#Memoarer
Explore tagged Tumblr posts
Text
Inspelning pågår!
Sedan några dagar tillbaka har jag krupit in i vår lilla ljudstudio och börjat läsa in min självbiografiska berättelse “Idag kan det kvitta”. Känns som att det här går riktigt bra!
View On WordPress
#Författare#HBTQI#Idag kan det kvitta#Ljudbok#Memoarer#Självbiografi#Skrivande#Transgender#Transkvinna
0 notes
Text
Bahagia
Tak jarang manusia masa kini menjadi kian risau pada sesuatu hal yang tak seharusnya. Padahal yang dirisaukan hanya membuat hati dan pikiran kacau dan galau.
Alih alih mencari kebahagiaan, namun yang ditemui kesenangan semu. Menjerat leher hingga ke hati sampai tak bisa membuatmu lepas dan hilang kendali.
Payah, padahal sejatinya kebahagiaan itu dekat dengan hati. Lalu mengapa berserah diri dan memperbudak hati dengan kesenangan sementara ini?
Harap harap ingin bahagia, namun yang tercipta hanya kesenangan dunia.
Harap harap yang "dirasa" sampai selamanya, namun yang "dirasa" hanyalah sementara.
Tak selamanya yang membuatmu senang adalah yang membuatmu merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Karena kebahagiaan yang haq muncul ketika segala sesuatu hal yang dikerjakan melibatkan kekuasaan-Nya.
lalu, apakah saat ini aku bahagia? ya, karena tiap langkah perjalanan yang mengantarkan pada temu dengan mu adalah bagian dari doa doaku.
4 notes
·
View notes
Text
"What made me defy the cold and the dark to struggle down to the beach at the exact moment when the sea carried Moomintroll’s mother to our island? Clinging to a spar she came shooting with the surf, was carried into the cove and sucked out again with the backwash. I rushed out in the water and shouted at the top of my voice: ‘I’m here!’ She came back. She had lost hold of her spar and floated helplessly on her back with her legs in the air. I did not bat an eyelid before the black wall of seething water. I caught the shipwrecked beauty in my arms, and the next second I was swept off my feet in the boiling surf. With supermoominal strength I fought for a foothold – I managed to crawl ashore while the waves hungrily grabbed for my tail – and at last I laid my sweet burden on the beach, safe from the wild and cruel sea! This was a Moomin, like myself, but still more beautiful, a little Moomin woman that I had saved! Suddenly she sat up and cried: ‘Save my handbag! Oh, save my handbag!’ ‘But you’re holding it!’ I answered. ‘Oh, glory be!’ she said. She opened her large black handbag and started rummaging in its depths. At last she found her powder compact. ‘I’m afraid my powder’s sea-damaged,’ she said sadly. ‘You’re every bit as beautiful without it,’ I replied gallantly. She gave me an unfathomable look and blushed deeply." (Tove Jansson, "Moominpappa's Memoirs", 1968 /translated by Thomas Warburton/)
#moomin#the moomins#mumintrollen#tove jansson#moominpappa's memoirs#the exploits of moominpappa#muminpappans memoarer#moomin fanart#moominpappa#muminpappan#moominmamma#muminmamman#illustration#phantieart
19 notes
·
View notes
Text
Dear myself,
Ingatanku kembali pada masa lalu. Ketika dengan antusiasnya aku mendengarkan cerita masa kecilku. Rasanya hanya sekejap aku mencapai seperempat abad usiaku.
Kelahiran memberikan aku nama ketidakabadian, tugas yang tengah kutunaikan hingga waktuku habis di sini.
Pertemuanku dengan kamu dan kalian adalah salah satu persinggungan lingkaran yang aku percayai telah ditakdirkan.
Di seperempat abad aku hidup, darinya aku belajar pada setiap pertemuan akan ada perpisahan. Banyak orang hadir untuk menetap. Namun, lebih banyak lagi yang hadir hanya sekadar memberikan pelajaran.
Di seperempat abad hidupku, aku menyadari keniscayaan sebuah perpisahan. Karena kelahiran dan kematian hanya dibatasi jarak setipis nadi. Dan darinya aku memahami bahwa waktu nilainya sangat berarti.
