#Tujuan Rasa Benci
Explore tagged Tumblr posts
Text
Ke mana Rasa Benci Bermuara
Mereka bilang, “Jangan selami rasa sakitmu! Itu hanya akan membuatmu membentuk rasa benci, dan kamu akan berubah menjadi orang yang jahat. Image jahat tidak cocok denganmu.” Entah bagaimana, ketika kita secara nekat menyelami rasa sakit atau pengalaman yang menyakitkan, tanpa sadar kita pun akan menjalin persahabatan dengan rasa benci. Perasaan yang muncul ini, yaitu rasa benci, adalah respon,…
View On WordPress
#emosi#Ke mana Rasa Benci Bermuara#keperawatan jiwa#masa lalu#Menyelami masa lalu#Perasaan Benci#perawat#perawat jiwa#Tujuan Rasa Benci
3 notes
·
View notes
Text
Jangan jadikan uang sebagai orientasi/tujuan. Nasihat yang dulu kujawab dengan bebal ini berangsur bisa kupahami. Seiring waktu berjalan, dari yang dulu single dan sekarang berkeluarga. Kalau dihitung sekali jalan perlu 4 tiket jika pakai pesawat / kereta. Sekali menginap langsung booking 2 kamar. Rasanya kalau kekhawatiran soal uang dan materi apalagi jadi tujuan / orientasi. Aku akan diselimuti kegelisahan sepanjang waktu karena takut kekurangan, berpikir bahwa uang/materi adalah satu-satunya pembebas biar leluasa ke sana kemari dan ngapa2in. Lupa bahwa rezeki itu sudah diatur, sudah dialokasikan sama Yang Maha Pengasih. Apalagi setelah berkeluarga, saat kebutuhan tak lagi soal diri tapi sudah merambat ke biaya pendidikan, properti, dsb. Pasti ada jalannya, ada rezekinya, yang penting terus berikhtiar sebaik mungkin.
Belajar lebih tawakal. Stres di tahun 2023 dipikir-pikir karena ingin sekali mengendalikan banyak hal. Ingin semua hal bisa berjalan dengan baik, tapi ternyata tidak. Ada hal yang akhirnya eror, tidak berjalan sesuai rencana, tidak bisa kukendalikan. Akhirnya stress. Belajar utk lebih berserah pada hasil setelah berusaha. Ada Allah yang mengatur segalanya, kita tidak perlu pusing untuk memikirkan semuanya. Apalagi terus berharap bahwa apa yang kita usahakan, selalu berhasil sesuai yang direncana. Nanti jadi mudah kecewa.
Komunikasi adalah kunci dari kelanggengan relasi. Baik itu dalam pertemanan, pernikahan, pekerjaan, dsb. Belajar untuk lebih komunikatif, lebih banyak mendengar, dan juga belajar untuk berkata yang baik-baik. Berhati-hati dengan lidah yang tak bertulang, yang berpotensi menyakiti orang lain - fitnah - dan berbagai hal yang bisa jadi keluar darinya karena tak mampu dikendalikan. Yang berakhir pada hilangnya kepercayaan, kesempatan, bahkan hubungan.
Jangan ragu untuk memutus pertemanan yang tidak sehat. Belajar untuk lebih dekat dengan lingkaran-lingkaran kebaikan, yang mengajak pada hal-hal baik, yang mengingatkan pada hal-hal baik, yang semakin dewasa ini sangat dibutuhkan banyak sekali nasihat ketimbang haha-hihi. Apalagi lingkaran-lingkaran salih yang membuat kita lebih dekat dengan Sang Pencipta.
Lebih banyak menerima feedback. Meski terdengar tidak nyaman, tapi kita sangat memerlukan kritik dari orang lain. Alih-alih denial, coba resapi bahwa bisa jadi ketidakpekaan kita selama inilah yang menghambat diri untuk berkembang. Karena diri menolak untuk dinilai dan dikritik. Tidak mendapatkan evaluasi, tidak mendapatkan saran untuk hal-hal yang perlu dibenahi, bersembunyi dibalik kata-kata mutiara "Aku memang seperti ini, kalau gak suka ya gak apa-apa, aku mau jadi diri sendiri." Apakah benar menjadi diri sendiri itu artinya tidak mau berubah lebih baik lagi atas sifat-sifat buruk yang dimiliki?
POV Orang Tua, anak-anak di masa kecilnya hanya akan terjadi sekali. Jangan sampai lalai dengan urusan pekerjaan dsb yang menyita waktu hingga tidak ada waktu untuk menjadi orang tua yang utuh, yang hadir, yang dengan segala keadaan yang nanti terjadi, tetaplah hadir sebagai orang tua bagi anak-anak.
Jangan memelihara rasa benci. Jangan memelihara pikiran yang picik. Jangan terus menerus berpikir buruk tentang orang lain dan juga diri sendiri. Apalagi memiliki sekeciiilll apapun buruk sangka kepada Allah - jangan sampai terjadi.
560 notes
·
View notes
Text
Halo September!
Kau ingin kusapa bagaimana? Haruskah kutuliskan dengan kelabu di langit hidupku, hujan yang mengguyur hatiku, pelangi setelah bandangku atau cukup kutulis sebagai waktu-waktu lain dengan pelajaran baru?
Seperti apapun nanti kau kutuliskan, aku hanya ingin mengunggah diriku untuk versi yang baru. Entah itu aku 5.0 atau sudah 6.0 mungkin juga gamma tak lagi alfa, aku akan menjadi lebih baik dari segala diriku yang telah buruk.
Aku mungkin semakin egois, aku mungkin semakin tak peduli, aku mungkin semakin dibenci. Atau aku mungkin benar tak akan mendapatkan hubungan yang ideal, persahabatan yang akrab, cinta yang memenuhi. Tidak apa, aku adalah ketidaksempurnaan, jauh hari sebelum banyak orang melabeliku, aku sudah tahu kekurangan itu. Maka, tak masalah jika banyak hal di hidupku rumpang, aku menerimanya sebagai pelajaran untuk terus memperbaiki diri.
Aku tahu, aku hanya tak bisa menjadi seperti apa yang orang-orang inginkan. Tidak masalah, toh terkadang aku juga menghindari orang-orang yang bagiku memberikan efek buruk atau perasaan yang buruk. Kita tidak selalu cocok dengan semua hal, bahkan urusan kelebihan kita memilih kelebihan mana dari seseorang yang mampu kita terima.
Aku belajar ini banyak sekali belakangan, kadang yang paling menyulitkan dari hati bukanlah fakta bahwa kita disakiti tapi fakta bahwa hati kita jadi memiliki benci, dendam dan jenis-jenis penyakit yang lebih tidak menenangkan daripada sebuah perasaan ditinggalkan.
Bersedih barangkali kita bisa menangis, mencari satu dua hal baik untuk membuat hari lebih baik, tapi melawan diri untuk tak menyakiti orang, untuk tak membalas perbuatan orang lain, untuk menghilangkan dendam dan kebencian, jauh lebih sulit daripada melupakan kenangan yang tak akan terulangi.
