#al mukmin asmaul husna
Explore tagged Tumblr posts
Text
Ya Alloh Engkau “Maha Beri Keamanan” Dan Aku Hanya Hamba Yang Kau Amankan #Dakwah #Islam
Nama Allah Al Mu’min (Yang Maha Memberikan Keamanan atau Yang maha Terpercaya) Nama ini, Al Mu’min, disebutkan di bagian akhir dari surat Al Hasyr. sebagaimana firman Allah: Ya Alloh Engkau “Maha Beri Keamanan” Dan Aku Hanya Hamba Yang Kau Amankan هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ ۚ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُش��رِكُونَ “Dialah Allah, tidak ada sesembahan yang haq selain Dia. Maha Raja Yang MahaSuci, Yang Maha Sejahtera (As Salâm), Yang Menjaga Keamanan, Pemelihara Keselamatan, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan” (al-Hasyr/59:23) Diantara maknanya adalah: Yang Terpercaya, yang apabila berjanji Dia akan menepati janji-Nya, …إِنَّ اللَّهَ لا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ “…Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.” ( Ali Imran/3: 9), Allah memberi hamba-hamba-Nya rezeki, ampunan, dan keselamatan untuk hamba-hamba-Nya di dunia, dan kemudian menganugerahi mereka dengan pahala atas amal shaleh mereka di akhirat kelak. Diantara makna lain dari “AlMu’min” adalah: yang menyebarkan keamanan diantara hamba-hamba-Nya, sebagaimana firman Allah, الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ Yang Telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. ( Quraiys/106: 4) Perhatikan firman Allah Subhanallahu Wa Ta’ala Berikut: ! الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yangmendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk.” (QS. al-An’am/6:82) Sebagai Al Mu’min, yaitu Tuhan Yang Maha Pemberi Rasa Aman juga terkandung pengertian bahwa sebagai hamba yang beriman, seorang mukmin dituntut mampu menjadi bagian dari pertumbuhan dan perkembangan rasa aman terhadap lingkungannya. Mengamalkan dan meneladani Asmaul Husna Al Mu’min, artinya bahwa seorang yang beriman harus menjadikan orang yang ada di sekelilingnya aman dari gangguan lidah dan tangannya.Ketahuilah bahwa sesungguhnya ketika siksa Allah menimpa suatu kaum, maka tidak akan ada seorangpun yang dapat memberi mereka rasa aman, karena memang manusia tidak mempunyai kemampuan untuk menciptakan benteng perlindungan dari siksa Allah. Karena Dialah Yang Maha Memberikan keamanan, Dia yang Maha Pengaman. Dalam nama Al Mu’min terdapat kekuatan yang dahsyat dan luar biasa pengingkaran terhadap kebenaran ajaran tauhid yang benar lagi lurus dalam naungan Islam sebagai agama tauhid terakhir merupakan upaya pengrusakan terhadap hati yang akhirnya akan mematikan hati itu sendiri seiring dengan matinya sinar kebenaran didalam diri. Semoga kita bisa mengamalkan sifat Allah Subhanallahu wa Ta’ala dalam kehidupan sehari-hari. Penulis: Dzakwan Mukhtar Sumber Artikel dari Asmaul Husna Center: https://asmaulhusnacenter.com/al-mumin-yang-maha-memberikan-keamanan-atau-yang-maha-terpercaya.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali. Ya Alloh Engkau “Maha Beri Keamanan” Dan Aku Hanya Hamba Yang Kau Aman
kan
#03AllohSempurna#asmaulhusna#MahaSempurna#sempurna#almukmin#Alloh#AllohBaik#asmaulkhusna#blogAlloh#mahaberikeamanan
0 notes
Text
Memahami Arti Asmaul Husna Al Mukmin
Memahami Arti Asmaul Husna Al Mukmin
Sofyan – Memahami Arti Asmaul Husna Al Mukmin
Memahami Arti Asmaul Husna Al Mukmin
Dalam Islam, mengetahui, memahami, dan meyakini nama-nama dan sifat-sifat Allah menempati kedudukan yang sangat tinggi.
Seseorang tidak mungkin menyembah Allah dengan cara yang sempurna sampai ia benar-benar mengetahui dan meyakini nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Dengan dilandasi pengetahuan dan…
View On WordPress
#al mukmin asmaul husna#asmaul husna al mukmin#asmaul husna al mukmin artinya#contoh perilaku al mukmin#kaligrafi asmaul husna al mukmin
0 notes
Text
Busur
Bagian 1
Doa adalah ibadah, kata Rasulullah SAW. Konsekuensi pemanjatannya ialah dalam berdoa perlu kita sesuaikan dengan sunnah dan syariat yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Karena apabila doa tidak sesuai dengan syariat-Nya maka doa dan pinta kita takkan naik ke langit, ia hanya menggantung di pintu langit bersebab doa tersebut tidak dapat membuka pintu langit hingga tak terijabah di sisi Allah SWT.
Doa itu ibarat anak panah yang di lontarkan dari busurnya. Ketika busurnya proper, maka anak panah akan melesat ke 'Arsy-Nya Allah, bukan meleset. Sebaliknya ketika busurnya bermasalah, maka hanya akan berujung dengan panah tersebut jatuh ke perut bumi. Tak jadi melesat tapi justru meleset.
Hayatilah pesan yang disampaikan Rasulullah SAW.,
"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para rasul. Firman-Nya, 'Wahai para Rasul! Makan lah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.' (QS. Al-Muminun: 51) Dan Allah juga berfirman, 'Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu.' (QS. Al-Baqarah: 172) Kemudian Nabi SAW. menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuh. Sehingga rambutnya kusut, masai, dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdoa, 'Wahai Rabbku, wahai Rabbku' Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram, dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan doanya?"
Inilah yang menjadikan kita perlu memperhatikan "busur" kita sebelum melesatkan anak panah kita menuju ketinggian di sisi Allah. Supaya doa kita lebih menggelegar di antara lapisan langit.
Maka, berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan ketika kita berdoa :
1. Ikhlas berdoa hanya kepada Allah; dengan tujuan mendekatkan kepada-Nya
Syekh 'Allamah Abdurahman bin Nashir As-Sa'di berkata,
"Hal yang patut diperhatikan oleh sesorang dalam berdoa agar diberi apa yang diinginkan atau dihindarkan dari keburukan, hendaknya tujuan dan motivasinya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. dan beribadah kepada-Nya, di mana keduanya adalah puncak segala tujuan."
Doa itu lebih dari sekedar urusan meminta. Karena berapa banyak hidup kita dipenuhi permintaan yang telah di penuhi Allah SWT., walaupun kita belum sempat memintanya dalam doa.
Itulah doa. Anak tangga yang mendekatkan dengan Allah. Pintu untuk merajuk atau membujuk Allah Sang Pemilik Alam Semesta yang Maha Pemurah jua Maha Mengabulkan Segala Pinta. Apalah arti kita sebagai manusia yang lemah ini tanpa mendapatkan pertolongan Allah SWT.
2. Memuji kepada Allah SWT.
"Allah mempunyai Asmaul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mere akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A'raf : 180)
Bukankah mencari muka yang terpuji adalah mencari wajahnya Allah dalam keridhaan-Nya? Sehingga memuji-Nya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari doa kita ketika meminta kepada Allah SWT.
3. Bershalawat kepada nabi-Nya.
Umar bin Khatthab ra. pernah mengatakan,
"Sesungguhnya doa akan terhenti di antara langit dan bumi, ia tidak akan naik sehingga kamu bershalawat kepada nabimu SAW."
Ibnul Qayyim juga menyatakan pula bahwa membaca shalawat pada saat berdoa, kedudukannya seperti bersuci dalam shalat. Pembuka doa adalah shalawat kepada Nabi SAW, pembuka sholat adalah dengan bersuci.
Ibnul Qayyim juga menyatakan bahwa ada tiga tingkatan dalam bershalawat dalam doa, Bershalawat sebelum memanjatkan doa setelah memuji Allah.
Bershalawat sebelum memanjatkan doa setelah memuji Allah.
Bershalawat di awal pertengahan, dan akhir doa.
Bershalawat di awal dan di akhir, lalu menjadikan hajat yang di minta di pertengahan doa.
4. Bertobat sebelum meminta.
"Maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, 'Tidak ada Rabb selain Engkau, Maha Suci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim." (QS. Al-Anbiya :87)
Dosa itu menghalangi doa, selayak kabut menghalangi sinar matahari untuk hadir ke permukaan bumi. Sehingga ketika kita berdoa, hendaknya kita terlebih dahulu bertobat dari dosa. Sekat penghalang harus di hilangkan terlebih dahulu.
5. Sepenuh keyakinan hati.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW. bersabda,
"Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai." (HR. Tirmidzi)
Bersambung,
Refleksi buku A letter to Allah, Menyelami Untaian Doa 40 Rabbana di dalam Al-Quran.
-Ramadhan 1443 H
24 notes
·
View notes
Text
Kali ini saya akan mengangkat tema tentang kelembutan hati, ekspresi diri, dan sifat lawanannya.
Akhir-akhir ini banyak orang yang berdalih mencintai Islam dan negeri ini dengan melakukan tindak kekerasan dan perilaku yang kasar dan bengis. Padahal, kelemahlembutan merupakan cermin seorang mukmin yang hatinya diliputi kasih sayang.
Sebaliknya, orang yang berperilaku keras dan berhati kasar merupakan cermin hati yang buruk, angkuh dan penuh kebencian. Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin yang mengajarkan kasih sayang, cinta dan perdamaian kepada seluruh anak bangsa.
Lemah lembut adalah sifat yang terpuji di hadapan Allah SWT dan Rasul-Nya, bahkan di hadapan seluruh manusia. Fitrah manusia yang cenderung mencintai kelembutan merupakan wujud kasih sayang. Oleh karena itu, Allah SWT mengingatkan Rasul-Nya dalam Surat Ali-Imran ayat 159 yang berbunyi :
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Lemah lembut bukan berarti kelemahan, plin plan tanpa haluan, ataupun lemah tanpa daya. Justru sebaliknya, lemah lembut mengandung banyak kekuatan yang dahsyat. Air bersifat lembut tapi kuat bila dibutuhkan, seperti pekerja steam yang menyemprotkan air untuk membersihkan kotoran kendaraan.
Air itu juga sejuk dan menyucikan bila digunakan untuk berwudhu. Air juga mendatangkan ketenangan tapi bisa menghanyutkan sebagaimana peribahasa yang menyebutkan “air tenang tapi menghanyutkan”.
Selain air, angin juga memiliki sifat kelembutan tapi juga mendatangkan kekuatan yang dahsyat seperti kincir angin yang menghasilkan tenaga listrik, kipas angin yang berembus menyejukkan siapa saja. Semuanya menampilkan sifat kelembutan yang mendatangkan kekuatan dan manfaat.
