#ditebak
Explore tagged Tumblr posts
Text
Kita Tidak Akan Pernah Memahami Tentang Menerima Sampai Kita Menjalaninya
Sudah lebih dari dua pekan tulisan ini diendapkan di dalam pikiran. Awalnya ragu untuk dituliskan karena khawatir ada salah pikir di dalamnya. Tetapi, saya rasa saya memang butuh menulis untuk menguraikannya, berharap tulisan ini menjadi diskusi dengan para pembaca dan juga menjadi teman berproses bagi siapa saja yang saat ini sedang berlelah-lelah dalam berproses menerima. Baca sampai selesai supaya tidak salah paham, ya. Bismillah ...
Ada banyak hal di dalam hidup yang tidak akan pernah kita pahami sebelum kita benar-benar menghadapi dan menjalaninya. Salah satunya adalah acceptance atau penerimaan. Pertanyaan-pertanyaan seperti, "Apa itu menerima? Bagaimana caranya untuk menerima?" rupanya hanya akan bisa seutuhnya terjawab ketika kita sudah pernah memproseskan diri untuk melakukan penerimaan.
Iya, penerimaan pada akhirnya bukanlah tentang suatu konsep atau teori yang bisa kita hafalkan untuk memahaminya, sebab kita harus menjalaninya.
Itulah yang belakangan ini menjadi sebuah kesimpulan diri bagi saya selepas menjumpai hari-hari yang berat. Seperti yang sudah bisa ditebak, saat hari-hari berat itu sedang hadir, penerimaan nyatanya juga hadir sebagai PR besar, and I wasn't have any clue to solve those kind of things. Dalam kondisi seperti itu, nasehat-nasehat baik seperti "Kamu seharusnya bersyukur. Kamu itu tidak menerima ketetapan Allah." terasa seperti belati yang menyakitkan. Alih-alih menyemangati dan membuat saya menemukan insight baik, saya justru semakin ingin melawan! Saya pikir, mengapa orang lain begitu sulit berempati dan membaca situasi sehingga kalimat-kalimat seperti ini harus dikatakan di saat-saat yang tidak tepat?
Di saat yang sama, isi kepala saya yang hening seketika berubah menjadi sangat riuh. Peperangan terjadi antara sisi diri saya yang mengatakan, "Sudahlah, didengarkan saja. Itu kan benar." dengan sisi diri saya yang lain yang mengatakan, "Nggak, itu salah! The things is not about acceptance and gratitude. Saya ini sedang sedih, bukan sedang tidak bersyukur. Saya juga sedang marah dan kecewa, bukan sedang tidak percaya kepada Allah sehingga enggan menerima ketetapan-Nya." Tetapi, saya terus mengevaluasi cara berpikir saya ini hingga akhirnya saya menemukan sebuah insight bahwa,
Tidak pernah ada yang salah dengan konsep bersyukur dan menerima ketetapan Allah. Saya pun mengimani bahwa dua hal itu memanglah menjadi kebutuhan jiwa kita sekaligus juga merupakan sikap terbaik seorang hamba kepada Rabb-Nya. Hanya saja ...
Saat ujiannya sedang hadir sebegitu hebatnya, saat tangis sedang deras-derasnya, juga saat rasa sakit sedang terasa sakit-sakitnya, rupanya yang saya butuhkan adalah berproses untuk menerima sepenuh utuh apa yang menjadi ketetapan-Nya. Di dalam menjalani proses itu, yang saya butuhkan adalah rangkulan, bukan nasehat-nasehat idealis yang bisa menutup jalur komunikasi hingga saya jadi tidak ingin bercerita lagi.
Saat itu, sambil menata apa yang ada di hati dan pikiran, saya teringat pada sebuah materi yang yang pernah saya buat untuk sebuah kelas. Salah satu kata kunci dari materi itu adalah bahwa penerimaan adalah proses yang aktif. Lewat berbagai ujian kemarin, rupanya Allah ingin memahamkan saya lebih dalam tentang "proses yang aktif" ini. Lalu, apa yang saya dapatkan? Penerimaan itu, setidaknya bagi saya, adalah proses yang seperti apa?
Pertama, dalam proses menerima itu ternyata kita tidak selalu bisa langsung berhasil. Terkadang kita harus bertemu dulu dengan kegagalan. Kita mungkin saja semakin sedih, semakin marah, semakin kecewa, dsb namun semua perasaan yang semakin menjadi-jadi itu biasanya akan menghantarkan kita pada sebuah titik dimana kita akan menyerah, mentok, hingga akhirnya pelan-pelan memilih untuk berserah, "Oke ya Allah, aku ikut apa mau-Mu."
Kedua, dalam proses menerima akan terjadi berbagai dialog di dalam diri, "Kayaknya gini, deh! Eh tapi nggak, yang benar itu ... Tapi gimana kalau ..." dst. Saat itu terjadi, it's okay, nikmati saja prosesnya dengan tetap banyak beristighfar kepada Allah dan meminta-Nya menunjukkann kepada kita cara berpikir yang benar.