Aku sudah memaafkan diriku, tak ada benci dan dendam lagi, aku sudah memaafkan pilihanku yang pernah salah, mempercayai orang yang mengkhiantiku juga berharap kepada yang meremehkan hidupku. Aku barangkali salah dalam banyak pilihan dalam hidup, tidak apa. Kita selalu membuat kesalahan dalam setiap langkah, untuk akhirnya belajar. Beberapa pilihan datang sebagai bentuk ujian, musibah dan bencana, hanya sedikit yang membawa kita kepada hal yang kita inginkan.
Ah, September!
Terima kasih masih menyambutku, yang pernah terlena dan lupa tujuan hidup. Aku ingin kembali lebih banyak bercerita, menuliskan kisah-kisah getir, manis, pahit, asin, hambar bahkan jika itu tak memiliki rasa.
Sebab di dunia yang serba sementara ini semua hal akan kita lupakan, tapi perjalananku akan kuingat sebagai pengingat bagaimana aku bertumbuh menjadi aku yang nanti.
Medan, 01 September 2023
154 notes
·
View notes
Text
Refleksi Diri
Sebuah pengingat bahwa; setiap detik yang dilalui akan dipertanggungjawabkan kelak. Akan ditanya, untuk apa masa hidup itu dihabiskan.
Oleh karenanya muncul pertanyaan-pertanyaan;
Apakah selama ini setiap aktivitas yang aku lalukan Allah ridhai?Apakah selama ini langkah kaki ini benar menuju tempat-tempat baik?
Apakah benar lisan ini senantiasa mengucap kalimat yang baik? Atau justru cacian, hinaan, bahkan menjelek-jelekkan orang lain?
Apakah benar tanganku telah dipergunakan untuk kebaikan? Atau justru digunakan untuk menyakiti saudara? Atau justru untuk scrolling socmed tak berkesudahan?
Apakah benar mata ini digunakan untuk melihat hal-hal yang Allah ridhai? Atau justru untuk melihat hal-hal yang sia-sia?
Apakah benar akal ini digunakan untuk memikirkan hal-hal bermanfaat? Atau jangan-jangan terlalu banyak untuk berpikir hal-hal tak penting?
Apakah benar hati ini senantiasa bersih? Atau jangan-jangan justru ia dipenuhi rasa iri, dengki, atau bahkan rasa benci pada saudara sendiri?
Apakah benar setiap aktivitas yang setiap hari dilalui adalah aktivitas yang Allah ridha kepadanya? Apakah setiap aktivitas itu jadi sebab Allah ridha kita masuk ke surga-Nya? Atau justru menjadikan neraka begitu dekat?
Ah.. terkadang kita begitu sibuk, kesana kemari. Lupa pada tujuan akhir. Lupa pada hidup yang kekal.
Pelan-pelan, yuk luruskan niat lagi. Perbaiki pelan-pelan. Ingat.. tujuan dari semua cita-cita besar itu adalah surga.. Jangan lengah...
28 notes
·
View notes
Text
Males ngga sih.. Orang yang kamu benci punya hobi olahraga sama padahal kamu duluan yg lakuin, bisa aja dalihnya "lah emang yg lari kamu doang?" ya engga tapi lu jadi sama segalanya tuh males lah terlebih orangnya ngga aku suka. Bayangin aja sendiri, kamu lagi suka2nya olahraga itu dan dia jg sama. Males bgt sumpahhhhhh.. Mau nyari healing tapi jadi ngeselin deh.. Kata suamiku gosah digubris org iri itumah, ngga ada gengsinya pipilueun. Iyuwh.. Knp sih? Apa emg hobinya ngisengin org tanpa tujuan kaya yg dia sering utarain? Yaa iseng aja biar w jadi kesel..
Lalu yg nulis duluan di tumblr, isinya daily activities dgn bahasa yg ngga formal kan gayaku jg. Untuk healing dan sebetulnya hanya dibaca untuk suamiku. Kenapa tiba2 u ada juga disini sih???
Tapikan makanya bisa ngembat yg bukan punya dia emg itu kemampuannya yah, empati jg gapunya ya hal remeh kaya copy cat aja pasti dia gapeduli jg sih, mana kemampuan ngebedain bicara sopan sama nyolot aja gatau dan ngaku sendiri kalo gabisa jg memperkirakan efek dari perbuatannya. Gatau caranya katanya. Gapunya sensitifitas padahal umurnya bukan belasan tahun, kematangan berpikirinya nol bgt. Didebat jg jawabannya muter2 dan kadang gamau ngejawab pertanyaan. Cape ngga sih ngadepin org kaya gt?
Jujur, baru kali ini ngadepin bocah yg katanya udah jadi wanita dewasa yg matang tp kelakuan kaya bocah kemampuan ini itu nya nol bgt itu menguras emosi bgt. Ternyata ada org bedeg kaya gitu di dunia ini, gatau ada org aneh kaya gt ih biasanya ktemu org baik2 aja. Tiba2 datang ke kehidupanku buat dzalim sama keluargaku. Gapunya rasa takut pula. Astagfirullah..
3 notes
·
View notes
Text
Aku Hanya Perlu Menjadi Aku
Beranjak menuju seperempat abad menyusuri lintasan ruang dan waktu berjuluk kehidupan dengan jalan yang belum tau sampai titik manakah akan berakhir. Sedikit rasa khawatir pun hadir akan menjadi apakah aku di masa depan, akankah tetap menjadi aku atau menjadi orang yang masih mencari siapa sebenarnya aku. Beberapa orang sudah menetapkan dan memantapkan tujuan untuk menjedi seperti apakah dia di masa mendatang nanti, tak sedikit juga orang mulai tergesa-gesa seolah dikejar sang waktu yang tak memberi belas kasih bahkan sekedar untuk bernafas dengan lega. Namun, berbeda denganku, dimasa ini aku masih merasa bahwa aku belum menemukan aku dan seperti apakah aku nantinya, walaupun terkadang aku sedikit berkhayal seperti apa aku nantinya tetapi hal itu justru membuat rasa takut jika angan dan harapan itu ternyata tidak berpihak kepadaku.
Aku merasa berada di sebuah lintasan untuk berpacu dengan segala yang aku punya dan menatap orang-orang di garis lintasan lain melewatiku dengan begitu cepatnya, dengan menatap mereka selalu muncul dua respon yang muncul dibenakku, pertama aku termotivasi untuk segera menyusul mereka dengan segala apa yang aku punya dan kedua aku sadar bahwa aku tidaklah sekuat itu untuk menyusul mereka dan memilih kembali dengan kecepatan yang aku miliki. Aku selalu paham bahwa orang selalu memiliki kemampuan dan cara berbeda, tpi disisi lain aku terlalu tamak dan tidak sabar untuk bersikukuh agar seolah menjadi secepat mereka dalam berpacu melewati lintasan takdir. Rasa kecewa atau rasa benci pada sendiri pun terkadang selalu menyelimuti. Aku paham bahwa tidaklah bijak untuk membandingkan diri dengan orang lain dan merasa rendah diri karenanya, aku pun sangat ingin menjadi seperti demikian, orang yang bisa memantapkan tujuan dan menikmati perjalanannya sendiri tanpa terpengaruh orang-orang disekitarnya, tetapi bagiku sangatlah sulit untuk bertindak seolah tidak peduli dengan apa yang terjadi dengan sekitar dan ketika itu menimpaku aku lebih memilih untuk membenci sendiri atas ketidakberhasilanku.
