#eros djarot
Explore tagged Tumblr posts
Text
Berlian Hutauruk - Badai Pasti Berlalu
Awan hitam di hati yang sedang gelisah Daun-daun berguguran Satu-satu jatuh ke pangkuan Kutenggelam sudah ke dalam dekapan Semusim yang lalu Sebelum kumencapai Langkahku yang jauh
Reff: Kini semua bukan milikku Musim itu telah berlalu Matahari segera berganti Badai pasti berlalu… 4x
Gelisah kumenanti tetes embun pagi Tak kuasa kumemandang datangmu matahari
[Syair: Badai Pasti Berlalu, karya Eros Djarot. Vokal: Berlian Hutauruk, 1977]
*******
Usia Berlian Hutauruk baru 18 tahun pada suatu hari di 1977. Masih sangat muda. Tapi, sebagai keturunan Tapanuli yang sangat musikal, kemampuan menyanyi Berlian sungguh luar biasa. Apalagi, ia aktif di paduan suara gereja, kemudian berguru pada pemusik-pemusik Batak yang berada di Jakarta. Maka, sekali lagi di usia belasan tahun itu, suara Berlian Hutauruk sudah benar-benar JADI. Jenis soprano liris. Dan, ketika Eros Djarot [pemusik, wartawan, politikus] hendak bikin album Badai Pasti Berlalu pada 1977, dia ingat gadis Batak nan manis ini. Apalagi, struktur melodi, lirik, 11 lagu yang dipersiapkannya untuk musik film Badai Pasti Berlalu memang berbau klasik. Berlian pilihan tepat untuk mengisi vokal di album Badai Pasti Berlalu.
Tidak salah. Waktu, sang pengadil agung, telah memutuskan bahwa Badai Pasti Berlalu tahan zaman, menjadi album sepanjang masa di Indonesia. Dan, Berlian Hutauruk yang waktu itu 18 tahun turut memberi karakter pada album ini. Persada musik Indonesia tentu berterima kasih banyak. Kepada Eros Djarot yang bikin karya bagus, Chrisye, Yockie Suryo Prayogo, dan teman-teman yang memungkinkan album Badai ini lahir di Indonesia.
Pada 1977 teknologi musik masih sangat sederhana. Akses informasi tak sebanjir sekarang. Toh, anak-anak bangsa bisa bikin karya besar. “Puji Tuhan, saya diberi kesempatan untuk terlibat di Badai Pasti Berlalu,” ujar Berlian Hutauruk kepada saya di Surabaya beberapa waktu lalu.
Senyumnya tetap manis di usia matang. Kebetulan [tante] Berlian diundang untuk mengisi sebuah acara kebaktian kebangunan rohani. Dia nyanyi lagu-lagu gospel, praise and worship songs, di kebaktian sekitar 500 jemaat pentakosta plus karismatik.
Dia tidak bicara Badai Pasti Berlalu karena forumnya memang lain. Tapi, saya dekati dia, saya minta komentar sedikit tentang debutnya di album Badai. “Saya suka sekali dengan suara Mbak Berlian Hutauruk di Badai Pasti Berlalu,” ujar saya memulai percakapan.
“Oh, ya? Terima kasih,” ujar Berlian Hutauruk, ramah. Lalu, usai acara itu saya ingin dengar langsung cerita singkat seputar kenangan Berlian Hutauruk sebagai penyanyi kunci, di samping Chrisye [almarhum], Badai Pasti Berlalu.
“Saya percaya, ini semua karena rencana Tuhan. Tuhan kasih karunia suara kepada saya. Saya pakai suara itu menyanyi, memuji Tuhan, mengajak orang untuk mencintai keindahan. Mencintai kesenian dan karya besar Tuhan. Saya juga menyanyi untuk menyampaikan rasa syukur saya kepada Tuhan atas anugerah-Nya,” urai Berlian Hutauruk. Kata-katanya berbau ‘pendeta’, mirip kesaksian di kebaktian kebangunan rohani.
Dan itu tidak salah karena Berlian Hutauruk, selepas Badai Pasti Berlalu, lebih dikenal sebagai artis gospel alias lebih sering menyanyi di lingkungan jemaat kristiani. Dia juga pernah bikin album rohani. Lalu, album pop biasa dengan penata musik Ian Antono.
Saya singgung bahwa beberapa lagu di Badai juga dinyanyikan ulang oleh Broery Marantika [almarhum], kemudian Yuni Shara. Tata musik, cara nyanyi, penghayatan, greget… lain sekali dengan album Badai versi 1977. “Saya meskipun masih kanak-kanak tahun 1977 masih merasakan dahsyatnya vokal Berlian Hutauruk,” ujar saya, yang memang pengagum vokal klasik ala Berlian.
“Terima kasih, terima kasih. Tapi sah-sah saja lagu itu dibawakan dengan tafsir si penyanyi itu sendiri. Apalagi, zaman saya itu kan beda banget dengan sekarang,” ujar Berlian Hutauruk yang kini berusia 48 tahun.
Oh ya, pada 28 Maret 2007 Berlian Hutauruk ikut tampil dalam Konser Badai Pasti Berlalu bersama artis-artis beliau dalam rangka promosi album Badai versi 2007 di Jakarta. Saya tidak nonton langsung, tapi beberapa kawan bercerita, penampilan Berlian Hutauruk masih yahud. Harian Kompas edisi 1-2 April 2007 bahkan menulis reportase dan catatan khusus tentang Badai versi 1977 plus Berlian Hutauruk.
“Ketika saya diminta menyanyikan lagu dalam album itu, saya langsung memberikan yang terbaik yang bisa saya berikan,” ujar Berlian Hutauruk seperti dikutip Kompas (2/4/2007). Kata-kata ini sama persis dengan ketika Berlian omong-omong dengan saya di Surabaya beberapa tahun sebelumnya.
Selain Berlian Hutauruk, ada lagi dua wanita penyanyi dari marga Hutauruk yang suaranya dahsyat. Bornok Hutauruk dan Tarida Hutauruk. Suara Hutauruk Bersaudara ini sama-sama soprano, tinggi, melengking, liris. Orang akan terkagum-kagum menyangka Berlian, Bornok, Tarida, menyanyi dengan suara kepala alias falsetto. Sama sekali tidak ngoyo. Mereka sering tampil sebagai solis paduan suara, salah satunya yang dipimpin Bonar Sihombing. Mereka bertiga juga kerap nyanyi di konser-konser musik seni, klasik Barat, di Jakarta.
Jadi, memang beda dengan Chrisye yang tetap bertahan di musik industri hingga wafatnya. “Saya menikmati hidup ini. Anugerah Tuhan, apa pun, harus kita syukuri. Bersyukurlah kepada Tuhan sebab Ia baik…,” papar Berlian Hutauruk sambi mengutip Mazmur 136 yang terkenal itu.
