#Warung Makan Yang Masih Buka
Explore tagged Tumblr posts
baksorusukweleri · 1 year ago
Text
Tempat Makan Terdekat Dari Lokasi Saya Sekarang Weleri Tlp/WA 0896-3072-0208 Sop Jakarta H. Amir
Wisata Kuliner Kendal, Warung Soto Ayam Terdekat, Warung Sop Terdekat, Warung Sop Kaki Sapi Terdekat, Warung Sop Kaki Kambing Terdekat Pesan Sekarang dengan KLIK https://wa.me/6289630720208 Nikmatnya Sop Iga Sapi dan Asem-Asem Iga ala Sop Jakarta H. Amir!Selamat datang di Sop Jakarta H. Amir, tempat di mana sensasi lezat bertemu dengan kehangatan khas Jakarta!Apakah Anda mencari pengalaman…
Tumblr media
View On WordPress
1 note · View note
tempatkulinerdikendal · 1 year ago
Text
RESTO KENDAL Tlp/WA 0896-3072-0208 Warung Bakso Terdekat Dari Lokasi Saya Weleri Sop Jakarta H. Amir
Rumah Makan Terdekat Halal, Rumah Makan Siang Malam Terdekat, Rumah Makan Paling Enak Terdekat, Rumah Makan Pagi Sore Terdekat, Rumah Makan Nyaman Terdekat Booking Sekarang dengan KLIK https://wa.me/6289630720208 Ingin mendapatkan makanan enak yang seger dan cocok untuk di makan ramean tapi harga ramah dikantong ?  Wisata Kuliner Kendal,Tempat Makan Sop Kaki Kambing,Tempat Makan Sop Kaki…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
tempatmakanbatang · 2 years ago
Text
JANGAN SAMPAI KELEWAT Tempat Makan Favorit Terdekat Dari Lokasi Saya Batang Jawa Tengah Prasmanan Mas Budi
Warung Makan Terdekat Murah, Warung Makan Terdekat Saya, Warung Makan Terdekat Sini, Warung Makan Terdekat Yang Buka, Warung Makan Terdekat Yang Enak Warung Makan Ayam Terdekat,Warung Makan Mas Budi,Menu Mas Budi Jangan coba coba datang kalau ga mau ketagihan dengan gurihnya Ayam Dan Bebek Goreng Mas Budi !! Warung Makan Murah Dan Bersih,Tempat Makan Terdekat Terenak,Rumah Makan Untuk…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
crescenthemums · 21 days ago
Text
Tumblr media
"Maaf mbak, tapi ngga ada yang namanya Satar di sini"
Lili menarik napas berat. Ditunjukkannya selembar foto yang sudah kusut.
"Ibu pernah liat orang di foto ini?"
Ibu itu kembali menggeleng. Raut muka Lili ikut kusut.
"Tapi mbak, bisa jadi ini orang kerja di sini jauh sebelum saya kerja di sini. Walaupun saya yang paling senior, tapi kalo mbak bilang kira-kira umurnya 50an, bisa saja dia lebih dulu dari saya, lha saya saja baru 45 tahun", terangnya kemudian.
"Berarti kalo saya mau cari data pegawai-pegawai yang sudah lama begini, tanyanya ke siapa ya, Bu?"
Si ibu berpikit sebentar, lalu katanya,
"Agak sulit ya mbak, karena kepengurusan berganti terus. Saya di sini sudah 8 tahun, orang yang mbak cari bisa jadi pegawai 10 tahun yang lalu. Saya ngga yakin pabrik sekecil ini punya catatan data sampai sejauh itu".
Lili diam. Dia juga tidak tahu harus bertanya apa. Dia baru mau memutuskan pamit saja ketika tiba-tiba wajah ibu tersebut berubah dan mengacungkan jari telunjuknya.
"Ah! Tapi warung kopi di depan gerbang itu! Dia sudah buka warung dari lama sekali, lebih dari 10 tahun sepertinya. Hampir semua pegawai di sini pasti pernah beli makan atau nongkrong di sana. Mungkin mbak bisa coba tanya dia".
Raut muka Lili ikut berubah. Seperti ada satu cercah cahaya di tengah ruang gelap yang dia lalui seharian ini. Lili buru-buru mengucapkan terima kasih dan menyalami ibu itu.
"Cari yang namanya Pak Kas. Dia yang punya. Sudah agak sepuh tapi masih bisa bikin kopi dan goreng bakwan", lanjut beliau.
Lili mengangguk cepat dan berpamitan. Sebenarnya dia mau ibu itu menemani ke warung, tapi sepertinya kurang sopan. Jadi Lili pergi sendiri saja.
Sesampainya di warung, Lili memesan es teh manis dan bertanya kepada pegawai yang melayaninya, apakah pak Kas ada di sana. Ada! Tapi sedang ibadah di ruang belakang rumah. Lili diminta menunggu.
Hampir sejam kemudian, es di gelas Lili sudah sepenuhnya meleleh karena siang ini terik sekali. Sesosok laki-laki keluar dari pintu dengan rambut panjang terikat dan agak basah. Pegawai yang tadi Lili tanya langsung menghampirinya, membisikkan sesuatu dan menunjuk ke arah Lili. Lili berdiri merespon sambil mengangguk.
"Cari saya?", tanya laki-laki itu.
"Pak Kas?", sahut Lili
"Iya, saya Kas. Ada yang bisa saya bantu?"
Lili menjelaskan tujuannya, menceritakan tentang ibu di pabrik yang mengarahkannya ke warung ini, dan tentu saja foto orang yang dicarinya.
Dengan dada berdebar, Lili mengamati wajah Pak Kas selama dia memperhatikan foto tersebut. Tolonglah, mohonnya dalam hati.
"Oh!"
Lili sontak terkesiap. Detak jantungnya makin cepat.
"Ini kalo di sini dipanggilnya Bang Sat", bapak tua itu menjawab sambil setengah tertawa.
"Iya iya saya ingat. Tengil orangnya, suka usil sama temen-temennya kalo lagi pada di sini", lanjutnya.
Lili menghembus napas lega. Akhirnya.
"Bapak tau orang ini sekarang ada dimana?"
"Nah kalo itu saya ngga tahu, neng. Sejak dipecat, dia ngga pernah main kesini lagi"
"Dipecat?"
"Iya, ketahuan ambil duit pabrik kalo ngga salah. Ngga banyak sih, seratus ribuan apa ya. Tapi ya ketahuan. Jadi dipecat"
Di dalam kepalanya Lili mengumpat tidak berkesudahan. Dasar bajingan, dimana-mana masalahnya selalu saja uang.
"Tapi dia punya teman yang sering sama-sama dia kesini. Temannya ini sudah ngga kerja di sini. Mungkin dia tau alamat terakhirnya"
"Temannya ini ada dimana pak?"
"Di rumah sakit. Sudah sebulan dirawat karena tbc"
-
"Aku aja yang ke RS ya. Kamu tunggu aja di rumah, nanti kalau aku sudah dapat alamatnya, kita cari sama-sama"
Lili memindahkan ponsel dari telinga kanan ke kirinya.
"Tapi apa aku ngga sebaiknya ikut aja? Biar cepet langsung selesai hari ini"
"Ngga usah, Li. Ngga usah buru-buru. Kamu udah capek seharian ini bolak balik kesana kemari. Besok kamu udah harus masuk kerja. Nanti malah sakit. Aku aja, ya"
Lili tidak bisa membantah lagi. Dia mengiyakan dan setelahnya langsung memesan ojek pulang.
-
Lili menyambar teleponnya yang baru berdering satu kali.
"Gimana, Dra? Dapet?"
Penelepon yang dipanggil Dra itu terdengar menarik dan menghembus napas berat.
"Dra?", Lili tidak sabar.
"Bukan alamat spesifik, tapi katanya, di dekat situ cuma ada satu rumah. Rumah paling ujung di akhir jalan buntu. Ngga mungkin ketuker, katanya"
Lili gelisah.
"Tapi dia kapan terakhir ketemu?"
"Waktu covid 4 tahun lalu. Dia antar pulang karena habis test covid bareng di klinik"
Lili paham kenapa napas Dra terdengar berat. Dia juga melakukannya.