Lalu bagaimanakah sifat kelembutan yang dimiliki hati seseorang? Tentunya, ia akan menghasilkan kekuatan yang lebih dahsyat.
إِنَّ الرِّفْقَ لاَيَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَ عُ مِنْ شَيءٍ إِلاَّ شَانَهُ
Artinya : “Sungguh, segala sesuatu yang dihiasi kelembutan akan nampak indah. Sebaliknya, tanpa kelembutan segala sesuatu akan nampak jelek,” (HR Muslim).
Dengan kelembutan hati semua urusan akan menjadi indah. Kelembutan tangan seorang seniman akan menghasilkan karya seni yang indah. Kelembutan lisan para pendakwah akan menggugah hati siapa saja. Kelembutan wajah yang senyum memancarkan aura juga indah dipandang mata.
Kelembutan hati yang diekspresikan dalam amal perbuatan akan melahirkan perhatian, cinta, kasih sayang, ketulusan dan keikhlasan. Pantas saja, kalau Jalaluddin Rumi seorang penyair sufi dalam kitabnya “Matsnawi Ma'nawi” menuturkan kata bijak “Cinta mengubah kekasaran menjadi kelembutan, mengubah orang tak berpendirian menjadi teguh berpendirian, mengubah pengecut menjadi pemberani, mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan, dan cinta membawa perubahan-perubahan bagi siang dan malam".
Allah SWT menggambarkan kelembutan hati Rasulullah SAW dalam firman-Nya:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Artinya : “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (Surat At-Taubah ayat 128).
Bahkan saking lembutnya hati Nabi SAW, Abu Hurairah RA berkata:
قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ فَقَالَ لَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ
Artinya : "Seorang ‘Arab badui berdiri dan kencing di masjid. Maka para sahabat ingin mengusirnya. Nabi SAW pun bersabda kepada mereka, “Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air atau dengan setimba besar air. Sungguh kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk memberi kesusahan,” (HR Al-Bukhari)
Hal senada di atas, dalam riwayat lain Nabi SAW bersabda :
يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ رَفِيْقٌ يُحِبُ الرِّفْقَ وَيُعْطِى عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَالاَ يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ
Artinya : "Wahai Aisyah, sunguh Allah itu maha lembut dan mencintai kelembutan. Allah memberi kepada kelembutan hal-hal yang tidak diberikan kepada kekerasan dan sifat-sifat lainnya” (HR Muslim)
Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin, jilid III halaman 197 memaknai sikap lemah lembut dengan terkalahkannya potensi kemarahan terhadap bimbingan akal. Menurut Al-Ghazali, tumbuhnya sifat lemah lembut dalam diri manusia dapat diawali dengan melatih diri menahan amarah. Bukan termasuk orang yang lemah lembut bila menghadapi seseorang dengan kemarahan tanpa sebab yang dibenarkan.
Perlu dibedakan antara berlaku lemah lembut dengan tujuan membuat orang simpatik dan berlaku lembah lembut dengan maksud menjilat. Yang pertama ini dikenal dengan mudaroh yaitu berlaku lemah lembut agar membuat orang lain tertarik dan mendekati kita. Yang kedua dikenal dengan mudahanah yaitu berlaku lemah lembut dalam rangka menjilat dengan mengorbankan agama. Sikap yang kedua ini adalah sikap tercela sebagaimana yang Allah firmankan :
وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ
Artinya : "Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).” (Surat Al-Qalam ayat 9)
Di dalam Kitab Bahjatun Nazhirin Juz 1 hal 683 disebutkan, “Betapa tingginya kedudukan lemah lembut dibanding akhlak-akhlak terpuji lainnya. Dan orang yang memiliki sifat ini pantas baginya untuk mendapatkan pujian dan pahala yang besar dari Allah SWT. Bila sifat lemah lembut ini ada pada seseorang dan menghiasi dirinya maka akan menjadi indah dalam pandangan manusia dan lebih dari itu dalam pandangan Allah SWT. Sebaliknya jika memiliki sifat yang kasar, angkuh, dan keras hati niscaya akan menjadikan dirinya jelek dan tercela di hadapan manusia.”
Kelembutan hati adalah pintu kebaikan dan kunci persatuan bangsa. Pribadi manusia yang diliputi rahmat dan kasih sayang akan melihat orang lain dengan cinta kasih dan sayang pula, termasuk kepada musuh yang membencinya. Kelembutan hati adalah pengikat persatuan dan perekat persaudaraan lintas etnis dan agama.
Dalam asmaul husna Allah memiliki nama lain Al-Lathif (Maha Lemah-Lembut) yang mengajarkan kita untuk bersifat lemah lembut. Bahkan seluruh ritual ibadah yang kita lakukan adalah untuk menuntun hati manusia agar bersikap lemah lembut. Lemah lembut kepada Allah, lemah lembut kepada sesama manusia, dan lemah-lembut kepada seluruh makhluk. Sebagaimana hadits Nabi SAW yang menegaskan :
اَلرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ، اِرْحَمُوْا مَنْ فِـي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِـي السَّمَـاءِ
Artinya : “Orang-orang yang menyayangi orang lain, mereka disayangi oleh (Allâh) Yang Maha Penyayang. Maka sayangilah orang yang berada di bumi niscaya kalian disayangi oleh (Allâh) yang berada di langit (HR. Abu Dâwud). Demikianlah ulasan khutbah ini disampaikan, semoga kelembutan hati yang kita ukir menjadi bagian penting dalam mencintai dan memperbaiki negeri yang kita cintai ini.
Demikianlah ulasan ini saya sampaikan, semoga kelembutan hati yang kita ukir menjadi bagian penting dalam mencintai dan memperbaiki negeri yang kita cintai ini.
Ciputat, 14 Desember 2020.
11 notes
·
View notes
Text
Tersayang-Sayang Pernah gak sii sayang sama org which is virtual feelings ehh malah di ghosting atoo pernah niat ngebaperin org malah jadinya berbalik sayang wkwkwk.. eh kali ini gw yakin ada sosok yang gak akan pernah ghostingin kitaaa,, makannya se tersayang-sayang itu sama DIA.
Pernah gak siii mikir kok kitaa tiapp hari, jam, menit bahkan berbuat dosa,, Allah tuh gak pernah yaa sedetikpun marah, kesel sama kita, kalo kita do'a terus pastii didengerin,, Pernah gak sii ngerasa malu,, malu buat minta apa2 karena yaa kitanyaa juga gak berhenti henti berbuat dosa...
Tapii Allah selalu ingetin kitaa untuk meminta kepada Allah terus terusan jangan bosen,, Ya Rabb terharuuu bangett ,, Allah Maha Pemaaf, suka akan hamba-NYA yang banyak meminta dan berdoa. Cobaa deh gaizz kita liat di surah Al fatihah ayat 3 Disana tertulis *Ar-rohmaanirrahiim* Di ayat kedua Allah Ta’ala disifati sebagai (رب العالمين) Pemilik semesta alam yang memberi rasa ketakutan dalam hati makhluk-Nya, terus di ayat ketiganya maka Allah menyandingkan kata (الرحمن الرحيم) yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang karena mengandung makna kecintaan. Mengutip dari Al Qurtubi Syekh Ali As-Shabuni *Ar-Rohmaan* berarti kasih sayang Allah yang tidak terbatas mencakup kepada org mukmin dan kafir dan kata *Ar-rohiim* merujuk kepada kasih sayang Allah terkhusus kepada orang-orang Mukmin. Bayangin yaa gaizz padahal orang yang bukan muslim,, gak pernah tuhh shalat, do'a, bahkan karena belum Allah takdirkan untuk mendapat hidayah mereka menduakan Allah dengan menyembah Tuhan selain Allah.. tapii apaa cobaa Allah gak ngasih azabnyaa kontan,, mereka tetap masih merasakan nikmatnya bernafas, bahkan terkadang kita merasa kok mereka lebih sukses atau lebih dari kitaa dari segala aspek.. Di dalam surah Al fatihah Asma Allah Arrohmaan dan Arrohiim dimunculkan dua kali dari sekian banyak asmaul husna,, lagi2 ternyata dua sifat itu diulang paling sedikit 30 kali dalam 5 kali shalat dan 2 kali dalam surah yang kita baca setelahnyaa totalnyaa jadi kurang lebih 60 kali kita memuji Allah dengan asma *Arrohmaan dan Arrohiim* Nah gaizz bisa jadii ituu tandanya Allah lebih menyukai disifatin dengan asma Arrohmaan dan Arrohiim Dalam Shahih Muslim disebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah , ia berkata:”Rasulullah bersabda: “Seandainya seorang mukmin mengetahui siksaan yang ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang pun yang bersemangat untuk meraih Surga-Nya. Dan seandainya seorang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang pun yang berputus asa dari surga-Nya.” Dari Hadits tersebut kitaa dapat mengambil pelajaran bahwa dengan sifat Arrohmaan dan Arrohiim Allah memberikan kasih sayang kepada orang mukmin, Allah menyandingkan kata siksaan karena mukmin pasti tau bahwa kasih sayang pasti Allah berikan namun dengan menggunakan kata sebaliknya Allah menyembunyikan siksaan agar mukmin terus optimis karena kasih sayang yang pasti Allah berikan,,
dan sebaliknya kepada orang kafir Allah menyandingkan kata Rahmat itu tandanya Allah menyembunyikan kasih sayang dibalik dalih tuhan yang mereka sembah selama ini,, sehingga pada waktu yang tepat Allah akan beri hidayah yang membuat mereka akan paham bahwa rahmat Allah itu sangat luas .
Tuh kann makin melting,,,Gimana gak tersayang-sayang coba sama Maha yang memberikan kasih sayang tanpa batas..
Yukk terus bersyukur,,, Allah gak pernah pandang bulu buat ngasih kasih sayang,, kalo temen kita berbuat baik aja kita bales kebaikan jugaa masaa ke Allah yang paling Baik dan Sayang sama kitaa, kita dateng kalo ada maunya ajaa,,
Oh iyaa tau gaa? Rasul ituu berdoa ada fase2nyaa dan ternyata terbalik sama kitaa,, kita mah deket ke Allah pas lagi ada maunyaa ajaa yaaa bun,, pas udh dikasih lupaa dehh,, nah Rasul tuh dalam setiap do'a setelah shalatnya mengungkapkan rasa syukurnya lebih banyak dari pada meminta2nyaa... Karena apaa cobaa?? Ingett gak di surah Al ahzab Allah janjiin ginii siapa yang bersyukur kepada kuu maka akan kutambah nikmatnya,, Nahh gini gaizz gak bisa dipungkiri dong kitaa hidup pasti terus tambah kemauan dan permintaannyaa maka dari itu dengan bersyukurnya kitaa,, ituu akan menambah nikmat yang Allah berikan,,, Jadii,, kalo kita mau Allah terus tambah nikmat dan kabulin do'a kita kuncinyaa kitaa banyakin bersukur kepada Allah... Ehh kata orang2 mah gini kurangin insecure dan banyakin bersyukur hehe..
