#aksararamadhan
Explore tagged Tumblr posts
Text
#10: Lillah
Katanya, nggak apa-apa lelah asal lillah. Padahal jika sesuatu itu lillah, ‘nggak ada’ kata lelah.
Kalau kata teh @jagungrebus: “Bukan sekedar keep fight, tapi keep faith yang lebih utama. Sebab iman akan membawa kepada perjuangan yang tak akan sia-sia.”
Karena memang benar, kunci utama yang membedakan antara pejuang yang satu dengan yang lain adalah ketaqwaannya. Orang-orang yang selalu melibatkan Allah untuk setiap langkah hidupnya dan keridhoan Allah menjadi tujuannya, tidak akan pernah merasa lelah. Karena dia tau, bahwa perjuangannya tidak akan pernah sia-sia.
Saya terkadang suka bertanya kepada diri, “sebenarnya apa sih yang kamu cari dengan melakukan semua ini?” karena sering kali kita terjebak dalam rutinitas yang selama ini kita tidak ketahui maknanya untuk apa dilakukan, atau mungkin bisa dikatakan; suka lupa menata tujuan, jadi wajar jika sering kebingungan.
Kalau kita sering ngeluh sama keadaan, suka males-malesan, menunda atau kurang semangat dalam perjuangan, coba cek tujuannya. Coba cek niatnya. Sudahkah sesuai dengan jalurnya? Sudahkah sesuai jalanNya? Mungkin aja belum sinkron antara hati dan jasmaninya, belum sinkron antara niat dan amalnya. Atau yang paling penting apakah semua ini sudah karenaNya?
Bandung, 14 Ramadhan 1438 H (09/06) ©Thalhah S. Robbani
232 notes
·
View notes
Text
RAMADHAN CHALLENGE!
Aku, Sahabat Setiamu! Kenapa kini kau pergi, tak bersuara lalu kalah?. Padahal aku adalah sahabat akrabmu. Padahal dulu kita selalu menghabiskan waktu bersama. Kita bercengkrama dibawah mentari senja. Kita pun mengikat cita bersama disejuknya udara pagi. Kini, Waktu terus berjalan meninggalkan setiap jejak cerita kehidupan. Bumi pun tak mau mengalah tak lelah mengitari dengan setia sang surya. Aku masih menanti disini, masih setia menunggumu datang kembali. Aku masih disini berusaha selalu ada untukmu. Lama ku menanti, nyatanya aku belum melihatmu kembali. Apa aku harus terus sabar menanti?. Benar, aku merindumu, aku rindu semangatmu, dan aku rindu senyum indahmu. Apa kau masih ingat, ketika orang lain berkata, "kalian itu sama, sama-sama bawel tapi klo pas bawel suka gk jelas lagi bicara apa". atau ketika teman kita berkata, "kalian itu sama, kalau di foto selalu saja senyum pe*sod*nt". Ataupula masihkan kau ingat ketika adek dan kakak kita menilai kita sebagai orang yang keras kepala, berusaha untuk selalu tahu dan selalu menjawab ketika ditanya ?. Aku rindu setiap tetes air mata yang keluar dari kelopak matamu, ketika kau berusaha mengenalku dengan caramu. Aku rindu semua cerita-ceritamu yang sanggup membuatku bertahan berjam-jam untuk mendengarnya. Kini aku sendiri, menyepi disetiap waktuku ditemani bayang-bayang tentangmu. Aku tak akan pernah melupakan kisah kita, kembalilah dan kuatkan dirimu! Aku ini sahabatmu! Jangan takut jika kau ada dalam tempat yang gelap, Jangan gundah gelisah. Aku akan datang padamu membawa cahaya yang menentramkan jiwa. Aku ingin kau bahagia. Tidak, aku tidak akan berbohong. Karena aku adalah kamu, kamu adalah aku dan kita adalah sahabat yang Allah satukan dalam ketaatan dan kesabaran. @luthfi_ariff #RamadhanChallenge #AksaraRamadhan
2 notes
·
View notes
Text
Siapa Sahabat Terbaik itu?
RAMADHAN CHALLENGE! Kehidupan tak bisa dipisahkan dengan interaksi. Interaksi dan komunikasi menjadi dasar untuk menjalani kehidupan. Seorang ibu yang sedang mengandung tak jarang selalu mengajak bayinya untuk berinteraksi, walau ia sendirin kadang tidak yakin apakah sang bayi dapat mendengar apa yang ia ucapkan. Ketika sang bayi lahir dan mulai tumbuh berkembang, semua orang yang menyayanginya akan terus mencoba mengajak sang bayi berkomunikasi, walau sekali lagi mereka belum tentu yakin, apa yang mereka ucapkan bisa dipahami oleh sang bayi. Komunikasi dilakukan untuk membangun kedekatan, saling mengenal, juga saling memahami satu sama lain. Kenapa seorang ibu yang paling dekat dengan anak-anaknya? Karena ibulah yang paling sering berkomunikasi dengan anaknya, dari semenjak ananknya dalam kandungan sampai anaknya dewasa. Komunikasi pula yang mampu membangun pertemanan. Menjadikan dua orang yang tak mengenal, saling bercerita bersama. Jauh dari itu, komunikasi menjadikan 2 orang mampu berkolabarasi dalam membangun dunia baru dalam kehidupan didunia, persahabatan. Apa bedanya teman dan sahabat ? Saling mengenal, saling menolong, saling peduli, itulah teman. Beda dengan sahabat, sahabat itu seperti udara, tak terlihat namun tetap ada, terasa dan setia menemani setiap saat. Sahabat itu artinya saling memahami dan saling menyayangi. Pertemanan dan persahabatan dibangun dan dapat dirusak oleh komunikasi. Jaga komunikasi yang berdasar pada kebaikan jika persahabatan ingin tetap menghiasi hari dan hidupmu. Hilangkan komunikasi berdasar keburukan jika tak ingin pershabatan lulul lantah. Lantas siapa sahabat yang baik itu? Sahabat yang baik adalah ia yang bisa menjaga hati dan ucapannya, ia yang selalu berkomunikasi dengan dasar kebaikan. Sesekali buatlah sahabatmu marah padamu. Lantas coba kau minta seseorang untuk bertanya kejelekan dan aibmu pada sahabatmu yg masih dirundung amarah. Jika sahabatmu yang sedang marah itu tak menceritakan aib dan keburukanmu, dan malah menceritakan kebaikanmu. Maka itulah sahabatmu, jadikan ia sahabat sejatimu! Kebaikan dan keburukan dibangun oleh komunikasi. Komunikasi yang baik ialah komunikasi yang didampingi oleh kedewasaan dalam berpikir. Bijaklah dalam berpikir, agar kedewasaan semakin tumbuh dan pada akhirnya komunikasi yang baik menjadi sikap dasar dalam jiwa. Bandung, 10 juni 2017 14.43 WIB @luthfi_ariff #RamadhanChallenge #AksaraRamadhan
2 notes
·
View notes
Text
#1: Euphoria
Ada rasa bahagia yang tidak mampu kita menafikkannya. Sebagaimanapun berlumutnya diri ini dengan dosa, tetap saja hati akan mengaminkannya.
