Tumgik
#Mengapa Manusia Kufur Kepada Allah?
perahuneptunus · 1 year
Text
Sabtu, 16 September 2023
Tadzkiratus Saamii Wal Mutakallim Fii Adabil'alim Wal Muta'alim | by Ust. Muhammad Nuzul Dzikri @Masjid Nurul Iman, Blok M Square
Sesungguhnya wali wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Yaitu orang orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa (Qs. Yunus 62-63)
Bukankah kita tidak tahu hakikat? Destinasi dari kehidupan, apakah itu? Apa yang kita cari dalam hidup?
Mahalnya taufik dari Allah.
Betapa banyak orang orang yang terlihat sholeh, tapi tidak semuanya jujur kepada Allah.
Semua orang mencari kebahagiaan, yang membedakan adalah jalannya.
Kenapa orang ingin nikah? Tujuannya apa? Ceunah pengen bahagia dengan pasangannya.
Pengen punya anak atau tidak? Tujuan punya anak apa?
Ternyata kebahagiaan bukan ditentukan dari hal hal diatas, namun ditentukan dari seberapa dekatnya kita dengan Allah, seberapa ingatnya kita dengan Allah, seberapa banyak dan berkualitasnya amalan amalan kita. Ilmu itu indah dan tidak bisa diraih dengan cara yang indah.
Seorang penuntut ilmu tidak boleh: khianat, hasad, zhalim, marah, curang, riya', berbangga diri, sum'ah, pelit, keji, kufur nikmat, serakah, angkuh, berlomba lomba dalam urusan dunia, berbangga bangga dalam urusan dunia.
Sibukkan dengan aib sendiri, jangan sibukkan diri dengan aib oranglain.
Diantara penyebab utama mengapa ada banyak orang mengurus aib oranglain karena kekerdilan dirinya. Adalah orang yg mencela manusia karena aib manusia tersebut dan sebenarnya dia juga punya aib tersebut, ialah serendah rendahnya manusia.
Jeda shalat maghrib
Pentingnya tauhid. Tauhid sebagai dasar kehidupan. Seluruh yang ada di langit dan bumi adalah milik Allah. Allah sebagai pencipta, pemilik, dan pengatur. Jikalau tauhid sudah kokoh, tidak akan ada ambisi terhadap kedudukan duniawi. Bedakan antara amanat kedudukan dengan ambisi meraih kedudukan.
Filosofi ilmu adalah semakin ilmu tinggi maka akan semakin sadar sedikitnya ilmu yang dimiliki. Fasa awal ketika seseorang merasa menguasai semua ilmu. Fasa kedua ketika seseorang merasa banyak yang belom diketahui. Fasa ketiga ketika menyadari bahwa dirinya bodoh, yg dia tidak ketahui jauh lebih banyak daripada yang dia ketahui. Fasa keempat tidak ada satupun yang sampai pada fasa ini, ketika seseorang sudah menguasai semua ilmu.
Jangan merasa memiliki. Ketika kita merasa direndahkan, ada sisi dalam diri kita bahwa kita merasa beberapa derajat 'ketinggian'.
Penuntut ilmu apabila ingin mendapat ilmu nafi' tidak boleh memiliki sifat seperti demikian.
Yang mengangkat derajat adalah Allah. Ketika belajar, niatkan untuk merendah. Tidaklah seseorang tawadhu karena Allah, kecuali Allah akan angkat derajatnya.
Muhidin. Penghidup agama.
Kalau anda ingin tenang di hari kiamat, solusinya TAKUT. Kalau ingin aman dari rasa takut akhirat, justru harus takut di dunia.
7.05 pm | Kajian selesai. Dilanjut shalat Isya' berjamaah.
3 notes · View notes
ngajidenganwan · 7 months
Link
📖 Let the Quran be your refuge in times of doubt and despair, offering solace, hope, and the promise of divine mercy. 🕊️ #QuranicRefuge #DivineComfort
0 notes
haikalmarbun · 8 months
Text
Tumblr media
TENTANG DIRI
Seringkali aku menanyakan kepada diriku hal-hal acak yang spontan muncul di benak pikiranku. Semisal ketika aku telah berbuat sesuatu, apa respon orang terhadapku. Pernah juga, ketika aku selesai mengajar dan beranjak pulang. Saat di perjalanan pulang dengan mengendarai motor, saat itu juga muncul pertanyaan di pikiranku tentang adik-adik yang telah ku berikan materi pelajaran. Apakah mereka memahami maksudku saat aku menjelaskan kepada mereka materi yang ku ajarkan. Dan pertanyaan-pertanyaan seperti itu akan selalu muncul ketika aku selesai melakukan sebuah pekerjaan. Tak jarang pertanyaan-pertanyaan itu membuatku sedikit tersiksa. Aku tidak menyalahkan otakku yang bekerja. Karena aku paham kerjanya otak adalah berpikir apa yang telah dilalui, apa yang sedang dan akan dilakukan berikutnya. Namun, yang aku sesalkan adalah mengapa aku sangat sulit mengontrol pikiranku sendiri. Seharusnya dan seyogyianya, aku sebagai pemilik tubuhku bisa mengontrol apa-apa yang direspon oleh tubuhku. Tetap saja, sampai saat ini aku masih kesulitan untuk mengontrolnya. Kata orang-orang aku adalah manusia dengan tipe suka berpikir. Okelah, aku mencoba menerimanya dengan lapang dada apa yang mereka nilai daripada diriku. Sederhananya adalah aku ingin berdamai dengan diriku sendiri.
Memang tidaklah mudah mengakui apa yang telah ditakdirkan Allah pada diri ini. Jikalau saja aku tidak bersyukur atas apa yang telah Allah berikan, bisa saja aku termasuk golongan yang kufur nikmat. Ah, sungguh aku tidak berkenan jika aku sama dengan Fir’aun dan koleganya.
Sebenarnya aku beruntung memiliki tipe diri yang suka berpikir, hanya saja di satu sisi masih ada kekurangan yang belum dapat ku atasi dengan baik. Masalah mengatasi kekurangan ini, ada hal menarik yang pernah aku dapatkan. Saat itu, aku menjadi moderator dalam suatu seminar beasiswa. Saat narasumber menerangkan tips dan trik agar bisa berpeluang menjadi penerima beasiswa, salah satunya adalah menceritakan tentang kelebihan dan kekurangan diri. Narasumber mengajak para audiens untuk salin berinteraksi, saling melempar feedback. Beberapa orang bersedia menceritakan apa kelebihan dan kekurangan dirinya. Setelah aku dengarkan dan menyimak setiap feedback dari perserta, di situ aku mulai tercerahkan tentang tipe diri. Ternyata, setiap orang itu memiliki tipe yang berbeda, adapun yang mirip tipenya tapi tidak sama ada juga sisi sisi yang membedakannya. Ketika narasumber menjelaskan bagaimana cara menjawab pertanyaan pewawancara beasiswa tentang kelebihan dan kekurangan diri. Barulah aku menyadari, baik kelebihan dan kekurangan itu bisa saling melengkapi. Contohnya saja untuk orang yang memiliki kelebihan dapat fokus ke satu hal dan mampu selesai mengerjakannya dalam waktu yang ditentukan. Sisi lebihnya adalah orang tersebut bisa terfokus ke dalam satu hal dan memaksimalkannya sampai dengan tuntas. Sisi kurangnya adalah orang tersebut tidak bisa mengerjakan banyak hal dalam suatu waktu atau tidak bisa multitasking. Tapi, kekurangan seperti ini seharusnya bisa dimanfaatkan pula sebegai kelebihan. Sebut narasumber saat itu. Ketika mulai menceritakan kekurangan diri jangan lupa untuk menambahkan cara mengatasinya. Dengan begitu, kekurangan yang tampak sebagai celah ketidaksempurnaan diri bisa tertutupi.
Sejak pertemuan itu, aku selalu mengingat-ingat dan mendoktrin diriku agar kekurangan yang ku punya tidak perlu disesalkan malah justru menjadi sebuah kebangaan. Sebab, semua makhluk yang Allah ciptakan punya kekhususan masing-masing. Semoga tulisan yang ditulis ini, menjadi nasehat untuk ku sendiri. Sebab, aku menulis ini semata-mata untuk mengingatkan diriku jika suatu saat aku terlupa, aku bisa membaca kembali tulisan ini. Begitu juga jika yang membaca mendapatkan informasi tambahan, semoga bermanfaat dan menjadi keberkahan untuk kita semua melalui perantara tulisan ini. Barakallahu fiikum...
0 notes
saudarimu · 6 years
Text
Hati jernih, hati bening
Note : Tulisan ini pernah di post di akun dakwah Forum Studi Islam. Tapi untuk merefresh lagi ingatan maka aku kembali memposting di sini.
Berangkat dari definisi, kata jernih dalam hal pikiran menurut KBBI adalah tidak kacau dan runtut. Sementara kata kerja menjernihkan menurut KBBI adalah menghilangkan perasaan susah gelisah atau kacau serta menjadikan persoalan dan kerumitan menjadi jelas.
Kemudian berbicara tentang hati. Kita sebagai manusia pasti mengklaim memiliki hati. Dalam bahasa Arab hati adalah qalbu. Kalau diibaratkan hati adalah pemimpin sedangkan anggota tubuh adalah prajurit. Apabila pemimpin baik, maka baik pula urusan prajurit. Namun, apabila pemimpin buruk, maka buruk pula urusan prajurit. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hati merupakan standar kebaikan. Jika kita memiliki hati baik maka akan berpengaruh terhadap perilaku baik pada fisik kita juga. Begitupun demikian jika hati kita buruk.
Dikutip dari laman islampos.com dipaparkan bahwa hati itu memiliki dua aspek. Pertama, hati merupakan sesuatu sebagai inti dan kemulian. Kita dikatakan memiliki hati sebab terdapat sesuatu inti dan mulia di dalam diri kita. Kedua, hati merupakan sesuatu bersifat bolak-balik. Hati kita sering kali berbolak-balik dari satu arah ke arah lain.
