#Sandyakala
Explore tagged Tumblr posts
sandyaruni · 2 months ago
Text
Tidak ada pertemuan yang tidak direncanakan Tuhan. Kepergian akan meninggalkan jejak-jejak kenangan juga pembelajaran atas suatu pemahaman, meski harus melalui luka yang kita rasakan.
Tumblr media
32 notes · View notes
kelanapermana · 2 years ago
Text
Tumblr media
Merdu untuk Sandyakala
sore nanti aku ingin kita kembali berdua beradu sajak bermakna memiliki melupakan segalanya, tapi tidak hari ini kita menjadi komposisi tapi kamu adalah melodi
sandyakala, adalah saksi tak banyak yang bisa diperbaiki karna tidak ada yang sempurna jika hanya diri sendiri aku bisa menjadi apa saja, karna kamu melodi
kamu irama, mayor dalam cerita ini kamu tahu, kita membentuk harmoni aku akan menunggu, kamu kembali kembali untuk kita kembali bernyanyi menyempurnakan syair, arti memiliki
32 notes · View notes
coffilosofia · 6 months ago
Text
SANDYAKALA
Malam terkadang ingin menjadi Pagi. Betapa ceria warna-warni dunia bergegap gempita kala Pagi tiba. Biru langit dan hijau ladang menopang lengkung-lengkung garis pelangi. Kumpulan awan seputih kapas saling melempar canda menertawakan pasir-pasir di pantai. Malam tergoda turut memiliki semua itu. Pernah beberapa kali Malam hilang harap. Meski banyak Ia merapah permohonan, akan tetapi pada masanya bulan tersandera gerhana jua.
Malam merasa kelam, Ia kesepian.
Pagi bukan tak menyadari. Betapa Pagi pun menyimpan cemburu pada sang Malam yang senantiasa dikelilingi kerlip rasi gemintang. Bintang-bintang tak lelah berpendar meski tanpa suar. Tak jarang Pagi ingin Malam bisa terus menemani, bukan hanya bertemu sesekali. Akan tetapi rasuk sinar matahari pasti terkekang embun pagi. Hasrat ingin menyentuh kelopak yang merekah, apa daya diri hanya bisa berpasrah.
Pagi merasa patah hati, Ia tak boleh memiliki.
Pada dingin udara fajar dan lembut lembayung senja, sering keduanya bersua, tapi tidak untuk bersama. Keduanya hanya mampu bersitatap untuk kemudian terbenam pada gulat peran-peran kehidupan.
Rindu-rindu yang tertasbihkan tetapi bukan untuk saling menggenggam.
Sering Pagi dan Malam tertunduk berpeluh airmata. Hanya semesta masing-masing yang mampu mendekap melalui lirih doa-doa. Airmata keduanya menjelma menjadi bisik risau angin pada rinai-rinai hujan yang memeluk bumi, merintik dalam sewaktu lalu setia menggenang penuh sunyi.
Tak mampu saling meninggalkan namun tak kunjung bisa sejalan berdampingan.
22 notes · View notes
nonaabuabu · 2 years ago
Text
Satu Hari Untuk Selamanya
sebuah flash fiction teruntuk lelaki bermata kelabu, kau masih kata-kata yang ingin aku tuliskan.
"Kenapa bukan dulu kita sadar, kalau kita jauh lebih kuat saat kita bersama?"
Sejenak jantungku berdegup untuk sepersekian detik kemudian menghentikan iramanya. Namun selayaknya kenyataan, ia kembali menemui ritmenya saat kubiarkan aku tersadar bahwa percakapan ini bukanlah angan-angan, dan aku tak boleh mengarangnya menjadi kisah yang indah.
"Aku sadar kok dari dulu, kamunya aja yang enggak."
Lelaki bermata kelabu yang kutinggalkan dalam kenangan itu tersenyum tipis, dan miris. Sedang aku tertawa, memaksa.
Sandyakala, kami bertemu di satu sore yang penat di pantai utara. Saat itu aku sedang menghabiskan masa liburan semesterku dan Kala ada di sana. Perkenalan sederhana di antara deru ombak, kendati satu universitas perkenalan itu berlanjut menjadi hubungan tanpa kata yang barangkali akan selalu menjadi pertemanan.
