali. Tidak tahu arti mandiri yang sesungguhnya.
Terlebih setelah kepergian ibu. Aku kewalahan sendiri dalam belajar banyak hal. Aku lelah tapi Ayah yang selalu membuatku bersemangat. Aku ingin menyerah tapi Ayah selalu membuatku bangkit untuk berjuang.
Ayah selalu bisa menghadapiku dengan sabar. Belum kutemukan lelaki lain yang seperti ini.
Namun hari ini Ayah malah mengatakan bahwa ada lelaki yang akan membawaku pergi jauh dari rumah. Aku takut sekali bila nanti orang ini tidak bisa memahamiku. Bila nanti ia tidak bisa melihat kesedihan di wajahku, seperti yang selalu Ayah lakukan.
***
Lalu suasana hening untuk beberapa saat. Ayah membetulkan posisi duduknya. Memandangiku dengan sepasang mata sendu dan berkata:
"Dari apa yang sudah Ayah lihat dan saksikan sendiri. Lelaki ini akan lebih sabar dari Ayah tentunya.
"Ia paham kamu bukan perempuan mandiri. Tapi ia bisa menilai dari bagaimana caramu menyayangi anak-anak di sekolah dan sikapmu kepada rekan kerja. Ia telah lama menyimpanmu diam-diam hanya saja kamu tidak menyadari"
Aku mengernyitkan dahi, memberi isyarat bahwa masih belum paham dengan apa yang disampaikan oleh Ayah.
"Dia sendiri yang memilihmu. Dan Ayah yakin setelah tahu siapa orangnya, kamu pun akan sangat setuju"
***
Aku tersenyum sendiri. Berkaca-kaca. Aku tahu siapa maksud Ayah. Dia adalah jawaban do'a-do'a panjangku. Lelaki yang sering kuceritakan kepada Ayah. Seorang rekan kerja yang selalu menjauh dari kami para perempuan. Tapi kini dia malah mendatangi Ayahku. Ia benar-benar tahu cara memuliakan seorang perempuan.
5 notes
·
View notes
Text
Ramadhan #30 : Perpisahan
Tulisan ini adalah bagian dari program menulis 30 hari selama Ramadhan 1441 H. Ditulis oleh @heryzalyunus Insyaa Allah akan menemanimu setiap hari sampai Ramadhan usai. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik dan ada kebaikan bagi siapa saja yang bersedia membaca.
Ibarat teh dan gula, bumi dan matahari, bulan dan bintang-bintang, awan mendung dan hujan serta pasangan-pasangan lainnya. Begitulah sebuah pertemuan yang hadir sepaket dengan sebuah perpisahan.
Di dunia, ketika kita bertemu dengan seseorang maka suatu hari kita juga akan merasakan perpisahan. Entah berpisah dalam waktu sementara. Atau tidak lagi bertatap muka untuk selama-lamanya.
Seperti Ramadhan yang setiap tahun kita berpisah dengannya, tapi Alhamdulillah perpisahan tsb masih menjadi sesuatu yang sementara.
Kita masih bisa bertemu dengannya hingga tahun ini. 1441 Hijriah. Kita telah melewatinya sekali lagi dengan perasaan yang sangat bahagia.
Namun kita pun tahu bahwa tidak ada jaminan ke depannya akan bisa berjumpa kembali. Meski berjumpa, tidak ada jaminan kita bisa beribadah sekuat hari ini. Entah nikmat sehat, entah nikmat kesempatan, dua-duanya belum tentu tetap menyertai diri.
Hari ini, kita akan berpisah dengan Ramadhan. Lalu apa yang kita rasa? Apakah bahagia karena hari-hari biasa telah kembali? Apakah bersedih karena begitu banyak rahmat yang tidak akan mudah kita temui lagi? Atau menyesal karena telah melewatkannya dengan sangat tidak baik?
Meski kita menangis sebanyak air di lautan. Menyesal. Tapi Ramadhan tidak akan peduli. Ia tetap akan pergi, meninggalkan kita seorang diri.