Untuk kesekian kalinya Ramadhan hadir menemani hidup kita. Ia datang dengan keberkahan yang melimpah, yang mampu menjadikan setiap aktivitas ibadah kita bernilai pahala yang berlipat-lipat hasilnya.
Diantara kebahagiaan yang dibawanya, Ramadhan mampu menghadirkan cinta bagi yang mendapatkannya. Rasakan saja, saat ketika kamu menjadi satu dari orang-orang yang hadir di surau untuk qiyammul lail pertama. Melihat orang-orang dengan pakaian terbaiknya berkumpul untuk membuktikan rasa cinta yang tak akan kamu temukan di bulan-bulan lainnya, dan menariknya, kamu merupakan salah satu yang mendapatkan cintaNya.
Ada cerita tentang malam dengan ketenangannya, ada cerita tentang shubuh dengan kehangatannya, dan cerita tentang waktu sore saat Allah sedang menunggu doa-doa hambaNya.
Belum lagi cerita tentang waktu menuju berbuka. Senja yang diramaikan orang-orang yang mencari makanan berbuka, ibu-ibu yang menyiapkan makanan untuk keluarga, dan masjid-masjid yang dipenuhi anak-anak dengan wajah riang gembiranya. Walau mungkin terlihat ada rasa lelah di binar matanya, tapi tak nampak ada penyesalan pada diri mereka.
Ini baru satu cerita, dari rangkaian cerita bahagia yang kita sedang menjalaninya. Di belahan bumi lain, saudara-saudara kita juga turut merayakan bahagianya Ramadhan yang menemuinya. Percayalah bahwa ini bukan hanya euphoria kita, tetapi euphoria dunia.
Namun jika aku boleh sedikit berharap, bisakah kita jaga euphoria ini hingga senja terakhir Ramadhan menutupnya?
Karena sungguh ini tidak boleh (lagi) kita menyia-nyiakannya.
Bandung, 1 Ramadhan 1438 H (27/05) ©Thalhah S. Robbani
287 notes
·
View notes
Text
#3: Prasangka
Dari sekian banyak sebab yang menodai hati, prasangka mengambil bagian yang cukup besar di dalamnya. Bahkan sejak berabad-abad silam Allah sebenarnya telah mengingatkan kita untuk menjauhi prasangka, karena sebagian darinya merupakan dosa. (49:12)
Mengapa kita sering sekali memberi prasangka untuk sesuatu yang tidak kita ketahui? We may think we understand, but we don’t. Rasulullah juga pernah mengatakan kalau prasangka adalah berita yang paling dusta yang terdapat dalam hati kita. Rasa-rasanya efek dari prasangka ini begitu dahsyat, mungkin mirip seperti cinta. Ia tak sama sekali tampak tapi efeknya mampu menenangkan, namun juga mampu untuk merusak.
Mungkin, ketidak mampuan kita dalam mengelola prasangka inilah yang menjadi hulu dari aktivitas dosa kita; membicarakan orang lain.
Ini baru tentang prasangka kita ke manusia. Bagaimana prasangka kita ke Allah? Duh.
Tentang kejadian dalam setiap hidup kita, tentang pemberian dan pengambilan olehNya, tentang ketenangan dan kegelisahan yang ditanamkanNya, juga tentang orang-orang yang dihadirkanNya. Sudahkah kita mengambil hikmah dan berprasangka baik kepadaNya?
Kita cukup sering membatasi pikiran kita dengan prasangka. Disaat kita memulai prasangka kepada seseorang, itulah awal dari penggalian jurang untuk kita dan orang lain, atau pembangunan jembatan antara kita dengan orang lain.
Jika mengatur pikiran kita aja sulit, bagaimana mungkin kita mampu membaca pikiran orang lain? Maka, berusahalah untuk berprasangka baik.
Anyway, tanpa disengaja ternyata hari ini teh @prawitamutia juga menuliskan tentang “Prasangka” dalam serial Ramadhannya. Semoga selalu menjadi pengingat untuk kita dan diri ini khususnya.