Pertemuan saya dengan Berlian Hutauruk hanya satu kali itu saja. Pun tidak sengaja karena saya tidak hendak ikut kebaktian. Saya kebetulan baca brosur bahwa Berlian Hutauruk mengisi sebuah acara di Surabaya. Tapi, pertemuan singkat itu, kurang dari 30 menit, meninggalkan bekas mendalam di benak saya.
Lalu, setelah album Badai Pasti Berlalu dibahas kembali setelah Chrisye merekam lagi album itu, bersama penata musik Erwin Gutawa [versi 2001], saya mesti ingat Berlian Hutauruk. Begitu pula tatkala terbit kaset/CD Badai Pasti Berlalu versi 2007 saya ingat tante Berlian. Bukan penyanyi-penyanyi muda lagi yang ngetop di industri musik kita.
Bagi saya, Berlian Hutauruk lah penyanyi terbaik yang pernah membawakan karya-karya terbaik Eros Djarot. Kini, muncul ribuan penyanyi baru, tapi yang punya karakter, ya, Berlian Hutauruk. “Seng ada lawan,” kata orang Ambon.
Saat menulis catatan ini, saya pun menikmati album Badai [2007] yang tata musiknya digarap Andi Rianto. Mengutip koran-koran, album ini dibuat modern, disesuaikan dengan bahasa ungkap musik pop mutakhir. Cara menyanyi pun gaya anak gaul sekarang. Agar bisa diterima generasi muda, menjadi referensi bersama.
Yah, sah-sah saja. Sebab, Berlian Hutauruk pun tidak pernah menyoal perubahan gaya aransemen, gaya nyanyi, dan sebagainya. “Dulu, saya memberikan apa yang terbaik yang saya miliki. Saya percaya, pemusik-pemusik sekarang pun memberikan yang terbaik,” ujar Berlian Hutauruk, bijak.
Maka, saya pun berusaha ‘masuk’ ke cara ungkap Badai [2007]. Astrid [Merpati Putih], Pelangi [Glenn Fredly], Raihaanun [Semusim], Marshanda [Baju Pengantin], Lucky Octavian [Cintaku], Nindi [Matahari], Audy [Merepih Alam], Serasa [Ello], Andy [Angin Malam]. Gayanya lain sekali dengan tante Berlian.
Semakin lama menyimak lagu-lagu di album Badai Pasti Berlalu [2007], saya semakin mengagumi kehebatan Berlian Hutauruk. Bayangkan, di usia 18 tahun Berlian Hutauruk sudah memperlihatkan kualitas vokal yang luar biasa, ekspresi prima, dan mampu membawa pendengarnya larut dalam Badai. Sulit dipercaya, pada tahun 1997 ada penyanyi Indonesia yang baru berusia 18 tahun sudah mencapai kematangan seperti Berlian Hutauruk. Bandingkan dengan penyanyi belia sekarang macam Marshanda, Nindi… atau Audy di album sekarang.
Kok jauh sekali ya? Begitulah. Sering kali karya-karya besar justru lahir di masa prihatin. Di zaman instan, bergelimang fasilitas sekarang, rupanya manusia Indonesia baru bisa mendaur ulang karya-karya legendaris masa lalu. Apa boleh buat!
0 notes
Text
Banyu Biru Djarot (lahir 19 Maret 1979) adalah seorang politikus Indonesia kelahiran London. Ia merupakan putra dari musisi Eros Djarot. Ia menempuh pendidikan di Universitas Reading,
0 notes
Text
Eros Djarot: Jika PDIP Mau Menang Pilpres, Ganjar-Mahfud Harus Diusung | BentengSumbar.com
0 notes
Text
Penyanyi Populer 90’an Fryda Lucyana Kembali dengan single "Sumpahku"
Fryda Lucyana kembali hadir di blantika industri musik Indonesia lewat single terbarunya "Sumpahku", yang merupakan karya kolaborasi hits maker, Ryan Kyoto. Kolaborasi keduanya melakukan proses kreatif atas lagu ini, berlangsung selama dua tahun. Fryda terkenal di kancah industri musik Indonesia lewat lagu 'Rindu' karya maestro Eros Djarot. Kemudian lewat "S'gala Rasa Cinta" ciptaan almarhum Dorie Kalmas dan Fryda Lucyana sendiri. Lagu 'Rindu' sampai kini masih dinyanyikan dan direkam ulang oleh sejumlah penyanyi terkenal lain, dan masih sering di-request dalam setiap penampilan Fryda.
Keberhasilan dua lagu tersebut mengusik Fryda untuk berinteraksi dan berdiskusi kreatif dengan Ryan untuk menciptakan karya baru. Fryda dan Ryan sama-sama menyadari, mereka masih bersaudara dan kerap jumpa dalam berbagai acara keluarga, dan saling mengagumi karya masing-masing. Namun, keduanya belum pernah berkolaborasi menciptakan satu karya. Ryan kerap mencandainya, "Fryda itu adik yang gak mau nyanyiin lagu abangnya." Sebaliknya Fryda balas mencandai, "Ryan Kyoto adalah seorang abang yang hits maker, tapi gak mau bikinin lagu buat adiknya.". Melalui proses yang sering terkendala waktu, akhirnya Ryan Kyoto dan Fryda Lucyana bersepakat untuk melakukan kolaborasi kreatif.
Ryan berinisiatif berkunjung ke rumah Fryda, membawa gitar kesayangannya dan melakukan semacam 'workshop' santai, sambil mengukur vocal range Fryda. Juga melakukan brainstorming tentang lagu-lagu seperti apa yang disukai dan cocok dengan timbre suara Fryda. "Papa dan Mama yang saat itu hadir nampak sangat antusias, bahkan sempat terucap dari Papa, bahwa kami sama-sama punya basis budaya Melayu. Buatlah sesuatu yang bisa turut memajukan budaya Melayu," ungkap Fryda. Ryan Kyoto dan Fryda menerima saran itu.
Proses kolaborasi kreatif Ryan Kyoto dan Fryda Lucyana tak dapat berlangsung cepat karena terkendala oleh aktivitas Fryda, juga karena Fryda berulang kali jatuh sakit dan mesti dirawat di rumah sakit. Tak hanya itu, selama masa itu, Fryda juga mengalami duka yang mendalam, ketika papanya wafat. Sebagai anak tunggal yang sangat dekat dengan papanya, peristiwa duka itu sempat memukul batinnya. Perlu waktu cukup lama bagi Fryda untuk melanjutkan kerja kolaborasi kreatif dengan Ryan Kyoto, sampai lagu "Sumpahku" ini terealisir. Suasana batin yang 'dalam' itu terasa lewat vokal Fryda yang sangat kuat mengartikulasikan lirik dan mengekspresikan melodi lagu "Sumpahku" karya Ryan Kyoto ini. Fryda berhasil mengekspresikan dan menyajikan lagu ini sebagai refleksi cinta yang dirasakan semua orang. "Single ini mengekspresikan komitmen cinta yang sangat kuat, menegaskan kesetiaan dan keteguhan sikap, bahwa cinta pertama adalah cinta terakhir yang abadi selamanya," jelas Fryda.