Aku tak tahu bagaimana rasanya mengangumi seseorang begitu menyenangkan sebelum hari itu aku bertemu dia. Bagiku kita semua hanya manusia yang sesempurna apapun akan memiliki cacat. Hanya saja beberapa orang tak mampu menyembunyikannya, dan sisanya mampu menutupinya dengan hal lain. Itu kenapa tak ada alasan untuk mengagumi seseorang hingga aku menemukannya sore itu.
Mungkin Kala akan menjadi tinta merah dalam buku kehidupanku yang berwarna hitam putih. Ia satu-satunya yang memberikan warna lain namun cukup bersinar untuk akhirnya membakarku alih-alih menciptakan warna baru. Itu kenapa, Kala adalah kenangan yang aku tinggalkan.
Delapan tahun berlalu sejak terakhir kali kami berjabat tangan di wisuda universitas, sisanya tak ada lagi. Tak ada media sosial, tak ada nomor yang bisa dihubungi, aku kembali ke mana seharusnya aku berada, perkampungan nunjauh dari kota. Tenggelam menjadi tulang punggung keluarga, jatuh bangun membangun kehidupan baru untuk akhirnya kembali ke titik di mana Kala adalah semesta yang aku punya.
Usia tiga puluh membawaku kepada perjalanan sebagai perayaan bahwa aku telah begitu cukup kuat untuk segala sialnya kehidupan. Namun rupanya aku cukup salah memilih tempat, pantai utara.
Seperti mengulang memori lama, Kala berdiri di sana. Aku tak tahu bagaimana harus mengatakannya, rasa gelisah yang mendominasi dibanding rasa senang. Hanya saja Kala akan tetap menjadi merah dalam hidupku.
Begitu mata kami bersitatap, ia tersenyum ramah seolah wisuda universitas kami baru terjadi kemarin siang. Menahan segala gejolak yang berserakan aku membalas senyumannya dengan kaku.
Entah bagaimana aku menjadi kosong, hingga kubiarkan waktu bergulir seolah kami tidak melewatkan delapan tahun jeda di mana kehidupan menghantam kami dengan kerasnya.
Aku tertawa banyak dari apa yang aku ingat, aku tersenyum lebih menyenangkan dari yang sudah-sudah. Setiap detik yang kami lalui seolah mengakumulasi banyak perasaan hingga tak ada rasanya detik yang terlewat tanpa aku merasa penuh kebahagiaan.
Padahal, kami hanya menyusuri pantai yang riuh oleh ombak. Duduk menikmati es kelapa muda, bercerita tentang dunia yang tak ada kami. Buku-buku yang menyenangkan, film-film yang bermakna, lagu-lagu penuh kenangan. Hadir Kala mengubah segalanya dari kata sekedar.
Hingga titik akhir, sore dengan burung pelikan yang sedang menyapa bibir pantai. Kala mengatakannya, apa yang seharusnya aku dengar delapan tahun lalu.
"Aku rindu kita yang dulu La. Rasanya membiarkan kamu pergi saat itu kesalahan paling fatal seumur hidup."
"Seingatku kamu bukan seseorang yang suka menyesal."
"Enggak emang sebelum aku sadar, aku tanpa kamu akan selalu terasa sendiri."
Kala menjelaskannya hari ini, bahwa ia dulu tak cukup percaya diri bahwa kata-katanya mampu menahanku untuk tak kembali ke kampung halaman. Ia sadar kami baru menyelesaikan pendidikan, tak ada yang bisa ia janjikan dan beri jaminan kecuali keinginannya untuk tetap ada aku di sisinya. Hanya saja saat itu bagiku tak ada alasan untuk tetap di sisinya saat ia sendiri tak pernah meminta.
"Jangan gegabah menyimpulkan kehidupanmu Kal, seorang istri yang cantik dan anak yang lucu nggak semua orang punya kesempatan memilikinya."
Ya, sebab saat itu ia sudah memiliki seseorang yang lain yang pernah berikan janji. Aku tahu beberapa tahun lalu ia menepati janji itu.
Kala tersenyum pahit, dan aku tak ingin lagi menerjemahkannya.
