#Membuka Pikiran
Explore tagged Tumblr posts
Text
Cinta yang Lebih Matang
Setelah menjelang 8 tahun usia pernikahan, menjalani naik turunnya. Jadi merasa lebih bisa memahami kenapa pernikahan itu bisa mematangkan rasa cinta, dan kematangan itu menjadi rasa-rasa yang lainnya seperti kepercayaan, ketergantungan, rasa aman, dan berbagai bentuk rasa yang lain.
Mungkin bagi teman-teman yang masih sendiri, kemudian pikiran sudah berpikir sangat jauh : Apakah ini? Apakah itu? Bagaimana jika? dan berbagai pertanyaan yang menciptakan rasa takut yang mendominasi. Tidak mudah bagi teman-teman untuk seketika menerima konsep bahwa pernikahan itu bisa menentramkan jiwa. Bahkan kalimat sebelum ini pun mungkin sudah memiliki sanggahan di kepala : Ya itu kalau ketemu pasangan yang tepat! Kalau nggak, gimana? Nah, apakah jadi takut? Bahkan untuk kita bisa mengimani bahwa pernikahan itu akan membuka pintu rezeki pun, sulit. Karena dari masa sendiri, kita sudah kepikiran dengan harga rumah, biaya pendidikan, dan sebagainya. Serta semua hal itu dijadikan standar umum keberhasilan pernikahan. Tapi, apakah pernah belajar sebenarnya pernikahan yang berhasil itu yang seperti apa? Kalau membaca bagaimana overthinkingnya orang lain terkait pernikahan, sulit untuk memberikan nasihat yang bisa diterima serta-merta. Rasanya sulit sekali menjelaskan bahwa beberapa aspek dalam hidup ini tidak berjalan dengan logika dan cara manusia. Semua itu sepertinya akan tetap menjadi perjalanan spiritual individu hingga seseorang itu benar siap untuk masuk ke fase pernikahan. Fase yang mungkin bagi sebagian besar umat manusia, jika rata-rata usia nya 75 tahun,1/2 atau 2/3 nya akan ada di dalam pernikahan. Usia pun tidak menjadi patokan kematangan dalam kesiapan diri. (c)kurniawangunadi
252 notes
·
View notes
Text
Konsep “Me Time” yang Tepat
Seringkali kita kurang menghargai sesuatu sampai akhirnya sesuatu itu hilang dan ‘sulit’ didapatkan lagi.
Aku baru sadar, waktu luang yg dahulu dimiliki saat single ternyata LUAR BIASA BERHARGA karena saat sudah berkeluarga, waktu luang itu langka. Bukannya tidak ada sama sekali, namun sekalinya ada waktu luang, harus digunakan baik-baik!
Karena kalau tidak? Dampaknya fatal. Bisa berpengaruh kepada bagaimana ‘roda rutinitas’ bekerja dikeluargaku. Aku tidak bisa sembarangan menggunakan waktu luangku untuk berleha-leha berjam-jam tanpa melakukan apa-apa yg memenuhi kebutuhan batinku. Kupikir, ada baiknya waktu luang itu digunakan untuk “me time” atau quality time bareng keluarga.
Tapi concern-ku saat ini lebih ke “me time”. Karena..
Bu Elly Risman pernah berkata, “Me time itu penting banget dan itu HAK, perlu diperjuangkan!”
Tapi bagaimana kita menggunakan me time tersebut juga perlu dipikirkan. Kebanyakan dari kita, menggunakan me time nya itu dengan scrolling medsos. Consume content terus… dari yg ‘terlihat’ penting sampai yg ngga penting banget.
Scrolling sambil rebahan, berharap dapat hiburan tapi malah makin lelah. Lelah mental sampai pikiran kacau. Terpapar berita negatif maupun hal-hal receh yg ngga aplikatif untuk kehidupan kita, itu bisa merusak “produktivitas” kita.
Produktif disini bukan berarti harus selalu “menghasilkan”, akan tetapi sesuatu yg mampu mengisi batin dan pikiran kita. Hingga akhirnya diri kita bisa ke recharge dan semangat lagi menjalani hari :)
Adakalanya kita harus membiarkan diri kita ini ‘merasa kosong’ dan kebosanan.
Jauhkan diri dari distraksi media sosial yg makin sini makin minta perhatian kita. Makin bikin kita reaktif dengan apa-apa yg muncul di fyp dan story orang-orang.