Single "Sumpahku" tidak hanya wujud hasrat dan keinginan Fryda memenuhi harapan, menyapa dan merangkul lebih erat para penggemar dan penikmat lagu-lagunya selama ini, termasuk para sahabat dan kerabatnya. Juga bukan hanya untuk merawat eksistensinya sebagai pelaku seni yang sangat mencintai dunia nyanyi. Jauh dari itu, lewat karya Ryan Kyoto ini, Fryda juga menebar keindahan artistik dan estetik, sekaligus menghidupkan kesadaran penikmat lagu ini untuk selalu merawat cinta.
youtube
"Single "Sumpahku" mengungkapkan, bahwa cinta itu menyatukan yang terserak, mendekatkan yang jauh, memesrakan yang dekat, untuk sama-sama berkomitmen saling memuliakan,"ujar Fryda. Sejumlah nama besar yang tak asing lagi di blantika musik Indonesia terlibat. Fryda menyebut, selain dirinya sebagai vokalis sekaligus Executive Producer dan Ryan Kyoto sebagai komposer, Sandy Canester bertindak sebagai music producer, sekaligus sebagai music arranger bersama Rio Ricardo. Dewa Budjana pun terlibat sebagai special appearance on guitar.
Kini “Sumpahku” sudah dapat dinikmati melalui berbagai Digital Streaming Platform. Fryda mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang mendukung, termasuk kepada Aquarius Musikindo selaku distributor. Disertai harapan single "Sumpahku" dapat diterima dengan baik, dinikmati secara luas dan mewakili relung perasaan siapa saja, meski dalam perspektif yang berbeda. Sungguh, ini lagu yang indah untuk diresapi… Mari kita simak bersama.
0 notes
Text
[Acting Review] Tjoet Nja' Dhien; Interpretasi yang Tepat
Kuncinya adalah riset, waktu, dan tuhan. Maksudnya?
Tjoet Nja’ Dhien adalah sebuah film legendaris yang disutradarai oleh Eros Djarot dan Christine Hakim sebagai bintang utama. Sebagai salah satu film epos, biopic, atau apalah sebutannya itu ia memiliki cerita yang menarik, penyutradaraan yang apik dan epik, tapi secara permainan keaktoran jauh lebih menarik.
Christine Hakim yang memerankan sosok Tjoet Nja’ Dhien bisa dibilang tak tergantikan…
View On WordPress
#acting review#acting review christine hakim#acting review tjoet nja&039; dhien#Akting#Aktor#Aktris#Akuaktor#christine hakim#cut nyak dhien#eros djarot#Tjoet Nja&039; Dhien
0 notes
Text
Selamat jalan sang bahaduri
Jakarta, Senin (5/2/2018), tepat pukul 10.00, saya terbangun dari tidur. Di luar sedang hujan rintik-rintik. Saya lalu melongok ponsel. Ada beberapa pesan masuk. Salah satunya bertuliskan, “Jha, Mas Yockie meninggal dunia.” Sontak saya kaget. Bengong untuk sesaat.
Walaupun tahu beliau sedang sakit dan terus mendapat perawatan intensif, saya tetap saja berusaha meyakinkan diri bahwa kabar tadi benar adanya. Langsung saya buka linimasa Twitter. Ternyata betul. Adib Hidayat --yang ikut terlibat dalam pagelaran musik untuk membantu biaya pengobatan Mas Yock-- mengabarkan duka yang sama melalui akunnya. Innalillahi wainnailaihi rojiun.
Yockie meninggal pada umur 63 tahun di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, sekitar pukul 07.23 WIB. Jenazahnya dimakamkan di TPU Karet Bivak blok AA 2 bld 45.
Sebagai pengganti obituarium untuk Mas Yock, saya menerbitkan tulisan panjang ini. Sebelumnya sudah termuat di Beritagar.id (Jumat, 17 Maret 2017). Hanya saja versi yang terbit itu sudah melalui proses penyuntingan. Versi yang di blog ini lebih utuh. Kalau dalam film istilahnya uncut version.
Kala itu saya bersama Bismo Agung --yang hasil fotonya saya jadikan headline tulisan ini-- menemui Mas Yock dalam dua kesempatan.
Perjalanan karier dan sumbangsihnya terhadap industri musik pop di Tanah Air tiada terkira. "Layak jadi figur,” ujar redaktur pelaksana di kantor ketika saya mengusulkan nama Mas Yock untuk bahan tulisan.
Arsitek lazim dikenal sebagai sosok yang merancang bangunan menggunakan sketsa, gambar, teks, dan komunikasi lisan. Jika konteksnya musik, Yockie Suryo Prayogo patut diperhitungkan sebagai salah satu arsitek paling berharga yang dimiliki negeri ini.
Ia meletakkan konstruksi lagu menggunakan notasi-notasi dan harmoni indah melalui instrumen piano, organ, dan keyboard yang jadi andalannya.
Sejak kecil anak ketiga dari delapan bersaudara pasangan Soesanto-Suryati ini telah mengenal musik klasik melalui guru piano yang saban petang datang memberikan les privat.
Musik klasik yang jadi pondasi bermusik --plus pergumulannya dengan genre musik lain-- membuat aransemen garapan Yockie kaya dengan penjelajahan akor dan warna. Semua berkat pergaulannya dengan berbagai kalangan yang merentang dari Balikpapan, Jakarta, Bandung, dan Malang.
Menelisik petualangan musikalnya sejak akhir 60-an hingga medio 70-an, Yock-- panggilan akrabnya-- bukan hanya menemplok di God Bless, kelompok Safira, Fancy Jr., BigMan Robinson, Zonk, Giant Step, Double Zero, Contrapunk, Jaguar, hingga The Mercy’s pernah pula diperkuatnya.
Statusnya mulai dari salah satu penggagas, pengisi kekosongan, hingga sekadar membantu pada saat sesi rekaman. Kelar mendapat honor setelah menyelesaikan kontrak, ia cabut lagi.
“Waktu itu julukan saya cabo alias perek band saking seringnya keluar masuk band. Ha-ha-ha,” kenang Yockie kepada kami (2/2/2017).