Kemudian, menurut Dr. Muhammad Musa Al-Shareef, hati merupakan unsur tidak terindera, bersifat spiritual serta memiliki hubungan erat dengan jantung, otak, sistem indera dan sistem saraf manusia. Oleh karena itu, amalan atau aktivitas hati merupakan penghasil pahala lebih besar dibandingkan aktivitas fisik. Begitu pula dosa hati lebih besar dibandingkan dosa fisik. Sebagaimana ikhlas merupakan aktivitas hati sebagai ketentuan pertama perbuatan kita itu dapat dinilai baik (ahsanul amal) dan diridhai oleh Allah. Sedangkan contoh aktivitas hati buruk adalah kufur dan munafik.
Nah, bila kita memiliki hati yang baik secara otomatis perilaku kita juga akan baik. Kita ummat muslim pasti sangat ingin agar hati kita selalu jernih, tidak kacau dan susah, serta persoalan hati kita menjadi jelas. Mengingat sifat hati itu selalu bolak-balik, bisa saja hati kita beralih dari arah yang baik ke arah yang buruk. Maka cara untuk menjernihkan hati tentu saja dengan memohon pertolongan pada Allah Yang Mahamembolak-balikkan hati.
Menurut Syekh Ibnu Athaillah dalam kitab Taj al-Arus, beliau mengatakan bahwa terdapat empat perkara yang dapat membantu menjernihkan hati. Empat perkara tersebut sangat sederhana dan dapat diimplementasikan dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari. Perkara tersebut antara lain: 1) banyak berdzikir, 2) banyak diam, 3) banyak khalwat, serta 4) mengurangi makan dan minum.
Pertama, dzikir kepada Allah akan membersihkan hati dari kesesatan dan dari kebergantungan kepada selain Dia. Hati yang terbiasa berdzikir adalah hati yang mengenal iman, mengenal nikmat ibadah, merasakan manis ketaatan, dan memiliki rasa takut kepada Allah. Hati yang selalu mengingat Allah akan bergetar ketika mendengar nama Allah disebut. Hati pun semakin lembut dan bersih dari kotoran. Kita berdzikir mengingat Allah dengan lisan tidak disebut berdzikir jika hati kita tidak ikut berdzikir. Hati harus menjadi sumber dzikir untuk lisan dan bagian tubuh lainnya.
Kedua, lisan tergelincir akibat terlalu sering berbicara dapat berakibat buruk bagi diri kita dan orang lain. Diam adalah emas. Di dalam diam terkandung hikmah yang sangat dalam. Rasulullah SAW bersabda, “barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah mengatakan yang baik atau diam.” Juga Imam Syafi’i mengatakan, “mereka bertanya, mengapa kau diam saja saat kau dicaci. Maka kukatakan padanya, menjawab adalah kunci pintu keburukan. Sedangkan diam di depan orang bodoh adalah kemuliaan. Di dalamnya juga terdapat upaya menjaga kehormatan. Bukankah singa ditakuti meski dalam keadaan diam, sedangkan anjing tak diacuhkan, meski terus menggonggong.”
Ketiga, ketika khalwat kita merenung dan terus berhubungan dengan realitas lebih tinggi dan membersihkan hati dari kotoran dunia. Meresa lemah dan tak berdaya, serta merasa hanya Allah satu-satunya tempat bergantung. Hati kita dipenuhi tasbih, takbir, tahlil, serta shalawat Nabi.
Keempat, dengan mengurangi makan dan minum atau dengan memperbanyak puasa sunnah kita mematahkan hasrat hawa nafsu, dan melunakkan hati yang keras. Kita belajar mengendalikan nafsu badani, mengawal emosi, belajar qanaah dan zuhud. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa rasa lapar akan membersihkan hati, membangkitkan tekad, dan menajamkan mata hati. Namun, rasa kenyang dapat melahirkan ketumpulan dan membutakan hati, serta mengganggu pikiran. Menurut beliau, rasa lapar juga dapat menghaluskan dan menjernihkan hati. Sebab dengan hati yang dapat meraih nikmat ketaatan, merasakan manfaat dzikir, dan nikmatnya bermunajat kepada Allah SWT.
Gimana? Sesederhana itu bukan? Islam tidak pernah membuat seorangpun ummat berada dalam kedaan susah. Tentu saja kemudahan akan diberikan bagi orang yang mau menenggelamkan diri dalam ketaatan saja.
Selamat mencoba menjernihkan hati :)
Saudarimu, Delila
Gowa, 24 Februari 2019
0 notes
qisahamba · 2 years
Text
Tumblr media
Allaah tiupkan ruhNya ke dalam diri manusia.. Meniupkan itu artinya sebuah kehidupan telah ditiupkan ke dalam jasad manusia itu. Fyuuh ditiup sesuatu yang dihembuskan. Dan yang menghembuskan adalah Rabb, Sang Khaliq, Yang Menciptakan dan Yang Menghidupkan.
Itulah mengapa, manusia juga berpotensi untuk menganggap dirinya sebagai tuhan. sebagaimana Fir'aun kepada para pembesarnya ia bilang "Ana rabbukumul 'alaa"
Semoga Allah lindungi kita dari sifat menuhankan diri
Setiap kita telah diciptakan Allaah kemampuan diri untuk menghadapi zamannya. Memang di zaman yang sulit seperti ini agama bahkan sengaja disingkirkan oleh sebuah aturan negara. Tapi, kita juga harus yakin pada ayatNya laa yukallifullahu nafsan illaa wus'ahaa
Dan harus semakin optimis pada apa yang Rasulullaah kabarkan. Dalam tulisan Pak Yogi Theo di Instagramnya "Mengasuh dan mendidik anak itu memang amanah Allaah untuk orang tua. Yang jarang dihayati dalam mendidik anak itu padahal untuk 'nyenengke kanjeng Nabi' untuk membuat gembira Rasulullah."
Mengapa? Dalam sebuah dialog dengan para sahabat Rasulullaah bertanya "Tahukah kalian siapa yang imannya paling menakjubkan?" jawabannya bukan malaikat, bukan anbiya, dan bukan pula yang sedang ada dihadapan Rasulullah saat itu. Sebab mana mungkin malaikat yang melihat langsung keagungan dan kerajaan Allaah tidak mengimaniNya? Mana mungkin para Anbiya menjadi kufur sedang mereka mendapatkan wahyu langsung dari Sang Pencipta, Dan mana mungkin para sahabat tak mengimani Nabi sedang mereka berjuang bersama dalam barisan Nabi SAW.
Kata Nabi, mereka yang Imannya menakjubkan adalah mereka yang tak pernah melihatnya sedang mereka mengimani dan mau berkorban harta dan nyawanya jika itu bisa membuat mereka berjumpa Rasulullah.
Ya mendidik anak di zaman ini memang tidak mudah. Tapi, selalu ada pilihan untuk mengusahakan pendidikan terbaik untuk anak-anak agar kelak Rasulullaah bangga. Sebab siapa yang tak ingin rindunya berjumpa dengan rindu Sang Nabi?
Jangan lupa untuk senantiasa berma'rifaturrasul
Allahumma shalli wa salim wa barik 'alaa sayyidina Muhammad
1 note · View note
ranisyahreza · 2 years
Text
Mengapa Manusia Kufur Kepada Allah?
Judul: Mengapa Manusia Kufur Kepada Allah?Pengarang: A. ZakariaPenerbit: IBN AZKA PressTahun: 2020Halaman: 109Peresensi: @ranisyahreza Buku ini terdiri dari 21 Bab yang merupakan pertanyaan-pertanyaan dengan tema besar “Mengapa manusia kufur kepada Allah?”Buku ini bisa disebut buku saku karena ukurannya yang kecil, tapi isinya betul-betul tamparan keras mengenai sifat kita sebagai manusia yang…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
penaimaji · 3 years
Text
Ujian Rumahtangga
"Tau nggak kenapa Allah hadapkan hal gini ke kita? Biar kita sungguh-sungguh berdoa", katanya beberapa hari yang lalu.
"Iya. Mungkin kita hampir lalai, kita sering lupa sama Allah. Lupa untuk meminta, dan mendekatkan diri pada-Nya", kataku.
"Jangan tinggalin aku ya, gimanapun keadaannya", katanya lagi.
Aku memeluknya..
Begitulah kehidupan rumahtangga yang memang harus dihadapi berdua, dijalani berdua, dan di-ikhtiarkan bersama-sama. Harus siap dengan konsekuensi yang dijalani, apapun yang terjadi di depan nanti. Kalau sebelum menikah kita sering tidak terima dengan apa yang terjadi pada diri sendiri, bagaimana kita mampu menerima apa yang terjadi pada orang lain?
Teringat sebuah nasihat ustadz beberapa tahun yang lalu,
"Kalau hidup kita ini enak, semuanya baik-baik saja, semua serba sempurna, kapan kita berdoa dan memohon ke Allah? Manusia seringnya lupa saat dihadapkan dengan kenikmatan."
Betul juga. Ujian dalam bentuk teguran terkadang lebih mudah kita pahami, daripada ujian dalam bentuk kesenangan dunia.
Manusia hanya bisa berencana, kalkulasinya terbatas, dan semua bisa berubah karena keinginan Allah. Kun fayakun, begitulah kuasa Allah. Ia yang memiliki segalanya, sedangkan manusia tidak. Itulah mengapa kita harus terus meminta pada-Nya, mengingat Ia dalam keadaan sedih maupun senang; mengembalikan segala sesuatu hanya kepada-Nya.
Semua manusia akan diuji, entah dia kaya atau miskin; punya kedudukan atau enggak; pedagang atau pekerja kantoran, semuanya tentu punya ujiannya masing-masing, sesuai dengan kadar kemampuannya.
Kadangkala yang membedakan ialah bagaimana kita menyikapinya, akankah kita bersyukur? Atau malah kufur?
Pena Imaji
126 notes · View notes
neitophilia · 3 years
Text
Ada seorang ibu mengadu kepada saya putrinya yang murtad. Saat ditanya mengapa ia murtad?