Do'a yang seharusnya terus kita ulang-ulang:
"Ya Allah beri kami kesempatan untuk berjumpa Ramadhan kembali di tahun berikutnya. Beri kami kesehatan supaya bisa terus meningkatkan ibadah nantinya. Dan kami mohon terimalah ibadah kami pada Ramadhan kali ini"
Selamat jalan Ramadhan, semoga kita bisa berjumpa kembali dalam keadaan yang lebih baik :(
3 notes
·
View notes
Text
Cerpen: Orang yang Setia
Mendung membungkus langit kota sore itu. Aku terperangkap di salah satu teras toko buku.
Aku tertahan, tidak bisa masuk untuk sekadar melihat-lihat karena bajuku yang sudah terlanjur basah. Menerjang hujan pun tak mungkin karena terdapat laptop di ranselku.
Aku berdiri termenung. Sementara ponsel sudah ku atur mode air plane sedari tadi. Mengingat cuaca kini yang sedang tidak kondusif.
Sesekali mataku tajam melihat ke dalam, melihat susunan buku melalui dinding kaca yang lembab.
Sesekali aku memperhatikan hujan yang jatuh langsung ke bumi dan menyaksikan orang-orang yang sedang berlari menghindari, seperti diriku sendiri.
Tiba-tiba seseorang menepukku dari belakang "Hei sudah lama di sini?"
Ternyata adalah salah satu temanku yang baru keluar dari dalam toko. Tangannya tampak membawa bungkusan berisi buku-buku baru.
***
Seperti hujan yang semakin deras, pembicaraan kami juga semakin panjang. Meski sesekali harus berteriak, aku sangat menikmati obrolan ini.
Temanku ini terkenal cerdas. Tidak heran dia memborong banyak buku. Dia selalu menjadi referensiku baik terkait ilmu ataupun hal-hal lain dalam menjalani kehidupan.
***
Lima puluh lima menit berlalu, jam sudah menunjuk pada angka enam. Sebelum hujan benar-benar reda. Aku melemparkan pertanyaan yang sedang menggangguku akhir-akhir ini.
"Sebenarnya menurutmu orang setia itu yang seperti apa?"
Temanku memandang ke arah jalan. Seraya memeluk buku-buku dan berkata dengan yakin.
"Bagiku seseorang pantas disebut setia ketika ia memiliki hati yang lapang."
Ia diam sejenak, suara hujan mengisi jeda ketika ia menarik nafas.
"Mungkin banyak orang yang akan menerima kita ketika kita baik-baik saja, ketika kita sama sekali tidak melakukan kesalahan. Tapi apakah semua orang yang kini berada di sekeliling kita tetap ada bila kesalahan kita tercipta? Tetapkah mereka memegang erat tangan ini terlebih bila kita akan jatuh nantinya?"
Ia menarik nafas lagi dan melanjutkan.
"Tidak, tidak semua. Hanya ada beberapa orang yang bisa memaafkan kita. Hanya ada segelintir orang yang tetap mau bersama kita ketika kita telah banyak salah. Terlebih kesalahannya adalah selalu dalam bentuk yang sama. Orang inilah yang kusebut memiliki hati yang lapang"
Aku kira jawabannya sudah selesai tapi ternyata belum. Ia masih melanjutkan.
"Namun seiring kita selalu dimaafkan dan diterima, di sisi yang lain dia akan berusaha mengubah kita dengan cara apapun. Meski dengan nasihat pedas sekalipun. Itu juga bagian dari kesetiaan menurutku. Supaya bisa tetap bersama menuju kebaikan."
Aku mengangguk yakin seraya menoleh ke arahnya. Ia hanya tersenyum simpul.
***
Pukul 06.15 hujan mulai reda. Meninggalkan basahnya jalan dan cuaca yang sejuk. Temanku pamit duluan pergi, meninggalkanku yang masih di bawah selasar toko. Merenung banyak hal, salah satunya tentang:
" Apakah orang di sekelilingku tetap akan memegang erat tanganku jikalau aku jatuh suatu hari?"
"Apakah orang-orang yang kini bersamaku tetap akan bisa memaafkanku bila tahu kesalahanku?"
"Dan apakah aku bisa menjadi seseorang yang setia?"
Pikiranku rasanya penuh sekali. Riuh seperti ada suara gemuruh dan petir di dalamnya. Hujan telah berhenti membasahi kota tapi kini mendung memenuhi mataku. Tiba-tiba hujan tumpah pada ke dua pipiku.