Bandung, 03 Ramadhan 1438 H (29/05) ©Thalhah S. Robbani
263 notes
·
View notes
Text
#2: Shalat
“Seberapa banyak kita memahami bacaan dalam bacaan shalat-shalat kita?”
Pertanyaan ini rasanya begitu tepat memukul hati. Padahal pertanyaan ini terdengar sederhana, karena bukankah ada ribuan rakaat shalat yang sudah dilakukan? Bagaimana mungkin ada orang yang melakukan aktivitas rutin, tapi tidak tau makna dari apa yang ia lakukan, bukan?
Sejak kecil, kita dipahamkan bahwa shalat merupakan ibadah yang di dalamnya berisi doa-doa. Dan di bangku sekolah hingga saat ini pun kita memahami jika shalat adalah momen kita berkomunikasi dengan Allah. Namun yang menjadi pertanyaan, apa yang selama ini kita sedang obrolin ke Allah kalau kita pun tidak mengetahui apa makna yang sedang kita baca?
Belum lagi ditambah masalah shalat-shalat yang kita lakukan secara terpaksa, yang kita sering dengan sengaja menunda-nunda, yang kita jalani ala kadarnya saja, yang dilaksanakan sebagai pengugur kewajiban semata.
Bisa jadi inilah yang merupakan akar dari sebab kegelisahan hati dan permasalahan hidup yang kita alami. Bukan tentang rindu, apalagi perasaan cinta palsu. Tetapi, shalat yang tak memiliki makna di hatimu.
Dan di akhirat nanti, mungkin akan wajar jika kita mendapati bahwa ternyata ibadah shalat kita yang kita lakukan selama ini, tidak ada nilainya sama sekali. Naudzubillahi min zalik.
Dan itulah duka kesengsaraan yang nyata, ketika kita sudah merasa bahwa melakukan ibadah yang banyak tapi ternyata tak sedikitpun menambah timbangan amal ibadah kita di sisiNya.
Itu baru shalat, bagaimana dengan ibadah lain? Semoga ampunan Allah untuk kita semua.
Bandung, 2 Ramadhan 1438 H (28/05) ©Thalhah S. Robbani
146 notes
·
View notes
Text
#7: Kehilangan
Kita sepakat, kehilangan adalah salah satu bagian terberat dalam momentum hidup setiap orang. Walau kita tahu sebenarnya kehilangan hanyalah makna lain dari pengambilan kembali atas sesuatu yang dititipkan oleh Tuhan, tetap saja rasa itu tidak penah bisa dinafikkan.
Hingga pengingat tentang; apapun di dunia memang tidak ada yang pernah benar-benar dimiliki, terus didengungkan. Manusia tetap saja dengan kelemahanya akan merasakan kehilangan.
Namun, sebagaimanapun dituliskan tentang dalamnya rasa kehilangan. Makna kehilangan tetap saja hanya dapat dirasakan untuk mereka yang mengalaminya. Dan dari semua rasa kehilangan yang ada di dalam kehidupan, kehilangan cinta dan doa adalah kehilangan yang paling menyakitkan. Bukan tentang cinta yang penuh kebohongan, apalagi euforia fana perasaan. Tetapi, sebuah cinta dan doa tulus dari salah satu malaikat yang menyimpan pintu surgamu; ibu.
Dan kehilangannya akan membuatmu sejak saat itu menjalani hidup yang tidak lagi pernah sama.
2 Juni 2016 Hari ini genap setahun saya kehilangan sosok ummi.
Allah dengan segala KebaikanNya memulangkan ummi saya tepat sehari setelah tanggal yang sama ketika ummi melahirkan saya. Sepertinya Allah begitu peduli hingga memilih hari tersebut sebagai pengingat selalu kepada saya; bahwa hidupmu hanya cerita narasi singkat di atas tanah.
Lalu, dari setiap titipan yang dipercayakan Allah, akan selalu terselip sebuah pesan hikmah dan oase pembelajaran untuk jiwa. Ini hanya masalah waktu untuk menemukan pesannya. Namun setidaknya, akan selalu ada perihal sabar dan kesyukuran dalam setiap pemberianNya. Seperti kesyukuran akan kesempatan hidup yang cukup bersama malaikat dunia yang nyata.
Mengingatnya kembali, sering membawa saya merasakan hal yang paling membekas terasa ketika beliau masih membersamai saya. Namun, bukan saja karena kenangan bahagia yang pernah di buat, perhatian yang diberikan ataupun kebahagiaan hidup yang dihadirkan. Tetapi tentang hilangnya salah satu keridhoan dunia-akhirat yang saya miliki, tentang hilangnya salah satu pintu surga yang hidup di keluarga kami. Kehilangan ummi adalah kesedihan akan kehilangan keridhoan darinya, yang tentu saja merupakan keridhoanNya.
Apalah makna dari semua hidup yang dinikmati jika tidak ada segenggam pun keridhoan dari Allah yang mengiringi? Ketahuilah, hanyalah orang tua kita yang memiliki sebuah keistimewaan langsung untuk mencapai ridhoNya.
Dan tidak ada kehilangan yang paling pedih selain kehilangan keridhoanNya.
Bandung, 07 Ramadhan 1438 H (02/06) ©Thalhah S. Robbani
115 notes
·
View notes
Text
#9: Prioritas
Mungkin yang menjadi alasan utama dari semua ini adalah prioritas.
Banyak hal yang sebenarnya mampu (dan menjadi tanggung jawab) untuk dilakukan, tapi tak kunjung dilaksanakan hanya karena tidak dipilih menjadi bagian penting untuk segera dilakukan. Padahal mungkin sekali hal itu sebenarnya merupakan kebutuhan dan harus segera dilaksanakan. Terlalu banyak alasan-alasan. Mulai dari alasan manis hingga alasan retoris yang aslinya hanyalah kamuflase dari makna; tidak diprioritaskan.