Mari coba belajar mengerem tangan kita untuk tidak selalu membuka hape, mengecek notif, dan membuka sosmed. Biarkan diri kita merasa kebosanan. Sampai kebosanan tersebut memecut otak kita untuk melakukan sesuatu yg lebih ‘menyenangkan’. Kreativitas itu lahir dari rasa bosan.
Semisal, mengisi waktu me time dengan MEMPELAJARI SESUATU atau MEMBUAT SESUATU. Pastikan me time kita tidak sia-sia.
Mari sibukkan diri dengan yg baik-baik 🪴✨
Tangerang, 5 Oktober 2024 | 11.32 WIB
129 notes
·
View notes
Text
Terimakasih, Pak Anies.
Barangkali, itu kalimat pertama yang ingin aku ungkapkan, jika ditanya tentang kesan di Pemilu 2024.
Terimakasih ya Pak, sudah berjuang untuk maju, menjadi salah satu calon presiden yang membuat kontestasi Pemilu terasa lebih ada 'ghirah'nya.
Jujur, di 2014 dan 2019, rasanya jengah sekali. Setiap membuka medsos, isu-isu SARA yang menjadi bahasan. Kampanye yang begitu-begitu saja, membuat bosan untukku pribadi melihat perjalanan kampanyenya. Karena paling ya, begitu saja tren-nya. Blusukan ke warga-warga, kampanye di atas pentas sembari bermonolog di bawah terik matahari, juga bagi-bagi amplop *eh.
Di 2024, Pak Anies dan tim menciptakan atmosfer yang berbeda. Desak Anies dan Slepet Imin, menjadi model kampanye yang berani tampil beda di sejarah pesta demokrasi Indonesia.
Dalam Desak Anies dan Slepet Imin, terjadi dialog antara capres-cawapres, dengan audiens. Audiens bisa menanyakan apa pun, bahkan mengadukan keresahan apa pun.
Ini menarik.
Melihat bagaimana para calon pemimpin kita berdialog dengan rakyat biasa maupun para mahasiswa, yang penuh dengan keluhan dan kritik yang beraneka ragam. Gaya kampanye ini meruntuhkan gaya konservatif, dan aku tidak bisa bilang tidak, gaya kampanye ini adalah gaya yang mendidik rakyat.
Buatku pribadi, ini mengagumkan. Bagaimana capres-cawapres bahkan memperhatikan bagaimana strategi dalam berkampanye. Memperhatikan bahwa proses pesta demokrasi, bukanlah sekedar pesta untuk yang akan maju mencalonkan diri. Tapi senyatanya, pesta demokrasi haruslah dirasakan sebagai 'pesta' oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Meski tidak bisa langsung mengikuti agenda Desak Anies, aku adalah salah satu pendengar setia rekamannya di Youtube. Pak Anies selalu menyampaikan di setiap dialog, bahwa Desak Anies adalah cara paslon 01 menawarkan 'cara berpikir' mereka. Menurut beliau, rakyat harus tahu bagaimana cara pemimpinnya membuat keputusan, dimana keputusan lahir dari cara berpikir. Menurut beliau lagi, pemimpin itu tugasnya membuat keputusan, maka sudah seharusnya rakyat memilih pemimpin dengan cara berpikir yang paling relevan. Aku semakin kagum dengan strategi beliau.
Terbayang, menghadiri berbagai dialog pasti adalah hal yang menguras pikiran dan tenaga. Belum lagi jika ada kritik-kritik yang perlu dijawab, betapa melelahkannya. Tapi Pak Anies dan segenap tim, tetap memilih proses yang 'out of the box' ini demi mendidik rakyat dalam proses pemilu. Selain juga pasti ada misi menjaring suara.
Pak Anies, kuakui adalah sosok yang memiliki kelebihan dalam public speaking nya. Beberapa pihak bersentimen negatif, menyebut kelebihan ini sebagai 'omon-omon' belaka, atau 'janji manis' tanpa eksekusi nyata. Beberapa juga berpandangan, orang yang ucapannya manis di mulut, tidak selalu baik dalam bekerja. Tapi, kurasa itu logika yang tidak selalu benar dan tidak bisa dipukul rata. Kecerdasan berbicara tidak berarti payah dalam kerja nyata. Tidak bisa dihakimi begitu saja. Dan lagi, rekam jejak selama Pak Anies menjabat Gubernur Jakarta pun dapat kita pelajari di berbagai platform media sosial.
