#Kamila Andini
Explore tagged Tumblr posts
Text
Yuni (2021), dir. Kamila Andini
5 notes
·
View notes
Text
Celebrating Kamila Andini! "It’s important for me when I can see myself in a movie (even if it is a movie from a different country), when I see my society, problems I can relate to… Hollywood movies are like a dream, something unrealistic and distant, detached from reality. In Indonesia, we are not very confrontational people. We don’t put the conflict on a dining table and don’t talk about it. We hide our feelings. People of the East have a different way of talking about conflict."
Read more in Asian Movie Pulse's Interview With Kamila Andini: We, Women, Often Don’t Have a Sense of Ownership Even of Ourselves.
Yuni (2021)
"Throughout, the film asks, what is Yuni willing to risk to have control over her life, and will the world she lives in let her get it?"
Read more on Seventh Row's review.
The Seen and the Unseen | Sekala Niskala (2017)
"The film's quiet pace, as well as its lack of dialogue, encourages total immersion in this magical universe.... The assimilation of the magical dimension of reality is not just about the protagonist. The film itself undergoes a certain metamorphosis following this new mystical revelation. It’s at this point that The Seen and Unseen becomes a wonderful succession of dream sequences that transports us from one universe to another."
Read more in Cineuropa's review.
The Mirror Never Lies | Laut Bercermin (2011)
"This immersive film from the Wakatobi islands in Indonesia is a fascinating snapshot of the lives of the Bajo tribe and a sweetly worked narrative about family and friendship that also offers powerful commentary about the state of our seas and our curation of them." Read more in Eye for Film's review.
Learn more about Andini on her website.
Explore Andini's filmography on MUBI:
26 notes
·
View notes
Photo
Sekala Niskala [The Seen and Unseen] (Kamila Andini - 2017)
#Sekala Niskala#The Seen and Unseen#Kamila Andini#Asia#Cinema of Indonesia#children#childhood#playing#illness#Indonesian movies#cockfight#long take#Bali#costumes#family relationships#twins#brain cancer#drama film#grief#Sichtbar und unsichtbar#Gunung Agung#hospital#dancing#見えるもの、見えざるもの#dreams#ghosts#moon#sky#spiritual life#balance
15 notes
·
View notes
Photo
all time favourite movies:
before, now & then (2022), dir. kamila andini
#before now & then#kamila andini#mine#all time favourite#movies#directed by women#favourite posts#non english speaking movies#color palette: green
8 notes
·
View notes
Photo
Sekala Niskala: The seen and the unseen (2017).
dir. Kamila Andini | dop: Anggi Frisca.
#The seen and the unseen (2017)#Sekala Niskala#Kamila Andini#Anggi Frisca#movies directed by women#Asian cinema#cinematography
2 notes
·
View notes
Text
Nana
Nana
Kamila Andini
Indonesia
2022
0 notes
Text
yuni (2021) was soooo right abt the colour purple
0 notes
Text
WATCHED IN 2024:
"Yuni" (2024), dir. Kamila Andini
ARAWINDA KIRANA as YUNI DIMAS ADITYAR as PAK DAMAR KEVIN ARDILOVA as YOGA ASMARA ABIGAL as SUCI CUTE
#yuni 2021#yuni#cinemapix#cinematv#dailywoc#dailyworldcinema#filmdaily#filmedit#filmgifs#fyeahmovies#lgbtfilmsdaily#tvandfilmdaily#userbbelcher#userfilm#worldcinemaedit#userladiesofcinema#cinematicsource#tvarchive#tuserskc#userkareena#sandushengshou#r.gif#*mine#*mine:film#*watched
79 notes
·
View notes
Photo
BEFORE, NOW & THEN / NANA (2022) dir. Kamila Andini
#before now & then#indonesia#2020s#indonesian cinema#happy salma#women directors#by kraina#filmedit#worldcinemaedit#perioddramaedit#weloveperioddrama#onlyperioddramas#periodedits#filmgifs#userfilm#userrobin#userriah#usertom#underbetelgeuse
660 notes
·
View notes
Text
Gadis Kretek / Cigarette Girl (2023)
Dir. Kamila Andini, Ifa Isfansyah
#gadis kretek#cigarette girl#dian sastrowardoyo#indonesian cinema#southeast asian cinema#filmedit#movieedit#filmgifs#moviegifs#*gifs#april.gifs#(yes finally decided on my gifs' tag)#*i can't wait for this.#tw: cigarettes#tw: smoking
140 notes
·
View notes
Text
tagged by @tolstayas for my top 9 movie watches of 2024! thank you!