Pada sebuah denting jarum jam, mengingatkanku jika waktu terus melaju tanpa menunggu siapapun itu. Angka usia bertambah dan waktuku semakin berkurang setiap detiknya. Darinya, aku belajar menghargai setiap pertemuan untuk mencipta kenangan.
Pada tiap hari-hari aku terkenang, yang bisa kulakukan hanyalah mengenang ingatan dari momen yang aku ciptakan.
Dari seperempat abad aku hidup, banyak cerita yang selesai aku rangkai namun juga banyak yang belum usai.
Dari tiap pertemuan aku belajar dan bertumbuh. Dari mereka aku mengingat setiap momennya sebagai ingatan yang bisa aku panggil dalam wujud visual yang hidup di kepalaku.
Merekam setiap hal untuk kujadikan catatan bahwa, dalam setiap kesedihan, kesenangan, kekecewaan, kegagalan, patah hati, keharuan dan banyak rasa lainnya akan menyadarkanku jika aku tidak pernah sendirian.
Karena kalian selalu ada menemani perjalananku bertumbuh dan menua entah dalam ingatan maupun wujud nyata yang bisa aku indrakan.
Perjalananku tentu saja belum usai. Sebab hingga aku menuliskan ini, aku masih bisa merasakan tiap tarikan napas dan hembusan napasku.
Aku menunggu untuk menuliskan tiap lembar babak baru dalam hidupku. Aku menunggu saat-saat aku meramu tiap kisah hidupku. Aku menunggu pengalaman yang tercipta dari tiap hari-hariku.
Hingga nanti, hingga bagian dari bukuku memang telah selesai dan tamat di akhir penghabisan napasku.
23823/25
3 notes
·
View notes
Text
Awal tahun dan akhir tahun 2022 sama-sama di rumah sakit, hahaha Kejadian besar di akhir Oktober kemarin memang sesuai dugaan awal harus berakhir di meja operasi. Cepat atau lambat ya tetep aja harus perbaikan total dengan operasi. Tindakan fisioterapi selama apapun ternyata ga cukup, saking besarnya potensi kejadian serupa terulang ditempat yang sama. Konsultasi ke 3 Konsulen Ortopedi dan Traumatologi semuanya menyarankan hal yang sama, mumpung masih muda dan bisa pulih lebih cepat katanya.... Mesti menerima fakta meskipun pahit, bahwa tindakan operasi sebagai bagian dari upaya preventif, kuratif, dan rehabilitatif sudah dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya dengan rujukan dari berbagai pihak yang ahli dibidang keilmuan terkait Hahaha. At the end of the day, Every Cloud Has A Silver Lining. Sebelum mengambil jeda yang entah kapan akan selesainya, senang rasanya bisa membuat berbagai keputusan besar yang sama sekali tidak akan disesali. Bisa berjumpa dengan banyak orang baru dan ikut terlibat dalam berbagai kegiatan atau pekerjaan yang dari tahun lalu masih jadi impian adalah hal yang sangat menyenangkan dan nagih Hahaha Di akhir tahun ini juga, akhirnya harus kembali bersinggungan dengan dunia kesehatan lagi. Bonusnya bisa dapat kesempatan buat belajar banyak hal baru dari teman + senior tenaga kesehatan juga jadi hal yang amat disyukuri :D Oh iya, setelah setahun lebih cuma melakukan psikoterapi aja buat menjaga kesehatan jiwa, di akhir tahun ini akhirnya berjumpa lagi dengan antidepresan dkk. Terlalu berat untuk ditangani tanpa obat-obatan ternyata kejadian setahun ini Hahaha Semoga kita semua selalu diberikan kesabaran, ketenangan dan kekuatan dalam menghadapi rangkaian peristiwa kehidupan. Dan semoga kita semua selalu percaya bahwa ketetapanNya adalah yang terbaik untuk kita. Selamat dan semangat melanjutkan perjuangan di medan juang berikutnya para pejuang dunia dan akhirat!