Eh udh tau dong DIA nya siapa sekarang? Yuk jangan sia-siain DIA yang probably of course SAYANG sama kitaa dan gak akan ngeghosting kitaa..
Referensi: https://tafsirweb.com/51-surat-al-fatihah-ayat-3.html https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-fatihah-ayat-3-67u3y
1 note
·
View note
Photo
Adab-adab dalam Berdo’a
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Tuhanmu berfirman: ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina’.” (QS. Ghafir: 60)
Pada ayat ini Allah SWT memerintahkan agar manusia berdoa kepada-Nya. Jika mereka berdoa niscaya Dia akan memperkenankan doa itu. Ayat ini pun merupakan peringatan dan ancaman yang keras kepada orang-orang yang enggan beribadat kepada Allah dan merupakan pernyataan keinginan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman bahwa Dia ingin hamba-hamba Nya itu memperoleh kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Seakan-akan Allah mengatakan: “Wahai hamba-hamba-Ku hambakanlah dirimu kepada Ku, selalulah beribadat dan berdoa kepada Ku. Aku akan menerima ibadat dan doa yang kamu lakukan dengan ikhlas, memperkenankan permintaanmu, mengampuni dosa-dosamu”
Do’a adalah salah satu bentuk peribadatan kepada Allah Ta’ala. Ia adalah refleksi keimanan akan kemahakuasaan Allah Ta’ala serta wujud ketundukkan dan penyerahan diri kepada-Nya. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الدﱡعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ
“Doa adalah ibadah,” (HR. Tirmizi, Abu Dawud, Ibnu Majah)
Dalam hadits lain,
عن عائشة رضي الله عنها قالت : سُئِلَ النَبِيُّ صلى الله عليه وسلم أيُّ العِبَادَةِ أَفْضَل ؟ فَقَاَلَ : دُعَاءُ الْمَرْءِ لِنَفْسِهِ
Dari ‘Aisyah, dia berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya orang: ‘Ibadat manakah yang paling utama?’. Beliau menjawab: ‘Doa manusia untuk dirinya’.” (HR. Bukhari)
Diantara hal yang harus kita jaga dalam berdo’a adalah memperhatikan adab-adabnya, agar do’a yang kita panjatkan itu dapat dikabulkan atau dinilai sebagai ibadah yang utama.
Ada beberapa adab yang harus kita jaga sebelum berdo’a, saat berdo’a, dan setelah berdo’a.
Adab sebelum berdo’a:
Pertama, mengikhlashkan diri dari syirik dalam berdo’a kepada-Nya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah; 5)
Kedua, mengakui dosa-dosa yang diperbuat dan memohon ampun kepada-Nya. Hal ini dilakukan agar Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosa kita dan berkenan mendengar do’a-do’a yang kita panjatkan. Karena diantara hal yang dapat menghalangi dikabulkannya do’a adalah dosa-dosa dan kemaksiatan yang kita lakukan, terutama dosa memakan dan meminum yang haram, memakai pakaian dan mengkonsumsi yang haram.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لا يَقْبَلُ إِلا طَيِّبًا ، وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ ، فَقَالَ : ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ ) ، وَقَالَ : ( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ) ، ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ )
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin sebagaimana Allah memerintahkan kepada para rasul untuk menyampaikannya. Maka Allah berfirman, ‘Wahai Rasul, makanlah dari yang baik dan beramal shaleh sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu lakukan. Kemudian firman-Nya, ‘Wahai orang beriman makanlah dari yang baik dari apa yang diberikan rezki kepada kamu semua.’ Kemudian disebutkan seseorang yang lama bepergian, kumal dan berdebu, mengangkat kedua tangannya ke langit serta mengatakan: ‘Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.’ Sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan mengkonsumsi yang haram. Bagaimana akan dikabulkan hal itu.” (HR. Muslim )
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Maka makanan halal dan minuman, pakaian dan mengkonsumi yang halal termasuk sebab dikabulkan doa.”
Dengan mengakui dosa-dosa dan beristighfar kepada Allah Ta’ala sebelum berdo’a, mudah-mudahan Allah Ta’ala ridho. ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ لَيَعْجَبُ مِنَ الْعَبْدِ إِذَا قَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ إِنِّيْ قَدْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ فَاغْفِرْلِيْ ذُنُوْبِيْ إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ، قَالَ: عَبْدِيْ عَرَفَ أَنَّ لَهُ رَباًّ يَغْفِرُ وَ يُعَاقِبُ.
“Sesungguhnya Allah kagum kepada hamba-Nya apabila ia berkata: ‘Tidak ada sesembahan yang hak kecuali Engkau, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, maka ampunilah dosa-dosaku karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa itu kecuali Engkau.’ Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah mengetahui bahwa baginya ada Rabb yang mengampuni dosa dan menghukum.’” (HR. Al-Hakim)
Ketiga, memuji dan menyanjung Allah Ta’ala dengan pujian dan sanjungan yang layak bagi-Nya dan bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini berdasarkan riwayat dari Fudhalah bin Ubaid radhiallahu ‘anhu,
بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدٌ إِذْ دَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى فَقَالَ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَجِلْتَ أَيُّهَا الْمُصَلِّي ، إِذَا صَلَّيْتَ فَقَعَدْتَ فَاحْمَدْ اللَّهَ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ، وَصَلِّ عَلَيَّ ، ثُمَّ ادْعُهُ
“Ketika Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam duduk, datanglah seseorang laki-laki lalu ia menunaikan shalat dan berdoa, ‘Ya Allah ampuni diriku dan sayangi diriku.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Wahai orang yang shalat, Anda ini tergesa-gesa. Apabila Anda telah shalat dan duduk, maka memujilah kepada Allah dengan apa-apa yang layak untuk-Nya dan bershalawatlah kepadaku kemudian barulah berdo’a.” (HR. Tirmidzi).
Di dalam redaksi hadits lain disebutkan,
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللَّهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ ثُمَّ لْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ لْيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ . قَالَ : ثُمَّ صَلَّى رَجُلٌ آخَرُ بَعْدَ ذَلِكَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَصَلَّى عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَيُّهَا الْمُصَلِّي ، ادْعُ تُجَبْ
“Apabila salah seorang diantara kamu berdoa, maka mulailah dengan memuji Allah dan menyanjung-Nya. Kemudian bershalawatlah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berdo’alah setelah itu sesuai yang dikehendaki. Berkata (Fudhalah), ”Kemudian ada orang lain shalat setelah itu, dan memuji kepada Allah, bershalawat kepada Nabi sallallahu alahi wa sallam. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai orang yang shalat, berdoalah (pasti) dikabulkan.” (HR. Tirmidzi).
Diantara pujian dan sanjungan yang layak bagi Allah Ta’ala adalah dengan menyebut-nyebut nama-nama-Nya yang indah (asmaul husna). Bahkan ia bukan hanya diucapkan di awal berdo’a, tetapi hendaknya diucapkan di sepanjang kita berdo’a kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu…” (QS. Al-A’raf: 180)
Mengenai membaca shalawat dalam berdo’a disebutkan pula dalam hadits berikut ini.
كُلُّ دُعَاءٍ مَحْجُوْبٌ حَتَّى يُصَلَّى عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Setiap doa itu terhijab hingga dibacakan shalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam” (H.R At-Thabrani)
Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata:
إِنَّ الدُّعَاءَ مَوْقُوفٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَا يَصْعَدُ مِنْهُ شَيْءٌ حَتَّى تُصَلِّيَ عَلَى نَبِيِّكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Sesungguhnya do’a tertahan di antara langit dan bumi tidak naik, hingga dibacakan sholawat untuk Nabimu shallallahu ‘alaihi wa sallam” (HR. Tirmidzi)
Adab saat berdo’a:
Pertama, menghadap kiblat dan mengangkat tangan. Hal ini diisyaratkan oleh riwayat dari Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu,
لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ نَظَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمُشْرِكِينَ وَهُمْ أَلْفٌ وَأَصْحَابُهُ ثَلاثُ مِائَةٍ وَتِسْعَةَ عَشَرَ رَجُلا ، فَاسْتَقْبَلَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقِبْلَةَ ثُمَّ مَدَّ يَدَيْهِ فَجَعَلَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ : ( اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي ، اللَّهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي ، اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الإِسْلامِ لا تُعْبَدْ فِي الأَرْضِ ) فَمَا زَالَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ مَادًّا يَدَيْهِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ حَتَّى سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ مَنْكِبَيْهِ
“Ketika perang Badar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat orang-orang musyrik berjumlah 1000 orang sedangkan para shahabatnya 319 orang. Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam menghadap kiblat kemudian menengadahkan kedua tangannya dan memohon kepada Tuhannya, “Ya Allah kabulkan untukku apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah berikan apa yang telah Engkau janjikan untukku. Ya Allah kalau sekiranya kelompok (umat Islam) ini musnah, maka tidak ada yang disembah di muka bumi.” Beliau terus memohon kepada Tuhannya seraya menengadahkan kedua tangannya dan menghadap kiblat sampai jatuh selendangnya dari pundak beliau.” (HR. Muslim).
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalamnya ada anjuran menghadap kiblat dalam berdoa. Dan mengangkat kedua tangannya.”
Mengenai mengangkat kedua tangan dalam bedo’a, Salman radhiallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا
“Sesungguhnya Tuhan Kamu Tabaraka wa Ta’ala itu Maha Malu serta Maha Dermawan. Malu kepada hamba-Nya apabila mengangkat kedua tangan kepada-Nya, dan kembali dalam kondisi kosong.” (HR. Abu Dawud).
Saat mengangkat kedua tangan, telapak tangan menghadap ke langit seperti keadaan orang fakir yang sedang meminta dan mengharap diberi. Diriwayatkan dari Malik bin Yasar radhiallahu ‘anhu sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَأَلْتُمْ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ وَلا تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا
“Kalau kamu semua meminta kepada Allah, maka mintalah dengan sisi dalam telapak tangan kalian semua. Jangan meminta dengan sisi luar telapak tangannya.” (HR. Abu Dawud)
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah menegaskan dalam ‘Syarah Mumti’, (4/25) bahwa kedua tangan itu dirapatkan, “Sementara merenggangkan dan saling menjauhkan diantara keduanya, saya belum mengetahui itu ada asalnya baik dalam sunah maupun perkataan para ulama”.