Membenci diri sendiri mungkin itu terlalu berlebihan untuk disebutkan, tentang bagaimana seseorang bisa membenci dirinya sendiri karena tidak bisa mencapai apa yang orang lain capai. Tapi mau bagaimana lagi itulah yang kurasakan aku lebih memilih untuk membenci diri sendiri mengenai hal yang tak bisa ku capai, dari pada mengamini dan mengasihani diri sendiri atas ketidakmampuanku mencapai tujuan yang hendak kuraih. Setidaknya dengan membenci, aku bisa bangkit untuk mencoba membalaskan dendam kepada ketidakberhasilanku dimasa lalu. Meskipun demikian aku tidak sepenuhnya pendapatku terasa benar, banyak hal yang membuatku ragu ketika memikirkannya kembali bahwa aku sebenarnya hanya terpacu dan tanpa sadar mengikuti standar orang lain untuk diriku sendiri. Aku seolah kehilangan diriku sendiri.
Entah sejak kapan dan karena apa aku terlalu menitik beratkan orang lain sebagai patokan untuk menjalani hidup, hingga kini dibeberapa waktu dihadapkan dengan kekecewaan ketika hal tersebut tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Aku selalu bertanya dalam benakku apakah aku akan bisa untuk sedikit saja berubah, berubah untuk tidak memusingkan hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan diriku. Meskipun demikian aku masih bisa untuk menyelamatkan diri dan tidak terlalu berlarut-larut untuk terjerembab dengan hal ini, walaupun tidak menutup kemungkinan akan kembali terjerembab entah dengan sebab yang sama atau berbeda. Akan tetapi, aku meyakini dan memercayai jikalau aku masih lah bisa berubah seperti yang aku harapkan, aku menjadi aku.
2 notes
·
View notes
Text
………
Untuk sementara, Tuhan memberikan kita jeda. Mengambil langkah sendiri untuk temukan muara bahagia. Ladang cinta yang penuh kasih setia. Menjadi tujuan akhir bagi hati yang sedang disapa asmara.
Meski pada bagian selanjutnya, ada lara yang kelak akan menjadi hiburan semata. Tak ubahnya seperti sandiwara yang sedang di adu antar pemain amatiran maupun kawakan. Ada berbagai emosi yang mengalir luar biasa. Amarah bercampur sayang. Benci bermesra dengan rindu. Dan tawa berselimut cemburu.
Aih, betapa syahdunya saat logika bertanding dengan rasa. Saat ego menguasai dan menyebabkan derita. Saat kasih meredam dan memudarkan duka. Seolah sedang menyaksikan berbagai rupa yang dikemas apik dalam teater drama.
@suniyahdewi
#suniyahdewi#inspirasi#motivasi#nasihat#selfreminder#quotes#quoteoftheday#qotd#quote#tulisan#storyofsun#ntms#in my orbit#in your orbit
6 notes
·
View notes
Text
Cape nangis.
YaAllah.. maaf ya kalau aku masih sering nangis. Tangisan ku bukan mengartikan bahwa aku tidak ridho dengan ketetapanMu, tidak. Bukan juga mengartikan bahwa aku selalu sedih dan tidak bahagia dengan semua pemberianMu, tidak. Tangisan ku mengartikan bahwa memang aku hanyalah hamba yang lemah dihadapanMu, yang amat sangat butuh pertolonganMu, yang amat sangat butuh petunjukMu. Tiada selain Engkau yang dapat berkuasa.
YaAllah.. maaf ya kalau tangisan ku mungkin masih terkesan spele bagiMu. Menangisi seseorang yang bahkan bukan siapa-siapa. Menangisi seseorang yang.. siapa dia? berani-berani nya mengambil banyak waktu ku.
Bukan dia yang salah. Tapi aku.
Aku yang ngeyel, aku yang bebal dan tidak mau mengikuti apa kata seorang teteh. Waktu itu teh i pernah mengingatkan untuk jangan berbuat lebih jauh.. nanti kamu nya yang akan sakit, kamu yang tak bisa melupakan. Dan benar saja.. setiap kali aku merasa sendiri, aku selalu teringat kebaikan-kebaikan dia untuk ku.
Aku benci, tapi aku rindu.
Aku benci dengan sikap dia yang tak bisa memimpin, tidak punya planning, tidak punya visi misi, tujuan dan impian. Aku benci dengan sikap dia yang terlalu santai sehingga tidak tahu langkah apa yang harus dikerjakan. Aku benci dengan pendapat-pendapat dia yang terkadang kurang meyakinkan.
Tapi, aku rindu. Rindu dengan sosok yang selalu menjadikan ku ratu, act of service nya amat sangat tinggi. Rindu dengan sosok yang selalu mendengarkan keluhan ku dengan tidak men-judge. Rindu dengan sosok yang selalu mengalah padahal aku sering membuat amarah. Rindu dengan sosok yang selalu menuruti kemauan ku, padahal aku tak pernah menuruti kemauan nya. Rindu dengan sosok yang amat sabar dengan sikap ku yang amat amat sangat ngeselin dan terus menerus berbuat seenaknya sama dia.
yaAllah. Tolong aku... Tolong aku untuk bisa melupakan semua kerinduan itu.
Maaf yaAllah. Maaf jika tangisan ku sesepele ini.
Saksikan ku yaAllah.. saksikan aku yang berusaha taat walau tertatih. Saksikan aku yang berani memutuskan kontak agar tidak candu dan keterusan demi sebuah ikatan suci dan ketaatan padaMu. Saksikan kerapuhan ku yang hanya bisa ku keluhkan padaMu, tanpa siapapun tau.. tanpa seseorang pun mengerti. Saksikan kesenderian ku yang meski sering sekali menyakitkan tapi aku harus tetap berjuang untuk meraih ridho Mu.
Sungguh, hanya engkau yang paling paling paling mengetahui apa yang terbaik buat ku. Hanya engkau yang mengetahui siapa jodoh ku sebenarnya.
Aku tahu jika pernikahan bukan hanya perihal perasaan, tapi juga logika. Jika memang selama ini hanyalah perasaan ku saja yang dominan sehingga aku melupakan logika ku, tolong yaAllah.. tolong anugerahkan seseorang yang bisa menyeimbangkan keduanya, perasaan dan logika. Bukan hanya logika saja, atau perasaan saja.
YaAllah.. yamujaibisalim. Bismillah kelelahan dan sembab mata ini insyaAllah akan ada waktu nya nanti.. menangis bukan karena rasa sakit dan kecamuk ini, melainkan nangis karena bersyukur dan berterimakasih karena Engkau telah menjawab doa-doa ku, menangis karena kelak dicintai dengan tulus oleh laki-laki pilihanMu.
2 notes
·
View notes
Text
Hadapi dengan senyuman. Semua yang terjadi biar terjadi. Hadapi dengan tenang jiwa. Semua kan baik-baik saja
Shel, hidup itu ujian. Bahagia dan sedihnya semua juga ujian. Bentuk ujian berupa kesedihan, kesusahan, dan sejenisnya seringkali tak kita sukai. Kita selalu ingin hidup ini selalu mulus. Hanya ada kebahagiaan di dalamnya. Sayangnya dunia ini bukan surga, yang ketika kamu mengharap, langsung diberi.