Seberapa paham pun kita tentang peran seseorang dalam hidup kita, bukankah tak akan ada artinya jika kita tak cukup berani memperjuangkan seseorang. Kala tidak pernah cukup berani untukku, dan aku juga tak pernah cukup berani untuk Kala. Sebab pertemuan kami bukanlah dari sebuah keberanian, maka setidaknya hari ini delapan tahun berlalu, meski cukup terlambat, aku sudah punya jawabannya.
Jawaban yang membawaku pada keberanian, Kala aku tutup dalam setiap buku kehidupanku. Ia hanya kenangan, dan cukup sampai di sana.
Ditulis Maret 2022, Diselesaikan Juli 2023.
58 notes · View notes
segudangpikiran · 8 months ago
Text
"Hamba sudah mengambil keputusan, Tuan Putri. Hamba meyakini sebuah hal, yaitu bahwa cinta itu hakikatnya tak selalu memiliki. Ketika hamba melihat, cinta hamba akan menjadi pengganggu dan hanya mementingkan diri sendiri maka yang demikian itu sama artinya hamba lebih mencintai diri sendiri. Maka mohon maaf dan mohon izin, Tuan Putri, hamba mohon izin mundur."
Ucapan Wirota Wiragati kepada Gayatri dalam buku Majapahit: Sandyakala Rajawangsa pada bab 67
Sedih ketika melihat kisah cinta Wirota Wiragati dan Gayatri kandas karena Gayatri akan menjadi calon istri Raden Wijaya berdasarkan kehendak Sang Prabu, Kertanegara 😢 Begitulah ceritanya sebelum runtuh kerajaan Singasari.
10 notes · View notes
selaksaasa · 1 year ago
Text
Tumblr media
"Ku berharap meski berat
kau tak merasa sendiri"
Semesta ada bukan hanya mencipta bahagia untuk setiap penghuninya, namun terkadang lara juga ikut serta. Seringkali lingkung langit tertawa menyaksikan kegigihan insan di bawahnya, namun rinai pun tak terhindar tatkala membuncah sedihnya.
Kamu yang sedang mengejar suar abstrak kemilau cita, 'ku sampaikan bahwa tak pernah ada asa yang mustahil untuk tercipta. Kamu, pribadi elok yang pantas merasakan indahnya dunia.
Ketika buana enggan lagi memihakmu, ketuk kembali ruang hampa memoar hati dan lihat selaksa harsa yang setia menanti hadirmu. Serta aku, yang akan mendekap erat daksamu.
Aku tahu bentala dan bumantara adalah fatamorgana, tapi aku ingin kau menjadi bimantara yang mampu mengarungi sang mayapada. Janjiku, menggenggam erat tangkaimu hingga hilang semua bulir renjanamu.
Kini aku hadirkan Selaksa Asa. Tempat dengan teramat banyak asa yang kugambarkan dengan terus terbangnya bunga dandelion dari sang sandyakala tercipta hingga kembali hadir lembayung senja.
Serta tempatmu membasuh luka dan menyandarkan jiwa hingga lara pun berjumpa dengan bahagia. Jadi sudikah kau melepas lelahmu ditempatku dan kembali mengejar harsa bersamaku?
3 notes · View notes
najpoem · 1 year ago
Text
Tumblr media
Daksa nya bagai swastamita, paras nya anindita seperti sandyakala, nayanika nya yang selalu ku tatap dari aksa, dahayu senyumannya kirana bagai baskara.
Seperti sang senja, cukup mengaguminya dari aksa tanpa harus memaksanya menetap, karena pada akhirnya, senja juga akan hirap.
-S.N
3 notes · View notes
moosics-blog · 2 years ago
Text
Kutitip rindu kepada bumantara melalui sandyakala,untuk tuan yang mampu memberiku adiwarna melalui aksara yang tuan rangkai.
2 notes · View notes
wandering-memoirs · 2 years ago
Text
Dari Semua Hal Yang Ku Inginkan & Dari Semua Yang Ku Dambakan
“Ku turuni bukit tinggi menjulang. Ku naiki awan-awan mengagumkan. Ku lihat dirgantara berhampar luas.
Bagai kembang cempaka bertebar. Sebuah ukiran kinantan yang begitu mempesona.