Sumber foto: klik di sini
2 notes
·
View notes
Text
Cerpen: Matahari Pukul Tujuh Pagi
Di sebuah restoran besar, seorang pelayan tidak sengaja menumpahkan semangkuk kuah tom yam panas. Percikannya sampai mengenai kemeja putih salah satu temanku.
Setelah itu, raut wajahnya penuh ketakutan. Sambil mengelap, ia mengucap maaf berulang kali.
Menyakinkan kami bahwa benar ia tidak sengaja. Menyakinkan kami agar tidak melaporkannya ke atasan.
Seandainya kami suruh ia berlutut untuk memohon, tentu dengan sudi akan ia lakukan. Sebesar itulah ketakutannya.
Tapi di antara kami berempat tidak ada satu orang pun yang menunjukkan wajah marah. Malahan temanku ini yang duluan mengucapkan "tidak apa-apa" sambil tersenyum pula.
Seperti memberi kode kepada si pelayan bahwa kami paham ia tidak sengaja. Bahwa kami tidak akan tega melaporkan masalah ini kepada bosnya.
Kejadian ini membuatku mengingat-ingat kembali tentang mengapa aku bisa nyaman sekali semenjak bertemu mereka. Teman-teman kerjaku kini.
Dulu semasa kuliah, aku merasakan lingkungan yang begitu kompetitif. Saking kompetitifnya aku bahkan tidak bisa membedakan mana kawan dan mana lawan.
Namun tidak lagi semenjak aku masuk dunia kerja. Padahal ada target pribadi yang harus dicapai, karena kami saling mendukung, saling menyemangati rasanya semuanya lebih lancar daripada dilakukan sendiri.
Sebelum ini, aku tidak tahu bahwa ada orang-orang seperti ini. Orang yang seakan menegaskan bahwa tak apa melakukan kesalahan, toh kita 'kan adalah manusia.
Bersama mereka, aku seperti berada di tempat teduh. Tidak kepanasan sama sekali. Ke mana jalanku, akan dituntun bila memang aku tidak tahu arah.
Bila lelah, mereka akan sigap menunggu sampai aku benar-benar siap untuk melangkah kembali.
Bila sedih, mereka siap menyemangati. Siap menjadi tisu untuk mengeringkan pipi.
Mereka bagaikan matahari pukul tujuh pagi. Di saat kesejukan masih terasa, cahayanya bisa menghangatkan sampai ke lubuk hati.
2 notes
·
View notes
Text
Lebaran dan Perasaan
2 notes
·
View notes
Text
Ramadhan #29 : Berserah
Tulisan ini adalah bagian dari program menulis 30 hari selama Ramadhan 1441 H. Ditulis oleh @heryzalyunus Insyaa Allah akan menemanimu setiap hari sampai Ramadhan usai. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik dan ada kebaikan bagi siapa saja yang bersedia membaca.
Pernah tidak kamu berada di posisi stuck? Tidak menemukan ide apa-apa. Tidak bisa melihat dunia lebih jernih dari biasanya.
Rasa-rasanya tidak bisa bergerak bahkan setengah langkah dari tempat kini kamu berdiam. Tidak bisa melihat rencana-rencana terbaik untuk masa depan.
Di mana kamu hanya bisa berpasrah dan berserah dengan apa-apa yang sudah Allah takdirkan. Dengan segala pahit manisnya keadaan.
Pernah tidak kamu berpikir kira-kira apa yang menyebabkan jalanmu ke depannya terhambat? Terus saja macet seolah tak ada lampu hijaunya. Jangan-jangan alasannya adalah karena ulah diri sendiri.
Bisa jadi karena begitu banyak dosa-dosa yang terus dikumpulkan setiap hari. Bisa jadi karena sedekah yang kurang, baik dari sedekah yang paling sederhana yaitu dalam bentuk senyuman ke saudara muslim yang lain ataupun sedekah dalam bentuk materi.
Atau juga karena Allah ingin kita kembali kepada-Nya, dalam penuh kesadaran bahwa kita hanyalah manusia biasa tanpa bisa menjaminkan apa-apa. Bahwa kita hanyalah perencana dan Allah-lah sebaik-baik penentu setiap ketetapan.