Berpindah ke dasawarsa 80-an dan 90-an, wilayah kerja kreatif ayah Nara, Ade, Reza, dan Sarah ini semakin tidak terbendung.
Jika sebelumnya hanya mengakrabi rock, Yockie tak segan menjamah bidang dan genre lain. Selain pop, Yockie pernah berkecimpung menggarap musik dangdut untuk album Mana Tahan (Purnama Record - 1980) milik kelompok komedi Warkop Prambors yang kemudian bertransformasi jadi Warkop DKI.
Tidak hanya piawai memencet keyboard, tugas sebagai penulis lagu, komposer, penata musik, hingga produser juga dilakoninya. Dan itu bukan untuk keperluan album rekaman semata, tapi juga melingkupi bidang lain seperti yang pernah dilakukannya saat mendapat kepercayaan sutradara Garin Nugroho menjadi pengarah musik untuk pementasan teater musikal “Diana” (7-8 Juli 2010).
Debby Nasution, keyboardis yang pernah singgah sebentar memperkuat formasi God Bless, menyebut Yockie sebagai pemilik berjuta gagasan dan ide.
Latar belakang mengapa Yockie suka gonta-ganti band karena sifatnya yang pembosan. Ia selalu ingin mencari tantangan baru dan tidak mau berkubang terlalu lama di zona nyaman. Hingga sekarang ia mengaku masih seperti itu.
“Alasan lain yang bikin saya bosan karena tuntutan kreatifitas. Orang kalau terlalu sering membahas hal yang sama, lama-kelamaan jadi bosan. Sudah enggak enak. Padahal unsur-unsur mengejutkan itu yang menciptakan dinamika,” kilahnya.
Setiap menempuh perjalanan musikal, Yockie tidak sekadar bergulat dengan segala problem berkeseniannya, tapi juga mengamati, mempelajari, kemudian memetik banyak hikmah.
Dialektika itu yang membuat setiap komposisi ciptaannya merembes masuk ke hati setiap pendengarnya, tidak sekadar numpang lewat di kuping dan terlupakan begitu saja.
Jika lagu ibarat bangunan, maka Yockie sebagai arsitek berhasil merancang sebuah bangunan yang berkualitas dan tahan lama.
Penabalan sebagai arsitek musik datang dari mendiang pengamat musik Denny Sakrie. Dan itu bukan satu-satunya julukan yang dialamatkan kepada pria kelahiran Demak, Jawa Tengah, 14 September 1954.
Wartawan musik Denny MR menganggap Yockie sebagai musikus genius sebab dari pemikirannya muncul begitu banyak karya berkualitas yang menjadi sumber telaah hingga sekarang.
Hal senada disampaikan Triawan Munaf (58). Saat saya temui dalam acara syukuran film Wiro Sableng 212 di JS Luwansa Hotel, Jakarta Selatan (9/2/2017), mantan keyboardis Giant Step yang kini menjadi Kepala Badan Ekonomi Kreatif menyebut diri sebagai pengagum Yockie.
“Mas Yockie selalu menghasilkan terobosan penting dalam berkarya. Mulai dari God Bless, Badai Pasti Berlalu, dan Musik Saya Adalah Saya. Sebagai sesama keyboardis, saya ini enggak ada apa-apanya. Dia luar biasa,” puji Triawan.
Ayah penyanyi Sherina Munaf itu menambahkan bahwa Yockie juga seorang pemikir, kritis, dan sensitif terhadap isu sosial, politik, kemanusiaan.
“Dia selalu ingin mengikuti kondisi aktual, tidak mau terjebak pada masa lalu. Karena itu kita semua butuh sosok seperti Mas Yockie untuk memberikan masukan kepada generasi muda,” pungkas Triawan.
Banyaknya julukan dan pengakuan terhadap Yockie berbanding lurus dengan versi penulisan nama pertamanya, terutama di berbagai media dan juga sampul album. Pada fase awal kariernya sempat muncul sebagai Yongkie, Yocky, Jocky, dan Jockie yang merupakan versi paling lazim ditemukan.
Selain Musik Saya Adalah Saya (Musica Studio’s - 1979) yang menempati urutan ke-13 dari “150 Album Indonesia Terbaik” versi majalah Rolling Stone Indonesia (edisi Desember 2003), bukti kegeniusan Yockie juga bisa disimak dalam soundtrack film Badai Pasti Berlalu (Irama Mas - 1977) yang jadi pemuncak lis.
Yockie bersama Eros Djarot dan Chrisye menjadi produser dengan pembagian tugas spesifik; Eros mengurusi departemen lirik, Chrisye sebagai penyanyi, sementara Yockie membuat aransemen.
Dalam buku “Pop Kosong Berbunyi Nyaring: 13 Hal Yang Tidak Perlu Diketahui Tentang Rock” terbitan Elevation Books, penulis Taufiq Rahman menyebut album tersebut adalah mahakarya yang layak untuk terus dibahas dari sudut pandang manapun.
Saat mendapat kepercayaan Prambors Rasisonia menata musik album kompilasi Lomba Cipta Lagu Remaja (LCLR) 1977 dan 1978, Yockie lagi-lagi membuktikan kematangannya bermain-main di wilayah musik pop, bukan sekadar rock yang selama ini digelutinya bersama God Bless dan segudang band lain.
Deretan pengakuan bertambah panjang karena lis “150 Lagu Indonesia Terbaik” memuat beberapa lagu yang melibatkan Yockie, antara lain “Badai Pasti Berlalu” (Berlian Hutauruk - posisi 3), “Kehidupan” (God Bless - 8), “Lilin-Lilin Kecil” (Chrisye - 13), hingga “Kesaksian” (Kantata Takwa - 82).
Langit kecokelatan dan udara dingin terasa betul menusuk tulang saat menapak di kompleks The Breeze, Bumi Serpong Damai City, Tangerang Selatan (2/2/2017). Aspal yang masih basah menandakan tempat ini baru saja terguyur hujan.
Yockie ditemani sang istri, Tiwi Puspitasari, muncul mengenakan jaket bertudung (hoodie) warna hitam dengan celana denim, sepasang sepatu, dan frame kacamata berwarna senada. Resleting perak yang menutupi jaket dibiarkan terbuka sehingga menyembulkan kaos abu-abu dari badannya.
Awalnya Yockie memilih untuk melakukan sesi wawancara di salah satu gerai kopi waralaba. Musabab tidak menyediakan ruangan untuk memenuhi keinginan Yock merokok, kami beringsut menuju sebuah cafe yang letaknya hanya sekira 10 meter dari tempat semula.