Kedua, melirihkan dalam berdoa dan tidak mengeraskannya; merendahkan diri, khusyu’, penuh harap dan rasa takut; diiringi keyakinan do’anya akan dikabulkan dan berupaya menghadirkan hati.
Allah Ta’ala berfirman,
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.” (QS. Al-A’raf: 55).
Dan firman-Nya,
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ ، وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاهٍ
“Berdoalah kepada Allah sementara anda semua dalam kondisi yakin dikabulkan. Ketahuilah bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai dan sia-sia.” (HR.Tirmidzi).
Ketiga, tidak memohon sesuatu yang bernilai dosa dan memutuskan kekerabatan serta tidak diiringi ketergesa-gesaan ingin dikabulkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ ، مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ ، قِيلَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، مَا الاسْتِعْجَالُ ؟ قَالَ يَقُولُ : قَدْ دَعَوْتُ ، وَقَدْ دَعَوْتُ ، فَلَمْ أَرَ يَسْتَجِيبُ لِي ، فَيَسْتَحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ الدُّعَاءَ
“Dikabulkan seorang hamba (berdoa) selagi tidak berdoa untuk dosa dan memutus kerabat, dan tidak tergesa-gesa.” Ditanyakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah. Apa tergesa-gesa itu?” Maka beliau menjawab, “Sungguh saya telah berdoa, telah berdoa. Dan saya tidak melihat dikabulkan untukku, sehingga dia menyesal dan waktu itu dia tinggalkan berdoa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
لاَ تَدْعـُوْا عَلَى أَنْفُـسِكُمْ وَلاَ تَدْعُوْا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ لاَ تَدْعُـوْا عَلَى أَمْوَالِكُمْ، لاَ تَوَافِقُـوْا مِنَ اللهِ سَاعَةً يَسْأَلُ فِيْهَا عَطَاءً، فَيَسْـتَجِيْبُ لَكُمْ.
“Janganlah kalian mendo`akan keburukan kepada diri kalian, janganlah mendo`akan buruk kepada anak-anak kalian, janganlah mendo`akan buruk kepada harta-harta kalian, dan janganlah sampai (doa buruk kalian itu) bertepatan dengan waktu Allah ta’ala mengabulkan do`a, karena Allah akan mengabulkan do`a kalian.” (HR. Muslim)
Keempat, menegaskan do’a. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ ، اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي إِنْ شِئْتَ ، لِيَعْزِمْ الْمَسْأَلَةَ ، فَإِنَّ اللهَ لا مُكْرِهَ لَهُ
“Jangan salah seorang diantara kamu mengatakan, ‘Ya Allah ampuni diriku kalau Engkau berkehendak. Ya Allah sayangi diriku kalau Engkau berkehendak.’ Hendaklah menegaskan dalam permintaan, karena sesungguhnya Allah tidak menolak seorangpun.” (HR. Bukhari, dan Muslim).
Kelima, mengulang-ulang ucapan do’a tiga kali. Hal ini seperti diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu berikut ini.
بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عِنْدَ الْبَيْتِ وَأَبُو جَهْلٍ وَأَصْحَابٌ لَهُ جُلُوسٌ وَقَدْ نُحِرَتْ جَزُورٌ بِالأَمْسِ ، فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ : أَيُّكُمْ يَقُومُ إِلَى سَلا جَزُورِ بَنِي فُلانٍ فَيَأْخُذُهُ فَيَضَعُهُ عَلَى ظَهْرِ مُحَمَّدٍ إِذَا سَجَدَ ، فَانْبَعَثَ أَشْقَى الْقَوْمِ فَأَخَذَهُ فَلَمَّا سَجَدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَضَعَهُ بَيْنَ كَتِفَيْهِ ، قَالَ : فَاسْتَضْحَكُوا وَجَعَلَ بَعْضُهُمْ يَمِيلُ عَلَى بَعْضٍ . وَأَنَا قَائِمٌ أَنْظُرُ لَوْ كَانَتْ لِي مَنَعَةٌ طَرَحْتُهُ عَنْ ظَهْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَاجِدٌ مَا يَرْفَعُ رَأْسَهُ حَتَّى انْطَلَقَ إِنْسَانٌ فَأَخْبَرَ فَاطِمَةَ فَجَاءَتْ وَهِيَ جُوَيْرِيَةٌ فَطَرَحَتْهُ عَنْهُ ثُمَّ أَقْبَلَتْ عَلَيْهِمْ تَشْتِمُهُمْ ، فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاتَهُ رَفَعَ صَوْتَهُ ثُمَّ دَعَا عَلَيْهِمْ – وَكَانَ إِذَا دَعَا دَعَا ثَلاثًا ، وَإِذَا سأَلَ سَأَلَ ثَلاثًا – ثُمَّ قَالَ : اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ ثَلاثَ مَرَّاتٍ ، فَلَمَّا سَمِعُوا صَوْتَهُ ذَهَبَ عَنْهُمْ الضِّحْكُ وَخَافُوا دَعْوَتَهُ ، ثُمَّ قَالَ : اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِأَبِي جَهْلِ بْنِ هِشَامٍ وَعُتْبَةَ بْنِ رَبِيعَةَ وَشَيْبَةَ بْنِ رَبِيعَةَ وَالْوَلِيدِ بْنِ عُقْبَةَ وَأُمَيَّةَ بْنِ خَلَفٍ وَعُقْبَةَ بْنِ أَبِي مُعَيْطٍ – وَذَكَرَ السَّابِعَ وَلَمْ أَحْفَظْهُ – فَوَالَّذِي بَعَثَ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحَقِّ لَقَدْ رَأَيْتُ الَّذِينَ سَمَّى صَرْعَى يَوْمَ بَدْرٍ ثُمَّ سُحِبُوا إِلَى الْقَلِيبِ قَلِيبِ بَدْرٍ
“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallalm shalat di Baitullah sementara Abu Jahal dan teman-temannya duduk; mereka sehari sebelumnya telah menyembelih unta. Maka Abu Jahal mengatakan, ‘Siapa diantara kaum yang bisa pergi ke tempat penyembelihan di Bani Fulan mengambil dan menaruh di atas punggung Muhammad ketika sujud.’ Maka kaum terjelek pergi dan mengambilnya, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, ditaruhlah di antara punggungnya. Mereka tertawa-tawa sampai sebagian miring ke sebagian lainnya. Sementara saya berdiri melihatnya. Kalau sekiranya saya mempunyai pelindung, pasti akan saya bersihkan dari punggung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud tidak mengangkat kepalanya sampai ada seseorang pergi memberitahukan kepada Fatimah. Kemudian beliau—yang pada saat itu masih seumuran gadis kecil—datang untuk membersihkan darinya. Kemudian beliau menghadap mereka dan mencelanya. Setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat, beliau mengeraskan suaranya dan mendoakan kejelekan kepada mereka–biasanya beliau apabila berdoa diulangnya tiga kali, dan kalau meminta diulangnya tiga kali–kemudian berkata, ‘Ya Allah, timpakan kejelekan kepada Quraisy.’ Beliau mengucapkannya tiga kali. Ketika mereka mendengar suara beliau, mereka berhenti tertawa dan takut akan do’anya. Kemudian beliau melanjutkan doa seraya mengatakan, “Ya Allah berikan kejelekan kepada Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah. Walid bin Uqbah, Umayyah bin Khalaf serta Uqbah bin Abi Mu’aid—beliau menyebutkan nama yang ketujuh, hanya saya tidak hafal—demi (Allah) yang mengutus Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kebenaran, sungguh saya telah melihat orang-orang yang disebut bergelimpangan pada perang Badar kemudian dilemparkan ke sumur Badar.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keenam, lebih afdhal (utama) apabila do’a yang diucapkan berupa do’a yang singkat dan padat, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَحِبُّ الْجَوَامِعَ مِنَ الدُّعَاءِ وَيَدَعُ مَا سِوَى ذَلِكَ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukai berdo’a dengan do’a-do’a yang singkat dan padat namun makna-nya luas dan tidak berdo’a dengan yang selain itu.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Hakim)
Ketujuh, memulai dengan mendo’akan diri sendiri, jika hendak mendo’akan orang lain.
Perhatikanlah contoh-contoh do’a yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala berikut.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ
“…Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami…” (QS. Al-Hasyr: 10).
Firman-Nya yang lain:
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِأَخِي وَأَدْخِلْنَا فِي رَحْمَتِكَ
“Musa berdo’a: ‘Ya Rabbku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau…’” (QS. Al-A’raaf: 151)
Firman-Nya yang lain:
رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
“Ya Rabb-ku, berikanlah ampun kepadaku dan kedua ayah ibuku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari Kiamat).” (QS. Ibrahim: 41)
Diriwayatkan pula dari Ibnu ‘Abbas dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata,
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا ذَكَرَ أَحَدًا فَدَعَا لَهُ بَدَأَ بِنَفْسِهِ.
“Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingat kepada seseorang, maka beliau mendo’akannya dan sebelumnya beliau mendahulukan berdo’a untuk dirinya sendiri.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)
Kedelapan, memilih berdo’a di waktu yang mustajab (waktu yang pasti dikabulkan), di antaranya adalah:
Pada waktu tengah malam;
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (Adz-Dzaaariyat: 18)
Hadits dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ اْلآخِرِ يَقُوْلُ: مَنْ يَدْعُوْنِيْ فَأَسْتَجِيْبَ لَهُ، مَنْ يَسْأَلُنِيْ فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ
“Rabb kita (Allah) tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir seraya berfirman; ‘Barangsiapa yang berdo’a kepada-Ku saat ini, niscaya Aku akan memperkenankannya, barangsiapa yang meminta kepada-Ku niscaya Aku akan memberikannya, barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya.’” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi)
Di antara adzan dan iqamah;
Dalilnya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
اَلدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَاْلإِقَامَةِ فَادْعُوْا.
“Do’a yang dipanjatkan antara adzan dan iqamah tidak akan ditolak, maka berdo’alah.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Di saat dalam sujud;
Dalilnya sabda Rasulullah hallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَ هُوَ سَاجِدٌ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ.
“Saat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabb-nya adalah ketika dia sedang sujud (kepada Rabb-nya), maka perbanyaklah do’a (dalam sujud kalian).” (HR. Muslim, Abu Dawud dan an-Nasa-i)
Ketika adzan dan ketika berkecamuk peperangan;
Dalilnya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثِنْتَانِ لاَ تُرَدَّانِ أَوْ قَلَّماَ تُ��َدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَ عِنْدَ الْبَأْسِ حِيْنَ يُلْحِمُ بَعْضُهُمْ بَعْضاً.