Sederhananya, sesuatu yang menjadi prioritas akan mengambil banyak darimu, mulai dari perasaanmu, dirimu, hingga waktumu untuk mempersiapkan dan melaksanakannya. Namanya saja diprioritaskan, kan?
Namun dalam hal yang lain, salah mengatur prioritas ini juga akan menjadi salah satu sebab dari tidak lancarnya perencanaan, tidak tenangnya perasaan, mumetnya pikiran, dan berbagai macam permasalahan. Biasanya ini karena mendahulukan keinginan daripada kebutuhan. Inilah prioritas yang tidak disesuaikan dengan realitas. Pasti akan memberikan efek kepayahan.
Tapi ada lagi yang jauh lebih bikin kacau kehidupan jika salah mengaturnya. Apalagi jika tidak diprioritaskan. Yakni prioritas dalam ibadah. Coba cek kembali, amal ibadah dalam hidup kita, sudahkah masuk dalam daftar prioritas harian? atau hanya dadakan ketika dilakukan? atau mau nunggu ‘dicolek’ sama Allah baru tersadarkan?
Beginilah manusia, giliran ada maunya pengen diprioritaskan. Pas sudah merasa nyaman, lupa (lagi) memprioritaskanNya.
Kalau kamu nggak memprioritaskanNya dalam setiap urusan hidupmu. Jangan kaget kalau Allah juga nggak memprioritaskan nikmatNya padamu.
Iya. Allah mah gimana kamu.
Bandung, 11 Ramadhan 1438 H (06/06) ©Thalhah S. Robbani
72 notes
·
View notes
Text
#4: Pubertas Iman
Setiap orang itu berbeda satu dengan yang lainnya, dan kita tahu tentang itu. Setiap orang sedang melewati fase hidupnya masing-masing, dan kita paham tentang itu. Namun, kita sering lupa bahwa setiap orang sedang berjuang dalam perjuangannya masing-masing, dan kita suka sok tau tentang itu.
Lagi. We may think we are understand, but we don’t. Beberapa bulan ke belakang, saya mengamati saudara-saudara kita yang cukup intens membagikan pengalamannya melalui social media saat sedang mengikuti kajian. Dan ada orang-orang yang bermasalah dengan hal ini. Padahal, tak perlulah kita menganggap bahwa hal tersebut adalah riya atau sombong. Karena kita tidak tau bukan jika mungkin hal itu merupakan bentuk bahagianya mereka mengikuti kajian? Siapa yang tau bahwa itu bentuk rasa senangnya mereka merasakan manisnya iman?
Setiap orang yang berhijrah baik dari kondisi buruk-baik atau baik-lebih baik, biasanya akan merasakan masa ‘pubertas iman’. Masa dimana ingin sekali menunjukkan tentang perasaannya terhadap manisnya iman yang dirasakan, dan setiap orang punya cara yang berbeda. Ini tidak keliru, bukan? Tentu tidak. Yang keliru ialah ketika kita tidak mengontrolnya dengan baik, membiarkan diri kita menyalahkan orang lain yang belum merasakan yang sama dengan kita. Seperti ketika kita memahami sebuah hal tentang sunnah, tidak berarti yang belum paham kita persalahkan, kan? Malahan ini menjadi kesempatan bagi kita untuk berbagi ilmu dan kebaikan dengannya.
Tetaplah berhati-hati, mungkin saja kita yang menjadi penghambat teman-teman kita dalam melakukan hijrahnya. Mungkin saja mulut, pikiran dan akhlak kita inilah yang malah menjauhkan mereka dari nikmatnya iman.
Bersyukurlah jika dirimu telah melewati masanya. Ingatlah kembali, bahwa kita pernah berada di posisi itu. Sadari, bahwa setiap orang sedang menjalani prosesnya. Saatnya untuk kita rangkul, saatnya untuk kita bantu.
Berdoalah semoga Allah mendewasakan iman kita, memudahkan setiap urusan kita dan saudara kita. Dan mintalah agar Allah selalu menguatkan iman di dalam hati kita.
Bandung, 04 Ramadhan 1438 H (30/05) ©Thalhah S. Robbani
96 notes
·
View notes
Text
#6: Ketidaktahuan
“Semakin kita tahu, maka semakin kita tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu”
Perkataan ini pertama kali saya dengar saat saya masih SMP, dan hingga sekarang perkataan itu selalu teringat ketika saya memahami suatu hal yang baru.
Sambil melihat hidup beberapa tahun kebelakang, terkadang saya suka tersenyum atas kelucuan-kelucuan hidup yang pernah saya lakukan. Sumbernya sederhana, ketidaktahuan. Mulai dari keputusan-keputusan yang tidak dibarengi analisis panjang, perkataan yang tak memiliki sumber jelas dan mendasar, atau debat kusir diatas ilmu yang dangkal.
Akhirnya jadi kepikiran, kalau problema-problema hidup ini, terutama masalah hubungan kita dengan teman kita, itu salah satunya disebabkan oleh ketidaktahuan yang kita miliki. Miss communication, pundung fii Sabilillah, atau hal-hal semacamnya mungkin saja bersumber dari ketidaktahuan antara satu dengan yang lain.
Termasuk juga tentang hal-hal yang suka sekali kita perdebatkan. Jangan-jangan, hal-hal yang masih saja kita perdebatkan saat ini dikarenakan kurangnya kapasitas dan cakupan pemahaman kita terhadap ilmu yang kita miliki. Dan itu berarti tandanya kita harus lebih banyak belajar kembali. Atau jika memang merasa teman kita tidak mengetahui yang sebenarnya, maka tugas kita memberi tahu kepadanya.