"Kita kesana sekarang", jawabnya kemudian.
"Li, ini udah malem"
"Apa bedanya sama pagi? Malah bagus, kalo malem orang biasanya udah di rumah".
"Hhhh"
"Kalo kamu capek nggapapa, aku pergi sendiri aja"
"Iya oke aku jemput sekarang ya. Tapi kamu yakin?"
"Seharian ini aku cari dia sendiri, Dra. Kurang keliatan yakin?"
-
Ujung jalan itu gelap, lampu jalan hanya sampai di depan. Teman di rumah sakit itu benar, sejak rumah di tengah, hanya ada tanah kosong dengan sedikit pohon, lalu tepat sebelum jalan menjadi buntu oleh tembok gedung, ada rumah tidak seberapa besar yang lampunya juga redup. Lili menggenggam tangan Dra kuat, mengumpulkan kekuatan sebelum mengetuk pintu rumah itu.
Tidak lama kemudian, lampu teras rumah itu menyala lebih terang, sepertinya dinyalakan oleh pemilik rumah. Dari jendela terlihat anak laki-laki mungkin usia sekolah dasar, melongok dan berkata sesuatu yang tidak begitu terdengar tapi bisa terbaca gerak bibirnya;
'Cari siapa?'
Lili agak jongkok untuk menyamakan tingginya dengan anak itu, sambil menjawab
"Ibu bapak ada?"
Anak tersebut mengangguk, lalu menghilang dari jendela. Beberapa saat kemudian pintu terbuka, muncul perempuan yang sepertinya usianya tidak jauh dari dia.
"Siapa ya?", tanyanya singkat.
Lili dan Dra memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan mereka datang. Dra menceritakan tentang teman di rumah sakit, lalu Lili menunjukkan lembar foto kusut itu. Seketika raut muka perempuan itu berubah ketus.
"Tidak ada. Dia tidak ada"
Lili bingung tapi entah kenapa dia yakin kali ini dia sudah hampir dekat.
"Maaf mbak, tolong bantu saya. Saya butuh ketemu orang ini"
Perempuan itu semakin terlihat tidak nyaman.
"Jangan ganggu kami, dia ngga ada hubungannya sama kami. Semua uang yang dia ambil tidak pernah untuk kami", jawabnya kemudian.
Lili mulai paham.
"Mbak, saya bukan penagih hutang. Saya kesini bukan untuk minta uang"
Perempuan itu mundur dan memegangi pintu seperti akan segera menutupnya. Lili mendorong pintu itu pelan agar tetap terbuka.
"Saya anaknya Satar. Anak dari istri pertamanya, atau mungkin salah satu istrinya, saya juga ngga tau", lanjutnya.
Perempuan itu akhirnya melepaskan tangannya dari pintu. Lili bisa lihat, dia kaget.
"Saya cari Satar karena saya mau menikah. Dra ini calon suami saya. Tanpa Satar, upacara pernikahan kami tidak diakui negara. Saya cari Satar kesana kemari untuk itu saja, titik".
Lili menjelaskan dengan suara bergetar.
Dra memegang lengan bawah Lili.
"Kalo boleh tahu, mbak ini siapanya Satar?", tanya Dra kemudian.
Bukannya menjawab, perempuan itu bertanya dengan suara yang juga bergetar dan mata yang mulai basah.
"Mbak Lili... sudah berapa lama ditinggal?"
"Sejak saya kecil. Mungkin seumuran adik tadi", jawab Lili sambil menunjuk ke arah dalam rumah.
"Saya bahkan lupa raut mukanya dulu bagaimana karena masih terlalu kecil. Ibu bilang, bapak pergi dan ngga bisa balik lagi. Saya marah dan benci sekali sama dia. Lalu ibu meninggal tiga tahun lalu. Covid. Saya melanjutkan hidup. Tiba-tiba saya harus cari dia karena saya mau menikah", lanjut Lili. Kali ini suaranya bergetar bukan karena menahan tangis, tapi marah.
Perempuan itulah yang kemudian meneteskan air mata pertama kali.
"Memang bajingan. Saya dinikahi 8 tahun lalu. Itu tadi anaknya. Tiap hari nanya bapaknya kemana. Saya bilang aja sudah mati. Dia pergi sudah dua tahun entah kemana. Saban hari ada saja tukang tagih hutang atau polisi cari dia"
Badan Lili serasa tidak bertulang. Rasanya dia mau jatuh ke lantai sekarang juga. Dengan berpegangan pada pintu, Lili menyahut,
"Berarti mbak juga ngga tahu keberadaan dia sekarang?"
Perempuan itu menggeleng.
"Ngga tahu dan ngga peduli. Sudah muak saya"
Kali ini Lili yang mulai menangis. Dra baru mau merangkul pundaknya, tapi kemudian perempuan tersebut mengulurkan tangannya dan memeluk Lili.
"Maaf ya, mbak. Jadi ngga adil untuk mbak. Memang negara ini juga bajingan, bisa-bisanya ada orang yang menelantarkan anak perempuannya sejak kecil tapi tetap dibutuhkan untuk menikah", ujarnya.
Lili makin terisak.
"Maaf juga ya mbak, mbak dan anak jadi harus menanggung derita yang sama seperti saya dan ibu"
Perempuan itu mempererat peluknya.
"Dia sudah mati di hidup saya, mbak"
Perempuan itu tiba-tiba tersadar sesuatu dan melepaskan peluknya.
"Mbak, pake orang ketiga saja untuk urusan menikahnya"
Lili menggeleng.
"Ngga bisa juga, mbak. Harus ada surat kuasa"
Perempuan itu memberi kode untuk menunggu sebentar. Dia bergegas masuk ke dalam rumah. Beberapa saat kemudian dia keluar lagi membawa selembar surat dan menyerahkannya ke Lili.
"Surat ini bisa?", tanyanya.
Lili membaca bagian atas surat tersebut.
Surat Kematian. Lengkap dengan penyebab kematian, tanda tangan yang berwenang.
Lili terbelalak kaget.
"Sudah saya pakai untuk urus berkas anak saya masuk sekolah. Lolos. Pake aja mbak, orang-orang itu tolol semua kok, tinggal kasih uang juga diam"
Lili menengok ke arah Dra. Dra mengangguk sambil tersenyum.
Lili menghambur ke pelukan perempuan itu lagi.
"Makasih, mbak. Makasih"
Perempuan itu menyambut peluk Lili.
"Sama-sama, mbak. Kita buat dia mati sama-sama"
-------------
gambar 3: abandoned resort at secret beach - Ceningan, 2023
11 notes · View notes
yonarida · 1 year ago
Text
Perasaan yang Lain
November 2023, di suatu kota. di jalan yang ramai Di tengah musibah, takdir membawaku bertemu dengannya lagi. Setelah bertahun-tahun lamanya tiada bersua. Malam itu aku lawan ketakutanku. Melewati jalan yang tak pernah kulewati sebelumnya. Aku tengah menujunya. Beberapa kali aku berhenti sebelum sampai di persimpangan. Melihat petunjuk dan memastikan bahwa aku tak salah jalan. Tak salah langkah. Kutengok ada beberapa pesan darinya. Tapi kubiarkan dulu karena fokusku di perjalanan, bagaimana caranya aku sampai kesana, ke tempat tujuan dimana kami sepakat tuk bertemu. Di persimpangan berikutnya, kulihat ada telfon darinya yang tak terjawab olehku. Wow, seorang dia telfon aku? Wow. Maksudnya, aku tau dia tipikal yang berusaha menjaga diri dan tau batas diri. :) Kubuka lagi, ternyata sudah ada beberapa pesan dalam selang beberapa waktu. Apakah dia mengkhawatirkanku? :) Kalo iya, aku senang... Aku tersenyum, kujawab, dan aku melanjutkan perjalanan. ***** di sebuah warung kecil yang syahdu Alhamdulillaaah. Rasanya lega. Setelah perjalanan yang terasa panjang, akhirnya sampai juga aku di tujuan. Kupesan minuman hangat untuk meredakan lelahku malam itu.