Ketiga, proses menerima itu tidak bisa diwakilkan kepada siapapun kecuali diri kita sendiri karena ia adalah urusan personal, subjektif, dan merupakan perjalanan diri yang Allah berikan khusus untuk diri kita. Meski kita dan seseorang yang lain sedang berproses untuk menerima satu ketetapan yang sama, proses di dalam dirinya pasti berbeda. So hang in there, sampai kita menyadari bahwa satu-satunya yang bisa menolong kita hanya Allah saja.
Keempat, dalam proses menerima akan ada banyak warna perasaan yang bermain. Menyadarinya itu baik, merasakan apa yang kita rasakan juga baik, tetapi jangan sampai kita merelakan diri kita untuk dipimpin oleh perasaan-perasaan kita. Sebab, jika itu terjadi, kita sudah kalah.
Kelima dan yang paling utama, ternyata yang paling kita butuhkan dalam berproses untuk menerima ketetapan Allah adalah petunjuk-Nya. Hanya dengan petunjuk Allah kita bisa luluh, lapang, hingga akhirnya menerima.
Well, sampai kapanpun, rupanya proses menerima akan selalu menjadi pembelajaran bagi diri kita. Masalahnya, hal-hal yang harus kita terima di dalam hidup selalu berganti-ganti: beberapa hal mungkin sudah kita selesaikan sehingga tidak lagi menjadi isu di dalam diri (bahkan mungkin sudah menjadi hikmah yang kita kantongi), namun, bukankah beberapa yang lain masih menyisakan rasa berat dan meminta kita untuk berproses dalam menerimanya?
Teruslah berproses. Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk-Nya di dalam jiwa kita. Wallahu 'alam bishawab.
PS. Jika teman-teman butuh berdiskusi tentang ini, boleh ask question via Inbox di Tumblr ini, ya.
175 notes
·
View notes
Text
Baca ini, Please!
Barusan liat video yang kurang lebihnya gini; ada Abang - Abang mau ngeprank kalo kehabisan bensin “siapa yang mau bantu dorongin motor sampe pom bensin dia depetin uang ini” tapi tulisan itu cuma bisa diliat di kamera alias kita yang nonton aja.
Satu orang lewat, skip. Gabisa bantu, karena katanya udah mau berangkat kerja. Terus ada satu orang bapak-bapak lagi, beliau juga mau kerja sebenernya, tapi pas tau si Abang ini kehabisan bensin, bapak ini mau bantuin dorong motornya si Abang.
“A, ini gapapa A ngedorongin?”
“Gapapa, sekalian mau berangkat kerja,”
“Beneran gapapa A?”
Sambil kuperhatikan, tangan si bapak ini ternyata lagi megang bungkus permen yang udah kosong. Kalau diliat-liat dari muka si bapak yang udah diwarnain silver ini sih, kita bisa nebak kan ya beliau mau berangkat kerjanya kemana~ (?) yups, ke jalanan.
“Iya, mau sekalian ke rumah sakit juga, istri di rumah sakit.”
Ternyata, setelah kutonton videonya sampai selese, istri si bapak ini habis lahiran. Tapi masih ditahan di rumah sakit karena belum bisa bayar biaya lahiran. Totalnya 3 jt tapi dikasih keringanan suruh bayar setengahnya aja.
Dan disaat seterdesak itu, se-nol itu dia pegang uang, si Bapak ini masih mau bantuin orang lain.
Dan, hamba Allah yang satu ini juga, dengan percayanya sama Allah kalau bakal bisa bayar semua itu meski cuma bawa satu bungkus permen yang kosong. 😭😭
And see? Apa yang bapak ini yakinin bener-bener terjadi. Iya, merinding banget. Ngga ada kata kebetulan. Rezeki itu memang semisterius itu. Semua udah Allah tetapkan. Akhirnya si Bapak bisa bawa pulang istri dan anggota keluarga baru si bayi yang sangat menggemaskan itu pulang ke rumah! Hiks~
Selalu merinding, selalu takjub kalau lagi bahas soal rezeki. Selalu berujung nangis sesenggukan, karena cara Allah mengantarkan rezeki itu tuh setidak-bisa-ditebak itu, maa syaa Allah!