Salah satunya adalah tentang pengakuan Palestina terhadap kemerdekaan Indonesia. Beberapa orang mungkin telah mengetahui sebelumnya. Tapi, sepertinya asyik untuk mengingatnya lagi. Coba ingat kembali, kapan terakhir kita membantu atau setidaknya mendoakan saudara-saudara kita yang tengah berjuang di Palestina? Padahal dulu merekalah negara pertama yang mengakui akan kemerdekaan tanah air kita.
Penting nggak sih untuk tau? Tentu penting. Lebih penting lagi untuk kita tau bahwa salah satu alasan mereka melakukan itu adalah atas dasar persaudaraan Islam. Dan sekarang lihatlah bagaimana sikap balasan kita sebagai seorang muslim atas persaudaraan yang mereka berikan?
Mereka tidak meminta banyak, pun mereka tidak pernah meminta kita untuk berjuang bersama di sana. Hanya doa dan kesadaran dari kita yang mereka minta untuk mengerti bahwa; saudaramu di sana (sungguh) tidak sedang baik-baik saja.
Kalau dipikir-pikir, mungkin mereka yang selalu meneriakkan perjuangan tentang pembebasan Palestina ini bukan karena nggak ada kerjaan, fanatik kebablasan, atau tidak peduli dengan urusan yang di dalam. Tetapi mereka mengambil satu langkah penyadaran yang orang-orang lain tidak tahu dan tidak tersadarkan.
Dan mungkin merekalah yang ingin berbalas budi mengembalikan kembali makna perjuangan—persaudaraan yang telah dititipkan rakyat Palestina 72 tahun silam.
Sungguh, ini bukan tentang cerita yang harus aku tau sendiri, kawan. Ini juga tentang kamu, tentang kita. Termasuk cerita mereka yang hari ini sedang berjuang di sisi tanah bumi yang diberkahi di sana. Dan kamu harus mengetahuinya.
Sebuah hadiah apresiasi dariku, untuk teman-teman pejuang Untold Story.
Bandung, 06 Ramadhan 1438 H (01/06) ©Thalhah S. Robbani
81 notes
·
View notes
Text
#5: Percaya
Pernah tidak meminjamkan barang berharga kita kepada seseorang? Seperti mungkin kendaraan, uang ataupun barang-barang penting lainnya. Mengapa kita mau untuk meminjamkan? Padahal bisa saja ketika digunakan terjadi apa-apa, atau mungkin ia malah tidak dapat mengembalikannya? Tentu satu hal yang menjadi sebab kita mau meminjamkannya adalah karena kita percaya. Kita percaya dia mampu menjaganya, kita percaya ia akan mengembalikannya, dan kita percaya bahwa ia akan menepati janjinya.
Kita mampu percaya untuk itu semua, dan itulah bukti kekuatan dari sebuah kepercayaan. Ia mampu menembus batas terhadap fakta bahwa orang lain merupakan subjek yang berada di luar kemampuan kita untuk mengontrolnya. Tapi, kita masih mampu memberikan kepercayaan untuk itu.
Di sisi lain tentang makna percaya, sudah seharusnya kan ketika kita mampu mengelola rasa percaya sama orang lain, kita akan lebih mampu untuk percaya akan diri sendiri? Percaya terhadap diri sendiri dalam berjuang, dalam berusaha, dalam berdoa, dan lain-lainnya.
Terlebih tentang kepercayaan kita sama Allah atas segala ke-Maha-anNya.
Terkadang sangat sedih, ketika terlambat menyadari diri ini sedang berada di titik lupa untuk ‘percaya’ sama Allah. Lupa bahwa semua ini berawal dariNya. Dan seharusnya pula kita mempercayakan semua ini kepadaNya. Mengapa suka lupa untuk percaya kalau Allah Maha Kuasa atas seluruh detik dalam kehidupan kita?
Pun kalau gak percaya sama Allah, sebenarnya mau kepada siapa lagi kita percaya? Padahal kalau kita udah percaya sama Allah, Allah mah bakal berikan segala jalan keluar yang kita butuhkan. Dan ternyata emang kitanya aja (sering) kurang percaya. Jadi ya wajar gimana Allah mau mempercayakan nikmatnya pada kita, kitanya aja nggak percaya sama Dia.
Termasuk tentang hati. Masih percaya memberikan hati kepada dia yang bahkan tak mampu menjaga hatinya sendiri? Bagaimana mungkin kita mampu memberikan hati kita kepada makhluk sedangkan kepada Allah Sang Pemilik Hati malah kita tidak mampu. Agak lucu nggak sih? atau miris?
Semoga Allah masih sayang sama kita ya. Aku terutama.
Bandung, 05 Ramadhan 1438 H (31/05) ©Thalhah S. Robbani
81 notes
·
View notes
Text
#8: Warisan
Manusia. Allah S.W.T dengan ke-Maha KuasaanNya mewariskan sebuah keistimewaan padanya untuk menentukan pilihan hidupnya di dunia. Penciptaannya sempat membuat malaikat bertanya-tanya hingga meremehkan akan kehadirannya di dunia. Namun, Allah Yang Maha tau akan segalanya, mengatakan pada malaikatNya; bahwa aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.
Sesungguhnya, keistimewaan manusia melebihi malaikat namun dengan syarat. Ia tercipta dengan akal dan syahwat. Dan manusia diberikan kebebasan untuk berpikir, merasa, dalam menjalankan kehidupannya di dunia. Sedangkan malaikat, tercipta hanya dengan akal tanpa syahwat. Walau secara pengabdian ketaatan—malaikat jelas lebih taat tanpa kurang, tapi manusia akan mampu lebih mulia jika Ia menyalakan lentera ketaqwaan yang lebih terang. Dan melawan syahwat dalam dirinya yang tiada habisnya mengajak perang.