Baswara kilat mentari. Sebuah Mustika Adiratna.
Ku pandang hamparan bumantara hijau dan biru menggetar sukma.”
Kan Ku naiki awan-awan. Kan Ku tembus cakrawala. Kan Ku ratakan gunung-gunung. Kan Ku gali pertiwi sampai ujung.
Kan Ku taklukkan semesta bentala. Kan Ku rebut arunika. Kan Ku naikkan sandyakala. Kan Ku pancarkan pancarona. Kan Ku tampakkan swastamita. Kan Ku perlihatkan kirana menyerbak kilau jumantara.
Angan tanpa ujung. Seorang lelaki berkidung. Di tengah jenggala berhambur puspa kusuma segala harum menerka hidung.
Lelaki tanpa candala. Nurani tanpa bimbang. Lelaki karsa baja.
Air bercermin rembulan. Jagat berhias kartika tak beraturan.
Dibawah terang purnama. Bersenandung syair dan kidung purwana. Khikayat apik babad dan batarayudha.
“... Ditembaknya surya sembilan rona. Dibawakannya camani hujan basahi dunia. Ditakklukannya bumi bumantara ...”
“Bersinarlah kau di tengah bumantara. Hei pemuda, jadilah kau legenda!”
Tumblr media
3 notes · View notes
nonaintrovert · 2 years ago
Text
5/28
Tuan, kau pernah menjadi yg bahagia bertandang ke tempat ini. Laut lapang diseberang kota tua. kepada batu-batu pemecah ombak, penjaga di bibir muara. Kau menulis nama-nama. Lalu kepada serakan-serakan buih kasih. Kau juga mencari makna renjana yg menikam perih.
Tuan, kau kerap menyerupa nelayan yg karang, melemparkan kepedihan-kepedihan ke asin lautan. sementara seisi lautan tak pernah mengeluh. kemudian sebelum turunnya sandyakala, kau mulai membangun istana pasir. kemegahan paling sederhana yg mengantar angin membelai nyiur pohon kelapa.
Seperti kau bilang, bahwa dalam lintasanmu dermaga itu hanyalah persinggahan. air yg biru keruh, tak ada camar-camar yg terbang kelelahan, kapal-kapal dengan muatan yg bertumpahan, juga bau amis basah ikan-ikan. Maka teruslah menari bersama gelombang pasang laut, di antara akar-akar udara bakau. yang terbuka, segar dan payau. Sebab adalah milikmu laut rumah, tempat senja lahir dan lelap.
6 notes · View notes
sandyaruni · 2 months ago
Text
Mereka bilang, luka yang kita terima adalah sebuah hukuman. Tetapi, yang lain lagi mengira bahwa luka yang kita terima adalah sebuah ujian.
Alih-alih memperdebatkan label hukuman atau ujian, mengapa tak kita lihat saja kalau luka yang kita rasakan adalah bentuk kasih sayang Tuhan?. Sebagai media pembelajaran, atau pendewasaan mungkin.
Tumblr media
40 notes · View notes
kelanapermana · 2 years ago
Text
Tumblr media
Entah dimana aku membacanya, waktu-waktu mustadjab untuk berdoa salah satunya saat turun hujan dan saat ini gerimis itu sudah mengalun dengan memberikan intronya.
Untukmu, aku doakan yang terbaik hari ini (besokbesok juga) untuk mimpi dan juga cita cintamu agar tuhan selalu memberikan kemudahan untuk setiap prosesnya, agar kamu selalu akrab dengan bahagia apapun ujiannya,
Semoga kamu temui seseorang yang dengannya rumah mendapatkan definisi nyaman dan sederhana, dengannya tulus dan ikhlas itu beradu, berpilin keberkahan-keberkahan juga teduh matanya adalah jalan menuju surga yang kamu, rindukan.
Semoga aku, kamu selalu dilindungi dengan pemahaman-pemahaman yang lurus. tentang rezeki, tentang cinta dan tentang akhir yang indah. semoga aku dan kamu, seiring menuju tujuh yang sama dengan sebaik-baiknya kesiapan hati dan ikhtiar.
Apa yang Melewatkanku tidak akan pernah menjadi Takdirku, dan apa yang Ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku.
