#hakim masih al zaman
Explore tagged Tumblr posts
Text
Halaqah 22 - Beramal, Ridha Dan Berserah Diri Dengan Hukum-Hukum Yang Belum Dihapus (Naskh) Di Dalam Kitab-Kitab Allāh
Halaqah yang ke-22 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Beriman Dengan Kitab-kitab Allāh adalah tentang “Beramal, Ridha Dan Berserah Diri Dengan Hukum-Hukum Yang Ada Di Dalam Kitab-Kitab Allāh”. Diantara cara beriman dengan kitab-kitab Allāh; ⑷ Beramal, ridha dan berserah diri dengan hukum-hukum di dalam kitab-kitab tersebut, baik yang kita ketahui hikmahnya atau tidak. Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan tidak pantas bagi seorang yang beriman laki-laki dan wanita, apabila Allāh dan RasūlNya sudah menetapkan sebuah perkara, kemudian mereka memiliki pilihan yang lain di dalam urusan mereka. Dan barangsiapa yang memaksiati Allāh dan rasulNya, maka sungguh telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (QS Al-Ahzāb: 36) Dan Allāh berfirman:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Rabbmu, mereka tidak beriman sampai mereka menjadikan engkau wahai Muhammad sebagai hakim di dalam perkara yang mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak menemukan rasa berat di dalam hati-hati mereka terhadap apa yang engkau putuskan dan mereka menerima dengan sebenarnya.” (QS An Nisā: 65) Adapun hukum yang sudah dihapus, maka tidak boleh diamalkan, seperti: • ‘Iddah 1 tahun penuh bagi wanita yang ditinggal mati suaminya. ⇒ Sebagaimana di dalam surat Al-Baqarah ayat 240. Maka telah dihapus dengan ayat 234 dari Surat Al-Baqarah yang isinya bahwa: ✓Masa ‘iddah wanita yang ditinggal mati suaminya adalah 4 bulan 10 hari. Dan semua kitab yang terdahulu secara umum hukum-hukumnya telah dihapus dengan Al-Qurān. ⇒ Artinya, tidak boleh seorangpun baik jin maupun manusia mengamalkan hukum-hukum yang ada di dalam kitab-kitab sebelumnya, setelah datangnya Al-Qurān. Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
“Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitāb (yaitu Al-Qurān) dengan haq yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan muhaymin kitab-kitab sebelumnya. Maka hendaklah engkau menghukumi diantara mereka dengan apa yang Allāh turunkan. Dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang datang kepadamu bagi masing-masing dari kalian telah kami jadikan syariat dan juga jalan.” (QS Al-Māidah: 48)
Bahkan Nabi Mūsā sekalipun yang diturunkan kepadanya Taurat harus berhukum dengan Al-Qurān, seandainya beliau masih hidup ketika Al-Qurān turun. Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوسَى كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلَّا أَنْ يَتَّبِعَنِي
“Demi Zat yang jiwaku ada di tangannya, seandainya Mūsā hidup, niscaya tidak ada pilihan baginya kecuali mengikuti aku.” (HR Ahmad dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albāniy rahimahullāh) Oleh karena itu Nabi ‘Īsā ‘alayhissalām salam yang diturunkan kepadanya Injīl di akhir zaman, ketika beliau turun akan berhukum dengan hukum Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.
0 notes
Text
Gubernur Arinal Hadiri Pengajian Akbar di Kota Metro
Gubernur Lampung Arinal Djunaidi didampingi Walikota Metro Wahdi Siradjuddin dan Wakil Walikota Metro Qomaru Zaman menghadiri acara Pengajian Akbar dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 1445 Hijriah, di Lapangan Iring Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro, Selasa (24/10/2023). Pengajian yang digelar Pemerintah Provinsi Lampung tersebut diikuti ribuan masyarakat Metro dengan penceramah Ustadz Hilman Fauzi. Acara ini juga dihadiri anggota DPD RI Provinsi Lampung Abdul Hakim. Dalam sambutannya, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi mengatakan Maulid Nabi merupakan waktu yang tepat untuk merenungkan pesan-pesan cinta, kasih sayang, ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Ia berpendapat bahwa Nabi Muhammad merupakan panutan utama bagi umat, teladan dalam segala aspek kehidupan karena menurutnya beliau yang penuh kasih, toleransi dan keadilan masih relevan hingga hari ini. "Kita sebagai umat Islam harus berusaha untuk mengikuti jejaknya," ujarnya. Gubernur Arinal menyampaikan Kota Metro sebagai salah satu kota yang maju dan berkembang di Provinsi Lampung, juga memiliki warisan agama yang kaya. Ia menegaskan bahwa hal tersebut merupakan kekayaan yang harus dijaga dan lestarikan dengan penuh rasa saling menghormati dan toleransi, serta menjadi salah satu faktor peningkatan pembangunan. "Saya bangga dengan keberagaman agama dan keyakinan yang ada di sini, yang menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat," ujarnya. Sebagaimana diketahui, Gubernur Arinal menaruh perhatian serius dan menjadikan program peningkatan keagamaan sebagai program unggulan. Hal tersebut tertuang pada program kerja Rakyat Lampung Berjaya, yakni menciptakan kehidupan yang Religius (Agamis), Berbudaya, Aman dan Damai, melalui berbagai program keagamaan. Program tersebut antara lain, pemberian insentif khusus kepada guru honorer, guru PAUD, guru mengaji, guru sekolah minggu, ustadz dan ustadzah pondok pesantren, penjaga masjid dan rumah ibadah lainnya, muazin, khatib, imam masjid, pendeta dan para pemimpin berbagai agama. Pada tanggal 23 Oktober 2023 yang bertepatan dengan Hari Santri Nasional Tahun 2023, Gubernur Arinal juga telah meresmikan Pusat Studi Al-Qur��an Provinsi Lampung yang bertujuan untuk membumikan nilai-nilai Al-Qur’an dan mendekatkan Al-Qur’an dengan masyarakat dalam rangka memperkuat pengamalan dan pengembangan Al-Qur’an secara lebih mendalam dan luas. Di akhir sambutan, Gubernur Arinal mengucapkan terimakasih kepada Pemerintah Kota Metro, tokoh agama dan seluruh lapisan masyarakat yang telah mendukung dan berperan aktif bersinergi dalam penyelenggaraan pembangunan sesuai dengan bidang tugas yang dimiliki. Ia berharap doa serta dukungan seluruh lapisan masyarakat Metro agar pembangunan yang dilaksanakan saat ini, dapat berjalan dengan lancar dan sukses. "Mari kita singkirkan segala perbedaan dan bersama-sama meneruskan dan melanjutkan pembangunan di Provinsi Lampung menuju Rakyat Lampung Berjaya," ujarnya. Dalam kesempatan tersebut juga, Gubernur Arinal memberikan santunan kepada anak yatim yang ada di Kota Metro berupa uang sebesar 500 ribu rupiah. Selain itu, diserahkan juga bantuan kepada Pondok Pesantren Bina Ruhama 25 juta rupiah, Masjid Taqwa Kota Metro 50 juta rupiah, Masjid Nurul Amin Yosorejo 30 juta rupiah dan Musholla Al-Ikhlas Purwosari 10 juta rupiah. Selanjutnya, Masjid Falahul Anwar Margodadi 15 juta rupiah, Masjid Al-Ikhlas SMKN 3 Metro 15 jita rupiah, Masjid Al-Muttaqien Tejo Agung 15 juta rupiah dan Masjid Nurul Iman Tejo Agung 15 juta rupiah. (Adpim) Read the full article
0 notes
Text
Salah satu masalah yang sering menjadi polemik di masjid atau majlis taklim adalah keberadaan anak-anak kecil. Di satu sisi kita menginginkan anak-anak tersebut akrab dengan masjid dan majlis taklim. Sehingga kelak merekalah yang menjadi generasi penerus kebaikan. Namun di sisi lain, tidak bisa dipungkiri bahwa tingkah polah mereka lumayan ‘mengganggu’ kekhusyuan ibadah.
Menghadapi fenomena ini, ada dua kubu yang bertolak belakang dalam menyikapinya.
Kubu pertama hobi memarahi anak-anak kecil tersebut. Kerap membentak mereka. Atau minimal memelototi mereka. Seakan mereka adalah hama yang harus diberantas. Akibatnya anak-anak tersebut pun menjadi tidak betah di masjid. Bahkan sebagian mereka menjadi fobia dengan majlis taklim.
Adapun kubu kedua, sangat memaklumi tingkah polah anak-anak itu. Seheboh apapun kelakuan mereka, dibiarkan saja. “Toh memang itu masanya”, demikian komentar yang terlontar. Akibatnya tidak sedikit jamaah yang mengeluh sulit konsentrasi dalam mengaji dan shalat.
Sikap yang tepat
Keberadaan anak kecil di masjid itu sudah lazim sejak zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Perilaku anak di zaman itu juga tidak berbeda jauh dengan zaman ini. Sama-sama masih suka bermain. Bagaimanakah baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyikapi mereka di masjid?
Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu menuturkan,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى لِلنَّاسِ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِى الْعَاصِ عَلَى عُنُقِهِ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَ��َا
“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengimami shalat sambil menggendong cucunya; Umamah binti Abi al-‘Ash di pundaknya. Bila beliau akan sujud, maka anak tersebut diturunkannya”. HR. Bukhari dan Muslim.
Hadits ini menjelaskan bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam pun ternyata membawa anak kecil ke masjid. Namun beliau bertanggungjawab. Tidak lepas tangan. Beliau pegangi cucunya, bahkan beliau gendong. Agar tidak mengganggu jama’ah yang lainnya.
Tetapi bagaimanapun kedisiplinan orang tua, tetap saja ada saatnya lepas kontrol. Anak berpolah. Di saat itulah kesabaran yang berperan. Mari kita simak kejadian berikut,
Syaddad radhiyallahu ‘anhu mengisahkan, “Di suatu shalat Isya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang sambil membawa Hasan atau Husain. Beliau maju ke pengimaman dan meletakkan cucunya lalu bertakbiratul ihram. Di tengah shalat, beliau sujud lama sekali. Karena penasaran, Syaddad mengangkat kepalanya untuk mencari tahu. Ternyata sang cucu naik ke pundak Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam saat beliau sujud. Syaddad pun kembali sujud. Seusai shalat, jamaah bertanya, “Wahai Rasulullah, tadi engkau sujud lama sekali. Hingga kami mengira ada kejadian buruk atau ada wahyu yang turun padamu”. Beliau menjawab,
كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ
“Bukan itu yang terjadi. Tetapi tadi cucuku menjadikan punggungku sebagai tunggangan. Aku tidak suka memutus kesenangannya hingga dia puas”. HR. Nasa’iy dan dinilai sahih oleh al-Hakim.
Kesimpulan
Orang tua yang membawa serta anaknya ke masjid harus bertanggung jawab. Bertugas untuk mengkondisikan dan memberikan pengertian kepada anak. Namun proses pendidikan itu harus dilakukan dengan penuh kelembutan dan kesabaran.
Sehingga anak tidak kapok untuk berangkat ke masjid atau majlis taklim. Di waktu yang sama, keberadaan mereka juga tidak membuat jamaah lain terganggu. Ingat, maslahat orang banyak harus diprioritaskan ketimbang maslahat pribadi. Wallahu a’lam bish shawab.
Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Ahad, 10 Rajab 1440 / 17 Maret 2019
Abdullah Zaen
0 notes
Text
Alhamdulillah Alloh Maha Sayang & Maha Menerima Tobat. Aku Jadi Kesayangan Alloh Saat Tobat Dari "Makan Harta Haram" #Dakwah #Islam
Kita diperintahkan untuk memakan yang halal dan menjauhi yang haram sebagaimana dalam doa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ “Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu.” (HR. Tirmidzi, no. 3563; Ahmad, 1:153; dan Al-Hakim, 1:538. Hadits ini dinilai hasan menurut At-Tirmidzi. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaliy menyetujui hasannya hadits ini sebagaimana dalam Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin, 2:509-510). Alhamdulillah Alloh Maha Sayang & Maha Menerima Tobat. Aku Jadi Kesayangan Alloh Saat Tobat Dari "Makan Harta Haram" Dan ingat rezeki yang halal walau sedikit itu pasti lebih berkah. Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Abdul Halim bin Taimiyyah Al-Harrani (661-728 H) rahimahullah pernah berkata, وَالْقَلِيلُ مِنْ الْحَلَالِ يُبَارَكُ فِيهِ وَالْحَرَامُ الْكَثِيرُ يَذْهَبُ وَيَمْحَقُهُ اللَّهُ تَعَالَى “Sedikit dari yang halal itu lebih bawa berkah di dalamnya. Sedangkan yang haram yang jumlahnya banyak hanya cepat hilang dan Allah akan menghancurkannya.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 28:646) Dalam mencari rezeki, kebanyakan kita mencarinya asalkan dapat, namun tidak peduli halal dan haramnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh-jauh hari sudah mengatakan, لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ “Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau yang haram.” (HR. Bukhari no. 2083, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu). Akhirnya ada yang jadi budak dunia. Pokoknya dunia diperoleh tanpa pernah peduli aturan. Inilah mereka yang disebut dalam hadits, تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ ، إِنْ أُعْطِىَ رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ “Celakalah wahai budak dinar, dirham, qothifah (pakaian yang memiliki beludru), khomishoh (pakaian berwarna hitam dan ada bintik-bintik merah). Jika ia diberi, maka ia rida. Jika ia tidak diberi, maka ia tidak rida.” (HR. Bukhari, no. 2886, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu). Lantas Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, وَهَذَا هُوَ عَبْدُ هَذِهِ الْأُمُورِ فَلَوْ طَلَبَهَا مِنْ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ إذَا أَعْطَاهُ إيَّاهَا رَضِيَ ؛ وَإِذَا مَنَعَهُ إيَّاهَا سَخِطَ وَإِنَّمَا عَبْدُ اللَّهِ مَنْ يُرْضِيهِ مَا يُرْضِي اللَّهَ ؛ وَيُسْخِطُهُ مَا يُسْخِطُ اللَّهَ ؛ وَيُحِبُّ مَا أَحَبَّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَيُبْغِضُ مَا أَبْغَضَهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ “Inilah yang namanya budak harta-harta tadi. Jika ia memintanya dari Allah dan Allah memberinya, ia pun rida. Namun ketika Allah tidak memberinya, ia pun murka. ‘Abdullah (hamba Allah) adalah orang yang rida terhadap apa yang Allah ridai, dan ia murka terhadap apa yang Allah murkai, cinta terhadap apa yang Allah dan Rasul-nya cintai serta benci terhadap apa yang Allah dan Rasul-Nya benci.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 10:190) Ada pula yang masih peka hatinya namun kurang mendalami halal dan haram. Yang kedua ini disuruh untuk belajar muamalah terkait hal halal dan haram. ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan, مَنْ اتَّجَرَ قَبْلَ أَنْ يَتَفَقَّهَ ارْتَطَمَ فِي الرِّبَا ثُمَّ ارْتَطَمَ ثُمَّ ارْتَطَمَ “Barangsiapa yang berdagang namun belum memahami ilmu agama, maka dia pasti akan terjerumus dalam riba, kemudian dia akan terjerumus ke dalamnya dan terus menerus terjerumus.” ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan, لَا يَتَّجِرْ فِي سُوقِنَا إلَّا مَنْ فَقِهَ أَكْلَ الرِّبَا “Janganlah seseorang berdagang di pasar kami sampai dia paham betul mengenai seluk beluk riba.” (Lihat Mughni Al-Muhtaj, 6:310) Kalau halal-haram tidak diperhatikan, dampak jeleknya begitu luar biasa. Kali ini kita akan l
ihat apa saja dampak dari harta haram. Pertama: Memakan harta haram berarti mendurhakai Allah dan mengikuti langkah setan. Dalam surah Al-Baqarah disebutkan, يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168) Disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Badai’ Al-Fawaid (3:381-385), ada beberapa langkah setan dalam menyesatkan manusia, jika langkah pertama tidak bisa, maka akan beralih pada langkah selanjutnya dan seterusnya: Langkah pertama: Diajak pada kekafiran, kesyirikan, serta memusuhi Allah dan Rasul-Nya. Langkah kedua: Diajak pada amalan yang tidak ada tuntunan (bidah). Langkah ketiga: Diajak pada dosa besar (al-kabair). Langkah keempat: Diajak dalam dosa kecil (ash-shaghair). Langkah kelima: Disibukkan dengan perkara mubah (yang sifatnya boleh, tidak ada pahala dan tidak ada sanksi di dalamnya) hingga berlebihan. Langkah keenam: Disibukkan dalam amalan yang kurang afdal, padahal ada amalan yang lebih afdal. Kedua: Akan membuat kurang semangat dalam beramal saleh Dalam ayat disebutkan, يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thayyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mu’minun: 51). Yang dimaksud dengan makan yang thayyib di sini adalah makan yang halal sebagaimana disebutkan oleh Sa’id bin Jubair dan Adh-Dhahak. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu Katsir, 5:462. Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala pada ayat ini memerintahkan para rasul ‘alaihimush sholaatu was salaam untuk memakan makanan yang halal dan beramal saleh. Penyandingan dua perintah ini adalah isyarat bahwa makanan halal adalah yang menyemangati melakukan amal saleh.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5:462). Ketiga: Memakan harta haram adalah kebiasaan buruk orang Yahudi. Sebagaimana disebutkan dalam ayat, وَتَرَىٰ كَثِيرًا مِنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ لَوْلَا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الْإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ “Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu. Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.” (QS. Al-Maidah: 62-63) Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa rabbaniyyun adalah para ulama yang menjadi pelayan melayani rakyatnya. Sedangkan ahbar hanyalah sebagai ulama. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3:429. Ayat berikut membicarakan kebiasaan Yahudi yang memakan riba, فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرً, وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisaa’: 160-161) Ibnu Katsir men
gatakan bahwa Allah telah melarang riba pada kaum Yahudi, namun mereka menerjangnya dan mereka memakan riba tersebut. Mereka pun melakukan pengelabuan untuk bisa menerjang riba. Itulah yang dilakukan mereka memakan harta manusia dengan cara yang batil. (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3:273). Siapa yang mengambil riba bahkan melakukan tipu daya dan akal-akalan supaya riba itu menjadi halal, berarti ia telah mengikuti jejak kaum Yahudi. Dan inilah yang sudah diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ “Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?” (HR. Bukhari, no. 7319) Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim, no. 2669). Ibnu Taimiyah menjelaskan, tidak diragukan lagi bahwa umat Islam ada yang kelak akan mengikuti jejak Yahudi dan Nashrani dalam sebagian perkara. Lihat Majmu’ah Al-Fatawa, 27: 286. Keempat: Badan yang tumbuh dari harta yang haram akan berhak disentuh api neraka. Yang pernah dinasihati oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Ka’ab, يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ “Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka.” (HR. Tirmidzi, no. 614. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan). Kelima: Doa sulit dikabulkan Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ المُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ المُرْسَلِيْنَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا وَقَالَ تَعَالَى يَا أَيُّهَا الذِّيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌوَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَه ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (thayyib), tidak menerima kecuali yang baik (thayyib). Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin seperti apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih.’ (QS. Al-Mu’minun: 51). Dan Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu.’ (QS. Al-Baqarah: 172). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang yang lama bepergian; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dikenyangkan dari yan
g haram, bagaimana mungkin doanya bisa terkabul.” (HR. Muslim, no. 1015) Empat sebab terkabulnya doa sudah ada pada orang ini yaitu: Keadaan dalam perjalanan jauh (safar). Meminta dalam keadaan sangat butuh (genting). Menengadahkan tangan ke langit. Memanggil Allah dengan panggilan “Yaa Rabbii” (wahai Rabb-ku) atau memuji Allah dengan menyebut nama dan sifat-Nya, misalnya: “Yaa Dzal Jalaali wal Ikraam” (wahai Rabb yang memiliki keagungan dan kemuliaan), “Yaa Mujiibas Saa’iliin” (wahai Rabb yang Mengabulkan doa orang yang meminta kepada-Mu), dan lain-lain. Namun dikarenakan harta haram membuat doanya sulit terkabul. Keenam: Harta haram membuat kaum muslimin jadi mundur dan hina Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ “Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah (salah satu transaksi riba), mengikuti ekor sapi (maksudnya: sibuk dengan peternakan), ridha dengan bercocok tanam (maksudnya: sibuk dengan pertanian) dan meninggalkan jihad (yang saat itu fardhu ‘ain), maka Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud, no. 3462. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih. Lihat ‘Aunul Ma’bud, 9:242). Ketujuh: Karena harta haram banyak musibah dan bencana terjadi Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِذَا ظَهَرَ الزِّناَ وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ “Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al-Hakim. Beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Imam Adz-Dzahabi mengatakan, hadits ini shahih. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighairi sebagaimana disebut dalam Shahih At-Targhib wa Tarhib, no. 1859). Semoga Allah mengaruniakan kepada kita rezeki yang halal. Tulisan ini dikembangkan dari bahasan “Harta Haram Muamalat Kontemporer” karya Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. Sumber https://rumaysho.com/22549-tujuh-dampak-harta-haram.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali. بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.
#02TobatHebat#asysyakur#attawwab#haram#harta#makan#nabiMuhammad#Taubat#tawwab#tobat#umatNabiMuhammad#Alloh#blogAlloh#halal#tobathebat#umatRosululloh
0 notes
Text
Spiritual Couplets (Masnavi) by Maulana Jalal al-Din Rumi
Kashmir, 24th December 1827
The sweet lyrics of Rumi are among the gems of world literature, and his Masnavi is one of the most well-known works of Islamic Sufism. This copy's small nasta'liq script, arranged in ornate horizontal and vertical verses and ornamented with vibrant blue and gold, was written by the scribe Ahmadallah, also called Hakim Masih al-Zaman, who was also the author of a medical treatise (Khulasat al-tibb).
#masnavi#rumi#kashmir#19th century#mine#aga khan museum#Islam#religion#sufi#nasta'liq#Ahmadallah#hakim masih al zaman#khulasat al tibb#history
39 notes
·
View notes
Text
Al Quds Tanggung Jawab Siapa?
Tanah Syam tempat berdirinya Masjidil Aqsha, kini tengah mencekam... di 10 malam terakhir Ramadhan tentara zionis mengkudeta mesjid. Membuat org2 yg beritikaf terjebak dan harus bertahan di dalam selama berhari2. Bersiaga melawan penjajah berpistol hanya bermodal bongkahan batu.
Masyarakat sipil di sekitar dianiaya, tak peduli anak2 pun wanita. Darah dimana2. Kondisi ini sangat jauh terbalik dengan kondisi kita saat ini di Indonesia... Saat kita sibuk dengan urusan2 tak penting, diperbudak teknologi dan inovasi, dan masih mencitakan berbagai pencapaian dunia, cita2 warga syam hanya satu yaitu mati sebagai syahid.
Barangkali apa yang terjadi di Masjidil Aqsha belakangan ini berati berkah bagi mereka yang selama ini bermimpi mati sebagai mujahid. Sebaliknya ini adalah ujian bagi kita, Allah ingin tahu bagaimana respon dan reaksi kita menyimak kondisi tersebut.
Meski situasinya amat mencekam, adalah suatu kemuliaan bagi para penjaga Masjidil Aqsha yang harus berjuang bertepatan di malam2 terakhir Ramadhan dimana ada Lailatul qadr didalamnya. Juga bagi kita yang tergerak hatinya untuk berperan serta membantu sekecil apapun dalam bentuk apapun semoga menjadi sebab kita layak peroleh lailatul qadr tahun ini. Aamiin
Allah memang menggilirkan kalah dan menang dalam perang. Untuk menguji hambanya, karena ada sebagian yg Allah inginkan wafat husnul khatimah ketika sedang sabar diuji (Rakyat Palestina Contohny). Atau ada yg Allah kehendaki meninggal dalam jihad agar ia dimuliakan sebagai syahid.
Dan agar Allah menambah2 kesesatan orang kafir dengan kemenangan dan kesenangan yang menipu,
"Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir itu menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka adzab yang menghinakan [Ali Imran.3:178]
Mari kita kupas sedikit tentang konflik yang terjadi disana antara ...
Apa kita tahu lambang bendera Israel, bersegi enam yang diapit dua marka biru. Kedua garis tebal itu menurut mereka adalah sungai nil dan Eufrat. Inilah cita2 mereka sebenarnya yang ingin menguasai seluruh wilayah yang mencakup kedua sungai tsb. Maka sesungguhnya Mesir, Yaman, Oman, Saudi, Qatar, UEA, , Kuait, Yordania, Suriah, Lebanon , Turqi, dan irak tidak aman dari rencana besar mereka.
Lihat saja yang terjadi Israel tak puas dgn tujuan menjadikan Jerusalem sebagai ibukota negaranya. Dan mrka terus memperluas wilayah jajahan ke daerah2 sekitarnya.
Palestina akan menjadi bumi ribath sampai akhir zaman, peperangan akan senantiasa terjadi. Dan jika usai maka itulah waktunya kiamat begitu Sabda Rasulullah. Palestina akan menjadi bumi hijrah di akhir zaman, saat kekacauan akhir zaman yang ditimbulkan dajjal dan para tentaranya, maka mereka yang selamat adalah mereka yang berhijrah ke tempat hijrahnya Ibrahim, lalu yang tersisa di muka bumi lain hanya orang2 jahat, Palestina akan menjadi tempat Tegaknya khilafah akhir zaman, Palestina adalah tempat bertahannya iman akhir zaman, Palestina adalah tempat berlindung dari Dajjal. Sehingga seberapapun tak pedulinya kita pada Palestina, Al-Haq akan tetap tegak disana.
Rasulullahshalallahu alaihi wasallam bersabda, “Akan senantiasa ada sekelompok umatku yang berada di atas kebenaran, mengalahkan musuh-musuhnya, dan orang-orang yang memusuhi mereka tidak akan mampu menimpakan bahaya terhadap mereka kecuali sedikit musibah semata. Demikianlah keadaannya sampai akhirnya datang urusan Allah.” “Wahai Rasulullah, di manakah kelompok tersebut?” tanya para sahabat. “Mereka berada di Baitul Maqdis dan pelataran Baitul Maqdis.”