Dan Allah S.W.T memberikan sebuah pembuktian, dalam cerita perintah untuk sujud kepada Adam. Juga pembuktian tentang iman yang tidak mampu diwariskan. Ingat cerita Kan’an, anak yang terlahir dari ayah seorang Nabi, namun tak beriman dan tenggelam dalam lautan air kedurhakaan? Termasuk cerita pengkhianatan istri Nabi Nuh a.s dan istri Nabi Luth a.s terhadap keimanan. Lantas bagaimana mungkin iman mampu diwariskan?
Ibarat mutiara, iman begitu berharga dalam setiap hati manusia. Iman tak dapat diwarisi, bahkan dari seorang ayah Nabi yang bertaqwa. Apalagi yang bukan Nabi? Ia pun juga tak dapat di jual-beli karena ia tak didapatkan dari hasil bagi-bagi. Dan iman berhulu dari hati, yang diucapkan dengan lisan dan terejawantahkan dengan amal perbuatan. Inilah konsep Islam.
Jika semua agama sama dan bermuara pada hal yang sama pula. Lantas buat apa memilih Islam yang harus lelah menjalankan begitu banyak kewajiban. Toh, nanti memiliki ujung yang sama, kan? Tapi, mengapa tidak demikian? Karena ada yang namanya iman. Sebuah rasa keyakinan akan Tuhan dan agama yang membawa pada kebenaran. Dan tentu semua agama akan berkata demikian, dan itu sebuah keniscayaan. Sungguh, tak perlu dipermasalahkan apalagi dibenturkan.
Ini bukan tentang mengunggulkan iman yang katanya warisan. Apalagi meributkan berbagai kepercayaan yang telah ada sejak ribuan tahun silam. Tapi, ini tentang orang-orang yang sibuk mengurusi iman yang ada pada diri satu atau sekelompok seseorang. Padahal keragaman kepercayaan bukanlah sebuah barang baru pada kebhinekaan.
Toleransi bahkan mungkin tak perlu diteriakkan, jika semua beriman atas apa yang telah diajarkan masing-masing kepercayaan. Namun, tetaplah saling menyadarkan, bahwa setiap kita yang telah memasuki masa kedewasaan telah mampu menggunakan hati, akal, dan pikiran. Maka, gunakanlah warisan Tuhan itu dengan baik untuk melihat kebenaran.
Setiap agama memiliki perintah dan tuntunan. Dan jangan pernah mempermasalahkan itu pada tempat yang tidak dibenarkan.
Kita memang tidak memiliki iman yang sama, namun tetap harus aku sampaikan; bahwa islam tidak pernah mengajarkanku untuk tidak bersikap adil.
Bandung, 09 Ramadhan 1438 H (04/06) ©Thalhah S. Robbani
67 notes
·
View notes
Photo
RAMADHAN CHALLENGE!
“Hadar, sang Astrohikmah”
Bintang itu bernama hadar, Agena nama lainnya. Berada dalam gugusan rasi centaurus. Ia merupakan bintang tercerah kedua di rasi Centaurus dan merupakan bintang tercerah kesepuluh di langit malam.
Hadar senantiasa memancarkan sinar yang menenangkan, sinarnya berwarna biru keputihan (blue-white giant star). Dan Ia setia berada di langit selatan tak pernah berpindah.
Walau hadar miliki cahaya sangat terang yang menenangkan dengan nilai magnitude 0.60 terkadang keberadannya dilupakan, terkadang sinarnya tertutup oleh canopus, vega, ataupun achernar yang nilai magnitudenya lebih kecil dari hadar.
Hadar adalah bintang yang cahayanya terang dan menenangkan. Maka manusiapun harus seperti hadar, selalu terang, cerah, ceria, memberi ketenangan dan tak larut dalam kesedihan ataupun kekecewaan.
Dibanding Azha, nilai magnitude Hadar jauh lebih kecil. Semakin kecil nilai magnitudenya maka cahaya yang dipancarkan semakin terang. Artinya jika manusia semakin bisa memperkecil sikap buruk yang ada pada dirinya, maka ia akan semakin menjadi pribadi yang baik.
Walaupun hadar sering kali tertutup canopus dan vega, serta sering dilupakan keberadaannya, hakikatnya hadar tak pernah hilang, ia tetap ada dan selalu memancarkan cahaya birunya yang menenangkan. Hadar adalah cerminan dari kebaikan, walaupun kebaikan terus berusaha untuk ditutup-tutupi tetap saja kebaikan tetap ada dan akan tetap bernilai kebaikan.
Manusia harus bisa seperti hadar, tak peduli seberapa banyak orang yang membencinya, tak peduli siapapun yang membuatnya kesal, membuatnya murka, membuatnya kecewa. Hati manusia harus tetap bersih, terjaga dari bisikan keburukan serta terus menebar cahaya kebaikan.
Itulah hadar, sang Astrohikmah.
Bandung, 30 Mei 2017 Lutfhi Arif Fadillah
#RamadhanChallenge #AksaraRamadhan
2 notes
·
View notes
Text
RAMADHAN CHALLENGE!