"Aku udah nyampe", kataku melalui pesan yang kemudian ia jawab. Tak lama, aku melihatnya datang dari kejauhan. Aku berdiri untuk menghormati kedatangannya. Sesosok laki-laki bertubuh proporsional, lumayan tinggi berisi, dg baju rapi membawa tas ransel sepulang kerja dan tak lupa dg maskernya yg kemudian ia buka. Rapi sekali dia. Aku suka. Ia datang mendekat dan duduk di sebrang mejaku. "Halo, apa kabar?" adalah kata pertama yang kuucapkan. Kupikir pertemuan ini akan aneh, tapi ternyata tidak sama sekali, semua begitu mengalir. Seperti bertemu teman lama yang saling merindu namun sama-sama kami tak bisa menunjukkan rasa dg leluasa. Ah, andai aku bisa lebih lama berbincang dengannya. Andai boleh kucintai dia dengan leluasa dan sepenuh hati, pasti sudah kuungkapkan sayang dan kuhambur-hamburkan perhatianku untuknya. Sayangnya tidak (atau belum) boleh.
***** Maafkan aku Ya Allah, sebetulnya tak seharusnya aku bertemu dengannya. Tetapi ini kerna keadaan dimana aku tengah membutuhkan bantuannya. Walau jujur saja, diam-diam memang ada secercah inginku untuk melihatnya. Aku ingin tau bagaimana kabarnya. Ingin tau bagaimana dia saat ini. Walau sebetulnya sedikit banyak aku sudah tau timeline rencana hidupnya. :) Walau kusadari juga bahwa manusia boleh berencana, tetaplah Allah yang menentukan. Apapun itu, yang bisa kita lakukan sbg hamba adalah berusaha seoptimal mungkin. Di malam hari di kota itu, di warung kecil, kami duduk di meja tengah. Diantara meja2 lain, ada beberapa orang yang tengah mengobrol. Entah bagaimana penampakanku kala itu, sepertinya sangat buruk karena aku baru menempuh perjalanan di jalanan yang asing bagiku. Juga, tak sempat pula aku ngaca. Tak berani juga aku melihatnya lama-lama, walau aku ingin.
Kami duduk sambil makan, minum, dan bercerita ringan beberapa. Suatu hal sederhana yang menyenangkan. Dia masih sama seperti yang dulu, jiwaku tak asing dengannya, hanyasaja dia terlihat lebih tenang pembawaannya, murah tawa, juga lebih berisi dan tampan, setidaknya di mataku yang sekelebat-sekelebat curi pandang terhadapnya. Hai tampanku. Kalo di mata orang lain? Ya aku nggak peduli lah, yang penting kan tampan di mataku. Aku suka sifat dan karakternya. Aku suka kesholihannya. Rasanya aku akan bisa hidup dengan orang dengan karakter2 itu. Aku suka kesukaannya. Rasanya akan ada banyak hal yang bisa kita bicarakan setiap harinya. Bukankah berpasangan itu isinya dominan bercerita. Sepertinya kita sefrekuensi dan punya chemistry. Aku suka kecerdasannya. Aku suka kelembutan hatinya. Juga kepeduliannya. Kemudian dibalik suka2 itu, aku pun harus objektif. Jangan mentang2 suka lalu menafikkan kelemahan. Bukankah manusia adalah sepaket lebih dan kurang? Apa saja kurangnya? Semoga dia mau katakan padaku dan semoga aku mau menerimanya, karna aku pun butuh diterima kurangnya. Aku tenggelam dalam pikiranku ketika menulis ini. Kembali ke warung kecil.
Aku tak banyak bertanya. Apalagi tentang "headline news" kita akhir-akhir ini yang membuat hatiku bergemuruh sesekali, yang kucoba kunetralkan dan kubuat biasa saja. Kami sama-sama sedang lelah. Tak ingin aku membebaninya. Aku hanya ingin berbicara mengenai hal-hal ringan. Ada perasaan yang bercampur, antara merasa bersalah tapi juga bahagia karna bertemu dengannya, hingga laparku hilang. Dia sempat begitu mengalir namun kemudian menahan diri. Apa kau sama sepertiku? Mempertanyakan apakah seharusnya kita tak berdua begini? Sikapnya manis ketika aku meminta bantuan menutupkan ranselku yang sulit karna barang bawaanku yang semakin banyak. "Aku capek banget, aku mau ngegrab aja pulangnya. Motorku bisa diparkir disana nggk ya?", kataku Dia bilang bisa, bayarnya pun tidak per jam, bisa diinapkan. Malam itu terasa lebih panjang, menyisakan banyak pertanyaan dalam otakku, juga kemungkinan-kemungkinan akan masa depan. Aku tak pernah tau bagaimana takdir akan membawaku. Apakah aku akan berakhir dengan dia yang kunanti? Aku pun tak tau. Tak ada jaminan apapun diantara kami. Bahkan kami tak saling membahasnya secara langsung. Seingin-inginku dan secondong-condongnya hatiku, aku sadar bahwa Allah yang paling tau yang terbaik bagi hamba-Nya. Jadi, cukup doa yang kupanjat, "Ya Allah, jika dia yang akan membawa kebaikan bagi dunia dan akhiratku, demikian pula sebaliknya. Jika diantara kami akan ada rasa saling syukur, maka dekatkanlah, bukakanlah jalan-jalannya. Mampukan kami"
2 notes · View notes
devvyapriani · 2 years ago
Text
Metafora #1
Sebuah cerita bersambung tentang #quarterlifecrisis
Tumblr media
#1 Banting Tulang
Rupanya senja sudah menyapaku, sinarnya menyirami sepeda motorku yang sedari tadi terparkir di sana. Kukira hari ini bumi lambat berputar, hingga hariku berjalan lebih lama. Harusnya aku sudah tiba di kostku sejak tadi. Meski sebenarnya aku hanya menjalani hari seperti biasa, ditambah melamun di sepanjang jalan, pun mengobrol dengan beberapa teman. Ditambah lagi salah arah jalan, kaukira lampu merah ini cuma satu dan menuntunku ke arah yang hanya itu? Hingga aku harus putar balik sambil meracau hingga lupa diri.
Bagiku menyenangkan sekali bisa meracau sendiri sambil berkendara di jalanan kota besar ini. Tapi ampun, aku masih kalah dengan panas yang disajikannya. Jaket yang kukenakan sepertinya tidak mampu lagi menahan sinar UV yang sepertinya bukan hanya A dan B, tapi sudah sampai Z. Ini panas, bukan hanya dari atas, juga dari bawah! Pun bukan hanya gerah, tapi aku ingin marah. 
Kuberhentikan motorku di depan warung makan sederhana ini. Seperti biasa, aku lupa makan. Bukan hanya karena banyak pikiran, tapi selera makanku juga berantakan. Belum lagi berat badan yang mengalami penurunan, bukan mau kurus— ini aku saja yang tidak bisa menggendut! Selalu itu alasanku ketika teman-teman bertanya pola diet yang kujalani. Mungkin salah satu penyebabnya  adalah ini yang hampir maghrib aku baru ingat mengisi perut, ini makan siang tau buka puasa? 
“Bu, bebek gorengnya satu ya!” Pintaku pada Bu Yanti, langganan makan siangku oh maaf ini sudah sore. 
“Oke, mbak.” Tangan bu Yanti langsung cekatan mempersiapkan menu untukku. “Tumben baru datang jam segini mbak? Puasa toh?” Bu Yanti sangat perhatian sampai hapal jadwal makanku. 
“Kebetulan lembur bu, sambil tersesat tadi.” Jawabku. 
“Bisa tersesat juga ya mbak, kan udah 5 tahun di sini.” Ujarnya lagi. 
“Lampu merah bu! Aku salah arah, belum lagi aku sambil melamun.” Tambahku. 
“Waduh, mikirin apa mbak? Jodoh?” Tanyanya penasaran. 
“Sedikit sih Bu. Banyakan mikirin hari ini aku hidupnya gini-gini aja. Bosen bu.” Akhirnya sepiring bebek sudah di depanku. 
“Iya ya mbak. Aku sih juga kadang gitu. Bosen. Tapi kalau mau dituruti bosennya, aku ya nggak bisa hidup juga mbak. Jadi ingat anak di rumah, biar semangat banting tulangnya, biar nggak bosen.” Ujarnya lagi sambil terus menerus menggoreng. Ya, aku hampir tidak pernah menyapanya dalam kegiatan lain, selain menggoreng.