Meski situasinya kini demikian genting mencekam , namun Rasulullah pernah bersabda "Pergilah ke Syam karena itulah bumi Allah paling baik"(HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibn Hiban, Al Baihaqi, dan Al- Hakim),Allah memilih manusia terbaik utk hidup disana, dan akan datang suatu masa ketika semua org beriman pasti akan pergi ke Syam (tempat dajjal akan kalah)
Berbahagialah pemukim Syam dgn Masjidil Aqsha. Bumi yang disebutkan banyak nash.Salah satunya dalam firmanNya
"Seandainya Allah tidak menahan, keganasan sebagian manusia dengan sebagian yang lain niscaya rusaklah bumi ini" (QS:2:251)
Salah satu makna ayat tersebut, dikaitkan dengan kondisi para mujahid disana, bertahan bukan untuk kemerdekaan bangsanya, tetapi untuk menyelamatkan seluruh dunia termasuk kita di Indonesia... Sebab Allah hendak menahan keganasan segolongan manusia, yang bila tidak ditahan maka keganasan itu akan merusak seluruh bumi.
Dgn pemahaman ini,bukankah penduduk Syam yang ada di garis depan. Mewujudkan firman Allah di Surat Albaqoroh 251 untuk menahan kerusakan luas di bumi yang ditimbulkan kaum zionis? Maka bukankah mereka adalah pahlawan kita semua?
Mereka berjuang di negeri Syam, yang oleh Allah disebut tanah muqadassah yang suci dan bumi mubarakah yang diberkahi. Tidakkah kita tertarik untuk menadah cucuran berkah dan kesuciannya dgn membuat saluran penghubung, yakni dgn mendukung perjuangan mereka meski hanya dgn harta, seruan, dan doa semampu yang kita bisa.
Sementara mereka mewakili kita dengan bayaran yang lebih mahal, bukan hanya tanah dan harta tp dengan darah dan nyawa?
Kita khawatir... Bukan pada mereka yang hidup dan matinya berada dalam jaminan Allah. Kita khawatir pada diri kita, yang hidup tenang bergelimang nikmat. Jika itu tanda Allah sedang memuliakan kita, bukankah Warga Syam harusnya lebih pantas , namun mengapa itu tak terjadi pada mereka saat ini?
Kita khawatir jika kita tak tersentuh sedikitpun dgn kondisi yg ada dan tak tergerak mengambil andil kecilpun dlm perjuangan mereka. Jangan2 nikmat yang sedang kita peroleh ini adalah "Istidraj"
Nyatanya tanah Syam ... Yang kita, menghindar darinya, takut untuk kesana, khawatir berhubungan dengannya adalah saksi pertarungan haq dan batil hingga hati kiamat
Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? Yaitu kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui, niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah kemenangan yang agung. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin.” (QS. As-Shaf/61: 10-13).
(sebagian informasi didapat dari buku Lapis Lapis Keberkahan karya ust. Salim.A.Fillah
#selfreminder#islamic quotes#sabar#syukur#al quds#savepalestine#palestine#palestina#masjidil aqsha#al aqsha#israel#inspiration#islamic reminders#ikhlas#qadha#surga#neraka
155 notes
·
View notes
Text
TERTIPU OLEH WAKTU
Kita hidup pada zaman di mana waktu dianggap tidak begitu penting, tidak ada yang memerdulikan, menghargai, dan bahkan memanfaatkannya dengan baik. Aduhai betapa banyak anak adam yang tertipu. Tidakkah engkau melihat betapa banyak orang yang menghabiskan waktunya hanya untuk hal-hal yang sia-sia? Bahkan sia-sia untuk dunianya. Shadaqa Rasulullah. Rasulullah pernah bersabda
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Dua nikmat, kebanyakan manusia tertipu dengan keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari). Wahai saudaraku berapa banyak waktu yang kita habiskan hanya untuk gawai kita, sering kali kita terlena dengannya.
Apakah kita mau menjadi manusia yang merugi? Padahal Allah telah menetapkan masa bagi setiap hambanya. Tidak akan ada lagi waktu tambahan bagi kita semua
وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَآ أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَٰلِحًا غَيْرَ ٱلَّذِى كُنَّا نَعْمَلُ ۚ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَآءَكُمُ ٱلنَّذِيرُ ۖ فَذُوقُوا۟ فَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِن نَّصِيرٍ
Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan". Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun. (Qs. Fatir [35]: 37)
Allah telah memberikan masa yang cukup untuk setiap hambanya tapi kebanyakan dari kita terlena oleh waktu yang Allah berikan. Sungguh sebenarnya begitu banyak waktu yang telah Allah berikan. Tidakkah kau pernah mengamati jarum jam yang bergerak setiap detiknya. Tidakkah kau merasa begitu lambat? Akan tetapi, saat waktu tidak dipedulikan, tidak ada yang memperhatikan, tidak ada yang memanfaatkannya maka waktu berlalu begitu cepat tanpa kita sadari. Cobalah bacalah Al-qur’an 1 jam saja, mungkin diantara kita ada yang bisa sampai 1-2 juz kita baca. Begitu banyak pahala yang kita dapatkan dari 1 jam saja untuk membaca Al-qur’an. Namun, berbeda saat kita dihadapkan dengan gawai kita, 1 jam atau 2 jam atau 3 jam berlalu begitu cepat tak terasa.
Sadarilah bahwa waktu tidak akan terhenti. Kita layaknya penumpang yang sedang berada pada gerbong kereta yang terus berjalan menuju kematian. Maka manfaatkanlah waktu yang ada selagi gerbong itu masih berjalan. Rasulullah ﷺ bersabda,
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَحَيَاتِكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Gunakan 5 perkara sebelum 5; masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa kefakiranmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum kematianmu.” (HR. Hakim dan Al-Hakim menyatakan shahih dan disetujui Imam Adz-Dzahabi dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani).
Sungguh merugi diri ini. berpa banyak waktu yang kita habiskan hanya untuk gawai kita perharinya? Berapa banyak waktu yang kita sia-sia kan? Tidakkah kita mau mencontoh kisah-kisah ulama kita terdahulu yang benar-benar memaksimalkan waktu hingga tidak ada yang tersia-siakan sedikitpun. Mari kita berkaca pada kisah-kisah ulama terdahulu dalam memanfaatkan waktu.
1. Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Adz-Dza`il ‘Ala Thabaqat al-Hanabilah menyebutkan biografi Ibnu ‘Aqil al-Hanbali dari Ibnu Jauzi rahimahullah,
“Ibnu Aqil selalu menyibukkan diri dengan ilmu. Sampai-sampai aku pernah melihat tulisannya yang berbunyi, ‘Tidak selayaknya aku menyia-nyiakan usiaku meski sesaat. Oleh karena itu, apabila telah lelah lisanku dari mengulang-ulang hafalan atau berdiskusi dan kedua mataku dari membaca, maka aku memaksimalkan fungsi otakku ketika beristirahat. Aku tidak akan pergi dari tempatku sampai mengetahui sebuah masalah yang akan kutulis. Sungguh, pada usia 80 tahun ambisiku terhadap ilmu lebih tinggi daripada saat usia 20 tahun’.”
2. Amir bin Abdul Qais rahimahullah melewati orang-orang pemalas dan senang menganggur. Mereka duduk berbincang-bincang tanpa arah, lalu menyapa Amir dengan mengatakan, “Kemarilah, duduklah bersama kami.” Amir menjawab, “Tahanlah matahari agar ia tidak bergerak, baru saya akan bergabung duduk-duduk dan berkelakar bersama kalian.” (Shaidul Khatir).
3. Ibrahim bin al-Jarrah berkata, “Imam Abu Yusuf al-qadhi rahimahullah sedang sakit. Saya pun menjenguknya. Saat itu dia tidak sadarkan diri. Ketika terjaga (terbangun pen.), beliau lalu bersandar dan mengatakan, “Hai Ibrahim, bagaimana pendapatmu dalam masalah ini?” Saya menjawab, “Dalam kondisi seperti ini?” Dia mengatakan, “Tidak mengapa, kita terus belajar. Mudah-mudahan ada orang yang terselamatkan karena kita memecahkan masalah ini.” Lalu saya pulang, ketika baru sampai rumah, saya mendengar kabar bahwa beliau telah wafat.
Bahkan para ulama memanfaatkan waktunya sebaik mungkin di saat menjelang wafat.
Memang sangat sulit untuk meniru mereka, bahkan bisa dibilang tidak mungkin untuk menyamai mereka. Jangan bandingkan diri kita dengan mereka. Namun, kita jadika kisah-kisah tersebut sebagai penyemangat untuk senantiasa memanfaatkan waktu semaksimal mungkin untuk dunia dan akhirat kita. Rasulullah juga memerintahkan kita untuk bersemangat dalam kegiatan yang bermanfaat bagi kita
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِز
….Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu…. (HR. Muslim).
Semoga bermanfaat.
28 notes
·
View notes
Text
#MKMI 3: Islam dan Keseimbangan yang Menyeluruh
Postingan kali ini masih menuliskan intisari bagian mukaddimah dari Al-Ustadh Khursyid Ahmad. Kemarin aku baru sampai poin pertama watak pokok Islam (mudah, rasionil, dan praktis) sedangkan beliau menuliskan tujuh poin. Jadi, di postingan kali ini aku bakal nyoba nulis ketujuh poin tersebut karena udah gak sabar pengen masuk ke tulisan para tokoh yang ada di buku ini.
Poin kedua, bersatunya benda dan rohani (re: urusan keduniawian dan akhirat)
Islam memandang hidup sebagai satu kesatuan yang mencakup kedua-duanya. Islam tidak mengakui adanya larangan dan tidak menuntut supaya orang menjauhi kehidupan materi. Namun Islam menuntut supaya para penganutnya menjadi umat yang merasa cukup dalam kehidupan dunia.
Aku jadi inget tentang minimalisme, gaya hidup yang ramai diterapin banyak orang karena stres dan jenuh dengan hidup penuh material. Lucunya, aku ngerasa itu sebagai suatu konsep yang baru. Padahal Nabi Muhammad udah dari dulu nerapin konsep hidup ini kalo kita bener-bener pelajarin sirohnya. Ya walaupun kita seringnya lebih butuh contoh praktikal dalam ngejalanin konsep baru, gak salah sih, cuma berarti pemahaman sirohnya belum nyampe ke kehidupan sehari-hari nih. Aku sih :v
Poin ketiga, jalan hidup yang sempurna. Allah dalam Al-Qur'an memerintahkan umat manusia untuk memeluk Islam secara keseluruhan, tanpa pilih-pilih, dan mengikuti semua bimbingan yang mencakup semua aspek dalam hidup. Sehingga agama bukan hanya urusan perseorangan, namun juga peranan sosial dan kebudayaan yang mungkin sekarang agak ditinggalkan.
Poin keempat, ada keseimbangan antara perseorangan dan kemasyarakatan. Islam percaya adanya kepribadian manusia dan menentukan bahwa setiap orang secara sendiri-sendiri bertanggung jawab terhadap Tuhan.
".. dan bahwa manusia tidak akan mendapat selain apa yang dia usahakan" (QS. An-Najm: 39)
"Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, kecuali mereka sendiri mau mengubah keadaannya" (QS. Ar-Ra'd: 11)
"Semua kamu adalah pemimpin dan semua kamu akan diminta pertanggung jawabannya.." (Muttafaq alaih)
Namun di sisi lain, Islam menanamkan rasa tanggung jawab sosial, mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat dan negara, dan mengikutsertakan setiap orang dalam usaha menegakkan kemaslahatan umum. Contoh sederhananya, sholat berjama'ah di mesjid menjadi penanaman disiplin sosial, perintah membayar zakat, infaq, sedekah, bahkan puasa yang kita lakukan hari ini pun juga untuk menumbuhkan rasa empati pada sesama.
Poin kelima, universal dan kemanusiaan. Islam diturunkan untuk seluruh manusia. Tuhannya adalah untuk seluruh alam dan Nabi Muhammad diutus untuk seluruh kemanusiaan. Islam tidak membedakan warna kuit, bahasa, keturunan, dan kebangsaan. Islam mengakui bahwa semua manusia itu adalah satu keluarga, saling bersaudara.
Poin keenam, stabil dan berkembang. Justice Cardozo (Benjamin N. Cardozo, mantan hakim agung US) dengan tegas menyatakan, "Kebutuhan terbesar zaman kita sekarang adalah satu falsafah yang bisa menengahi antara tuntutan-tuntutan yang saling bertentangan mengenai stabilitas dan kemajuan dan memenuhi prinsip perkembangan" Dalam hal ini, Islam menjadi ideologi yang memenuhi kedua hal tersebut. Al-Qur'an dan sunnah mengandung petunjuk-petunjuk abadi, tidak dibatasi oleh zaman dan tempat. Manusia pun diberi keleluasaan untuk berijtihad menyesuaikan dengan perkembangan zaman, tentunya yang boleh melakukan ijtihad hanya para ulama yang paham ilmunya dalam menentukan suatu hukum.
Poin ketujuh, ajaran terpelihara dari perubahan. Ajaran Islam dalam Al-Qur'an tetap atas dasar semula sebagaimana diturunkan kepada nabi Muhammad saw 14 abad yang lalu. Insya Allah keaslian Al-Qur'an akan terus terjaga karena semakin banyak pula yang menghafalkannya. Masya Allah~
Yap, itu dia 7 poin dalam mukaddimah buku Mengapa Kami Memilih Islam, semoga bisa jadi pengingat juga penguat keimanan kita. Aku jadi teringat pesan guruku, "Kalau bukan kita Nak yang menjalankan sunnah Nabi, lalu siapa lagi?" Semoga kita jadi sebaik-baik ummat yang ada dalam barisan pengikut Rasulullah di Hari Akhir nanti. Barakallahu fiikum~
7 notes
·
View notes
Text
Mari mengenal ajaran islam yang benar dari al qur'an dan al hadist melalui beliau, berikut Biografi Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas beserta dakwa dan penyebaran islam melalui beliau di bumi nusantara.semoga allah merahmati beliau dan memberkahi ilmu ilmu neliau yg sudah menyebar ke seluruh penjuru nusantara
Ustadz Senior Salafiyyah di Indonesia
➖➖➖➖➖➖➖➖
Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas (lahir tahun 1962 di Kecamatan Karanganyar, Kebumen) adalah mubalig di Indonesia. Da'i yang dibesarkan di kota Bogor ini dikenal sebagai mubalig yang sangat perhatian dalam menebarkan sunnah.
