#camper amerika
Explore tagged Tumblr posts
Text
Camperen in de VS.
Steeds meer mensen brengen hun vakantie door in de VS. Natuurlijk een hele mooie reis door het land met ongekende mogelijkheden. Van de iconische skyline van New York City tot de adembenemende natuurparken zoals Yellowstone en de Grand Canyon, de VS biedt een ongeëvenaarde diversiteit aan landschappen en culturele ervaringen. Ontdek meer over dit fascinerende land op onze uitgebreide pagina…
0 notes
Text
Former Camper
🫧 Lark Emryson (23 years)
🫧 Wasn’t supposed to be there
🫧 Da Lark außerhalb des Camps keinerlei Verwandte besitzt galt Mr. D lange Zeit als ihr Vormund und “Onkel der sich ihrer angenommen hat”. Aber irgendwie musste den Behörden erklärt werden, wieso ein 7 Jähriges Mädchen vom anderen Ende von Amerika plötzlich in New York in einem Sommer Camp leben sollte.
🫧 Sie hatte nach ihrem High School Abschluss eine kurze Zeit als Camp Counselor gearbeitet gehabt. Zumindest solange bis vor 4 Jahren ihre Sachen gepackt hat und von heute auf morgen nach Frankreich ausgewandert ist. Seitdem hatte sie sich bis heute nicht mehr im Camp blicken lassen
🫧 In ihrer Kindheit und Jugend hatte Lark die meiste Zeit in der Hephaistos oder Hermes Hütte verbracht. Grund dafür war, dass sie nicht sehr gut mit den meisten ihrer Geschwister klar gekommen ist und es gab nur wenige von diesen, welche Lark nicht als kompletten weirdo angesehen hatten.
D&D Wordl: Harengon Artificer (Battle Smith)
13 notes
·
View notes
Text
Neues Starlink könnte alles verändern!
Nicht erst seit unserem Italien Urlaub wissen wir um die Vorteile von Starlink Satelliten Internet. Jetzt könnte es aber noch interessanter werden...
Bereits erste Berichte aus Nordamerika zeigen das neue Starlink Mini. Etwa halb so groß, wie die Empfangseinheit der 2. Generation, welche wir aktuell einsetzen, soll es zwar nicht die Bandbreiten erreichen können, wie die aktuellen Systeme. Dennoch dürften die derzeit im Raum stehenden ca. 100 MBit/s uns und vielen anderen völlig ausreichen.
Eine Umrüstung für den Einsatz in einem Camper oder Wohnmobil oder auch Maritim auf 12 V entfällt damit aber. Auch der Router, welcher gerade den hochen Strom-/Leistungsbedarf hat entfällt hier und wurde direkt in die Empfangseinheit integriert. Mit ca. 25-40 Watt steht es in den Spezifikationen und könnte somit auch mit unserem kleinen Jackery 240 versorgt werden.
Ebenfalls integriert ist ein LAN Anschluss und WLAN. Der bisher benötigte Adapter zum Anschluss eines LAN Kabels entfällt damit ebenfalls. In Amerika erhalten Bestandskunden derzeit schon eine Informations-/Einladungs E-Mail zum neuen Starlink Mini. So könnte es auch in den kommenden Monaten bei uns in Deutschland sein. Allerdings kündigt Starlink eine begrenzte Anzahl von Starlink Minis in Regionen mit allgemein hoher Starlink Nutzung an.
Ferner soll Starlink Mini in der Anschaffung fasst doppelt so teuer sein und im monatlichen Tarif dafür günstiger. Die Mehrkosten wären aber schnell raus, wenn man dafür kein Umrüst-Kit auf 12 V mehr anschaffen muss. Zudem kann der Mini auch während der Fahrt genutzt werden indem man ihn einfach auf das Amaturenbrett unter der Frontscheibe legt, wie in einem Testvideo auf YouTube zu sehen.
Schauen wir also mal. Es bleibt spannend.
0 notes
Photo
Camping in USA bedeutet meistens groß und weit 😅 Kleine Camper sind eher die Ausnahme und oft Oldtimer. Wie sieht es mit Euch aus? Schon mal in Amerika auf Roadtrip gewesen, oder würde es Euch reizen? 🚐🇺🇸😎 . [Werbung] für das Leben und Campen in all seinen Formen. . #roadtrip #camping #campingusa #bulli #ontheroad #homeiswhereyouparkit #campingtrailer #campingtrip #usacamping #rv (hier: United States) https://www.instagram.com/p/CnJXstbOdMZ/?igshid=NGJjMDIxMWI=
#roadtrip#camping#campingusa#bulli#ontheroad#homeiswhereyouparkit#campingtrailer#campingtrip#usacamping#rv
0 notes
Text
De Patagonia is de overal-camper
De Patagonia is de overal-camper
https://topgear.nl/autonieuws/patagonia-brengt-je-overal-heen/
0 notes
Text
#8 Writing Challenge: The power of music
“Music is emotional, and so our listening often signals something deeply personal and private,” Pelly (2019) said.
It’s pretty true. It is like a natural antidote.
Artikel yang aku ulas untuk Antropologi Teknologi minggu ketiga yang berjudul “Big Mood Machine” sedikit banyak menginspirasi writing challenge ke #8 ini. Terimakasih Mas Indy, dosen terbaik sepanjang masa.
Buat seorang ‘nabiladinta’ the power of music ini sungguh nyata. Masa-masa merasakan pahit kelam manisnya hidup, musik beneran bisa jadi teman perjalanan yang jujur tanpa banyak protes dan menghujat. Musik seolah-olah mengerti, kalau ‘saling mendengarkan’ itu sesuatu yang seharusnya terjadi tanpa tedeng alih-alih. Jadi teman perjalanan paling setia selain motor di sela-sela malam dingin nan panjang di penghujung hari sembari ber-monolog ria di jalanan,
Musik sangat personal dan privat. Kalau boleh aku bilang, kita bisa secara cepat menciptakan private space meskipun di tengah kerumunan, sesederhana kita pasang earphone ke telinga. Dan hanya seolah-olah dunia berputar antara dirimu dan musik yang kamu putar dari playlist-mu. Lagu-lagu kesukaanmu, lagu-lagu yang menjadi sentilan pertama untuk diajak bersama melintas memori mungkin atau barangkali sekedar boosting-mood.
It’s powerful.
Lagu-lagu tertentu secara otomatis melemparkan kita semua ke momen-momen yang mungkin udah nggak pernah singgah tapi keinget lagi sengaja atau nggak sengaja dengerin ini. Atau misal lagi kangen-kangennya sama seseorang, kalau aku, bisa gila dengerin lagunya sampai berkali-kali dalam jangkauan hari yang nggak sedikit. Sampai sengaja aku buat playlist di spotify. Saking kangennya.
“……each of these “moments” there is an animated trajectory of a typical ‘emotional journey’…..”
Lintasan animasi dan tipikal perjalanan emosi ini mengobrak-abrik imajinasi dan perasaan, mengetuk tanpa permisi. Untuk aku, ada beberapa momen yang amat sangat membekas dan sampai tua aku nggak akan pernah lupa sama lagu ini. Never.
Pertama, photograph – Ed Sheeran.
Nabila nggak akan pernah bosen, lagu ini menandakan salah satu momen besar di hidup seorang ‘aku’. Momen-momen semasa menjalani Indonesia-United States Youth Leadership Program. Rasanya sesak. Pertemuan sama temen-temen Amerika mungkin sulit diulang lagi, nyatanya sampai sekarang cuma satu yang masih bisa aku temui. Sisanya nihil, aku ucapkan di rentetan doa-doa panjang setiap harinya. End song ini sungguh cantik dan manis.
Kedua, dua lagu dalam satu paket.
Take me home country roads and Ryhmes and Reasons – John Denver
Bisa-bisa aku nangis semalaman, menggusar pikiran dan mengacak-acak hati seakan-akan dunia berhenti dan jahat. Malam terakhir tidur di rumah Italia. Lagu yag tadinya baik, jadi jahat seketika waktu aku harus balik ke negara sendiri. Kedua lagu ini selalu menemani hari-hari aku dan Mama Papa di rumah, di sela-sela makan siang dan mempersiapkan makan malam. Meskipun Papa sama sekali nggak bisa bahasa inggris, tapi John Denver jadi salah satu penyanyi favorit Papa Aurelio De Pellegrini. Juga jadi teman perjalanan yang aku putar berkali-kali di camper van sewaktu keliling Italia tengah sampai selatan selama 9 hari bareng mereka.
Take me home country roads, menyiratkan cerita lebih. Naasnya aku baru sadar di Italia. Lagu ini betul-betul tersurat menceritakan Blue Ridge Mountains dan Shenandoah River di West Virginia. Dua tempat yang memberikan ‘ruang’ sewaktu ke Amerika dulu. Tempat aku dan teman-teman berefleksi bareng sepasang suku Indian dan hidup tanpa teknologi di salah satu vila di pegunungan Shenandoah, bukan main-main kita juga tubbing di sungai jernih Shenandoah.
Country roads, take me home To the place I belong West Virginia, mountain mama Take me home, country roads All my memories gather 'round her
Please, bring all those memories back :(((
Ketiga, finchè la barca va – Orietta Berti
Aku bisa gila selama tiga hari, putar lagu ini berkali-kali sepulang dari kota cantik Siena. Lagu ini berkenalan sama aku atas sebuah ketidak sengajaan. Di Siena yang cantik, tepat di piazza nya ada sekolompok grup musik jalanan Italia yang secara nggak sengaja pula ada sepasang nona dan tuan manis yang lagi foto pre-wedding. Sebagai sebuah hadiah, grup musik ini nyanyiin lagu romantis finchè la barca va dan spontan semua orang yang ada di sekelilingnya joget, pasangan nona tuan tadi dansa dibalut gaun putih yang anggun dan jas hitam pengantin yang elegan.
Di tempat itu juga, atas sebuah restu semesta tanpa rencana aku dan Akbar ketemu Zikrina dan host family-nya. Bisa-bisanya setelah setengah bumi berevolusi terpisah. Exchange year is full of surprises you know!
Music helps us make a connection with others. Music can be a tool for coping and healing during difficult times. Music allows us to evaluate difficult emotions. Soothing, enjoyable music is a natural antidote to the restlessness and exhaustion that accompany frustrating circumstances.
Musik itu soal selera dan rasa, bukan soal kamu keren atau gaul, karena lagi-lagi ini soal rasa. Biarkan siapapun mendengarkan apapun. You do you, ini playlist-ku nabiladinta on spotify. Barangkali kapan-kapan kita bisa ngobrol dan berbagi playlist kesukaan. It's a memory <3
enjoy your natural antidote,
nabiladinta. Yogyakarta, 9-10 Oktober 2020
5 notes
·
View notes
Photo
Ein Roadtrip durch Deutschland, der sich gelohnt hat.