Dia menjawab dia sudah tidak percaya kepada Allah karena ia pernah punya pengalaman buruk sama Allah...
Ya Rabb.. Pengalaman yang buruk mungkin karena doa doanya tak didengar...
Sungguh benar yang Allah firmankan:
إِنَّ الْإِنسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ
"Sesungguhnya manusia itu kepada Rabbnya benar benar kanud."
Al Hasan Al Bashri menafsirkan, "Kanud adalah orang banyak kufur yang suka menghitung hitung musibah dan melupakan nikmat." (Tafsir Thobari)
Itulah cara setan agar seorang hamba menjauh dari Rabbnya...
Diingatkan kepadanya tentang do'anya dahulu yang belum terkabul. Diingatkan tentang keinginannya yang tak menjadi kenyataan. Padahal jika Allah kabulkan bisa jadi itu mudharat untuk hidupnya...
Demikianlah...
Bila seorang hamba yang ia pikirkan hanya kepentingan dan hak dirinya saja pasti ia akan terputus dari Allah...Pikirkanlah hak Allah kepada kita, apakah kita telah melaksanakannya? Yakinlah bahwa Allah tidak akan menyia nyiakan hamba hambaNya yang beriman...
Namun...
Keyakinan seringkali goyah..
______
Ustadz Badru Salam حفظه الله
32 notes · View notes
elfonce · 2 years
Text
TIDAK PERNAH MENGIRA, HARI-HARI YANG DULU TERASA BERAT, AKHIRNYA BISA TERLEWATI JUGA
Pada saat kenyataan terburuk datang menghampiri, rasa-rasanya tidak ada hal yang pantas dilakukan selain keluh dan kesah dibumbungkan. Bahkan, merasa bahwa diri sedang diadili dengan tidak adil. Merasa diri paling baik dan tak pantas mendapatkan kejutan cobaan yang Allah turunkan.
Jika melihat lagi ke belakang, cobaan berat itu terasa sulit untuk dilalui. Benar-benar terasa sulit. Mau bagaimanapun, diri akan menyangkal. Mengapa harus yang baik yang tersakiti? Mengapa harus yang tulus yang dikhianati? Mengapa harus yang jujur yang diingkari? Mengapa harus yang lemah yang dibuang bak sampah?
Tanpa kita sadari, diri sudah mengangung-agungkan nama sendiri. Meninggi-ninggikan diri sendiri layaknya hamba yang tak punya dosa sama sekali. Merasa paling tersakiti dengan cobaan yang baru ditimpa sekali.
Sombong, angkuh, ujub, takabbur, sum’ah, riya, kufur nikmat!
Mari refleksi. Apakah kita benar-benar baik dengan anggapan banyak orang bahwa diri kita baik? Sepertinya kita belum benar-benar baik, jika kita masih haus akan anggapan baik banyak orang, tanpa melihat masih begitu banyak kekurangan.
Kita tidak sadar, diri ini lah yang mungkin sudah lebih sering menyakiti banyak hati. Tangan kanan yang selalu ingin tampak oleh tangan kiri. Ucapan indah yang keluar dari mulut selalu ingin didengar dengan tenang, direspons dengan pujian, bahkan sampai ingin mengakukan bahwa diri sendiri lah yang telah mampu mengubah sikap buruk seseorang. Padahal, mungkin, dari sebuah ucapan indah, ternyata telah mencabik hati orang lain dengan mudah.
Astaghfirullah …
Hingga akhirnya kita menyadari, bahwa cobaan yang menimpa, ternyata menjadi penunjuk jalan saat kita tersesat. Cobaan menjadi cermin tajam nan lebar, cermin yang mampu dengan jelas menampakkan segala kekurangan, yang sebelumnya bahkan diri sendiri tak pernah memberikan celah untuk kekurangan itu tampak dan berhias.
Cobaan memberi arti, bahwa diri ini bukanlah manusia sempurna. Ia adalah hamba yang lemah. Tidak seharusnya mengakukan kuasa Allah seperti kuasa sendiri.
Ya, sekali lagi ... Cobaan itu menampar diri, dan cobaan itu sudah pasti. Ia akan datang pada setiap hamba yang bernyawa (Q.S. Al-Baqarah [2]: 155-156).
 Saat cobaan datang menghampiri, tetaplah berpegang teguh pada janji Allah “Sesungguhnya, sesudah kesulitan, pasti ada kemudahan.” (Q.S. Al-Insyirah [94]: 5).
Allah memberi cobaan, ujian, atau masalah kepada hambanya, karena Allah sayang.
Tiada kejadian tanpa hikmah. Allah maha baik, memberikan hikmah pada setiap masalah. Dan, Allah tentu semakin menguatkan kita melalui perantara berbagai cobaan yang menerpa. Buktinya, sekarang, bagaimana? Kita tidak pernah mengira, hari-hari yang dulu terasa berat, akhirnya bisa terlewati juga.
4 notes · View notes
bbungaanwarr · 3 years
Text
Queen's UP! #2 The Journey Has Just Begun
“Dan kesimpulan yang saya dapat adalah saya lemah”
Saya masih aja sibuk buka-buka teori lagi. Saya ngerasa nggak ada temen yang pas buat mendiskusikan apa-apa yang ada dipikirkan saya. Nggak ada seorang pun yang paham dengan apa yang saya rasakan saat itu. Saya ngerasa udah berdoa, udah berusaha, udah ngelakuin semua yang saya bisa, tapi semuanya nggak berjalan seperti apa yang saya perjuangkan, tidak tampak hasil seperti yang saya harapkan. “apa lagi yang Allah mau dari saya? Saya udah abis. Saya nggak punya apa-apa lagi yang tersisa. Literally nothing”. Rintih saya waktu itu. Jangan ditiru. Itu adalah fase saya yang kufur banget. Berantakan banget. Kalau sekarang diinget-inget sih, waktu itu, berdoanya juga nggak seberapa, nggak berkualitas, nggak disiplin, ibadahnya masih sekedar yang super minimalis dah, hehehe. Dulu, kurang cakep dalam hal beribadah mah nggak kelihatan. Ngerasa asal udah sholat aja tapi belum dibukain jalannya, kesempatannya, peluangnya, eh marah-marah. Hehe. Ya Allah. Padahal sholatnya ya nggak cakep, nggak berkualitas.
Saya bukan orang yang gampang menyerah. Saya adalah anak yang punya banyak kepenginan, saya mau perjuangin itu semua, saya bukan anak yang gampang dibuat nurut atau tunduk kecuali atas dasar diskusi yang bisa saya terima, baru saya nurut. Saat itu yang ada dipikiran saya, mereka udah memperhitungkan konsekuensi atau resiko dari semua yang saya pengenin berdasarkan persepsi mereka. Mereka cuma pengen saya ngelakuin apa yang menurut mereka terbaik buat saya. Saya benerbener rasanya pengen buat berontak dan mereka lihat bukti bahwa saya bisa, saya mampu, bahwa saya juga seseorang pekerja keras yang keren, kasih lihat bukti nyata kalau saya bisa berdiri di kaki saya sendiri. Tapi saya nggak bohong, kalau saya masih takut sama Allah.
Padahal bisa jadi masalah utamanya bukan pada apapun yang mengenai saya, bukan pula pada bagaimana orang lain menyikapi saya belakangan saya sadar, sumber masalahnya ada pada diri saya sendiri. Gimana cara saya memandang kehidupan, gimana mengolah diri saya sendiri jadi lebih baik dan gimana caranya untuk bisa menenangkan kekhawatiran orang tua serta memenangkan keikhlasan mereka. Ada yang bermasalah pada diri saya sendiri berkaitan dengan quarterlife crisis yang saya alami, yang tidak dipahami oleh orang-orang di sekitar saya. Komunikasi jadi terasa tidak pernah berhasil. Jadinya, miskomunikasi dan saya yang nggak terima jadi makin stres. Belum keliatankan kalau sebenarnya sumber masalahnya ada pada kualitas hubungan saya dengan Allah? Hehehe, belum sadar soalnya waktu itu. Bahwa salah satu sumber masalah paling pokok adalah selain pada kualitas hubungan sama Allah, masalah selanjutnya adalah pada gimana saya mengelola diri saya sendiri. Jadi nggak semuanya murni kesalahan pada eksternal saya, memang benar lingkungan eksternal menjadi pemicu dan system yang sudah terbangun karena kebiasaan mulai menunjukkan hasil yang memiliki efek samping yang kurang mengenakkan. Terlebih ada hal yang belum tuntas dengan diri saya sendiri.
Saya nggak ngerti Allah pengen saya harus jadi yang gimana, saya nggak ngerti Allah mau ngajarin saya apa. Saya cuma ngerti, saya pengen a, saya pengen b, c dan d seterusnya sampai z. Saya bakal merjuangin semuanya. Saya memang belum bener-bener mempelajari perjalanan dan medan perjuangan macam bagaimana yang harus saya lalui ke depan.
Karena saya merasa tidak mendapatkan jawaban menenangkan yang saya cari dari buku-buku duniawi, hehe, dari buku-buku teori kemudian saya berpikir bahwa ada yang salah nih. Ada sesuatu yang saya kelewatan nih. Tapi apa ya. Saya lebih dari sekedar hilang arah. Parahnya, saya sempet ada di fase dimana Allah ambil nikmatnya sholat, nikmatnya baca qur’an, nikmatnya tahajud. Itu adalah fase hidup yang bahaya banget. Super bahaya kalau keterusan.
Tapi saya bersyukur, Allah masih kasih kegalauan dan ketidaktenangan dalam hati saya, di hidup saya, walaupun saya nangis-nangis, sempet gampang ngambek jadi kayak orang nggak jelas. Karena akhirnya Allah masih kasih ijin melalui ini semua buat saya bener-bener balik lagi pelajarin semuanya dari Qur’an. Bagaimana bisa kembali ke Qur’an? Nah ini seru nih.