Kesulitan yang Allah kirim mungkin membuatmu takut, tak sanggup melewatinya. Akhirnya ketakutan itu membuat jiwamu gelisah. Shel, bukankah setelah kau berjalan sejauh ini, kamu baik-baik saja? Allah masih ada, masih menolongmu dengan caranya sendiri. Bukankah Dia tidak pernah meninggalkanmu? Bukankah selama ada Allah semua akan baik-baik saja? Hanya perasaanmu, hanya prasangkamu yang membuatnya menjadi tidak baik.
Bila ketetapan Tuhan, Sudah ditetapkan, Tetaplah sudah. Tak ada yang bisa merubah, Dan takkan bisa berubah
Shel, kita lahir membawa jalan takdir masing-masing. Tak sama satu dengan yang lainnya. Ada yang Allah beri kemudahan di satu hal, tapi Allah beri kesulitan di hal lain. Semua itu sudah Allah takar. Dan yang terjadi sekarang adalah ketetapan-Nya yang terbaik, meskipun mungkin tidak kamu sukai. Kamu ingin menggugat takdir Allah. Tapi bukankah Allah Maha Mangetahui dan Maha Teliti? Kamu tau apa tentang masa depanmu? Bukankah semua itu dirahasiakan-Nya? Lalu mengapa tak kamu perbaiki saja prasangkamu itu? Bukankah juga ketika kamu dibuat menunggu, Allah benar-benar memberi sesuatu yang bahkan jauh lebih baik dari yang kamu inginkan?
Relakanlah saja ini, Bahwa semua yang terbaik. Terbaik untuk kita semua. Menyerahlah untuk menang
Shel, semua ketetapan-Nya selalu baik. Seringkali memang kita diuji dengan hal yang kita benci. Kamu tau harus apa kan? Ya, sabar. Dan bukankah kamu tahu bahwa pahala kesabaran itu tiada batas?
Shel, kamu tahu? Kelapangan dada adalah hal yang penting dalam hidup. Mungkin karena itu Nabi Musa a.s minta kelapangan dada. Bukankah lautan takkan berubah warna ketika dituang air hitam seember? Bukankah air dalam gelas akan cepat hitam ketika dituang sesendok kopi?
Shel, belajarlah untuk menerima setiap ketetapan-Nya meskipun kau rasa pahit, meskipun hikmah itu belum diungkap-Nya. Yakinilah, semua ketetapan Allah itu baik. Serahkah semuanya pada pemilikmu. Bukankah Allah Maha Adil dan Dia mustahil zalim?
Inilah jalan hidupmu yang terbaik dengan segala kelokan, turunan, dan tanjakannya. Tetaplah berjalan memegang kemudi keimanan. Tak apa perlahan, karena yang penting adalah menyelesaikan tugasmu untuk memenuhi bekal perjalanan pulang. Berdoalah kepada-Nya agar ditolong untuk berprasangka baik kepada-Nya, untuk ridha dan ikhlas pada apa pun yang terjadi dalam hidupmu, yang kau suka ataupun tidak.
Berdoalah, berjalanlah, berdoalah lagi hingga kau sampai ke tujuan hidupmu itu.
70122
3 notes
·
View notes
Text
Ruang Tunggu dan Rasa Cukup
Tiga tahun yang lalu, tepatnya 2021 rutinitas yang saya jalani dalam beberapa waktu adalah belajar bahasa inggris setelah subuh, kemudian berangkat kerja nine to five dan malamnya kembali belajar bahasa inggris. Namun, hal yang saya tuju ternyata tidak sampai.
Singkat cerita, biidznillah, tujuan itu sampai pada hari ini setelah 3 tahun lamanya, setelah melewati banyak perjalanan, pemaknaan dan proses pengambilan keputusan yang menurut saya sangat banyak menyita energi.
Hari ini saya mencatat pemaknaan dari proses perjalanan tersebut. Tentu, ini sebagai pengingat saya dimasa depan dan semoga turut bisa diambil hikmahnya bagi yang membaca.
Memaknai Ruang Tunggu
Setiap tujuan, ada masa tunggunya. Beberapa orang harus menunggu lama,sebagaian lagi cepat. Untuk memiliki keturunan Nabi Zakariya harus menunggu lama dengan segenap kesabaranya. Begitu pula Nabi Yusuf untuk bertemu ayahandanya, begitu pula Nabi Muhammad untuk kembali di tanah kelahiranya. Jika kita membaca perjalananya, sangat amat tidak mudah dalam menjalani setiap langkah di ruang tunggu mereka. Dalam perjalananya, para manusia terpilih ini mengajarkan bahwa emosi dapat saja berubah-ubah mulai dari rasa takut, khawatir, rasa gelisah dan emosi-emosi lainya. Namun, satu hal yang tidak boleh berubah, cara merespon setiap emosi dan peristiwa dengan prasangka baik pada Allah.
Bagi kita yang masih ada di ruang tunggu, mari bersabar. Ada hal-hal menakjubkan yang menunggu di depan sana.
Memaknai Takdir
Syaikh Mutwally Asy Syarawi suatu hari pernah berkata "Ketika Allah menahanmu dari sesuatu, Dia akan mendekatkanmu pada sesuatu yang lebih baik." Kemudian, ada nasehat tambahan dari Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, "jangan benci sesuatu yang Allah pilihkan buatmu. Setiap sakit ada ganjarannya, setiap jatuh ada bangkitnya."
Ada beberapa hal yang terkadang tidak cukup dimaknai dengan logika. Keterbatasan kita sebagai seorang hamba terkadang hanya mengharuskan kita untuk percaya bahwa apapun yang kita jalani hari ini adalah hal yang terbaik. “In the small matters trust the mind, in the large ones the heart.” begitu kata Sigmund Freud.
Kita tidak tahu masa depan mana yang terbaik, mengapa kita tidak percayakan saja pada yang Maha Mengetahui masa depan?
Memaknai ikhtiar dan tawakal
Kita harus berjuang masksimal - tanpa henti. Namun yang boleh berjuang hanyalah fisik ; pikiran, tangan,kaki dan badan. Tidak dengan hati. Hati kita harus terlepas dari segenap sebab-sebab tersebut. Denganya, segala bentuk usaha kita apapun hasilnya nanti ; entah tercapai atau tidak, akan berakhir dengan kebaikan dan menuju pada ketenangan. Kita telah memenangkanya!
Ikhtiar adalah bagian dari perintah Allah. Oleh karenanya kita melaksanakanya dengan sebaik-baiknya. usaha bisa saja menghianati hasil, namun Allah tidak pernah menghianati dan menyianyiakan usaha dari seorang hamba.
Pada akhirnya, kita harus memahami bahwa Allah tidak pernah mendzhalimi hambaNya
"Dan siapa yang paling setia menepati janji selain Allah?"
At Taubah 111
minta sama Allah!
Kalau dulu saya pernah mendengar nasihat Ustadz Yazid, bahwa kalau kita ingin sesuatu, kita minta sama Allah.
Dan meminta itu bukan minta yang terbaik, tapi minta yg Kita inginkan, di situ lah rukun pertama roja tadi, berharap.
Lalu kita pun berdoa dengan bersungguh2 dan berusaha, untuk memenuhi rukun kedua, Khouf, saking bersungguh-sungguh-sungguhnya sampai takut tidak terwujud.