“Dua waktu yang tidak akan ditolak (permohonan yang dipanjatkan di dalamnya, atau sedikit kemungkinan untuk ditolak, yaitu do’a setelah (dikumandangkan) adzan dan do’a ketika berkecamuk peperangan, tatkala satu dan lainnya saling menyerang.” (HR. Abu Dawud dan ad-Darimi)
Setelah waktu ‘Ashar pada hari Jum’at;
فِيهِ سَاعَةٌ لاَيُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّيْ يَسْأَلُ اللهَ تَعاَلَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا.
“Pada hari itu (hari Jum’at) terdapat waktu-waktu tertentu, tidaklah seorang hamba berdiri melaksanakan shalat dan berdo’a memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Allah pasti akan mengabulkannya. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat dengan tangannya (yang menggambaran) waktu itu pendek.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim )
Waktu itu adalah saat setelah shalat ‘Ashar sebagaimana yang dikuatkan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma’ad (I/390).
Ketika hari ‘Arafah;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ…
“Sebaik-baik do’a ialah do’a hari Arafah…” (HR. At-Tirmidzi dan Malik dalam al-Muwaththa’)
Ketika turun hujan;
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَ تَحْتَ الْمَطَرِ.
“Dua waktu yang padanya sebuah permohonan (do’a) tidak akan ditolak oleh Allah, do’a ketika setelah dikumandangkan adzan dan do’a ketika turun hujan.” (HR. Al-Hakim dan Abu Dawud)
Ketika 10 hari terakhir bulan Ramadhan (Lailatul Qadar);
Dari ‘Aisyah radhiyallahu anhuma ia berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah yang sebaiknya aku baca pada Lailatul Qadar?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Bacalah:
اَللّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ.
‘Ya Allah, sesungguhnya Engkau Mahapemberi maaf dan mencintai pemberian maaf, maka maafkanlah aku.’” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Adab Setelah Berdo’a:
Pertama, membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana telah disebutkan dalam hadits-hadits sebelumnya,
كُلُّ دُعَاءٍ مَحْجُوْبٌ حَتَّى يُصَلَّى عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Setiap doa itu terhijab hingga dibacakan shalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam” (H.R At-Thabrani)
Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata:
إِنَّ الدُّعَاءَ مَوْقُوفٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَا يَصْعَدُ مِنْهُ شَيْءٌ حَتَّى تُصَلِّيَ عَلَى نَبِيِّكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Sesungguhnya do’a tertahan di antara langit dan bumi tidak naik, hingga dibacakan sholawat untuk Nabimu shallallahu ‘alaihi wa sallam” (HR. Tirmidzi)
Kedua, tetap menjaga keyakinan do’a akan dikabulkan dan bersabar menantinya dengan terus berdo’a kepada-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُسْتَجَابُ لأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ يَقُولُ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِى
“Akan dikabulkan (doa) kalian selama tidak tergesa-gesa. Dia mengatakan, ‘Saya telah berdoa, namun belum saja dikabulkan‘.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ketiga, meningkatkan ibadah, ketaatan dan keimanan kepada-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِي إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. A-Baqarah: 186)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
“Allah Ta’ala berfirman: Barangsiapa memerangi wali (kekasih)-Ku, maka Aku akan memeranginya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib yang Kucintai. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari).
Maraji:
| Kumpulan dari Adab Berdo’a, http://www.islamqa.info | Adab-adab dalam Berdo’a, ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman as-Suhaibani, Judul dalam Bahasa Indonesia Adab Harian Muslim Teladan, Penerjemah Zaki Rahmawan | Adab dalam Berdo’a, http://ift.tt/MrUi7L |
Filed under: Aqidah, Ibadah, Tazkiyah Tagged: adab berdo'a Baca selengkapnya di: http://ift.tt/2mBpW9t
0 notes
Text
Ya Alloh Engkau “Maha Perkasa” Dan Aku Hanya Hamba Yang Kau Buat Perkasa #Dakwah #Islam
Nama Allah Al-’Aziz (Yang Maha Perkasa) Menggapai kemuliaan dengan Nama Allah Al-’Aziz pada Bulan Ramadhan Nama Allah Al-’Aziz disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak hampir 100 kali.1 Diantaranya disebutkan dalam Surat al-Hasyr/59:23: … الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ … yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Ya Alloh Engkau “Maha Perkasa” Dan Aku Hanya Hamba Yang Kau Buat Perkasa Makna Al ‘Aziz disebutkan dalam Surat Yunus/10:65: … إِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ … Sesungguhnya kekuasaan itu seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Dialah yang Maha mendengar lagi Maba mengetahui. Maka makna Al-’Aziz artinya Dzat yang baginya seluruh makna-makna kekuasaan. Kekuasaan di sini mencakup yaitu kekuatan, ketidakbutuhan, dan keperkasaan dan kemenangan atas seluruh makhluk yang ada. Konsekuensi dari nama ini diantaranya bahwa sesorang apabila diberikan kekuasaan, kekuatan, dan yang semisalnya maka hendaklah menyadari bahwa ada yang Maha Berkuasa di atas segalanya. Dan menggunakan kekuasaaan yang ada padanya tersebut sesuai dengan fungsinya dan berakhlak sebagaimana akhlak atau sifat yang dicintai oleh Allah. Namun, barangsiapa dari makhluk yang sok berkuasa (angkuh), maka ia akan kembali dengan murka Allah dan berhak mendapatkan ancaman-Nya. Sungguh Allah telah mengancam orang yang demikian kondisinya dengan siksa yang keras dikuncinya hati, dan dimasukan ke dalam neraka pada hari kiamat.2 Doa ibadah dengan nama ini selain menyakini bahwa kekuasaan (kemuliaan) adalah milik Allah semuanya, diantaranya menyakini bahwa kitab-Nya ‘Aziz (mulia), para nabi-Nya mulia, kemuliaan di dunia adalah apa yang dimuliakan oleh Allah, meminta kemuliaan dan kekuasaan hanya kepada Allah sebagai pemiliknya, barangsiapa yang jujur meminta kemuliaan maka Allah akan memberikan kepadanya, menjauhi dari meminta kemuliaan dari selain Allah karena meminta kemuliaan yang berasal dari selain Allah adalah kehinaan, kemuliaan yang sebenarnya apa yang ada pada seorang mukmin tidak pada selainnya seperti munafik yaitu Abdullah bin salul tokohnya dan pengikutnya, dan memperoleh kemuliaan dengan menempuh sebab-sebab kemuliaan diantaranya yang datang dari Nabi seperti tawadhu’, membantu yang lemah, tidak merendahkan yang lain dan angkuh diri, memaafkan kesalahan dan serta tidak bergantung kepada makhluk.3 Dan lain sebagainya dari sebab-sebab kemuliaan terutama menjalakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi larangan-larangan Allah karena mendekatinya adalah kehinaan apalagi melakukannya. Terutama sebab-sebab tersebut dilakukan pada bulan Ramdhan kemuliaan yang lebih besar yang akan didapatkan dari apa yang ada di sisi Allah. Doa mas’alah (permintaan) dengan nama Allah Al-’Aziz diantaranya dalam Surat al-Mumtahana/60 :5 رَبَّنَا لا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan Kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. dan ampunilah Kami Ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Dan do’a lainnya dalam Surat Al-Baqarah/2: 129, Surat Ghaafir: 8, Surat Shaad: 65-66, dan dari hadis doa yang ma’tsur do’a ketika terjaga dari tidur pada malam hari,serta do’a bagian tubuh yang sakit dan lain-lain. Adapun menyebut nama ini saja dengan hitungan tertentu ntuk mendapatkan sesuatu maka tidak terdapat dalam sunnah Nabi. Wallahu’alam. Penyusun : Dzakwan Mukhtar BA. Sumber : 1. Fiqih Asma’ul Husna 2. Fiqih Asma’ul Husna 3. The Miracle Of Asmaul Husna Sumber Artikel dari Asmaul Husna Center: https://asmaulhusnacenter.com/al-aziz-yang-maha-perkasa.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ
اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali. Ya Alloh Engkau “Maha Perkasa” Dan Aku Hanya Hamba Yang Kau Buat Perkasa
#03AllohSempurna#asmaulhusna#MahaSempurna#sempurna#alaziz#Alloh#AllohBaik#asmaulkhusna#blogAlloh#mahaperkasa
0 notes
Text
Ya Alloh Engkau “Maha Mencintai” Dan Aku Hanya Hamba Yang Kau Cintai #Dakwah #Islam
DALIL PENETAPAN Nama Allah Al Wadud telah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an diantaranya : وَاسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٌ وَدُودٌ “Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.” (QS. Hud : 90) Ya Alloh Engkau “Maha Mencintai” Dan Aku Hanya Hamba Yang Kau Cintai MAKNA AlWadud adalah Dzat yang mencintai makhluk ciptaan-Nya, memuji mereka, berlaku baik terhadap mereka dan penyayang terhadap hamba-hamba-Nya, yang memiliki cinta untuk orang-orang yang bertaubat dan kembali kepada-Nya. ( The Miracle Of Asmaul Husna :272 ) Al Wadud juga bisa berarti al-Maudud yang dicintai oleh orang-orang mukmin sepenuh jiwa dan hati mereka. Itulah sebaik-baik bentuk penyembahan hamba dan orang-orang yang mendekatkan diri kepada-Nya. (Al-Asmaul Husna : 203) DO’A IBADAH Diantara do’a ibadah yang berkaitan dengan nama Allah Al Wadud adalah : ➢ Hendaknya seorang hamba mencari kecintaan Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, karena Allah mencintai orang-orang yang mentaati-Nya dan membenci orang-orang yang melakukan maksiat kepada-Nya. Cinta Allah karena menjauhi larangan-Nya lebih banyak dibandingkan cinta-Nya karena melakukan ketaatan, sebab orang baik dan orang jahat pasti sama-sama pernah beramal shalih, namunmeninggalkan maksiat tidaklah mungkin dilakukan kecuali karena kejujuran dan kesempurnaan ‘ubudiah (penghambaan diri kepada Allah dengan sebenar-benarnya penghambaan. ➢ Allah mengasihi hamba-Nya dengan menyempurnakan nikmat yang tampak maupun tidak tampak yang ada pada diri mereka maupun yang disekitar mereka. Allah telah memuliakan keturunan anak Adam dan melebihkannya dari banyak makhluk lainnya. Mereka diciptakan dengan sebaik-baiknya bentuk, diberi pendengaran, penglihatan dan hati. Kepada mereka diturunkan berkah dari langit dan dikeluarkan kebaikan dari dunia. Allah berfirman ; وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا “Dan sungguh Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di di laut dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka diatas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”(QS. Al-Isra: 70) ➢ Diantara kesempurnaan kecintaan Allah adalah bahwasanya Allah bahagia dengan taubatnya orang-orang yang bertaubat kepada-Nya dengan kebahagiaan yang paling agung. Allah lebih sayang kepada mereka daripada kedua orang tua mereka, anak-anak mereka dan manusia seluruhnya. Siapa saja yang telah dicintai oleh Allah, niscaya Allah akan menempatkannya dalam kebersamaan khusus dengan-Nya. Sebagaimana nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadis qudsi; “Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri dengan sesuatu yang paling Aku cintai dari apa-apa yang Aku wajibkan, dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, hingga Aku benar-benar mencintainya, jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengaran baginya untuk ia mendengar, Aku menjadi penglihatan baginya untuk ia melihat, Aku menjadi tangan baginya dimana ia memegang dengannya, Aku menjadi kaki baginya dimana ia berjalan dengannya. Jika ia meminta kepada-Ku niscaya Aku benar-benar akan memberinya dan jika ia berlindung dengan-Ku, niscaya Aku benar-benar melindunginya, Aku tidak ragu atas apapun yang Aku lakukan, seperti keraguan-Ku atas kematian seorang mukmin, ia tidak menginginkan kematian, maka Aku pun benci melakukan yang buruk baginya.” (HR. Al-Bukhari : 6502) Kemudian orang yang dicintai oleh Allah, maka ia akan dicintai oleh makhluk-makhluk ciptaan Allah dan juga oleh para malaikat yang ada dilangit. Sebagaima