Beliau saat ini tinggal di Bogor, Jawa Barat. Beliau adalah Pembina sekaligus pengisi Radio Rodja.
Ustad Yazid Jawaz yang dikenal dengan ceramahnya yang tegas ini ternyata mempunyai kecerdasan yang luar biasa. Siapa sangka Ustadz Senior dari kalangan Ahlus Sunnah ini mampu menghafal kitab Ulama klasik, yaitu Bulughul Maram. Kitab Bulughul Maram ini dihafal oleh Ustadz Yazid Jawwas diluar kepala.
Padahal, kitab ini terbilang sangat lengkap karena pengarangnya, yaitu Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani menyusun kitab ini dengan metode tematis (maudhu’i) berdasarkan tema-tema fikih, mulai dari Bab Bersuci (Thaharah) sampai Bab Kompilasi (al-Jami’). Ibnu Hajar juga menyeleksi beberapa hadits dari kitab-kitab shahih, sunan, mu’jam, dan al-Jami yang berkaitan dengan hukum-hukum fiqih. Karena keistimewaannya ini, Bulughul Maram hingga kini tetap menjadi kitab rujukan hadits yang dipakai secara luas tanpa mempedulikan mazhab fikihnya.
Diantara penyebabnya Ustadz Yazid dapat menghafal banyak rujukan kitab seperti Bulughul Maram adalah sebagaimana dikisahkan oleh murid-murid Yazid Jawas, bahwa dia selalu meluangkan waktu minimal 2 sampai 4 jam setiap harinya atau bahkan lebih dari itu untuk membaca kitab-kitab Islam yang bermanfaat.
📒Guru-Guru
Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas berguru kepada banyak masyaikh saat menimba ilmu di Arab Saudi. Salah satunya adalah Al-Imam Al-‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Ustadz Yazid banyak menimba ilmu dari Syaikh ‘Utsaimin saat beliau rahimahullah masih hidup, bahkan Ustadz Yazid mengikuti kelas khusus majelis Syaikh ‘Utsaimin. Ustadz Yazid juga menimba ilmu dari Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad hafidzhahullah.
📒 Murid Syaikh Utsaimin Rahimahullah
Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas mempunyai hubungan murid dan guru dengan Ulama Besar yang bernama Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin. Beliau sempat berguru kepada Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, juga diizinkan mengikuti kelas khusus di majelis Syaikh Utsaimin. Ustadz Yazid sangat beruntung bisa berguru kepada Syaikh Ibnu Utsaimin, karena Syaikh Utsaimin adalah seorang Ulama yang terkenal. Syaikh Utsaimin mengajar pada ma’had Ilmi di Unaizah, Fakultas Syari'ah dan Ushuluddin pada cabang Universitas Ibnu Su’ud di Qosim, dekan Jurusan Aqidah dan aliran-aliran kontemporer, anggota bagian pengajaran di Univeritas Ibu Su’ud Qosim, dan bahkan merupakan anggota Hai’ah Kibaril Ulama’ (Majelis Ulama Besar Kerajaan Saudi Arabia
Suatu ketika Ustadz Mustafid Markaz bertanya kabar dari Ustadz Yazid Jawas, dengan terheran kami bertanya,
"Bima Arftahu?" (Bagaimana antum mengenalnya?)
Tak sangka nama beliau dikenal di markaz. Sangkaan kami karena beliau keturunan Hadhramaut Yaman, sehingga tak heran dikenal. "Huwa Kanaa thalib Syaikh Utsaimin rahimahullah, sami'tu min syaikh Abdullah Mar'i Hakadza", sang ustadz menjawab pertanyaan kami tadi.
"Hadza Shahih?" tambah terheran saya mendengar, karena jujur saja selama ini riwayat pendidikan dari Ustadz Yazid memang tak banyak yang mensharing-nya, sehingga informasi terbatas saja. Kemudian kami mengkonfirmasi kepada salah satu ustadz keturunan Arab yang sudah lama menetap di Yaman sejak zaman Syaikh Muqbil rahimahullah.
Kemudian beliau juga membenarkan bahwa Ustadz Yazid, merupakan murid Syaikh Utsaimin, kabar dari Syaikh Abdullah Mar'i. Tak heran Ustadz Yazid banyak mewarisi keilmuan Syaikh Utsaimin sehingga banyak pujian diberikan pada Ustadz Yazid. Seperti perkataan da'i sunnah bahwa "Di antara kemiripan Syaikh Utsaimin dengan Syaikh Yazid Jawas adalah mereka berdua adalah lautan ilmu, sama-sama dianggap Ulama Besar, dan mereka tidak mengajarkan jamaahnya untuk taklid kepada diri mereka". Dari pujian tersebut dapat kita simpulkan bahwa meskipun Syaikh Utsaimin adalah guru beliau, hal ini tidak membuat Ustadz Yazid Jawas menjadi fanatik kepada Syaikh Utsaimin.
📒 Ustadz Yazid Jawas dalam Mendakwahkan Sunnah
Tidak banyak yang tahu tentang perjuangan dakwah dari Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas dalam mendakwahkan pemahaman Salafush Shalih.
Pada awal tahun 2000-an, Lembaga Bimbingan Islam Al-Atsary (sekarang Yayasan Pendidikan Islam Al Atsary) pertama kalinya mengundang Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas ke Yogyakarta. Beliau diundang berkenaan dengan acara Tabligh Akbar yang diselenggarakan di Masjid Kampus UGM yang baru jadi (beliau sebagai pemateri). Kala itu, kondisi dakwah tidak seperti sekarang ini, dimana jumlah ikhwan dan akhwat (bermanhaj salaf) masih sangat sedikit, belum ada Radio Rodja dan Rodja TV, ma'had-ma'had dan sekolah-sekolah salaf masih sedikit, wanita berjilbab besar apalagi bercadar masih sangat asing, celana di atas mata kaki masih sangat jarang, shof-shof di Masjid belum rapat dan masih banyak kata sedikit atau jarang lainnya bila dikaitkan dengan kondisi dakwah pada saat itu. Kondisi dakwah pada saat itu juga sedang diuji oleh saudara-saudara kita jauh diseberang sana.
Tatkala dalam perjalanan, kami dan beberapa asatidz sempat berdiskusi dengan beliau, terutama berkaitan dengan kondisi dakwah pada saat itu. Ditengah-tengah diskusi tersebut beliau berkata "Saya yakin, In syaa Allah, dakwah salaf akan berkembang di negeri ini". Sebuah kalimat penuh keyakinan yang keluar pada saat kondisi dakwah diuji dengan berbagai ujian.
Kini, setelah belasan tahun berlalu, Alhamdulillah kalimat beliau sedikit demi sedikit mulai menjadi kenyataan. Dakwah salaf mulai berkembang dan dikenal masyarakat, wanita bercadar bukan sesuatu yang sangat asing laki, celana di atas mata kaki tidak dibilangin banjir lagi, shof-shof masjid mulai rapat (kami rasakan di Yogyakarta), ma'had-ma'had dan sekolah-sekolah salaf mulai berjamuran, sarana-sarana dakwah berkembang (Radio, TV, Majalah-majalah, buletin-buletin dan lain sebagainya), masyarakat berbondong-bondong dari kelas petani sampai pejabat mulai hijrah ke manhaj ini. Alhamdulillah allaadzi bini'matihi tatimmushalihaat.
📒 Ketika Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat Berkenalan dengan Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas
Pada kajian pagi yang disini oleh Ustadz Sulam Mustareja yang membahas kitab "Mulia Dengan Manhaj Salaf", Beliau bercerita pada mukadimahnya bahwa kemarin beliau duduk di majelis Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, sahabat dekat Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, penulis buku yang sedang dibahas pada kajian tersebut. Ada pertanyaan di secarik kertas, yang tadinya Ustadz Sulam berpikir bahwa itu pertanyaan tidak penting dan tidak akan dijawab oleh Ustadz Abdul Hakim. Apa pertanyaannya? Singkat saja pertanyaannya adalah "Sejak kapan kenal Ustadz Yazid?".
Ternyata Ustadz Abdul Hakim menjawabnya dengan cukup rinci. Seakan-akan beliau sedang teringat sahabatnya yang sekarang ini sedang menghadapi tantangan dakwah yang cukup terjal, sampai-sampai masjid tempat sehari-hari beliau beribadah dan berdakwah dibekukan karena desakan demo sekelompok orang.
Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat bercerita bagaimana awal-awal beliau hanya sekolah sampai SMP kelas 2. Sebab, orang tua beliau telah mengarahkannya guna bisa lebih konsentrasi menggeluti bidang agama. Sampai suatu ketika, pada tahun 1980-an LIPIA baru dibuka. Beliau ikut mendaftar tapi ditolak karena ketiadaan ijazah. Singkat cerita, atas upaya keras dan bantuan dari Ibunda beliau yang sampai menemui pendiri lembaga tersebut yang ternyata masih ada hubungan keluarga, maka diterimalah Ustadz Abdul Hakim di LIPIA walaupun tanpa ijazah sekolah resmi.
Setiap selesai kuliah, Ustadz Abdul Hakim tidak kemana-mana kecuali ke perpustakaan menekuni berbagai kitab. Suatu ketika, datanglah seorang pemuda ke perpustakaan, yang sama tekunnya dengan beliau, setiap hari terus datang dan melahap semua kitab-kitab di sana. Ustadz Abdul Hakim memperhatikan pemuda tersebut selalu membawa secarik kertas kecil dan pena untuk mencatat faidah dari kitab-kitab yang ditekuninya. Dari saling pandang, tersenyum, maka berkenalanlah Ustadz Abdul Hakim dengan pemuda tersebut. Dialah Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.
Dari seringnya diskusi yang mereka lakukan berdua di perpustakaan, maka mereka berdua saling cocok satu sama lain. Mulailah fase dakwah mereka di masa-masa tersebut yang tentu saja banyak tantangannya. Alhasil, perpustakaan menjadi basis mereka berdua sebagai tempat belajar, berdiskusi, membedah berbagai persoalan agama dan lain-lain. Terkadang, datang tantangan-tantangan debat dari pihak-pihak yang kontra dengan dakwah mereka dan mereka layani di perpustakaan tersebut.
Hingga kini, kita sama-sama tahu kiprah dan kualitas mereka berdua dalam dakwah sunnah. Semoga Allah senantiasa menjaga mereka berdua dalam mengawal dakwah salaf yang penuh berkah ini.
📒 Kisah Kesabaran Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Cerita ini disarikan dari teman akrab Ustadz Yazid saat i'tikaf di Masjid Ar Rayyan Taman Cimanggu sekitar tahun 2000-an. Beliau bercerita kepada kami layaknya seorang bapak menceritakan pengalamannya kepada anaknya.
"Masjid ini tidak akan berdiri tegak tanpa Ustadz Yazid. Warga perumahan ini tidak akan mengenal sunnah tanpa kesabaran Ustadz Yazid, teman sekaligus guru saya". Beliau (Fadhilatusy Syaikh Yazid bin Abdul Qodir Jawas) hafizhahullah rela menolak mengajar di Madinah oleh Syaikh Utsaimin rahimahullah hanya demi cintanya kepada tanah kelahirannya.
Sampailah beliau tinggal di sekitar perumahan Taman Cimanggu. Dari sinilah kesabaran beliau diuji. Mulai dari ancaman rumahnya mau dibakar sampai mau dibunuh. Pernah suatu hari, di salah satu musholla/masjid pemukul bedugnya hilang. Lalu dituduhlah beliau sampai-sampai mau dipenjara. Namun tuduhan tersebut hanyalah tuduhan tanpa bukti.
Puncaknya beliau diusir dari rumahnya, hanya kajian beliau lebih banyak jamaahnya ketimbang kajian kelompok mereka. Namun, apa yang terjadi? Api dakwah padam? Tidak..!! Semangat dakwah beliau tetap membekas seiring pengusiran mereka. Banyak dari mereka akhirnya sadar akan kesalahannya. Bahkan sempat meminta maaf kepada beliau termasuk yang ikut mengusir beliau.
Berkat kesabaran dan doa beliau, manhaj salaf bersemi di dada-dada mereka. Sehingga tegaklah masjid yang menjadi tempat sholat warganya, tempat i'tikaf dan kajian bagi sekitarnya.
📒 Beberapa kisah tentang Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Diceritakan oleh Ustadz Abu Usamah, bahwa Ustadz Yazid selalu mengumpulkan 11 orang anaknya untuk membaca minimal 4 jam kitab ulama dalam sehari.
Diceritakan oleh Ustadz La Ode Abu Hanifa bahwa Ustadz Yazid memiliki jadwal yang padat, beliau mengurus keluarga dan mendidik anak beliau, beliau juga berdagang tetapi masih sempat baca kitab ulama, mengkajinya dan memberi kajian rutin.