10 notes · View notes
coffilosofia · 11 months ago
Text
ELEGEIA
Kumpulan awan berarak-arak, saling bercengkerama lalu malaikat menjelma menjadi tawa diantaranya. Tak perlu lama penjaga langit murka, Ia merapal mantra mengutuk imantaka. Sejenak raut semesta menggelap dan sesegera menjatuhkan sayap-sayap kepedihan ke Bumi.
Berkalang temaram, aku menatap Ia dengan seksama. Alisnya saling bertaut, Ia menundukkan kepala dalam-dalam. Barang sesaat airmatanya menitik, sedihnya tercabik. Tak sanggup Ia meneguhkan diri. Hatinya penat, bebannya berat. Segala yang terpendam kehilangan kemauan untuk tetap diam. Semua tertuang dalam hening kata yang menggantung pada bajra di penghujung senja.
Anarawata, hatiku patah berkeping-keping melihat Ia gundah gulana.
"Jangan tinggalkan aku," bisiknya nyaris tanpa suara. Ruang kosong di antara jemarinya penuh dengan lingkar-lingkar asa. Aku hanya mampu tertegun dalam sunyi. Jawabku tercekat-cekat tak mampu aku berucap.
Duhai, Andamar, andai saja aku dapat memilih jalan suratan. Doaku, semoga kelak engkau mampu menyalakan askara bagi gempita harsa: jadikan Ia candu renjana pada lelana cintaka.
Aku menengadah, menyenandungkan tanya pada Nastabala. Demi masa, aku ingin mendedah rajut takdir yang sesegera terkoyak sandyakala. Aku menyanjungkan aksama pada seluruh loka dan helai udara dimana ingatan bermuara. Pijarnya pernah membara, lalu tiba-tiba dipaksa lupa.
2 notes · View notes
segudangpikiran · 8 months ago
Text
"Kakang, Kakang akan ke mana?"