Ada beberapa hal yang memancing saya kembali kepada Qur’an. Salah satunya adalah pengalaman saat kuliah konseling agama yang membahas tentang tujuan penciptaan manusia. Nanti ini dibahas lebih mendalam di bagian selanjutnya. Memori tentang ayat tujuan penciptaan manusia tersebut terngiang-ngiang di dalam kepala saya. Meski belum menjadi sebuah jawaban kuat yang utuh bulat. Belum.
Tapi ide untuk kembali menengok Qur’an adalah hasrat yang berbisik lembut dalam dada saya yang tidak bisa saya bungkam. Terlebih buku-buku teori tidak dapat menenangkan saya dengan sempurna, tidak ada manusia yang bisa menenangkan dan membantu saya.
Melompat jauh dari fase awal menulis ini, akhirnya, saya mulai mengumpulkan informasi-informasi menguatkan yang saya butuhkan. Belakangan saya mendapatkan opini penguat bagaimana teori barat memiliki keterbatasan dalam merumuskan hal-hal yang dapat “menyembuhkan dengan sempurna” atau “menentramkan dengan damai”
Ada sesuatu yang tidak bisa dikendalikan manusia. Ada sisi spiritual (bukan sekedar rutinitas keagamaan melainkan lebih ke spirit keyakinan) yang menjadi solusi percepatan seseorang merasa membaik, mengurangi takut, khawatir dan cemas. Bahkan mungkin lebih lanjut, dalam psikologi kita akan tidak asing dengan istilah invisible hand (adanya campur tangan, adanya kekuatan, adanya pengaruh yang besar diluar dari diri kita sendiri, bahwa ada hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan sepenuhnya) dan legitimate suffer (penderitaan yang sepantasnya dilalui terlebih dahulu).
Bukankah dalam islam kita sudah mengenal tawakal, percaya pada pertolongan Allah dan sabar untuk terus berada dalam prasangka baik meski sedang berada pada masa sulit?
Jika belakangan sedang booming istilah meditasi pada pagi hari, bukankah islam sudah mengajarkan tahajud di waktu fajar yang masih sejuk, segar dan tenang? Bukankah gerakan-gerakan sholat terbukti secara keilmuan medis itu bermanfaat baik dan secara psikis, gerakan khusyuk serta ihsan juga terbukti menenangkan, memaksimalkan peredaran darah ke seluruh tubuh? Sebagaimana meditasi menuntun kita untuk fokus, mengatur nafas, konsentrasi, terhindar dari gangguan dan meresapi pikiran-pikiran yang berseliweran hingga kita bisa menguasai diri kita sendiri. Sholat khusyuk dan ihsan pun membutuhkan konsentrasi, ketenangan, fokus, terhindar dari gangguan dan bahkan sangat dianjurkan meresapi makna dari setiap bacaan sholat. Hal-hal ini selalu terbayang di pikiran saya yang masih miskin dan lemah ilmu. Doain ya, bisa terus belajar, Allah bukakan, Allah ijinkan, Allah beri kemampuan, kesanggupan dan kekuatan untuk dipertemukan dengan sumbersumber ilmunya Allah, belajar terus dan bisa sharing, bisa manfaat, bisa jadi ibadah. Amiiin, doa terbaik juga buat temen-temen semua.
Balik lagi. Meskipun di lapangan tidak semua orang mampu menguasai dirinya sendiri dan tidak semua orang mampu menerapkan ritual beribadah dengan baik sehingga pada kasus-kasus tertentu membutuhkan pertolongan orang lain yang lebih mumpuni. Hal ini berkaitan dengan adanya kognisi atau pola pikir yang tidak pas atau maladaptif tetap harus diberi sentuhan treatment. Treatment kognisi dan treatment perilaku. Bahkan dengan adanya narrative treatment, bisa banget menjadikan treatment psikis apapun menjadi berkonten asupan-asupan ketauhidan. Mengembalikan fungsi dan posisi manusia sebagai manusia dan meneguhkan kembali letak penghambaan pada kuasa tuhan, sehingga beberapa hal bisa diserahkan pada Tuhan, dan diri kita cukup melakukan yang sanggup kita lakukan semaksimalnya, demikian sederhananya bagaimana kita tidak lagi jadi membebankan diri kita sesuatu dengan yang diluar kemampuan kita.
Seperti adanya irrational beliefs (keyakinan-keyakinan yang tidak rasional), fixed mindset (pola pikir kaku yang tidak berkembang), membutuhkan reframing yang lebih tepat yang sering kali tidak dapat berhasil maksimal jika dilakukan sendirian. Sehingga membutuhkan fasilitator, dalam hal spiritual bisa jadi dilakukan oleh guru agama atau ustad, selanjutnya adalah coach, mentor atau konselor untuk mengawal dan membantu seseorang lebih sadar diri dan mandiri. Terlebih lagi, urusan kognisi pun mempengaurhi kinerja otak kita yang kemudian berhubungan dengan beragam zat kimiawi di dalam otak sehingga bisa jadi membutuhkan obat-obat tertentu.
Saya pikir, urusan kesehatan mental, medis dan kebiasaan hidup sehat dan deep thinking dalam melakukan kegiatan spiritual dengan disiplin adalah simpul penting dalam kehidupan yang membahagiakan.
Ketika saya sudah mencoba men-treatment diri saya secara kegiatan fisik dengan berolahraga dan psikis dengan melakukan sesi konseling tapi masih merasakan sesuatu yang hilang, maka sisi spiritual saya-lah yang harus saya perbaiki. Akhirnya, seiring berjalannya waktu dan pencarian yang dilakukan, semua ilmu manusia membawa kembali, membenarkan apa-apa yang disampaikan Qur’an dan menguatkan keyakinan kita. Meski pada saat itu, saya masih harus terus berproses untuk meresapi ini dengan lebih baik.
“Dan quarterlife crisis sungguh sesuatu sekali untuk setiap orang.”
***
“When you heal, you will know why you broke”.
Ketika kita mulai merasa membaik dan sembuh, maka itu adalah saat dimana kita akan mengerti mengapa kita kesakitan dan berantakan.
Kenapa saya merasa berantakan? Karena saya jauh dari Qur’an. Kenapa saya merasa tidak berharga? Karena saya jauh dari Qur’an. Kenapa hati saya tidak tenang meski sudah sholat dan membawa Qur’an? Karena saya tidak paham, karena saya tidak mengerti dengan lebih baik, karena saya tidak pelajari apa-apa yang menjadi amanat dari Qur’an dengan sepenuhnya. Karena saya belum menyadari untuk apa ini semua menjadi penting. Semuanya masih sebatas rutinitas dan warisan dari orang tua.
Ditambah lagi, masih banyak aspek soft skill kehidupan yang harus diasah dan dikembangkan, katakan saja seperti self-leading dan kemampuan untuk bersikap asertif, adalah isu-isu lain yang tidak kalah penting. Terlebih kesadaran dalam diri belum tumbuh secara utuh. Kesadaran diri dalam menjalani kehidupan belum tumbuh dengan dasar yang kuat. Ada banyak puzzle pemahaman yang terlompatlompat antara tumbuh dengan sudut pandang kehidupan dunia yang standar sekali keduniaan saja tanpa agama atau tumbuh dengan memakai sudut pandang agama yang lebih kuat. Ketika dua hal ini terpasang sebagai pondasi yang "klik" maka tidak berjalan dengan baik, sering kali kita yang masih muda ini jadi menemukan gap dan tumbuh dalam inkonsistensi. Apakah kemudian, urusan spiritual kita menguat atau justru melebur hilang dan hidup umum seperti orang-orang yang tidak memakai agama sebagai pegangan inti kehidupan.
Sehingga niat tidak kuat, pegangan tida kuat. Ritual rutinitas dilakukan sekenanya atau istilah lembutnya adalah hanya dilakukan secara minimalis. Akhirnya saya mengerti ada fitrah atau potensi pengembangan diri lainnya yang belum maksimal. Padahal fitrah inilah yang menjadi pusat dari semua aspek kehidupan bersinggungan dan menjadi sebuah sinkronisasi yang harmonis. Ada kesadaran dan pemaknaan yang belum solid, belum kokoh. Demikianlah saya goyah dan hilang arah meski sudah sholat dan melakukan terbaik yang saya bisa
“Maka apakah kamu mengira bahwa kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami?” Qs. 23:115
“Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?” Qs. 75:36
“Padahal kehidupan di akhirat itu lebih baik dan lebih kekal” Qs. 87: 17
Tiga ayat diatas super hebat. Bahwa kita tidak diciptakan untuk menjadi sia-sia, bahwa kita tidak mungkin Allah abaikan, bahwa setiap tindakan kita itu dalam pengawasan dan pencatatan, bahwa itu semua bakal ada tanggungjawabnya, bahwa kita pasti akan kembali ke Allah dan akhirat adalah tempat kembali yang abadi.
Kita nggak bisa sembarangan sama hidup kita, sama waktu yang udah dikasihin ke kita, sama pikiran, sama otak, sama mata, sama mulut, sama omongan, sama tangan, sama kaki. Nggak bisa sembarangan. Nggak bisa seenak jidat. Akhirnya, saya kembali ke istilah self-acceptance (penerimaan diri), self-undestanding (pemahaman diri), self apa lagi ya, ya intinya, saya mulai ngerasain banget bahwa treatment psikologi itu buwanyak banget manfaatnya. Tapi muaranya, kuasa mutlaknya bukan pada ke-aku-an, tapi kepada pemahaman, pengertian, penerimaan, kesadaran bahwa kita itu hambanya Allah. Yang paling ngerti tuh bukan diri kita sendiri, tapi Allah. Bahwa planning paling realistis, paling akurat, paling pas, itu bukan planning yang kita ciptakan, bukan planning yang kita rumuskan. Melainkan planningnya Allah yang saat ini mungkin belum kita pahami, kita nggak ngerti. Tapi Allah paling ngerti yang terbaik, Allah pengen kita berusaha maksimal, tetep percaya serta berserah sama Allah. Apakah setelah berhasil kita jadi sombong dan berbangga atau tetep setia sama Allah, bahwa semua-semuanya adalah apa-apa yang Allah ijinkan atas kita.