Ich muss zugeben, ich war sehr skeptisch, als es an die Planung ging. Durch Deutschland reisen klang für mich erstmal wenig aufregend. Die letzten Jahre ging es nunmal nach Amerika, ich war auf Kuba, Inselhopping in Thailand, Neuseeland, Australien und jetzt Deutschland?! Zu wenig Abenteuer. Dachte ich! Dann ging es los. Mit dem Campervan in die sächsische Schweiz, Bayern stand auf dem Plan und ein paar Städte, die ich schon immer mal besuchen wollte. Ein kleines Durcheinander, welches es in Sich hatte. Es hatte was, einfach mal alle Orte in dem eigenen Land zu sehen, die einen schon immer interessiert haben. “Deutschland kann man sich ja immer noch anschauen”, dachte ich. Am liebsten zog es mich weit weit weg. Da Dies in diesem Jahr schwierig war, blieb nur noch Deutschland. Ich bin begeistert und leicht verliebt. In das eigene Land. Verrückt. Hätte mir das letztes Jahr Jemand gesagt, hätte ich Ihn ausgelacht :D Wir haben ein unfassbares Glück mit dem Wetter gehabt, das Abenteuer haben wir uns selbst gemacht, indem wir im Camper geschlafen haben - oft irgendwo am Straßenrand und Spaß hatten wir, an jedem einzelnen Tag. Die Dialekte haben uns den Rest gegeben :D So haben wir uns trotz bekannter Sprache regelmäßig gefragt, was unser Gegenüber gesagt hat ;-) Spannend, sag’ ich euch. Wenn Ihr also darüber nachdenkt Urlaub in Deutschland zu machen.. auf geht’s! Lasst euch treiben und schaut euch all die schönen Ecken an, die es zu entdecken gibt. Diese schönen Ecken, die direkt vor unserer Haustüre zu finden sind <3
2 notes
·
View notes
Text
14
Nach der unangenehmen Frage hatte Eunsook in größter Bemühung Musik angemacht, was Yunhee zu schätzen wusste. Die Jüngere war nicht unbedingt diejenige, die sowas tat, aber nun spielte eine ihrer eigens kreierten Party Playlisten und die Stimmung wurde wieder ausgelassener.
Eunsook allerdings bemerkte, dass Yunhee etwas neben der Spur war. Ihr Schweigen war nicht das zufriedene Schweigen, das sie sonst schwieg; es lag der dunkle Schatten der Vergangenheit darüber. Immer, wenn ihre Augen etwas zu glasig wurden, stieß Eunsook ihr Knie unter dem Tisch an Yunhee’s und machte etwas besonders Albernes.
Yonngi, der zwischen Yunhee und Jeongguk saß, bekam sowohl das mit als auch den weggetretenen Gesichtsausdruck des Jüngsten. Immer wieder wurden seine großen Augen noch größer, die knisternden Scheite aus dem Feuerkorb spiegelten sich in den schwarzen Iriden oder er ließ den Blick gedankenverloren über die glatte, schwarze Oberfläche des Sees schweifen.
Bis Yangwha Bride von Zion.T spielte und er irritiert blinzelnd zu Taehyung und Jimin hochsah, die sich erhoben hatten und theatralisch mitsangen. Eunsook und Hoseok kriegten sich kaum noch ein, Seokjin schüttelte giggelnd den Kopf und auch Namjoon presste eine Hand auf die Brust und sang äußerst laut und schief mit, wobei er die Augen fest zusammengepresst hatte und albernd mit dem Kopf ruckte.
“Noona, sing mit: EOMMA, APPA - DU NUNAAAA!”, krähte Jimin mit hoher Stimme, Taehyung war dazu übergangen in seiner tiefsten Bassstimme zu harmonisieren. Wenn man bei ihrem Gegröle von Harmonie sprechen konnte. Jeongguk sprang ebenfalls auf und presste die Finger auf sein rechtes Ohr, als habe er einen Knopf im Ohr, und glitt in der Oktave noch höher als Jimin.
“HAENGBOKHAJAAA?! Uri… HAENGBOKHAJAHAAA~”, sangen die drei Jüngsten schief, Eunsook klammerte sich an Yunhee und Hoseok vor Lachen, ihr Kopf war ebenso rot wie die der Sänger und sie hatte Tränen in den Augen. Hoseok klatsche so doll in die Hände, dass Seokjin sich lautstark wunderte, wann sie wohl abfallen würden. Und mit einem breiten Grinsen stieg auch Yunhee ein; sie hob die Arme und ihr Bier schwappte bedrohlich in dem Glas, als sie sie hin und her wiegte.
“Ooooh, die Noona kann singen?!”, rief Hoseok begeistert aus und Yunhee schüttelte abwehrend die Hand, als er so tat, als hielt er ihr ein Mikrofon hin.
“Yah Kim Eunsook, hör auf zu kichern und sing die koreanische Nationalhymne mit!”, schimpfte Seokjin, sein albernes Kopfgerucke und die bedrohlich aufgerissenen Augen ließen Jimin kichernd innehalten; er hing sich mit seinem ganzen Gewicht auf den Ältesten.
Eunsook hielt sich die Nase zu und schnarrte übertrieben nasal: “Apeuji malgo, apeuji malgooo~” doch Namjoon schnalzte mit der Zunge und wedelte mit der Hand: “Yah, Kim Eunsook! Mach dich doch nicht über unser national treasure lustig-” “-näschionäl trähschur!”, äffte Eunsook ihn sofort nach und zog eine Fratze, sodass Hoseok und Seokjin erneut in Gelächter ausbrachen.
Nach dieser Gesangseinlage folgten noch einige weitere und sie alle mussten feststellen, dass sie tatsächlich Spaß hatten. Die Jungs tauschten Insider aus, was dazu führte, dass sie die Mädchen in wahllose Anekdoten einweihten. In Eunsook’s Playlist waren auch viele englisch-sprachige Songs und die Mädchen - größtenteils Eunsook - sinnierte über ihre Zeit in Amerika und die Unterschiede zu Korea. Es war das erste Mal, dass sie so offen und ohne den Nächsten zu verurteilen, sprechen konnten und die gemeinsame Zeit genossen.
Als sich der Mond bereits satt und voll im schwarzen Wasser spiegelte und die Luft zunehmend frischer wurde, verabschiedeten sich Taehyung, Hoseok und Namjoon. Yoongi und Seokjin waren noch in ein Gespräch übers Angeln vertieft, das Seokjin größtenteils alleine führte. Yoongi’s Augen fielen immer wieder zu, er sa�� eingemummelt mit einer Decke über den Beinen nahe beim Feuerkorb und sah dabei wie ein Großväterchen aus. Eunsook stieß Yunhee kichernd mit der Elle an und zeigte auf den entspannten Kiefer des Zweitältesten.
“...und deswegen bin ich mir unsicher, welchen Köder ich nehmen soll. Was, wenn es hier keine Barsche gibt- AISH, PARK JIMIN?!”, bellte Seokjin zum Ende hin mit knallrotem Kopf und griff den Baseball, der in seinem Schoß gelandet ar, um ihn mit voller Wucht nur wenige Meter weiter auf den Boden zu pfeffern.
“Spielt gefälligst morgen! Man sieht doch kaum was und ihr seid sturzbetrunken”, meckerte er hektisch blinzelnd; sein besorgter Blick galt dem Zelt hinter ihnen, in dem er schlafen wollte. “WIR SIN’ DOCH NICH’ BETRUNKEN, HYUNGIEEEE~”, brüllte Park Jimin lachend und versuchte im Rennen, den Ball aufzuheben. Er verfehlte weit und stolperte stattdessen ins Gras, rollte sich mehrmals und machte dann eine Rückwärtsrolle, um aufzustehen. Stand strauchelnd mitten auf dem Rasen und sah sich mit großen Augen und roten Wangen um, bevor er aufmüpfig die Fäuste hoch.
“YAH! Wer war das?!”
Jeongguk, der drei Meter weiter stand, kriegte sich nicht mehr ein und hielt sich die Seiten vor Lachen. Die Mädchen sahen sich an und verdrehten die Augen, Yoongi erhob sich schmatzend. “Oke oke, ich bin fertig hier. ‘s war gut gewesen, aber man soll geh’n, wenn’s am Schönsten ist”, verabschiedete er sich für die Nacht und hob sein Glas, bevor er es ohne zu schlucken leerte und zu seinem Camper schlurfte. Dabei wich er gekonnt Jimin aus, der mit weit offenen Armen wie ein stark eingeschränkter Vogel auf ihn zusteuerte. Jeongguk musste so sehr lachen, dass er rittlings ins Gras plumpste.
“Ich glaub’s jetzt nicht- lasst ihr mich alleine hier mit den Irren?” Als Seokjin sie das fragte, steuerte Tiefflieger Park Jimin von den Drunken Airlines schnurstracks aufs Bootshaus zu. Jeongguk hörte augenblicklich auf zu lachen und rappelte sich auf, fluchte leise und sprintete Jimin hinterher. Zwar war er schnell, aber auch er hatte offensichtlich leichte Probleme mit der Balance.
Eunsook und Seokjin sahen Yunhee an, die tiefer in ihren Stuhl gerutscht war und desinteressiert ihren letzten Shot leerte.
Das Feuer knisterte. Drüben beim Bootshaus knallte eine Tür, dann hörte man Gerümpel und Jeongguk’s weinerliches Fluchen und Jimin’s Gekicher. Eunsook’s Gesichtsausdruck ließ Seokjin losprusten, er deutete in die Dunkelheit.
“Yunhee-ah, nichts für Ungut, aber mit einem betrunkenen Jiminie ist nicht zu spaßen. Ich hoffe, du hast nichts Zerbrechliches in deinem Zimmer-” “-fein!”, knurrte Yunhee und erhob sich langsam. Ui, sie hatte vergessen, dass man immer erst beim Aufstehen merkte, wie viel man wirklich getrunken hatte. Es war auf jeden Fall genug. So unauffällig wie möglich steckte sie ihr Handy in die Hoodietasche, winkte Eunsook über die Schulter zu und schlappte dann ebenfalls runter zum Bootshaus.
Auf dem Steg kam ihr Jimin entgegen, er hatte ein ramponiertes Moskitonetz über die Schulter gehoben, seine in schummrigen Licht der Außenbeleuchtung leicht wahnsinnig wirkenden Augen fanden Yunhee.
“Ahh, Noona! Du und Jeonggukie im Bootshaus, mh? Wie romantisch”, schloss er mit zusammengebissenen Kiefern grinsend und wirkte dabei sehr passiv-aggressiv.
“Hyung! Aish, Hyung, lass das hier-”, jammerte Jeongguk, der gegen den Türrahmen der Außentür stolperte und wie erstarrt stehen blieb, als er Yunhee sah. Sie sah mit gehobenen Brauen langsam blizelnd Jimin hinterher, der das Netz am Anfang des Stegs liegen ließ und dann lachend in der Dunkelheit verschwand. Sie hörten ein dumpfes Geräusch, dann Stille.
“J-Jimin?”, rief Yunhee vorsichtig. Ein schmerzerfülltes Stöhnen antwortete ihnen, dann schleifende Schritte, die sich entfernten und Jimin’s leise Stimme, er stieß ein paar hässliche Flüche aus. Yunhee drehte sich mit alarmiertem Gesicht zu Jeongguk um, der eine Hand oben an den Türrahmen gelehnt hatte und sich halb nach draußen hing. Seine vor einem Jahr noch schmalere, kleinere Figur war nun eine riesige Form in dem nicht unbedingt schmalen und kleinen Rahmen und Yunhee schluckte beim Anblick seines Halses, der durch den weiten, runden Ausschnitt seines Longsleeves sehr ersichtlich war.
“Keine Sorge, Noona, dem geht’s gut…”, murmelte Jeongguk und seufzte schwer, schwankte einige Sekunden leicht vor und zurück. Dann legte er den Kopf in den Nacken und strich sich die langen Strähnen aus dem Gesicht.