8 notes
·
View notes
Quote
En morgon när jag kom till [Hirschfeld-]institutet hade man dragit ner ståljalusierna för fönstren. Man var rädd för överfall från nazisterna. En av arbetarrörelsens tidningar hade slagit upp en skandalhistoria om Röhm, SA-chefen. Man hade fått tag på ett brev som Röhm skickat från Bolivia till en bekant i Berlin, en läkare. I brevet skrev Röhm, om hur han i Bolivia frekventerade sig med välsvarvade bolivianska ynglingar. På något sätt hade brevet kommit till tidningens kännedom. Det ryktades, att en kammarjungfru hos läkaren med kommunistiska sympatier skulle ha förmedlat brevet till tidningen, som hette Die Welt am Abend, och var en kommunistinspirerad kvällstidning. På löpsedlarna hade man nu slagord om att ”DET TREDJE KÖNET VÄNTAR PÅ DET TREDJE RIKET!” ”Tredje könet” var en på den här tiden välkänd benämning på homosexuella. Kommunisterna var ju egentligen för en lagändring, och hade arbetat mycket för upphävandet av §175. Flera av de ledande inom WHK var aktiva medlemmar i kommunistpartiet. Vi visste också att en del ledare inom kommunistpartiet själva var homosexuella. Men när det sen gick att utnyttja politiskt drog sig kommunisterna inte för att hetsa mot de homosexuella. Också socialdemokraterna tog upp detta i sin propaganda, bl.a. i en politisk pamflett som utgavs i Neustadt. Det var ju helt fel att på detta sätt göra Röhms homosexualitet till föremål för politiska spekulationer. Men på institutet var man nu rädd för att nazisterna skulle göra en räd mot Hirschfeldinstitutets omfångsrika arkiv, där det fanns en hel del upplysningar både om Röhms och en hel del andra nazistledares sexualliv.
Eric Thorsell i Fredrik Silverstolpe, En homosexuell arbetares memoarer
#eric thorsell#fredrik silverstolpe#en homosexuell arbetares memoarer#hirschfeldinstitutet#nazism#biografier#kommunism
1 note
·
View note
Text
The Conversation of Happy Complicated Family
Setelah bersabar menunggu selama dua hari, akhirnya bisa berkumpul bersama juga setelah ajakan di hari Minggu gagal dituruti. Menyamakan jadwal luang rupanya memang sesulit itu.
"Lha nek kowe dewe piye?" tanya Ibuk setelah aku selesai mengemukakan beberapa hal.
"Nek aku ngerti jawabane, aku ra bakal ngajak njenengan ngumpul koyo ngene", jawabku.
Kemudian tetap saja, hanya kebingungan dan kebingungan yang ada. Waktu-waktu berlalu untuk memikirkan beberapa kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi. Berjam-jam kemudian, adik yang terlihat mulai tak sabar melemparkan sebuah pertanyaan: "Terus jawabane piye??"
Bapak dan Ibuk hanya diam, sebab tidak semua hal bisa langsung ketemu jawabannya.
"Ora kudu ono jawaban", kataku kemudian.
Tidak harus ada jawaban, yang penting sudah kujelaskan kondisinya. Sebab aku percaya, kita semua sama mediokernya. Sebagai orang tua, juga sebagai anak. Tidak perlu ada jawaban untuk pertanyaan serumit itu. Maaf karena selalu merepotkan 🙏🏼
<Lor Joglo Wetan, 28 Juli 2022>
0 notes
Text
Primetime’s question of the day was a Moomin question!!!
Moominpappa wears glasses
True or False?
No he does not
#the moomins#moomin#moominvalley#moominpappa#muminpappan#primetime#no I don’t want to be friends on primetime#moominpappa’s memoirs#muminpappans memoarer
0 notes
Text
Putri Salju
Dari balik dinding kayu yang mulai lapuk dimakan rayap, aku berdiskusi dengan bapak yang masih mengenakan pakaian dinas, duduk di ruang tamu sempit sebuah rumah kontrakan tua. Malam itu aku bertanya apakah dia mampu jika aku ingin lanjut kuliah. “Terserah mau kuliah di mana. Biaya kuliah itu bukan urusanmu. Tetapi kau harus bertanggung jawab dengan pilihanmu itu”. Kepalaku penuh dengan ketakutan akan dunia luar, tetapi teman- teman sudah mulai meninggalkan kampung halaman, berlomba- lomba keluar kota, ingin lanjut kuliah katanya. Setahun ditinggal kakak ke Bandung, aku berangan- angan segera bisa terbang dengan pesawat dan nongkrong di kedai kopi ternama, seperti yang aku sering lihat di media sosial dan tayangan televisi. Sehari- hari kami bertukar cerita seru dan sedih. Katanya, di Bandung semua ada. Katanya, lebih baik ke Bandung saja, karena Jakarta terlalu keras. “Mau jadi apa, itu urusan belakangan. Sekarang pertanyaannya, mau sekolah atau tidak?”.