Bagian belakang cafe itu semi outdoor. “Nah tempat ini pas,” ujar Yockie sembari duduk di salah satu sofa. Dikeluarkannya sebungkus rokok filter dari kantong, mengambil sebatang, dan menghisapnya dalam-dalam.
Pengunjung cafe tampak sibuk masing-masing. Tidak ada yang menyadari bahwa sosok dengan tinggi badan mencapai 184 sentimeter di tengah-tengah mereka adalah musikus penghasil banyak magnum opus dalam industri musik pop tanah air.
“Tidak ada masalah bagi saya apakah masih dikenali orang banyak atau tidak. Biasa saja,” tegasnya.
Kumis dan jenggot yang menghiasi area bibirnya dibiarkan menyambung sehingga tampak membentuk huruf “O”.
Rambutnya tak gondrong lagi dengan kondisi mulai menipis membuat dahi dan tulang pipi yang dihiasi jambang tampak menonjol. Persis sebuah tebing nan kukuh.
Kekukuhan itu terus dipertahankannya dalam bersikap terutama menyangkut karya-karya kreatif sebagai musikus. Tak peduli jika kemudian album-albumnya kurang laku karena enggan berkompromi dengan tren yang sedang berlaku di industri.
Perihal keras kepalanya Yockie sebenarnya tidak datang ujug-ujug. Sejak remaja ia sudah mbalelo. Lingkungan keluarga yang masih feodal coba ia terabas sesuai jiwa mudanya yang anti kemapanan.
“Zaman dulu itu ajaran yang saya terima tidak boleh petentengan di depan orang yang usianya lebih tua. Bahkan untuk bertanya pun terbatasi. Bagaimana mau tahu kalau tidak boleh bertanya? Paradigma seperti itu yang saya coba lawan, salah satunya dengan musik,” kisah Yockie.
Sikap Yockie itu sebenarnya merupakan imbas dari berkembangnya popularitas generasi bunga alias flower generation pada era 60-an hingga 70-an di Benua Amerika dan Eropa yang mendengungkan protes melalui musik.
Yockie muda yang tergila-gila dengan musik rock setelah mendengarkan lagu “Kelelawar” milik Koes Plus juga menggunakan medium serupa sebagai bentuk perlawanan.
Sejak mengakrabi musik, sekolahnya mulai tidak keruan. Beruntung ijazah SMA berhasil dikantonginya.
Meskipun berhasil membuktikan diri lulus SMA, keputusan untuk mendalami musik tetap mendapat tentangan dari ayahnya yang kala itu berpangkat Brigjen Polisi.
Stigma yang berkembang kala itu memang menempatkan musikus dalam kasta rendah karena pendapatannya serba tak pasti. Menjadi pemusik berarti masa depan suram.
“Mau jadi apa kamu nanti? Pengamen? Gembel?,” tutur Yockie meniru hardikan ayahnya. Tanpa ambil pusing ia tetap saja kukuh melanjutkan petualangan di ranah musik dengan segala risikonya.
Beberapa bukti lain untuk menunjukkan betapa kukuh Yockie terhadap profesinya adalah sikap tidak pandang bulu jika sudah menyangkut Hak Kekayaan Intelektual (HKI), terutama menyangkut penyalahgunaan terhadap karya-karya yang telah dihasilkannya.
Hanung Bramantyo pernah kena tegur karena menggunakan lagu “Kesaksian” milik Kantata Takwa untuk film Sang Pencerah (2010) tanpa seizinnya.
Penyelenggara konser Kantata Barock yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, setahun berselang merasakan hal serupa. Kali ini bahkan sampai ke meja hijau.
Bersama ahli waris W.S Rendra, Yockie menyampaikan nota penolakan terhadap konser yang diadakan PT Airo Swadaya Stupa.
Ia juga menaikkan surat resmi tentang adanya penyimpangan hak cipta akan karya-karya Kantata Takwa, Kantata Samsara, dan Kantata Revolvere mengacu pada UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Masih pada tahun yang sama, giliran PT Arasy Cinta Sakti dan produser Didi Bofa menerima “surat cinta” Yockie. Pasalnya rilis ulang album Badai Pasti Berlalu dalam format cakram padat alias CD dilakukan secara ilegal. Alhasil album tersebut langsung ditarik dari pasaran.
Yockie kembali memerkarakan penyelenggara dan pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan konser “Kidung Abadi Chrisye” di Jakarta Convention Center, Senayan (5 April 2012).
Rekan-rekannya di God Bless juga tidak luput dari tuntutan hukum karena melakukan pelanggaran soal performing rights.
Yockie menilai banyak lagu-lagu ciptaannya semisal “Menjilat Matahari”, Cendawan Kuning”, atau “Kehidupan” yang dibawakan kelompok tersebut dalam berbagai konser berbayar tanpa izin.
Jika dari segala aksi itu kemudian memicu anggapan bahwa muaranya untuk mengejar uang, Yockie menolak dengan sangat tegas. “Saya tidak pernah menjadikan uang sebagai tujuan utama dalam hidup, terlebih dalam berkarya. Itu prinsip saya sejak dulu.”
Lagi pula sebelum membawa segala permasalahan tersebut ke meja hijau, Yockie terlebih dahulu selalu melakukan langkah persuasif secara kekeluargaan. Jika sudah berkali-kali tak mendapat respons, baru kemudian ia melayangkan somasi ke pengadilan.
Jika ingin mendiskusikan soal norma --sosial maupun hukum positif-- dengan Yockie, siapa pun harus bersiap mendengarkan pemaparannya yang berapi-api. Ia seolah mampu meluangkan waktu membicarakan topik ini semalam suntuk.
Bahkan sebagian besar isi statusnya di Facebook banyak membahas perkara yang satu ini. Sungguhpun ia mengaku menuliskan apa saja yang terlintas di kepalanya seketika itu juga saat menatap layar gawai maupun komputer di rumahnya.
“Dari apa yang telah saya alami selama berkiprah di industri musik dan kehidupan sosial, ternyata ada satu variabel lain yang harus kita kuasai. Pelajaran itu saya dapatkan selama bergaul dengan Kantata Takwa. Melalui Mas Rendra saya mempelajari berbagai disiplin ilmu. Saya juga banyak bertemu tokoh ahli hukum, politik, dan lain-lain,” ujarnya.
Variabel yang dimaksudkan Yockie adalah benturan antara norma sosial yang berlaku di masyarakat dengan hukum positif.
Dicontohkannya saat menuntut rekan-rekannya di God Bless tadi. Secara legalitas hukum apa yang dilakukannya benar karena perihal hak cipta termaktub dalam undang-undang.
Alih-alih mendapat dukungan, langkahnya tadi justru memunculkan tudingan miring karena dianggap tidak sesuai dengan budaya kepantasan dan kepatutan yang masuk wilayah norma sosial. Apakah Yockie bergeming?