Sambil mencerna bebek di hadapanku, kata-kata bu Yanti pun tercerna dengan perlahan. Jadi, harus punya alasan agar tidak bosan? Harus ada semangat agar kuat banting tulang? Bagaimana jika aku tidak memiliki keduanya?
Dan… sejak kapan bosan bisa membunuh seseorang? Aku tercekat. Jangan-jangan aku sedang di fase ini.
Bersambung.....
9 notes · View notes
bungajurang · 2 years ago
Text
Day5 - Departure
Cuaca pagi ini cerah. Aku masih sempat melihat matahari terbit dari halaman depan penginapanku. Warna langit perlahan menjadi lebih terang dan membiru, disusul matahari yang mulai naik. Kaka Restu sampai di penginapan pukul 06.35 WIT, seperti biasa, ia selalu tepat waktu. Ia membantu menaikkan barang bawaanku dan kolega ke bak terbuka mobil. Sambil mengingat-ingat jika ada sesuatu yang tertinggal, aku mengecek ramalan cuaca hari ini. Aplikasi peramal di ponselku bilang cuaca hari ini akan cerah dan sedikit berawan. Ada bagian kecil hatiku yang kecewa mendengar itu, kenapa tidak mendung dan berpotensi hujan deras saja, sih. Sebelum aku tenggelam dalam pikiranku sendiri, kolegaku menarik lengan bajuku, mengajak untuk segera naik mobil karena semua orang sudah di dalam. Aku mendongak ke atas dan memandang langit lagi sebelum masuk mobil. Kami berangkat ke bandara. 
Tumblr media
Langit yang cerah sesuai prakiraan cuaca kemarin
Sepertinya, aku punya penyakit akut attachment issue pada ruang dan seisinya setelah tinggal di dalamnya untuk beberapa waktu. Singkatnya, aku mudah merasa emosional (atau sentimental, ya?) pada benda, tempat, dan suasana tertentu. Hal lain yang lebih masuk akal adalah aku tidak siap kembali ke rumah–tempat yang semrawut, dan ingin lebih lama berada di pulau ini–tempat yang lebih damai. Di lain sisi, aku ingin kembali ke tempat yang memberikan rasa hangat dan familiar yaitu rumah. 
Jika dilihat secara lebih rasional lagi, mungkin aku merasa nyaman di pulau ini karena aku seorang outsider. Enam hari tidaklah cukup untuk mengenal pulau ini dan orang-orang yang tinggal di atasnya. Kenyamananku adalah keistimewaan yang dirasakan seorang tamu. Aku tinggal di penginapan yang menawarkan akomodasi lengkap, kecuali air minum isi ulang. Tiap hari aku dijemput dan diantar oleh pegawai instansi menggunakan mobil plat merah. Aku tidak perlu memutar otak memikirkan bagaimana caranya agar bisa makan, semuanya sudah disediakan oleh penginapan dan kantor. Aku…tidak perlu melakukan pekerjaan domestik seperti cuci baju, cuci piring, setrika, masak, dan bersih-bersih.
Tumblr media
Bekas botol minum selama tiga hari (ada yang tidak masuk foto karena sudah dibuang). Total dalam enam hari kami (dua orang) menghabiskan dua kali jumlah botol minum yang ada di foto. Aku merasa berdosa. Forgive me God for I have sinned.
Jika aku tinggal lebih lama di pulau ini, di rumah warga lokal, ke mana-mana sendiri, bekerja di sini, dan pada dasarnya hidup sebagaimana warga lain yang tinggal di sini, apakah aku tetap merasa nyaman? Entahlah. Aku merasa nyaman dan baik-baik saja karena tidak mengalami kesulitan yang dialami warga di pulau ini. Sistem birokrasi yang masih carut-marut, kkn, fasilitas pendidikan yang masih kurang, transportasi publik yang minim (hanya ada bus DAMRI dan ojek yang tidak aku anggap sebagai transum)–semua ini juga terjadi di rumah, tapi aku punya lebih banyak pilihan untuk menjangkau akses dan fasilitas lain yang lebih baik. Aku tidak mau meromantisir keindahan pulau ini. Bagaimanapun, pulau ini hidup bersama orang-orang di atasnya. 
Sekitar pukul 08.15 WIT kami tiba di bandara. Setelah menyelesaikan urusan administrasi, kami pergi ke warung di area bandara. Warung-warung ini buka di hari penerbangan saja, yaitu Selasa, Kamis, dan Sabtu. Selain hari itu, tidak ada penerbangan dari/ke Serui dan otomatis warung-warung ini tidak buka. Aku beli pisang goreng. Pisang jenis raja ini dimasak dalam keadaan masih mentah dan tidak dilumuri tepung, hanya diberi sedikit garam. Rasa pisang goreng ini gurih dan sedikit alot namun masih bisa dikunyah. Penjualnya menyarankan untuk makan pisang goreng bersama sambal tomat. Aku sudah pernah mencobanya dan perpaduan rasanya tidak sesuai dengan lidahku. Bagiku pisang goreng itu makanan manis jadi sebaiknya tidak dimakan bersama sambal.
Pesawat tiba pukul 09.00 WIT kurang sedikit. Kami beranjak dari warung, berjalan ke tangga menuju pintu masuk bandara dan berhenti. Kami berpamitan dengan Kaka Restu dan Kaka Adi yang mengantar ke bandara serta menemani kami bekerja selama lima hari terakhir. Sampai jumpa. 
Tumblr media
2 notes · View notes
thebeeandhishoney · 2 years ago
Text
Tumblr media
Seperti kata Sal Priadi: “Besok kita pergi makan!”
Besok pagi, setelah mandi dan rapi-rapi, genggam tanganku erat, ya! Aku akan ajak kamu berjalan-jalan kecil berkeliling kota, mencumbu tiap sudut dari inci ke inci, akan ku ceritakan bagaimana bentuk bangunan-bangunan itu sebelum mereka dipermak. Kau tahu kalau aku pengamat handal. Semua sisi dari kota ini menarik, unik, dan bikin penasaran. Kalau kau tanya kenapa toko itu bentuknya seperti itu? Kemungkinan besar aku tahu. Kemungkinan besar aku telah menyingkap tirai tak kasat mata di balik toko itu yang tak semua orang tahu (dan peduli).
Kita berjalan-jalan melewati gang-gang kecil bau ikan asin dijemur yang banyak kucingnya. Kalau kau tidak lagi takut kucing, kita bisa ajak kucing-kucing itu berdansa. Kita bilang ‘permisi’ pada setiap orang yang sedang menjemur baju atau menepuk-nepuk kasur. Kalau kau lelah, boleh beristirahat sebentar di warung kelontong sambil membeli es teh botolan! Nanti kita lanjut lagi berjalan-jalan sampai kaki terasa berat, pundak terasa ringan. Ada banyak topik yang kita bisa bicarakan sambil bergandeng tangan.
Sebut tempat mana yang mau kau tuju. Toko buku? Kita bisa mampir ke sana. Kalau ini tahun 2010, kita bisa mampir ke rental DVD untuk menyewa satu film yang bisa kita tonton sepulang nanti. Bukit di belakang kota juga menarik jika kau mau duduk-duduk menanti sore sambil mengunyah cimol atau batagor dengan sedikit kecap, atau bakso (yang bumbunya hanya cuka dan sambal). Kita bisa menanti matahari pergi di atas rumput-rumput hijau, aku akan bawa anti-nyamuk buat mengusir serangga yang iseng mampir dari ilalang-ilalang di sekitar bukit. Aku mau senja datang perlahan, tanpa awan dan tanpa hujan, menjemput rombongan bulan dan bintang-bintang dengan damai. Aku mau kita seperti itu. Jika tak ada lagi tanganku di genggamanmu aku mau melepasmu seperti sore yang pergi pelan-pelan, sempat mengecup kening langit sebelum ia pergi dan membenahi selimut biar malam tak terasa sepi. Rengkuh aku dalam pelukmu; sebagai imbalan, aku akan bisikkan kata-kata damai.