Barangkali kita sering menuhankan rencana hingga lupa bahwa tidak semua target bisa dicapai. Mari mengingat-ngingat kembali apa yang salah, apa yang harus ditinggalkan dan apa yang perlu diperbaiki.
2 notes
·
View notes
Text
Ramadhan #9 : Bersinggungan
Tulisan ini adalah bagian dari program menulis 30 hari selama Ramadhan 1441 H. Ditulis oleh @heryzalyunus Insyaa Allah akan menemanimu setiap hari sampai Ramadhan usai. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik dan ada kebaikan bagi siapa saja yang bersedia membaca.
"Tidak mungkin semua hati manusia bisa kita sentuh dengan baik. Tetap ada yang akan bersinggungan. Entah yang tampak di depan atau yang berteriak ketika di belakang"
Niat baik bagi kita belum tentu baik bagi orang lain. Tujuan mulia bagi kita bisa jadi mengganggu orang lain. Pun keburukan bagi kita bisa saja tidak buruk bagi orang lain. Dan belum lagi ada begitu banyak paham yang saling salah diartikan. Termasuk kita sendiri kadang-kadang.
Hidup di zaman ini tentu kita tahu bahwa sesama manusia akan adanya gesekan pada saat interaksi sosial. Gesekan akan menimbulkan panas dan akhirnya menjadi api. Membakar diri sendiri.
Oleh sebab itu, kita perlu membentengi diri. Paham siapa-siapa orang yang harus kita tanggapi dan siapa-siapa yang harus kita lewati. Dengan berdiam diri.
Meski kita tidak terlihat baik pada semua orang, asal kita menjadi bernilai pada orang-orang baik dan pada orang-orang tersayang.
Biarlah kita tidak disukai oleh beberapa orang, asalkan kita tidak berniat untuk menebar kebencian. Kita hanya harus berjuang memiliki akhlak sesuai pedoman agama.
"Biarlah kita dipandang aneh bagi penduduk bumi, asalkan kita bisa dipuji oleh penduduk langit"
2 notes
·
View notes
Text
Ramadhan #3 : Belajar
Tulisan ini adalah bagian dari program menulis 30 hari selama Ramadhan 1441 H. Ditulis oleh @heryzalyunus Insyaa Allah akan menemanimu setiap hari sampai Ramadhan usai. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik dan ada kebaikan bagi siapa saja yang bersedia membaca.
"Belajar tidak hanya untuk mereka yang masih duduk di bangku sekolah. Belajar adalah kewajiban sampai tiba waktunya nyawa terpisah dari badan. Terlebih belajar ilmu agama tentunya"
Dalam hidup selamanya kita akan (harus) belajar. Dimulai dari belum mengenal huruf sampai kurangnya penglihatan dalam membaca kumpulan huruf.
Guru kita adalah semua orang yang kita temui. Baik yang manis dalam menasihati atau pedas dalam mengkritiksi. Ruang kelasnya adalah alam semesta. Dimanapun kita saat ini.
Seperti sekolah, belajar ini tentu akan ada ujiannya. Dan tentu akan ada hasil dimana ada yang lulus dan ada pula yang harus mengulang. Remedial.
Hati-hati dalam menghadapi ujian hidup. Karena sebagian yang kalah bukanlah mereka yang bodoh melainkan mereka yang tidak mau berupaya.
Hati-hati dalam melalui ujian hidup. Karena kebanyakan yang kalah bukanlah mereka yang sering merasa rendah hati. Melainkan mereka yang sering lupa diri. Selalu merasa menjadi yang paling baik.
Sampai tiba saatnya suatu hari nanti kita akan menjalani wisuda. Mendapat setiap hasil terhadap apa-apa yang sudah dikorbankan atau apa-apa yang sudah kita siapkan.
"Selamat belajar dan melalui ujian, semoga kita tidak mengulang pelajaran yang sama setiap hari."
- @heryzalyunus -
2 notes
·
View notes
Text
Cerpen: Percakapan Rahasia
Suatu hari di halte bus ketika cuaca sedang sangat panas. Menyengat. Membakar wajahku.