Karena sejatinya pemberian yang paling utama dari seorang mukhmin adalah Nasihat. Sebagai seorang muslim, kita harus sama-sama saling mengingatkan dalam kebaikan kepada sesama saudara muslim juga bukan? Jika ada yang salah dalam perbuatan tegurlah dengan bijak. Jika ada yang khilaf dalam lisan tegurlah dengan bersahaja. Pun jangan sampai menegur dengan membuat dia malah menjadi tak enak hati. Karena nasihat adalah pemberian terbaik. Karenanya kita bisa belajar memperbaiki kualitas diri. Karenanya kita bisa belajar mengevaluasi diri. Pun karenanya kita bisa belajar menerima saran dan masukan tentunya yang membangun dari orang lain. Allah SWT berfirman dalam surah Al A'sr ayat 3 yang artinya, "kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran." Begitu juga Rasulullah SAW bersabda, "Hak Muslim atas Muslim lainnya ada enam, jika engkau bertemu dengannya maka ucapkanlah salam kepadanya, jika ia mengundangmu, maka penuhilah undangannya, jika ia meminta nasihat kepadamu, maka nasihatilah ia…” Pun jika ada yang salah, berikanlah Nasihat meski tidak diminta. Karena hal tersebut bukanlah termasuk sikap yang lancang, bahkan kesempurnaan nasihat dan bentuk kepedualianmu kepadanya. Dan jika nasihat itu menjadikan seorang tak suka, maka bersabarlah.. Bandung, 11 Juni 2017, 22.30 WIB @Hasna Fahimah #AksaraRamadhan #Ramadhanchallenge
1 note
·
View note
Text
RAMADHAN CHALLENGE!
Kenapa Harus Peradaban Barat?🤔 Permasalahan terbesar umat Islam saat ini adalah munculnya pemikiran yang bertentangan dengan cara pandang Islam, yang kemudian pemikiran tersebut menyebar luas dan menjadi framework berpikir pada sebagian umat Islam sendiri. Ketika framework itu menjangkiti umat islam maka umat islam akan terganggu atau rusak secara pemahaman dan cara pandang (worldview)-nya. Mereka layaknya duri dalam daging, yakni berusaha mengubah Islam agar sesuai dengan cara pandang mereka dari dalam. Mengaku Islam, namun merusak dan menyelewengkan pemahaman Islam. Mereka terpesona oleh kemajuan Barat dalam sains, teknologi, serta ekonomi. Mereka menganggap teori barat adalah kebenaran, sehingga semua yang berasal dari barat mereka ambil. Sampai-sampai tidak jarang diantara mereka mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang berupa fatwa, tafsir, dan pendapat seenaknya, tidak berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits. Mereka dengan sengaja menerapkan metode tafsir hermeneutika pada Al-Qur’an, yang mana manusia adalah sumber kebenaran mutlak diatas Tuhan. Orang-orang yang frameworknya sudah terinfeksi virus pemikiran barat berpandangan bahwa wahyu harus tunduk pada akal dan sejarah. Sama seperti yang dilakukan oleh orang Kristen pada Bibel. Pemikiran inilah yang apabila telah mendarah daging pada seorang manusia akan bertransformasi menjadi peradaban (civilization). menurut Samuel Huntington, peradaban adalah sebuah entitas terluas dari budaya, yang teridentifikasi melalui unsur-unsur obyektif umum, seperti bahasa, sejarah, agama, kebiasaan, institusi, maupun melalui identifikasi diri yang subyektif. Penyakit pemikiran ini awalnya datang dan berasal dari dunia Barat, yakni Eropa. Peradaban Barat terdiri dari banyak cabang-cabang pemikiran dan dari cabang-cabang tersebut melahirkan lagi pemikiran-pemikiran baru lainnya. Mereka sanggup menjadikan umat Islam benar mengaku beragama Islam, tapi selalu berpihak kepada Barat. Mereka menganggap “Islam harus diubah dan disesuaikan dengan cara pandang Barat apabila ingin maju”. Persis seperti yang dikatakan Kemal attaturk , “Jika kita (umat muslim turki) ingin maju maka kita harus mengikuti barat dengan sepenuhnya”. Lebih jauh lagi wordview barat menganggap Islam adalah agama yang kuno dan ketinggalan. Pendapat-pendapat ulama terdahulu dikatakan hanya sesuai dengan kondisi dahulu pada zamannya saja sehingga sudah tidak relevan dan tidak cocok dengan keadaan saat ini yang segala sesuatunya sudah berubah dan semakin kompleks, maka perlu dilakukan penafsiran-penafsiran ulang. Berdasarkan apa yang mereka lihat, bangsa Barat dianggap paling “maju” dan memiliki peradaban paling “tinggi” saat ini. Maka, semua orang mau tidak mau harus mengikuti kemajuan bangsa Barat dengan mencontoh dan menerapkan segala yang diberlakukan oleh bangsa Barat. Termasuk mengikuti pemikiran dan cara pandangnya karena menurut mereka, terbukti dengan pemikiran tersebut bangsa Barat menjadi yang paling “maju”,” unggul”, dan “berkuasa” di segala bidang karena sesuai dengan kondisi zaman. Prof Al-Attas mengatakan bahwa selain Islam, setiap agama maupun ideologi-ideologi atau peradaban-peradaban yang ada di dunia ini memiliki worldview yang bersumber dari filsafat. Dan filsafat itu hanyalah pemikiran manusia yg bersifat spekulatif. Sehingga hasilnya hanyalah etika dan budaya. Konsep kebenaran yang oleh filosof-filosof barat yakini, utamanya berasal dari segala apa yang terlihat oleh mata, pengalaman, dan apa yang menurut mereka masuk akal saja. Peradaban barat dengan mudah menyebark dan mencekoki masyarakat dengan