Minggu itu adalah minggu tenang,- istilah yang digunakan untuk seminggu penuh hari libur sebelum memasuki masa ujian akhir. Seharian aku sibuk berselancar di Opera Mini, mencari informasi apa saja tentang Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Pada masa SMA aku termasuk siswa yang aktif di kelas, ikut paduan suara, tim basket, napak tilas, gerak jalan, dan lain sebagainya. Tetapi untuk urusan berteman, aku sangat payah. Tidak banyak ngumpul dengan teman- teman sekelas, tidak juga ikut komunitas lain. Tetapi aku ingat, siang itu beberapa teman berkumpul di sudut ruangan, berbicara tentang rencana kuliah mereka. Aku mendengar UPI sering kali disebut. Tidak punya teman untuk berdiskusi, aku memutuskan untuk mencari tahu sendiri saja.
Bukan merupakan siswa cemerlang di sekolah, tetapi aku juga tidak masuk ke dalam kelompok remaja nakal dan bodoh. Masa- masa ujian tidak begitu sulit rasanya, meskipun setelahnya aku tahu UPI bukan lagi sebuah pilihan. Bersama beberapa teman sekelas, kami berdiskusi tentang bimbingan belajar. Bimbel adalah sebuah keharusan, bagi yang mampu, sebagai persiapan selama 3 bulan penuh sebelum memilih universitas impian. Berssykurnya aku, Bapak menyanggupi. Aku dan beberapa teman pun berangkat ke Medan, tidak lama setelah informasi kelulusan diberitahukan.
Sejak lahir tinggal di kampung, mataku terbuka setelah tiba di Medan. Betapa kecilnya kampung halamanku. “Pantas saja banyak teman sekolah yang pindah kemari”, pikirku. Selama bimbingan, aku belajar hidup bersama orang lain (teman- teman semasa sekolah), belajar bergaul, belajar bertanya, belajar menerima realitas, bahwa aku punya banyak sekali kekurangan. Selama tiga bulan di Medan, aku makin memahami kalau kehidupan di Bandung dan di Jakarta akan jauh lebih sulit daripada sekarang, namun di sisi lain aku percaya kehidupan sebenarnya ada di kota- kota besar itu. Aku harus bisa seperti kakakku, meninggalkan kampung halaman dan bersaing dengan orang- orang kota.
Awal 2006, aku diterima di Universitas Sumatra Utara untuk program studi S1 Biologi. Tetapi sejak SMA aku gemar belajar bahasa, itu sebabnya memasuki kelas 3 SMA aku memilih jurusan Ilmu Pengetahuan Bahasa yang kemudian dipindahkan ke Ilmu Pengetahuan Alam oleh pihak sekolah dengan alasan peminat IPB sangat sedikit, hanya ada 11 siswa! Kemudian aku mencoba ujian masuk Universitas Negeri Medan, jurusan Pendidikan Bahasa Asing, program studi Bahasa Jerman. Aku memilih UNIMED, berharap bisa memperdalam pengetahuanku berbahasa.