Di sampingku ada seorang bapak yang usianya sekitar 50-an. Sedari aku datang ia sibuk berbicara dengan telepon genggamnya.
Suaranya yang keras terkadang mengalahkan bunyi klakson yang bersahutan. Sesekali ia mengeluarkan nada geram. Seperti sedang memarahi seseorang di seberang sana.
Saking keras suaranya, aku yang tadinya tidak berniat untuk menguping jadi ikut mendengar percakapan mereka.
Dan kalimat terakhirnya membuatku terbawa ke masa lalu.
"Sudah kukatakan untuk tidak banyak bercerita ke orang lain. Kini barulah kau rasa akibatnya"
Kalimat tersebut ikut menghentakku. Seolah aku ikut dimarahi. Karena aku pernah melakukan kesalahan yang sama.
Dulu apapun masalah yang kurasa selalu kubagi dengan orang lain. Sesederhana aku tidak bisa tidur malam. Atau tidak sempat sarapan. Apapun itu, aku akan menceritakannya.
Sampai suatu hari masalah besar datang dalam keluargaku. Keluargaku retak. Hancur. Orang tuaku tidak bisa lagi hidup bersama.
Pada awalnya, kejadian ini sungguh membuat hidupku tertekan. Aku merasa menjadi manusia yang paling menyedihkan.
Hari itu, pagi sekali aku masuk ruang kelas. Teman dekatku tidak sengaja mendapatiku sedang menangis. Semakin ia bertanya 'kenapa' semakin aku mengeluarkan air mata.
Aku kira dengan membagikan sedikit derita ini, akan membuatku merasa lega walau hanya dalam sesaat.
Tapi ternyata, meja dan kursi juga memiliki telinga. Berita tersebut menyebar ke seluruh sekolah. Temanku membela diri, katanya ia tidak pernah menceritakannya kepada siapapun.
Lalu setelahnya akupun tidak lagi mempercayai siapapun.
Tuuuuuuuttttt suara klakson bus mengagetkanku dalam lamunan. Aku meloncat cepat. Berlari dari ketertinggalan. Seperti sedang berlari dari masa lalu yang kelam.
Sumber foto: klik di sini
1 note
·
View note
Text
Ramadhan #28 : Sebuah Pesan
Tulisan ini adalah bagian dari program menulis 30 hari selama Ramadhan 1441 H. Ditulis oleh @heryzalyunus Insyaa Allah akan menemanimu setiap hari sampai Ramadhan usai. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik dan ada kebaikan bagi siapa saja yang bersedia membaca.
Semakin ke sini, kita terkadang hanya fokus melihat ke depan. Fokus berjalan. Hingga kadang-kadang lupa bahwa ada aturan-aturan yang harus kita ikuti. Ada lampu merah yang harus kita patuhi. Dan ada lubang yang harus kita hindari.
Semakin ke sini, rasa-rasanya kita semakin lalai. Bahwa ternyata hidup telah banyak dipenuhi oleh ekspektasi. Mimpi-mimpi. Hingga lupa dengan kenyataan yang terjadi. Dengan keadaan yang harus kita terima. Dan kesalahan yang harus kita akui.
Dan di saat kita bertemu persimpangan ataupun telah berjalan ke arah yang salah. Maha Baik Allah mempertemukan kita dengan orang-orang yang mau mengingatkan. Meski bukan jaminan orang tsb memiliki ilmu lebih tinggi. Akan tetapi ia tetap seseorang yang memiliki nurani.
Tidak selalu, pesan-pesan kebaikan itu datang dari orang-orang yang sudah banyak melakukan kebaikan. Tidak pula dari mereka yang sudah paham hukum-hukum agama.
Terkadang, pesan tersebut datang dari orang-orang yang bahkan tidak disangka-sangka. Orang yang terkadang panas di mata tapi bisa menghadirkan setitik dingin di hati.
Dan disinilah berlaku kalimat bahwa "Jangan lihat siapa yang bicara tapi dengar dan pelajarilah terlebih dulu apa yang disampaikan"
1 note
·
View note
Text
Ramadhan #27 : Jangan Sampai
Tulisan ini adalah bagian dari program menulis 30 hari selama Ramadhan 1441 H. Ditulis oleh @heryzalyunus Insyaa Allah akan menemanimu setiap hari sampai Ramadhan usai. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik dan ada kebaikan bagi siapa saja yang bersedia membaca.