Insya Allah, kalaupun yang terjadi sebaliknya kita ga akan kecewa, di situlah rukun yg ketiga muncul, hubb atau cinta dengan ketentuan Allah.
Kok bs ga terkabul malah “seneng”? Karena kita sudah melakukan apa yg harus kita lakukan. Apakah sama orang yg ga usaha dengan yg usaha? Tentu tidak. Orang yg ga usaha sudah tahu akan kecewa sejak awal.
Tapi orang yg usaha ketika tidak berhasil akan kecewa saat itu aja. Selebihnya dia akan menerima ketentuan Allah, dan dia yakin ini yang terbaik buat dia.
maa syaa Allah :’)
itu nasehat teman saya beberapa tahun yang lalu, yang saya simpan di notes hp.
2K notes
·
View notes
Text
Sedikit Curcol di Tempat Kerja 🌵🍀🪴
Hati orang itu mudah banget buat berubah. Kayak mood. Tapi kalau mood bisa cepet banget berubahnya. Hari ini seneng, beberapa waktu kemudian sedih. Hari ini sedih, besoknya bahagia. Kan ga ada yang bisa mengatur, kecuali diri kita sendiri. Beberapa waktu belakangan, dengar kabar yang sangat tidak menyenangkan tapi terkadang dapat juga kabar menggembirakan. Balance dengan kejadian yang berbeda di hari itu.
Semuanya berjalan dengan baik, akan terus baik bila diiringi rasa syukur. Kalau capek datang, langsung ingat tujuan melakukan ini tuh sebenarnya untuk apa dan siapa. Terus walaupun banyak hal yang membuat kita sebal, kesal, jengkel dll selalu ingat masih ada banyak hal juga yang bisa membuat kita tersenyum. Pagi-pagi usai subuh, meski diiringi kantuk yang luar biasa, kudu semangat meskipun anak-anak lebih banyak malasnya. Ada yang belum mandi, aromanya semriwing :'), ada yang ngantuk terus kepalanya ngangguk-ngangguk, ada yang sibuk curhat membanggakan prestasinya tidak tidur ketika zikir setelah solat, juga ada yang ogah-ogahan ngaji karena males.
Sebenarnya kita hanya butuh sabar, syukur, ikhlas dan bahagia. Ga perlu menginginkan mereka sesuai kehendak kita harus gimana, setidaknya kita memberikan hal yang baik agar mereka tidak keluar dari jalur. Masih peralihan, masa bocah-bocahnya masih ada jadi wajar kalau emosi ketika melihat mereka bandel. Tinggal kitanya saja pintar-pintar mengelola. Bukannya bangga bisa memarahi mereka yang bandel, justru penyesalan luar biasa. Makanya selalu intropeksi lebih dulu, terutama bila mereka sudah keterlaluan. Khawatir perkataan yang keluar itu adalah sesuatu yang Allah benci. Sungguh, jangan sampai kita menyesal mengeluarkan perkataan yang tidak-tidak ketika marah. Cara tiap orang mencari kesuksesan itu beda, sifat manusia itu beda, bahkan anak kembar sekalipun.
Maka dari itu, cara mendidik juga berbeda adalah hal yang wajar. Kita perlu melihat dari sudut pandang lain, bagaimana seharusnya mendidik mereka. Kita adalah contoh, ketika menjadi guru. Selebriti, begitu kata manajer saya. Intinya, ikuti hati nurani. Karena penilaian orang lain tentu berbeda. Siap-siap saja bila terlihat buruk, karena orang lain juga memiliki metode tersendiri untuk mendidik anak didiknya.
Ada aja tingkah aneh, nyebelin, lucu dan absurd dari mereka2 ini😂. Hahaha.
0 notes
Text
"Kalau aku pergi kayaknya ga akan ada yang nyari juga deh. Karena semua orang punya urusannya sendiri. Mereka juga bosan pasti mendengar keluhanku yang itu-itu saja."
Itu adalah pikiranku belakangan ini. Capek ya. Mengontrol suasana hati dan pikiran sendiri yang gak karuan. Diluar sih kelihatan tenang, dalamnya rame banget. Sampai susah tidur dan ingin tidur terus.
Yang aku sadari, aku jadi susah untuk fokus. Apapun yang aku lakukan, misal sedang ngobrol atau menonton atau membaca, pikiranku bisa tiba-tiba tergelincir ke arah yang berbeda. Memang katanya yang paling mematikan itu kan : "Pikiran kita sendiri".
Tajuk utamaku masih tentang "Kehilangan".
Dan Jealous.
Sepertinya memang ujianku dalam hidup seputar ini. Beberapa kali mengalami kehilangan orang-orang yang aku butuhkan. Karena aku tipikal yang tidak bisa sendiri. Bergantung dengan orang lain. Haus dengan kasih sayang. Haus dengan perhatian. Yah kemelekatan dengan orang lain.
Ah baru menyadari, kalau aku kembali menulis artinya hidupku sedang tidak baik. Karena ketika aku merasa hidupku baik, aku terlalu fokus menikmati sampai tidak ada waktu untuk menulis. Ya bisa dibilang menulis adalah cara untuk mengurangi keramaian di pikiranku.
Kembali lagi, selain kehilangan ada perasaan jealous. Iri dengan kehidupan oran lain yang "normal". Masih punya orang tua (walaupun bercerai), masih punya suami (walaupun hubungannya hambar), masih punya anak (walaupun capek ngurusin), masih punya pacar (walaupun tidak sesuai norma)
Sedangkan aku punya siapa?
Pasti kamu mau jawab, punya Allah. Ya aku paham. Tapi yang tadi aku bilang, kemelekatan. Manusia juga butuh sentuhan untuk merasakan sayang. Seseorang yang hadir, memegang tangan kita ketika sedih. Memeluk dan mengatakan, tidak apa-apa. Psikolog / Psikiater? Nope. Mereka bisa. Tapi perasaannya beda. Bukan itu yang aku cari. Rasa sayang dan menyayangi dengan taraf bukan ke saudara / teman.
Mungkin aku beruntung support systemku baik. Tapi ga bisa di pungkiri, terkadang rasa kesepian tetap ada. Mau jungkir balik menyibukkan diri, lari kesana kemari, rasa itu masih ada. Rasa yang bikin tidak nyaman dan benci dengan hidup.
"Tapi itu semua harus dilewati. Aku janji kamu bakal sampai di tujuan akhirnya. Aku ga bisa janjiin kapan, tapi kamu pasti sampai", kata psikologku.
Jadi ya saat ini aku hanya berusaha melewatinya. Walaupun masih akan terseok-terseok. Menyadari apa yang aku rasakan. Memahami apa yang terjadi. Mencoba menerima diri dan keadaan. Karena ini yang paling sulit : BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI.
Yang paling di tekankan, jangan menyerah dengan bunuh diri dan melakukan self-harm(lagi).
Sibukkan diri, cari kegiatan! Sudah pernah. Memang kamu kira aku tidak berusaha juga untuk itu? Mencari kegiatan yang menyenangkan juga challenging untuk ku yang anxiety. Ada masanya aku melakukan hal yang diluar zona nyamanku, tapi rasanya tetap kosong. (Ah jadi perasaan ini mungkin yang dulu dia rasakan, tapi salahnya dia memilih untuk berhenti berjuang.)