Ada lagi yang menarik menurutku. Performa Pak Anies saat debat. Aku kebetulan menyimak debat ketiga secara live via Youtube. Disana, Pak Anies tampak begitu 'menyerang'. Jujur, sebagai orang yang tidak suka dengan konflik, aku agak jengah menonton serangan demi serangan tersebut. Tapi, secara jernih aku mencoba berpikir. Acaranya ini judulnya debat, lagipula saat itu temanya adalah pertahanan, dimana salah satu paslon adalah juga menteri pertahanan. Wajar kalau terjadi kritik yang pedas, dan harapannya yang bersangkutan piawai dalam menjawab. Namun, seperti yang kita lihat dan saksikan sendiri, yang terjadi justru sebaliknya. Ah, sepertinya tidak perlu kujelaskan, netizen bisa menilai sendiri dengan mindsetnya masing-masing :)
Aku tersadar, bahwa saat itu Pak Anies sedang menjalankan peran, sebagai seorang kontestan yang berdebat. Terimakasih Pak, sudah menjalankan peran sesuai dengan situasinya.
Lalu tentang visi-misi. Aku belum membaca dokumen visi-misi paslon secara lengkap. Tapi beberapa kali, aku melihat postingan yang mengutip visi-misi dari para paslon. Dan, aku melihat hampir di setiap aspek, Pak Anies selalu memiliki visi-misi yang digagas. Di isu kesehatan, ekonomi, sampai diaspora pun beliau tuangkan gagasan. Dokumen visi-misi yang lengkap ini amat membantu jika kita ingin mencari isu yang menjadi fokus kita. Dan rata-rata mostly isu-isu tersebut ada di dokumen paslon 01.
Tidak hanya itu, muncul juga berbagai gerakan organik seperti aniesbubble, humanies, senimanbersatu, dll yang mendukung perjalanan kampanye Pak Anies. Pak, rasanya saya susah membayangkan gerakan-gerakan seperti itu terbentuk jika tidak ada ketulusan (apalagi tanpa bayaran), karena satu tujuan menginginkan perubahan.
Oh ya, aku juga respect dengan para pendukungnya yang tetap objektif meski mendukung paslon AMIN. Contohnya, pada saat debat cawapres. Patut diakui Cak Imin masih sangat blunder ketika itu. Tapi, para pendukung mengkritik dan menasihati, bukan menutup mata atas kekurangan itu. Dan alhamdulillah, Cak Imin pun terbuka dan menerima kritik. Di debat berikutnya, performanya lebih baik daripada sebelumnya. Membayangkan Indonesia dengan pempimpin yang terbuka, berkepala dingin, mampu memproses (bukan hanya menampung lalu jadi angin lalu) kritikan, luar biasa sekali rasanya.
Pak Anies, aku berharap, apapun yang terjadi selepas Pemilu, Pak Anies tetaplah menjadi Pak Anies yang seperti ini. Pak Anies yang menginspirasi, dan terus menyuarakan suara rakyat, terlepas apa pun pilihan politik Pak Anies. Aku sudah di titik pasrah dengan hasil Pemilu. Pak Anies terpilih ataupun tidak, Allah sudah mengaturnya, bukan.
Namun, setidaknya rakyat mendapat pendidikan yang berharga sepanjang perjalanan pesta demokrasi ini. Dan semoga, terus terdidik dan naik kelas demokrasi di Indonesia.
Pak Anies, terimakasih karena banyak kalimat Pak Anies yang menggugah dan terngiang di banyak orang. Aku jadi teringat salah satu ayat Al Quran,
Tidakkah kamu memperhatikan bagai-mana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit (QS. Ibrahim ayat 24).
Salah satu kalimat yang aku ingat dari Pak Anies adalah saat Pak Anies membicarakan prinsip kebijakan. Kata beliau, "Membesarkan yang kecil, tanpa mengecilkan yang besar.". Maknanya, dalam sekali. Dan kalau itu menjadi basis dari setiap kebijakan, rasanya Indonesia Adil Makmur untuk semua bisa terlaksana.
And, the last. Terimakasih Pak Anies, sudah menggerakkan saya untuk menulis. Baru pertama ini, saya mendukung dan memilih calon pemimpin sampai dituangkan dalam sebentuk tulisan.
Semoga, Allah memberikan yang terbaik untuk Indonesia.
278 notes
·
View notes
Text
Jiwa
Hari ini gue lari sore dengan rute kost ke Galaxy Mall. Cukup struggle karena Surabaya bukan kota yang ramah pejalan kaki. Sebenernya gue bisa lari ke KONI atau ITS. Tapi karena gue pengen menikmati jalanan kota sore hari, gue akhirnya random aja lari ke GM.