Pelajaran yang bisa diambil? Tolonglah orang lain disaat kita bisa menolong mereka. Karena disaat kita berbuat baik kepada orang lain, sebenarnya kita hanya sedang berbuat baik pada diri kita sendiri. Dan perihal rezeki, tugas kita itu bukan mengatur; kapan datang, dijemput dimana—tapi tugas kita itu berikhtiyar. Lakukan apa yang bisa kita lakukan, selagi itu halal, selagi itu thoyyib. Dan satu lagi yang terpenting; jangan berputus asa kepada Allah! :”))
78 notes
·
View notes
Text
Waktu merantau kuliah dan jauh dari Bapak, saya membaca sebuah majalah yang dari halaman awal sampai akhir membahas tentang ayah. Judulnya, ‘Ayah Punya Caranya Sendiri dalam Mencintai Kita.’ Hasilnya bisa ditebak: di sudut kamar asrama, sendirian, saya nangis sesenggukan. Langsung teringat pada Bapak yang sudah lama tak dijumpa—bahkan sekadar ditanya kabarnya. Dalam keadaan pipi masih basah, saya mengetik SMS dan mengirimkannya ke Bapak di kampung halaman. Sekadar bertanya kabar dan menyatakan rindu. Rasanya sangat melegakan. Setiap ingat sama Bapak, sesungguhnya bukan cuma wajahnya yang terbayang. Tetapi juga keteladanannya … serta nasihat-nasihatnya. Barangkali itulah alasan saya menulis ‘Seribu Wajah Ayah’. Dengan membaca buku ini, setidaknya kita punya satu momen dalam hidup, di mana kita mengenang kembali ayah kita. Entah beliau masih sehat atau sudah wafat, sesungguhnya ayah selalu ada: Doa-doanya menjelma aneka kebaikan dalam hidup kita. Kasih sayangnya menjelma tubuh kita yang sehat dan bugar. Kerja keras dan kesabarannya menjadi inspirasi bagi kita dalam menghadapi kerasnya kehidupan. Dan yang paling berharga: didikannya menjelma karakter dan sikap kita dalam memandang dunia. Sebab Rasullah bersabda, “Tidak ada pemberian seorang ayah untuk anaknya yang lebih utama dari pada (pendidikan) tata krama yang baik.” (HR. Imam At-Tirmidzi) *info dari penerbit, novel #SeribuWajahAyah masuk cetakan ke-7. Terima kasih. Semoga bermanfaat, berkesan, dan membawa kehangatan.
107 notes
·
View notes
Text
Kita lelah.
Dunia sangat melelahkan rasanya, jalan-jalannya tak bisa ditebak. Apalagi jalan-jalanya membuat kita rasanya ingin mati karena lelahnya, karena capeknya, kesulitan-kesulitannya. Berteriak juga tidak ada yang peduli.
Bersembunyi juga tidak bisa, pilihannya adalah menjalani dan menyelesaikannya.
Sangat melelahkan, tapi tidak ada pilihan lain.
Merasakan posisi ini?
@menyapamakna1
#tumblr#menyapamakna#menyapa makna#makna#menyapa makna1#menyapamakna1#nasehat#motivasi#renungan#reminder#tulisan tumblr#tulisantumblr#tulisancinta#tulisan cinta#cinta#tulisannasehat#tulisan nasehat#tulisan nasihat#tulisannasihat#tulisanmotivasi#tulisan motivasi#tulisan makna#tulisanmakna#motivasihidup#motivasi hidup#makna hidup#maknahidup#healing#health
64 notes
·
View notes
Text
Hidup yang diperjuangkan.
Ada kesadaran yang perlu selalu dibangun bahwa tiada hari tanpa takdir baik dariNya atas hambaNya. Bahkan di setiap detiknya, Ia mengatur hidup kita dengan sedemikian baiknya.
Jika memang hari ini, hidup terasa lebih sulit dari sebelumnya, atau banyak hal yang tertunda karena ketidakmampuan, maka yakinlah Allah sedang menguji daya tahan kita sebagai hamba.
Di setiap detik, hidup memang seperti misteri yang tak bisa ditebak. Ada saat kita merasa sangat jatuh ke lubang yang dalam, namun siapa sangka jika jatuhnya kita saat itu adalah pilihan terbaik dari yang baik? Karena bisa jadi, akan ada lubang yang lebih menakutkan lagi di depan jika kita belum terbiasa jatuh terlebih dahulu sebelumnya.
Begitulah, cara pandang kita sebagai manusia terhadap ketentuanNya sangatlah terbatas, sangat sedikit, dan sangat tidak sebanding dengan keberadaanNya yang agung. Oleh karenanya, jika satu kegagalan dapat membuat kita bersedih dan berhenti berusaha, maka kita telah gagal memahami cara kerja dunia dan takdir.
Karena nyatanya, takdir yang terjadi adalah sebuah anugerah, terlepas dari baik atau buruknya pandangan kita sebagai manusia. Hanya saja, kadang kita tidak mengerti kebaikan di balik setiap kejadian, karena kita tidak memiliki pengetahuan akan garis takdir. Hanya Allah yang memilikinya.
Pun, seperti halnya misteri, perlu ada perjuangan untuk menguak apa yang ada di baliknya. Jika yang terkuak pertama adalah hal yang tak kita sukai, belum tentu yang kedua akan serupa. Bisa jadi, yang selanjutnya adalah hal indah yang telah menunggu lama untuk dikuak.
Maka, majulah dengan segenap tenaga, dan kuaklah hal indah tersebut. Jangan berhenti karena kesulitan dan kesedihan yang hinggap.
Kita tidak pernah tau bahwa kesulitan tersebut hanyalah anak tangga untuk menuju keindahan, bukan?
Hidup itu, selama masih di dunia, perlu diperjuangkan.