Untuk saat ini, mari pulang bersamaku. Kita sudahi hari-hari yang penat dengan makan malam di meja makan yang tersaji hangat. Apapun yang mau kau makan, biar aku yang masak. Kau boleh duduk santai di bawah lampu gantung ruang makan yang warnanya kuning temaram. Kau boleh minta aku berceloteh tentang hariku yang berwarna—kadang kelabu kadang ungu janda, sebagai gantinya aku beri kamu satu peluk untuk harimu yang pelik. Kau diizinkan untuk menangis di atas bahuku. Pakai baik-baik, ya. Kau boleh mengadu seperti seorang bayi. Apapun yang terjadi di harimu, aku siap mendengarkan. Kalau kau butuh kecupan, punya sejuta untuk diberikan kapan pun kau mau. Telingaku masih dua, dua-duanya terbuka lebar untuk setiap cerita. Kita bisa makan berdua di ruang makan dengan masakan hangat yang berasap, ditemani dua cangkir teh, ditemani gelak-tawa yang renyah atau sedu-sedan yang sepadan. Apapun itu.
Untuk saat ini, kita lupakan sejenak rencana menjemput sore yang tadi. Kita nikmati siang dengan terik dan hujannya. Kota ini belum sepenuhnya kita telusuri, hari masih panjang. Terus berpegangan tangan dan ingat kemana kau pulang, rumah yang tentram di balik bukit yang kebunnya diisi mawar. Di akhir dari setiap hari yang buruk akan selalu ada gerbang dan tangan yang terbuka lebar, semangkuk masakan panas untuk berdua, dan sepoci teh untuk dibagi.
Besok kita pergi makan, ya. Besoknya lagi. Lusanya. Seminggu penuh. Dua minggu. Satu bulan. Satu tahun. Satu dasawarsa.
Kita akan selalu pergi makan di kedai yang tenar di sosial media, di rumah makan yang baru buka, di emperan, di resto bintang lima, di dapur rumah kita, dimanapun! Setiap hari. Anggap itu hadiah dariku karena setiap hari kamu selalu membanggakan. Aku ingin mengapresiasi kerja kerasmu dengan semangkuk soto tanpa kecap atau ramen kesukaanmu (walau aku masih harus banyak belajar).
6 notes · View notes
baksorusukweleri · 1 year ago
Text
PALING DICARI Rumah Makan Weleri Kendal Sop Jakarta H. Amir Tlp/WA 0896-3072-0208
Warung Makan Viral Terdekat, Warung Makan Viral, Warung Makan Untuk Keluarga, Warung Makan Terenak Terdekat, Warung Makan Terdekat Yang Sudah Buka Pesan Sekarang dengan KLIK https://wa.me/6289630720208 Nikmatnya Sop Iga Sapi dan Asem-Asem Iga ala Sop Jakarta H. Amir! Selamat datang di Sop Jakarta H. Amir, tempat di mana sensasi lezat bertemu dengan kehangatan khas Jakarta!  Apakah Anda…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
ranah-upaya · 2 years ago
Text
Buka Bersama, Bukan Untuk Acara Pamer Pencapaian    
Bulan Ramadhan, sudah berada di pertengahan rembulan yang semakin terang benderang. Hal-hal yang dirindukan di sebelas bulan terakhir, terbayarkan. Bulan, dimana banyak tradisi tidak ditemui di 11 bulan lainnya. Merindukan santapan khas ramadan, takjil saat berbuka, ngabuburit bersama kerabat dan rekan, lantunan shalawat tarhim dan imsak, gemuruh musik patrol yang membangunkan sahur setiap malam, tidak kita jumpai, jika kita tidak ditakdirkan menemui keindahan berkah bulan ramadhan. Maka, patut kita syukuri tiada tara atas pertemuan dan perkumpulan kita di bulan yang penuh dengan magfirah dan ampunan.
Tumblr media
Salah satu tradisi yang masih membudaya di setiap kalangan, salah satunya adalah tradisi buka bersama. Jangan salah, di setiap pojok kota, pinggir maupun tengah kerumunan jalan. Adzan Maghrib menjadi lantunan paling favorit, bagi setiap muslim yang menjalankan puasa. Ajakan BukBer (baca: buka bersama)  tidak pernah berhenti satu hari saja. Setiap hari, warung-warung baik resto bintang atau kaki lima full booked untuk acara buka bersama. Menyenangkan memang, acara buka bersama selalu menjadikan kenangan yang lama kembali tercipta. Tapi, ada salah satu budaya yang menjadikan tradisi buka bersama terasa muak dan menghilangkan nilai-nilai kebersamaan. Apa itu? Flexing!
Sedang terngiang-ngiang di telinga kita, istilah baru ini. Sebenarnya ini bukan hal baru, tapi orang-orang semakin memunculkan tren ini dengan mengikuti gaya hidup kebarat-baratan. Flexing, berasal dari bahasa Inggris, menurut urbandictiorary.com, bermakna “to show off, the act of bragging about money-related things, such as how much money do you have, or about expensive possesions.” Atau bisa juga diartikan dengan pamer, tindakan menyombongkan diri tentang hal yang berhubungan dengan uang, atau tentang harta dan benda mahal.
Akhir-akhir ini, marak juga tentang para pejabat yang terangkut karena urusan pamer dengan harta kekayaan, karena postingan sang anak, malah justru menggiring orang tua pada hal yang tidak diinginkan, membuka rahasia-rahasia yang seharusnya diketahui oleh publik, tapi disembunyikan dengan ayem-ayem saja. Jangankan pejabat, yang (barangkali) memang punya duit dan harta. Akhir-akhir ini, ramai pula jadi perbincangan. Status atau postingan anak-anak kita yang menanyakan “info sewa iphone atau vespa matic buat bukber kelas.” Saat itu, kami tak sengaja membaca tulisan yang lewat di cerita instagram. Spontan, kaget. Karena, hal seperti ini seyogyanya memang tidak wajar. Tanpa babibu, langsung kami tegur. Karena kami sadar, posisi kami adalah pendidik, peduli dengan keprihatinan anak-anak. Kemudian, si anak menjawab. Bahwa, untuk sekadar foto-foto, “biar bagus, keren”. Jawaban ini tidak terduga. Sejak kejadian itu, kami tidak dapat lagi melihat cerita instagramnya, entah disenyapkan, atau dengan tindakan apa. Mungkin, si anak jengkel karena teguran gurunya.
Sampai saat ini, kami merasa gumun. Bertanya-tanya. Memang alasannya apa? Kalau memakai handphone biasa? Apa salahnya. Kalau berangkat dengan kendaraan seadanya. Toh, acara bukber kan, untuk membatalkan puasa, paling tidak makan, atau minum. Lalu untuk apa? Harus memakai standar iphone? Apa keistimewaannya? Oh, setelah itu kami baru sadar. Bila gaya hidup para hedonis ini sudah meracuni anak-anak, bahkan kita sendiri tentunya. Standar yang ditetapkan saat mengunggah foto atau cerita instagram, keren dengan menggunakan aplikasi bawaan iphone. Jalan kemana-mana, menggunakan vespa matic lebih gaul, dibanding dengan kendaraanlainnya. Entah, siapa yang membuat batasan ini. Tentu salah kaprah, bila memiliki fasilitas itu semua jika tidak mempunyai tujuan yang tepat. Memiliki benda itu, tidak salah. Karena memang ada spesifikasi yang tidak dimiliki handphone lain. Menjadi salah nilainya, jika hanya untuk dibuat ikut tren atau gegayaan.
Bukber, menjadi hal yang mulai dihindari ajakannya. Karena, banyak pertanyaan, ujaran yang menyebutkan tentang pencapaian karir, nasib, jumlah minimum maksimum harta, menjadi topik perbincangan. Padahal, tujuan kita untuk berkumpul. Untuk bertemu, untuk berdiskusi, untuk mengobrol. Tapi, bisa kan? Jika bukan tentang pamer sana-sini. Untung, bila lawan bicara juga saling menghormati, bila berada di posisi yang sama. Bayangkan, bila kita menyebutkan di depan orang yang nasibnya tak selalu sama? Bukankah bagian dari kesombongan luar biasa?