na Allah firmankan: إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam hati mereka rasa kasih sayang” ( QS. Maryam : 96 ) ➢ Diantara bukti cinta seorang hamba terhadap Allah adalah senantiasa bersikap ridha atas segala ketentuan dan takdir-Nya yang baik maupun yang buruk. Senantiasa mencintai Al-Qur’an sebagai sumber hukum yang paling utama dan menjadikannya sebagai pedoman hidupnya dengan mengimaninya, membacanya, mentadabburinya, memahaminya, mengamalkannya dan juga mengamalkannya. Kemudian sebagai bukti cintanya ia senantiasa mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah menjelaskan al-Qur’an,mencintai keluarganya, para sahabatnya dan mencintai orang-orang yang mengikuti sunnah-sunnahnya. Mencintai nabi dengan mentaati perintahnya, menghidupkan dan mengamalkan sunnah-sunnahnya serta meninggalkan segala bentuk yang dilarangnya. Allah berfirman ; قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ “Katakanlah: Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.’ Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( QS. Ali ‘Imran: 31) DO’A PERMOHONAN Diantara doa’ yang dipanjatkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaiahi wasallam adalah الل��ّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّك “ Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kecintaan-Mu dan kecintaan orang yang mencintai-Mu serta kecintaan amalan yang dapat mendekatkan diriku kepada kecintaan-Mu.” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi) Demikian semoga bermanfaat. Washollallahu ‘Ala Nabiyina Muhammad wa ‘Ala Alihi wasohbihi wasallam. Al-Bayaan Cianjur, 22 Jumadil Akhiroh / 16 Februari 2020. Penulis : Adep Baehaki, Lc Sumber : The Miracle Of Asmaul Husna Karya Muallifah Fiqih Asmaul Husna Karya Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr Al-Asmaul Husna Karya Prof. Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar Sumber Artikel dari Asmaul Husna Center: https://asmaulhusnacenter.com/al-wadud-yang-maha-pengasih.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali. Ya Alloh Engkau “Maha Mencintai” Dan Aku Hanya Hamba Yang Kau Cintai
#03AllohSempurna#alwadud#asmaulhusna#mahamencintai#MahaSempurna#sempurna#Alloh#AllohBaik#Allohsempurna#asmaulkhusna#blogAlloh
0 notes
Text
Ya Alloh Engkau “Maha Kuat” Dan Aku Hanya Hamba Yang Kau Beri Kekuatan #Dakwah #Islam
القوي AL QAWIYY (Yang Maha Kuat) DALIL PENETAPAN: Disebutkan dalam Al Quran sebanyak: 9 kali. Diantara firman Allah Tala: وَهُوَالْقَوِيُّ الْعَزِيزُ Dialah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS: Asy-Syura Ayat 19) Ya Alloh Engkau “Maha Kuat” Dan Aku Hanya Hamba Yang Kau Beri Kekuatan MAKNA NAMA AL QAWIYY Al Qawiyy Yang maha sempurna kekuatannya, maha kuat azabNya, maha kuat dan tidak ada yang mengalahkan, maha kuat maka tidak mengalami kondisi lemah, sempurna kekuasaanNya, serta memberi kekuatan kepada selainNya. DOA IBADAH ( KOSEKWENSI ) 1 Segala kekuatan hanyalah milik Allah Tala, sebagaimana firmanNya: أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat si (QS: Al-Baqarah Ayat 165) 2 Manusia adalah makhluk yang lemah, buktinya adalah ketika dilahirkan butuh pertolongan, ketika tua dan ketika meninggal pun sama butuh pertolongan orang lain. Sebagaimana juga Allah berfirman: وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا manusia dijadikan bersifat lemah. (QS:An-Nisa Ayat 28) 3 Meminta kekuatan kepada Dzat yang maha kuat tabungan atau simpanan untuk surga. Rasulullah Shallalahu ’alaihi Wasallam bersabda, يَاعَبْدَ اللَّهِ بْنَقَيْسٍ أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍمِنْكُن��وزِالْجَنَّةِ ». فَقُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَاللَّهِ. قَالَ « قُلْ لاَحَوْلَوَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ » “Wahai Abdullah bin Qais, maukah engkau kuberitahu tentang salah satu tabungan/simpanan dari simpanan-simpanan surgawi? Abdullah bin Qais menjawab: ‘Tentu, wahai Rasulullah’. Ia bersabda: ‘Ucapkanlah laa haula wa laa quwwata illa billah’” (HR. Bukhari no.4205, Muslim no.7037) 4 Allah lebih cinta kepada mukmin yang kuat dari pada mukmin yang lemah. Dari Abu Hurairah, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌوَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. (HR. Muslim) DOA PERMOHONAN 1 Terkait doa permohonan dengan nama Allah Al Qahhar. Apabila Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasalam merasakan takut pada malam hari senantiasa mengucapkan: لاَإِلَـهَ إِلاَّ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ، رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَابَيْنَهُمَا الْعَزِيْزُ الْغَفَّارُ “Tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah Yang Maha Esa, Maha Perkasa, Tuhan yang menguasai langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya, Yang Maha Mulia lagi Maha Pengampun.” (Riwayat Hakim, dishahihkannya dan disetujui oleh Adz Dzahabi 1/540, An Nasa’i dalam ‘Amalulyaumi wallailati, Ibnu Sunni. Lihat Shahihul Jami’: 4/213) 2 Ucapan yang menyadarkan bahwa diri ini lemah dan hanya Allah yang Maha kuat, seraya mengucapkan kalimat Al hauqalah, لَاحَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّابِاللهِ Tiada daya dan upaya kecuali dari Allah Tala. (HR. Ahmad dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhu dan dinilai sahih oleh al-Hakim dan adz-Dzahaby.) ___________ Referensi: Disadur dari kitab Al Asma’ul As rar karya Al mualifah, tahun 1428 H. Disusun @Komplek Masjid Al Bayaan, 17 Rabiul Awal 1441 H (Sabtu, 15 Desember 2019) Oleh: Fitra Arysandi S.Ag Artikel: Asmaulhusnacenter.com Sumber Artikel dari Asmaul Husna Center: https://asmaulhusnacenter.com/al-qawiyy-yang-maha-kuat.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali. Ya Alloh Engkau “Maha Kuat” Dan Aku Hanya Ham
#03AllohSempurna#alqowi#asmaulhusna#mahakuat#MahaSempurna#sempurna#Alloh#AllohBaik#Allohsempurna#asmaulkhusna#blogAlloh
0 notes
Link
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Tuhanmu berfirman: ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina’.” (QS. Ghafir: 60)
Pada ayat ini Allah SWT memerintahkan agar manusia berdoa kepada-Nya. Jika mereka berdoa niscaya Dia akan memperkenankan doa itu. Ayat ini pun merupakan peringatan dan ancaman yang keras kepada orang-orang yang enggan beribadat kepada Allah dan merupakan pernyataan keinginan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman bahwa Dia ingin hamba-hamba Nya itu memperoleh kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Seakan-akan Allah mengatakan: “Wahai hamba-hamba-Ku hambakanlah dirimu kepada Ku, selalulah beribadat dan berdoa kepada Ku. Aku akan menerima ibadat dan doa yang kamu lakukan dengan ikhlas, memperkenankan permintaanmu, mengampuni dosa-dosamu”
Do’a adalah salah satu bentuk peribadatan kepada Allah Ta’ala. Ia adalah refleksi keimanan akan kemahakuasaan Allah Ta’ala serta wujud ketundukkan dan penyerahan diri kepada-Nya. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الدﱡعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ
“Doa adalah ibadah,” (HR. Tirmizi, Abu Dawud, Ibnu Majah)
Dalam hadits lain,
عن عائشة رضي الله عنها قالت : سُئِلَ النَبِيُّ صلى الله عليه وسلم أيُّ العِبَادَةِ أَفْضَل ؟ فَقَاَلَ : دُعَاءُ الْمَرْءِ لِنَفْسِهِ
Dari ‘Aisyah, dia berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya orang: ‘Ibadat manakah yang paling utama?’. Beliau menjawab: ‘Doa manusia untuk dirinya’.” (HR. Bukhari)
Diantara hal yang harus kita jaga dalam berdo’a adalah memperhatikan adab-adabnya, agar do’a yang kita panjatkan itu dapat dikabulkan atau dinilai sebagai ibadah yang utama.
Ada beberapa adab yang harus kita jaga sebelum berdo’a, saat berdo’a, dan setelah berdo’a.
Adab sebelum berdo’a:
Pertama, mengikhlashkan diri dari syirik dalam berdo’a kepada-Nya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah; 5)
Kedua, mengakui dosa-dosa yang diperbuat dan memohon ampun kepada-Nya. Hal ini dilakukan agar Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosa kita dan berkenan mendengar do’a-do’a yang kita panjatkan. Karena diantara hal yang dapat menghalangi dikabulkannya do’a adalah dosa-dosa dan kemaksiatan yang kita lakukan, terutama dosa memakan dan meminum yang haram, memakai pakaian dan mengkonsumsi yang haram.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لا يَقْبَلُ إِلا طَيِّبًا ، وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ ، فَقَالَ : ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ ) ، وَقَالَ : ( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ) ، ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ )
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin sebagaimana Allah memerintahkan kepada para rasul untuk menyampaikannya. Maka Allah berfirman, ‘Wahai Rasul, makanlah dari yang baik dan beramal shaleh sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu lakukan. Kemudian firman-Nya, ‘Wahai orang beriman makanlah dari yang baik dari apa yang diberikan rezki kepada kamu semua.’ Kemudian disebutkan seseorang yang lama bepergian, kumal dan berdebu, mengangkat kedua tangannya ke langit serta mengatakan: ‘Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.’ Sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan mengkonsumsi yang haram. Bagaimana akan dikabulkan hal itu.” (HR. Muslim )
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Maka makanan halal dan minuman, pakaian dan mengkonsumi yang halal termasuk sebab dikabulkan doa.”