@faramuthiaa
Bogor, 9 Agustus 2023 || 20.01 wib
102 notes
·
View notes
Text
2025
Memasuki 15 menit pertama di 2025. Banyak banget hal yg udh terlewat dan menjadi pelajaran juga pengalaman berharga di 2024, mungkin ga semua bisa tertulis dan terabadikan. Menerima hal yang belum takdirnya, rasa sabar hingga syukur yg gabisa di ceritain satu persatu.
Tentang 2025 yg nantinya akan dilewati, semoga ditahun ini menjadi pribadi yang lebih baik. Aku berharap dari proses yang dilewati hingga tahun 2024, beberapa hasilnya bisa dipetik di 2025.
Tentang umur yg nantinya kian bertambah, tentang cita, cinta, dan orang tua yang kian menua menunggu anaknya menjadi seorang yg lebih baik. Bentar, bentar ya bund satu persatu kita tuntasin. Mungkin emg bukan tahun kemarin, mungkin cita dan cinta itu akan datang di tahun ini. We never know kan??
Semoga yg ditunggu lekas datang, yang di nanti lekas menghampiri. Atau tahun ini masih menjadi proses kehidupan untuk bertemu?
Takdir takdir itu yg memang gabisa ditebak, semoga selalu menerima dengan lapang dada tiap apa yang telah dipilih dan ditakdirkan. Cukup simpan dalam sepi dan senyap karena ga semua orang perlu tau, ga semua orang harus tau, bahkan ga semua orang akan peduli dan mau tau, toh kalo cerita bisa jadi malah ajang adu nasib. Haduuhh
Sekian ovt malam ini hehehe
Welcome 2025 🤗
8 notes
·
View notes
Text
Melepas satu-satu
Waktu SMP, aku dan tiga orang temanku yang lain diberi kesempatan dari sekolah untuk ikut test ujian masuk salah satu SMA favorit yang ada di kotaku, milik pak Habibie. Mengapa di antara ratusan siswa cuman kami berempat yang diberikan kesempatan? Selain karena kuotanya terbatas, kami berempat merupakan siswa-siswi terpintar di sekolah kami. Tiga temanku yang lain langganan juara olimpiade, sedangkan aku sendiri dari kelas satu menjadi pemegang juara 1 umum berturut-turut.
Lalu kenapa gak jadi lanjut?
Biaya.
Meskipun dapat beasiswa, aku pasti akan membutuhkan tambahan uang lain. Itu yang menjadi pertimbanganku. Sedangkan saat itu aku mau berharap ke siapa? Bapakku baru beberapa tahun lalu meninggal, mamaku cuman jualan makanan untuk menghidupi kami, sedangkan dua kakakku yang lain tinggal di rumah tanteku untuk bersekolah.
Lanjut SMA, saat pengumuman kelulusan beberapa waktu lagi diumumkan, saat teman-teman yang lain sudah pada sibuk mengurus berkas untuk melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah, aku dalam hati sudah lama berpikir bahwa aku mungkin gak akan bisa berkuliah. Sejak pengalaman di SMP itu, aku sudah lama berhenti berharap untuk bisa punya pendidikan yang lebih tinggi. Meskipun aku tetap menjadi siswi yang berprestasi di sekolahku.
Mendengar keputusanku untuk tidak berkuliah, banyak guru yang menyayangkan dan memaksaku untuk ikut coba mendaftar SNMPTN. Aku yang merasa tidak enak memilih untuk menurutinya, meskipun dalam hati aku berpikir toh bagaimana pun hasilnya nanti, aku juga akan tetap gak akan memilih berkuliah.
Aku sebenarnya sempat khawatir bagaimana jika aku kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan jika aku gak jadi sarjana. Namun pada akhirnya saat itu aku memilih berpasrah diri juga, ke mana takdir hidup akan membawaku.
Hasilnya bisa ditebak. aku lulus. Di dua universitas berbeda. Guru-guru pada marah karena aku gak melanjutkan kesempatan itu. Beberapa temanku yang lain mengatakan bahwa dengan tidak mengambil kesempatan itu, sama saja aku tidak memanfaatkan dengan baik kesempatan yang seharusnya didapatkan oleh temanku yang lain. Aku mencuri kesempatan siswa lain untuk bisa berkuliah.
Pertanyaannya, siapa yang memaksa aku melakukan semua ini kalau aku sendiri yang kelak akan menjalaninya sudah tahu kalau aku gak akan bisa?
Lulus SMA, aku akhirnya memilih bekerja. Pada satu waktu, seorang kerabat menawarkan kepadaku untuk disekolahkan. Aku bercerita kepada mama soal ini, mama melarang, aku marah dan kami ribut besar. Aku yang semula gak pernah menangis di depan mama saat itu gak bisa menahan untuk tidak terisak.
Aku cuman pengen sekolah. Apa harus sesusah itu?