Masa kuliahku lebih berkesan jika dibandingkan dengan masa SMA. Selama kuliah, aku menjadi mahasiswi yang selalu terdepan, aku aktif di berbagai kelas, memiliki kemampuan akademis yang baik, disenangi teman dan dosen- dosen. Hari- hariku selalu bahagia, karena aku dikelilingi orang baik dan pintar. Aku sangat menikmati kehidupanku di Medan. Jika harus menyesalkan satu hal, aku tidak lulus tepat waktu,- 4 tahun seperti harapanku. Aku menyandang gelar sarjana pendidikan setelah melewati masa 4.5 tahun perkuliahan. Alasannya? Rasanya aku tidak ingin berbagi di tulisan kali ini, yang pasti, aku yakin tidak pernah melakukan kesalahan selama proses bimbingan skripsi. Aku adalah mahasiswa yang patuh terhadap peraturan universitas dan program studi, temasuk juga ketentuan- ketentuan dari dosen pembimbing skripsi dan akademik. Karenanya, menjadi sarjana telat 1 semester bukan menjadi beban dan kedukaan bagiku. Sejak awal aku paham peran dan value-ku sebagai mahasiswa.
“Ke Bandung saja dulu. Sembari istirahat, main, sambil cari kerja dari sini”. Perutku rasanya penuh dengan kupu- kupu terbang ke sana kemari. Akhirnya aku akan ke Bandung! Sekarang aku harus memikirkan cara menyampaikan niatan ini ke Bapak. Ketika itu 2011, adikku masih duduk di kelas 3 SMA dan yang paling bungsu kelas 3 SMP. Ada rasa khawatir aku tidak akan mendapatkan izin pergi, mengingat kami hidup tanpa mamak sejak pertengahan 2006. Segala pekerjaan rumah adalah tanggungjawabku sejak kakak pergi melanjutkan studi ke Bandung. Kalau aku juga pergi, rumah siapa yang mengurus? Adek- adek gimana? Tetapi Bapak bilang aku tidak perlu khawatir, kan? Egoku bilang, aku sudah menyelesaikan kuliah dan menjadi seorang sarjana seperti yang dikehendaki oleh Bapak, sekarang tidak ada alasan baginya untuk menolak keinginanku bertolak ke Bandung. Aku kan ingin kerja. Meski dalam kepala penuh rasa cemas, aku tidak tahu apa yang akan aku hadapi sebentar lagi.
Seperti dapat ditebak, aku sudah di Bandung! Semua hal yang selama ini hanya ada di bayanganku, sekarang nyata di depan mata! Pertama kali memasuki tol Pasteur, dalam hati aku mikir “Sama aja kayaknya sama Medan. Medan justru lebih banyak bangunan tinggi besar. Sebentar aku aku pahami bahwa Medan memang lebih luas dari segi wilayah dibandingkan Bandung, tetapi jumlah populasi Bandung jauh lebih banyak daripada Medan. Begitupun dengan indeks kualitas pendidikan dan pekerjaan, belakangan ku ketahui bahwa Bandung lebih unggul. Itu sebabnya orang- orang kampungku banyak yang memilih Bandung sebagai tempat merantau baru setelah Medan. Sepanjang hari aku tinggal di kamar kost kecil kakakku di daerah Sarijadi. Berjam- jam aku habiskan duduk di depan komputer ditemani suara bising dari CPU di sebelah kanan monitor, sesekali aku mengganti lagu- lagu yang terputar secara acak di Winamp. Tiba- tiba sebuah pesan masuk ke ponselku “Jangan lupa perbaiki CV, sambil- sambil apply”. Aku segera log in ke JobStreet, dan memasukkan kata kunci “Guru Bahasa Jerman” di kolom pencarian. Setelah membaca keterangan di kolom deskripsi pekerjaan dengan sangat hati- hati, aku mengunggah CV, surat lamaran kerja, dan begitu banyak sertifikat. Sambil menunggu feedback dari beberapa perusahaan yang sudah aku lamar, aku iseng mencari “Admin Assistant” di sebuah iklan lowongan kerja yang sudah dipost sejak sebulan sebelumnya. Sore datang, aku bersiap seperti biasa, karena aku akan diajak jalan- jalan oleh kakakku. Setiap kali keluar dari kamar kost, aku merasa sangat bahagia. Banyak sekali hal baru yang bisa ku nikmati termasuk jajanan pinggir jalan yang sulit aku temukan di kampung halamanku. Berpapasan dan berinteraksi dengan orang- orang di Bandung rasanya sungguh jauh berbeda, lembut dan sangat sopan. Bersyukurnya aku bisa menikmati masa- masa itu.