Diceritakan oleh Ustadz Andika dari Cirendeu, beliau takjub dengan akhlak Ustadz Yazid. Suatu ketika datang tamu ke Ma'had Minhajus Sunnah, dan disediakanlah air teh manis sebagai minuman sang tamu. Namun ketika tamu sudah pulang, Ustadz Yazid melihat air teh yang belum habis diminum. Lalu beliau membawa sisa air minum tadi ke kamar mandi. Alih-alih bukannya air dibuang ke saluran pembuangan, malah dibuang ke bak mandi.
Lalu Ustadz Andika bertanya ke Ustadz Yazid, "Ya ustadz kenapa dibuangnya di bak mandi?"
Al-Ustadz menjawab: "Sayang kalo dibuang, kan masih bisa dipakai buat mandi. Dan air teh yg merah ini pun akan larut bersama air bak mandi yg lebih banyak. Dan ana takut ditanya Allah cuma karena membuang sisa air teh."
Di setiap kajian rutin maupun tabligh akbar, Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas tidak jauh-jauh dari pembahasan aqidah, manhaj, tauhid, syirik, dasar Islam, sunnah dan bid’ah. Ustadz Yazid tahu bahwa inti dakwah adalah tauhid, tauhid dan tauhid.
Adapun di antara asatidz kita yang merupakan murid dari Ustadz Yazid adalah:
1. Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc (Murid sekaligus memiliki hubungan kekeluargaan dengan Ustadz Yazid, karena Ustadz Yazid adalah kakak ipar Ustadz Badrusalam)
2. Ustadz Abu Usamah, Lc
3. Ustadz Zainal Abidin bin Syamsudin, Lc
4. Ustadz Abdullah Zaen, MA
5. Ustadz La Ode Abu Hanifa
6. Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, MA
7. Ustadz Fathi bin Yazid (anak kandung Ustadz Yazid)
8. Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA
Dan masih banyak lagi yang lainnya (Hampir seluruh ustadz-ustadz sunnah berguru kepada Ustadz Yazid).
📒 Karya-Karya Ustadz Yazid
1. Buku "Prinsip Dasar Islam Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah", penerbit Pustaka At-Taqwa
2. Buku "Jalan Kebahagiaan Keselamatan Keberkahan", penerbit Media Tarbiyah
3. Buku "Jihad Dalam Syariat Islam dan Penerapannya di Masa Kini", penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i
4. Buku "Waktumu Dihabiskan Untuk Apa?", penerbit Pustaka At-Taqwa
5. Buku "Panduan Shalat Jum’at Keutamaan Adab", penerbit Pustaka At-Taqwa
6. Buku "Sebaik-Baik Amal Adalah Shalat", penerbit Pustaka At-Taqwa
7. Buku "Sifat Wudhu dan Shalat Nabi", penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i
8. Buku "Syarah Aqidah Wasithiyah Prinsip Aswaja", penerbit Media Tarbiyah
9. Buku "Istiqamah Konsekuen Konsisten Menetapi Jalan Ketaatan", penerbit Pustaka At-Taqwa
10. Buku "Haramnya Darah Seorang Muslim", penerbit Media Tarbiyah
11. Buku "Taubat Kewajiban Seumur Hidup", penerbit Media Tarbiyah
12. Buku "Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah", penerbit Pustaka At-Taqwa
13. Buku "Jihad Dalam Syari'at Islam", penerbit Pustaka At-Taqwa
14. Buku "Panduan Keluarga Sakinah", penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i
15. Buku "Ritual Sunnah Setahun", penerbit Media Tarbiyah
16. Buku "Kiat-Kiat Islam Mengatasi Kemiskinan", penerbit Pustaka At-Taqwa
17. Buku "Kupas Tuntas Memahami Kalimat Syahadat", penerbit Media Tarbiyah
18. Buku "Fiqih Shalat Berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah", penerbit Media Tarbiyah
19. Buku "Sifat Shalawat Nabi", penerbit Salwa Press
20. Buku "Mulia Dengan Manhaj Salaf", penerbit Pustaka At-Taqwa
21. Buku "Syarah Kitab Tauhid", penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i
22. Buku "Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah", penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i
23. Buku "Syarah Arba'in An-Nawawi", penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i
24. Buku "Hukum Lagu, Musik dan Nasyid", penerbit Pustaka At-Taqwa
25. Buku “Dzikir Pagi Petang dan Sesudah Shalat Fardhu”, penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i
26. Buku “Doa dan Wirid”, penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i
Itulah biografi singkat Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafidzhahullah. Ya Allah. Lindungilah beliau, jagalah beliau, mudahkanlah urusan beliau, balaslah kebaikan beliau dengan balasan yang sebaik-baiknya.
Tulisan dikutip dari ayatkursi.com dan berbagai sumber yang tsiqoh
Semoga bermanfaat.
Disusun oleh Rerey
5 notes
·
View notes
Photo
Islam: Ilmu Pengetahuan, Kewajiban dan Moderasi.
Dalam tulisan ini saya berusaha menjawab pertanyaan mengenai apa pentingnya belajar Agama Islam, khususnya bagi seorang muslim.
#1
Dalam poin pertama ini, ketimbang membahas “kewajiban”, saya ingin mengatakan bahwa mempelajari Islam bisa jadi akan sangat nikmat bagi seseorang yang haus akan ilmu pengetahuan.
Tidak ada sumber/ilmu yang bisa selalu menyediakan jawaban yang selalu benar, berlaku sepanjangan zaman sekaligus bisa mengejutkan di saat yang sama, kecuali Islam. Mempelajari berbagai sistem hukum, di setidaknya dua negara yang berbeda, sangat menyadarkan saya bahwa setiap teori/ilmu punya kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Sangat jarang sekali pula ditemukan suatu teori/ilmu yang tetap relevan dan bisa dipergunakan dalam jangka waktu yang sangat lama. Misalnya saja norma-norma dalam “Declaration of Independence of the United States 1776”, yang apabila kita memakai penafsiran originalism, tidak mengakui hak orang kulit hitam dan para budak. Jadi, konstruksi asli dari dokumen tersebut nyatanya sudah tidak sesuai (bahkan basi) dengan norma di abad ke-21 ini.
Sedangkan dalam Islam, belum pernah saya temukan norma yang dilahirkan 14 abad yang lalu yang “sudah basi”, seluruhnya masih berlaku dan relevan sesuai zaman. Terkadang bahkan kebenarannya mengejutkan. Tentu kita semua mungkin sudah tahu bahwa ada norma umum untuk menjaga lingkungan dalam Islam (lihat antara lain QS 2:205). Namun, apakah kita tahu bahwa ada hadist shahih yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Dawud yang sangat spesifik melarang kita untuk menebang dan membakar pepohonan? Rasul saw. mengatur ini sekitar tahun 600 Masehi padahal riset pertama di dunia yang mendeteksi asap pembakaran itu merusak ozon baru muncul pada tahun 1974 Masehi. Jadi, hampir selisih 13 abad/1300 tahun. Tentu fakta-fakta menarik seperti ini akan kita terus temukan semakin dalam kita mempelajari Islam.
#2
Benar bahwa kebanyakan dari kita punya sector keilmuan masing-masing. Misalnya kesehatan, teknik, ekonomi, atau hukum. Namun, bukan berarti kita terbebas dari kewajiban memahami ilmu agama. Setiap muslim diwajibkan belajar mengenai Islam, setidaknya dalam batas-batas tertentu.
Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa Nabi saw. pernah bersabda “Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim.”, norma tersebut kemudian oleh para ulama ditafsirkan secara berbeda-beda. Tercatat lebih dari dua puluh kelompok yang berbeda pendapat dalam masalah ini, sebagian mewajibkan ilmu kalam-lah yang berstatus fardhu ain, sebagian mewajibkan ilmu fikih, Sebagian lagi ilmu Quran, tasawuf atau hadist. Saya memahami bahwa Imam Al Ghazali mengambil jalan tengah terkait persoalan ini yaitu setiap Muslim wajib mengetahui pokok ajaran Islam (rukun Islam; Lihat hadist: "Islam dibangun di atas lima perkara: persaksian bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, pergi haji, dan puasa di bulan Ramadhan" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)) dan ilmu atas sesuatu yang dia berkaitan dengannya.
Yang dimaksud oleh Imam Al Ghazali mengenai “mengenai ilmu atas sesuatu yang dia berkaitan dengannya” diartikan dengan melihat perumpamaan bahwa apabila seorang Muslim melakukan kegiatan perdagangan maka yang bersangkutan wajib memahami bagaimana Islam mengatur perdagangan, apabila seorang Muslim melakukan kegiatan berpergian maka ia wajib memahami bagaimana aturan Islam tentang hal itu atau apabila seorang Muslim melakukan perkawinan maka ia wajib memahami bagaimana Islam mengatur hubungan keluarga. Dengan kata lain, segala sesuatu yang diketahui bahwa seorang terlepas darinya (tidak berkaitan), maka tidaklah diwajibkan untuk mempelajarinya. Imam Al Ghazali memberi perumpamaan, misalnya, bagi seorang tuna netra, ia tidak wajib mengetahui objek penglihatan mana saja yang dilarang atau aturan menundukkan pandangan.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah “Dalam memahami aturan Agama, apakah tidak bisa kita cukup mendengar dan mengikuti (tanpa tahu dalil-nya) seorang Ulama?”
Untuk menjawab pertanyaan di atas, saya mengutip Hadyul Islam Fatawi Muashirah Jilid 2 karya Syeikh Dr. Yusuf Qardhawi, halaman 174-dst. Ibnu Hazm, seorang ulama yang kuat hujah-nya, mengatakan bahwa sesungguhnya taqlid itu haram dan tidak halal bagi seorang muslim untuk bertaqlid selain kepada Rasulullah saw. tanpa berdasarkan keterangan yang jelas”. Dalam kutipan ini terlihat bagaimana pentingnya memahami alasan, dalil dan menggunakan akal kita dalam mempelajari ilmu agama/hasil ijtihad para ulama (tentu bukan berarti kita berijtihad sendiri karena menjadi mujtahid ada syarat-nya).
Allah swt. sendiri memuji mereka yang menggunakan akal-nya dalam mengikuti pendapat yang ada sebagaimana terdapat dalam QS Az-Zumar: 18 sebagai berikut:
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ ۚ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.”
#3
Berilmu membuat kita bersikap moderat, bijak dan jauh dari ekstrimisme.
Dengan banyak kita mendalami ilmu agama, kita akan memahami bahwa produk-produk pemahaman atau ijtihad sungguh sangat berbeda-beda, bahkan boleh jadi bertolak belakang satu sama lain. Masing-masing memiliki dalil-nya sedangkan yang membedakan adalah bagaimana mereka melihat persoalan, sebagian menekankan pendekatan tektual dan bagaimana bersikap sedekat mungkin dengan para pendahulu. Hal ini kebanyakan didasarkan pada hadist:
“Sebaik-baik generasi adalah (yang hidup) pada masa generasiku, kemudian sesudah mereka, lalu generasi yang datang sesudah mereka” (HR Bukhari dan Muslim).
Sedangkan, sebagian lain melihat dengan pandangan baru dengan tetap memperhatikan jiwa/cara berpikir para pendahulu. Tentu hal ini tidak keliru juga apabila kita melihat hadist berikut:
“Sesungguhnya Allah akan mengutus kepada umat ini pada setiap seratus tahun yang akan memperbaharui ajaran agama mereka” (HR Abu Dawud dan al-Hakim).
Memperbaharui agama dibutuhkan karena Allah swt. menciptakan manusia untuk menjadi khilafah di persada bumi ini dan memakmurkannya, sedang kenyataan menunjukkan terjadi perkembangan dalam kehidupan dan tentu saja hal itu membutuhkan pemikiran dan solusi yang sesuai dengan perkembangan tersebut selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran agam dan tujuan kehadirannya. Sebagai contoh, pada dasarnya zakat fitrah harus diberikan seorang muslim di tempat ia tinggal, sedangkan zakat mal harus diberikan di tempat harta itu berada. Namun, para ulama berijtihad diperbolehkan menunaikan zakat di Negara muslim yang sangat amat membutuhkan seperti Palestina (Lihat penjelasan lengkap dalam Fatawi Mu’ashirah Jilid 1, halaman 370).
Memang keragaman ini membuat kita dalam posisi mempertanyakan “manakah kelompok yang benar?” belum lagi mungkin kita sering melihat hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, at Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Hakim bahwa umatku (Nabi saw.) akan terbagi menjadi 73 kelompok, dan yang selamat hanyalah 1 kelompok. Namun, menurut Syekh Abdul Halim Mahmud, ada riwayat yang menjelaskan lebih lanjut hadist tersebut, yaitu Nabi saw. mengatakan bahwa “semua di surga kecuali satu”. Ketika Nabi saw. ditanya “Siapa yang satu itu?” Beliau menjawab “Azzanadiq,” yakni ia Islam tetapi sebenarnya ia (menyembunyikan) kufur dan murtad. Dari hadist tersebut kita bisa melihat keluasan “kelompok satu” yang ada dalam hadist sebelumnya. Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin juga menerangkan kaidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang pada pokoknya keimanan pada Allah swt., kitabNya, rasul-rasulNya, hari akhir, dan keutamaan para sahabat nabi yang apabila keseluruhannya diyakini maka ia termasuk golongan yang lurus.