pahamnya karena memang mereka memiliki dan menguasai sektor-sektor strategis. Peradaban barat mendominasi sektor informasi, pendidikan, budaya, ekonomi, politik, sosial, hukum, dan sebagainya. Mulai dari media cetak dan elektronik yang terus-menerus memberitakan informasi yang memihak barat dan menjelekkan Islam, lalu sekolah dan universitas yang lebih banyak mengajarkan ilmu-ilmu duniawi sedangkan pendidikan agama dan akhlaq hanya satu sampai dua jam pelajaran saja, sekali dalam seminggu. Paham Barat juga bahkan sudah masuk kurikulum pendidikan, misalnya salah satu materinya adalah soal gender equality, Human Right, dsb. Pemikiran-pemikiran mereka sangat kontradiktif dengan Islam. Bisa dikatakan, pemikiran Barat adalah penyakit, dan penyakit ini sangat merusak, bisa menyebabkan kesesatan, bahkan matinya keimanan. Islam adalah agama ketundukan terhadap wahyu, sedangkan pemikiran Barat menghendaki kebebasan yang sebebas-bebasnya, mempercayai kebenaran yang selalu relatif, menjadikan rasio berdikari diatas semua pandangan hidup, dan meyakini bahwa segala sesuatu dapat diakui eksistensinya dan kebenarannya apabila rasional dan dapat dibuktikan secara empiris. Maka jelas disitu terlihat bahwasanya Islam dengan Barat adalah dua ideologi yang saling bertentangan dan tidak dapat berbaur. Lantas bagaimana cara untuk mengcounter peradaban barat ? Dalam buku “Menangkal Virus Islam Liberal” Ustadz Dr. Nashruddin Syarief, menuliskan cara untuk mengatasi dan mengobati penyakit pemikiran dari Barat tersebut adalah dengan menyuntikkan konsep berpikir islami kepada umat Islam. Konsep berpikir itu hari ini sering disebut dengan Islamic worldview (pandangan dunia Islam). Setiap peradaban dan ideologi dipengaruhi oleh worldview-nya masing-masing. Tentu saja Islam memiliki worldview tersendiri yang mana sejak awal kedatangannya merombak konsep dan meluruskan cara berpikir masyarakat sebelumnya. Maka pada akhirnya jika umat islam mau membaca dan mempelajari sejarah peradaban islam, mereka akan menganggap peradaban barat adalah peradaban yang fana, palsu. Dari sejarah kita tahu bahwa sebenarnya islamlah peradaban yang paling ideal, islam peradaban yang paling maju. Wallahu’alam. @luthfi_ariff #Ramadhanchallenge #AksaraRamadhan
1 note
·
View note
Text
RAMADHAN CHALLENGE!
Khadijah Masa Kini! Langit tak seperti biasanya pagi ini. Ia bungkam seribu bahasa dengan awan-awan hitamnya. Sesekali angin menghembuskan udara segar agar mentari bisa hadir menghangatkan alam raya, yang nampak jelas ia terhalang awan-awan hitam itu. Namun apa daya, langit tetap bersikukuh tak mau bicara. Hari nampaknya mulai siang, namun raja siang nampaknya masih terselimuti awan-awan hitam. Ku kira langit benar-benar sedang sendu. ..........................................* Jalanan siang ini tak begitu ramai, perjalanan jauhku dari kota kelahiran seperti kilat saja menuju bandung, memang tak seperti biasanya.. Tapi sangat aku nikmati. Pukul 12.03 sampailah di stasiun bandung , rasanya ingin segera kurebahkan batang tubuhku ini diatas kasur nan empuk hhe, begitu lelah sekali. Tak banyak fikir, ku pesan saja *Sensor* (grab bike) hhe, agar bisa sampai lebih cepat. Waah nampaknya ku dapat pengemudinya seorang wanita, bersyukur sekali.. Sepanjang perjalanan dari stasiun menuju rumah keduaku ini, kami banyak bercengkrama. Mari ku ceritakan sedikit tentang wanita tangguh yang tadi siang aku temui ini. .........* Namanya khadijah, ia seorang muslimah yang berpakaian syar'i .masya allah sekali pokonya. ia adalah seorang ibu dari 4 orang anak. Katanya anaknya masih kecil- kecil. Wanita yang lahir 45 tahun yang lalu ini asalnya dari daerah yang cukup jauh loh, beliau asal Madura. Namun, sekarang beliau dan keluarganya menetap di bandung karena pekerjaan suaminya ditempatkan di bandung, sebagai seorang satpam. Saat ku tanya mengapa ia kerja sebagai jasa ojek online, dengan santainya ia menjawab karena ia hanya ingin membantu beban suaminya saja. Terlebih gaji seorang satpam tak seberapa sementara ia dan suaminya mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anaknya yang masih belia tuturnya. 4 bulan sudah wanita tangguh ini menjadi seorang jasa driver ojek online, kudengar ia bercerita suka dukanya yang begitu warna warni. Namun ia selalu mensyukurinya. Seharian dibawah terik matahari, Belum lagi jika hujan membasahi alam raya, ia masih mencari pelanggan untuk ia antar ke tempat tujuannya dengan bayaran terkadang tak seberapa dibandingkan dengan keringatnya. Namun, ia tetap semangat dan tak pantang putus asa. Jarang ia mengeluh.. Bahkan senyum diwajahnya mengartikan bahwa ia selalu bahagia meski ia harus terus berjuang, kuncinya ia selalu mensyukuri setiap nikmat yang telah Allah limpahkan. Pelajaran berharga bagi kita khususnya pemuda, jangan pernah putus asa dari rahmat Allah.. Tetap bersyukur dan terus berusaha dan bekerja keras untuk mencapai hasil yang terbaik dari Allah pun jangan lupa berdo'a. ©Hasna Fahimah #AksaraRamadhan #RamadhanChallenge
1 note
·
View note