Ketika kamu merasakan dipuji, dimulai dari waktu pagi sampai bertemu pagi kembali. Hari tersebut adalah hari di mana kamu harus banyak mengingat bahwa ada aib-aib, kekurangan dan hal-hal tak baik yang sudah Allah sembunyikan pada tempat yang paling rapi.
Dan ketika kamu bertemu hari di mana kamu tidak dihargai, kurang percaya diri, merasa hina, dimulai dari waktu malam sampai berjumpa malam kembali.
Kenanglah bahwa kamu memiliki kelebihan-kelebihan yang selama ini mungkin tidak nampak karena sedang berada di tempat yang belum tepat. Kenanglah bahwa kamu telah mencicipi banyak nikmat sehingga bagian hitam putih hidup sedang berganti.
Jangan sampai kamu kehilangan kepercayaan terhadap diri sendiri, hanya karena orang lain meragukanmu.
Dan jangan sampai kamu berhenti berjuang, hanya karena tidak ada siapapun yang mendukungmu.
Meski semua orang pergi, kamu tahu bahwa kamu tidak pernah sendiri 'kan?
1 note
·
View note
Text
Ramadhan #21 : Diremehkan
Tulisan ini adalah bagian dari program menulis 30 hari selama Ramadhan 1441 H. Ditulis oleh @heryzalyunus Insyaa Allah akan menemanimu setiap hari sampai Ramadhan usai. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik dan ada kebaikan bagi siapa saja yang bersedia membaca.
Ada aliran darah yang mengalir lebih cepat dari biasanya. Degup jantung berdetak lebih kencang dari biasanya. Dan perasaan kesal menjalar sampai ke kepala.
Hal tersebut datang bagi orang-orang yang belum bisa sabar ketika ia diremehkan, ketika ia disepelekan. Dan hari ini saya masih bisa merasakannya.
Namun dibalik keadaan ini, saya juga menjadi paham bahwa motivasi tidak selalu datang melalui kata-kata yang manis. Ada kalanya kita perlu di kritik dengan pedas, bahkan sampai direndahkan.
Supaya apa? Supaya kita sadar bahwa yang namanya sukses itu butuh perjuangan. Iya, perjuangan yang tentunya tidak selalu lancar, tidak selalu sesuai dengan keinginan kita.
Namun dibalik keadaan ini juga terselip hikmah-hikmah jika kita mau memetik pelajarannya. Bahwa Allah ingin kita belajar sabar dan bisa menjadi orang yang menang.
Kita tidak perlu sibuk membuktikan kepada semua orang bahwa kita ini bisa menjadi orang hebat. Kita hanya harus berupaya, biar waktu dan keadaanlah yang menjawab sendiri. Seperti kalimat yang sering kita baca "langit tidak perlu mengatakan bahwa ia tinggi"
Sampai di sini sudah paham 'kan?
1 note
·
View note
Text
Ramadhan #20 : Dewasa
Tulisan ini adalah bagian dari program menulis 30 hari selama Ramadhan 1441 H. Ditulis oleh @heryzalyunus Insyaa Allah akan menemanimu setiap hari sampai Ramadhan usai. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik dan ada kebaikan bagi siapa saja yang bersedia membaca.
Dulu aku mengira bahwa kehidupan dewasa itu menyenangkan, menenangkan dan membahagiakan. Aku melihatnya dengan ketidaksabaran. Berharap masa kecil segera berlalu.
Sampai masa itu kini tiba, beberapa anggapan tersebut benar-benar menjadi nyata. Salah satunya adalah keleluasaan dalam memberikan pendapat. Jujur, dulu itu rasanya pendapat anak kecil sering tidak didengar. Bahkan disepelekan.
Namun dibalik itu, ada kejadian-kejadian lain yang membuatku terkadang goyah. Ada banyak hal yang sifatnya menguji kesabaran dan menguji kekuatan sebagai seseorang yang sudah memasuki usia di atas dua puluhan.