Untuk lebih menjelaskan hal di atas secara gamblang, saya ingin mengutip fatwa Syekh Abd Al-Aziz Ibn Baz, seorang ulama-Mufti Saudi Arabia yang sangat amat dihormati :
“Fatwa No.6250: Di era kita sekarang, sungguh banyak sekali aliran-aliran dalam Islam, diantara mereka ada yang disebut sebagai Jamaah Tabligh, Ikhwanul Muslimin, Ahli Sunni, dan lainnya. Mana di antara mereka yang menerapkan Al Quran dan Sunnah Rasulullah saw.?
Jamaah yang paling benar dan menerapkan nilai Al Quran dan Sunnah, yang paling mendekati kebenaran ialah Ahlus Sunnah, yaitu mereka di antara-nya yang mendekat kepada Ahlul Hadist, orang-orang yang senang mempraktekkan sunnah, kemudian di antara-nya Ikhwanul Muslimin, Tetapi ketahuilah bahwa setiap kelompok tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Walaupun mereka berbeda-beda dengan aliran yang engkau ikuti tetapi kamu wajib dan harus bekerja sama dengan mereka apabila memang ada kebaikan di dalamnya. Namun, apabila ada kekurangannya, maka saling menasehatilah dalam nilai-nilai kebaikan”. (diterjemahkan oleh Ustad Adi Hidayat Lc., M.A.).
Saya juga akan menutup diskusi ini dengan pesan dari Grand Syeikh Al Azhar, Mesir, Fadhilatu Syaikh DR. Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyib yang disampaikan di kantor Pengurus Besar Nahdhatul Ulama, 2 Mei 2018:
“Kaum Muslimin selama dua abad ini mengalami tahap perpecahan, yakni Allah swt. menghadapkan mereka dengan beban alam dunia ini. Sebabnya, ialah adanya para penganut mazhab-mazhab atau aliran yang telah bertindak terlampau jauh sehingga menganggap orang-orang di luar mereka sebagai kafir… Tapi pertanyaannya sekarang ialah bagaimana sikap kita terhadap kondisi ini? Kita mengetahui adanya kelompok sufi, whaabi, salafi, nahdiyiin, azhari. Semua permasalahan tetapi muncul karena kelalaian terhadap firman Allah swt: “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al Anfal:46).
Kita berbantah-bantahan: “Anda begini, dan saya begitu, sayalah yang benar”. Jadi anda bukan Muslim yang sejati, dan seterusnya.
(Karena adanya permasalahan ini) Sehingga kewajiban kita sebagai orang yang berilmu atau menghasilkan para pemimpin masyarakat Muslim secara keagamaan ialah segera mencari persamaan antar mazhab/aliran yang jumlahnya begitu banyak ini. Kita harus memberikan pencerahan kepada masyarakat, atau mengoreksi kesalahan, kita perlu tegaskan sekarang bahwa tak ada alasan untuk memeriksa tauhid orang lain. Nabi saw sudah cukup melihat siapapun yang datang kepada beliau dan mengucapkan “Dua kalimat syahadat” dan kemudian beliau memandangnya bagian dari kaum Muslimin. Satu hadist yang perlu kita ingat dalam kitab Shahih Bukhari:
“Barangsiapa shalat sebagaimana shalat kami, menghadap kiblat kami, memakan hewan sembelihan kami maka ia adalah adalah Muslim yang memiliki jaminan perlindungan dari Allah dan Rasul-Nya, maka janganlah kalian tidak menepati Allah dalam orang yang dilindungi-Nya.”
Rangkullah saya, sebab Islam itu luas sehingga mencakup saya dan anda. Saya meyakini akidah anda, tetapi jangan beranggapan bahwa Anda ialah muslim satu-satunya. Sebagaimana Imam Asy’ari mengatakan “Saya tidak mengkafirkan siapapun di antara ahlul kiblat”. Asy’ari juga tidak mengkafirkan orang karena dosanya. Yakni, dosa besar tidak membuatnya keluar dari iman.”
Diskusi singkat di atas pada akhirnya membawa kita pada firman Allah swt.
“Dan demikian (pula) Kami menjadikan kamu (umat Islam) ummatan wasathan (umat yang adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan manusia) dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…” (QS. al-Baqarah 2: 143).
Dalam ayat tersebut terdapat istilah ummatan wasathan. Kata wasath berarti tengah, pertengahan, moderat, jalan tengah, seimbang antara dua kutub atau dua ekstrim (kanan dan kiri).
Ummatan washatan adalah umat yang bersikap, berpikiran, dan berperilaku moderasi, adil, dan proporsional. Semuanya dilakukan secara seimbang, proporsional, dan adil, tidak berat sebelah, dan tidak zhalim. Menurut Ibn Faris, wasath itu menunjukkan arti adil dan pertengahan.
Umat yang mampu melihat dan mencari persamaan dalam keberagaman, demi mempertahankan persatuan.
Wallahualam bissawab.
1 note
·
View note
Text
PATUNG DAN SETAN
Allah ta'ala berfirman:
وَقَالُوا لا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلا سُوَاعًا وَلا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
"Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa', yaghuts, ya'uq dan nasr" [QS. Nuuh : 23].
Terkait ayat ini, Ibnu 'Abbaas radliyallaahu 'anhumaa menjelaskan:
صَارَتِ الْأَوْثَانُ الَّتِي كَانَتْ فِي قَوْمِ نُوحٍ فِي الْعَرَبِ بَعْدُ أَمَّا وَدٌّ كَانَتْ لِكَلْبٍ بِدَوْمَةِ الْجَنْدَلِ، وَأَمَّا سُوَاعٌ كَانَتْ لِهُذَيْلٍ، وَأَمَّا يَغُوثُ فَكَانَتْ لِمُرَادٍ، ثُمَّ لِبَنِي غُطَيْفٍ بِالْجَوْفِ عِنْدَ سَبَإٍ، وَأَمَّا يَعُوقُ فَكَانَتْ لِهَمْدَانَ، وَأَمَّا نَسْرٌ فَكَانَتْ لِحِ��ْيَرَ لِآلِ ذِي الْكَلَاعِ، أَسْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِنْ قَوْمِ نُوحٍ، فَلَمَّا هَلَكُوا أَوْحَى الشَّيْطَانُ إِلَى قَوْمِهِمْ أَنِ انْصِبُوا إِلَى مَجَالِسِهِمُ الَّتِي كَانُوا يَجْلِسُونَ أَنْصَابًا وَسَمُّوهَا بِأَسْمَائِهِمْ، فَفَعَلُوا فَلَمْ تُعْبَدْ حَتَّى إِذَا هَلَكَ أُولَئِكَ، وَتَنَسَّخَ الْعِلْمُ عُبِدَتْ
"Patung-patung yang ada pada kaum Nabi Nuh ‘alahis-salam akhirnya disembah di Jazirah Arab (di era) setelahnya. Wadd adalah patung kepunyaan Bani Kalb di Daumatul-Jundal. Suwaa' adalah patung kepunyaan Bani Hudzail. Yaguts adalah patung kepunyaan Bani Muraad yang kemudian untuk Bani Ghuthaif di daerah Jauf dekat Saba'. Ya’uuq adalah patung kepunyaan Bani Hamdaan. Adapun Nasr adalah patung kepunyaan Bani Himyar khususnya keluarga Dzul-Kalaa'. (Kelima nama ini) adalah nama orang-orang shaalih dari kaum Nuh ‘alahis-salam. Maka ketika mereka (orang-orang shaalih) tersebut meninggal, SETAN membisiki/mempengaruhi kaumnya agar membuat patung-patung di majelis-majelis mereka yang mereka biasa duduk padanya (dalam rangka untuk mengingat mereka), dan (setan juga mempengaruhi mereka) agar mereka menamakan patung-patung itu dengan nama-nama orang shaalih tersebut. Maka mereka pun (kaum Nuh) melakukannya. Saat itu, patung-patung belum disembah. Akan tetapi ketika orang-orang yang membuat patung tersebut telah meninggal dan ilmu agama telah hilang, patung-patung itu akhirnya disembah" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy].
SETAN tak kenal lelah membisiki manusia untuk berbuat kesyirikan, sedikit demi sedikit. Dari semula tak kentara, samar, hingga kemudian masuk ke dalam lubang kesyirikan secara nyata dan vulgar. SETAN mengemas kesyirikan di awal kemunculannya dengan alasan indah lagi 'masuk di akal'. Pun ketika mereka sudah terang-terangan menyembah berhala (patung, salib, monumen, dan pohon), SETAN masih memberikan argumentasi agar kesyirikan hakiki itu tidak terkatakan sebagai kesyirikan dan larangan.
"Saya tidak menyembah patung, salib, dan berhala; karena itu semua hanyalah simbolitas untuk menyembah Allah dan mendekatkan diri pada-Nya"
- katanya -
Ibnul-Qayyim rahimahullah pernah menjelaskan apologi orang kafir untuk mengesahkan kesyirikan mereka:
حتى لقد كتب بطريق الاسكندرية إلى ملك الروم كتابا يحتج فيه للسجود للصور : بأن الله تعالى أمر موسى عليه السلام أن يصور في قبة الزمان صورة الساروس وبأن سليمان بن داود لما عمل الهيكل عمل صورة الساروس من ذهب ونصبها داخل الهيكل
ثم قال في كتابه : وإنما مثال هذا مثال الملك يكتب إلى بعض عماله كتابا فيأخذه العامل ويقبله ويضعه على عينيه ويقوم له لا تعظيما للقرطاس والمداد بل تعظيما للملك كذلك السجود للصور تعظيم لاسم ذلك المصور لا للأصباغ والألوان .
وبهذا المثال بعينه عبدت الأصنام
"Hingga satu ketika Bathriiq Al-Iskandariyyah menuliskan sepucuk surat kepada Raja Romawi yang menjelaskan alasan sujud mereka kepada gambar/lukisan, yaitu karena Allah ta'ala pernah memerintahkan Musa 'alaihis-salaam agar membuat gambar Sarwis di kubah zaman. Dan juga karena Sulaimaan bin Daawud ketika membuat candi, ia juga membuat gambar Sarwis dari emas dan meletakkanya di dalam candi.
Lalu ia (Bathriiq) berkata dalam suratnya : 'Dan permisalan hal ini hanyalah seperti permisalan seorang raja yang menuliskan surat kepada sebagian pegawainya, lalu pegawai tersebut mengambilnya, menciumnya, meletakkannya di kedua matanya, dan berdiri (hormat) untuknya (surat tersebut). Perbuatan itu bukanlah pengagungan/penghormatan terhadap kertas dan tintanya, akan tetapi pengagungan terhadap sang raja. Begitu juga perbuatan sujud kepada gambar/lukisan merupakan pengagungan terhadap nama objek pada gambar, bukan kepada cat dan warna lukisan'.
(Ibnul-Qayyim berkata) : Padahal dengan perbuatan semisal inilah, berhala-berhala disembah" [Ighaatsatul-Lahfaan - shorturl.at/jlpL4].
Allah ta'ala juga menyebutkan apologi sebagian orang musyrik terhadap kesyirikannya dalam firman-Nya:
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak meng-ibadahi mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya" [QS. Az-Zumar : 3].
Dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah......
Apa nggak canggih syubhat SETAN itu....
Islam tak berkompromi dengan kesyirikan dan menutup semua jalan menuju ke arahnya. Oleh karenanya, saat masuk ke Ka'bah, beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam menghancurkan semua berhala yang ada di dalamnya, sebagaimana dikatakan oleh 'Abdullah bin Mas'uud radliyallahu 'anhu:
دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ وَحَوْلَ الْكَعْبَةِ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَسِتُّونَ نُصُبًا فَجَعَلَ يَطْعُنُهَا بِعُودٍ فِي يَدِهِ وَجَعَلَ يَقُولُ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ الْآيَةَ
"Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam masuk ke Makkah, sementara Ka’bah ketika itu berisi 360 buah patung. Beliau menusuk (dan menghancurkannya) dengan menggunakan tongkat yang ada di tangannya seraya membaca : 'Telah datang kebenaran dan sirnalah kebathilan' (QS. Al-Israa’ : 81)" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy].
Hingga Yesus alias 'Isa 'alaihis-salaam ketika turun menjelang kiamat kelak, ia akan menghancurkan SALIB yang menjadi sesembahan orang-orang Nashrani. Bukan kata saya, tapi sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam yang sudah pasti benar:
لينزلن بن مريم حكما عادلا فليكسرن الصليب وليقتلن الخنزير وليضعن الجزية....
”Sungguh (’Isa) Ibni Maryam akan turun sebagai hakim yang ’adil, lalu ia akan mematahkan salib, membunuh babi, dan membebaskan jizyah...” [Diriwayatkan oleh Muslim].
Ini adalah 'aqidah yang harus tertanam kuat pada diri setiap muslim. Tidak bisa tidak.
Slogan kebhinekaan hanya untuk mensikapi realitas beragamnya penduduk Indonesia dari Sabang sampai Merauke agar kita tidak berbuat aniaya/dhalim terhadap mereka dan berbuat baik kepada mereka dalam hal yang diperbolehkan dalam agama. Bukan untuk mengeliminasi 'aqidah serta sikap tegas kita dalam al-walaa' wal-baraa'. Yang syirik dikatakan syirik. Yang kafir, dikatakan kafir, bukan muslim dan mukmin.
Wallaahu a'lam.