“Aish, dieser Hyung…”, knurrte er, die Stimme schwer vom Alkohol, und steuerte dann plötzlich knapp an Yunhee vorbei, die ihm rasch auswich und dabei mit der Hüfte an die leicht morsche Holzbrüstung der Bootsinsel stieß. Rasch wirbelte Jeongguk herum und langte mit einem Arm nach ihrer Hüfte, zog sie weg vom Rand und somit auf ihn zu. Sie stolperte gegen seine Brust und sah mit schreckgeweiteten Augen zu ihm auf. Wann war das passiert? Wann war der Bursche nur so groß geworden - und so stark und maskulin?
Jeongguk sah ebenso erschrocken zu ihr herunter; seine Lippen glänzten schwach, seine glasigen Augen dafür umso stärker und Hitze ging von ihm aus wie von einem Heizkörper. Eine kleine Falte tauchte zwischen den Brauen auf, er sah vorwurfsvoll auf.
“Pass doch auf, Noona”, murmelte er in einem genervten Ton und Yunhee bildete sich ein, dass er besorgt aussah. Und dann sahen sie sich einfach nur an, Yunhee hatte die Hände abwehrend gehoben doch nun lagen die Finger locker auf seiner Brust. Gott, er war so warm.
“Das- das Netz”, nuschelte sie und blinzelte ein paar Mal, ihr Kopf war ganz benebelt. Sicher vom Alkohol und nicht von seinem leicht herben, leicht süßen Duft. Seine eine Hand auf ihrer Hüfte löste sich langsam und ihr Herz rutschte enttäuscht wieder aus ihrem Hals in die Brust, wo es aufgeregt weiter klopfte und wisperte. Yunhee versuchte es zu ignorieren.
Jeongguk schlenderte zu dem Netz herüber und begutachtete es; selbst im sanften, goldenen Schein der schwachen Außenbeleuchtung war es offensichtlich hinüber.
“Mist… ich hasse Mückenstiche”, murmelte er, Yunhee schnaubte zustimmend und hielt sich den schweren Kopf. Ihre Blase meldete sich und sie taumelte rasch ins Innere des Bootshauses, um vor Jeongguk auf der Toilette zu sein.
Als sie aus dem Bad stolperte, rannte sie in Jeongguk, der frustriert das kaputte Netz in einen kleinen Materialraum, in dem auch das Angelequipment war, verstaute und mit einem müden Blick auf Yunhee in seinem Zimmer verschwand. Yunhee schüttelte leicht den Kopf und stellte dann fest, dass ihre Zimmertüre offen stand.
Anscheinend hatte Jimin auch vor ihrem Zimmer nicht Halt gemacht: ihr Koffer lag schief und ihr Bett sah aus, als hätte Jimin sich darauf geschmissen. Allerdings hatte er ihr Moskitonetz dabei nur zur Seite geschoben, es war nicht kaputt.
Sie seufzte resigniert. Langsam und umständlich schälte sie sich aus ihren Klamotten, der Raum entglitt ihrer Sicht immer wieder. Fluchend kramte sie einen Zweiteiler aus dunkelroter Seide aus ihrem Gepäck, immerhin wusste sie, was sie gut schlafen ließ. Die kurzen Shorts hatte einen creméfarbenen Rand aus Blumen, der V-Ausschnitt des Tops ebenfalls. Dann stellte sie fest wie kalt es hier direkt über dem Wasser wirklich war und krabbelte fröstelnd durch das Netz auf den breiten Futon, auf dem eine Wärmedecke lag. Sie stellte diese auf volle Power und zog sich die eher dünnere Bettdecke über. Mit angezogenen Beinen versuchte Yunhee das Zittern zu unterdrücken während sie wartete, dass ihr wärmer wurde. Dabei scrollte sie wahllos durch ihre Apps, konnte sich dank ihres Pegels allerdings auf nichts konzentrieren.
Nach einer gefühlten Ewigkeit und tatsächlichen Minuten rollte sie sich mit einem genervten Schnalzen herum und presste prüfend ihre Hand auf Stellen der Wärmedecke, auf denen sie nicht gelegen hatte. Alles, inklusive der wenigen aufgewärmten Stellen, auf denen sie lag, war kalt.
“Verdammt”, zischte sie und griff unter dem Moskitonetz zum Netzteil, das ebenfalls kalt war. Schwankend richtete sie sich ganz auf, klappte das Netz beiseite und besah sich das Kabel am Anfang der Decke. Es war unglücklich verknickt, offensichtlich Park Jimin’s Werk. Wahrscheinlich unbeabsichtigt, aber passiert war es trotzdem. Bibbernd sah Yunhee sich in dem kleine Zimmer um; das Mondlicht malte helle Konturen hier und da. Ihr Koffer - sollte sie sich einfach was Warmes anziehen und warten, bis ihr wärmer wurde? Wieviel warme Sachen hatte sie überhaupt dabei? Den einzigen Hoodie hatte sie heute abend angehabt, da war Dank Eunsook Wein drauf, und dank Hoseok Bier.
“Nee… nee, nee, das mach ich nich’!”, knurrte sie und rieb sich über die kalten Oberarme. Sie erinnerte sich an Wärme, einen Pol der Hitze, wie eine Heizung… und riss die Augen auf. Die Lösung lag nicht auf der Hand, sie war direkt gegenüber, nur ein paar Schritte entfernt!
Rasch wühlte sie sich aus dem Bett und packte dann ihr Handy und das Moskitonetz, um in den Flur zu stolpern. Dabei polterte sie gegen Jeongguk’s Tür und stieß sie auf; der Jüngere sprang beinahe bis unter die Decke. Mit riesigen Augen starrte er ihr entgegen, der Screen seines Handys blinkte und leuchtete wild. Anscheinend zockte er noch irgendwas. Er trug offensichtlich kein T-Shirt und zog schützend seine Decke etwas höher.
“Yah, Noona-” “-schlaf mit mir!”, sagte Yunhee laut und bestimmt.
Jeongguk starrte sie mit offenem Mund an. Dann wurde er so rot, dass sich die Hitze bis über seine Ohren, den Hals und die Brust ausbreitete; mit leiser, hoher Stimme brachte er ein vorsichtiges “Ne?” heraus.
Yunhee blinzelte hektisch, schüttelte dann mit heißen Wangen den schweren Kopf und steuerte auf sein Bett zu.
“Du weißt, was ich mein! Rück mal”, wies sie ihn forsch an und hob ein Bein, trat gegen sein aufgestelltes Knie. Er zuckte heftig zusammen, protestierte mit schwacher Stimme und tat brav, was sie ihm sagte. Während er mit lallender Stimme anzweifelte, was das Ganze denn sollte, stellte sie das Moskitonetz über dem Bett auf.
“...nicht einfach so reinkommen und- aish?!”, stieß Jeongguk hervor und hob die Hände über den Kopf als eine der Stangen ihm vor die Stirn donnerte. Rasch machte er sich etwas kleiner und beobachtete, nach wie vor mit riesigen Augen, wie Yunhee sich wendig wie eine Katze unter dem Rand hindurch in die Wärme schob. Ihr zufriedenes Grinsen sah man trotz des schummrigen Lichts hervorragend und mit einem genüsslichen Seufzen nestelte sie sich in die Wärme und rollte sich dann auf der Seite ein.
Jeongguk starrte einige Sekunden sprachlos ihren so gut wie nackten Rücken an, blinzelte dann heftig und machte mit hoher, rauer Stimme lahm: “Yah…”
Sie murrte nur schläfrig und wedelte abwehrend mit der Hand.
“Aber- wir können doch nicht-” “-du undankbarer Junge! Du hast kein Netz, meine Wärmedecke is’ schrott! Jetzt haben wir beide beides. Ich bin ein Genie!”, rief Yunhee triumphierend aus und wandte sich um, funkelte Jeongguk im Licht, das ihr Handyscreen warf, provozierend an.
“Oder siehst du das anders?”
Jeongguk blinzelte und starrte dann rasch durch das eng gewebte, weiße Moskitonetz an die Decke. Er traute seinen Augen nicht zu, dass sie nicht auf die einladend blanke Haut des Halses der Älteren wandern würden. Warum hatte sie auch sowas als Pyjama an?
“Wo- wo ist denn deine Decke?” “Kaputt, sag ich doch!” “Aish, die normale Decke?!” “...wozu brauch ich die? Ist doch wärmer so.”
Jeongguk schürzte die Lippen, seine Zunge stieß nervös von innen gegen die Wangen. Die Decke raschelte, als Yunhee sich richtig auf den Rücken legte, ihr Blick nach wie vor auf dem Screen. Ihr nacktes Beins treifte seins und er zuckte fürchterlich zusammen und richtete sich ruckartig auf.
“Ich kann drüben schlaf’n! Ohne Heizdecke-” “-in meinem Zimmer? Nein”, sagte Yunhee entschieden, ohne ihn anzusehen.
“Ich zieh ‘n T-Shirt an-”, startete Jeongguk einen erneuten, verzweifelten Versuch, doch Yunhee drückte den Arm, den Jeongguk über ihr nach dem Reißverschluss des Netzes ausgstreckt hatte, runter und somit auf ihren Bauch.
“Jeon Jeongguk! Reiß dich zusamm’, muss doch keiner wiss’n? Es wird kalt”, schloss sie genervt und starrte ihn trotzig über den Rand ihres Handys an. Er erwiderte den Blick einige Sekunden, dann blinzelte er langsam, seufzte schwer und ließ sich wieder rittlings fallen. Sein Arm blieb auf ihrem Bauch liegen und sie lockerte ihren Griff, ließ ihre Hand jedoch auf seinem Unterarm. Seine Haut war so wunderbar warm… Nach einigen Sekunden zog er an ihrem Arm, doch sie hielt ihn fest. Er seufzte erneut.
“Lass mich raten, schön warm?” “Mhm! Du solltest mein großer Löffel sein~”, zwitscherte Yunhee verspielt, Jeongguk blinzelte langsam und stieß einen Lacher aus, bevor er den schweren Kopf zu ihr wandte.
“Du bist mir eine…” “...eine was denn?”, fragte Yunhee, immer noch mit keckem Tonfall. “Eine Betrunkene”, murmelte Jeongguk mit einem verträumten Grinsen und musterte ihr Profil, den Schlafzimmerblick und die durch den Alkohol geröteten Wangen. Er dachte an die wütende, verletzte Yunhee von ein paar Stunden zuvor, seine Kehle verengte sich.
“Also gut”, murmelte er, sie blinzelte und sah abwartend zu ihm hoch. Runzelte dann die Stirn. Er erinnerte sich entfernt, dass er diesen Gesichtsausdruck mal gefürchtet hatte, dabei war sie genauso wenig Jemand, den man fürchten musste, wie er selbst.
Er ruckte sein Kinn provozierend in ihre Richtung.
“Roll rüber!” “...was?” “Aish!”
Jeongguk entzog ihr seinen Arm, legte eine große, warme Hand auf ihre Schulter und drückte sanft. Verwirrt rollte sie sich auf die Seite und spürte dann, wie Jeongguk vorsichtig etwas näher rutschte. Dabei passte er penibel auf, dass er sie nicht berührte. Ein breites Grinsen breitete sich auf ihrem Gesicht aus, es schmerzte fast in ihren Wangen.
Rasch legte sie ihr Handy beiseite, griff dann nach seinem Arm und zog ihn bestimmt über ihre Hüfte. Verschränkte die Finger mit seinen und wühlte sich mit der Hüfte näher an ihn, bis seine Brust gegen ihren Rücken gepresst war. Sie genoss, wie klein sie sich anfühlte und wie warm es plötzlich war. Durch den Schleier des Alkohols kapitulierte ihr Verstand, das Herz klopfte warm und jubilierend in ihrer Brust und sie konnte ein Seufzen nicht unterdrücken.