“Walaupun langkah tadi membuat saya diberengsek-berengsekin, saya tetap memperjuangkan hak saya yang dijamin oleh hukum, tidak peduli dengan tekanan lingkungan. Sekalian juga saya ingin memberikan contoh kepada musisi lain. Biarlah saya jadi martir. Dan cukup saya saja yang mengalami,” tegasnya.
Selain keteguhan hati tentang pelaksanaan norma, menarik juga mengetahui bagaimana Yockie memposisikan diri dengan kondisi musik sekarang.
Pasalnya Yockie mau tak mau harus menghadapi perubahan pola industri musik yang ditopang kemajuan pesat di bidang teknologi rekaman.
Hal itu tentu berbeda jauh dibandingkan dasawarsa 80-an dan 90-an saat dirinya sibuk bersolo karier juga tergabung dengan Kantata Takwa, Swami, serta Suket.
Untuk menguliti pandangannya tentang hal tersebut, sekalian untuk sesi pemotretan, kami harus mengatur janji pertemuan selanjutnya. Tempat yang disepakati adalah kediamannya yang terletak di bilangan Rawa Buntu, Serpong, Tangsel.
Laiknya pertemuan pertama, beberapa kali kami urung menemuinya sesuai jadwal yang telah disepakati.
“Mas Yockie hari ini sedang tidak enak badan. Maaf,” demikian balasan pesan dari sang istri, Tiwi Puspitasari, saat kami menanyai alasan dari pembatalan tersebut.
Ketika menyambangi rumahnya yang tenang dan teduh karena terletak agak jauh dari jalan raya serta dipenuhi pepohonan rindang, Yockie mengaku bahwa kondisi tubuhnya memang belum stabil betul.
“Beberapa bulan lalu saya sempat muntah darah. Hampir satu liter,” katanya lirih. Dari hasil pemeriksaan menyeluruh, kondisi jantung, paru-paru, dan hati milik Yockie dalam kondisi baik-baik saja. Hanya ususnya yang agak bermasalah.
Yockie kali ini tampil lebih santai mengenakan kaos lengan panjang berwarna cokelat cerah dan celana puntung.
Sambil menyalami dan mempersilakan kami duduk di sofa berwarna putih yang terletak di ruang tengah, Yockie kembali menyalakan sebatang rokok. Di tangannya telah siap sticky buddy, sejenis rol pembersih menggunakan plastik perekat untuk mengangkat kotoran seperti abu rokok.
Tampak piano bermerek Meer di sudut ruangan. Di atasnya diletakkan beberapa trofi penghargaan, salah satunya Lifetime Achievement Award yang diberikan Anugerah Musik Indonesia pada 2012.
Pada dinding ruangan yang berkelir putih gading, mejeng beberapa plakat penghargaan, poster konser rock opera, lukisan, dan karikatur bergambar dirinya saat terpilih sebagai salah satu dari “25 Artis Indonesia Terbesar Sepanjang Masa” versi majalah Rolling Stone Indonesia.
Saat berdiri dan berjalan untuk melakukan sesi foto, Yockie tampak menggontai. “Ini efek dari kebanyakan mengonsumsi alkohol di masa muda. Sekarang baru saya merasakan dampaknya.”
Alkohol memang jadi teman akrab Yockie setelah berhasil lepas total dari jeratan narkotika pada 1975 setelah hampir lima tahun menjadi pecandu. Awalnya sekadar pelarian. Perlahan tapi pasti, intensitasnya meningkat. Ia berubah dari junkie menjadi alkoholik.
“Dulu saya bisa menghabiskan sebotol cognac (sejenis brendi) dalam sehari. Terkadang malah dua botol,” akunya. Kebiasaan mengonsumsi alkohol baru dihentikannya setelah muntah darah.
Walaupun tampak susah payah berjalan, jemarinya tetap saja rancak menjelajahi setiap bilah-bilah papan nada piano untuk memainkan beberapa komposisi ciptaannya secara medley, salah satunya “Angin Malam” yang terdapat dalam album Badai Pasti Berlalu.
Ternyata Yockie bukan hanya genius, tapi juga menghipnotis. Tubuh seolah merasakan desiran angin malam saat mendengarkannya bermain. Tak banyak musisi yang bisa menghasilkan interaksi rasa seperti demikian.
Tanpa bermaksud jemawa, Yockie menilai sejak dimulainya era digital hingga sekarang belum lahir lagi album musik Indonesia yang pantas disebut sebagai produk budaya.
Penyebabnya karena kebanyakan hanya sekadar memainkan musik tekstual menggunakan nada do-re-mi-fa-so-la-si-do zonder mengolah rasa berdasarkan aspek sosiologis dan antropologis melalui pergaulan lingkungan sekitar.
Alhasil musik yang dihasilkan tidak mempunyai ruh. Berbeda dengan musik zaman dahulu semisal Koes Plus atau God Bless yang hingga sekarang masih tetap diapresiasi.
Beberapa band sekarang yang menurutnya berhasil memenuhi kriteria tadi adalah Barasuara dan Efek Rumah Kaca.
Sebelum menyudahi pertemuan, Yockie membocorkan bahwa kini sedang merancang sebuah konser lagi setelah tahun lalu mengadakan pementasan “LCLR Plus Yockie Suryo Prayogo” dan “Badai Pasti Berlalu Plus Yockie Suryo Prayogo” di Bandung, Surabaya, Malang, dan Yogyakarta. Terbersit juga harapannya untuk menggelar lagi konser “Musik Saya Adalah Saya” yang terakhir kali diselenggarakan pada 1979 di Balai Sidang Senayan, Jakarta.
Ia juga sedang berusaha menjalin kesepakatan kembali di Musica Studio’s agar menerbitkan kembali album-album solo lamanya yang pernah diedarkan label tersebut.
Perihal kapan ingin merilis album baru lagi setelah menelurkan Perjalanan Waktu (Bravo Musik - 2015), Yockie yang kini sedang membaca buku karya Soetanto Soepiadhy bertajuk “Meredesain Konstitusi” dan “Demokrasi Kita” dari Mohammad Hatta belum bisa memberi kepastian.
Metode rekaman secara digital sekarang bagi Yockie belum bisa memenuhi parameternya tentang kualitas audio mumpuni. "Karena semua instrumen yang terekam sifatnya hanya data input. Ada studio digital yang bagus, tapi ongkosnya mahal. Saya kesulitan mengakses itu," tutupnya.