Aku ingat betul hari itu sekitar pkl 2 siang, aku sedang bermalasan di atas kasur tipis di kamar ketika tiba- tiba kakakku menelepon “Ada panggilan interview! Untuk lowongan admin assistant itu. Besok berangkat ya ke Jakarta, jam 4 subuh biar ga terlambat. Nanti aku jelaskan detailnya”. Pada saat apply pekerjaan, nomor yang kami lampirkan di CV adalah nomor kakakku, karena khawatir aku tidak paham cara menjawab panggilan interview. Kepalaku berputar, wajahku panas, dan jantungku berdegup kencang. Interview itu apa? Nanti ditanyain apa? Pekerjaan apa itu admin assistant? Hari rasanya berlalu sangat lambat, aku menunggu kakakku pulang kerja, meluapkan semua kecemasanku. Sembari menunggu, aku mengambil beberapa pakaian dari almari, aku susun di ranselku dengan semua dokumen penting yang akan kubawa besok ke Jakarta. Terakhir aku ke Jakarta ketika aku duduk di kelas 3 SD, pas usia 8 tahun. Sudah lupa bagaimana rasanya Jakarta seperti apa.
Mengetahui aku akan berangkat sendiri, rasa cemasku makin besar, sambil mandi aku menangis, berusaha mengalahkan rasa takut berlebihan. Kan ini yang aku mau, kerja jauh dari rumah. Kenapa takut? Aku gagal memahami bahwa besok adalah panggilan wawancara, bukan hari pertama bekerja. Rasa takutku mengalahkan akal sehat. Malam itu kami tidak menyusuri jalanan kota Bandung seperti biasa. Kami menghabiskan waktu di dalam kamar sempit itu, berlatih wawancara, mempelajari perusahaan yang aku akan tuju, cara naik travel, cara naik busway, cara bertanya kepada receptionist,cara memperkenalkan diri.
Berhenti di halte Tosari, aku berjalan menuju gedung Sequis, tempat yang aku tuju untuk wawancara pagi itu. Tiba- tiba seorang pria muda menepuk pundakku sambil berkata “Mba, itu ranselnya terbuka”. Sontak aku kaget dan memeriksa ranselku. Ponsel Nokia ku yang sudah tua hilang. Aku bahkan tidak merasa ada yang membuka kantung ranselku. Bodohnya aku, tidak memindahkan ransel ke depan ketika di tengah keramaian. Sambil menahan tangis, aku memasuki gedung tinggi yang berada di kawasan Sudirman itu. Aku dijadwalkan wawancara pkl 8.30 dan aku sudah tiba di lobby kantor jauh lebih awal. Orang pertama yang kutemui adalah perempuan cantik berperawakan sedang, kulit putih bersih, senyum ramah “Mau ketemu siapa Mba?” tanyanya sambil mematikan rokoknya dan meletakkannya di asbak yang terletak di meja receptionist. Setelah aku menjelaskan tujuanku, aku diminta untuk menunggu beberapa saat. Aku bisa merasakan jantungku berdegup sangat kencang. Ditambah rasa sedihku karena baru kehilangan ponsel. Untung aku masih punya ponsel baru satu lagi. Ponsel yang dicuri adalah ponsel tua yang sudah aku ikat dengan karet supaya baterainya tidak lepas.
Ternyata perempuan baik yang menyambutku tadi adalah calon managerku! Aku ingat betul duduk di sebuah ruangan kecil, berhadapan dengan dua orang yang tidak berhenti menanyaiku. “Oh, kamu bisa bahasa Jerman dong! Nanti coba ya ngobrol dengan Pak Andre, beliau dulu lama tinggal di Jerman”. Sebentar kemudian, seorang pria tinggi besar dengan rambut sedikit gondrong memasuki ruangan dan langsung menyalamiku. “Orang Batak jago nyanyi ya, coba kamu nyanyi deh”. Tidak terlintas sedikit pun di benakku bahwa pria ini adalah seorang warga negara Malaysia, karena tidak terdengat logat Melayu kental seperti pada umumnya. Wawancara pertamaku sangat berkesan. Semua rasa khawatirku hilang seketika. Ternyata wawancara kerja tidak mengerikan seperti kata orang- orang di media sosial. “Nanti dikabarin lagi ya! Secepatnya kita hubungi kamu lagi”.