Aku masih mencari identitasku yang hilang. Terombang ambing di tengah laut. Kadang terbawa arus baik, kadang terbawa arus jahat. Bingung. Takut. Apakah setiap kehilangan seseorang nantinya akan menjadi pemicu untuk relapse lagi? Karena rasanya sesak sekali.
1 note
·
View note
Text
Aku, Kamu, Rasa (2)
/1/
'Boleh nggak aku minta waktu kamu 12 jam minggu ini? Ada yang ingin aku selesaikan dan aku butuh kamu ada.'
Sudah 12 jam sejak pesan itu aku kirim padamu hingga akhirnya kau balas.
'Aku jemput kamu minggu ini jam 12 siang.'
Tanpa pertanyaan kau menjawab pesanku. Aku hanya tersenyum simpul.
Malam ini akan aku kumpulkan semua kenangan itu. Membiarkannya menjadi satu. Karena hanya itu alasanku menemuimu. Berharap mampu menghanyutkan segala jenis rasa yang tak pernah terbuang jauh. Berharap aku terbangun dari mimpi-mimpiku yang semakin kelabu.
Minggunya, tepat jam 12 siang kau berdiri di ambang gerbang rumahku. Tersenyum singkat saat aku menghampiri. Senyum yang kusanjung selalu dalam benakku.
Beiringan kita melangkah. Meninggalkan halaman rumah itu yang pernah jadi saksi bisu. Sejenak aku berhenti. Kembali menyakinkan hatiku jika sudah waktunya mengakhiri. Meski tidak tahu sejak kapan memulainya tetap saja ini sudah bertahun lamanya sejak aku ingin mengakhiri.
"Kenapa?" Kau ikut berhenti. Menatapku.
Tidak, seharusnya aku biarkan saja. Bagaimana jika aku katakan lalu aku tak dapat melihat irismu lagi? Aku tidak cukup siap untuk itu.
"Kenapa?" tanyamu lagi. Tapi bagaimanapun juga sudah waktunya. Aku ingin berlalu. Tak terjebak olehmu yang tak mampu kujangkau.
Akhirnya aku menggeleng. Menyampaikan padamu bahwa tidak ada apa-apa. Kau kembali melangkah. Kali ini kita tak beriringan.
"Kita mau kemana?" tanyamu saat sudah berada di kursi kemudi.
"Kemana aja asalkan berdua." aku tertawa kecil menanggapi.
Tapi kau diam. Menghidupkan mesin mobil dan melaju membawaku menuju akhir.
Pertama. Kau memutuskan singgah di sebuah restoran seafood. Memesan kepiting asam manis pedas dua porsi. Kesukaanku.
"Kamu nggak makan?" tanyamu saat kau mendapatiku yang asik menatapmu menyantap menu. Aku tersenyum singkat lalu mulai menyantap menu. Ah, memang seharusnya aku menikmati hari ini bukan?
Kedua. Kau hanya membawa mobil tanpa tujuan, memutari kota. Hanya ada satu dua percakapan antara kita. Tak ada yang penting dan aku sendiri tidak tahu mau memulai pembicaraan darimana.
Ketiga. Kau akhirnya memutuskan keluar dari pikuknya kota. Melajukan mobil meninggalkan kota tempat kita dibesarkan.
Tiga jam hingga akhirnya kita sampai. Aku tahu tempat ini. Tempat yang pernah menyimpan cerita kita. Tempatku mengenangmu saat rindu tertahan.
Kau menepikan mobil. Begitu aku keluar suara ombak yang menggulung menyambut. Panas yang menyengat langsung terasa. Aku berjalan mendahuluimu. Memutuskan duduk dibawah pohon rindang yang sama. Pohon yang pernah menyaksikan kebohonganku. Aku melepaskan sepatu membiarkan pasir merambah menjajah kakiku.
Kau menyusul. Duduk tepat disebelahku. Tanpa bertanya kita menikmati suara alam paling indah itu. Suara yang dulu sangat aku benci. Menikmati semilir angin pantai kala senja menyapa. Hanya menikmati tanpa obrolan apapun. Cukup lama hingga kau lebih dulu menarikku ke dunia nyata.
"Mau bicara apa?" Kau bertanya, menatapku dengan sorot mata yang selalu aku rindukan.
Dan aku masih diam, masih takut untuk memulai.
"Katakan saja." Kau menatapku, kali ini seakan memintaku bicara karena kau tahu kemana pembicaraan ini bermuara.
"Ada sesuatu yang ingin aku lalui, selama ini aku terus berlari tapi nggak pernah sampai ke garis akhir. Hari ini aku ingin sampai ke garis itu..." Aku menarik napas. Sulit sekali mengatakannya. Tapi harus aku katakan, aku sudah melihat garis itu, aku pasti bisa mengakhirinya.
Dan...
"Aku mencintaimu.."
-----
/2/
"Aku mencintaimu.."
Ini diammu yang amat panjang. Kebisuan yang aku takutkan akan terjadi selamanya. Tapi kali ini aku ingin berpartisipasi. Mengambil peran untuk kisah yang diam-diam kita rajut dan nikmati. Meski tak pernah membicarakannya secara gamblang aku tahu kau menyimpan namaku diam-diam, layaknya aku.
Aku memang terlalu pengecut kala itu, juga sekarang. Saat aku tak punya kemampuan menggenggammu aku justru membuat keadaan semakin rumit. Ah, cinta.
"Seharusnya itu dialogku." Kau menepis sepi, tertawa tanpa ekspresi.
"Maaf." Apakah ada kata lain yang pantas diucapkan oleh pecundang sepertiku?
"Kenapa?"
Kenapa? Sama sepertimu, kau tahu bukan mengatakan perasaanmu padaku akan sia-sia. Lalu kenapa masih kau lakukan. Menghancurkan pertahananku?
"Apa aku nggak punya hak untuk mengatakannya?"
Aku telah merebut sepimu bertahun. Untuk terakhir kalinya biarkan aku membuatmu menangis, sebab di masa depan aku akan mewakili airmatamu untuk setiap kisah kita yang berakhir tragis.
Aku pernah menyesali tak mengatakan rasa ini sejak awal. Sebab aku pikir kau akan selalu disini, menemaniku tanpa henti. Bagiku akan selalu ada hari esok untuk pernyataan cinta yang romantis. Dan beralasan masih muda, aku sibuk bermain ke banyak hati, hingga saat aku ingin kembali, kau telah beralih.
"Jika mencintaiku, kenapa memilih laki-laki lain?"
Keparat. Kau tahu seberapa banyak aku memaki diri sendiri, begitu sejak kau pergi. Kau tahu aku laki-laki brengsek bukan? Akan aku perankan ini hingga akhir. Kau yang memulai, katamu untuk garis akhir, akan aku tunjukkan padamu bagaimana bermain curang.
Apa yang kau harapkan dengan mengajakku kesini? Jelas ini untuk menggali kembali cerita yang kau paksa usai. Aku sudah siapkan hati untuk jatuh sendiri, sebab kau telah memiliki untuk memeluk semua luka. Tapi, jika kau katakan cinta hanya untuk membuat perasaanmu baik-baik saja bukankah aku juga berhak mengatakannya. Barangkali, besok kau sadari, cinta masih diatas segalanya.