Ustadz Abul Jauzā’ hafidzahullāh
85 notes
·
View notes
Text
Mendidik Tak Bisa Mendadak #1
Ketika itu, diujung hayatnya Ya’qub ‘Alaihisalam menatap anak-anaknya sambil bertanya. Sungguh, pertanyaan yang hendaknya menjadikan renungan untuk kita semua. Pertanyaan yang keluar dari lisan yang mulia dan Allah abadikan di dalam Al -Quran.
“Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Ya’qub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya. ‘apa yang kamu sembah sepeninggalanku?’. Mereka menjawab , ‘kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, yaitu Ibrahim, Ismail, dan Ishak (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya” Quran Surah Al Baqarah ayat 133
Tak ada yang lebih berharga untuk kita wariskan kepada anak-anak kita selain keimanan. Tentu, mewariskan iman bukanlah perkara yang sepele apalagi jika kita tak pernah mempersiapkanya. Sebab, keimanan berbeda dengan harta yang dengan sendirinya akan menjadi warisan. Menumbuhkan dan mengokohkan iman dalam jiwa anak butuh perjuangan. Mendidik tak bisa mendadak.
Ada kesiapan yang harus di bangun sejak dini. Sebab, keluarga adalah institusi terkecil dalam sebuah perabadan. Institusi yang akan membangun peradaban. Pintu pertama yang akan mengokohkan peradaban islam dan pintu pertama pula yang akan rusak jika keluarga rusak. Inilah mengapa membangun keluarga membutuh visi. Sebab kita hendak membawa kemana keluarga. Anak-anak akan diajarkan apa. Sungguh, berbeda antara anak-anak yang memiliki keimanan dengan anak yang hanya banyak pengetahuan tentang iman.
Satu hal catatan menarik. Di dalam Al-quran lebih banyak percakapan antara ayah dengan anak dari pada ibu dengan anak. Tak jauh, perbincangan di atas juga antara ayah dengan anak-anaknya. Lantas, hari ini sungguh menggelisahkan sebab seakan kewajiban mendidik anak hanya pada ibu. Padahal Al-quran mengajarkan kepada kita bahwa Ayahlah yang memilki tanggung jawab terbesar untuk menanamkan dan mengokohkan iman kepada anaknya. Kisah, Luqman Al hakim yang mengajarkan kepada anaknya tentang berbagai hikmah adalah salah satu contoh. Masih ada kisah -kisah lain tentang ayah di dalam Al-quran.
Tak heran,jika hari ini banyak anak -anak yang kehilangan arah dan jati diri. Ikut terombang ambing zaman. Sebab, ayah tak pernah hadir dalam pendidikan di rumah. Ayah lebih memilih untuk sibuk mencari nafkah dan melupakan kewajiban di rumah.
Sungguh, mendidik tak bisa mendadak.
5 notes
·
View notes
Text
ANAK-ANAK ASY-SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB YANG MENJADI ULAMA
Salah satu faedah mempelajari biografi ulama adalah dapat menjadi inspirasi yang positif dalam mendidik anak. Kita akan merasa senang dan termotivasi tatkala melihat para ulama berhasil mendidik anak-anaknya sehingga menjadi ulama Islam juga, padahal anak-anak para ulama lahir sebagaimana anak lainnya lahir yakni dalam keadaan bodoh. sebuah syi'ir yang dinisbatkan kepada al-Imam Syafi'i rahimahullah, berbunyi :
تعلم فليسَ المرءُ يولدُ عالماً
"Belajarlah, karena tidak ada seorang pun yang dilahirkan dalam kondisi sebagai seorang alim."
Diantara contoh ayah yang sukses mendidik anak-anaknya adalah Imam besar al-Mujadid pada zamannya yaitu Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah. Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab memiliki 6 anak laki-laki yaitu :
1. Ali
2. Husain
3. Abdullah
4. Ibrahim
5. Hasan
6. Abdul Aziz
Dua nama terakhir wafat saat al-Imam masih hidup. Anak keturunan al-Imam kemudian dinasabkan dibelakang namanya dengan "آل الشيخ" (Alu asy-Syaikh) yang dimaksud adalah keluarga dari al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab.
Berikut adalah biografi ringkas anak laki-laki al-Imam yang menjadi ulama besar juga sepeninggal beliau, sebagai berikut :
✓ Asy-Syaikh Ali Alu Syaikh (w. 1245 H) rahimahullah.
Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Abdul Latif Alu Syaikh menyebutkan biografinya, diantara yang beliau sebutkan bahwa Ali bin Muhammad bin Abdul Wahab adalah "الشيخ الجليل" (ulama besar), beliau belajar kepada ayahnya dan beliau sempat menolak untuk menjabat hakim pada waktu itu.
Asy-Syaikh Utsman bin Abdullah bin Bisyr menyebut Ali Alu Syaikh sebagai alim besar yang wara' dan sangat takut kepada Allah, beliau pakar dalam bidang fiqih dan tafsir. Ali Alu Syaikh sempat tinggal di Mesir sampai wafat disana pada tahun 1245 H.
✓ asy-Syaikh Husain Alu Syaikh (w. 1224 H) rahimahullah.
Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Abdul Latif Alu Syaikh menyebutkan biografinya, diantara yang beliau sebutkan bahwa Husain bin Muhammad bin Abdul Wahab adalah "الشيخ العالم الجليل" (asy-Syaikh yang merupakan alim besar), beliau belajar kepada ayahnya dan beliau menjabat hakim di kota Dir'iyyah pada zaman al-Imam Abdul Aziz bin Muhammad bin Su'ud rahimahullah. Beliau adalah Imam tetap sholat Jum'at Masjid Jami' Dir'iyyah dan Imam rawatib lima waktu di masjid al-Bujairiy.
Beliau wafat pada bulan Rabi'ul akhir tahun 1224 akibat wabah penyakit yang melanda kota Dir'iyyah pada waktu itu.
✓ asy-Syaikh Abdullah Alu Syaikh (1165 - 1245 H) rahimahullah.
Beliau adalah diantara anak al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab yang keilmuannya lebih menonjol. Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Abdul Latif Alu Syaikh mensifatinya sebagai seorang Imam yang menggantikan kedudukan bapaknya dalam ilmu dan dakwah juga posisi bapaknya didalam menyertai Amir / pengusanya pada waktu itu.
Asy-Syaikh Abdullah Alu Syaikh pakar dalam berbagai disipilin ilmu yaitu : ushuluddin, fiqih, hadits, nahwu shorof dan selainnya. Beliau kedudukan hampir seperti mufti 'Aam yang diformalkan dalam struktur kerajaan Saudi Arabia, karena beliau adalah rujukan hakim agung dan juga Amir Su'ud pada waktu itu.
Beliau menghasilkan beberapa karya tulis dalam bidang akidah, sirah, fatwa-fatwa dan selainnya yang telah dicetak berulang kali.
✓ asy-Syaikh Ibrahim Alu Syaikh (w. 1251 H) rahimahullah.
Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Muhammad bin Qasim mensifati Ibrahim bin Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab "الثقة العابد الورع" (orang yang terpercaya, ahli ibadah dan wara').
Asy-Syaikh Ibnu Bisyr rahimahullah menyaksikan bahwa asy-Syaikh Ibrahim Alu Syaikh memiliki majelis ilmu dan beliau menolak untuk menjadi hakim.
Asy-Syaikh Ibrahim Alu Syaikh wafat pada tahun 1251 H di Mesir.
Adapun anak perempuan al-Imam rahimahullah berjumlah 9 orang yaitu :
1. Fathimah
2. Saarah
3. Quwait
4. Syaayi'ah
5. Hayaa
6. Lathiifah
7. Muniirah
8. Al-Jauharah
9. Maudhiy
Diantara anak perempuan al-Imam yang menonjol adalah Fathimah bintu Muhammad bin Abdul Wahab, beliau adalah ulama wanita yang belajar dibawah ayahndanya tercinta. Beliau sempat menyaksikan jatuhnya kerajaan saudi generasi pertama, yang membuatnya harus hijrah sampai ke negeri Oman. Setelah kerajaan saudi kedua berdiri melalui tangan al-Imam Turkiy bin Abdullah rahimahullah pada tahun 1240 H, maka beliau kembali ke saudi. Beliau kembali kepada aktifitasnya mengajar Aqidah, Fiqih dan hadits. Diceritakan bahwa beliau wafat dalam kondisi belum sempat menikah karena sibuk dengan ilmu, padahal banyak berdatangan lamaran dari keluarga Alu Su'ud dan selainnya.
Semoga Allah merahmati kita semua dan anak keturunan al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab dan kita berdoa agar anak keturunan kita menjadi anak yang sholih dan sholihah sebagai penyejuk pandangan mata.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa". (QS. Al Furqon: 74).
Mengambil rujukan dari ulasan asy-Syaikh Abu Mu'awiyyah Maazin bin Abdur Rahman, asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Abdul Aziz bin Abdur Rahman Alu Syaikh Hafizhahumaallah dan sumber lainnya.
Abu Sa'id Neno Triyono
0 notes
Text
10 Pembatal Keislaman (simplicity)
1. Syirik (An Nisa : 48, Al Maidah : 72).
2. Murtad (Az Zumar : 3, Al Baqarah 217, Al Maidah 54).
3. Tidak mengkafirkan orang kafir (At Taubah : 30, Al Bayyinah 6, Al Maidah 17, Al Maidah : 72-73 ).
4. Meyakini kebenaran hukum thaghut (Al Maidah : 44, 45, 47, 50).
5. Membenci sunnah Rasul, meskipun diamalkan (Muhammad : 8-9, 25-28).
6. Mengolok-ngolok agama (At Taubah : 65-66).
7. Sihir (Al Baqarah : 102).
8. Menolong orang kafir untuk memerangi kaum muslimin (Al Maidah : 51, Al Imran 100-101, 149-150).
9. Meyakini bolehnya keluar dari syariat Allah (Al Imran : 19, 83, 85, Al Maidah : 3).
10.Tidak mau mempelajari dan mengamalkan agama (Al Ahqaf : 3, As Sajadah : 22, At Thaha : 99-101,124).
Masih berlanjut tentang Hadist2 Rosulullah murtad tanpa sadar : 👇👇👇
Dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya manusia masuk agama Islam secara berbondong-bondong, dan mereka juga akan keluar dari agama Islam secara berbondong-bondong.” (HR Imam Ahmad)
ﻓﺮﻭﻯ ﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﺎﺭﻳﺦ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﻋﺒﺪﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻗﺎﻝ : ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺳﻴﺄﺗﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺯﻣﺎﻥ ﻣﺎ ﻳﺒﻘﻰ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﺇﻻﺭﺳﻤﻪ ﻭﻻ ﻣﻦ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﺇﻻ ﺇﺳﻤﻪ، ﻳﺘﺴﻤﻮﻥ ﺑﻪ ﻭﻫﻢ ﺃﺑﻌﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻣﻨﻪ ﻣﺴﺎﺟﺪﻫﻢ ﻋﺎﻣﺮﺓ ﻭﻫﻲ ﺧﺮﺍﺏ ﻣﻦ ﺍﻟﻬﺪﻯ ﻓﻘﻬﺎﺀ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺷﺮ ﻓﻘﻬﺎﺀ ﺗﺤﺖ ﻇﻞ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﻣﻨﻬﻢ ﺧﺮﺟﺖ ﺍﻟﻔﺘﻨﺔ ﻭﺇﻟﻴﻬﻢ ﺗﻌﻮﺩ
Dalam kitab Tarikh, Imam Al Hakim menceritakan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar. Beliau mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Akan datang suatu zaman, di mana tidak ada lagi Al Qur’an melainkan hanya tulisannya saja, dan tidak pula agama Islam, melainkan hanya namanya saja. Masjid-masjidnya ramai, tetapi hampa dari petunjuk ulama. Pada zaman itu banyak ulama’-ulama’ buruk (perilakunya) tersebar di bawah langit. Dari mereka menucullah fitnah, dan kepada mereka pula fitnah itu kembali .”
Imam Ad Dailimi meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Umar, beliau mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda:
ﺳﻴﺄﺗﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺯﻣﺎﻥ ﻳﺼﻠﻰ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻣﻨﻬﻢ ﺃﻟﻒ ﺭﺟﻞ ﺃﻭ ﺯﻳﺎﺩﺓ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻴﻬﻢ ﻣﺆﻣﻦ
“ Akan datang suatu zaman, dimana ada ribuan manusia atau lebih, mereka sama melaksanakan shalat di sebuah masjid, melainkan tiada satupun dari mereka yang mukmin .”
Imam Thabrani dan Abu Nu’aim dalam kitab Hilyah menyebutkan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, yang mengatakan bahwasanya Rasululah Saw bersabda:
ﻳﺆﺫﻥ ﺍﻟﻤﺆﺫﻥ ﻭﻳﻘﻴﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻗﻮﻡ ﻭﻣﺎ ﻫﻢ ﺑﻤﺆﻣﻨﻴﻦ
“Mu’adzin suatu kaum mengumandangkan adzan dan iqomat untuk melaksanakan shalat, melainkan mereka tidaklah beriman.”
berlanjut👇👇👇
Imam Hakim menyebutkan sebuah hadits dalam kitab Mustadrok yang diriwayatkan dari Sufyan, dari A’masy, dari Khoitsamah dari Abdullah bin Amr bin Ash, beliau mengatakan :
ﻳﺄﺗﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺯﻣﺎﻥ ﻳﺠﺘﻤﻌﻮﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻬﻢ ﻣﺆﻣﻦ
“Akan datang suatu zaman, di mana manusia sama berkumpul di dalam masjid, tetapi mereka tidaklah beriman.”