Setelah sekian minggu tenggelam dalam pekerjaan, sore ini pertama kalinya gue hidup dengan pelan. Dari pagi gue bersih-bersih kost dan meal prep. Sore harinya gue lari ke Galaxy Mall dan nyari buku di Periplus. Udah lama juga gue nggak baca buku. Gue beli Edible Economics-nya Ha Joon Chang. Masih gue baca beberapa halaman sampai kemudian gue harus sholat maghrib. Ini semua gue lakuin tanpa memegang HP.
Senin pagi tuh list kerjaan gue udah banyak banget. Gue udah mikir hari ini bakal ke kafe buat nyiapin kerjaan besok sampai hati gue sendiri bilang:
"Kamu mending istirahat biar besok fit. Udah lama banget kamu nggak istirahat"
And yes, gue akhirnya istirahat.
Lalu apa yang gue rasain di fase istirahat hari ini?
Selama gue bekerja cepat beberapa minggu ini, gue nggak burn out. Tapi mulai ada kebiasaan-kebiasaan baik yang gue skip seperti baca buku, minum vitamin, olahraga kardio, dan masak.
Mana yang lebih nyaman hidup slow living atau fast pace? Dua-duanya boleh asalkan berkah. Asal kita tidak jauh dari Allah.
Gue pelan-pelan masuk ke fase yang demikian. Tidak terlalu memikirkan mau dikasih kehidupan yang slow atau fast. Yang penting Allah ngasih kenyamanan untuk beribadah wkwk karena gue bukan orang yang tahan diuji dalam ketidaknyamanan ~XD
Menata jiwa agar selalu terhubung kepada Allah itu butuh hidayah. Kadang hidayah itu datang di saat kita hidup dengan lambat. Lewat perenungan-perenungan tentang diri kita. Tapi tidak jarang juga hidup yang lambat membuat pikiran kita kemana-mana.
Ada hal menarik yang gue temui ketika gue rutin treatment untuk ADHD. Bahwa memahami jiwa itu sangat bermanfaat untuk tazkiyatun nafs. Dulu gue banyak skeptis karena khawatir pendekatan psikologis itu sekuler. Tapi setelah gue belajar banyak hal, sama sekali tidak. Psikolog itu membantu kita untuk merawat jiwa, memproses trauma, juga memproses emosi. Hingga kita menjadi manusia yang bisa berpikir sehat dan menata kehidupan kita pelan-pelan.
Kehidupan serba cepat terkadang membuat kita kehilangan hubungan dengan diri sendiri. Tapi tidak jarang juga di kehidupan yang serba cepat ini membantu kita untuk memberikan manfaat ke banyak orang.
Jadi mau bagaimanapun fasenya memang perlu disyukuri.
Tapi kalau kelak gue ditakdirkan bisa membuka lapangan kerja sendiri..... gue berharap bisa ngasih gaji yang banyak, ngasih waktu istirahat yang proper, karena kita tidak akan mungkin membantu manusia untuk berkembang tanpa memberi mereka ruang yang cukup dalam memahami diri sendiri. Karena sebesar apapun usaha manusia merawat dirinya sendiri, ia tidak akan bisa terlepas dari pengaruh lingkungan. Semoga Allah menganugerahkan lingkungan yang membantu kita menjadi manusia yang baik dan damai.
50 notes
·
View notes
Text
PLAGIATT
Halo teman-teman Tumblr, aku cuman mau infoin kalau pemilik akun ini @coklatmaniss memplagiasi tulisan aku yang ini
Tulisan ini di post di akun dia tanggal 23 Mei 2024 TANPA IZIN & CREDIT dari aku si PEMILIK TULISAN
Sedangkan ini tulisan aku
Di post tanggal 9 Maret 2024
Aku menemukan akun dia sebagai salah seorang yang menyukai postingan aku itu
Sebelum tulisan ini aku bagikan, aku udah konfir ke yang bersangkutan @coklatmaniss mengirimkannya pesan, bertanya mengapa menyalin tulisanku tanpa minta izin bahkan menulis sumber di mana dia menyalin tulisan tersebut, seakan-akan tulisan itu buah pikiran atau dia sendiri yang tulis.
Aku orang yang malas ribut alias gak suka berantem. Di awal melihat postingan dia yang memplagiasi tulisanku, aku udah mencoba berprasangka baik. Berpikir positif, barangkali dia juga gak sengaja atau gimana. Sederhananya aku cuman mau bicara baik-baik aja. Tapi gak ada tanggapan sama sekali. Dan itu udah berlangsung 1 minggu yang lalu.