Dengan mengakui dosa-dosa dan beristighfar kepada Allah Ta’ala sebelum berdo’a, mudah-mudahan Allah Ta’ala ridho. ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ لَيَعْجَبُ مِنَ الْعَبْدِ إِذَا قَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ إِنِّيْ قَدْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ فَاغْفِرْلِيْ ذُنُوْبِيْ إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ، قَالَ: عَبْدِيْ عَرَفَ أَنَّ لَهُ رَباًّ يَغْفِرُ وَ يُعَاقِبُ.
“Sesungguhnya Allah kagum kepada hamba-Nya apabila ia berkata: ‘Tidak ada sesembahan yang hak kecuali Engkau, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, maka ampunilah dosa-dosaku karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa itu kecuali Engkau.’ Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah mengetahui bahwa baginya ada Rabb yang mengampuni dosa dan menghukum.’” (HR. Al-Hakim)
Ketiga, memuji dan menyanjung Allah Ta’ala dengan pujian dan sanjungan yang layak bagi-Nya dan bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini berdasarkan riwayat dari Fudhalah bin Ubaid radhiallahu ‘anhu,
بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدٌ إِذْ دَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى فَقَالَ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَجِلْتَ أَيُّهَا الْمُصَلِّي ، إِذَا صَلَّيْتَ فَقَعَدْتَ فَاحْمَدْ اللَّهَ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ، وَصَلِّ عَلَيَّ ، ثُمَّ ادْعُهُ
“Ketika Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam duduk, datanglah seseorang laki-laki lalu ia menunaikan shalat dan berdoa, ‘Ya Allah ampuni diriku dan sayangi diriku.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Wahai orang yang shalat, Anda ini tergesa-gesa. Apabila Anda telah shalat dan duduk, maka memujilah kepada Allah dengan apa-apa yang layak untuk-Nya dan bershalawatlah kepadaku kemudian barulah berdo’a.” (HR. Tirmidzi).
Di dalam redaksi hadits lain disebutkan,
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللَّهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ ثُمَّ لْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ لْيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ . قَالَ : ثُمَّ صَلَّى رَجُلٌ آخَرُ بَعْدَ ذَلِكَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَصَلَّى عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَيُّهَا الْمُصَلِّي ، ادْعُ تُجَبْ
“Apabila salah seorang diantara kamu berdoa, maka mulailah dengan memuji Allah dan menyanjung-Nya. Kemudian bershalawatlah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berdo’alah setelah itu sesuai yang dikehendaki. Berkata (Fudhalah), ”Kemudian ada orang lain shalat setelah itu, dan memuji kepada Allah, bershalawat kepada Nabi sallallahu alahi wa sallam. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai orang yang shalat, berdoalah (pasti) dikabulkan.” (HR. Tirmidzi).
Diantara pujian dan sanjungan yang layak bagi Allah Ta’ala adalah dengan menyebut-nyebut nama-nama-Nya yang indah (asmaul husna). Bahkan ia bukan hanya diucapkan di awal berdo’a, tetapi hendaknya diucapkan di sepanjang kita berdo’a kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu…” (QS. Al-A’raf: 180)
Mengenai membaca shalawat dalam berdo’a disebutkan pula dalam hadits berikut ini.
كُلُّ دُعَاءٍ مَحْجُوْبٌ حَتَّى يُصَلَّى عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Setiap doa itu terhijab hingga dibacakan shalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam” (H.R At-Thabrani)
Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata:
إِنَّ الدُّعَاءَ مَوْقُوفٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَا يَصْعَدُ مِنْهُ شَيْءٌ حَتَّى تُصَلِّيَ عَلَى نَبِيِّكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Sesungguhnya do’a tertahan di antara langit dan bumi tidak naik, hingga dibacakan sholawat untuk Nabimu shallallahu ‘alaihi wa sallam” (HR. Tirmidzi)
Adab saat berdo’a:
Pertama, menghadap kiblat dan mengangkat tangan. Hal ini diisyaratkan oleh riwayat dari Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu,
لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ نَظَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمُشْرِكِينَ وَهُمْ أَلْفٌ وَأَصْحَابُهُ ثَلاثُ مِائَةٍ وَتِسْعَةَ عَشَرَ رَجُلا ، فَاسْتَقْبَلَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقِبْلَةَ ثُمَّ مَدَّ يَدَيْهِ فَجَعَلَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ : ( اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي ، اللَّهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي ، اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الإِسْلامِ لا تُعْبَدْ فِي الأَرْضِ ) فَمَا زَالَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ مَادًّا يَدَيْهِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ حَتَّى سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ مَنْكِبَيْهِ
“Ketika perang Badar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat orang-orang musyrik berjumlah 1000 orang sedangkan para shahabatnya 319 orang. Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam menghadap kiblat kemudian menengadahkan kedua tangannya dan memohon kepada Tuhannya, “Ya Allah kabulkan untukku apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah berikan apa yang telah Engkau janjikan untukku. Ya Allah kalau sekiranya kelompok (umat Islam) ini musnah, maka tidak ada yang disembah di muka bumi.” Beliau terus memohon kepada Tuhannya seraya menengadahkan kedua tangannya dan menghadap kiblat sampai jatuh selendangnya dari pundak beliau.” (HR. Muslim).
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalamnya ada anjuran menghadap kiblat dalam berdoa. Dan mengangkat kedua tangannya.”
Mengenai mengangkat kedua tangan dalam bedo’a, Salman radhiallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا
“Sesungguhnya Tuhan Kamu Tabaraka wa Ta’ala itu Maha Malu serta Maha Dermawan. Malu kepada hamba-Nya apabila mengangkat kedua tangan kepada-Nya, dan kembali dalam kondisi kosong.” (HR. Abu Dawud).
Saat mengangkat kedua tangan, telapak tangan menghadap ke langit seperti keadaan orang fakir yang sedang meminta dan mengharap diberi. Diriwayatkan dari Malik bin Yasar radhiallahu ‘anhu sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَأَلْتُمْ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ وَلا تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا
“Kalau kamu semua meminta kepada Allah, maka mintalah dengan sisi dalam telapak tangan kalian semua. Jangan meminta dengan sisi luar telapak tangannya.” (HR. Abu Dawud)
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah menegaskan dalam ‘Syarah Mumti’, (4/25) bahwa kedua tangan itu dirapatkan, “Sementara merenggangkan dan saling menjauhkan diantara keduanya, saya belum mengetahui itu ada asalnya baik dalam sunah maupun perkataan para ulama”.
Kedua, melirihkan dalam berdoa dan tidak mengeraskannya; merendahkan diri, khusyu’, penuh harap dan rasa takut; diiringi keyakinan do’anya akan dikabulkan dan berupaya menghadirkan hati.
Allah Ta’ala berfirman,
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.” (QS. Al-A’raf: 55).
Dan firman-Nya,
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ ، وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاهٍ
“Berdoalah kepada Allah sementara anda semua dalam kondisi yakin dikabulkan. Ketahuilah bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai dan sia-sia.” (HR.Tirmidzi).
Ketiga, tidak memohon sesuatu yang bernilai dosa dan memutuskan kekerabatan serta tidak diiringi ketergesa-gesaan ingin dikabulkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ ، مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ ، قِيلَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، مَا الاسْتِعْجَالُ ؟ قَالَ يَقُولُ : قَدْ دَعَوْتُ ، وَقَدْ دَعَوْتُ ، فَلَمْ أَرَ يَسْتَجِيبُ لِي ، فَيَسْتَحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ الدُّعَاءَ
“Dikabulkan seorang hamba (berdoa) selagi tidak berdoa untuk dosa dan memutus kerabat, dan tidak tergesa-gesa.” Ditanyakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah. Apa tergesa-gesa itu?” Maka beliau menjawab, “Sungguh saya telah berdoa, telah berdoa. Dan saya tidak melihat dikabulkan untukku, sehingga dia menyesal dan waktu itu dia tinggalkan berdoa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
لاَ تَدْعـُوْا عَلَى أَنْفُـسِكُمْ وَلاَ تَدْعُوْا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ لاَ تَدْعُـوْا عَلَى أَمْوَالِكُمْ، لاَ تَوَافِقُـوْا مِنَ اللهِ سَاعَةً يَسْأَلُ فِيْهَا عَطَاءً، فَيَسْـتَجِيْبُ لَكُمْ.
“Janganlah kalian mendo`akan keburukan kepada diri kalian, janganlah mendo`akan buruk kepada anak-anak kalian, janganlah mendo`akan buruk kepada harta-harta kalian, dan janganlah sampai (doa buruk kalian itu) bertepatan dengan waktu Allah ta’ala mengabulkan do`a, karena Allah akan mengabulkan do`a kalian.” (HR. Muslim)
Keempat, menegaskan do’a. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ ، اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي إِنْ شِئْتَ ، لِيَعْزِمْ الْمَسْأَلَةَ ، فَإِنَّ اللهَ لا مُكْرِهَ لَهُ
“Jangan salah seorang diantara kamu mengatakan, ‘Ya Allah ampuni diriku kalau Engkau berkehendak. Ya Allah sayangi diriku kalau Engkau berkehendak.’ Hendaklah menegaskan dalam permintaan, karena sesungguhnya Allah tidak menolak seorangpun.” (HR. Bukhari, dan Muslim).
Kelima, mengulang-ulang ucapan do’a tiga kali. Hal ini seperti diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu berikut ini.
بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عِنْدَ الْبَيْتِ وَأَبُو جَهْلٍ وَأَصْحَابٌ لَهُ جُلُوسٌ وَقَدْ نُحِرَتْ جَزُورٌ بِالأَمْسِ ، فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ : أَيُّكُمْ يَقُومُ إِلَى سَلا جَزُورِ بَنِي فُلانٍ فَيَأْخُذُهُ فَيَضَعُهُ عَلَى ظَهْرِ مُحَمَّدٍ إِذَا سَجَدَ ، فَانْبَعَثَ أَشْقَى الْقَوْمِ فَأَخَذَهُ فَلَمَّا سَجَدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَضَعَهُ بَيْنَ كَتِفَيْهِ ، قَالَ : فَاسْتَضْحَكُوا وَجَعَلَ بَعْضُهُمْ يَمِيلُ عَلَى بَعْضٍ . وَأَنَا قَائِمٌ أَنْظُرُ لَوْ كَانَتْ لِي مَنَعَةٌ طَرَحْتُهُ عَنْ ظَهْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَاجِدٌ مَا يَرْفَعُ رَأْسَهُ حَتَّى انْطَلَقَ إِنْسَانٌ فَأَخْبَرَ فَاطِمَةَ فَجَاءَتْ وَهِيَ جُوَيْرِيَةٌ فَطَرَحَتْهُ عَنْهُ ثُمَّ أَقْبَلَتْ عَلَيْهِمْ تَشْتِمُهُمْ ، فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاتَهُ رَفَعَ صَوْتَهُ ثُمَّ دَعَا عَلَيْهِمْ – وَكَانَ إِذَا دَعَا دَعَا ثَلاثًا ، وَإِذَا سأَلَ سَأَلَ ثَلاثًا – ثُمَّ قَالَ : اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ ثَلاثَ مَرَّاتٍ ، فَلَمَّا سَمِعُوا صَوْتَهُ ذَهَبَ عَنْهُمْ الضِّحْكُ وَخَافُوا دَعْوَتَهُ ، ثُمَّ قَالَ : اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِأَبِي جَهْلِ بْنِ هِشَامٍ وَعُتْبَةَ بْنِ رَبِيعَةَ وَشَيْبَةَ بْنِ رَبِيعَةَ وَالْوَلِيدِ بْنِ عُقْبَةَ وَأُمَيَّةَ بْنِ خَلَفٍ وَعُقْبَةَ بْنِ أَبِي مُعَيْطٍ – وَذَكَرَ السَّابِعَ وَلَمْ أَحْفَظْهُ – فَوَالَّذِي بَعَثَ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحَقِّ لَقَدْ رَأَيْتُ الَّذِينَ سَمَّى صَرْعَى يَوْمَ بَدْرٍ ثُمَّ سُحِبُوا إِلَى الْقَلِيبِ قَلِيبِ بَدْرٍ
“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallalm shalat di Baitullah sementara Abu Jahal dan teman-temannya duduk; mereka sehari sebelumnya telah menyembelih unta. Maka Abu Jahal mengatakan, ‘Siapa diantara kaum yang bisa pergi ke tempat penyembelihan di Bani Fulan mengambil dan menaruh di atas punggung Muhammad ketika sujud.’ Maka kaum terjelek pergi dan mengambilnya, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, ditaruhlah di antara punggungnya. Mereka tertawa-tawa sampai sebagian miring ke sebagian lainnya. Sementara saya berdiri melihatnya. Kalau sekiranya saya mempunyai pelindung, pasti akan saya bersihkan dari punggung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud tidak mengangkat kepalanya sampai ada seseorang pergi memberitahukan kepada Fatimah. Kemudian beliau—yang pada saat itu masih seumuran gadis kecil—datang untuk membersihkan darinya. Kemudian beliau menghadap mereka dan mencelanya. Setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat, beliau mengeraskan suaranya dan mendoakan kejelekan kepada mereka–biasanya beliau apabila berdoa diulangnya tiga kali, dan kalau meminta diulangnya tiga kali–kemudian berkata, ‘Ya Allah, timpakan kejelekan kepada Quraisy.’ Beliau mengucapkannya tiga kali. Ketika mereka mendengar suara beliau, mereka berhenti tertawa dan takut akan do’anya. Kemudian beliau melanjutkan doa seraya mengatakan, “Ya Allah berikan kejelekan kepada Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah. Walid bin Uqbah, Umayyah bin Khalaf serta Uqbah bin Abi Mu’aid—beliau menyebutkan nama yang ketujuh, hanya saya tidak hafal—demi (Allah) yang mengutus Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kebenaran, sungguh saya telah melihat orang-orang yang disebut bergelimpangan pada perang Badar kemudian dilemparkan ke sumur Badar.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keenam, lebih afdhal (utama) apabila do’a yang diucapkan berupa do’a yang singkat dan padat, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَحِبُّ الْجَوَامِعَ مِنَ الدُّعَاءِ وَيَدَعُ مَا سِوَى ذَلِكَ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukai berdo’a dengan do’a-do’a yang singkat dan padat namun makna-nya luas dan tidak berdo’a dengan yang selain itu.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Hakim)
Ketujuh, memulai dengan mendo’akan diri sendiri, jika hendak mendo’akan orang lain.
Perhatikanlah contoh-contoh do’a yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala berikut.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ
“…Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami…” (QS. Al-Hasyr: 10).
Firman-Nya yang lain:
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِأَخِي وَأَدْخِلْنَا فِي رَحْمَتِكَ
“Musa berdo’a: ‘Ya Rabbku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau…’” (QS. Al-A’raaf: 151)
Firman-Nya yang lain:
رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
“Ya Rabb-ku, berikanlah ampun kepadaku dan kedua ayah ibuku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari Kiamat).” (QS. Ibrahim: 41)
Diriwayatkan pula dari Ibnu ‘Abbas dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata,
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا ذَكَرَ أَحَدًا فَدَعَا لَهُ بَدَأَ بِنَفْسِهِ.
“Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingat kepada seseorang, maka beliau mendo’akannya dan sebelumnya beliau mendahulukan berdo’a untuk dirinya sendiri.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)
Kedelapan, memilih berdo’a di waktu yang mustajab (waktu yang pasti dikabulkan), di antaranya adalah:
Pada waktu tengah malam;
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (Adz-Dzaaariyat: 18)
Hadits dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ اْلآخِرِ يَقُوْلُ: مَنْ يَدْعُوْنِيْ فَأَسْتَجِيْبَ لَهُ، مَنْ يَسْأَلُنِيْ فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ
“Rabb kita (Allah) tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir seraya berfirman; ‘Barangsiapa yang berdo’a kepada-Ku saat ini, niscaya Aku akan memperkenankannya, barangsiapa yang meminta kepada-Ku niscaya Aku akan memberikannya, barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya.’” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi)
Di antara adzan dan iqamah;
Dalilnya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
اَلدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَاْلإِقَامَةِ فَادْعُوْا.
“Do’a yang dipanjatkan antara adzan dan iqamah tidak akan ditolak, maka berdo’alah.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Di saat dalam sujud;
Dalilnya sabda Rasulullah hallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَ هُوَ سَاجِدٌ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ.
“Saat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabb-nya adalah ketika dia sedang sujud (kepada Rabb-nya), maka perbanyaklah do’a (dalam sujud kalian).” (HR. Muslim, Abu Dawud dan an-Nasa-i)
Ketika adzan dan ketika berkecamuk peperangan;
Dalilnya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثِنْتَان�� لاَ تُرَدَّانِ أَوْ قَلَّماَ تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَ عِنْدَ الْبَأْسِ حِيْنَ يُلْحِمُ بَعْضُهُمْ بَعْضاً.
“Dua waktu yang tidak akan ditolak (permohonan yang dipanjatkan di dalamnya, atau sedikit kemungkinan untuk ditolak, yaitu do’a setelah (dikumandangkan) adzan dan do’a ketika berkecamuk peperangan, tatkala satu dan lainnya saling menyerang.” (HR. Abu Dawud dan ad-Darimi)
Setelah waktu ‘Ashar pada hari Jum’at;
فِيهِ سَاعَةٌ لاَيُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّيْ يَسْأَلُ اللهَ تَعاَلَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا.
“Pada hari itu (hari Jum’at) terdapat waktu-waktu tertentu, tidaklah seorang hamba berdiri melaksanakan shalat dan berdo’a memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Allah pasti akan mengabulkannya. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat dengan tangannya (yang menggambaran) waktu itu pendek.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim )
Waktu itu adalah saat setelah shalat ‘Ashar sebagaimana yang dikuatkan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma’ad (I/390).
Ketika hari ‘Arafah;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ…
“Sebaik-baik do’a ialah do’a hari Arafah…” (HR. At-Tirmidzi dan Malik dalam al-Muwaththa’)
Ketika turun hujan;
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَ تَحْتَ الْمَطَرِ.
“Dua waktu yang padanya sebuah permohonan (do’a) tidak akan ditolak oleh Allah, do’a ketika setelah dikumandangkan adzan dan do’a ketika turun hujan.” (HR. Al-Hakim dan Abu Dawud)
Ketika 10 hari terakhir bulan Ramadhan (Lailatul Qadar);
Dari ‘Aisyah radhiyallahu anhuma ia berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah yang sebaiknya aku baca pada Lailatul Qadar?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Bacalah:
اَللّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ.
‘Ya Allah, sesungguhnya Engkau Mahapemberi maaf dan mencintai pemberian maaf, maka maafkanlah aku.’” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Adab Setelah Berdo’a:
Pertama, membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana telah disebutkan dalam hadits-hadits sebelumnya,
كُلُّ دُعَاءٍ مَحْجُوْبٌ حَتَّى يُصَلَّى عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Setiap doa itu terhijab hingga dibacakan shalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam” (H.R At-Thabrani)
Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata:
إِنَّ الدُّعَاءَ مَوْقُوفٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَا يَصْعَدُ مِنْهُ شَيْءٌ حَتَّى تُصَلِّيَ عَلَى نَبِيِّكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Sesungguhnya do’a tertahan di antara langit dan bumi tidak naik, hingga dibacakan sholawat untuk Nabimu shallallahu ‘alaihi wa sallam” (HR. Tirmidzi)
Kedua, tetap menjaga keyakinan do’a akan dikabulkan dan bersabar menantinya dengan terus berdo’a kepada-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُسْتَجَابُ لأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ يَقُولُ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِى
“Akan dikabulkan (doa) kalian selama tidak tergesa-gesa. Dia mengatakan, ‘Saya telah berdoa, namun belum saja dikabulkan‘.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ketiga, meningkatkan ibadah, ketaatan dan keimanan kepada-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِي إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. A-Baqarah: 186)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
“Allah Ta’ala berfirman: Barangsiapa memerangi wali (kekasih)-Ku, maka Aku akan memeranginya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib yang Kucintai. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari).
Maraji:
| Kumpulan dari Adab Berdo’a, http://www.islamqa.info | Adab-adab dalam Berdo’a, ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman as-Suhaibani, Judul dalam Bahasa Indonesia Adab Harian Muslim Teladan, Penerjemah Zaki Rahmawan | Adab dalam Berdo’a, http://ift.tt/MrUi7L |
Filed under: Aqidah, Ibadah, Tazkiyah Tagged: adab berdo'a Baca selengkapnya di: http://ift.tt/2mBpW9t
0 notes