"Mengikuti ke mana kata hati", jawab Wirota Wiragati
Percakapan terakhir antara tuan putri Gayatri dan seorang prajurit Wirota Wiragati. Dikutip dari buku Majapahit: Sandyakala Rajawangsa pada bab 67.
Setelah percakapan itu, Wirota meninggalkan tuan putri Gayatri tanpa mendengarkan kata hati Gayatri 🥹
4 notes · View notes
byou-shin · 3 months ago
Text
Sani ꦱꦤꦶ
Diselimuti senyapnya kelam buana, terbentang mistar tajam dari matamu menusuk orakelku. ꦢꦶꦱꦺꦭꦶꦩꦸꦠꦶ​ꦱꦺꦚꦥ꧀ꦤ​ꦏꦺꦭꦩ꧀​ꦧꦸꦮꦤ꧈​​ꦠꦺꦂꦧꦺꦤ꧀ꦠꦁ​​ꦩꦶꦱ꧀ꦠꦂ​ꦠꦗꦩ꧀​ꦢꦫꦶ​ꦩꦠꦩꦸ​ꦩꦺꦤꦸꦱꦸꦏ꧀​ꦲꦺꦴꦫꦏꦺꦭ꧀ꦏꦸ꧉​ Menghadap kelambu yang ambang, buah bibirmu merayuku untuk beradu. ꦩꦺꦁ​ꦲꦢꦥ꧀​ꦏꦺꦭꦩ꧀ꦧꦸ​ꦪꦁ​​ꦲꦩ꧀ꦧꦁ​꧈​​ꦧꦸꦮꦃ​ꦧꦶꦧꦶꦂꦩꦸ​ꦩꦺꦫꦪꦸꦏꦸ​ꦲꦸꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀​ꦧꦺꦫꦢꦸ꧉​ Selagi aku berpikir, samar-samar pola geometris perlahan membentuk spiral mulia menuju bagian tengah dari jiwa yang kesepian. ꦱꦺꦭꦒꦶ​ꦲꦏꦸ​ꦧꦺꦂꦥꦶꦏꦶꦂ꧈​​ꦱꦩꦂ​ꦱꦩꦂ​ꦥꦺꦴꦭ​ꦒꦺꦪꦺꦴꦩꦺꦠꦿꦶꦱ꧀​ꦥꦺꦂꦭꦲꦤ꧀​ꦩꦺꦩ꧀ꦧꦺꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀​ꦱ꧀ꦥꦶꦫꦭ꧀​ꦩꦸꦭꦶꦪ​ꦩꦺꦤꦸꦗꦸ​ꦧꦒꦶꦪꦤ꧀​ꦠꦺꦔꦃ​ꦢꦫꦶ​ꦗꦶꦮ​ꦪꦁ​​ꦏꦺꦱꦺꦥꦶꦪꦤ꧀꧉​ Apakah ini adalah perwujudan dari delusi yang telah lama aku impikan? ꦲꦥꦏꦃ​ꦲꦶꦤꦶ​ꦲꦢꦭꦃ​ꦥꦺꦂꦮꦸꦗꦸꦢꦤ꧀​ꦢꦫꦶ​ꦢꦺꦭꦸꦱꦶ​ꦪꦁ​​ꦠꦺꦭꦃ​ꦭꦩ​ꦲꦏꦸ​ꦲꦶꦩ꧀ꦥꦶꦏꦤ꧀​ Dalam hampanya hayat ini, dirikulah yang paing aku benci. ꦢꦭꦩ꧀​ꦲꦩ꧀ꦥꦚ​ꦲꦪꦠ꧀​ꦲꦶꦤꦶ꧈​​ꦢꦶꦫꦶꦏꦸꦭꦃ​ꦪꦁ​​ꦥꦲꦶꦁ​​ꦲꦏꦸ​ꦧꦺꦚ꧀ꦕꦶ꧉​ Namun, lintas gerikmu dalam sandyakala ini menyelamatkanku, melahirkan hasrat dari seekor gagak untuk berbakti kepadamu. ꦤꦩꦸꦤ꧀꧈​​ꦭꦶꦤ꧀ꦠꦱ꧀​ꦒꦺꦫꦶꦏ꧀ꦩꦸ​ꦢꦭꦩ꧀​ꦱꦤ꧀ꦢꦾꦏꦭ​ꦲꦶꦤꦶ​ꦩꦺꦚꦺꦭꦩꦠ꧀ꦏꦤ꧀ꦏꦸ꧈​​ꦩꦺꦭꦲꦶꦂꦏꦤ꧀​ꦲꦱꦿꦠ꧀​ꦢꦫꦶ​ꦱꦺꦲꦺꦏꦺꦴꦂ​ꦒꦒꦏ꧀​ꦲꦸꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀​ꦧꦺꦂꦧꦏ꧀ꦠꦶ​ꦏꦺꦥꦢꦩꦸ꧉​