“So ist fein!”, lobte sie ihn und sie spürte seinen heißen Atem auf dem Nacken und Ohr, als er belustigt schnaubte.
“Du bist unmöglich, Noona”, murmelte er schlaftrunken, wagte es jedoch, sich ebenfalls näher an sie heran zu schmiegen und ein Seufzen blieb tief und vibrierend in seiner Kehle hängen und krabbelte ihr durch Mark und Bein.
Die beiden schwiegen und atmeten den Duft des jeweils anderen ein, der Mond schien sanft durchs Fenster und der Alkohol sorgte dafür, dass sie schon bald umeinander geschlungen einschliefen.
+
Eunsook erwachte aus einem äußerst merkwürdigen Traum.
Das war an und für sich nichts neues; sie träumte Nacht für Nacht hanebüchene Geschichten, die vorn und hinten keinen Sinn ergaben. Dieses Mal hatte sich die Ereignisse womöglich wegen des Alkohols selbst überschlagen: sie hatte durch einen Tunnel aus Styropor einen Fjord durchquert und war in Hochzeitskleid und Turnschuhen den Weg zu einer Kirche hochgerannt mit der Angst im Nacken, dass sie verfolgt wurde. Tatsächlich war hinter ihr am Himmel eine Elster in der Größe eines Familienautos mit Taehyung’s Kopf gewesen, der abwechselnd schrille Töne von sich gegeben hatte (die sich ziemlich nach Hoseok’s Special Effects angehört hatten) und ihr zugerufen hatte, sie dürfe nicht heiraten - oder sie wurde verbannt! Als sie dann in die Kirche gestolpert war, saßen ihre Eltern in der Größe von Kleinkindern auf einem Teppich und spielten mit einer zerbrochenen Vase direkt vor dem Altar während Seokjin eine Gießkanne in der Hand hielt und sie goss. Yoongi stand als Pastor vor dem Altar und hatte ein Lexikon in der Hand gehalten und ganz in Weiß stand dort niemand geringeres als Kim Namjoon, der sie breit angegrinst hatte. Auf dem Kopf hatte er eine Mütze gehabt und an der Hand hatte er einen sehr alten Jimin gehalten, der dem Größeren väterlich die Schulter getätschelt hatte. Ihr Traum hatte gerade eine drastische Wendung genommen, als die Elster Taehyung durch eines der Kirchenfenster geplatzt kam und Jeongguk und Yunhee ihm als Ninja Turtles verkleidet die Stirn geboten hatten, da wachte sie auf.
Zum Glück - angesichts des verwirrendes Spektakels ihrer Traumwelt. Leider - wenn man ihren wummernden Kopf in die Rechnung mit einzog.
“Aeeehhghh”, machte sie mit heiserer Stimme und suchte verzweifelt ihr Handy und eine Wasserflasche. Draußen war es bereits hell, doch ihr Handy zeigte erst 7:32Uhr an. Sie stöhnte und kratzte sich am Kopf, schälte sich langsam aus der verschwitzten, um ihre Beine verworrenen Decke und streckte sich. Ihre Knöchel knackten, allen voran ihre Knie. Sie schlurfte zum Badezimmer und öffnete die Tür. Zumindest wollte sie das, doch es war abgesperrt. Sie hörte das Plätschern von Wasser und Namjoon’s leises Summen.
“Nicht sein Ernst”, stöhnte sie, ihre Blase drückte unangenehm und sie schlug die flache Hand gegen das Holz. “Yah, beeil dich!” Er schien sie nicht zu hören, zumindest gab er keine Antwort. “Shit”, fluchte sie und wandte sich zum Fenster, sah hinaus - und auf den See. Die Oberfläche lag größtenteils glatt da, es war wenig windig heute. Aber mit Sicherheit warm, oder? Rasch checkte sie die Wetter-App, fasste dann einen Entschluss und zerrte sich den kurzen, dunkelgrünen Zweiteiler vom Körper und schlüpfte in den Badeanzug mit den großen blau-gelben Hawaii-Blumen, warf noch einen dünnen, weißen Leinen Cardigan über und schlüpfte in ihre Birkenstocks, bevor sie ihr Zimmer verließ.
Unten war es still und leer, die anderen schienen noch zu schlafen oder waren im oberen Haus. Rasch ging sie in die Küche, wo sie über Hoseok stolperte.
“Hobi Oppa”, nuschelte sie verschlafen, sie wollte ihm so ungewaschen nicht zu nahe kommen, schob sich aber an seinem müden, grinsenden Gesicht vorbei, um an den Kühlschrank zu kommen. Zwar war Kaffee da, aber nur Amerikano.
“Gibt’s ‘ne Kaffeemaschine hier?”, fragte sie, Hoseok verneinte mit einem sanften Geräusch in der Kehle und linste über ihre Schulter in den Kühlschrank. Er war bereits geduscht, hatte sich eingecremt und sah zwar noch ein wenig müde aus, roch aber sehr gut.
“Da ist doch Amerikano!” “Amerikano! Nur hier trinken die Leute ihren Kaffee auf Eis und nennen das Amerikano?!”, knurrte Eunsook und verzog angewidert das Gesicht, Hoseok kicherte und wandte sich wieder um. Er machte gerade Kimbap und es roch ganz ausgezeichnet. Eunsook’s Magen knurrte sofort, Hoseok’s Mundwinkel zuckten und er sah kurz zu ihren leuchtenden Augen herüber.
“Du kannst auch aufstehen und direkt essen, oder? Wie Taehyungie”, stellte er fest und griff nach dem Messer, um sorgfältig ein Stück abzuschneiden. Er hielt es ihr hin ohne sie anzuschauen und sie grinste breit und beugte den Kopf herunter, um es sich ganz in den Mund schieben zu lassen. “Oh yah yah, du sollst das nehmen! Du musst mir nicht aus der Hand essen?!”, prustete Hoseok und seine kleine Ohren wurden rot, er passte penibel auf, dass seine Fingerspitzen ihren Mund ja nicht berührten, wollte aber auch nicht kleckern.
“Dir doch imma”, mampfe Eunsook grinsend und verschluckte sich beinahe, Hoseok musste lachen und schüttelte den Kopf.
“Ich wollte später einen Ausflug mit Namjoonie machen, wir kommen an einem größeren Ort vorbei. Vielleicht gibt’s da ‘ne Filtermaschine?”
Verwirrt kauend starrte Eunsook ihn an. Hoseok hielt in seinen Bewegungen inne und lächelte amüsiert. “Für deinen Kaffee?” Sie nickte heftig und musste dann tatsächlich husten; nun was es an ihr rot zu werden.
“Ahh, ne! Oke cool, sagt mir Bescheid, wenn ihr fahrt. Vielleicht könnt ihr mich da absetzen und später wieder einsammeln”, strahlte sie und klaute sich auf dem Weg um die Kücheninsel noch ein Stück Rettich, Hoseok kniff die Lippen zusammen und wedelte mit der Faust mit einem gespielt bedrohlichen Gesicht, sie kicherte und machte sich auf nach draußen.
+
Als Yunhee aufwachte bemerkte sie zwei Dinge sofort:
Es war heiß. Unglaublich heiß, noch wärmer, und sie würde schmelzen! Und da musste ein kleines Männchen in ihrem Kopf sein, inklusive Presslufthammer, und ordentlich Radau machen.
Sie murrte und rieb sich die Augen. Es war hell draußen, die Sonne schien nicht, dafür war das Licht zu grau; aber es war hell. Als sie den Kopf umwandte um den Pol der Wärme zu erfassen, riss sie die Augen auf und zuckte erschrocken zusammen - was zur Hölle!
Jeon Jeongguk, schlafend wie ein Baby, lag auf der Seite mit dem Kopf auf dem Arm. Der andere Arm rutschte gerade leicht auf ihrer Mitte, sodass seine heiße, offene Handfläche auf ihrem nackten Bauch lag. Der sofort rumorte. Wie erstarrt hielt sie inne und wühlte verzweifelt in ihren Erinnerungen: sie waren in der Chuseok-Wochenends-Residenz, ihre Eltern waren gestern abgereist woraufhin sie getrunken hatten. Einzelne Bilder der Anderen, lachend und trinkend und gröhlend, tauchten vor ihrem inneren Auge auf.
Da war die Flasche, die anhielt, und Jimin’s nervöse, nervtötende Frage. Da war betretene Stille und dann sagen sie alle zu Zion.T, da war ein Shot, zwei Shots, drei Shots… Sie stöhnte und rieb sich das Gesicht, stieß mit der Elle gegen das Moskitonetz und hielt inne. Das Netz. Und ihre Wärmedecke. Park Jimin! Richtig, der war Schuld!
Sie schnaubte, als sich ihre verschwommenen Erinnerungen etwas schärften und sah dann vorsichtig wieder den Jüngsten der Clique an. Da lag er, schlummernd, ohne irgendwelche Gefühlsregungen, die sein junges Gesicht verfälschten.
Seine Wangen sahen so entspannt etwas runder aus, der Mund stand offen und seine Lippen waren leicht trocken. Ein leichter Schweißfilm lag auf seiner Haut und da er die Decke bis auf die Hüfte herunter gestrampelt hatte, konnte sie wunderbar seinen blanken Oberkörper betrachten. Die Muskeln unter der sonnengeküssten Haut kannte sie ja bereits, wenn auch nicht in diesem Detail, und ihr Herz klopfte bedeutend schneller. Was sie aber viel mehr interessierte war die Tinte unter der Haut.
Jeongguk hatte nach seinem 18. Geburtstag wohl ordentlich zugeschlagen, und das nicht nur einmal. Ihr Blick wanderte über das, was sie sehen konnte, denn er lag leider auf dem größtenteils tätowierten Arm. Gerade schien ihn etwas an der Nase zu kratzen, denn er kräuselte sie und sein Kopf zuckte leicht, bevor er mit dem Handrücken über die Nase rubbelte. Dann schob sein Körper sich näher zu ihr und seine Hand fand schlaftrunken ihren Körper wieder; mit großen Augen und wie erstarrt ließ sie zu, dass er sie zu sich zog wie seinen Lieblingsteddy und das Gesicht in ihre Halsbeuge grub. Dass er dabei leise durch die Nase stöhnte und dann wieder tief und fest zu schlummern schien, half nicht gerade.
Sie wusste nicht, wie lange sie danach so dalag und einfach nur überlegte, was sie tun sollte. Würde er es bemerken, wenn sie sich aus seinem Klammergriff befreien würde? Wäre das nicht total unangenehm? Wäre es aber nicht genauso unangenehm, wenn sie einfach verschwinden würde und sie sich tagsüber die ganze Zeit begegnen würden anstatt es einfach jetzt als dumme Trunkenheits Aktion darzustellen und darüber zu lachen? Ihr Herz pochte immer schneller und plötzlich war seine trostspendende Wärme und die weiche Haut auf ihrer mehr als erdrückend; sie würde jeden Moment ersticken, wenn sie nicht das Weite suchen würde!
So langsam und vorsichtig wie möglich löste langsam seine Hand von ihrem Bauch und legte seinen Arm hinter sich, schob sich dann in Zeitlupe unter dem Rand des Moskitonetzes hindurch und zog ihre Beine hinterher. Einige Sekunden lag sie auf dem kalten Holz, das Handy vor die Brust gepresst, und sah durch das weiße Netz auf das schlafende Gesicht des Jungen. Er so friedlich aus, so jung und doch waren die Konturen seines Kiefers, sein Körper, so gereift. Jeongguk sah gut aus und bestürzt stellte Yunhee fest, dass sie sich an diesen Anblick gewöhnen konnte.