Badainya ternyata lebih berat. Hingga jika aku tidak berlindung di tempat yang tepat maka bisa saja aku diterbangkan dan dihancurkan.
Anginnya terkadang tidak menyejukkan melainkan menusuk tulang-tulang. Bila tidak kuat maka siap-siap harus menyicip pahitnya obat-obatan.
Keadaan tsb membuat sebagian orang dewasa ingin kembali ke masa kecil dulu. Namun seindah apapun masa kecil itu tentu kita tahu bahwa tidak ada lagi pintu untuk menuju masa lalu.
Berandai-andai bisa memperbaiki masa-masa tsb hanya akan menyita waktu. Berharap-harap bisa kembali ke keadaan yang dulu hanya akan membuat lupa tentang hari ini dan esok yang belum terjadi.
Meski dewasa tidak semua halnya menarik tapi bukan berarti tidak ada kebaikan dan kesenangan di dalamnya. Semua tergantung bagaimana cara kita berpikir dan bagaimana cara dalam menjalaninya.
"Menjadi dewasa memang tidak selalu akan merasakan bahagia, akan tetapi bukan berarti semua halnya menyedihkan. Mari kita nikmati masa ini dengan banyak bersyukur, berbuat kebaikan dan meninggalkan kenangan yang tidak akan membuat kita menyesal di masa depan"
1 note
·
View note
Text
Ramadhan #8 : Menyesal
Tulisan ini adalah bagian dari program menulis 30 hari selama Ramadhan 1441 H. Ditulis oleh @heryzalyunus Insyaa Allah akan menemanimu setiap hari sampai Ramadhan usai. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik dan ada kebaikan bagi siapa saja yang bersedia membaca.
Ada ribuan kejadian di masa lalu yang apabila kita ingat-ingat kembali akan membuat kita geli, tertawa, geram, sampai mengeluarkan air mata.
Ada bagian gelap yang ingin kita hilangkan tapi kita tahu bahwa mustahil ia bisa sirna. Ada bagian kelam yang ingin kita tenggelamkan tapi kita tahu bahwa diri kita tidak berdaya.
Dari sekian banyak kisah yang sudah terlalui, yang sudah membentuk karakter, yang sudah menjadikan diri dewasa. Kita semua tentu memiliki banyak sekali penyesalan atas banyak kejadian.
Namun perlu kita tahu bahwa bentuk sebaik-baiknya penyesalan adalah di mana kita menjadikannya sebagai motivasi untuk rencana masa depan. Bukan meratapi, melainkan menjadikannya sebagai guru terbaik.
Guru yang mengajarkan arti lelah, berjuang, demi menemukan hasil yang sesuai harapan. Guru yang mengajarkan bahwa nilai seorang manusia berawal dari sikapnya. Sikap dalam berinteraksi, membentuk rencana sampai gigih dalam merealisasi.
Ketika ada beberapa impian yang sudah lewat, tidak bisa kita ulang lagi. Ada pilihan-pilihan untuk menggantinya sesuai dengan keadaan saat ini.
Meski kita tidak bisa menjamin bisa mendapat hasil yang pasti. Tapi langkah yang dengan susah payah diayunkan, akan menuntun kita dalam berjuang. Meraih cita yang telah banyak hilang.
Penyesalan memang pelajaran, tapi bila terus saja ia datang maka artinya kita tidak pernah lulus dalam melalui ujian. Kita masih remedial pada bab yang sama.
Cukup ingat, menyesal hanyalah bagi mereka yang tidak ringan tulangnya untuk bangkit dan berat kakinya untuk melangkah.
Bergegaslah, supaya kamu tidak terlambat dan kembali mendapati sesal serta sesak semata.
1 note
·
View note
Text
Ramadhan #7 : Kenapa Harus Aku?
Tulisan ini adalah bagian dari program menulis 30 hari selama Ramadhan 1441 H. Ditulis oleh @heryzalyunus Insyaa Allah akan menemanimu setiap hari sampai Ramadhan usai. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik dan ada kebaikan bagi siapa saja yang bersedia membaca.
"Kenapa harus sekarang?"
"Kenapa harus hujan?"
"Kenapa sakitku gak sembuh-sembuh?"