In no particular order:
Sueño en otro idioma (2017), dir. Ernesto Contreras, Mexico
"An indigenous language is in peril, as its last two speakers had a quarrel in the past and haven’t spoken to each other in over 50 years." (source)
2. Castle in the Sky (1986), dir. Hayao Miyazaki, Japan
"A young boy and a girl with a magic crystal must race against pirates and foreign agents in a search for a legendary floating castle." (source)
3. Portraid of a Lady on Fire (2019), dir. Céline Sciamma, France
"On an isolated island in Brittany at the end of the eighteenth century, a female painter is obliged to paint a wedding portrait of a young woman." (source)
4. Y Tu Mamá También (2001), dir. Alfonso Cuarón, Mexico
"In Mexico, two teenage boys and an attractive older woman embark on a road trip and learn a thing or two about life, friendship, sex, and each other." (source)
5. Cousins (2021), dir. Briar Grace Smith, Ainsley Gardiner, Aotearoa
Connected by blood but separated by circumstances, three cousins spend a lifetime in search of each other. (source)
6. Yuni (2021), dir. Kamila Andini, Indonesia
"In her last year of secondary school, a bright Indonesian student is determined to pursue her education and resist getting married, despite the expectations of her community." (source)
7. Ceddo (1977), dir. Ousmane Sembène, Senegal
The Ceddo people try to preserve their traditional African culture against the onslaught of Islam, Christianity, and the slave trade. When King Demba War sides with the Muslims, the Ceddo kidnap his daughter, Princess Dior Yacine, to protest their forcible conversion to Islam. (source)
8. Chunking Express (1994), dir. Wong Kar-Wai, Hong Kong
Two melancholic Hong Kong policemen fall in love: one with a mysterious underworld figure, the other with a beautiful and ethereal server at a late-night restaurant. (source)
9. The Handmaiden (2016), dir. Park Chan-wook, South Korea
In 1930s Korea, a swindler and a young woman pose as a Japanese count and a handmaiden to seduce a Japanese heiress and steal her fortune. (source)
tagging: @sandushengshou @highwarlockkareena @tls123 @lan-xichens @quatregats @tomirida
11 notes
·
View notes
Text
Gadis Kretek/Cigarette Girl (2023)
Dir. Kamila Andini & Ifa Isfansyah
23 notes
·
View notes
Photo
Yuni (2021) Dir. Kamila Andini
30 notes
·
View notes
Text
Feminisme dan Otentisitas Lokal dalam Gadis Kretek
Oleh: Muh. Irwan Aprialdy
Saat mengangkat Gadis Kretek menjadi serial Netflix, Kamila Andini, selaku sutradara, berujar, "Gadis Kretek is a love story." Tak bisa dipungkiri, novel besutan Ratih Kumala ini memang banyak berbicara tentang cinta. Namun, apabila serialnya fokus pada hubungan Jeng Yah dan Soeraja, novel ini fokus pula pada percintaan Idroes Moeria dan Roemaisa, orang tua dari Jeng Yah, yang memulai kisah kasih mereka sejak pendudukan Belanda. Apabila ditarik lebih jauh hubungannya dengan sejarah negara Indonesia, Gadis Kretek, sebagaimana karya-karya sastra lain yang mengambil fakta-fakta dan dampak pendudukan Belanda, Jepang, masa kemerdekaan, hingga pembantaian simpatisan PKI, Ratih Kumala sebagai penulis mengais narasi dari imajinasi tentang suasana masyarakat dan keluarga dalam peristiwa-peristiwa besar yang membekas pada jejak historis bangsa Indonesia. Secara khusus, Ratih Kumala menempatkan mata penanya pada latar materi yang tepat: kemuskilan cinta di tengah konflik dan industri rokok kretek. Bahkan, sebelum menyelami halaman-halaman pertamanya, pembaca mungkin akan terlebih dulu dibuat tergiur dengan otentisitas tema dan latar industri kretek, yang kemungkinan jarang digarap dalam kesusastraan Indonesia.
Dengan alur maju-mundur, Ratih menggulirkan tiap peristiwa secara bebas, sempat terasa terhentak, namun kemudian tetap terbaca mengalir. Hal ini tentunya dimobilisasi dengan pilihan gaya penulisan yang renyah dengan penggunaan gaya tutur modern pada bagian cerita pencarian Lebas dan dua saudaranya, lalu gaya tutur Indonesia dan Jawa tempo dulu pada bagian cerita Idroes hingga Jeng Yah.
Sempat muncul kekhawatiran ketika bagian-bagian awal novel ini menyiratkan kesan cerita yang sangat pop dari gaya bahasa maupun bangunan intrinsik lainnya. Namun, transisi zaman yang terjadi sesudahnya, meski terasa sedikit meloncat di bagian awal, mulai menunjukkan kualitas cerita yang dicari ketika menceritakan babak kisah Idroes Moeria dan Roemaisa.