Meskipun aku juga menyadari apa alasan mama melarangku. Kami cuman tinggal berempat: aku, mama, dan kedua adikku yang masih kecil. Kalau aku gak tinggal di rumah, siapa yang akan menjaga kedua adikku kalau mama pergi bekerja? Dan gak dipungkiri juga, meskipun gaji dari pekerjaanku bekerja di toko milik seorang tetangga gak begitu besar, setidaknya itu bisa meringankan sedikit pengeluaran kami.
Lagi-lagi, beberapa impianku harus kulepaskan satu-satu hanya karena satu kendala: gak punya uang.
Aku suka sekali belajar. Itu juga yang jadi alasan meskipun aku gak lagi bersekolah, aku terbiasa melakukan berbagai cara untuk bisa tetap belajar. Untuk bisa mendapatkan pengetahuan baru. Apalagi di zaman sekarang berbagai ilmu pengetahuan menjadi lebih mudah didapatkan. Semua ada di internet. Bagiku, belajar tidak hanya saat duduk di bangku sekolah. Ya meskipun belajar sendiri tentu berbeda dengan belajar didampingi seorang guru.
Di usiaku saat ini, aku gak bisa hitung udah berapa banyak mimpi dan cita-cita yang dengan hati sakit aku lepas karena aku gak punya sumber daya yang cukup untuk bisa meraihnya. Aku gak tau hal ini akan berlangsung sampai kapan. Yang aku cuman tahu, setiap takdir hidup yang Allah udah tetapkan bagiku pasti akan membawaku pada satu hikmah besar. Karena itu yang aku rasakan setelah beberapa tahun merenung. Sederhananya, aku yang sekarang tidak akan pernah terbentuk tanpa semua yang aku lalui di masa lalu.
Aku gak tahu akan berapa banyak mimpi lagi yang akan kulepas di masa depan nanti. Yang aku harap, jika memang aku harus melepas beberapa hal, aku tidak lagi melakukannya dengan alasan aku tak punya cukup uang.
Aku berharap, kelak, aku bisa punya privilege untuk mendapatkan segala ilmu dan juga pengalaman yang ingin aku ketahui dan jalani, tanpa lagi sempat memikirkan apakah aku punya uang untuk bisa melakukannya.
Kalau kata meme yang pernah aku baca:
Empat sehat lima miliar dan aku gak akan ngeluh lagi ya Allah 😭
Semoga ya?
13 notes
·
View notes
Text
Ini Bukan Soal Tulisan
Ada sesuatu yang akhirnya aku pelajari dengan pengalaman sendiri, tapi bingung bagaimana memberikan umpamanya. Jadi ini mungkin cerita yang paling dekat.
Sejak dulu aku punya kecenderungan untuk mempertahankan apa yang ingin aku tuliskan meski aku tahu itu bukan sesuatu yang ingin orang baca. Aku ngotot isinya harus itu, yang diterima orang harus itu, dan yang orang tahu tentang aku adalah itu. Bisa ditebak, tulisanku nggak dibaca orang.
Karena menulis bukan tempat aku mencari makan, jadi aku cukup idealis. Tapi semakin kesini aku belajar, terlepas ini soal uang atau enggak, ternyata banyak cara menyampaikan apa yang ingin kita sampaikan agar diterima oleh orang banyak tanpa harus menghilangkan nilai yang ingin kita sampaikan.
Semisal, kalau kamu menulis di instagram, kamu bisa kompromi dengan design tanpa harus mengubah isi yang kamu maksud agar orang mau berhenti di postinganmu.
Kadang orang melihat suatu hal bukan hanya satu elemen aja, banyak bagian-bagiannya. Dan ternyata nggak apa-apa kita kompromi untuk satu dua bagian, asalkan maksud dan pesan yang kita sampaikan masih sama nilainya.
Jadi cara-cara inilah yang diajarkan pengalaman. Kita bisa kok idealis tanpa harus kehilangan prinsip demi bisa membaur dengan semua hal yang laku di masyarakat. Kalau isinya ditolak, buat sampulnya diterima.
30 notes
·
View notes
Text
Malam ini mendapatkan hikmah lagi, perihal lingkungan, perihal kawan, perihal rasa dan kepekaan. Diri yang kalut dan terbebani secara pikiran mendapatkan semangatnya untuk bersemangat kembali menghadapi kehidupan. Di pesantren Asy-Syifa bertemu dan berbincang dengan para pengurus yayasan tentang kehidupan mengajarkan mutiara hikmah yang sangat berharga dan sayang untuk tak diabadikan. Setidaknya sebagai pengingat pada diri sendiri. Kedua kalinya setelah pak Ris, aku mendapatkan wejangan tentang rasa.
"Hal yang jarang sekali orang modern pelajari adalah belajar tentang rasa dan menjadi peka." Begitu kata pak Pak Yoyok, ketua yayasan Asy-Syifa, setelah menanyakan riwayat pendidikanku.