Wahai, juitaku yang seindah aruna, dalam kalin merah yang perlahan terlepas dari otakku, adakah cintamu yang tertidur? ꦤꦩꦸꦤ꧀꧈​​ꦭꦶꦤ꧀ꦠꦱ꧀​ꦒꦺꦫꦶꦏ꧀ꦩꦸ​ꦢꦭꦩ꧀​ꦱꦤ꧀ꦢꦾꦏꦭ​ꦲꦶꦤꦶ​ꦩꦺꦚꦺꦭꦩꦠ꧀ꦏꦤ꧀ꦏꦸ꧈​​ꦩꦺꦭꦲꦶꦂꦏꦤ꧀​ꦲꦱꦿꦠ꧀​ꦢꦫꦶ​ꦱꦺꦲꦺꦏꦺꦴꦂ​ꦒꦒꦏ꧀​ꦲꦸꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀​ꦧꦺꦂꦧꦏ꧀ꦠꦶ​ꦏꦺꦥꦢꦩꦸ꧉​​ꦮꦲꦲꦶ꧈​​ꦗꦸꦮꦶꦠꦏꦸ​ꦪꦁ​​ꦱꦺꦲꦶꦤ꧀ꦢꦃ​ꦲꦫꦸꦤ꧈​​ꦢꦭꦩ꧀​ꦏꦭꦶꦤ꧀​ꦩꦺꦫꦃ​ꦪꦁ​​ꦥꦺꦂꦭꦲꦤ꧀​ꦠꦺꦂꦭꦺꦥꦱ꧀​ꦢꦫꦶ​ꦲꦺꦴꦠꦏ꧀ꦏꦸ꧈​​ꦲꦢꦏꦃ​ꦕꦶꦤ꧀ꦠꦩꦸ​ꦪꦁ​​ꦠꦺꦂꦠꦶꦢꦸꦂ​ Terbalut dalam bayang-bayang yang tertawa kepadaku, hina ini ingin mencakar ke seluruh sariramu. ꦤꦩꦸꦤ꧀꧈​​ꦭꦶꦤ꧀ꦠꦱ꧀​ꦒꦺꦫꦶꦏ꧀ꦩꦸ​ꦢꦭꦩ꧀​ꦱꦤ꧀ꦢꦾꦏꦭ​ꦲꦶꦤꦶ​ꦩꦺꦚꦺꦭꦩꦠ꧀ꦏꦤ꧀ꦏꦸ꧈​​ꦩꦺꦭꦲꦶꦂꦏꦤ꧀​ꦲꦱꦿꦠ꧀​ꦢꦫꦶ​ꦱꦺꦲꦺꦏꦺꦴꦂ​ꦒꦒꦏ꧀​ꦲꦸꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀​ꦧꦺꦂꦧꦏ꧀ꦠꦶ​ꦏꦺꦥꦢꦩꦸ꧉​​ꦠꦺꦂꦧꦭꦸꦠ꧀​ꦢꦭꦩ꧀​ꦧꦪꦁ​​ꦧꦪꦁ​​ꦪꦁ​​ꦠꦺꦂꦠꦮ​ꦏꦺꦥꦢꦏꦸ꧈​​ꦲꦶꦤ​ꦲꦶꦤꦶ​ꦲꦶꦔꦶꦤ꧀​ꦩꦺꦚ꧀ꦕꦏꦂ​ꦏꦺ​ꦱꦺꦭꦸꦫꦸꦃ​ꦱꦫꦶꦫꦩꦸ꧉​ Sebuah tragedi yang tiada habis akan puasnya cinta seorang kekasih. ꦱꦺꦧꦸꦮꦃ​ꦠꦿꦒꦺꦢꦶ​ꦪꦁ​​ꦠꦶꦪꦢ​ꦲꦧꦶꦱ꧀​ꦲꦏꦤ꧀​ꦥꦸꦮꦱ꧀ꦤ​ꦕꦶꦤ꧀ꦠ​ꦱꦺꦪꦺꦴꦫꦁ​​ꦏꦺꦏꦱꦶꦃ꧉​ Akar busukku sayup-sayup merambat dan arunika ini kembali hidup oleh karena heliamu. ꦲꦏꦂ​ꦧꦸꦱꦸꦏ꧀ꦏꦸ​ꦱꦪꦸꦥ꧀​ꦱꦪꦸꦥ꧀​ꦩꦺꦫꦩ꧀ꦧꦠ꧀​ꦢꦤ꧀​ꦲꦫꦸꦤꦶꦏ​ꦲꦶꦤꦶ​ꦏꦺꦩ꧀ꦧꦭꦶ​ꦲꦶꦢꦸꦥ꧀​ꦲꦺꦴꦭꦺꦃ​ꦏꦫꦺꦤ​ꦲꦺꦭꦶꦪꦩꦸ꧉​
Oh, juitaku, ketika fajar membentang, akankah kau masih menjadi kekasihku? ꦎꦃ꧈​​ꦗꦸꦮꦶꦠꦏꦸ꧈​​ꦏꦺꦠꦶꦏ​ꦥ꦳ꦗꦂ​ꦩꦺꦩ꧀ꦧꦺꦤ꧀ꦠ��​꧈​​ꦲꦏꦤ꧀ꦏꦃ​ꦏꦲꦸ​ꦩꦱꦶꦃ​ꦩꦺꦚ꧀ꦗꦢꦶ​ꦏꦺꦏꦱꦶꦃꦏꦸ​ Jika aku dapat terus tenggelam dalam utopia ini, aku akan selau mendekapmu disisiku, menyintang roman yang tercipta indah di hadapanku. ꦗꦶꦏ​ꦲꦏꦸ​ꦢꦥꦠ꧀​ꦠꦺꦂꦪ꧀ꦱ꧀​ꦠꦺꦁ​ꦒꦺꦭꦩ꧀​ꦢꦭꦩ꧀​ꦲꦸꦠꦺꦴꦥꦶꦪ​ꦲꦶꦤꦶ꧈​​ꦲꦏꦸ​ꦲꦏꦤ꧀​ꦱꦺꦭꦲꦸ​ꦩꦺꦤ꧀ꦢꦺꦏꦥ꧀ꦩꦸ​ꦢꦶꦱꦶꦱꦶꦏꦸ꧈​​ꦩꦺꦚꦶꦤ꧀ꦠꦁ​​ꦫꦺꦴꦩꦤ꧀​ꦪꦁ​​ꦠꦺꦂꦕꦶꦥ꧀ꦠ​ꦲꦶꦤ꧀ꦢꦃ​ꦢꦶ​ꦲꦢꦥꦤ꧀ꦏꦸ꧉​ Menggeliatlah, wahai mahkotaku dan menarilah serentak mengikuti denyut nadi tali jiwa ini. ꦩꦺꦁ​ꦒꦺꦭꦶꦪꦠ꧀ꦭꦃ꧈​​ꦮꦲꦲꦶ​ꦩꦃꦏꦺꦴꦠꦏꦸ​ꦢꦤ꧀​ꦩꦺꦤꦫꦶꦭꦃ​ꦱꦺꦫꦺꦤ꧀ꦠꦏ꧀​ꦩꦺꦔꦶꦏꦸꦠꦶ​ꦢꦺꦚꦸꦠ꧀​ꦤꦢꦶ​ꦠꦭꦶ​ꦗꦶꦮ​ꦲꦶꦤꦶ꧉​ Gugur dan rapuh ke dalam ragamu, menyala selira adam seorang putri. ꦒꦸꦒꦸꦂ​ꦢꦤ꧀​ꦫꦥꦸꦃ​ꦏꦺ​ꦢꦭꦩ꧀​ꦫꦒꦩꦸ꧈​​ꦩꦺꦚꦭ​ꦱꦺꦭꦶꦫ​ꦲꦢꦩ꧀​ꦱꦺꦪꦺꦴꦫꦁ​​ꦥꦸꦠꦿꦶ꧉​ Menuju padang kesuma di luar jangkauan engkau tertidur, aku mendambakan asa yang beraroma putih suci. ꦩꦺꦤꦸꦗꦸ​ꦥꦢꦁ​​ꦏꦺꦱꦸꦩ​ꦢꦶ​ꦭꦸꦮꦂ​ꦗꦁ​ꦏꦲꦸꦮꦤ꧀​ꦲꦺꦁ​ꦏꦲꦸ​ꦠꦺꦂꦠꦶꦢꦸꦂ꧈​​ꦲꦏꦸ​ꦩꦺꦤ꧀ꦢꦩ꧀ꦧꦏꦤ꧀​ꦲꦱ​ꦪꦁ​​ꦧꦺꦫꦫꦺꦴꦩ​ꦥꦸꦠꦶꦃ​ꦱꦸꦕꦶ꧉​
1 note · View note
birucoklatpetrichor · 4 months ago
Text
Renjana
Kembali dalam sebuah perjalanan. Yang ditinggalkan bersama. Yang pergi memulai lagi. Entah dari titik awal atau pertengahan.
Semua rasa yang menetap akan sama. Penuh keriuhan dan tawa meski terkadang beban sangat terasa. Yang pergi kembali menata diri. Perasaan asing dengan segala tekanan dari segala sisi.
Sudah mencoba untuk mengarahkan nestapa. Derana atas segala luka yang mendera. Meski ketika sandyakala menyeruak. Semua terulang seperti tak ada usaha.
Jarak yang aksa memisahkan kesibukan yang ada. Senandika muncul bersama kekhawatiran atas proses. Meskipun sanubari mencari suaka di tempat yang penuh ramai. Tak terlihat, hanya sekilas di sekerling mata.
Semoga bestari ketika kembali ke mayapada nusantara. Meski eunoia akan masa depan lah yang menjadi tumpuan di belakang. Semoga afiat di segala titik yang dilewati. Jiwa dan raga bugar selalu tanpa kekurangan.
1 note · View note