"Aku.." Airmatamu mengalir, entah untuk keberapa kali. Diammu kembali mengambil alih.
"Kenapa mengatakannya saat kamu tahu kita tak akan bisa bersama lagi? Kenapa?" Aku tergugu. Kali ini egois bahkan tak bisa membuatku menjadi lelaki brengsek. Aku payah. Sialan. Airmata ini kenapa tak mau berhenti.
"Aku ingin melepaskan semuanya."
"Lalu aku? Aku harus bagaimana? Saat semua terlambat dan kamu memilih melepaskan perasaan itu, aku bagaimana?"
Aku tak pernah merasakan sekecewa ini. Amarah, egoisme, rasa bersalah juga keinginin memilikimu menyerbu menjadi satu.
Kau mendongak menatap mataku. Airmata itu, sudah berapa banyak yang kau tumpahkan atas namaku? Sialan, memang akulah yang brengsek disini.
Kali ini saja, kali ini saja biarkan aku egois untuk terakhir kalinya. Kau masih tergugu saat aku memelukmu, mendekap semua cinta yang akan berlalu.
Di bawah langit sore, diantara deburan ombak, bertemankan semilir angin, manis bibirmu menjadi cerita akhir.
Dan kita kembali keparaduan masing-masing.
-----
/3/
Alfian menarik napas pelan lalu membuangnya perlahan. Ia menyerahkan satu lembar undangan, menunjukkannya pada penerima tamu.
Ini mungkin waktu yang berat, tapi Alfian tahu ia harus menghadapi semuanya. Tidak ada yang salah, penyesalan yang berulang kali mampir cukuplah sudah. Lagipula, cinta tentang merelakan bukan? Ya, termasuk rela melepaskan dan rela melihat ia bahagia meski tidak dengan kita.
"Mas Fian, saya pikir tidak akan datang." Laki-laki itu tersenyum tipis. Lalu menghampiri seorang gadis yang dibalut kebaya warna biru muda yang menyapanya.
"Saya mau cari perhatian, butuh belaian." Ucapnya asal dengan seringai lebar, sembari menyamai langkah gadis itu menuju kerumunan. Di kejauhan ia melihat pasangan pengantin yang sedang tersenyum bahagia menyambut ucapan selamat dari tamu yang berdatangan.
Ah, seperti ini rasanya melihat orang yang kita cintai tersenyum bahagia. Tidak seburuk kata orang-orang. Justru rasanya semacam, ini keputusan yang tepat.
"Itu loh mas akibatnya kalau terlalu banyak main kesana kemari, giliran pulang eh rumahnya udah ada yang punya." Gadis berkebaya biru muda tertawa renyah, senang sekali menggoda Alfian yang masih memusatkan tatapannya pada sepasang pengantin tersebut.
Rasanya susah sekali bagi Alfian menyembunyikan semua rasa di hati dari gadis yang berdiri disampingnya sekarang. Gadis itu terlalu tahu bagaimana ia terjatuh pasca hari itu, hari dimana sebuah kisah berarti dalam hidupnya ditutup usai. Gadis itu yang menemani malam-malam panjangnya, menghiburnya dengan sepenuh hati. Bahkan berjanji untuk menjadi biro jodoh khusus untuk Alfian saja, demi membuat laki-laki itu tertawa.
Perlahan Alfian sadari, apa yang tersembunyi dari pengorbanan kecil itu.
"Ini gara-gara kamu, kan sudah saya bilang jaga kakak sepupu kamu itu saat saya pergi." Alfian mendelik, gadis berkebaya biru hanya tertawa pelan.
"Kalau ada yang siap jaga dia sepenuh hati, tidak masalah dong. Lagian ya mas, saya juga butuh dijaga." Gadis itu tertawa.
Alfian menoleh, menatap sempurna gadis berkebaya biru.
"Kalau saya yang jaga, boleh?"
-----
/4/
Rena menyalami satu-persatu tamu, memasang wajah semanis mungkin. Bukan berpura-pura, tapi tetap dipaksakan karena pipinya sudah kelelahan sejak pagi tadi. Gaun warna putih gading yang melekat pada tubuhnya saja sudah terasa berat, padahal saat mengenakannya ia benar-benar merasa bagai putri dalam dongeng.
"Dek, kamu capek?"
Rena menoleh, wajah laki-laki yang beberapa jam lalu resmi menjadi suaminya masih segar. Membuat Rena tidak enak hati untuk mengangguk.
"Kamu istirahat aja nggak apa-apa."
Susah sekali membohongi laki-laki itu. Ia selalu mengerti Rena, memahami segala gundah dalam hati gadis itu. Hal itu pulalah salah satu dari sekian banyak hal yang membuat Rena menerima lamaran laki-laki itu. Meski saat itu separuh hatinya masih untuk laki-laki yang tak pernah memberi kepastian.
Mereka berkenalan tidak sampai enam bulan. Pertemuan biasa karena urusan pekerjaan. Laki-laki itu pun tak terlihat menyukainya, tidak ada pendekatan yang Rena rasa saat mereka hanya sebatas rekan.
Tapi, seminggu setelah urusan kerjasama berakhir, laki-laki itu bertandang ke rumah, Rena tak percaya. Seminggu setelahnya, resmi sudah Rena dilamar. Gundah berbulan-bulan, Rena tak ingin membohongi perasaan, tapi perempuan mana yang tidak kalah dengan pesona laki-laki baik-baik. Mengajaknya ke jenjang yang serius, tanpa drama tarik-ulur yang panjang.
Sebulan setelah dilamar, Rena memantapkan diri, ia ceritakan semua perdebatan hati. Laki-laki itu bersedia menunggu hingga waktu yang tak pasti, membuat Rena perlahan jatuh hati. Sebulan kemudian Rena katakan keputusan atas dasar kata hati.
Rena menerima lamaran itu.
"Aku duduk sebentar ya, Mas!" Laki-laki itu mengangguk.
Rena baru memutar tubuh saat suara itu menahannya lebih lama.
"Hei, pengantin. Mau kemana?"
Rena tak lagi tertawan. Meski bibirnya mengembang dengan lebar. Seperti ini rasanya melepaskan, setelah bertahun panjang yang melelahkan. Ia senang Alfian datang, sungguh ia senang.
Rena mungkin tak akan pernah melupakan laki-laki itu, tidak akan pernah. Bagaimana bisa ia melupakan cinta pertama, kisah yang menemaninya bertahun lamanya. Tapi tidak melupakan bukan berarti terjebak selamanya, kan?
Rena tesenyum, kali ini tanpa paksaan.
"Hai, Al. Aku pikir undanganku tidak sampai."
SELESAI
15 notes
·
View notes
Text
Tuan aku teringat padamu.
Waktu ku hampir habis di sini.
Tak terasa masa ku akan segera usai.
Namun tuan,.
Aku tak pernah tahu..
Jika, memori tentang mu sedikit banyak telah terputar begitu saja.
Bak, video memori.
Semua tentangmu, aku jelas mengingatnya.
Tuan, andai saja pertemuan mu dengan ku tak berakhir karena perbedaan
Tangan ku mengadah sedangkan tanganmu engkau genggam.