Akhirnya prinsip psikologi invisible hand, bahwa ada kekuatan, pengaruh, kekuasaan yang berada di luar diri kita dan terlibat dalam kehidupan itu beneran ada. Yaitu kuasanya Allah, kehendaknya Allah. Saya sama sekali tidak pernah berpikir belajar psikologi atau konseling sebagai sesuatu yang sia-sia. Saya justru merasa sangat bersyukur sekali, karena melalui ini semuanya, terbukalah mata saya bahwa manusia itu potensi punya buwanyak bangeeeet masalah kehidupan kalau dia jauh sama Allah, kalau dia tidak menjalankan potensi diri yang ada di dalam diri semaksimalnya, kalau dia tidak memiliki hubungan yang baik dan sehat dengan sesama, makanya ada toxic relationship dalam hal apapun. Kalau dia memaksakan keadaan dan mewajibkan, mengharuskan diri sendiri dan menanggung semuanya sendirian di pundaknya sendiri. Makanya banyak stres, depresi, sedih, overthinking, tertekan bahkan bunuh diri, sibuk banget cari penghibur diri, pelipur lara. Karena hatinya tidak tenang. Padahal Qur’an sudah memberikan banyak kabar gembira. Dan satu lagi ayat mantep lagi: bahwa hanya dengan mengingat Allah kita menjadi tenang. Yaudah deh, final. Habis sudah pencarian saya. Tinggal ini aja, islam dan ketauhidannya dikuatin lagi, dibelajarin lagi. Dan sisanya adalah pengembangan diri yang terus berlanjut sepanjang masa. Setidaknya, pondasinya benar-benar sudah ketemu dan mari dikuatikan lagi.
Semua masalah dari Allah, solusi terbaik dari Allah. Allah nggak bakal bebanin kita diluar kemampuan kita. Dan Allah nggak bakal mengabaikan kita. Sembari tetap, berjuang di kehidupan dunia adalah penting. Sebagaimana urusan akhirat adalah hasil dari usaha kita di dunia. Jadi urusan dunia juga jangan berantakan tidak terurus dan hanya sekenanya saja. Jangan. Tetep yang terbaik. Diusahakan sebaik-baiknya.
***
Mulai dari sini saya mulai paham dan saya mulai berpikir, bahwa ada misi nih kenapa kita dihidupin di dunia. Tapi apa? Dari ayat di atas, saya paham kalo kita hidup di dunia itu tidak untuk menjadi sia-sia. Bener-bener ada tujuannya, ada misinya yang harus dikelarin, dikerjain, dikejar. Bahwa pada akhirnya, nanti kita semua akan dikembalikan ke sisi Allah. Untuk itu semua urusan, se-semuasemuanya kita ini punya Allah dan bakal balik lagi ke Allah. Pun bahkan ketika kita punya banyak kepenginan, punya buwanyak banget impian, balikin aja ke Allah. Semuanya kudu kita selarasin balik lagi ke harmoni yang udah Allah garisin buat kita. Kita bebas jadi apa aja selama manut nurut sama jalan pakemnya Allah. Merumuskan impian, merumuskan definisi sukses, merumuskan tujuan hidup semuanya harus udah balik lagi selaras sama misi Allah nyiptain kita. Jangan sampai kita udah kerja keras, capek, habis waktu siang malem taunya kita sia-sia dan nggak hasil apapun, karena itu tidak masuk hitungan Allah, karena tidak seperti yang Allah inginkan. Jadi yang penting di sini adalah bukan semata keinginan kita, tapi keinginan Allah. Bakan ketika Allah kasih kita perasaan berkeinginan dan bercita-cita, maka sah-sah saja dalam memperjuangkannya asal caranya sesuai cara yang Allah suka.
Kemudian saya memilih menyikapi Qur’an bukan lagi sebagai “perintah” yang tidak saya mengerti. Sekarang semuanya bakal saya pelajarin. Persis kaya gimana kita belajar pelajaran sekolah maupun kuliah. Kita kudu sadar dan paham ini semua apa. Bukan lagi semata karena takut sama orang tua, bukan lagi semata ini kebiasaan di mata kita dididik dibesarkan, yang kita tidak mengerti makna dan esensinya. Tapi kita harus paham, apa, mengapa dan bagaimananya. Semua ada ilmunya.
Karena beberapa kala semenjak kondisi ini saya alami, saya mulai takut mati. Bukan matinya, tapi saya takut disiksa di neraka dan itu abadi. Membayangkan nyawa keluar dari badan ini dan saya nggak siap membayangkan konsekuensi apa yang harus saya hadepin. Sedangkan hidup masih saya sikapin “semenyenangkan”, “seceria”, “semudah-itu-untuk-berlalu-dan-dilupakan” seakan semuanya berlalu dengan makna yang tidak terlalu berarti. Asal seru-seruan aja, asal saya nggak nakal-nakal amat aja, asal hidup aja, asal bertahan aja.
Yes. Katakanlah saya adalah salah satu dari mereka yang mendzolimi diri sendiri dan bahkan sebagian besar dari kita memang pernah melakukannya. Menjadi seseorang yang melakukan dosa. Dan itulah sebabnya kita kehilangan kebahagiaan. Dimanakah kebahagiaan duniawi yang pernah saya rasakan sebelumnya? Bahkan mungkin itu sederhana tapi itu terasa sangat berharga sekarang (pada saat saya awal-awal nulis ini). Saya sadar banget, bahwa menjadi seseorang yang deket Allah itu adalah berkah terbaik yang pernah ada di dunia. Dan saya kehilangan itu. Saya kangen perasaan damai itu. Perasaan bahwa kehidupan mau gimanapun bentukannya saya, saya akan selalu aman, selama deket dan inget Allah. Saya kangen perasaan itu. Saya berasa kosong.
Saya nangis gemeteran malem itu. Buat siapa aja yang lagi baca tulisan ini, hai! Are you ok dengan kehidupan sementara ini? Bisakan bertahan sedikit lebih lama lagi?
Hidup ini nggak bakal kaya gini selamanya tapi kita harus laluin ini semua. Bertahan, ya? I love you and nabi Muhammad SAW jauh lebih sangat sayang kalian lagi dibanding yang bisa kalian bayangin.
“Dan barang siapa berbuat kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapatkan Allah maha pengampun, maha penyayang” Qs.4:110
Saya mulai berpikir bahwa: Allah akan selalu menggagalkan rencanamu ketika dia tahu bahwa rencanamu akan menghancurkanmu suatu saat di masa depan yang tidak kita ketahui. Jadi, milikilah keyakinan yang kuat. Bahwa kita nggak ada yang punya kekuatan. Semuanya serba seizin Allah. Makanya kita kudu jadi seseorang yang Allah seneng. Saya masih berjuang, masih berjuang banget. Doain ya, saling doain. Tapi semoga aja Allah bantuin kita, tolongin kita buat jadi lebih baik dari hari ke hari. Ketika semuanya tampak begitu tidak memungkinkan, semoga Allah ambil alih segalanya atas hidup kita dan menjaga kita untuk selalu aman.
“Barang siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. Dan akan kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” Qs. 16: 97
“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram” Qs. 13:28
Dan sekarang, dengan sangat tidak mudah memang, saya mulai melihatnya dengan lebih jelas apa yang Allah minta buat saya pahamin. Allah pengen kita jadi orang yang punya iman, punya keyakinan karena itu semua yang bakal nyelametin kita sendiri, nguntungin kita sendiri. Bahwa Allah pengen kita jadi orang yang ngelakuin kebaikan. Termasuk ibadah, termasuk bawa manfaat buat orang banyak. Hal itu bisa dilakuin lewat tolong menolong, bisa lewat bayar zakat dan sekedah, bisa lewat saling semangatin, saling sebar kebahagiaan dan hal-hal positif. Dan insyaAllah, Allah bakal bales dengan yang terbaik dari yang terbaik. Karena Allah tidak pernah mendzolimi kita, tidak pernah menyia-nyiakan amalan baik kita sekecil apapun itu. Di bumi. Di akhirat. Maksud Allah semuanya adalah demi kebaikan kita. Allah sayang banget sama kita. Bahasa Tuhan adalah bahasa cinta dan kasih sayang. Kita diminta nurut aja. Allah yang jamin kita aman. Apapun. Dimanapun. Kapanpun. Asal sama Allah.
“Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang kafir” Qs. 12:87
“Katakankah, wahai hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, dialah yang maha pengampun, maha penyayang” Qs. 39: 53-55
Jangan berputus asa. Allah maha pengasih, maha penyayang, maha penerima tobat, maha pemberi harapan.
Waktu itu, saya masih dalam proses mencari-cari bagaimana orang-orang di sekitar saya, yang seusia saya, menghadapi fase quarterlife crisis-nya masing-masing. Bagaimana mereka menyikapi pengalaman saat belajar konseling barat dan bagaimana mereka memandang Qur’an, dimana di usia 20an, ada banyak kawan seusia yang tampak penuh hingar-bingar, bermain, berpacaran dan haha-hihi yang eeemmm, mungkin tidak ada cocok dengan saya. Saya mencoba merumuskan jawaban paling ideal, yang dapat saya pertimbangkan. Untung-untung, membantu saya dalam menulis buku ini, hehehe.