Perjalanan pkl 4 subuh dari Bandung untuk wawancara 30 menit. Di depan pintu kantor aku bernapas lega, akhirnya selesai. Segera aku menghubungi seorang teman. Teman sekelas waktu SMA. Dia sudah lebih dahulu diterima bekerja di Jakarta, berbeda denganku yang menghabiskan berminggu- minggu bersantai di Bandung. Temanku bekerja di Gedung BNI 46 dan mengajakku makan siang di Gedung Indofood, masih satu kawasan dengan gedung tempatku berdiri saat itu. Sambil menunggu waktu makan siang, aku memberi tahu kakakku bahwa aku kehilangan ponsel, dan bahwa aku sudah selesai wawancara. “Ok Gapapa. Nanti jangan kesorean pulang biar ga terlalu malam sampai kost”, jawabnya.
Pertemuan singkat dengan teman semasa SMA rasanya menyenangkan. Bangga rasanya bisa duduk berdua di kota Jakarta, sama- sama berangkat dari kampung halaman yang berada jauh di pulau seberang. “Semoga diterima ya, Bridz”, katanya saat memberangkatkanku di pool Day Trans sore itu. Jakarta seru juga. Ramai dan semuanya indah di pandang mata. Kiri dan kanan gedung- gedung tinggi. Aku ingin bekerja di gedung yang tinggi, supaya bisa melihat pemandangan kota Jakarta dari meja kerjaku. Aku ingin pakai baju kerja yang bagus seperti orang- orang, ingin makan siang di foodcourt juga, seperti tadi siang. Sepanjang jalan kembali menuju Bandung, mataku tidak bisa terpejam barang sesaat. Aku terlalu bahagia, baru pulang dari Jakarta. Berragam rencana ada di kepalaku. Entah aku akan diterima bekerja atau tidak, urusan belakangan. Sesampainya di kost, aku bercerita tanpa henti, dan dengan bangga aku beritahu, aku bisa menjawab semua pertanyaan dalam bahasa Inggris. Tidak ada pertanyaan yang tidak mampu ku jawab, dan aku menyanggupi dipanggil kapan pun.
Ketika keesokan harinya belum ada kabar, aku risau. Seperti pagi- pagi sebelumnya, aku duduk di depan layar komputer dan kembali mencari- cari pekerjaan lain. Sepertinya karena aku seorang sarjana pendidikan, kurang cocok dengan perusahaan itu. Menjelang sore kakakku menghubungiku “Lolos Mel! Ditanya kapan bisa join! Bentar ya, aku pulang sekarang ke kost”.
Pekerjaan pertamaku setelah lulus kuliah adalah sebagai Junior Executive di Talent Acquisition Department. Ternyata aku tidak akan menjadi seorang guru. Ini berbeda dari yang ada di bayanganku beberapa bulan lalu. Lalu kemampuanku berbahasa Jerman akan aku kemanakan? Apakah bahasa Inggrisku cukup untuk pekerjaan ini? Apa kata teman- teman kampus nanti? Apakah Bapak akan senang? Karena aku senang! Aku senang akan bekerja di Jakarta. Di Jakarta! Gapapa salah jurusan (salju) yang penting aku diterima kerja!
#life#jakarta#menulis#writing#cerita#memoar#merantau#perantau#metropolitan#nonfiction#realstory#mystory#interview#wawancara#loker#lowongankerja
0 notes
Text
Saya pikir kamu akan menyukai cerita ini: " ᮘᮔ᮪ᮓᮥᮀ - Memoar 1988 " oleh SaipisJidar di Wattpad https://www.wattpad.com/story/329169948?utm_source=android&utm_medium=com.tumblr&utm_content=share_reading&wp_page=reading_part_end&wp_uname=SaipisJidar&wp_originator=BlqMO4afhdza%2BnQyLu6pc8%2BHNl%2FHRRBjU4hFKauBFjBufOP8AOKLZugJVEm6DwYayyNzynZPhPQGpfg4axeTCnyEeYoF8ZOnY8KZvKv3SgToCRc3i%2BHN5ahPu57bvycG
#novel#author#book#story#writter#wattpad#vote#bandung memoar 1988#Bandung#memoar1988#memoar bandung#bandung 1988#1988s#1980s story#saipis jidar
1 note
·
View note
Text
Andra upplagan snart i internethandeln!