Bevor ihr dummes Herz ihr noch andere, süße Ideen ins Ohr flüstern konnte, erhob sie sich und tappte dann langsam aus dem Zimmer ins Bad, wo sie heiß duschte und sich frisch machte. Dann warf sie sich in eine kurze Jeansshorts, zog ein langes, weißes T-Shirt drüber und warf noch einen dünnen, grau melierten Sweater über. Über die weißen Socken von Balenciaga schob sie Schuhe derselben Marke und fand noch eine Goldkette mit einem Anhänger, der Mond und Sonne vereinte, den sie sich über den Kopf zog. Da ihr Haar noch nass war, band sie es in einen losen Dutt auf dem Kopf und trat dann endlich nach draußen an die Frische Luft.
Keine Sekunde zu sp��t, denn Eunsook war auf derselben Höhe und machte einen erschockenen Satz zur Seite.
“Joooo!”, machte sie luftleer, eine Hand auf die Brust gepresst. Sie hatte einen Badeanzug an, war gerade aus den Latschen geschlüpft und hatte den Leinencardigan über die Brüstung gehängt. Yunhee runzelte die Stirn.
“Ehm. Was zur Hölle machst du da?”, fragte sie und kratzte sich am Kopf. “Ich geh’ schwimmen! Das ist gut für’s Immunsystem”, strahlte Eunsook. Sie sah sehr müde und verwuschelt aus, Yunhee kniff die Augen zusammen. “Tust du das freiwillig oder ist das Bad blockiert?”, fragte sie mit hochgezogener Braue, natürlich roch sie den Braten sofort. Eunsook’s verlegenes Grinsen war Antwort genug. Yunhee seufzte und deutete hinter sich: “Dusch doch bei uns? Jungkook schläft noch.”
Diesmal war es an Eunsook, die Brauen hochzuziehen. “So? Woher weißt du das?” Yunhee presste die Lippen zusammen und verfluchte sich innerlich. Gespielt gedankenverloren ließ sie ihren Blick über den See schweifen und hob dann ihr Handy für ein Foto. “Er schnarcht”, antwortete sie dann einige Sekunden verspätet, Eunsook schnaubte belustigt. “Soso”, murmelte sie und stieß Yunhee im Vorbeigehen mit der Schulter an, als Yunhee ihr einen genervten Blick zuwarf, zwinkerte sie breit grinsend. Yunhee schnalzte mit der Zunge und wandte sich um.
“Viel Spaß beim Eisbaden, ich geh mir ‘nen Vitamindrink holen!” “Mach ‘nen Longdrink draus und bring mir einen miiit~”, rief Eunsook ihr hinterher und winkte kichernd.
Dann band sie ihr Haar zu einem kleinen Dutt hoch und stellte sich an der Leiter parat. Schwarz und frisch gähnte ihr der See entgegen, leise schwappten ein paar kleine Wellen gegen die Säulen der Bootshausinsel. Eunsook’s Grinsen verrutschte ein wenig und plötzlich war sie sich unsicher, ob das so eine gute Idee gewesen war. Aber nun war sie hier, und gut tun würde es ihr allemal. Sie hatte gerade einen Fuß im Wasser und lockerte eine Hand, um sich schonmal etwas Wasser über die Beine zu spritzen, da röhrte eine nasale Stimme über das Wasser: “YAH, wen seh’ ich denn da?” und Eunsook erschreckte sich so sehr, dass sie von der Stufe abrutschte und ins Wasser plumpste.
Kaltes Wasser schwappte über ihrem Kopf zusammen und der See verschluckte sie mit einem genüsslichen Schmatzen; Eunsook schnappte nach Luft und atmete einen ungesunden Schluck Wasser ein. Hustend und prustend tauchte sie wieder auf, zog heftig die Nase hoch und spuckte aus bevor sie sich Wasser und ein paar verirrte Babyhaare aus den Augen rieb und sich umsah. Etwas hinter dem Bootshaus, vielleicht zwanzig Meter vom Ufer entfernt, saß Seokjin im Boot und hatte eine Angel aufgeworfen. Er trug einen Fischerhut und eine rote Schwimmweste und ein ziemlich unverschämtes Grinsen zur Schau; wenigstens blinzelte er etwas besorgt über seine Schulter.
“Wen haben wir denn da? Eine Meerjungfrau? Obwohl, eher Seejungfrau, oder?”, kicherte er über seinen Witz, Eunsook verdrehte die Augen und schwamm in großen Zügen los, um warm zu bleiben in der frischen Kälte des Sees. “Am Ehesten eine Sirene! Ich zerfleisch dich, wenn ich dich erwische, Oppa!”, fluchte Eunsook lautstark und steuerte auf das Boot zu. Seokjin streckte ihr nur kindisch die Zunge entgegen.
“Spuck nicht so große Töne, trainier lieber an deinen Schmetterling! Wegen dem hast du damals nur Bronze bekommen- oh yah yah, bleib weg vom Boot?!”, rief Seokjin aus und langte ins Wasser, spritzte ihr Wasser entgegen doch sie kniff nur die Augen zu und zog sich mit einer Hand am Bootsrand ganz heran; das Boot schwankte und fast schwappte Wasser hinein. Seokjin fluchte und deutete auf seine Angel.
“Yah, Kim Eunsook! Ich will was Großes angeln, du verscheuchst mir die Fische!” “Ich bin der größte Fang, den du machen kannst~”, schnurrte Eunsook und grinste diabolisch, griff mit nassen Finger nach seinem Ärmel und rüttelte an ihm, kicherte, als er verärgert nach Luft schnappte und erneut zu motzen begann. “Was, wenn du mir gleich wirklich im Haken hängst?! Vielleicht kommen dann endlich die drei Meter Störe, von denen ich gehört habe…”
Eunsook’s Augen wurden groß, dann schmal, als sie böse das Gesicht verzog. “Sowas gibt es doch gar nicht!” “Und ob, ich hab doch extra gegoogelt, bevor wir hergefahren sind! Als Angler sollte man immer vorbereitet sein. Also, willst du nun mein Köder sein, Eunsookie?”, zwitscherte Seokjin mit einem teuflischen Grinsen, Eunsook bespritzte ihn ein letztes Mal mit einer handvoll Wasser (“Aish?!” machte der Älteste und zuckte heftig zusammen) bevor sie sich umdrehte und in großen Zügen richtung Ufer schwamm, um dort entlang zu gleiten.
“Es bringt dir nichts, am Ufer zu bleiben… die sind überall, Sook-sook, überall!”, rief Seokjin ihr hinterher und kicherte sich ins Fäustchen bevor er ihr gedankenverloren hinterher sah. Sie fluchte atemlos vor sich hin und hatte einiges an Geschwindigkeit aufgenommen; anscheinend hatte er sie wirklich verunsichert.
Grinsend schüttelte Seokjin den Kopf: “So ein Dummerchen… OH!” Anscheinend hatte etwas angebissen, denn er rollte rasch den Haken ein - der ihm leer aus dem Wasser entgegen sprang. “Aish?! Er hat sich schon wieder den Köder geschnappt!”
+
Als Yunhee in die Küche ging, packte Hoseok gerade die Snacks für später ein. Sie beobachtete, wie er ordentlich alles abwusch und wie ordentlich er generell zu sein schien. “Ohh, Hobi. Ein ordentlicher Mann, mh?”, mutmaßte sie mit einem kleinen Lächeln und öffnete den Kühlschrank, nahm sich eine Yakult und stürzte ihn sofort herunter. Dann nahm sie sich von der Kücheninsel einen weiteren Vitamindrink.
Hoseok grinste nur leicht verlegen: “Es macht das Leben einfacher, wenn man wenigstens ‘n bisschen organisiert ist, oder?”, sagte er, wie immer eine Aussage als eine Gegenfrage versteckt, und Yunhee wusste inzwischen, dass er darauf keine Antwort erwartete. Trotzdem prostete sie ihm mit dem Vitamindrink zu und grinste: “Sehr löblich!”
“So bin ich”, murrte Yoongi, der verschlafen herein geschlurft kam. Er schien frisch geduscht zu sein und deutete nun mit seiner knochigen Hand auf Yunhee’s Hände. Sie gab ihm einen frischen Vitamindrink und als er zum Kühlschrank gestikulierte, öffnete sie ihn und als sie fragend über die Schulter sah, stand Hoseok bereits neben ihr und fischte eine Flasche Amerikano heraus und warf sie Yoongi zu. Der Ältere nickte dankbar und setzte sich dann auf einen Barhocker, Yunhee nahm ebenfalls am hohen Tisch am Fenster Platz und die beiden waren ein wenig mit ihren Handy’s beschäftigt, während Hoseok ab und zu redete und weiter abwusch.
Yunhee stellte fest, dass sie sich tatsächlich wohl in ihrer Gegenwart fühlte. Hoseok war viel hibbeliger und nervöser als sie, was sie irgendwie ruhig werden ließ, und Yoongi erwartete einfach nichts und war ähnlich wie sie einfach mit der Präsenz anderer zufrieden. Sie genoss die paar Minuten Ruhe, die ihr blieben, bevor die Gebrüder Kim von oben kamen. Taehyung trug noch den Pyjama, den er gestern beworben hatte, Namjoon bereits graue Sweatpants und ein dünnes, minzfarbenes T-Shirt von dem Yunhee wusste, dass es Eunsook gefallen würde. Gedankenverloren sah sie zum Fenster heraus und zum See: tatsächlich kamen Seokjin und Eunsook über den Rasen gelatscht, sie schienen zu streiten. Nicht ernsthaft, aber so, wie sie das halt gerne taten. Seokjin’s Kopf war bereits rot angelaufen, Eunsook hatte ein gespielt beleidigtes Gesicht aufgesetzt und öffnete gerade ihren nassen Dutt und wrang ihr Haar aus, hielt dabei den Kopf über seine Schulter.
“Super, all die lauten Leute kommen…”, murmelte Yoongi, doch er hatte ein amüsiertes Grinsen in den Mundwinkeln hängen und Yunhee warf ihm einen zustimmenden Blick zu, die beiden grinsten.
“Ah, RM, schon fertig für unseren Ausflug?”, röhrte Hoseok mit wie zum Gebet ausgestreckten Armen. “J-Hooope my brother! Lass mich ‘nen Amerikano trinken, dann bin ich sowas von ready!”, antwortete Namjoon mit schriller Morgenstimme laut und gab Hoseok einen brüderlichen Handschlag.
Yunhee beschloss, sich nicht weiter über Namjoon und Hoseok zu wundern, da das auch sonst keiner tat. Taehyung füllte gerade ein paar Yakult in einen Mixer und warf Erdbeeren hinterher, keiner hielt ihn auf. “Wo Jiminie?”, fragte er mit tiefer, verschlafener Stimme. Er hatte die Würde, das zweite Auge auch zu öffnen, als er mit zerknautschtem Gesicht in die Runde sah. “Der pennt noch. Als ich drüben geduscht hab, hat sich nichts gerührt”, antwortete Yoongi gedankenverloren und nahm dankend einen kleinen Becher des merkwürdigen Shakes an. Er verzog keine Miene, als er trank, was Yunhee ihm hoch anrechnete.
Taehyung gab auch Seokjin einen Becher in die Hand, ignorierte geflissentlich die nasse Eunsook, die ihm einen traurigen Blick nachwarf, und schlurfte dann über den Rasen zum oberen Haus.