Flexing akan sulit dihilangkan, bila gaya hidup hedonis menjadi sorotan, bila tontonan selebgram menjadi tuntunan, merasa ingin dihormati secara materi selalu menjadi tuntutan. Apalagi, bagi mereka yang punya gaya hidup elit, tapi ekonomi sulit. Pinjaman online berkeliaran, paylater menumpuk sampai tercekik jeratan, rentenir tertawa melihat gaya hidup dan pinjaman yang tidak bisa terbayar. Sebenarnya, apa yang membuat seseorang berniat untuk memamerkan harta kekayaan pada orang lain? Terlalu menyedihkan-kah hidupnya? Hingga kehidupannya harus diketahui banyak orang? Hingga kita harus menilai dengan pencapaian yang dimiliki? Hingga kita harus punya sesuatu yang bernilai di mata orang lain, hanya untuk mengemis penghormatan?
Baik buka bersama atau acara terdekat ketika bulan Ramadhan usai; Halal bi halal. Jadikan kegiatan ini menjadi ajang untuk berbagi, untuk menyambung silaturahim dengan saudara dan rekan-rekan kita. Menjadikannya sebagai acara untuk pamer sana-sini, tidak tepat, bahkan salah kaprah. Bagaimana bila kita memupuk rasa kasih sayang dengan saudara kita dengan amalan-amalan terbaik di hadapan-Nya? Kapan lagi, kita menjumpai waktu waktu istimewa, pahala double combo kalau bukan di bulan yang penuh berkah ini. Semoga ibadah puasa dan juga amalan terbaik kita diterima dengan cara yang baik di sisi-Nya.
6 notes · View notes
tempatmakanbatang · 2 years ago
Text
BUKTIKAN SENDIRI Tempat Makan Favorit Terdekat Batang Jawa Tengah Prasmanan Mas Budi
Warung Makan Terdekat, Warung Makan Terdekat Dan Murah, Warung Makan Terdekat Dari Lokasi Saya, Warung Makan Terdekat Dari Lokasi Saya Yang Masih Buka, Warung Makan Terdekat Dari Sini Tempat Makan Enak Untuk Kumpul,Tempat Makan Enak Keluarga,Tempat Makan Siang Prasmanan Jangan coba coba datang kalau ga mau ketagihan dengan gurihnya Ayam Dan Bebek Goreng Mas Budi !! Tempat Makan Favorit…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
dearnurulmusa · 2 years ago
Text
Mas dan Adek Vol. 23
Tarakan, 23 Maret 2023 - Ramadhan Day 1
Assalamu'alaikum. Halooo, kangen deh nulis-nulis disini. Dulu rajin suka nulis "Mas dan Adek Vol. ...." terakhir sampai Vol. 22. 😁
Sekarang sedang kuliah di Institut Ibu Profesional, beberapa hari ini tugasnya tentang "Jurnal Emosi". Oh, ternyata dulu suka nulis tentang percakapan Aku sama Mas juga bagian kecil dari Jurnal Emosi loh. Tadi sore Aku bilang ke Mas, "Mas, setuju tidak kalau Aku nulis-nulis lagi kaya dulu?", Mas jawab "Setuju dooong".
Oke, kita mulai ya! 😉
Alhamdulillah, Allah berikan panjang usia untuk bisa bertemu dengan Ramadhan 1444 H. Ini Ramadhan ke-5 di Tarakan, dan selama menikah sudah mudik 2 kali, yang pertama mudik seorang diri mengurus revisian skripsi. Sekarang juga punya aktivitas baru, sebagai ibu rumah tangga + Ibu bekerja. Alhamdulillah, menjadi Ibu bekerja adalah salah satu wishlist ketika di usia 26 tahun pas, yang dikabulkan Allah. 🥰
Karena buka dan sahur dengan sistem "masak sekaligus untuk buka dan sahur". Jadi, sahur Day 1 kita pakai sayur lodeh plus lele goreng (sisa) semalam. Yang penting kuncinya itu tertib untuk simpan-simpan sayur & lauk yang sudah dimasak.
Yeiiiiy, Alhamdulillah senang, dua hari ini libur tanggal merah, dan Ramadhan Day 1 libur bekerja. Jadi no hectic day. Setelah Mas jama'ah subuh, Mas istirahat di ruang depan. Aku lanjut temani Damar, dia kebangun karena ngompol, ganti semua baju, dan minta susu. Niatnya mau ngliyep, tapi tidak bisa karena Damarnya ngoceh terus.
Jam 11.00 WITA, Aku foodprep di dapur, bersih-bersih wastafel, Mas Dana melaptop super sibuk bikin soal ujian.
"Mas, tidak punya kubis ternyata" Kataku.
"Adek beli yaaa" Katanya.
Cusss ke warung sama Damar sekalian ke pom bensin.
Jam 13.00 WITA Aku dan Damar power nap di kamar, Mas masih menunggu tukang servis mesin cuci. Jam 16.00 mulai masak, tinggal cemplung-cemplung. Tadinya mau ngajakin Mas ngabuburit, tapi katanya nanti setelah selesai tarawih saja kita jalan-jalan. Mas & Damar beli es oyen untuk buka puasa.
Menu buka Day 1 adalah Sop Ayam, Tahu Goreng, Sambal, Es Oyen dan Kue Pukis. Alhamdulillah Rizki Minallah.. 🤲
Mas belum makan nasi sampai dia berangkat tarawih karena kenyang "nggadoin" Sop Ayam, kayanya sedeeep rasanya. 😍
Tumblr media
0 nota
5 notes · View notes
jaemeera · 1 month ago
Text
ruang hangat yang menyambut bintang.
Stasiun Gambir malam itu tak sepenuhnya sunyi, meski suara langkah dan pengumuman kereta terdengar mulai menipis. Lampu neon memantulkan cahaya pada lantai marmer, menyorot sesekali langkah orang-orang yang berlalu.
Dito berdiri paling dekat ke peron, satu tangan melipat di dada sementara jemarinya yang lain memegang ponsel yang layarnya sudah lama mati.
“Bintang lama banget, dah,” keluh Jinan yang berdiri menyandar kepada tiang. Nada suaranya setengah lelah, setengah iseng seperti biasa.
“Baru lima menit,” jawab Hanif, netranya tetap terpaku pada kereta yang baru tiba. “Santai dulu napa, Cil.”
Niiko tertawa kecil. “Lo nggak makan dulu, Nan?”
Belum sempat Jinan membalas, Bintang lebih dulu muncul dari balik pintu kereta dengan koper besar di sampingnya. Maniknya bertemu dengan milik Dito dan tanpa banyak cakap, Dito melambaikan tangan tinggi-tinggi.
“Eh, anak hilang balik juga!” Niiko menyapa dengan senyum lebar, kuasanya melambai seolah menyambut.
Bintang cuma melirik malas, namun bibirnya melengkung naik.
“Lama banget, Tang,” Jinan buka suara, akhirnya melepas sandarannya dari tiang. “Lo jalan kaki dari Jogja, ya?”
“Ada delay,” jawab Bintang singkat sambil tarik troli kopernya mendekat. “Lo laper ya, Nan? Mending makan dulu sana, daripada ngelawak tapi nggak lucu.”
“Dia tadi udah mau beli bubur, Tang,” kata Dito bersama kuasanya yang mengambil alih koper Bintang yang telah lepas dari kuasa empunya. “Tapi takut lo marah.”
“Nggak ada ya, anjir,” Jinan melotot kecil, tapi niat marahnya tenggelam di tengah tawa Hanif dan Niiko.
Bintang terkekeh pelan, netranya melirik ke semua kawannya, satu per satu seolah memastikan semuanya ada di sana. “Kaget gue, lo semua beneran dateng,” katanya. “Niiko nggak ngaret? Hanif nggak hilang di jalan? Jinan… ya Jinan emang nggak pernah berubah, sih.”
“Lo tai, Tang,” Jinan meringis, ia sudah jalan lebih dulu sambil merapihkan jaketnya. “Udah yuk, makan di mana?”
“Gue tau tempat sate enak di belakang stasiun,” kata Hanif, langsung dapet lirikan setuju dari Niiko.