Jadi, pernah sekali waktu dalam sebuah diskusi dengan senior kakak tingkat yang lain, tentang pencarian jati diri, masih tentang quarterlife crisis, saya mencoba menyinggung tentang hal ini: tentang tujuan penciptaan manusia dan apa-apa saja yang sudah Allah berikan ke kita. Dan senior kakak tingkat perempuan saya itu bertanya, apakah jawaban bahwa tujuan kita hidup adalah seperti dalam ayat yang barusan kamu sebut itu sudah titik, atau masih koma? Maksudnya, apakah bagi saya, mengiyakan bahwa tujuan hidup kita adalah sesuai yang disebutkan dalam
Qur’an itu sudah final atau masih ada keraguan. Kemudian saya menjawabnya, “kalimat itu sudah titik bagi saya. Tidak boleh ada keraguan disana. Tapi itu belum satu paragraf yang utuh. Paragraf itu masih berlanjut”
Maksud saya, bahwa benar tujuan hidup kita adalah untuk beribadah kepada Allah, mengesakan Allah, bertauhid kepada Allah, dan menjadi khalifah. Tapi berhenti pada pengakuan saja itu tidak cukup. Harus ada eksekusi tindakannya. Harus ada ilmunya. Ilmu bertauhid saja itu banyak banget dan saya masih harus terus belajar. Masih ada pelajaran lebih lanjut untuk menjadi manusia yang utuh, yang masih terus saya cari. Masih ada banyak hal tentang ini yang harus saya pelajari. Mungkin sampai saat ini, proses menjadi manusia yang utuh belum selesai tuntas: bukankah ada istilah belajar sepanjang hayat? Termasuk menjadi manusia utuh yang maksimal sesuai fitrahnya. “sesuai fitrah” adalah arah baru untuk saya pelajari dalam hal mengakutalisasikan potensi dengan lebih optimal.
***
2 notes · View notes
ngajidenganwan · 7 months
Link
🌿 Plant the seeds of faith by nurturing a habit of Quranic study. Watch as your soul blossoms with wisdom, resilience, and divine grace. 🌱 #QuranicHabit #SoulNourishment
0 notes
abubuaa · 3 years
Text
Alhamdulillah merupakan salah satu ucapan yang menyatakan rasa syukur kita kepada Allah, benar?
Kalau kita dalami lagi terkait salah satu surah yang memperjelas mengapa kita senantiasa bersyukur kepada Allah. Surah Ar-Rahman diturunkan sebagai peringatan akan dinikmat yang telah Allah berikan bukan hanya kepada manusia saja tetapi termasuk jin.
“Fabiayyi ‘aalaa’i Rabbikumaa Tukadzdzibaan” diulang sampai 31 kali. Kepada siapa kalimat tersebut ditujukan dan mengapa diulang sampai 31 kali?
Setiap Allah menerangkan tentang nikmat yang Allah berikan beriringan dengan kalimat "Fabiayyi ‘aalaa’i Rabbikumaa Tukadzdzibaan”. Hal ini memeprtegas bahwa tidak alasan bagi kita untuk tidak bersyukur atas nikmat Allah dan tidak pula mendustainya.
Lalu mengapa diulang hingga 31 kali? Tentu pengulangan ini adalah hak prerogatif Allah dan hanya Dia-lah yang benar-benar mengetahui hakikat di baliknya. Namun di antara hikmah yang bisa dipetik, selain mengingatkan agar jin dan manusia menyadari bahwa seluruh nikmat itu datangnya dari Allah, pengulangan itu juga menunjukkan betapa pentingnya syukur atas nikmat-nikmat tersebut.
Kalau kita resapi dan kita ingat-ingat lagi nikmat yang telah Allah beri baik itu sejak kita dalam kandungan sampai bisa tegap berdiri seperti sekarang ini, maka kita akan malu jika sedikit saja kita tidak mengucap syukur.
Jangan lupa bersyukur :). Semoga kita bukan termasuk orang kufur dan dusta. Dan seandainya nikmat yang Allah berikan kini berbayar, maka seumur hidup kita tidak akan mampu melunasinya.
1 note · View note
farizhadi · 3 years
Text
Tulisan ramadhan : hari 4 Syukur Di Tambah Kufur Di Adzab.
“Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim: 7)
Ayat ini sudah tidak asing lagi di telinga kita, kita mendengar, melihat bahkan diberi tahu tentang ayat ini berulang ulang. Mungkin karena saking seringnya mendengarkan ayat ini, kita sampai mengabaikan ayat ini.
Jika kita ingin sedikit membahas terkait ayat ini, kita akan menemukan bahwa rasa syukur merupakan kunci dari kebahagiaan yang selama ini kita cari. Kita terkadang mencari sumber kebahagiaan dari sesuatu yang fana, seperti uang, jabatan, kehormatan, atau sesuatu hal lainnya. Dan jika semua itu kita sudah capai, masih saja kita berada dalam keadaan yang tidak bahagia.
Oke oke kita sedikit lihat, apakah semua orang kaya, orang terhormat mempunyai jabatan, orang mempunyai apa yang ia inginkan, itu hidupnya bahagia ? tentu tidak semua, berapa banyak orang orang yang “mampu”, hidup dalam kecemasan, was was penuh ketakutan. Sedangkan ada juga orang yang biasa saja, tapi hidupnya dipenuhi oleh kebahagiaan dan ketenangan. Maka sebetulnya sumber dari kebahagiaan itu sendiri bukan terletak pada material, tetapi terletak kepada seberapa kuat kita mensyukuri apa aja yang bisa kita punyai.
Orang yang kurang bersyukur akan cenderung untuk tidak bisa merasa cukup dalam kehidupannya, ia akan selalu merasa kurang, kurang dan kurang. Padahal bisa jadi kehidupan yang ia jalani sekarang, merupakan impian begitu banyak orang. Orang yang kurang bersyukur akan cenderung untuk memiliki sifat iri hati, merasa orang lain mempunyai lebih dari dia, akhirnya timbullah rasa rendah diri dalam dirinya. Tidak lain karena ia kurang bersyukur.
Bisa jadi masalah dasar dari setiap permasalahan yang terjadi di mula bumi adalah kurangnya rasa syukur pada diri manusia. Akhirnya setiap manusia merasa kurang, lalu ia berusaha untuk melampiaskan segala hawa nafsunya. Keserakahan pun terjadi, semua orang berlomba lomba untuk memuaskan hasrat keinginannya.
Mengapa ada orang yang tega melakukan kedzoliman demi mendapatkan keinginannya ? mengapa ada begitu banyak pejabat yang rela sogok menyogok demi mendapatkan sebuah jabatan ? dan mengapa orang orang rela banting tulang sampai sampai lalai terhadap kewajiban akan rabb nya ? iya, mengapa ada banya orang yang rela dan siap untuk menuruti hawa nafsunya ? tidak lain karena tidak bersyukur atas apa yang dimiliki, atas apa yang dirasa saat ini.
Allah sudah memberikan rumusan yang sangat menguntungkan kita. Allah akan menambah nikmat kita, jika kita bersyukur. Masalahnya kita baru dapat nikmat, belum sempat bersyukur dan malah meminta nikmat yang lainnya. Akhirnya bukan nikmat lain yang datang, tapi malah azab Allah yang datang.
Maka sebetulnya ada salah satu cara agar kita mensyukuri nikmat Allah : “Lihatlah orang yang berada di bawah kalian dan jangan melihat orang yang berada di atas kalian, karena hal itu lebih pantas agar kalian tidak menganggap rendah nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kalian.” (Muttafaq ‘Alaihi).
  Permasalahannya sekarang ini, dengan dibantu sosial media. Kita menjadi sering melihat orang orang yang lebih punya dari diri kita. Orang orang pun memposting setiap kebahagian yang dia miliki, tanpa mempertimbangkan apakah orang lain sedang kesusahan atau tidak. Semua diunggah tanpa saring, ditambah public figure yang malah dengan kurangnya rasa malu mempertontonkan setiap kekayaannya. Dari mulai platform youtube, tiktok, atau instagram banyak sekali orang orang yang memamerkan kekayaan mereka.
Lalu Bagaimana dengan nasib orang orang yang kurang mampu ? yang bersusah payah bekerja tapi hanya mendapatkan upah yang hanya cukup untuk kebutuhan kesehariannya.  
Memang ada kesalahan diantara keduanya. Maksudnya si kaya begitu asyik memamerkan kekayaannya, dan yang tidak kaya begitu asyiknya terus menerus menonton si kaya. Alih alih bersyukur dan merasa bahagia atas yang dia punya, si kurang kaya ini malah terus terusan iri kepada si kaya. Akhirnya yang dipercaya hanya harapan harapan yang tidak jelas adanya.
Memang perlu ada perubahan radikal terhadap hal ini. Yang kaya harus siap dan mau untuk bersikap sederhana, demi kemaslahatan orang banyak. Si yang tidak kaya ini, haruslah mengikuti anjuran nabi. Dengan selalu melihat ke bawah.
Kita semua tahu bahwa salah satu terbentuknya partai komunis, karena ketimpangan sosial yang terjadi. Kaum borjuis kapitalis dengan begitu mudahnya mendapatkan laba, sedangkan para buruh bersusah payah dengan upah yang tidak sesuai. Akhirnya para kaum buruh ini cemburu berat dan bahkan dalam beberapa kasus, para borjuis di bunuh begitu saja. Memang keadaan sekarang mungkin tidak separah itu. Tapi jika kita biarkan saja, hal seperti tadi bisa jadi terulang kembali.
Dalam islam sendiri, ketika membuat sup atau makanan, lalu tetangga kita mencium wangi dari sup tersebut. Dan kita tidak memberikan sup tadi kepada tetangga kita. Maka itu sudah termasuk dosa. Lalu bagaimana dengan sikap orang orang yang malah sengaja menyebarkan wangi wangi sup milikinya tanpa memberikannya kepada orang lain ?
Ya memang sebetulnya kita dituntut untuk melakukan apa yang seharusnya yang dilakukan si kaya dan tidak. Kita harus memperhatikan kembali apa apa yang kita lakukan, apa yang kita posting, atau apa yang kita share kepada orang lain. Dengan pertimbangan apakah yang kita sebar luaskan tadi membawa kecemburuan kepada orang lain, apakah yang kita posting membawa potensi orang lain menjadi iri kepada kita atau tidak. Lalu kita juga harus memposisikan diri menjadi orang yang kurang mampu, dan terus selalu senantiasa melihat orang orang yang di bawah kita. Artinya kita melihat orang orang yang kurang mampu dari kita. Sehingga kita terus menerus memiliki rasa syukur, dan bisa merakan bahwasanya nikmat Allah itu sangat lah luas.
