#arawinda kirana
Explore tagged Tumblr posts
neonrebels · 2 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Yuni (2021) Dir. Kamila Andini
30 notes · View notes
tanappreciation · 2 years ago
Photo
Tumblr media
Arawinda Kirana
0 notes
satuviral · 2 years ago
Photo
Tumblr media
Agensi Sebut Arawinda Kirana Dimanipulasi, Tak Pernah Rebut Laki Orang
0 notes
365filmsbyauroranocte · 3 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Yuni (Kamila Andini, 2021)
526 notes · View notes
cinematicjourney · 3 years ago
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Yuni (2021) | dir. Kamila Andini
262 notes · View notes
wkwz · 3 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Yuni (2021) dir. Kamila Andini
254 notes · View notes
achiara · 3 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Yuni | Dir. Kamila Andini (2021)
24 notes · View notes
cinemaronin · 3 years ago
Text
Yuni (2021)
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
9 notes · View notes
snapofaneye · 3 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
4 notes · View notes
dear-indies · 2 years ago
Note
hello :) please could you give some alternative suggestions to cindy kimberly, preferably someone with resources from tv & film. tysm <33
Indonesian:
Lulu Antariksa (1995) Indonesian / German.
Brianne Tju (1998) Indonesian / Chinese.
Jihane Almira Chedid (2000) Javanese Indonesian and Lebanese.
Arawinda Kirana (2001) Indonesian.
Other suggestions:
Simone Ashley (1995) Tamil Indian.
Coty Camacho (1995) Mixtec and Zapotec - is pansexual.
Lindsay Watson (1995) Kānaka Maoli, Filipino, Chinese, Japanese, White.
Tati Gabrielle (1996) African-American / Korean.
Charithra Chandran (1997) Tamil Indian.
Amita Suman (1997) Bhojpuri Nepalese.
Janhvi Kapoor (1997) Indian.
Jaylen Barron (1997) African-American / Mexican.
Banita Sandhu (1998) Punjabi Indian.
Gabbi Garcia (1998) Tagalog Filipino.
Coco Jones (1998) African-American.
Joanna Pincerato (1998) Mexican, Syrian. Swedish, Italian - no acting resources.
Diamond White (1999) African-American.
Imani Lewis (1999) African-American.
Alycia Pascual-Peña (1999) Afro-Dominican.
Lizeth Selene (1999) Mexican - is genderfluid and queer - they/she.
Daniella Perkins (2000) African-American / European.
Kate Valdez (2000) Tagalog Filipino.
Savannah Lee Smith (2000) African-American - is bisexual.
Maitreyi Ramakrishnan (2001) Tamil Sri Lankan.
Josie Totah (2001) Palestinian / Lebanese, Italian, Irish, German - trans.
Isabela Merced (2001) Peruvian / White.
Finding somebody with acting resources was difficult but here are some suggestions!
11 notes · View notes
vintage-writer · 3 years ago
Text
Review Film Yuni (2021): Gambaran Absurd Sempit Mengenai Kebebasan Feminisme di Indonesia yang Justru Menggugurkan Emansipasi Wanita
Tumblr media Tumblr media
Sejak tahun 2021 berakhir, film Yuni digadang-gadang menjadi film terbaik di tahun 2021. Yuni menjadi puncak perjuangan kaum wanita melawan patriarki dan belenggunya yang menimbulkan berbagai prahara kekerasan seksual di masyarakat.
Ide film Yuni begitu kuat dan berhasil menyihir para penonton. Namun ulasan dari saya mungkin kurang sesuai dengan apa yang dilihat masyarakat diperjuangkan dalam film ini.
Judul Film: Yuni
Sutradara: Kamila Andini
Penulis naskah: Kamila Andini, Prima Rusdi
Tahun: 2021
Genre: Drama
Cast: Arawinda Kirana, Asmara Abigail, Sekar Sari, Marissa Anita, Dimas Aditya, Kevin Ardillova, Neneng Wulandari, Nazla Thoyib
Yuni bercerita mengenai seorang remaja perempuan bernama Yuni (Arawinda Kirana) yang hidup dan besar di kota Serang menjelang masa kelulusannya dari SMA. Yuni digambarkan perempuan yang cerdas dan ia tahu ia memiliki kebebasan. Namun nasibnya terancam berubah ketika seorang pria meminangnya, yang dengan segera ia tolak. Sementara itu ia memimpikan untuk mendapatkan beasiswa agar bisa melanjutkan sekolahnya tetapi terhalang nilai pelajaran Bahasa Indonesia. Di kala kegalauan mengenai masa depannya yang ternyata tidak begitu jelas juga, pinangan para pria terus-terusan datang. Yuni semakin bimbang menentukan masa depannya.