#obituarium#YockieSuryoprayogo#god bless#musisi#indonesia#musik#Musica Studios#badai pasti berlalu#chrisye#musik saya adalah saya#lomba cipta lagu remaja#lclr#prambors#koes plus#barasuara#efek rumah kaca#Rolling Stone Indonesia#eros djarot#Anugerah Musik Indonesia#kantata takwa#swami#giant steps#karet bivak
0 notes
Text
Senandung Damba Smaradhana
Selamat Hari Musik Nasional 2017! Sila simak lagu saya "Senandung Damba Smaradhana."
Selamat Hari Musik Nasional (walaupun agak terlambat)! Dalam rangka merayakan Hari Musik Nasional 2017, saya mengunggah sebuah lagu berjudul “Senandung Damba Smaradhana.” Sila dengarkan lagu ini dengan meng-klik tombol play pada kotak Soundcloud di bawah ini: [soundcloud url="https://api.soundcloud.com/tracks/311500790"…
View On WordPress
#band#bandung#chrisye#d.y.a.#distantyearningalert#dya#electronic music#eros djarot#erros djarot#guruh soekarno putra#hari musik nasional#harmusnas#Indonesian pop music#lawrence ks#music#musik pop indonesia#pop kreatif#pop music#pop progresif#sandya maulana#senandung damba smaradhana#smaradhana#songwriting#tribute#yockie suryo prayogo
0 notes
Video
youtube
Yang muda, yang indonesia, yang ngakunya nasionalis, yang ngakunya pecinta seni, yang ngakunya... ngaku apa aja, sebaiknya tonton ini.
0 notes
Text
Eros Djarot kritik walk out Ananda Sukarlan saat Anies pidato
Salma Nania Eros Djarot kritik walk out Ananda Sukarlan saat Anies pidato Artikel Baru Nih Artikel Tentang Eros Djarot kritik walk out Ananda Sukarlan saat Anies pidato Pencarian Artikel Tentang Berita Eros Djarot kritik walk out Ananda Sukarlan saat Anies pidato Silahkan Cari Dalam Database Kami, Pada Kolom Pencarian Tersedia. Jika Tidak Menemukan Apa Yang Anda Cari, Kemungkinan Artikel Sudah Tidak Dalam Database Kami. Judul Informasi Artikel : Eros Djarot kritik walk out Ananda Sukarlan saat Anies pidato
Eros Djarot kritik walk out Ananda Sukarlan saat Anies pidato. Ananda Sukarlan mengkritik panitia yang mengundang Anies Baswedan. Dia menilai Anies menang Pilkada DKI secara tidak fair dan tiak sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan di Kanisius. http://www.unikbaca.com
0 notes
Photo
Foto Iwan Fals bermasa Eros Djarot Pada tahun 1988 Foto oleh: Bateng Thl #iwanfalsinfo #iwanfals #falsmania #ormasoi #iffci #erosdjarot https://www.instagram.com/p/Cj_1T-KviLJ/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
Text
TURISIAN.com – Siapkan waktu kalian buat nonton konser artis legendaris Indonesia ini. Utamanya, bagi kalian yang pernah sebagai ABG pada tahun 80-an, konser tunggal Nicky Astria bakal berlangsung, 8 Oktober 2022 mendatang. Mengambil stage di Balai Sarbini, Jakarta konser penyanyi solo ini menampilkan konser bertajuk "Semusim Nicky Astria, Live In Concert" pada pukul 19.30. Konser kali ini akan mengobati rasa kangen para penggemar sejak konser terakhirnya bertajuk "Terus Berlari" yang dihelat tiga tahun lalu, di Agustus 2019. "Nicky adalah seorang penyanyi yang mampu merawat kualitas suara dan stamina. Sampai saat ini, penampilannya masih sangat prima. Lagu-lagunya yang hampir semua menjadi hits, banyak orang yang selalu merindukan vokalnya," ujar Project Director Konser "Semusim Nicky Astria, Live In Concert" Iwan Kurniawan, dalam keterangan persnya, Sabtu 24 September 2022. BACA JUGA: 7.000 Tiket Konser Dream Theater di Solo Ludes Terjual, Para Musisi Telah Tiba Lebih lanjut, Iwan berharap agar konser tersebut tak hanya menghibur penggemar. Tapi juga mampu ikut menggairahkan musik nasional, yang juga terdampak karena pandemi COVID-19.” Judul Konser "Semusim" Menengok judul konser, "Semusim", akan mengingatkan kita akan sosok pencipta lagu kawakan, Eros Djarot. Konser ini memang mengambil judul lagu "Semusim" oleh Nicky Astria. Dan ada sentuhan aransemen ulang oleh Tohpati sebagai produser musik. "Sungguh saya merasa terhormat, dan sangat mengagumi sosok Mas Eros Djarot serta karya-karyanya. Salah satu lagu favorit saya adalah 'Semusim'. Lagu ini ciptaan Mas Eros," kata Nicky. BACA JUGA: Yuk Nonton Konser Musik Unik Bersama Musisi Keren di Hellocalize Festival! Nicky mengatakan, dalam konser kali ini Tohpati akan kembali menjadi music director, dan akan menyajikan karya musik terbaiknya. "Saya akan kembali bekerjasama dengan music director kesayangan saya, Tohpati. Dia musisi jenius yang selalu mampu menangkap ide-ide yang ingin saya tuangkan," ungkapya. "Ia adalah seorang musisi jazz yang piawai mengaransemen lagu-lagu rock," ujar wanita yang akrab dengan sebutan lady rocker tersebut. BACA JUGA: Rossa Siapkan Konser di 4 Kota Besar Ini, Catat Tanggal Mainnya Dalam konser mendatang, Nicky pun berencana akan membawakan 16 hingga 18 lagu populernya. Ia pun tidak sendirian, akan tampil pula Cakra Khan. Ia akan menjadikan panggung kolaborasi ini menjadi salah satu sorotan yang paling menjadi penantian dalam konser ini. Untuk informasi lebih lanjut dan pemesanan tiket sudah bisa menghubungi motikdong.com. Atau pemesanan via WhatsApp pada nomor 085894281796. Dengan harga mulai dari Rp350 ribu hingga Rp2,5 juta. Jangan tunggu lagi, catat tanggal main. Kalian akan merasakan sensasi konser tunggal Nicky Astria ini ***
0 notes
Text
Budi Djarot Meninggal Dunia, Video Injak-injak dan Bakar Poster HRS Viral Lagi
KONTENISLAM.COM - Kabar duka datang dari Gerakan Jaga Indonesia (GJI). Pentolan Gerakan Jaga Indonesia Budi Djarot meninggal dunia. “Betul, (meninggal dunia) tadi sore, jam 17.45 WIB,” kata Sekjen Gerakan Jaga Indonesia Aldi Nababan saat dihubungi, Ahad (27/6/2021). Aldi mengatakan jenazah Budi Djarot akan dimakamkan besok di Ciputat, Tangerang Selatan. Pemakaman direncanakan akan dilakukan esok pagi. “Rencana beliau akan dimakamkan besok pagi di TPU Jombang, Ciputat,” katanya. Aldi tidak menjelaskan lebih lanjut penyakit yang diderita Budi Djarot. Dia meminta maaf atas kesalahan yang pernah dilakukan mendiang Budi Djarot. “Saya mohon maaf, kepada teman-teman wartawan kalau ketemu dengan beliau di lapangan kalau salah saya minta maaf,” kata dia. Budhi Djarot pernah viral karena menjadi penggerak masa yang akhirnya membuat poster Habib Rizieq dibakar. Budi Djarot merupakan adik kandung seniman yang juga politisi PDIP, Eros Djarot. Budi dikenal aktif dalam mimbar bebas pada aksi 27 Juli, 24 tahun silam. Budi sempat menjadi sorotan saat dirinya dituding menggerakan massa membakar poster mantan pimpinan FPI Habib Rizieq Shihab. Netizen banyak yang mengunggah ulang video ketika Budi Djarot saat berorasi mengatakan manusia di foto (Habib Rizieq red.) adalah sampah, berikut adalah salah satunya.[gelora]
Bipang Tulen 👊🐸😚 pic.twitter.com/WVBWR6LMRv
— AWijaya234971🤲🇮🇩🇸🇦🇵🇸✌️😇 (@AWijaya777) June 27, 2021
from Konten Islam https://ift.tt/2T5a9kM via IFTTT source https://www.ayojalanterus.com/2021/06/budi-djarot-meninggal-dunia-video-injak.html
0 notes
Text
#BahasLagu-5
Jurang Pemisah
Siapa sih yang tidak kenal dengan Chrisye? Penyanyi yang sudah menjadi "Legend" di Indonesia ini. Terkenal dengan lagu pop yang hits pada masanya. Tapi pernahkah mengulik awal karir beliau yang ternyata menganut genre musik sangat berbeda dari aliran pop?