Selanjutnya, dalam narasi ruang dan waktu yang tumpang tindih tersebut, Ratih membuka tiap-tiap lipatan waktu dengan rapi dan membuat novelnya menjadi lebih dinamis dalam menyiasati problematika lompatan ruang dan waktu tersebut. Sehingga, narasi Lebas, Idroes, hingga Jeng Yah terjalin akur. Itu belum termasuk dengan kompleksitas zaman yang ditandai (atau disiasati) dengan simbolisasi perubahan tren merokok pada masyarakat masa itu.
Riset buku ini nampaknya bukan riset yang dilakukan sekadar bermodal laptop dan jaringan internet saja, melainkan penggalian dari warisan budaya merokok kretek yang mendalam (mengingat keluarga penulisnya memang pernah memiliki usaha rokok kretek di masa lalu). Lebih jauh, novel ini juga menarasikan dampak-dampak yang ditinggalkan pada masyarakat Indonesia yang berulang kali jatuh bangun memaknai kemerdekaan negara dan kemerdekaan hidup mereka masing-masing.
Secara halus, Gadis Kretek, meski dibungkus dengan cerita cinta lintas peristiwa dan generasi, menampar wajah para feminis modern yang selalu menuntut-nuntut kesetaraan antara pria dan wanita. Melalui sosok stoik Roemaisa dan Jeng Yah, anak dan ibu ini bagai berbagi suka dan ketegaran yang sama, baik dalam prinsip hidup hingga kenahasan dalam percintaan. Sebagai induk mereka menghidupi napas kehidupan para lelaki dan diri mereka sendiri dengan bermodalkan logika dan perasaan yang kerap kali diporakporanda konflik negara dan batin. Dua wanita ini menghadirkan sosok feminis tanpa perlu lebih dulu tahu feminisme itu apa dan wanita seharusnya bagaimana dalam masyarakat yang tengah kelimpungan diterjang penjajah atau keganasan pemerintah negara mereka sendiri. Keduanya mendobrak pakem atau pola pikir tradisional dengan insting kewanitaan yang secara naluriah merespons keadaan, bangkit dari depresi, dan berkeras menghidupkan bisnis suami atau keluarga dalam industri usaha yang identik dengan kaum lelaki: rokok kretek.
Keputusan-keputusan yang terilhami dari tekanan luar dan batin itu tentunya lebih menggugah dan mengharukan ketimbang teori pergerakan wanita yang banyak diinisiasi wanita Barat dan sebagian terasa menyimpang dari kesetaraan yang dijunjung atas dasar moral dan hak asasi manusia. Mengingat wanita lokal di masa lalu memang sudah banyak menunjukkan peran-peran wanita, yang lebih dari sekadar rahim dan pendamping bagi kaum pria. Meski, tentu saja, perjuangan Ratih dalam memahat penokohan Roemaisa dan Jeng Yah belum melampaui Pram dalam membentuk Nyai Ontosoroh yang tersohor itu. Namun, usaha Ratih dalam membicarakan sejarah dan tragedi di Indonesia dalam gaya tutur dan narasi yang cerdas tetap patut diapresiasi. Gadis Kretek satu dari sedikit novel yang mampu menyeimbangkan kebutuhan bernapas dan kebutuhan untuk mengerutkan kening dalam membaca. Humor ringan dan konflik serius yang tersebar sepanjang cerita secara bertahap mengingatkan pada karya-karya Dewi Lestari pula.
Berbicara amanat, selain menegaskan pula tentang betapa nihilnya efek kimiawi otak yang kita sebut cinta dan betapa tak berharganya sejarah pembangunan sebuah jenama (merk) dihadapkan dengan realitas zaman yang mudah limbung, Gadis Kretek menutup manis novelnya dengan pesan yang barangkali bisa diimplikasikan secara universal, bahwa sejarah tidak perlu lagi ditulis sepihak oleh para pemenang karena kebenaran dari mulut yang kalah akan selalu menemukan jalan keluar untuk bergaung. Bahwa cara terbaik untuk menerima catatan kelam masa lalu bukan dengan cara bungkam dan lantas menguburnya. Tapi, berdamai dengan kenyataan bahwa semua itu sudah berlalu. Dan peran kita hari ini adalah mengupayakan solusi agar masa lalu memang tak pernah perlu jadi hantu.
3 notes
·
View notes
Photo
Sekala Niskala: The seen and the unseen (2017).
dir. Kamila Andini | dop: Anggi Frisca.
#The seen and the unseen (2017)#Kamila Andini#Sekala Niskala#my screenshots#cinematography#Asian cinema#movies directed by women
5 notes
·
View notes
Text
Yuni
Yuni
Kamila Andini
Indonesia
2021
0 notes