Abu Syuaib Al Haroni, juga meriwayatkan hadits di atas dalam kitab Fawaid, melalui sanad Imam Fudlail bin ‘Iyadl dari A’masy dengan sanadnya, beliau mengatakan :
ﻳﺄﺗﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺯﻣﺎﻥ ﻳﺤﺠﻮﻥ ﻭﻳﺼﻠﻮﻥ ﻭﻳﺼﻮﻣﻮﻥ ﻭﻣﺎ ﻓﻴﻬﻢ ﻣﺆﻣﻦ
“Akan datang suatu zaman di mana manusia sama naik haji, melaksanakan shalat dan berpuasa, tetapi tidaklah mereka beriman”
Masih katakan murtad itu tidak akan terjadi selama dia sengaja untuk murtad?
ketahuilah murtad bisa saja tanpa sadar, sedangkan dia beranggapan melakukan hal yang baik tapi itu tidak beguna baginya, yang di nilai itu adalah apakah dia berjalan sesuai dengan Dien islam yang lurus?
Wallahu a'lam.
0 notes
Text
Kemenangan Taliban & Perang Akhir Zaman
KONTENISLAM.COM - Oleh: Anwar Hudijono Kemenangan telak Taliban atas Amerika Serikat di Afghanistan memiliki arti yang sangat penting dalam sudut pandang eskatologi Islam atau ilmu akhir jaman. Ilmu yang mengkaji, menelaah, memperlajari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan, kejadian di jagat raya sebagai tanda-tanda atau ayat-ayat Allah dengan dasar Al Quran dan Hadits. Afghanistan adalah jantung kawasan Khurosan. Dalam peta geografi kuno, wilayah Khurosan meliputi Afghanistan, sebagian wilayah Pakistan, Tajikistan, Turkmenistan dan Iran. Bahkan di Iran namanya masih dilestarikan menjadi sebuah provinsi yaitu Provinsi Khurosan. Sementara Khurosan itu memiliki arti yang sangat penting pada nubuwat akhir jaman. Pertama, dari Khurosan akan muncul Pasukan Berpanji-panji Hitam yang akan menjadi tentara Imam Mahdi melawan pasukan Dajjal. “Apabila keluar panji-panji hitam dari arah Khurosan tidak akan ada sesuatu apapun yang dapat menolaknya hingga (panji-panji) ditancapkan di Ilya (Baitul Makdis atau Yerusalem).” (Hadits Tirmidzi). “Jika kamu melihat panji-panji hitam datang dari arah Khurasan maka sambutlah walaupun kamu terpaksa merangkak di atas salju. Sesungguhnya di tengah-tengah panji-panji itu ada khalifah Allah yang mendapat petunjuk”. (Hadits Ibnu Majah, Abu Nuaim dan Al Hakim). Khalifah Allah yang dimaksud adalah Imam Mahdi. Kedua, Al Masih ad Dajjal (Al Masih Palsu) akan keluar dari Khurosan. “Dajjal keluar di sebelah timur, namanya Khurosan,” (Hadits Ahmad, Turmuddzi, Ibnu Majah). Kita harus hati-hati dalam memahami setiap kata dalam Hadits terkait Dajjal. Terutama menyangkut tiga kata yaitu Dajjal dilepas. Dajjal keluar. Dajjal muncul. Dajjal dilepas dan keluar sudah terjadi sejak masa Rasulullah masih hidup. Sebelumnya Dajjal dibelenggu di sebuah pulau. (Hadits Tamim ad Dari). Episode dilepas Dajjal berada secara gaib. Petunjuknya Nabi Muhammad mimpi Dajjal mengelilingi Kabah seperti orang thawaf. (Hadits Muslim). Episode Dajjal muncul baru akan terjadi di Baitul Makdis atau Yerusalem dengan mengaku dirinya sebagai Isa al Masih. Ini sekaligus episode sirnanya Dajjal. Begitu Dajjal tahu Isa ibnu Maryam setelah diturunkan dari langit, Dajjal akan meleleh. Dajjal keluar adalah bagian dari episode dilepas. Berarti masih gaib. Tidak kasat mata. Keluarnya Amerika Serikat dan NATO dari Afghanistan, insya Allah, merupakan visualisasi keluarnya Dajjal dari Khurosan. Sebab Amerika adalah subyek operator lapangannya Dajjal atau simbolisasi Dajjal itu sendiri. Pakar eskatologi Islam Syekh Imran Hossein menyebut tahap kedua beroperasinya Dajjjal adalah Pax Americana. Sebelumnya Dajjal menggunakan Inggris sebagai operator lapangannya yang disebut Pak Britannica. Tahap terakhir beroperasinya Dajjal adalah Pax Yudaica atau yang menjadi operator lapangan Israel. Dalam perspektif eskalogi Islam, kemungkinan Dajjal bermaksud menghancurkan sumber-sumber tentara Imam Mahdi yang akan menjadi musuhnya. Salah satunya adalah Khurosan. Ibaratnya hendak membunuh janin sebelum menjadi manusia. Dimulai Dajjal dengan wajah imperialis-komunisme Uni Soviet yang mencaplok Afghanistan pada Desember 1979. Namun Uni Soviet hanya bertahan 10 tahun. Pada Februari 1989 dengan memelas dan nista harus lari lintang pukang sambil melet-melet meninggalkan Afghanistan. Lantas dilanjutkan Dajjal dengan wajah imperialis-kapitalisme Amerika yang mencaplok Afghanistan pada Oktober tahun 2001. Atau sebulan setelah gedung WTC dibom. Prosesnya sangat cepat yang hanya didasarkan praduga sumir bahwa yang melakukan Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden. Karena rejim Taliban pimpinan Mullah Omar dianggap melindungi Osama, maka rejim Taliban yang sah dihancurkan oleh Amerika. Proses untuk perang secepat itu, diduga untuk menutupi konspirasi yang sebenarnya. Bahwa pengeboman WTC justru didalangi Yahudi agar Amerika dan sekutunya memusuhi Islam. Dan setelah kasus itu di seluruh dunia dikobarkan sentimen Islamphobia. Meski Osama sudah berhasil dibunuh di Pakistan (bukan di Afghanistan), Amerika berusaha mengangkangi terus Afghanistan. Amerika mencoba membuat rejim-rejim boneka. Tetapi gagal total karena pada kenyatannya rakyat Afghanistan mencintai Taliban. Ribuan tentaranya tewas. Dana yang dihabiskan triliunan dollar. Semua berakhir dengan malu, memelas, nista dan hina. Lebih hina dibanding kekalahannya di Vietnam dekade 1970-an. Rabbi a’lam. (Sumber: Gatra)
from Konten Islam https://ift.tt/3CSq33I via IFTTT source https://www.ayojalanterus.com/2021/08/kemenangan-taliban-perang-akhir-zaman.html
0 notes
Text
Jenis Azab dan Penyebabnya
"Masing-masing kaum...kami siksa disebabkan dosa-dosa mereka, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri" (Al-Ankabut : 40)
Setiap balasan akan setimpal dengan jenis perbuatannya.
Demikian andai kita renungkan dan kita kaji lebih dalam mengenai tafsir ayat2/hadist al-jaza min jinsil amal, berkenaan dengan azab yang menimpa umat2 terdahulu di zaman para nabi. Maka setiap azab memiliki makna dan rahasia yang mencerminkan dosa pelakunya.
Seperti umat yahudi yang diubah menjadi monyet. Monyet adalah hewan yang mirip dengan manusia namun bukan manusia, maknanya Allah hendak menunjukan perilaku mereka yang seolah2 benar namun bukanlah kebenaran, mereka melanggar larangan hari Sabtu, mereka manusia namun tidak berperikemanusiaan. Kemudian umat nabi Luth yang diangkat kelangit kemudian dibenamkan ke bumi dalam keadaan terbalik, lalu setelahnya Allah hujani dengan batu2 ..Seolah2 Allah hendak memberikan perumpamaan terhadap fitrah mereka yang terbalik, dan hati mereka yang keras seperti batu tidak mau mendengar perintah & peringatan Allah. Adalah Qarun yang senang menimbun harta tanpa bayar zakat pada akhirnya dibenamkan kedalam bumi dan ditimbun oleh tanah beserta seluruh harta kekayaannya.
Demikian juga azab2 yang menimpa kaum2 nabi yang lain, kenapa ada yg ditenggelamkan, ditimpa petir /suara yang mengguntur, angin topan juga tha'un/wabah. Pada semua kisah tersebut terdapat tanda2 kekuasaan Allah untuk kita berpikir dan jadikan pelajaran.
Tak hanya di dunia azab di akhirat pun akan mencerminkan jenis dosanya, seperti pendusta yang dipotong lidahnya, orang yang disetrika tubuhnya dari segala arah karena tidak membayar zakat dsb
Sunatullah sebagaimana setiap sakit pasti ada obatnya, setiap masalah hadir dengan solusi. Maka setiap musibah/azab tentu ada penyebab juga hikmahnya...
Masih banyak orang yang belum menyadari bahwa ada korelasi antara perbuatan dosa dengan datangnya bencana di suatu negeri. Padahal Allah dan RasulNya telah menjelaskan hal ini, di dalam banyak ayat dan hadits, berikut beberapa di antaranya:
1. Dosa karena mengingkari nikmat Allah
“Mereka mengetahui nikmat-nikmat Alloh, (tetapi) kemudian mereka meningkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir,” (QS. An Nahl: 83)
“Dan Allah Telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat,” (QS. An-Nahl: 112)
2. Dosa berbuat zalim
“Dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman,” (QS. Al Qhashash: 59)
“Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras,” (QS Huud:102)
3. Dosa orang-orang yang hidup mewah namun melakukan kedurhakaan
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya,” (QS. Al Isra’ : 16)
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya,” (QS. Al-A’raaf : 96)
4. Dosa melakukan perbuatan zina dan memakan riba secara terang-terangan
Azab yang berkaitan dengan dosa ini sangat erat kaitannya dengan turunnya wabah di suatu negeri.
“Wahai sekalian kaum Muhajirin, ada lima hal yang jika kalian terjatuh ke dalamnya –dan aku berlindung kepada Allah supaya kalian tidak menjumpainya- (niscaya akan turun kepada kalian bencana): (1)Tidaklah nampak zina di suatu kaum, sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya,” (HR. Ibnu Majah)
Demikian juga dengan suburnya riba, seolah-olah kaum di negeri tersebut telah rela diazab jika mereka berzina dan memakan riba secara terang-terangan.
“Apabila perbuatan zina dan riba sudah terang-terangan di suatu negeri, maka penduduk negeri itu telah rela terhadap datangnya adzab Allah untuk diri mereka,” (HR. Hakim)
5. Dosa berbuat curang dengan mengurangi takaran dan timbangan
“Tidaklah (suatu kaum) mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka,” (HR. Ibnu Majah)
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. (Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam,” (QS. al-Muthaffifîn:1-6)
6. Dosa karena tidak membayarkan zakat
“Tidaklah (suatu kaum) menahan zakat (tidak membayarnya) kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka (hujan tidak turun), dan sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya manusia tidak akan diberi hujan,” (HR. Ibnu Majah)
7. Dosa karena membiarkan kemaksiatan terjadi padahal mampu mencegahnya
“Tidaklah suatu kaum yang di tengah-tengah mereka dilakukan kemaksiatan, sedang mereka mampu mencegahnya, tetapi tidak mau mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan adzab secara merata kepada mereka,” (HR. Abu Dawud)
Mengapa kita sebagai muslim tidak diperbolehkan membiarkan saudara kita yang lain berbuat kemungkaran?
“Perumpamaan orang-orang yang menegakkan hukum-hukum Allah dan orang-orang yang melanggarnya bagaikan suatu kaum yang berbagi-bagi tempat di sebuah kapal, sebagian dari mereka ada yang mendapatkan bagian atas kapal, dan sebagian lainnya mendapatkan bagian bawahnya. Orang-orang yang berada di bagian bawah kapal, jika hendak mengambil air, melewati orang-orang yang berada di atas mereka. Mereka berkata, “Seandainya kita melubangi bagian kita dari kapal ini, niscaya kita tidak akan mengganggu orang-orang yang berada di atas kita.” Apabila mereka semua membiarkan orang-orang tersebut melaksanakan keinginannya, niscaya mereka semua akan binasa; jika mereka mencegah orang-orang tersebut, niscaya mereka selamat dan menyelamatkan semuanya,” (HR al-Bukhari).
8. Dosa mengumpulkan harta haram
“Barangsiapa mengumpulkan harta dengan tidak sewajarnya (tidak benar) maka Allah akan memusnahkannya dengan air (banjir) dan tanah (longsor),” (HR. Al-Baihaqi)
Dan masih banyak ayat lainnya yang serupa, Mentafakuri dalil2 seperti diatas, kembali menuntun kita kepada satu kesimpulan bahwa "Allah tidak menzalimi seorang pun.” (QS:Al-Kahfi : 49)... Dan Allah mengampuni sebagian besar dosa2 hambanya (Asy 7Syuara: 30). Maka tiada lain jalan terbaik agar selamat daripada azab2 tersebut adalah bertaubat, bertaqwa dan kembali kepadaNya.
20 notes
·
View notes