Snart finns andra upplagan av mina memoarer ute i internethandeln. Så långt lagret räcker säljer vi ut första upplagan för 80kr plus frakt!
View On WordPress
0 notes
Text
Untukmu
Saat ini, tak ada yang lebih indah selain untaian doa baik yang aku rapalkan untukmu
Saat ini, tak ada yang lebih indah selain rasa sabar dan rindu yang membendung menjadi satu Selama tangan waliku dan tanganmu belum berjabat di meja akad, tetap ada jarak dan sekat yang jauh untuk diraih. Sampai akhirnya nanti Allah mempersatukan, mari kita rayakan bersama cinta yang semestinya hingga semesta tahu cinta yang suci adalah ketika mengucap janji kepada Sang Pemilik Hati dan Pemberi Kasih dan Sayang. 14.04.2023
6 notes
·
View notes
Text
Tiba-tiba Kelas Menulis sudah Batch 14.
Senang melihat para alumni sudah berhasil menyelesaikan, menerbitkan, bahkan ada yang sudah buku ke-2.
Tentu, itu semua berkat kerja keras mereka. Karena apalah artinya kelas-kelas ini, kalau naskahnya tidak dikerjakan.
Bagaimanapun, semoga kelas sederhana ini membantu. Sebab di kelas ini saya, yang sudah lebih dari 10 tahun menjadi penulis, bercerita tentang:
Gambaran Industri Buku Saat Ini
Konsep Umum Sebuah Cerita
Proses Kreatif Menulis Novel
Proses Kreatif Menulis Memoar
Proses Kreatif Menulis Antologi Prosa
Langkah-langkah Menerbitkan Buku
Menemukan Pembaca
Konsisten & Hidup dari Menulis
Jika kamu tertarik mengikuti kelas ini, klik ikut kelas menulis.
Sampai ketemu di Zoom! Kita cerita dan ngobrol lebih banyak di sana. :)
16 notes
·
View notes
Text
Mama
jedina uloga u ovom životu u kojoj se nisam mogla zamisliti jeste uloga majke.
Mogla sam se zamisliti kao žena pilot, vatrogasac, kamiondžija i tako te neke uloge koje nisu baš stereotipične za ženu.
Nikada nisam mogla zamisliti da kućom trči neko miniaturan i da me oslovljava s “mama”, valjda o tom nisam nikada ni pomišljala.
Znate da kažu kada nešto ne možeš imati, srce ti gori za tim, pa tako se i meni prvi put probudio taj neki blagi instinkt, a ogromna želja.
Samo eto poželim imati malu djevojčicu koja će bosa trčkarati, s dugim pletenicama i u roze patikicama.
Kojoj ću svaki dan praviti drugačije frizurice i stavljat raznorazne mašnice.
Kojoj ću jednog dana dati da pročita moje spomenare, memoare, kojoj ću pričat o svojoj najvećoj ljubavi, tješiti je kad se prvi put razočara u ljubav i muški rod. Pričat ću joj o svim ludostima koje sam iz ljubavi radila, kako sam upoznala njenog tatu i zašto sam baš njemu od svih njih rekla “Da”. Uloga majke je najteža uloga, toga sam oduvijek bila svjesna. Zahtjeva punu posvećenost, ljubav, strpljenje, dio duše, a ja sam se oduvijek plašila uzimati štivo koje je za moje godine previše.
Ovo je prvi put sam poželjela roditi sebi ljubav, kada je nikada nisam od drugih mogla na pravi način dobiti.
Mama.
#ljubav#balkan citati#ljubavni citati#citati#najljepsi citati#tuzni tekstovi#ljubavni tekstovi#prijatelji#poezija#musicians
14 notes
·
View notes