Ide mengenai remaja perempuan melawan kungkungan patriarki selalu menjadi bumbu sedap film feminisme. Di Indonesia film yang serupa adalah Perempuan Berkalung Sorban (2009) karya Hanung Bramantyo dan Ginatri S, sedangkan di luar negeri mungkin film feminisme yang menggambarkan perlawanan terhadap patriarki adalah Mona Lisa Smile (2003) oleh Mike Newell, atau mengenai perjuangan Ruth Bader Ginsburg dalam On the Basis of Sex (2018) karya Mimi Leder. Contoh lainnya adalah Hidden Figures (2016) mengenai Katherine Johnson dan dua rekan kulit hitam wanitanya bekerja di NASA. Namun menurut saya pribadi, membandingkan Yuni dengan tiga film terakhir terbilang terlalu nekat karena capaian yang ingin disampaikan oleh pembuat film tidak secemerlang Mona Lisa Smile maupun On the Basis of Sex, lebih-lebih dengan Hidden Figures.
Film On the Basis of Sex yang diperankan oleh Felicity Jones (Ruth Bader Ginsburg) menceritakan mengenai kisah Ruth Bader Ginsburg memperjuangkan pendidikannya di bidang hukum yang ia cintai. Di kelasnya diisi oleh para lelaki dan ia satu-satunya wanita yang mengambil kuliah hukum, setelah ia lulus pun ia tidak segera mendapatkan klien ketika ia ingin menjadi pengacara. Satu klien yang hadir adalah seorang pria yang ingin memperjuangkan kesetaraan gender untuk bisa mengambil kursus perawat guna merawat ibunya yang sakit. Film ini mendobrak semua stigma tentang gender bahwa wanita harus menjadi ibu rumah tangga atau diam di rumah sedangkan pria harus menjadi sosok yang bekerja dan menghasilkan uang.
Mona Lisa Smile mungkin memiliki latar belakang lebih mirip dengan Yuni. Bercerita mengenai Katherine Ann Watson (Julia Roberts), guru seni di sebuah sekolah tinggi perempuan di tahun 1950-an yang mengajarkan kepada para perempuan di kelasnya bahwa dunia lebih luas daripada kehidupan rumah tangga yang mungkin sudah dijalani oleh sebagian besar isi kelas maupun akan dijalani oleh anggota kelas yang lainnya. Ia mendukung muridnya yang cerdas, Joan Brandwyn (Julia Stiles) dan mendorong muridnya yang menentang pendidikannya yang bebas, Betty Warren (Kirsten Dunst) untuk keluar dari belenggu pernikahan patriarki yang sudah mendarah daging di keluarga Warren. Mengejutkannya, Warren menjadi wanita yang memilih untuk meninggalkan pernikahannya dan berkarir seperti gurunya, Watson, sedangkan Brandwyn justru mengatakan wanita bebas memilih, termasuk memilih berumah tangga.
Namun, Yuni sama sekali jauh dari film-film hebat ini.
Penggugur ide suci feminisme
Yuni (Arawinda Kirana) digambarkan sosok yang cerdas, hanya saja ia tidak paham mengenai pelajaran Bahasa Indonesia. Namun ia menyukai guru Bahasa Indonesianya, Pak Damar (Dimas Aditya), tidak hanya karena Pak Damar sosok yang tampak cerdas dan puitis tapi juga menurut Yuni sosok Pak Damar terbilang memikat secara fisik. Di saat tawaran beasiswa datang, guru Yuni, Bu Lilis, mengatakan ia harus fokus. Namun Yuni malah terlalu tenggelam dalam perasaannya terhadap Pak Damar dan sibuk kasak-kusuk dengan kawan-kawannya mengenai teman perempuan mereka, Ade, yang konon diperkosa sampai hamil. Ironis, tanggapan tokoh Yuni mengenai fakta jika salah satu temannya dipaksa berhubungan intim malah justru menggugurkan semua klausa feminisme yang diusung dalam film.