Caramu dan tindakanmu membuat aku terpana.
150 hari lamanya aku mengenalmu.
Dan sebatas itu Tuhanku mengizinkan aku mengenalmu.
Tuan, pada saat itu aku ingin mendoakan mu
Menjamah mu lewat bait-bait doaku.
Tapi, apakah doa itu sampai ?
Tentu, tidak tuan.
Itu sebabnya Tuhan mu dan Tuhan ku menjauhkan kita berdua.
Di hari terakhir mu,
Aku ingin berada dalam gambar bersamamu.
Tapi, aku merasa pilu.
Benci dengan perpisahan.
Itu sebabnya aku enggan memberi ruang untuk melihat mu di saat-saat terakhir.
Tuan, selepas kamu pergi.
Ada beberapa manusia yang hadir.
Masing-masing dari mereka mempunyai tujuan yang sama yaitu penasaran.
Apakah kau sama dengan mereka?
Salah satu dari mereka, ku izinkan mengenalku.
Karena ku pikir dia adalah temanmu.
Dan akhirnya dia memberi ku luka.
Dia berhasil membuatku trauma dan hilang rasa percaya.
Dia berhasil membuatku merasa tak pantas untuk dicintai.
Rasa ?
Aku tak memiliki perasaan apapun untuk-nya Tuan.
Namun, aku memberi rasa percaya.
Bagiku rasa percaya itu mahal Tuan.
Itu sebabnya, aku merasa kecewa.
Tapi, tuan.
Aku tak merasakan sakit apapun ketika dia menipuku.
Yang kurasakan saat ini adalah aku merindukan moment saat bersamamu.
Tempat itu, akan selalu aku ingat tuan.
Karena, tempat itu mengingatkan ku..
Jikalau, kamu adalah manusia dengan love language yang aku sukai.
Philocalist_NH
22 Agustus 2024
1 note
·
View note
Text
Tuhan,,, tolong sembuhkan rasa sakit yang tak bisa aku jelaskan kepada siapapun, bahkan aku sendiripun belum bisa memahami diriku sendiri.
Aku selalu berdoa, aku hanya ingin dunia dan semestaku tidak diganggu wanita lain lagi. pun aku tidak ingin menjadi penyebab runtuhnya dunia wanita lain.
Sebab aku tau, akuuu benar benar tau bagaimana rasanya menjadi korban yang tidak tahu apa-apa. maka aku benar-benar tidak ingin ada wanita lain yang sakit hati karena keberadaanku.
aku tidak ingin ada wanita lain yang merasa dunianya aku rebut...
aku pernah membenci seseorang yang datang ke hidup keluargaku dan menghancurkan mentalku,, ya,,, inner child wounds ku yang hingga detik ini tidak bisa disembuhkan,, aku benar benar membenci hal seperti itu,, tapi ternyata dunia berkata lain.... aku menjadi seperti wanita itu,, aku tiba-tiba datang dan menikah dengan laki-laki yang menjadi tujuan hidupnya, aku menghancurkan harapannya,,
gak salah kalau dia benar-benar membenciku, ga salah jg kalau dia bilang aku wanita murahan, ga salah jg kalau dia menyalahkanku karena suamiku dulu meninggalkannya tanpa aba-aba, ga salah juga kalau dia memaki-makiku dengan kalimat" kotor dan kasar..
karena memang ini salahku,,,
mungkin karena aku pernah membenci wanita sepertiku yang datang ke hidup orang lain, sekarang aku kena karma dengan menjadi orang baru yang tiba tiba datang merebut harapan dan kebahagiaanya,
aku... yang kukira diselingkuhi, padahal akulah selingkuhannya,,
betapa rendahnya aku,, kini menjadi orang yang sama seperti wanita yg dulu sangat aku benci. HAHAHA lucu sekali hidup ini...
aku tidak layak bahagia, aku tidak layak dicintai, aku tidak layak diperjuangkan,,, aku benar-benar serendah apa yang dia bilang,, aku sadar itu,,,
harusnya aku bisa minta maaf atas kesalahan besar yang tanpa sadar telah aku lakukan... atas kesalahanku meruntuhkan harapannya... tapi mendengar namanya saja membuatku seketika tak bisa bernafas.. rasa sakit itu benar benar terasa hingga ke ulu hati..
tapi bagaimana dengan perasaanku? apa aku benar - benar tidak berhak untuk mencintai dan dicintai?
tapi apa salahku ? aku memang menghancurkan harapanya, tapi aku pun tak tahu,,,
ya benar saja, ini semua salahku sendiri.. karena aku jelas tahu... kalau kita tidak bisa mengindari rasa kecewa terhadap manusia. sebaik apapun seseorang, dia punya potensi untuk mengecewakan.
Bukan karena dia jahat, tapi karena dia manusia..
begitupun denganku,, bukan aku berniat jahat merebut kebahagiaan orang lain,... tapi karena aku juga manusia...
maafkan aku ! karena aku ingin bahagia 🙇♀️
Laa Khaula Wa La Quwwata Illa Billah... Aku menyerahkan seluruh takdir hidupku kepadaMu Ya Allah... :)
1 note
·
View note
Text
Melepas
Hari itu akhirnya tiba, sudah sejak pagi kami bersiap untuk pergi. Berusaha mengupayakan yang bisa dilakukan. Setelah upaya lain dilakukan, dan masih berproses.
Sesampainya di lokasi, ternyata kami tamu yang datang paling awal. Ada seseorang yang sedang jogging rupanya, namun bukan tamu seperti kami.
"Permisi, lokasi masjid sebelah mana ya?", Tanya kami
"Oh sebelah sana", jawab seorang yg sedang jogging tadi.
Kami datang sekitar 1 jam sebelum acara dimulai. Alhamdulillah, perjalanan lancar sampai tujuan, hanya memerlukan sekitar 1 jam perjalanan.
Acara pun dimulai. Kami masuk dan dijamu. Mengobrol santai dengan salah satu penyelenggara. Mulailah masuk ke acara inti. Disitu kami memulai ke inti pembicaraan, bercerita, tanya jawab, dan berdiskusi.
Satu hal yang tidak terpikirkan olehku sebelumnya adalah, agar tubuh fisikku mau sembuh, aku harus menemukan layer tubuhku yg lebih halus yang merasa sakit. Ah, disitulah aku ditanya,
"Apa pernah disakiti oleh seseorang? Apa sudah memaafkannya?".
Ternyata disitulah masalahnya, ketika masih menyimpan rasa sakit, benci, dendam, iri, dan berbagai hal negatif lainnya dalam diri, maka bukan tidak mungkin hal itu akan menjadi peluang fisik menjadi sakit, juga menarik hal negatif untuk masuk, termasuk gangguan non fisik.
Maafkan, relakan, ikhlaskan,
Orang-orang yang pernah menyakiti. Kejadian-kejadian yang tak sesuai harap.
Bertaubat,
Atas segala tindakan salah yang selama ini pernah dilakukan, baik sengaja ataupun tidak. Baik yang disadari ataupun tidak. Sesali dan berjanji untuk berusaha tak mengulanginya lagi, dan bertekad merubah diri menjadi lebih baik, dalam versiNya.
RidhoNya
Itu menjadi tujuan utama.
0 notes