Aku mau positif thinking pesanku dia belum baca, tapi pas aku cek, akunnya memposting tulisan baru wkwk.
Aku mengirimkannya pesan pada hari Senin minggu lalu, dan tulisan ini dia post 1 hari setelahnya wkwk
Menurutku, sepertinya lebih mudah deh buat membalas/membuka sebuah pesan daripada memposting tulisan baru, atau memposting tulisan baru lebih mudah bagi dia karena tinggal copas tulisan lain lagi? UPSSSS...
Dan per detik ini, pas aku cek akunnya udah gak ada, entah aku dia blokir, atau akunnya udah deactivated
Aku selama ini oke oke aja tiap ada yang membagikan tulisanku, TAPI tentu dengan IZIN atau CREDIT AKU SEBAGAI PENULISNYA. Bukan asal main copas/salin gitu aja terus post ke akun milik sendiri, seakan-akan itu tulisan dia yang tulis sendiri.
Atau kalau gak mau repot-repot minta izin tapi pengen share tulisan orang lain, di tumblr itu ada FITUR REBLOG/REPOST loh, hayuk atuh digunain. Apa gak malu jadi pencuri tulisan orang lain gini?
Sebagai seseorang yang 'hidup' dan 'makan' dari nulis, apalagi semenjak punya buku, DEMI ALLAH AKU GAK RELA DUNIA AKHIRAT TULISANKU DIPLAGIASI/DI COPAS GITU AJAA
Beberapa orang mungkin akan berpikir 'apa sih lebay amat, tulisan gitu doang...'
NGGAK! cuman aku sendiri yang tau perjuanganku dalam menulis. Bagaimana capeknya nyari ide tulisan yang gak selalu muncul gitu aja, bagaimana 'hopeless' nya bengong depan laptop gak tau mau nulis apa, bagaimana stress gak bisa tidur mikirin ide, atau pas nyelesain draft tulisan.
Orang-orang cuman tau 'nulis ya tinggal nulis', gak pernah tau dan ngerasain struggle nya gimana pas lagi writing slump, writers block, yang mereka cuman tau nulis sesepele mengetik lalu mengunggahnya di media sosial.
Aku harap setelah aku memposting tulisan ini, teman-teman mulai lebih aware sama dampak plagiasi. Entah dampak kepada si pelaku, dan juga kepada si korban.
Teruntuk kepada PARA TUKANG PLAGIAT tolonglah coba menulis/membuat tulisan sendiri supaya kalian bisa lebih menghargai tulisan seseorang, bagaimana sakit hatinya saat tulisan diri sendiri diakuin oleh orang lain.
Emang apa sih yang dikejar dari memplagiat tulisan orang lain? Nyari likes yang banyak? Nyari followers? Haus validasi orang lain? Mending nyari duit atau kerja kata aku mah, lebih bermanfaat...
Sebenarnya ini bukan sekali tulisanku diplagiat gini, tapi baru ini aku dapat yang memplagiasinya langsung di Tumblr (dan semoga ini doang, gak adalagi) dan apesnya si akun @coklatmaniss tapi—kelakuan— gak —maniez ini, postingan dia langsung muncul di berandaku. Dia pikir kalau tulisannya dipotong gitu ajah aku gak akan hapal sama tulisanku sendiri gitu? Cihhh
Pliss jangan rusak laman biru, 'rumah' bagi kita semua dengan perbuatan-perbuatan tidak baik ya kawan-kawan, salah satunya dengan memplagiasi tulisan orang lain.
41 notes
·
View notes
Text
List Kegagalanku di Tahun 2023
Di luar arus umumnya, aku ingin berbagi kegagalan apa saja yang ditakdirkan di tahun 2023. Hehe. Panjang.
Januari
Tentunya skenario mengawali tahun baru dengan sakit.. tidak pernah ada dalam bayanganku.
Bukan. Bukan karena harus dirawat inap selama 6 hari dengan 3 dokter spesialis, sampai harus izin ganti jaga IGD karena masih berstatus dokter internsip. Bukan karena diagnosisnya cukup langka jadi ragam tes harus dilakukan. Bukan.
Agaknya aku lebih ingin menggarisbawahi bahwa 6 hari itu mengubah persepsiku tentang 24 tahun hidupku.
Dan kegagalan pertamaku adalah sempat menyalahkan diri, bahkan.. sempat mempertanyakan Allah: kenapa aku?