Yuni malah justru penasaran mengenai hubungan senggama yang dilakukan antara pria dan wanita, dan kemudian malam hari setelah ia membicarakan tentang kasus Ade yang malang, ia mencari tahu cara bermasturbasi untuk perempuan. Nahas, hal ini seperti mengatakan jika Yuni tidak berempati atas apa yang menimpa temannya sesama perempuan dan malah justru terangsang mendengar cerita pemerkosaan. Tentu saja poin ini poin feminisme yang sangat salah kaprah.
Penggugur feminisme yang kedua adalah cara Yuni menjawab perasaan adik kelas yang menyukainya, Yoga (Kevin Ardillova). Yoga adalah adik kelas yang pintar dan ia menawarkan diri mengerjakan tugas puisi Yuni yang harus dikumpulkan kepada Pak Damar. Di sini, Yuni memanipulasi Yoga untuk menjadi joki tugasnya agar nilainya bagus dan ia bisa mendaftar beasiswa. Pertanyaannya, sejak kapan manipulasi halal dalam feminisme atau dalam hal apapun? Jika para pelaku feminisme sering menolak manipulasi pria yang membuat wanita berpikir mau diajak berhubungan seksual dan terjebak dalam pelecehan seksual, apa bedanya dengan manipulasi yang dilakukan Yuni kepada Yoga untuk mengerjakan tugas yang sebenarnya tidak ia kuasai? Padahal tugas Bahasa Indonesia dari Pak Damar konon jadi kunci penting lolosnya Yuni masuk ke dalam penjaringan beasiswa, sehingga seharusnya Yuni harus berjuang sekuat tenaga dan kemampuannya mengerjakan tugas tersebut guna membuktikan kepada orang-orang di sekitarnya jika ia memiliki impian yang besar dan menikah belum menjadi pilihan baginya. Tentu dengan caranya meremehkan tugas Pak Damar lewat menggunakan garapan Yoga, dunia juga tidak heran ikut meremehkan Yuni.
Manipulasi ini justru bercampur aduk dengan rasa kepo Yuni akan hubungan senggama, yang ditampilkan lewat Yuni mengajak Yoga untuk melakukan hubungan seksual di sebuah rumah kosong (tapi gagal). Tentu saja hal ini menjadi penggugur feminisme ketiga, kecuali jika feminisme hanya dipandang sebagai sebuah ide untuk para wanita bisa dengan bebas melakukan hal yang mereka inginkan tanpa konsekuensi dan tanpa tanggung jawab seperti para pria. Sayangnya tidak. Raden Ajeng Kartini (RA Kartini) tidak susah payah memperjuangkan kesetaraan pendidikan untuk wanita hanya agar para wanita bisa mengeksplorasi mengenai tubuh mereka dengan cara yang bahkan dibenci wanita untuk dilakukan para pria terhadap tubuh wanita. Yuni menurut saya malah menodai ide suci feminisme dan emansipasi yang berasaskan pendidikan dan nilai-nilai luhur wanita dan menjual feminisme layaknya kisah-kisah murahan mengenai remaja yang ingin bebas tanpa tahu apa yang sebenarnya ia impikan.
Perempuan Berkalung Sorban memang bukan contoh sempurna mengenai film yang mengangkat isu feminisme dikarenakan banyak isu agama yang masih salah di film tersebut. Namun dibandingkan dengan film itu, Yuni pun masih kurang. Lebih-lebih jika dibandingkan dengan film feminisme lainnya yang lebih kuat yaitu 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita, yang bercerita mengenai ketegaran tujuh wanita dengan tujuh hati dan tujuh cinta yang tidak sempurna dalam bayang-bayang keperkasaan para pria yang membuat wanita lemah dan tidak berdaya.