Mudah saja sebetulnya hidup ini. Bersyukur, maka Allah akan terus menerus menambah nikmat kepada kita. Atau malah sebaliknya kufur atas nikmat yang diberikan ? tapi siap siap saja janji Allah tidak akan pernah tidak terjadi.
1 note · View note
coklatmaniss · 5 years
Text
Disertasi Kontroversi
Disertasi mahasiswa program doktor UIN Sunan Kalijaga Jogja, Abdul Aziz yang berjudul Konsep Milk Al Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Nonmarital menuai kontroversi. Kalayak ramai menyebut pendapat ini sebagai legalisasi perzinahan. Mendalilkan amal, bukan mengamalkan dalil.
Abdul Aziz menyimpulkan dari pendapat Syahrur bahwa hukum budak (milkul yamin) di jaman sekarang ini bisa disamakan dg partner (gampangnya: Pacar atau selingkuhan). Jika budak dapat digauli tanpa akad nikah maka sbg solusi problem masyarakat saat ini, konsep menggauli budak tanpa akad nikah bisa diterapkan pada partner (pacar). Meskipun beberapa penguji tidak setuju dengan kesimpulan tsb tapi Abdul Aziz tetap diluluskan dg predikat Sangat Memuaskan.
Sebenarnya kasus disertasi ini tidak begitu mengherankan krn UIN Jogja dan juga UIN2 yg lain juga sdh meluluskan skrpsi, tesis dan disertasi serta jurnal2 dg topik serupa. Kalau disertasi ttg argumen pluralisme agama (paham yg menganggap semua agama adalah benar) saja diluluskan, apatah lagi ttg masalah fikih. Adakah yg lebih berat dari persoalan aqidah dalam agama? Belum lagi soal spanduk Tuhan Membusuk, Selamat Datang di Area Bebas Tuhan, lafadz Allah diinjak2 dosen, dsb.
Jika kita tilik topik ini, hukum perbudakan mmg spt itu. Budak boleh digauli tanpa akad. Tp jaman sekarang sdh tdk ada perbudakan karena ajaran Islam tegas memberantas perbudakan. Di antara perbuatan mulia atau bentuk hukum kafarat adalah membebaskan budak. Berarti fakta budak jaman sekarang tidak ada dan hukumnya pun menjadi tidak berlaku (tidak ada illat, tidak ada hukum).
Lalu Abdul Aziz berusaha menyamakan kasus hukum budak ini dg partner. Partner yg dimaksud tentu bukan pasangan yg sah menurut Islam, seperti pacar (bagi yg belum menikah), selingkuhan (bagi yg sdh nikah) atau pelacur. Mempersamakan antara perbudakan dg partner jelas tindakan bodoh. Bentuk qiyas (analogi) yg dilakukannya tidak sama. Tidak ada kesetaraan di situ sbg syarat dari qiyas. Kalau kita belajar ilmu logika ada istilah logical fallacy (kesalahan logika), di antara kesalahan itu adalah qiyas ma’al faariq yaitu menganalogikan sesuatu dengan sesuatu yang lain, tapi tidak sebanding (setara). Contohnya kita dibilang tidak bisa/mahir bahasa Inggris, sedangkan di Inggris anak2 kecil saja sdh bisa bhs Inggris. Ini penyamaan yg tidak setara. Budak dan pacar persamaannya di mana?
Konsep budak adalah kepemilikan (property) sementara partner (pacar) bukan hak milik. Mereka adalah manusia bebas yg dijamin kehormatannya.
Abdul Aziz menyebutkan bahwa hubungan seks nonmarital (maksudnya adalah zina) merupakan hak asasi manusia dan dilindungi undang2. Menempatkan hak asasi manusia di atas hak Allah adalah tindakan dzalim, fasik dan bisa kufur secara epistemologi.
Lalu, mengapa memilih Syahrur, orang yg penuh kontroversi? Sebagai informasi, Syahrur adalah ahli teknik sipil yg tidak belajar agama secara formal. Tapi karena kontroversi, jadi sering dirujuk oleh kaum liberal. Teorinya ttg batas aurat wanita juga bikin heboh karena menurutnya batas minimal yg harus ditutup dari perempuan hanya 4 yaitu kemaluan, payudara, ketiak dan pantat. Kalau Syahrur bukan otoritatif di bidang fikih maupun tafsir, mengapa dijadikan rujukan untuk diteliti? Ibaratnya, kita menanyakan kepada tukang bangunan soal obat2an medis, pasti jawabannya ngawur dan tidak dapat dijadikan pegangan.
Dari keseluruhan itu dapatlah penulis disertasi ini dikategorikan sbg manusia yg oleh imam Ghazali disebut laa yadri annahu laa yadri. Tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu. Memang ada penyakit di kalangan intelektual liberal yg mnrt Dr. Syamsuddin Arif terjadi pada orang-orang yang merasa tahu, tetapi tidak tahu merasa (people who think they know while in fact they don’t). Ini jelas merusak bangunan dan tatanan kehidupan keberagamaan karena siapa saja akan bebas berbicara tanpa otoritas.
Atas kehebohan disertasi Abdul Aziz di media membuat pihak kampus pun membuat konferensi pers. Intinya ingin klarifikasi bhw pers hanya menulis sepotong, tidak menampilkan penolakan dari beberapa penguji. Kalau dipikir2, disertasi ini kan sdh lolos dlm ujian proposal penelitian di awal. UIN Jogja pastinya sdh tahu. Disertasi ini juga sdh diuji dlm ujian tertutup. Promotor dan penguji sdh tahu dan sdh menilai. Selama bimbingan paling minim ada 10 pertemuan dg dosen pembimbing. Pasti ada diskusi dan arahan di situ. Bisa jadi dosen pembimbing juga ikut berkontribusi dlm gagasan tsb. Jadi menurut saya konpers tsb hanya utk pencitraan saja.
Penguji meluluskan disertasi tsb krn katanya sdh memenuhi kaidah analisis. Kaidah mana yg dia penuhi, wong melakukan qiyas yg mudah saja dia keliru. Anak kecil saja bisa menilai bahwa budak dg pacar beda. Tindakan penguji dg bersikap spt itu seakan2 ingin cari aman dan bersikap netral. Mereka bilang tidak setuju (meskipun saya nggak yakin), tp meluluskannya. Jika tidak setuju ya tidak usah diluluskan. Sebab, di buku disertasi ybs akan terus tertulis nama promotor, penguji, dekan dan rektor. Siap2 saja kalau anak cucunya kelak akan menghakimi nama2 yg tertulis di situ (kalau mereka berada di jalan yg lurus).
Ada kesalahan paham yg dilakulan oleh bbrp kampus bahwa kampus adalah wadah tempat mahasiswa berpikir bebas tanpa ada batasan. Shg pihak kampus bisa beralasan itu hanya wacana saja utk mendidik mhs bersikap kritis. Padahal ketika mahasiswa kritis thdp agama, nabi, al quran dan prinsip2 penting dlm agama, maka dia tengah kufur dan bila mati berarti mati dlm keadaan kafir. Tentu kita sbg pihak kampus dan dosen ikut bertanggung jawab. Yang konyol adalah, mereka sok kritis thd Alquran dan Nabi saw, tp tidak kritis terhadap "nabi2 liberal" mereka. Mereka kritis thdp ilmu tafsir tapi tidak kritis thdp metode hermeneutika. Mereka sok netral dalam ilmu pengetahuan, tp sebenarnya hanya netral terhadap agama (Islam), tapi tidak netral terhadap paham liberal dan sekuler.
Masalah seperti ini telah beberapa kali terjadi di negeri ini. Bagaimana mengantisipasi ke depan? Maka, umat harus mengerti bahwa otoritas, apalagi otoritas keagamaan itu sangat penting. Syahrur adalah ahli teknik sipil, ahli bangunan. Tidak selayaknya dijadikan rujukan dalam masalaah fikih maupun tafsir. Kalau disebut sbg ulama, maka ia adalah ulama gadungan atau abal2.
Dr. Syamsuddin memberikan saran bahwa pemerintah harus melindungi warganya dari semua gangguan, baik fisik maupun psikis. Jika seorang dokter gadungan ditangkap polisi krn prakteknya dpt memnyebabkan kematian, maka ahli tafsir atau ahli fikih gadungan spt Syahrur dan peneliti2nya juga harus ditangkap krn menyesatkan atau mengganggu aqidah umat.
Alhamduillah, kita punya wapres mantan ketua MUI. Mestinya penjagaan thdp aqidah umat akan semakin kuat. Semoga.
Dr. Budi Handrianto.
39 notes · View notes
rizkialmalik · 4 years
Text
Pagi ke-3 : Ini tentang Makna Bersyukur
Demikian menurut Syaikhul islam Ibnul Qayyim, “Syukur adalah menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya” lanjut beliau, “Dengan melalui lisan, yaitu berupa pujian dan mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat. Dengan melalui hati, berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah. Melalui anggota badan, berupa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah”.
Syukur merupakan salah satu sifat yang dimiliki Allah, difirmankan oleh-Nya dalam Al-qur’an Surah As-Syu’ara ayat ke-23, “Innallaha Ghafuurun Syakuur”, yang artinya, “sesungguhnya Allah itu Ghafur dan Syakur”. Dalam Tafsir Ath-Thabari, Imam Abu Jarir Ath-Thabari menafsirkan ayat ini dengan riwayat dari Abu Qatadah begini, “Ghafur artinya Allah Maha Pengampun terhadap dosa, dan Syakur artinya Maha Pembalas Kebaikan sehingga Allah lipat-gandakan ganjarannya”.