“Und, habt ihr schon Frühstück gemacht?”, fragte Seokjin provozierend in die Runde. “Wir haben auf deinen Fisch gewartet, Hyung”, antwortete Yoongi schlagfertig und die anderen kicherten, Seokjin schnalzte mit roten Ohren und deutete mit dem Daumen über die Schulter auf Eunsook, die sich verstohlen an ihm vorbeischieben wollte. “Da habt ihr euren Fisch! Schmecken tut der bestimmt nicht”, meinte er spöttisch, Eunsook lief rot an und streckte ihm die Zunge aus. “Geschmackssache”, sagte da eine tiefe Stimme. Stille trat ein, Namjoon blinzelte und schien zu realisieren, dass er das laut gesagt hatte. Nun war es an ihm, an Farbe zu gewinnen und er räusperte sich und deutete rasch auf Hoseok’s Rucksack. “Hobi und ich werden wandern gehen und er war so freundlich, uns etwas zuzubereiten.”, erklärte Namjoon sehr förmlich an Seokjin gewandt, der sich resigniert zu Yunhee und Yoongi umsah.
“Oke, ihr seid raus! Habt ihr zwei Hunger? Wir können was Schnelles machen, aber was Deftiges. Ist ja schon fast wieder Mittagszeit. Taehyung und Jimin sind nicht zu gebrauchen, aber- YAH, Jeon Jeongguk!”, bellte Seokjin durch die noch offene Terrassentür und winkte. Jeongguk, der eine dunkle Sweatjacke über ein weißes Tanktop geworfen hatte und kurze schwarze Shorts trug, blinzelte mit verschlafenem Blick, grinste und winkte und sah dabei irgendwie klein aus. Das nasse Haar fiel ihm immer wieder ins Gesicht, er schob es nachsichtig wieder nach hinten. Yunhee’s Herz klopfte etwas schneller, insbesondere, als ihr siedendheiß die letzte Nacht wieder einfiel.
Als Jeongguk im Türrahmen Halt machte und verlegen grinsend in die Runde nickte, dirigierte Seokjin das Gespräch weiter: “Oke, ihr esst auswärts, wir machen uns hier was. Eunsook-ah!”,bellte er die Treppe hoch, ein gespielt süßes “NE?” kam als Antwort, Yunhee schnaubte belustigt. “Willst du auch mitessen? Dann machst du das Geschirr sauber!”
“Aber ich will mit ins Dorf, ich brauch ‘ne Filtermaschine!”, rief sie weinerlich die Treppe herunter, Namjoon wandte sich mit gehobenen Brauen zu Hoseok, der abwehrend die Schultern hob. “Was denn? Wir fahren durch’s Dorf und können sie danach wieder einsammeln…”
“Oke, ihr drei seid raus, Tae-Tae und Jiminie schlafen bestimmt noch. Wenn wir sie geweckt kriegen, machen die danach für uns sauber, hihi!”, bestimmte Seokjin teuflisch kicherd und winkte dann Yunhee, Yoongi und Jeongguk gebieterisch zu: “Los geht’s, ich hab Hunger!”
Yunhee warf unsicher einen Blick die Treppe rauf: wollte Eunsook allein gehen oder erwartete sie, dass sie mitkam? Wollte sie überhaupt mit, oder wollte sie hierbleiben? Als sie sich umwandte lagen Jeongguk’s große, glänzende Augen bereits auf ihr und er blinzelte ein wenig erschrocken, sie sah ebenso unsicher zurück. Doch er sah so hilflos und klein in der großen Sweatjacke aus und seine beringten Ohrläppchen waren ganz rot und plötzlich musste sie lächeln. Es war nur ein kleines Lächeln doch es schien ihm zu reichen, denn seine leicht gehobenen Schultern senkten sich entspannt und er erwiderte das Lächeln fast erleichtert. Kratzte sich am Nacken und trat dann zur Seite, um sie zuerst gehen zu lassen. Sie ging und sie liefen artig Seokjin hinterher, der das obere Haus ansteuerte.
Hoseok und Namjoon, die Jeongguk’s verlegenes Cavalier Gehabe mitbekommen hatten, stießen sich kichernd mit der Schulter an. Dann räumten sie Hoseok’s nun wieder saubere Utensilien weg und als sie gerade Getränke einpackten, hüpfte Eunsook frisch geduscht die Treppe herunter.
“Feeertig!”, rief sie und wirbelte etwas zu schnell um die Ecke, sie stolperte und schlug nur dank Hoseok’s helfender Hand um ihr Handgelenk nicht mit dem Gesicht auf dem Rand der Kücheninsel auf.
“Yah, renn nicht so schnell, wie du dich fertig gemacht hast - das ging ja wirklich schnell”, lobte Hoseok sie verwundert und sah kurz an ihr rauf und runter. Sie trug eine weite, karierte Hose auf der Taille mit einem breiten Ledergürtel und einem schwarzen Band T-Shirt. Auf der Nase hatte sie eine runde Sonnenbrille, der goldene Rand passte zu der grob übergeworfenen Goldkette und das nasse Haar hatte sie in einen losen Dutt gebunden, sie schlug die Hacken in den Birkenstocks zusammen und salutierte gespielt.
“NE! Ich hab mich extra beeilt, nicht, dass ihr ohne mich fahrt!” “Ach, wir hätten schon noch-” “-fast wären wir losgefahren!”, unterbrach Namjoon Hoseok und drückte Eunsook einen Zeigefinger auf die Stirn und schob sie nach hinten, sie japste und strauchelte zurück, bevor sie murrte und sich selbst ein Getränk aus dem Kühlschrank schnappte und es in ihren Lederbeutel warf, bevor sie ihnen zum Auto folgte.
#JA SWEET! :-) eigenlob stinkt aber ja sweet#i will add more later first i'll eat and relax me brain a bit!!!!! but i had to drop this already TEEHEE#oki i added what i wanted to add!!!!!!! TEEHEE
1 note
·
View note
Text
R.E.M.-turnék előzenekarai
(néhány kiemelés)
1983 július, Virginia, Connecticut: R.E.M. / The Replacements 1984 április, Európa: R.E.M. / My Bloody Valentine 1984 június-július, északi államok: R.E.M. / The Dream Syndicate 1984 szeptember-október, déli államok: R.E.M. / The dB’s 1985 július-augusztus, USA: R.E.M. / The Three O’Clock 1985 november, déli államok: R.E.M. / 10,000 Maniacs 1985 november-december, USA: R.E.M. / Minutemen 1985 október, midwest: R.E.M. / Camper Van Beethoven 1986 október-november, Kanada, északi államok: R.E.M. / The Feelies 1987 október, északi államok: R.E.M. / 10,000 Maniacs 1987 november, midwest, dél: R.E.M. / The dB’s 1989 február, Ausztrália: R.E.M. / The Go-Betweens 1989 március, midwest: R.E.M. / Robyn Hitchcock & The Egyptians 1989 május, Európa: R.E.M. / The Blue Aeroplanes 1989 június, Európa: R.E.M. / The Go-Betweens 1989 szeptember, északi államok: R.E.M. / Throwing Muses 1995 január-február, Ausztrália, Európa: R.E.M. / Grant Lee Buffalo 1995 április-május, Európa: R.E.M. / PJ Harvey BETEGSÉG MIATT elmaradt 1995 május, midwest: R.E.M. / Sonic Youth 1995 június, északi államok: R.E.M. / Luscious Jackson 1999 nyár, Európa: R.E.M. / Wilco, Suede (és mikor mi, innentől eléggé kaotikus, szinte koncertenként változott) 1999 augusztus, Észak-Amerika: R.E.M. / vagy Mercury Rev, vagy Wilco 2003 ősz, USA: R.E.M. / hol a Wilco, hol a Sparklehorse 2008, május-június, USA: R.E.M. / The National, Modest Mouse Kár, hogy ez a a Wiki-oldal nem sorolja részletesen 1995 után, olyan szépen átlátható, de itt, az R.E.M.-agyban persze minden megvan.
Melyiket láttam volna? Mindet! Nyilván valamelyik korait a legjobban, 83-84-ből. Persze, ahogyan arra @latenightwithddke rámutatott, ezen az R.E.M. Archive videocsatornán kábé minden van, ‘81-es teljes koncerttől a bármiig, ami egyrészt elképesztő, másrészt valamennyire mégiscsak átélhető egy ‘83-as gig is.
De, hogy a felvetésnek megfelelően melyik turnét láttam volna az előzenekari kapcsolással? Naná, hogy az 1995-ös, PJ Harvey-sat. Ja, hogy az elmaradt. Mennyire, de mennyire bosszantó lehetett, ha volt rá jegyed!
Szóval akkor marad a győztes a... a... nem tudok választani. ‘84, The dB’s? Két csúcsformában lévő zenekar, amit imádok. ‘85, The Minutemen? Előzenekar aktuális csúcslemezekkel. ‘86, The Feelies? Egyik kedvenc R.E.M.-lemez turnéja, előzenekar meg egy másik gigakedvenc, amelyik egy oltári debüt LP után hat évre eltűnt, de most épp visszatért egy beszarásjó albummal? ‘89, The Go-Betweens? Kedvenc ausztrál zenekarom csúcslemez után hazájában? ‘95, Sanyi Tyúk? Nem is mondok semmit. ‘99, Wilco, Suede? Egy koncerten három ilyen zenekar?!! ‘99, Mercury Rev? Ájulás.
Természetesen 1999-ben láttam először, előzenekar: hát, a Heaven Street Seven :))) (Jó, meg dEUS.) Robikém és a többiek, milyen érzés ilyen supportband-listához tartozni? Persze volt egy csomó olyan előzene is, akiket mára elfeledett a világ, és legnagyobb sikerük, hogy melegíthettek az Irájem előtt: Not Shakespeare, Let’s Active (ok, ez Mitch Easter producer zenekara), The Lucy Show (róluk meg olyan jókat írnak, hogy csekkolni fogom), The Faith Brothers, Fetchin’ Bones, Drivin’ ‘n’ Cryin’, Wayward Shamans, Five Eight, Brainstorm, The Eighteenth Day Of May.
Aztán még egy dolog, hogy a 2008-as szigetes koncert milyen baszott jó volt! És, hogy ott mennyire nem lehetett gondolni, és most utólag visszagondolva is mennyire fura, hogy az már az utolsó koncertek egyike volt. Huh.
------------
Egyszer (hahahaha, interjú a Zenészmagazinnak, Wantednak nem adtak? Az rémlik, hogy de):
9 July 1999 - Corvinus Bar, Kempinski Hotel Corvinus Budapest, Budapest, Hungary notes: Michael, Peter & Mike hold separate interview sessions from 12 noon for 2 and a half hours, with interviewers from TV2, Publikum, Latvian TV, Radio Juventus, TV Slovenija, HTV, TV Satelit, Atomic TV, Blikk, Vikend & Zeneszmagazin.