"Sebagaimana halnya indra pengecap yang awalnya tak mengenal rasa, lalu dihidangkan dan dikenalkan kepada berbagai jenis minuman didepannya. Ini kopi, hitam, rasanya pahit dari biji kopi yang disangrai lalu dihaluskan. Ini teh, rasanya manis dari daun pucuk teh yang dikeringkan. Ini susu, ini jamu dan seterusnya. Suatu hari matanya ditutup, lalu diberilah minuman-minuman untuk dicicipi dan ditebak jenis munuman apa. Maka seharusnya ia dapat menebak dan membedakan satu minuman dan minuman lainnya.
Demikian pula dengan seorang chef atau koki, ahli rasa yang bisa meracik dan memadukan rasa dalam masakannya. Seorang yang mengasah kepekaan rasa pada hatinya, akan dapat sepenuhnya menghargai berbagai macam rasa yang disajikan pada manusia, menikmati berbagai rasa pada kehidupan yang diatur dan ditakdirkan Tuhannya. Bahwa segala jenis hidangan dapat dinikmati dengan cara yang berbeda, suka ataupun duka adalah hidangan kehidupan yang penuh rasa dan warna. Terima dan nikmatilah hidangan terbaik yang benar-benar sempurna dari ramuan kasih Tuhan pada kita. Korbankan segalanya untuk mendapatkan hidangan terbaik-Nya, jangan lupa bayar lunas dan kontan juga hidangan itu dengan cinta" lanjut pak Yoyok
14 notes
·
View notes
Text
Halo, diriku, yang jarang dikasih apresiasi sama diri sendiri. Kadang kalo ngasih effort ke orang lain tuh effortless banget, tapi giliran ke diri sendiri malah banyak mikir.
Halo diriku, yang jarang dikasih perasaan cinta sama diri sendiri. Tapi giliran mencintai orang yang salah, cintanya gak main-main sampe ngerasain level patah hati yang bikin aku bener-bener butuh asupan dopamin.
Halo diriku, yang seringkali diem-diem nangis di pojokan sambil dengerin lagu dari spotify yang gak premium.
Halo diriku, yang seringkali mikir ribuan kali buat ngambil keputusan. Dan kadang malah dibikin nangis sama keputusan yang udah diambil, tapi gak pernah sampe nyalahin diri sendiri juga, sih. Tapi kadang juga iya, hehe.
Halo diriku, yang kadang haus motivasi untuk ngerjain suatu hal. Tapi pada akhirnya, hal-hal itu baru beres saat mepet ke deadline.
Halo diriku, yang kerjaannya ngeluh bahkan kadang sampe bikin story-story aneh dan bilang sama diri sendiri, "Apaan, sih, bikin story kayak gitu? Alay, norak, lagian bukan kamu aja yang pernah di posisi kayak gitu, berlebihan banget, deh, rasanya,"
Halo diriku, yang kadang bisa ketawa sama hal-hal receh. Kadang juga bisa nangis karena hal sepele. Yaaa, perasaan emang sulit ditebak.
Halo diriku, terimakasih udah bertahan sejauh ini. Terimakasih sudah menikmati setiap hal yang datang. Terimakasih sudah menerima semua hal dengan cukup baik, walau kadang banyak hal yang bikin kamu nangis dan ngerasa kecewa berat, tapi kamu hebat. Makasih, ya. Love U my self. Lov U to.
16 notes
·
View notes
Text
30 Menit keberkahan
Aku pernah menghadirkan satu sesi khusus untuk membedah diri suatu hari. Membaca diriku dari dahulu demi menjawab soal, bagaimanakah cara seorang Fatimah dahulunya berteman?
Sebabnya awal masuk kampus, aku cultureshock, kenapa aku tidak punya teman dari kelas ya.
Sebenarnya banyak faktor pencetusnya, namun satu point akan kita garis bawahi bersama, ialah sebuah jawaban sohib rumah quran-ku saat dulu kutanya pendapatnya, 'kamu tuh Im, di kelas sama di rumah kita, beda banget loh. cobalah jajan dan nongkrong kalo istirahat, jangan di kursi terus!'
haha iya juga, tapi sulit sih nego di ranah itu. Maka aku memilih untuk mencukupi diri tetap batu pada idealismeku dan mengikhtiarkan teman dari aktivitas luar kelas saja.
Namun, Dia ternyata memang tahu resahku tak kunjung padam meski ditimbun berkali-kali. Hingga Dia Yang Maha Penyayang itu, hadiahkan aku satu solusi paripurna, si Mbak namanya!
Tiap pagi ia akan berdiri di samping warung madura pertigaan, dengan quran di tangannya atau buku hadits hijau, sekalian untuk kipas-kipas. Di sekelilingnya seperti biasa, bertengger banyak kucing lucu yang ia namai macam-macam.
Lalu, 30 menit menuju kampus yang akan menjadi sesi berkah itu, dimulai.
Lewat si Mbak, hari-hari kelasku mulai berwarna. Perjalanan pulang-pergi jadi ada aja ceritanya. Bahkan sesimpel mendengarnya ngoceh tentang 'serba-serbi halaqoh quran', "Maaf loh aku telat pagi ini, itu si muridku tuh ya,...."