(sumber: Wikipedia)
Bisa dilihat album awal yang dirilis oleh Chrisye setelah berkolaborasi dengan Guruh Soekarnoputra pada "Guruh Gypsy, 1976" adalah "Jurang Pemisah, 1977". Berbarengan album "Badai Pasti Berlalu, 1977" garapan Eros Djarot, Yockie Suryoprayogo, Chrisye, dan Berlian Hutauruk sukses sebagai soundtrack film dengan judul yang sama dan booming menjadi penggerak genre musik progressive rock. Album "Jurang Pemisah, 1977" menjadi album perdana Chrisye bersama Yockie Suryoprayogo sebagai arranger atau music director dengan genre progressive rock. Sangat berbeda dengan Chrisye yang secara umum dikenal sebagai penyanyi bergenre pop.
Setelah kesuksesan album Guruh Gipsy dan lagu "Lilin-Lilin Kecil", Chrisye didekati oleh Pramaqua Records pada tahun 1977 untuk merekam album perdananya. Bekerja sama dengan Yockie Suryoprayogo, mereka merekam album Jurang Pemisah. Chrisye mengisi vokal pada tujuh lagu dan juga memainkan bass, sementara Yockie memainkan kibor, gitar dan drum, serta mengisi vokal pada tiga lagu. Ian Antono dan Teddy Sujaya memainkan gitar dan drum masing-masing untuk lagu "Mesin Kota" dan "Dia". (sumber: Wikipedia)
Pada album ini terdapat judul lagu yang sama pula yaitu "Jurang Pemisah". Menurut Yockie, Jurang Pemisah merupakan sebuah "potret realita sosial" dengan mengusung tema-tema seperti lingkungan dan politik. Lagu "Jurang Pemisah" ditulis oleh Yockie Suryoprayogo dan James F. Sundah serta dinyanyikan Chrisye. Lagu ini berdurasi 9 menit dengan irama khas progressive rock. Permainan keyboard yang menawan disuguhkan Yockie dengan sangat terampil. Chrisye mampu membawakan lagu ini dengan suara khasnya, tetapi lebih powerful.
Intro lagu ini digarap oleh Yockie dengan irama melodi yang cukup rumit dan berdurasi sekitar 1 menit. Selanjutnya, Chrisye mulai menyanyikan bait demi bait lirik lagu yang secara tersirat memiliki makna mendalam mengenai realita sosial pada jaman tersebut. Pada menit ke 2 sampai 8, berisikan irama melodi garapan Yockie yang menampilkan musik instrumental dengan irama bervariasi dari khas genre progressive rock dan sedikit disisipi alunan lagu Gambang Suling. 1 menit terakhir pada puncak lagu, teriakan Chrisye menjadi penanda dia mulai bernyanyi mengulang lirik sebelumnya. Tidak terasa lagu "Jurang Pemisah" tersaji selama 9 menit. Lagu yang termasuk berdurasi lama, tetapi mampu disuguhkan secara variatif, fluktuatif, dan menarik untuk didengarkan dari awal sampai akhir.
Pada kanal DSS Music di YouTube, lagu "Jurang Pemisah" dibawakan secara apik dengan usaha maksimal mengerahkan 4 keyboardist sekaligus agar bisa mirip rekaman aslinya. Fariz RM mampu menyanyikan lagu ini dengan baik sesuai karakter vokalnya. Lagu ini mencerminkan pada era 70an pun kualitas musik sebenarnya sudah mengalami peningkatan yang pesat. Hanya memang para musisi yang berusaha mempertahankan idealisnya akan kalah pamor dengan jalur mainstream seperti genre pop, karena lebih bisa diterima masyarakat umum. Apalagi lagu pop yang dibumbui dengan lirik mengenai romantisme, bakal lebih laku lagi.
Mungkin lagu maupun "Jurang Pemisah" tidak banyak yang tahu, kecuali para fans Chrisye. Fans yang mengikuti rekam jejak Chrisye dari awal karir bermusiknya. Meskipun sudah ada biopic tentang Chrisye, tetapi lebih membahas ke kisah keluarga dan karirnya secara umum. Film ini tidak mewakili rekam jejak sisi musisi secara utuh dimana ada pergeseran genre dialami Chrisye dari progressive rock menjadi pop, dengan segala kontroversinya. Mari mencoba menilik lagu-lagu dan album-album Chrisye di awal karirnya yang masih bernuansa progressive rock. Banyak kejutan ditemukan pada album-album tersebut. Tidak akan menyangka bahwa Chrisye memang lah salah satu musisi yang menembus batas beberapa genre musik dan pantas menyandang penyanyi legenda di Indonesia.-
Here’s a song for you… Jurang Pemisah by Yockie
1 note
·
View note