Aztán (hát nagyon-nagyon jó volt látni, de nem túl acélos, vagy inkább fura sorrendű volt a setlist):
9 July 1999 - Kisstadion, Budapest, Hungary support: Heaven Street Seven, Ülloi Úti Fuck, dEUS set: Have You Ever Seen The Rain? - Lotus / The Wake-Up Bomb / So Fast, So Numb / Fall On Me / Suspicion / What's The Frequency, Kenneth? / The Apologist / Half A World Away / Daysleeper / Sweetness Follows / The One I Love / Electrolite / Find The River / Losing My Religion / Cuyahoga / At My Most Beautiful / Finest Worksong / Walk Unafraid / Man On The Moon encore: Hope - I'm Not Over You (Stipe solo) / Why Not Smile (Mills & Stipe) / Crush With Eyeliner / The Great Beyond / Tongue / It's The End Of The World As We Know It (And I Feel Fine) notes: 'Hope' was played and sung by Michael solo. review
Peter Hendriks' reviews of Werchter-Belgium, Paris, Montreux, Vienna and Budapest
Majd (ezen nem voltam, éppen külföldön tartózkodtam életvitelszerűen):
22 January 2005 - Papp László Budapest Sportaréna, Budapest, Hungary support: Brainstorm set: Finest Worksong / Get Up / Departure / Animal / Boy In The Well / So. Central Rain (I'm Sorry) / High Speed Train / Everybody Hurts / Leaving New York / The Great Beyond / Swan Swan H / Turn You Inside-Out / I Wanted To Be Wrong / Final Straw / Imitation Of Life / The One I Love / Walk Unafraid / Losing My Religion encore: What's The Frequency, Kenneth? / Drive / I've Been High / Permanent Vacation / I'm Gonna DJ / Man On The Moon notes: First performance of 'Swan Swan H' since 15 June 1991
Végül (nagyon jó koncert, amit a ráadásblokk tökéletessé tett):
16 August 2008 - Main Stage, Sziget Festival 2008, Obudai Island, Budapest, Hungary other acts performing: Pannonia Allstars Ska Orchestra, Mademoiselle K, Róisín Murphy, Serj Tankian set: Living Well Is The Best Revenge / What's The Frequency, Kenneth? / Bad Day / Drive / The Wake-Up Bomb / Man-Sized Wreath / Ignoreland / Hollow Man / Begin The Begin / The Great Beyond / Electrolite / Pretty Persuasion / The One I Love / Let Me In / Horse To Water / These Days / I'm Gonna DJ / Orange Crush / Imitation Of Life encore: Supernatural Superserious / Losing My Religion / Fall On Me / Man On The Moon notes: Michael dedicated 'Let Me In' to Kurt Cobain.
Nem sokkal ez előtt a koncert előtt találkoztam Michael Stipe-pal (meg Bertis Downs menedzserrel, akivel órákat vártunk, hogy megérkezzen a főszereplő, Downs-zal a hotel előtti parkban bámultuk a naplementét és elmesélte, hogy milyen szürkének látta Budapestet a hetvenes évek végén, amikor hátizsákos turistaként itt járt), Déri Zsolt csinált egy szuper interjút, Stipe meghívott egy deci borra, ami úgy 2000 Ft-ba került, felajánlotta, hogy egyem meg a húsos miniburgereit, aláírta a Reckoning- és Out Of Time-vinyljeimet, én meg lőttem pár béna fotót, bár ez mondjuk jó lett.
14 notes
·
View notes
Text
3.Oktober 2019
Nachdem Caspar uns gegen 1.30 Uhr mit einem lauten „Dada“ weckt und es einige Überzeugungsarbeit braucht, bis er wieder einschläft, schlafen wir morgens alle drei etwas länger und stehen erst gegen 9 Uhr auf. Gunnar macht uns Pfannkuchen, während Cati duschen geht. Nach dem leckeren Frühstück wechseln wir kurz den Stellplatz und dann geht es ans Räumen. Wir müssen die drei großen und den kleinen Koffer packen, wobei wir einen direkt für Island vorbereiten. Das Packen nimmt einige Zeit in Anspruch, was von einem quengelndem Kind begleitet wird, welches das vormittägliche Fahren für seinen Mittagsschlaf vermisst. Irgendwann schläft Caspar dann aber doch auf dem Arm ein und wir bekommen auch alle Dinge gut unter.
Nachmittags laufen wir über die Trails (schmale Trampelpfade, die bergauf,bergab am Rand des Campingplatzes entlang führen) zum Supermarkt. Wir kaufen noch einmal -in weiser Voraussicht, da es auf dem Flug kein Essen gibt - Aufschnitt für unsere morgigen Lunchpakete und holen uns einen Kaffee. Zurück am Wohnmobil kann Caspar mit dem verbliebenen Spielzeug spielen und Gunnar packt Kinderwagen und Kraxe ein. Morgen fehlen dann nur noch die Dinge, die wir jetzt noch brauchen.
Caspar schläft nach dem Brei schnell ein (es war doch deutlich weniger Schlaf tagsüber als sonst) und wir vernichten die Essensreste. Es gibt noch einmal Reis mit Gehacktem. Wir sind erstaunlich gut hingekommen mit unseren Lebensmitteln, trotzdem gibt es morgen ein Sammelsurium an Sachen, worüber sich die nächsten Camper hoffentlich freuen: Gewürze, Essig&Öl, Alufolie, Reis, Pfannkuchenmehl, drei Kisten, zwei Campingstühle, Spülmittel, Seife, Geschirrabtropfmatte, Mülleimer, Müllbeutel und einen Treppenschutz.
Dreieinhalb Wochen mit dem Wohnmobil und viereinhalb Wochen Amerika und Kanada haben nun ein Ende... wir sind ganz schön wehmütig, freuen uns aber auch auf Zuhause! Jetzt haben wir aber noch drei volle Tage Island vor uns und die werden wir genießen!
4 notes
·
View notes
Photo
Friese camperplaats is Camperlocatie van het jaar 2017
Camperaars hebben Camperplaats Stoutenburght in Blesdijke uitgeroepen tot Camperlocatie van het jaar 2017. Belangrijke kenmerken zijn volgens bezoekers de fraaie ligging, de uitstekende voorzieningen en de gastvrije beheerders. Met een 9,8 heeft de Camperplaats de hoogste score op...
Lees meer op Reisprofs.nl http://reisprofs.nl/friese-camperplaats-is-camperlocatie-van-het-jaar-2017/
0 notes
Text
Buurvrouw 100
Ik zit in de internationale trein van Brussel naar Nederland wanneer het in Antwerpen plots druk wordt. Naast me komt een jonge vrouw zitten, ze kijkt licht in paniek. Er stond een verwarmde man op het perron die mensen lastig leek te vallen. Ze was bang dat hij ook in onze coupé zou zitten, maar we zien hem niet.
Ze ziet er goed uit. Blauwe flair jeans, wollen witte jas en een blauwe scrunchie om haar pols. Ze was op bezoek bij haar zus die in Antwerpen studeert, zelf woont ze nog thuis. Mijn buurvrouw vertelt dat ze net is begonnen aan de studie social work. Het liefst had ze psychologie gestudeerd, maar helaas had ze haar vwo-diploma voor de zomer niet gehaald. ‘Dat komt vast later nog.’
Het is een hecht gezin. Haar broertje woont nog thuis, de ander in Rotterdam. Het gezin houdt van reizen en gaat nog steeds samen op vakantie. Vorig jaar Spanje, eerder ook Sri Lanka en Amerika. ‘We hadden een camper van twaalf meter waarmee we een fantastische reis hebben gemaakt vanuit Las Vegas.’
#reizen#reis#treinblog#blog#bloggen#treinen#meertreinenmindervliegen#travelblog#travel#brussel#brussels#bruxelles#antwerpen#antwerp#anvers#ns#trein#verhalen#treinverhalen
2 notes
·
View notes
Photo
Schots en scheef
Schotland is niet veel anders dan Ierland op het eerste gezicht. De wegen hebben alleen minder kuilen, de mensen zijn misschien niet zo vriendelijk als aan de andere kant van de zee. Ze hebben hier veel meer regels, althans er hangen overal lijsten met wat niet mag, maar het landschap vooral de Highlands is schitterend. Via de kust en Fort William gaan we eerst naar het eiland Skye. Onderweg nemen we een liftster mee. Een backpacker met een enorme rugzak die bijna nog groter en zwaarder is dan zijzelf. Ze heet Agnieszka Mrôvka en komt uit Polen. Onze buren thuis komen ook uit Polen, dus we hebben gespreksstof. Ze spreekt uitstekend Engels. Yvonne gaat het ook steeds beter beheersen en daardoor ontstaat een leuk gesprek over links rijden, ik vertel haar dat Yvonne altijd de schuld krijgt omdat ze rechts zit. Ze woonde in Amerika maar gaat eerst een wandeltocht in Schotland maken voordat ze terug gaat naar haar familie in Polen. Op haar telefoon vind ze de plek waar ze eruit wil om de route aan te vangen. We zetten haar af op een parkeerplaats.
We rijden twee dagen rond op dit eiland, dat een hartvormige route langs de kust heeft met zijn kliffen en watervallen. Daarna gaan we rond de Noordkust rijden.
Het land is leeg hier in het noorden en het doet ons denken aan de tocht naar de Noordkaap een paar jaar geleden. Ook toen was de weg smal, leeg en reed je langs fjorden en bergen. Sneeuw hebben we echter niet gezien hier, op een paar plekjes na op de flanken van Ben Nevis. De hoogste berg van Groot Brittannië, bij Fort William.
Boerderijen zijn spaarzaam in dit gebied. Hier en daar een haventje met wat vissersbootjes.
Het enige verkeer dat we tegenkomen zijn andere campers en groepjes motorrijders, net als op de weg naar de Noordkaap.
Het verste punt van Lands End in het zuiden is John O Grouts. Vanaf hier zijn alle record pogingen ondernomen om de 874 mile af te leggen naar Lands End. Sommigen deden dat op de fiets, of met een kruiwagen, of lopend verkleed als zeemeermin, je kan het zo gek niet bedenken of het is gedaan. Een jongen heeft het naakt geprobeerd, die heeft er het langst over gedaan, omdat hij steeds gearresteerd werd. Hij mocht pas verder lopen als hij wat aantrok, maar dat weigerde hij. In Lands End hebben we een tentoonstelling over al deze winnaars gezien.
Toch is dit niet het verste punt, dat is de vuurtoren in Duncansby Head. Daar is een parkeerplaats waar we de avond en nacht gaan doorbrengen.
De schapen lopen rond onze auto. Soms zit er een vogeltje op hun rug. De lammetjes hebben een rugnummer, maar omdat dat bij allemaal nummer 27 is, kan je ze daaraan niet uit elkaar houden.
Yvonne gaat koken, voor deze maaltijd heeft ze alle drie de gaspitten nodig. Het is fris buiten, dus maak ik de eethoek in de auto klaar. Ik keer de voorstoel om, plaats de tafelpoot in het gat in de vloer en maak de tafel in het profiel aan de schuifdeur, zodat we tegenover elkaar aan tafel kunnen zitten om te eten.
Het gaat ineens regenen, niet gewoon regenen, maar een stortbui. Yvonne doet snel de dakluiken en het klapraam dicht.
De bui is van korte duur, we horen het nog een beetje druppen op het dak.
Een keiharde pieptoon doet ons opschrikken. Dat hebben we nog nooit gehoord. De ijskast piept wel eens als de deur niet goed dichtzit, of het gas op raakt, maar zo hard, nee. Het blijkt het alarm te zijn van de koolmonoxidemelder. Door dat er te weinig zuurstof bij de vlammen komt, omdat alles dicht zit, wordt het gas niet goed verbrandt en ontstaat koolmonoxide. Dat ruik je niet, je merkt er zelfs weinig van en kan gewoon het loodje leggen zonder dat je het merkt.
Wat ben ik blij dat ik dat ding gemonteerd heb en voor de vakantie de batterijen heb vervangen. Anders waren we voor altijd op vakantie gebleven.