Sesi berkah tak jarang isinya lebih bermartabat juga, bukan sekadar diskusi tentang, 'bapak tukang parkir di pertigaan shiftnya berapa kali ganti ya?' kadang, ia pula isinya serupa murojaah ayat, atau kejar target hapalan hadits, atau bahkan teriak-teriak mempersiapkan ujian (maklum lah, kami sama-sama masih magang dalam time management, haha). Untungnya, Allah menghadirkan Mbak dengan suara menggelegar, jalanan jakarta saja tak sanggup melawannya.
Sesi 30 menit ini, memanglah berkah.
si Mbak yang di kelas memang pentolan pwol, mulai menyenggolku untuk nimbrung tongkrongan miliknya. Bila dahulunya orang tak akan menyapa demi melihatku yang sibuk sendiri. Mbak, tanpa ragu akan berani mengganggu. Termasuk, menghimpun orang agar menjadi berani mengikuti langkahnya, "itu si Fatimah tepokin aja pundaknya, emang lagi pake hedset tuh orangnya!"
Satu hal yang paling menyamankan dari hubungan dengan si Mbak, ia tak pernah memaksa. Dia sangat tahu kapan harus tidak bertanya atas sesuatu. Dia pula tak akan memaksaku bercerita tentang akhir pekanku yang berbeda, atau juga tak banyak komentar bila melihat muka tak manusiawiku di pagi hari, paling ia hanya akan menyapa, "waduh, mata e, entar kita tidur di kelas saja ya nak hihi"
Hebatnya lagi si Mbak, baru beberapa bulan di sini dia sudah hapal semua pedagang. Setiap hari, ada saja review terbarunya tentang pedagang pecel di ujung jalan, atau bakso malang di gang sebelah. Oiya, berarti inilah one case Mbak berani memaksaku, "Mba Fat, aku maunya ditemenin makan bakso loh ya! Ga lama kok janji, deket kampus inii ajaa!"
Bacotan 'healthy' ku jadi tak bernilai dihadapannya. Bila pun kuprotes, ia hanya menyindir sambil tergelak, "nah, abisin aja dulu baksonya. abistu, kamu solat tobat aja ya," aku tertawa, dan makan, haha.
Alhamdulillah. Hari-hari bersama si Mbak, menarik sekali. Memiliki rekan perjalanan secocok ini, sungguh menyenangkan! Kenapa tak sejak awal ya aku mencari teman di perjalanan? Kenapa tak sedari dahulu aku menyadari ada anak kelas yang senyambung ini denganku?
Dan again, Dia memang paling elok menghadir solusi. Paling apik mempersatu manusia-manusia se-candaan, se-obrolan, sevisi. Tanpa perlu kita seleksi sendiri, alhamdulillah.
Mari menutup kisah si Mba yang masih sangat jauh dari titik, dengan ayat ini,
فَمَا ظَنُّكُم بِرَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
Maka apakah prasangkamu terhadap Tuhan semesta alam?
Fatimah, langkah-langkahmu itu, variabelnya memang tak bisa ditebak. Belum selesai kau hitung variabel internal, dihadapkan lagi variabel eksternal. Ditambah pula kemanusiaanmu, yang naik turunnya suka di luar nalar. Semakin dihitung-hitung, semua hasil yang tampak, semakin tak memuaskan.
Kamu pula kan, yang pada titik ini suka merenung, manusia di luar sana yang tak kenal Dia, bagaimana bisa tetap waras ya?
Maka sebelum kamu tak waras, tiba waktunya kamu sadar adanya ayat ini. Bahwa tugas kita, hanya mengupayakan percaya pada-Nya, saja. pada janji-Nya, saja. Bahwa, Dialah Yang Maha Kuasa dan Dialah Yang tiada pernah Zhalim pada hamba-Nya. Percayalah itu.
ya, pede aja si Fat, tetap kita kirimkan saja formula keras-kepala yang kita mau itu. Kalo memang ternyata baik, dan Dia ridho, pasti di acc kan? wkwk. percayalah pada-Nya, Fatimah.
Semoga Allah mampukan aku untuk selalu husnuzhon sama Dia <3
-----------------------------------
Ini ayat yang hari kamis lalu membuat mataku bengkak sejak pagi hari. Salahkan duktur, siapa suruh syarhnya sebagus itu. Anw, kapan-kapan kukisahkan khusus tentang ayat indah ini.
Oiya, si Mbak tadi berpisah dengan tangisan. Aku belum tahu kenapa. Sepanjang perjalanan si Mbak juga diam saja, merespon singkat dan matanya tak bersemangat. Kutawarkan cimol dan cilok, dia menggeleng. Memang pertanda buruk sih. Tapi, yasudahlah, kita tunggu saja.
Mari doakan bersama, besok senin, si Mbak sudah Allah tenangkan!
7 notes
·
View notes
Text
Salam Kenal, Aku Ifa
Tulisan ini dibuat, untuk seseorang yang secara terang-terangan berkenan untuk mengenal Ifa.