Tumblr media
Warung sate itu tak ramai, tapi aroma daging yang dipanggang membumbung di udara, menyambut mereka yang keroncongan. Bintang duduk di antara Dito dan Hanif, sementara Niiko dan Jinan di seberangnya.
Sate yang terhidang perlahan mengisi meja panjang di depan mereka, bersama percakapan yang semakin riuh. Tapi ada satu hal yang masih tertahan, yang belum berani mereka sentuh: perkara keluarga Bintang di Jogja.
Hanif akhirnya membuka suara dengan hati-hati. “Nggak ketemu keluarga lo di Jogja, Tang?” tanyanya pelan.
Bintang tak langsung menjawab. Tatapannya terpaku pada piring sate di hadapannya. Ia menarik napas pelan sebelum akhirnya menggeleng kecil. “Belum waktunya,” katanya, suaranya rendah namun cukup jelas untuk terdengar.
Tak ingin suasana berlarut, Niiko dengan cepat mengalihkan. “Eh, udah ya, jangan berat-berat dulu, kita lagi makan. Lo lihat tuh, Jinan udah ngabisin dua tusuk sate gua.”
“Bohong banget!” sahut Jinan dengan nada protes, meski tangannya cepat-cepat memindahkan tusuk sate ke piringnya sendiri.
Gelak tawa kembali memenuhi meja mereka, mengisi ruang kecil di warung sate malam itu. Bintang mungkin belum sepenuhnya pulang, namun setidaknya malam ini ia tahu ia tak sendiri.
0 notes
honjayaa · 3 months ago
Text
KEHILANGAN
Hujan hari ini membawa ingatan dan perasaan kehilangan secara bersamaan. Awal bulan menjadi akhir masa kerja adik-adik magang di kantor, Padahal dalam 6 bulan mereka magang sangat sedikit interaksiku dengan mereka. Namun ada suatu kejadian yang membuat aku cukup tersentak yaitu 2 dari adik magang pernah mengalami kecelakaan saat pulang dari kantor. Kondisinya agak parah, 1 kelingking hampir putus dan lainnya kritis bagian perutnya sakit kacau sampai ngga bisa jalan, indikasinya dia terlindas mobil. Waktu menjenguk di rumah sakit, udahlah gabisa dibendung air mataku. Manusia yang jarang nangis depan orang ini ambyar seketika walaupun nangis diem-diem:'(
Sebenarnya sebelum kecelakaan 2 adik tadi dimintain tolong sama divisiku dan aku kebagian yang ngasih arahan. Jadi jam pulang mereka mundur aslinya jam 14.00 jadi jam 16.30, dari situlah rasa bersalahku muncul, feeling guilty ampe sebulan. Kayak gara-gara aku mereka kecelakaan, coba mereka pulang seperti biasa mungkin mereka bakal safe. Sejak itulah kehadiran mereka menjadi objek pengamatanku, setelah diperhatikan adik2 yang magang di kantorku ternyata cantik-cantik ahahaha /dari mana aja oiy. Mereka adorable dengan karakter masing-masing, tapi kalo dari segi wajah memang cantik no debat!
Kemudian selama 6 bulan ini juga cukup mewarnai sosmed kantor sampai mendapat pujian dari pimpinan. Selain itu, mereka juga bantu rekam identitas para penyandang disabilitas dan ODGJ secara door-to door. Posisinya aku ngga berinteraksi langsung hanya setiap kegiatan mereka menjadi objek pengamatanku. Anehnya, kenapa aku merasa sekehilangan itu? Padahal ngomong aja ngga pernah, kek keberadaan mereka sudah sangat familiar dalam keseharian kantor lalu tiba-tiba besok Senin sepi.
Ini sama halnya dengan warung langgananku beli makan, mengandung pengalaman pribadi:). Ada langganan makanan jual nasi goreng, cap cay, mie goreng dll deket rumah. Tiap beli formasi selalu lengkap, Owner (bapak2, namanya cak djoe), istri, dan 2 pembantu laki-laki. Waktu itu masih kerja di Surabaya (ngekos), pulang pas weekend langsung meluncur ke sana karena masakannya ngangenin, nyampe sana formasinya berkurang owner ngga ada dan pembantunya ganti orang. Beberapa kali ke sana ownernya ga ada, sampai suatu hari ke sana sama ibu, akhirnya memberanikan diri bertanya ke istrinya
"kemana ownernya? " "Bapak sudah meninggal beberapa bulan yang lalu."
Kaget sekaget-kagetnya, pikiranku langsung kosong, nyampe rumah nangis jelek dan perasaan kehilangannya itu memenuhi ruangan hiks hiks. Sekali lagi, aku gapernah sekalipun interaksi sama bapaknya karena aku bukan tipe yang ngajak ngomong duluan. Aku cenderung ngamatin apa yang ada di depanku, dan semua yang aku lihat itu berasa masuk alam bawah sadar, seakan semuanya menjadi suatu momen yang sangat familiar. Ketika gaada 1 orang rasanya hilang, ada yang kurang, karena aku biasanya melihat mereka perform masak ber-4. Sampai aku membuat postingan ini aku masih kehilangan sosok alm. Cak Djoe owner penjual nasi goreng.
Ada lagi nih wkkw, penjual bubur keliling di komplek perumahan, sejak aku SMA sampe kuliah yang jual bapak-bapak gitu. Lamaaa ga jual, muncul-muncul pas mau lulus kuliah yang jual berubah menjadi anak muda, waktu itu belum berani tanya. Menginjak aku kerja berubah lagi jadi ibu-ibu yang jual, barulah berani tanya. Ternyata Bapak2 itu suaminya, beliau meninggal karena sakit. Lalu anak muda yang meneruskan jualan bubur setelah alm. bapak meninggal itu anaknya.
Tau ga kenapa sekarang yang ngelanjutin istrinya?:(
Ya, anaknya meninggal juga karena kecelakaan waktu jualan.
Abis beli langsung masuk kamar nangis sesenggukkan.
Rasanya ingin menemukan orang-orang yang ngalamin hal serupa seperti yang aku alami. Ada rasa takut untuk mencurahkan peristiwa2 ini ke teman takut dianggap lebay hehe.
Lanjut malam ini, lagi jenuh ngerjakan tugas kuliah iseng-iseng buka webmail kerjaan di Pasuruan. Kaget! domainnya udah ngga ada:'''
Aku buka webmail ketika lagi rindu kehidupan dan pekerjaanku saat di fase menderita, merintis karir dari 0. Sehingga aku ngga lupa untuk bersyukur atas kehidupan, pekerjaan, karir dan pendidikanku saat ini. Dari sini aja udah mellow wkwkw.
Domain webmail perusahaan unavailable mungkin karena belum dibayar, tepatnya ngga akan dibayar, karena bosku sudah meninggal 1,5 tahun yang lalu. Padahal cita-citaku ketika aku nikah nanti alm. bosku sekeluarga menjadi tamu kehormatan, rasa terima kasihku tiada henti. Mereka pernah menjadi cerita hidupku, tapi Allah SWT lebih sayang beliau:")
Malam ini rasa kehilangannya menjadi double-combo hehe. Lagu ini yang terbesit dipikiranku sembari meratapi perasaan kehilangan.
0 notes
zuzuandherstories · 8 months ago
Text
Menyapa Teman Lama 🙌🏻🧕🏼
Tumblr media
Pernah gak sih tiba-tiba terbesit keinginan buat menyapa teman lama di akun facebook? Kalau pernah, sama. Aku sedang berada di fase ini dan kayaknya emang butuh banget ya teman chit chat meski hanya di sosial media. Apalagi mereka pada jauh dan dah betul-betul hilang kabar. Gaktau lagi dimana sekarang dia tinggal karena memang sudah gak pernah berkomunikasi.
Kadang-kadang aku suka meminta maaf sendiri dalam hati, ketika melihat deretan chat yang tidak aku balas dari teman lamaku. Yah, mungkin saat itu aku tidak lagi peduli dengan akun facebook karena lebih aktif di instagram yang mana menurutku cukup update dan tidak banyak iklan. Tapi aku juga merasa lucu kalau minta maaf dan merasa harus membalas kembali pesan yang sudah hampir empat tahun lebih tidak berbalas haghaghag...