"Kenapa orang lain bisa terlihat lebih bahagia?"
"Kenapa orang lain bisa lebih kaya?"
"Kenapa masalahku datang bertubi?"
"Kenapa harus aku?"
Dan ribuan pertanyaan-pertanyaan kenapa lainnya yang mungkin sempat terlintas dalam benak kita. Terutama saat dalam keadaan nestapa. Saat hati sedang tidak bisa diajak bercanda.
Dibalik pertanyaan tersebut, pernahkah kita mencoba membalikkan kalimatnya? Pernahkan kita bertanya 'mengapa' pada segala hal baik yang sudah kita punya. Pada kelebihan-kelebihan kita.
Seperti:
"Kenapa wajahku harus sebaik ini?"
"Kenapa orang tuaku sangat sayang kepadaku?"
"Kenapa kebutuhanku selalu tercukupi?"
"Kenapa rencana besarku selalu lancar?"
"Kenapa aku terpilih sebagai manusia yang banyak menerima kebaikan?"
"Kenapa harus aku?"
Pernahkah?
Terkadang kita merasa masalah kita adalah masalah yang paling berat. Air mata kita adalah yang paling banyak mengalir. Luka kita adalah luka yang paling parah.
Kita sering lupa atau entah sengaja tentang apa-apa sebenarnya yang sudah kita dapatkan. Tentang kelebihan dan kebaikan yang tentu tidak ada pada semua orang.
Ketika kita bertanya 'kenapa' terhadap beberapa kehilangan. Lupakah kita bahwa telah mendapat sangat banyak nikmat sebelumnya?
Ketika kita bertanya 'kenapa' terhadap apa yang belum kita punya. Sadarkah kita akan rezeki yang datang dari arah yang tak disangka-sangka. Bahkan melebihi dari apa yang kita minta.
Sebelum kita lebih banyak bertanya 'kenapa' marilah melihat ke sisi yang lain. Sebuah bagian yang tidak akan menjadikan kita kufur, melainkan menjadi muslim yang penuh syukur. Insyaa Allah.
0 notes
Text
Ramadhan #4 : Kebaikan yang Tak Terlihat
Tulisan ini adalah bagian dari program menulis 30 hari selama Ramadhan 1441 H. Ditulis oleh @heryzalyunus Insyaa Allah akan menemanimu setiap hari sampai Ramadhan usai. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik dan ada kebaikan bagi siapa saja yang bersedia membaca.
Setiap dari kita tentu memiliki kebaikan-kebaikan yang tidak diketahui oleh orang lain. Sampai tersembunyinya kadang-kadang kita sendiri pun hampir lupa di mana meletakkannya.
Istilah yang saya dapat pada sebuah seminar saat masih ngampus dulu adalah "secret service". Pemateri dengan santun mengatakan bahwa setiap dari kita harus memiliki secret service sebagai sebuah bentuk sedekah. Pemateri tsb memiliki secret service: "Setiap kamar mandi yang ia masuki harus ditinggalkan dalam keadaan lebih bersih" Itu salah satu contohnya.
Meski masih asing dengan istilahnya tapi saya yakin semua dari kita punya kebaikan-kebaikan rahasia yang sudah kita lakukan.
Seperti: bersedekah dengan mencantumkan nama hamba Allah, sampai diam-diam membayar bill teman :D dan masih banyak lagi secret service dalam bentuk lainnya.
Ketika kita melakukan kebaikan-kebaikan rahasia, kita tahu bahwa tidak ada (tidak banyak) manusia lain yang tahu. Akan tetapi hati kita akan tetap tenang. Karena apa? Karena kita tahu bahwa Allah Maha Melihat. Dan ada malaikat yang tak lupa mencatat.
Sekecil apapun, tersembunyi pada tempat sunyi sekalipun. Allah tahu dimana kita meletakkannya. Allah pun akan memberi balasannya. Baik di dunia atau di alam setelahnya.
"Dan dalam kebaikan rahasia, kita menjadi paham bahwa ikhlas adalah yang keberadaannya di dalam hati yang paling dalam. Meski tidak menggema sampai ke angkasa raya tapi ia menjelma dalam bentuk ketenangan jiwa"
- @heryzalyunus -
1 note
·
View note