Sebagian besar mengenal Ifa dari komunitas dan organisasi, tempat yang mengharuskan Ifa untuk bekerja dan berpikir, menyelesaikan masalah dan berinovasi. Mengambil keputusan, menjadi kakak, memberikan jawaban, mengafirmasi banyak hal, dan optimis; dengan itu orang mengenal Ifa sebagai "Mba Ifa". Sebagian lain, mengenal Ifa dari kejauhan. Melihat Ifa berkomunikasi, melihat Ifa tertawa, melihat Ifa berjalan, duduk, berdiri, dan sedikit berinteraksi; yang dengan ini kemudian orang bilang "Ifa orangnya A, B, dan C".
Sebagian lain, aku beruntung karena Allah kirimkan mereka ke dalam hidup ku. Orang-orang yang sesekali pasti menjadi tempat menumpahkan air mata, kesel, tantrum, ketawa, random, serius, mencari jawaban, dan tempat mengadu; orang-orang yang tidak segan memberi masukan atas apa yang dilakukan Ifa –yang mereka suka bilang "Iya, aku tau Ifa orangnya kaya gimana, dan sebaiknya Ifa gimana".
Hari ini, masing-masing tengah membangun kehidupannya. Sesekali bertukar cerita, beberapa bisa ditebak dengan melihat update kehidupannya di media sosial.
Kepada masing-masing orang ini, aku dengan sadar ingin mengucapkan: terimakasih sudah jadi bagian dari cerita hidupnya Ifa.
Lalu kepada kamu, orang-orang di waktu dan kesempatan yang singkat, yang kemudian berkenan untuk mengenal Ifa lebih jauh: salam kenal ya, ini aku, Ifa.
Bogor yang sudah hujan, 24 September 2024 ❤️🩹
*dalam rangka baru menyadari, bahwa diantara 4 Johari Windows itu ada satu bagian yang namanya 'unknown', dan karena unknown, kita juga gatau kan kapan si unknown ini keluar. makasi udah menerima sisi unknown yang kadang Ifa juga baru tau kalo punya sisi itu!
10 notes
·
View notes
Text
Perasaan duka itu terkadang tidak bisa ditebak datangnya kapan, usainya di waktu kapan. Bukan karena sempitnya perasaan ikhlas, tetapi perasaan kehilangan itu masih diusahakan untuk dikendalikan.
- 2 Juli 2024
8 notes
·
View notes
Text
Menjelang malam, bersama dengan tatap kosong pada langit-langit kamar. Berbicara tentang dunia bekerja seperti semestinya. Pertanyaan-pertanyaan dalam kepala seperti hilang arah dan tidak menemui sebuah jawaban.
"Bagaimana jika pada akhirnya, aku tidak menjadi apa-apa?" "Bagaimana jika pada akhirnya harapan tetap menjadi harapan?"
Dunia semakin hari semakin keterlaluan. Pada manusia-manusia yang punya banyak karakter yang kadang sulit ditebak jalan pikirnya. Karenanya terkadang terlalu takut untuk melangkah, dan pada akhirnya diam ditempat.
Aku juga tidak tahu seperti apa kehidupanku selanjutnya. Bagaimana caraku mengusahakan tentang hari ini masih cukup kurang. Katanya yang bukan jalanku tidak akan menemuiku. Kenyataanya aku masih menemui jalan buntu.
Aku adalah satu-satunya harapan, yang kerap kali menemui ujung sebuah hal yang mengecewakan. Padahal raga yang ingin tumbang ini mati-matian berharap, agar tidak gila di usia muda. Pada bahu ini, orang tuaku bersandar meski tahu anaknya tetap menemui gagal. Pada diri ini juga, aku menaruh harapan besar, agar semua mimpi benar-benar menemui sebuah titik terang. Aku juga berharap, agar tetap bertahan dan tetap diberi waras saat dunia sedang gila-gilanya menjajah.
10 notes
·
View notes
Text
Enjoy your process, sembunyikan rencanamu. Perempuan yang tenang adalah perempuan yang tidak bisa ditebak tindakannya 🧘🏻♀️
Enterpreneur Hub Yogyakarta II, Grow and Sustain , 26-27 April 2024
#senjabercerita#jejaksemesta#goresanpena#journal#my writing#tentangrasa#writing#writers on tumblr#be myself#self improvement
12 notes
·
View notes
Text
Perbandingan sikap antara Hewan dan Manusia
Dari Yunus bin Abdil A'la berkata: Aku mendengar Imam Syafi'i berkata:
"Mengatur manusia itu lebih susah daripada mengatur hewan (2)"
Aqidah Al Imam As Syafi'i (hal.100)
Hewan itu lebih jujur sikapnya; tidak ada kemunafikan, tidak ada yang disembunyikan dalam dirinya. Sedangkan manusia itu sulit ditebak, sulit dinilai kejujuran dalam sikapnya.. apa yang ditampakkan berbeda dengan apa yang dipendam dalam hatinya, entah itu makar ataupun kemunafikan.
Faedah Kajian Ustadz Abdurrahman Thoyyib hafidzahullah - Aqidah Imam Syafi'i (43)
15 notes
·
View notes