1 note
·
View note
Photo
Mir hei Glück gha, ersch paar Tag vor üsere Abreis ins San Francisco, isch dr California Highway 1, nach überemne Jahr wieder ufgange u mir hei aues ar Küste entlang chönne fahre. Santa Cruz isch üse erst Stopp gsi. Die heisech dänkt, Amerika isch z Land vo de unbegränzte Müglechkeite, auso boue mer doch ä Vergnüegigspark direkt as Meer. 1 Tag heimer dert verbracht u si de chlei witer ufene Camping cho. Üsi Nachbare dert, hei ah ihrem Camper ä üs sehr vertrouti Flagge ufgmacht gha, so simer is Gspäch cho. Toll heimer mau wieder chönne mit öpperem üses schöne Bärndütsch rede u so heimer de gad zämä Fajitas gmacht. Am nächste Morge simer ufere mega schöne Route ar Küste entlang richtig Monterey gfahre u si de nach langer Campingsueche fündig worde uf de Klippe vo Kalifornie. Ä Tag speter wär üses nächste Zieu dr Pismo Beach gsi, jedoch het üs äs Schiudli am Strasserand ande andere, direkt am Meer glägne, Camping gfüehrt. Schön dusse am sünnele u de hupets! Per Zuefau heimer üsi Bärnerbekanntschaft wieder troffe. Nachemne gmeinsame Znacht heisech de üsi Wäge entgültig trennt. - Ah dere Steu, äs isch cool gsi mit öich! Machets guet, gniesset öii Reis u spilet fliessig Hoseabe!:) - Am nächste Tag hets gäbig möge rägne. In Pismo Beach ahcho, isch leider üse vorgsehnig Camping zue gsi, so dasmer no witer gfahre si. Es het üs bis uf Santa Barbara zoge. Dert simer grad 2 Nächt blibe. Hei das wunderschöne Santa Barbara ahgluegt u si chlei am Stand verwiilet. Ja, eigentlech heimer ja no i Yosemite National Park wöue, u dä isch quasi bi San Francisco grad ine. Und das Santa Barbara befindet sech ca. 100km vor Los Angeles. Mir si auso vieeeu z wit abegfahre. So heimer ä 6 stündigi Outofahrt uf üs gno u si dür ä Teil vor Sierra Nevada düüset 1 Tag simer im Yosemite National Park gsi u es isch dr absolut wahnsinn gsi. Die Ussichte, d'Natur im Augemeine, d’Wasserfäu und und und. Mir hei super Wätter verwütscht und übere Tioga Pass hets de möge schneie! Am abe heimer de ä Camping uf gäbige 2300 m��.M. gfunde. Ir Nacht -2 Grad, mir hei aues länge füregno wo isch gange, u hei glich chaut gha. Dr nächst Tag het üs dür z Death Valley gfüehrt, 31 Grad u bränntegi Sunne, auso z puure Gägäteu vor vordere Nacht. Nachdem mir hüt Morge früeh uf si für zum Badwater Lake, dr töifst Punkt in Amerika mit -85.5 mü.M., simer iz in Las Vegas ahcho. Mir si ir Heufti vo üsere USA Reis, wär Luscht het, das ganze ou no imne Video z gseh, erste Teil USA Seattle - Death Valley, eifach ufe Link drücke: https://www.dropbox.com/s/ub4i1j0wzm7mwm1/USA1.mp4?dl=0
4 notes
·
View notes
Text
Vrijdag 21 sept.
Tiogapas staat op het programma. De hoogste pas van Amerika!! Dat belooft wat...
Het was een schitterende tocht met heel diverse uitzichten. Zo spannend als we gedacht hadden was het gelukkig niet. We gingen naar ruim 3000 m hoogte.
Het uitzicht was heel divers. Elke keer totaal ander landschap.
Op de foto zie je onze campers staan. Toen nog onbeschadigd ... Na een kleine aanvaring met een vuurrode MG heeft Ruud nu een zijlichtje minder en een mooi rood aandenken op de zijkant. Beetje gedoe dus. Maar nadat alles geregeld was weer verder naar Monolake. Zout/kalkpilaren steken daar uit het meer, ontstaan door gasvorming vanuit de bodem.
Heel bijzonder!!
‘s Avonds lekker uit gegeten.
3 notes
·
View notes
Text
'Tak payah buat exam untuk murid Tahun 1-3, tak perlu stresskan budak-budak'
Tidak ada sesiapa pun yang dapat menafikan zaman terindah adalah ketika zaman kanak-kanak. Ketika zaman inilah kita dapat mempelajari banyak benda yang baru. Di saat ini juga, perkembangan kanak-kanak dapat dilihat sedikit demi sedikit.
Seiring zaman berkembang pesat, pendidikan kanak-kanak turut dikatakan mempunyai silibus yang tinggi sehingga melampaui pemikiran mereka sebagai pelajar sekolah rendah. Ujian dan peperiksaan seringkali diadakan bagi menguji tahap kemampuan pelajar. Tetapi, apabila dilihat dari sudut berlainan, ujian dan peperiksaan ini kadangkala membataskan pemikiran mereka untuk berfikir lebih kreatif. Sedar atau pun tidak, kanak-kanak ini juga boleh mengalami tekanan.
Prof Madya Dr Hasnah Toran melalui status di Facebook memberikan cadangan agar pendidikan di Malaysia menambah Modul Kemahiran Sosio Emosi. Beliau juga berpendapat sistem pendidikan sekolah rendah dilihat memberikan tekanan kepada para pelajar.
Beliau turut berkongsikan pengalaman anaknya yang tidak dapat menyesuaikan diri pada awalnya dengan sistem pendidikan di negara ini berbanding sistem pendidikan di Amerika Syarikat.
KAMI balik dari US pada tahun 2007, bulan April, tahun Haniin mula Tahun 1 Sekolah Rendah. Dengan kalut cari kerja, settle down bagai, bulan Jun baru dia masuk sekolah. Dua minggu lepas masuk sekolah, ada Peperiksaan Pertengahan Tahun.
Hmm, mak bapa nervous-lah! Sebab semasa dia bersekolah dan prasekolah di US, tiada ujian langsung. Kami tak kisah jika dia tak dapat A, tapi kami bimbang jika dia stress atau jika cikgu label dia sebagai budak hopeless. Dan yang haru sekali, kami terfikir-fikir, dia fahamkah konsep peperiksaan?
Hari pertama peperiksaan, kertas BM 1 dan 2. Tak payah tanya apalah, masa tu dia hanya tahu 'ummi, ayah, abang, adik, makan, tidur, mandi, berak' sahaja. Yang lain semua omputih sebab di Eugene, kami satu-satunya keluarga Melayu.
Dia masuk ke dalam kereta selepas habis sekolah sesi petang, kami hanya bertanya, "How was your day?" "Okay" jawabnya pendek. Saya jeling suami. Suami jeling saya. Okay lah kut. As i said earlier, kertas Bahasa Melayu. Redho sajalah.
Esoknya kertas Bahasa Inggeris 1 dan 2. Masa ni, BI dia lagi berabuk dari cikgu. Maka selepas tanya How was your day?, kami sambung tanya "What did you do today?" "Emmm, we did some writing practice"
Saya jeling suami, suami jeling saya. Jungkit kening. "What writing practice?" "The teacher gave us papers and we write on it." Jeling-menjeling lagi kami suami isteri.
Saya sambung tanya "Did you finish your writing practice?" Takkan nak tanya "Boleh jawab tak?" Boleh tak boleh, dia faham ka, "writing practice" tu nak uji kemampuan dia? Maka mak tanya dia boleh siapkan atau tidak. Kalau siap tu kira dia boleh buatlah. Kot?
Dengan selamba, anak bertuah tu jawab "No"
Terbeliak biji mata mak pak! Kertas Bahasa Inggeris kot. Dia ni kira macam native speaker, pergi US umur 3 tahun. Tapi mak pak yang tak mau pressure anak, dengan suara yang cuba buat tenang, saya tanya lagi, "Oh, why not?" Saya sangat pasti dia boleh jawab semua soalan. She was quite an early reader and she loved reading.
"Well,there's this boy sitiing next to me. He didn't know how to do the practice, so I helped him"
Oh okay, anak... mak tanya lagi. Ayah follow sambil bawa kereta, "You helped him, so you didn't finish your practice?"
"Hmm hmm." jawab si happy camper. "Ummi, what are we going to have for dinner?" selamba dia tukar tajuk. Apa kisah kertas soalan habis jawab ke idak.
Itulah dia, tuan-tuan dan puan-puan, produk pendidikan Amerika. Kawan tak tahu, kita tolong. Emphasisnya, kita buat sama-sama, kita berjaya sama-sama. Emphasis pendidikan Malaysia, be the best, beat the rest. (Sampai sekarang bila saya baca tulisan ayat keramat ini di dinding sekolah, saya cringe, cringe cringe cringe!! Kesian anak-anak kita.
So hang dah jadi the best, dah belasah habis the rest; Nanti nak sekolahkan anak, siapa yang nak ajar? Masuk hospital, siapa rawat? Rumah terbakar, siapa mai padamkan? Hat hang belasah itulah yang mai tolong. Tapi time belajar seorang saja nak be the best?
Dah terlalu individualistik, itu yang ramai rakyat Malaysia apa kisah apa jadi kat orang lain, nak buat macam mana policy makers dah gabra nu, dalam ujian PISA, Vietnam pun dah kalahkan Malaysia. Hampa ingat belajaq ni macam tendang bola masuk gol macam Piala Dunia ka?
Dah cerita panjang meleret ni, did you all get the point? Cerita panjang-panjang ni tipikal-lah cikgu old school macam saya ni. Nak make a point, cerita meleret-leret. Mana sempat nak cerita kat YB Dr Maszlee esok. Nampak muka dia saja, semua orang berebut mikrofon, hehehehe. (Teringat majlis Bicara Minda yang lalu)
Kalau dan (Penangspeak: sempat), saya nak cakap kat YB, tak payahlah buat exam untuk murid-murid Tahun 1 hingga 3. Ada maknakah exam umur muda-muda tu? Nak ukur murid dah kuasai kemahiran 3M, macam-macam cara penaksiran lagi boleh buat. Tak payahlah stresskan budak-budak. Buku teks pun tak payah suruh depa pikul. Buat projek suruh depa tulis buku sendiri, tentu depa akan pandai 3M.
Cikgu-cikgu Tahap 1 setujukah? Cikgu-cikgu tak payah nak sediakan kertas soalan, tak payah nak tanda soalan. Tiap-tiap hari mai sekolah, ajak murid-murid main, menari, buat projek chicken hatchery (eram telur hingga menetas) dan lain-lain.
Tapi saya nak cadangkan tambah Modul Kemahiran Sosio Emosi. Cikgu-cikgu tahukah apa 4 elemen dalam kemahiran emosi?
Mak bapak yang mati-mati nak exam untuk murid-murid Tahap 1 ini, hanya mak bapak kiasu. Yang teringin nak membawang "Anak saya periksa ritu semua paper dapat 100%, Bahasa Inggeris sahaja dapat 98%" hehehehe.
Ok, lain kali saya cerita tentang Haniin dan tanduk rusa di dalam kelas Sains nya.
#hasnahtoran #drhasnahtoran #permatakurnia
Sumber: Hasnah Toran
from The Reporter https://ift.tt/2Okepod via IFTTT from Cerita Terkini Sensasi Dan Tepat https://ift.tt/2MfZyOa via IFTTT
5 notes
·
View notes