Berikut juga sangat menjadi teladan bagi kita semua, karena memang beliau adalah sebaik-baiknya teladan bagi ummat manusia, tak terkecuali, Rasulullah Muhammad SAW, sang kekasih Allah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, begini bunyinya, “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya jika beliau shalat, beliau berdiri sangat lama hingga kakinya mengeras kulitnya. ‘Aisyah bertanya, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau sampai demikian? Bukankan dosa-dosamu telah diampuni, baik yang telah lalu maupun yang akan datang? Rasulullah besabda: ‘Wahai Aisyah, bukankah semestinya aku menjadi hamba yang bersyukur?’”, diceritakan oleh Ummul Mukminin, Aisyah Radhiallahu’anha.
Begitu luar biasanya, bagi seorang Rasulullah, kekasih Allah yang sudah dipastikan akan menghuni surga saja beliau tidak luput dari rasa syukur. Bagamaina dengan kita? Manusia-manusia biasa yang tak luput dari lumuran dosa. Patutlah kita, manusia biasa, yang lumuran dosanya banyak ini untuk pandai-pandai berucap syukur atas segala nikmat yang diberikan Allah pada kita semua.
Maka, ditengah kondisi yang serba sulit ini kita tetep kudu pandai-pandai mengucap dan berasa syukur. Kondisi sulit inipun tentunya tidak lepas dari pemberian Allah SWT, karena kita yakin bahwa Allah-lah Yang Maha Memberi lagi Maha Mencabut.
Maka, ditengah kondisi yang serba sulit ini kita tetep kudu pandai-pandai mengucap dan berasa syukur. Kita masih merasakan iman dalam hati kita, merasakan islam dalam hidup dan keseharian kita, juga menikmati indahnya ukhuwah yang bertalian dalam do’a rabithah saudara-saudara kita seiman dan islam.
Maka, ditengah kondisi yang serba sulit ini kita tetep kudu pandai-pandai mengucap dan berasa syukur. Kita masih diberikan kesempatan menyambut tamu istimewa, dengan bulan yang istemewa, Ramadhan namanya, agar Kita lebih giat dalam beramal kebaikan dan mendapat lipat-gandanya pahala yang diberikan Allah, tentu atas dasar mencari ridho-Nya semata.
Maka, ditengah kondisi yang serba sulit ini kita tetep kudu pandai-pandai mengucap dan berasa syukur. Seperti senyum-senyum kecil penuh makna teman-teman kita, para mahasiswa yang masih berada di kos-kosannya saat menerima ifthar cuma-cuma. Yang sedikit itu tentunya meringkan beban mereka, dan kita juga.
Allah itu sesuai kadar hambanya, Allah itu dekat ketika hambanya dekat, Allah itu jauh ketika hambanya jauh. Tinggal Kita yang menentukan. Semoga kita tidak seperti Qarun yang kufur nikmat, yang diabadikan dalam Al-qur’an Surah Al-Qashas ayat ke-78, “Sungguh harta dan kenikmatan yang aku miliki itu aku dapatkan dari ilmu yang aku miliki”. Semoga kita semakin dekat dengan Allah karena pandai-padai megucap dan berasa syukur atas segala yang ditimpakan dan diberikan pada Kita.
Pesantren Mahasiswa Arroyyan, 3 Ramadhan 1441 H
#RamadhanSeries
2 notes · View notes
kekatazain11 · 5 years
Text
Wisuda yang (Tidak) Dirindukan
Tumblr media
Bayang-bayang wisuda sudah di depan mata tentang toga, baju kebaya, ijazah dan beberapa hal yang mengitari pikiran. Semua tampak jelas bayang itu, namun mendekati hari yudisium gadis itu murung. Ia menghela nafas panjang, disadarkan tubuhnya ke kursi cokelat panjang di dekat kantor jurusan. Wajah yang langsat menjadi pasif, setelah menemui pihak akademik. Ia dinyatakan gagal wisuda bersama teman-temannya. Tenggorakannya tercengang, ketika mendengar penjelasan dari ketua sub bagian akdemik fakultas. Matanya nanar, tangannya berkeringat, dan hatinya berusaha bersabar. Bulir bening dari matanya ditahan untuk tidak jatuh.
“Maaf ya Mbak, jika mengenai sistem kami belum bisa bantu. Jika Mbak mengambil mata kuliah di semester genap mungkin bisa, karena nilainya belum disetorkan ke Dikti. Sayangnya, Mbak ternyata mengambil mata kuliah di semester ini dan harus diselesaikan dahulu” ujar perempuan baruh bayah yang mengenakan pakain putih dan ucapannya begitu hati-hati.
“Iya Bu, jadi saya belum bisa wisuda bulan depan Bu?” ujar gadis itu yang sudah mulai merah matanya.
“Betul, nanti kamu daftar wisuda yang akan datang ya Mbak” ucap ketua sub bagian akdemik lagi.
“Mbak, sebenarnya kasusmu detailnya gimana?” tanya ketua sub bagian akademik dengan penasaran. Gadis itu sebenarnya, enggan menjelaskan. Ia sudah berkali-kali menjelaskan ke beberapa orang dan semua tidak memiliki solusi. Untuk menghormati kepada ketua sub bagian, gadis itupun bertutur.
“Begini Bu, ketika semester delapan awal ternyata ada nilai mata kuliah yang belum keluar. Saya sudah berusaha menghubungi dosen yang bersangkutan dan pihak akdemik. Ketika itu kelempok saya paling lama nilainya belum keluar. Saya sudah mengurus sejak satu semester yang lalu, tetapi pihak akademik mengatakan harus mencetang ulang agar nilainya keluar. Saya konfirmasi ulang mengenai hal ini ke akdemik, lalu pihak akdemik belum bisa memberikan kepastian” ujar gadis itu menyusun cerita dengan tenggorokan kering.
“Memang harus dicetang ulang Mbak, jika tidak akan menghambat. Oh begitu, nggak apa-apa ya Mbak. Sudah selesai semua kan mbak? Hanya tinggal wisuda” ujar ketua sub bagian menenangkan.
“Iya Bu, sudah berikhtiar dan takdirnya begitu” ucap gadis itu dengan tertawa yang khas, hanya ia yang tahu bahwa tertawa itu palsu. Gadis itu tersenyum pahit, bulir bening dari matanya tidak terjatuh. Ia berhasil menahan air matanya, tetapi ia tidak berhasil menahan gemuruh di hati.
“Nggak apa-apa penting sudah selesaikan, Wisuda hanya ceremony saja” ujar temannya berusaha menghibur.
*
Derap langkah kakinya dipercepat untuk sampai ke tempat kos. Ia hanya menumpang ke kos. Gadis itu tidak punya persinggahan untuk menumpahkan unek-unek dan segala yang riuh di kepala. Ruangan hijau polos dengan hiasan lukisan dua orang berpayung. Kamar kos itu lengkap dengan kasur, lemari dan buku-buku yang telah dirapikan. Kamar itu setengah kosong, pemiliknya baru saja berkemas-kemas untuk pindah. Ia tetap memasuki kamar itu, teman kosnya telah mengizinkannya. Jari-jarinya mengetik di touch handphone dan dicarinya kontak no yang bisa dihubungi. Urung ia melanjutkan untuk menghubungi seseorang. Ia urungkan untuk menceritakan yang membuatnya bergemuruh beberapa hari ini. Gadis itu hanya memberitahu kakaknya, bahwa ia gagal wisuda. Hanya itu karena keluarganya telah tahu, bahwa ia akan wisuda bulan depan. Sejak awal ia sudah merasa, bahwa usahanya untuk wisuda di ambang harapan. Tetap saja ia belum bisa menerima dan belum bisa memahami makna di balik ini semua.
Kasus akademik yang ia alami, cukup pelik dan unik. Ada satu mata kuliah yang nilainya belum muncul, meskipun ia telah menempuh mata kuliah tersebut. Dosen yang bersangkutan sudah dihubungi sejak lama dan sudah memberi memo nilai. Fakultas tempat gadis itu menuntut ilmu pecah menjadi dua fakultas. Ia harus menunggu terlebih dahulu. Fakultas yang sekarang tetap saja tidak dapat memasukan nilai, sebab terkait dengan sistem. Ya manusia yang membuat sistem, tetapi manusia pula yang akan terhambat sendiri. Gadis itu sudah muak dengan pertanyaan orang-orang disekelilingnya, seolah peduli padahal hanya ingin mengetahui saja. Orang menyebutnnya dengan kepo. Pertanyaan mengapa selalu ditunjukkan kepada gadis itu, ketika bertemu dengan dosen dan temannya. Seolah-olah ia yang salah, ia yang tidak teliti, ia yang tidak paham sistem, ia yang teledor, dan stigma lainnya. Gadis itu malas menjelaskan perkara yang membuatnya tambah rumit. Ia mengabaikan ucapan-ucapan yang riuh, tetapi tidak menenangkan. Gadis itu tidak bisa terlihat baik-baik saja. Terlihat lemah memang, namun ia tetap mencoba bersyukur agar tidak kufur nikmat.
*
Handphone gadis itu berbunyi, tanda suatu pesan masuk. Ia meraihnya dengan enggan, matanya berkedip-kedip membaca tulisan yang tersusun rapi. Gemuruh di hatinya kian reda, setelah membaca pesan singkat itu. Rasanya ada oase yang menghujani dirinya.
“Kamu yang sabar karena jalan hidup semua orang itu diatur beda. Semua ada waktunya, Allah tahu hal mana yang terbaik. Masa iya, sudah ditunjukan jalan yang terbaik masih ngeyel. Bersyukur karena ada orang lain yang ingin sampai di posisimu, tetapi belum bisa” tulisan pesan singkat dari teman gadis itu.
Rangkain cerita yang dilakoni gadis itu ada makna dan ada maksud tertentu. Hanya saja gadis itu belum memahami dan belum tahu maksud semesta. Ia menganggap semesta belum merestui, tetapi ia melapangkan dada untuk tidak menjadi hamba yang baperan. Menjalankan peran yang ia bisa dan melepaskan yang di luar kendalinya. Sejatinya hidup untuk mendewasakan pikiran, berlatih hidup, dan berpikir.
*
29 notes · View notes