Ulasan ini mungkin akan dicekal karena sebagai seorang wanita saya justru tidak menikmati semarak isu feminisme yang diangkat di Yuni. Hanya saja bagi saya, feminisme tidak sesempit kebebasan wanita mengeksplorasi tubuh dan kegemaran seksualnya. Feminisme justru menjadi alat agar ruang bergerak wanita itu bebas dan tidak terbatas dalam bidang yang sebelumnya dikuasai para pria. Sudah terbukti jika wanita memiliki kecerdasan lebih unggul dari para pria, sehingga mengapa justru feminisme dipakai sebagai alat menunjukkan hasrat dan birahi wanita?
Intelektualitas di film ini juga sangat terasa cetek karena saya kira sastra yang dipakai adalah sastra garapan wanita, tapi justru yang dipakai adalah sastra Sapardi Djoko Damono yang berlatarkan kisah cinta seorang pria kepada wanita. Penggunaannya pun juga kurang cerdas karena Yuni tidak bisa mengetahui puisi yang diberikan oleh Yoga kepadanya hanyalah puisi-puisi Sapardi. Seharusnya ia menolak bentuk ungkapan cinta yang meminjam pernyataan cinta penyair lain. Namun tidak heran, Yuni sendiri kebingungan dengan hasrat yang membuncah dalam tubuhnya sehingga wajar jika ia tidak bisa berpikir kritis.
Kekecewaan selanjutnya adalah melihat respon Yuni mengetahui Pak Damar adalah seorang crossgender. Saya kira Yuni akan terbuka dengan apa yang ia lihat dan terjadi di sekitarnya. Namun tidak, kungkungan mengenai patriarki dan pola pikirnya dalam film Yuni justru lebih tercermin dari tokoh Yuni sendiri dibandingkan dengan lika-liku masyarakat Serang di sekitarnya.
8 notes · View notes
futuristicloverfun · 2 years ago
Link
0 notes
yr2002 · 2 years ago
Note
jihane almira chedid or arawinda kirana?
they’re both gorgeous so feel free to choose either ! buuut i will say that i already knew who jihane was; i didn’t know who arawinda was. when i googled arawinda and looked at her insta, though, i was just like woah at how beautiful she is ??? real “i saw a woman so beautiful i started crying” moment there. so my vote, personally, goes to arawinda.
Tumblr media
0 notes
365filmsbyauroranocte · 3 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
“Purple is her favourite colour.”
Yuni (Kamila Andini, 2021)
349 notes · View notes
acehimagecom · 3 years ago
Text
Film Yuni Tayang di Bioskop Mulai 9 Desember
Film Yuni Tayang di Bioskop Mulai 9 Desember
JAKARTA – Film garapan Sutradara Kamila Andini, Yuni, akan tayang di bioskop Indonesia dalam waktu dekat. Fourcolours Films merilis jadwal penayangan film tersebut bersamaan dengan teaser poster pada Jumat (8/10). Teaser poster tersebut menampilkan karakter Yuni yang diperankan Arawinda Kirana. Teaser tersebut dibuat berlatar warna ungu. Dalam teaser poster tersebut juga terdapat berbagai…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
nadijahp · 2 years ago
Text
i remember when amanda zahra is being cheated his husband with arawinda kirana. a twitter user tweet his/her opinion about “stay”. 
“if he stay, he will.” 
but the end of the day, the stay itself it’s not enough. as ian hugen said in his tiktok about curving. it is about his/her stay but he/she changes into the cold one and makes you stay away or leave voluntarily karena kamu ngerasa ga nyaman sama dinginnya dan perubahan sikapnya walau dia stay sama kamu beberapa saat. 
if the statement “kalo jodoh gak akan kemana, begitu pun sebaliknya. 
sebaliknya belike; akan kemana Kalo gak jodoh?
Kalo kemana mana, ga akan jodoh” 
i’d prefer to save myself first and keep communicate as the basic manner without hoping too much so the expectation doesn’t kill myself or lengket di setiap mimpi-mimpi tidur. 
berteman. 
walau sulit berteman layaknya normal pada umumnya dengan lawan jenis. 
i know it will be too hard to control the feeling karena cinta datang karena terbiasa (dengan his/her vulnerability). 
Kalo jodoh gak akan kemana, begitu pun sebaliknya.
54 notes · View notes