Namanya juga hidup, apalagi aku berada di fase menjadi seorang istri yang notabene memang keseharianku di rumah aja. Belum menyibukkan diri lagi menjadi seorang wanita pekerja seperti dulu saat gadis. Paling banter yaa sibuk depan laptop buat ngisi blog pribadi atau sekadar mengerjakan desain proyeknya suami wkwkwk. Yaaa hitung-hitung skillku berguna juga buat suami.
Meski banyak teman saat sekolah dulu, ternyata ketika menikah semuanya dikurasi habis-habisan. Entah karena mereka yang membuat boundaries atau memang aku yang tanpa disadari memasang pagar tinggi karena jarang menyapa. Alhasil temanku ya tinggal suami aja, temen jalan, temen makan dan wajar lah disebut teman hidup haha. Paling ya dapet temen baru seperti ibu-ibu deket rumah yang ketemu pas lagi beli sayur di warung. Atau iseng balesin question box influencer dan ternyata jadi tempat diskusi walaupun gak sampe berlarut-larut hanya sekali lewat.
Sebelum menikah aku memang tidak memasang ekspetasi tinggi untuk bisa terus berkontak layaknya masih gadis dengan teman-temanku yang sebaya. Karena aku pernah diberitahu oleh sebagian teman yang sudah menikah bahwa kehidupan kita tak akan lagi sama. Meski begitu bukan berarti kita kehilangan kebahagiaan seperti masa gadis. Kita akan menemukan sebuah lembaran baru yang memang memiliki fasenya sendiri dalam menjalani kehidupan bersama sosok manusia yang disebut dengan suami. Apalagi nanti bila sudah punya anak, semuanya akan terfokus hanya pada mereka saja. Maka dari itu aku memang harus siap menerima konsekuensinya. Tidak bisa sembarangan pergi keluar rumah tanpa izin suami, tidak bisa sembarangan menerima tamu atau bahkan sembarangan komunikasi dengan lawan jenis tanpa kepentingan.
Teman-temanku yang lain pun aku yakin mereka sangat mengerti dan mereka juga memiliki timingnya sendiri untuk menjalani hari-harinya. Tidak ada yang berbeda dan buka berarti kita saling asing hanya saja memang waktunya sudah bukan bersama mereka lagi.
Makanya aku meskipun merasa sepi di rumah ketika suami bekerja, aku berusaha untuk menyenangkan dan membuat diriku tidak merasa kesepian. Karena ketika suamiku bekerja, suasana di rumah sepi sekali dan betul-betul seperti ditinggal teman pulang ke rumahnya 😂
Syukur Alhamdulillah suamiku tidak banyak mengaturku karena aku sebenarnya mudah diatur. Jadi sebelum suami mengingatkan, aku sudah sadar diri duluan. Kayak misal aku ingin main dengan teman-temanku meski hanya sekadar hang out dll, suami paling ngingetin buat gak pulang terlalu malam atau dia yang selalu mengantar dan menjemputku. Aku pun merasa itu bentuk tanggung jawabnya sebagai suami dan aku merasa sangat nyaman dan aman atas itu. Jadi, tidak ada dalam kamusku merasa di protect habis-habisan atau tidak bisa kemana-mana. Yang penting aku sudah diizinkan dan kalau gak diizinkan aku juga gak maksa, karena aku yakin selagi itu baik pasti itu juga baik untuk kebaikan kami berdua. Bahkan tak jarang suami sering nanya kalau aku sudah lama tidak ketemuan sama sahabatku
Hihi, seneng deh rasanya. Kadang-kadang juga dibonusin duit jajan lagi hehe. Tapi, aku juga mikir sebagai istri jangan sampai lupa perhatian sama suamiku. Malah kadang aku yang males buat keluar karena dah nyaman di rumah, pengennya nempel terus sama suami gaktau kenapa. Suami juga sama, lebih milih di rumah aja daripada keluar soalnya circlenya juga dah pada nikah.
Udah itu dulu yaaa cerita hari ini, nanti dilanjut lagi kalau ada cerita yang baru...
0 notes
nabhanmudrik · 6 months ago
Text
Makan Malam yang Aneh
Seharian aku sangat lambat dan kurang produktif. Maka di malam hari aku memutuskan makan di warung sup kaki kambing favorit. Salah satu makanan favorit, tapi aku nggak bisa sering-sering ke mampir, karena satu porsinya seharga tiga kali lipat jatah makanku.
Ketika baru mulai makan, aku menengok pelanggan di sebelah. Bapak-ibu muda dengan satu anak. Masing-masing memegang hp. Setelah selesai makan sang Ibu menghisap rokok. Sambil fokus pada hp masing-masing. Nyaris tanpa kata.
"Aneh sekali," batinku.
Tapi aku memilih pura-pura nggak peduli. Lalu memalingkan pandangan pada makananku. Sekaligus membuka hp dan menyimak linimasa yang sedang ramai karena Indonesia akhirnya mendapat medali emas pertama di Olimpiade 2024.
"Ironis sekali, aku juga aneh, makan sambil buka hp. Nggak peduli dengan keadaan sekitar," kataku dalam hati seolah melawan kata batin yang sebelumnya.
Setelah makananku tandas, aku segera menghabiskan jeruk hangat yang tersisa setengah gelas. Lalu beranjak, dan ternyata pelanggan di sampingku telah berubah.
Tumblr media
Kali ini sama-sama 3 orang, bapak-ibu muda dengan satu anak. Tapi sang ibu nggak merokok. Mereka bertiga juga nggak sibuk dengan hp masing-masing. Satu hal yang menarik perhatianku, mereka makan dengan 3 piring nasi, tetapi hanya satu mangkuk sup dimakan bersamaan.
Sederhana tapi sangat menyentuh. Pemandangan yang kontras dibanding 15 menit sebelumnya. Juga jadi makan malam yang aneh buatku.
Menutup Hari yang Aneh
Makan malam yang aneh ini seakan mewakili hari yang nggak kalah aneh. Semalam aku capek sekali, sampai rumah langsung tidur, lalu bangun di waktu subuh.
Nggak lama kemudian tidur lagi. Bangun kesiangan lalu tubuh seperti sangat malas untuk olahraga pagi. Walhasil aku lanjutkan tidurku.
Setelah zuhur baru aku mulai beranjak. Siap-siap memulai hari. Jam dua siang barulah hariku resmi dimulai. Banyak urusan tertinggal tapi kebanyakan bisa dikejar. Walaupun tetap mengantuk karena terlalu banyak tidur pagi-siang hari.
Siang selesai mengurus perekrutan staf media MPI. Lalu buku yang aku garap sejak Juni, hari ini selesai. Tinggal menunggu kurasi.
Sore hari, sesi online AIMEP sudah menanti. Harus fokus karena full bahasa Inggris. Selesai tepat jam 6 sore, dan saat itu aku baru bisa membatalkan puasa sekaligus memikirkan mau makan apa.
Malam hari aku menyambut teman-teman magang via Zoom. Lalu ingin segera pulang ternyata masih ada satu pengajuan kerja sama yang tanggung kalau nggak diselesaikan malam ini. Maka aku menuju kafe teman di dekat ringroad barat Jogja.
Menyelesaikan kerjaan setengah serius, dan kebetulan bertemu beberapa teman SMA yang lama sekali nggak jumpa. Di sela-sela waktu ngafe yang juga aneh ini, aku membaca beberapa halaman buku Brianna & Bottomwise-nya Andrea Hirata.
Hari yang sungguh aneh. Dimulai dengan lambat, dilengkapi dengan makan malam yang aneh.
Aku kira jadi hari yang buruk. Tapi ternyata banyak juga daftar kerjaan yang bisa aku lakukan.
---
Cerita di tulisan kali ini nggak ada hikmahnya. Tapi aku senang aja, karena siang hari aku merasa gagal dan nggak punya semangat hidup. Tapi kemudian malam hari perasaanku cukup baik.
Siap menyambut Jumat yang semoga diiringi berkah dan kelancaran. Semoga pembaca tulisan ini hari-nya yang menyenangkan.
Sutopadan, 00.12
9 Agustus 2024 - Setelah hari yang lambat dan aneh
1 note · View note