Sikap kontraproduktif.
Ternyata manusia memang tempatnya mengeluh, tempatnya ketidaktahuan ya.
Siapa sangka, sakitku itu justru membawa banyak keberkahan di kemudian hari. Membuka pintu-pintu unik yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.
Februari
Kegagalan keduaku adalah gagal mengkomunikasikan dengan baik terkait pekerjaanku sebagai asisten penelitian.
Akhirnya aku memutuskan resign dari pekerjaan sampinganku untuk fokus ke internsip dan pemulihan sakit. Di momen ini aku malu, karena rasanya gagal membina hubungan baik dengan dosen. Gagal pula manajemen diri dan waktu dengan baik. Sampai bertanya-tanya, kok bisa ya saat S1 dan koass kuat? Apa tidak pernah diuji sedemikian fisikku dan mentalku?
Tapi justru di titik ini aku belajar, suatu pelajaran penting. Ingatkah kisah tentang contoh mastatha’tum seorang syaikh, yang berlari sampai pingsan?
Di sini Allah sedang mengingatkan pertanyaanku ke seorang ustadz 2018 silam: bagaimana kita mengetahui batas kita dalam mastatha’tum ustadz?
Maret
Aku gagal menyelesaikan amanahku di komunitas yang kuikuti dengan baik. Adabku nampaknya perlu ditilik kembali.
Aku tidak bisa ikut rihlah dan menyelesaikan tugas akhirku di kelas tersebut. Pasalnya, setelah ke beberapa dokter di Indonesia, akhirnya orang tua membawaku ke Singapura untuk check up. Dan seperti cerita-cerita yang sering viral di sosial media, dokter di sana berbeda pendapat dengan dokter di Indonesia.
Aku dinyatakan berstatus “saat ini Anda sehat, tapi perlu pengawasan.” Suatu diagnosis abu-abu. Tidak dapat tegak, tapi juga tidak dapat dieksklusi. Menarik.
Siapa sangka, sebagai dokter aku justru jadi pelaku health tourism sebagai pasien? Ayah dan ibu berkata: kelak perjalanan ini pasti akan bermanfaat bagi kamu. Aamiin.
Oh ya di sisi lain, aku merasa gagal juga membuat orang tuaku bangga. Jadi sedih karena merepotkan. Terharu karena melihat sedemikian khawatirnya mereka.
April
Ternyata dalam bab ber-Qur’an pun, aku gagal mencapai target. Aku tertinggal jauh.
Kebanyakan alasan. Kebanyakan bermalas-malasan. Jaga lah, capek lah, badan sakit lah.
Tapi Allah kasih rezeki berupa Ramadhan. Dan Allah karuniakan rasa di hati: bagaimana kalau ini Ramadhan terakhirku? Itikaf terakhirku?
Rasa yang membuat bulan mulia itu begitu sulit dilepas. Alhamdulillah. Semoga kita tidak termasuk dari mereka yang mahjura terhadap Al-Qur’an.
Di kegagalan ini aku belajar tentang adab izin ke Allah: bahwa keikhlasan pun perlu diminta, keistiqomahan pun perlu diminta.. dan ternyata Qur’an memang jadi obat terbaik untuk sakitku.
Mungkin memang sebenarnya jiwaku ini yang banyak penyakitnya, ya.
Mei
Laju hidupku berubah ketika internsip periode rumah sakit selesai dan beralih ke puskesmas. Layaknya testimoni teman-teman, periode puskesmas akan lebih luang dan tidak melelahkan (dan membuat naik berat badan).
Tapi aku gagal menaikkan berat badan. Haha (naik sih, tapi turun lagi)
Memang tiga hari setelah pindah stase dari RS aku tidak nafsu makan. Aku hanya banyak menangis dan mencoba alihkan pikiran dengan game kucing. Haha.
Kenapa? Aku merasa gagal manajemen code blue dengan baik, di jaga malam terakhirku. Aku kehilangan seorang pasienku. Innalillahi wa inna ilaihi raajiun. Kepergiannya, kelak menjadi kebaikan bagiku (dan untuk almarhum lah, aku dedikasikan sertifikat ACLS-ku). Terima kasih Pak, semoga Allah lapangkan kuburmu. Al fatihah.
Juni
Lagi-lagi gagal untuk mengelola stress. Haha. Di bulan Juni aku mendaftar tes TOEFL iBT. Setelah memantapkan hati mendaftar LPDP. Tentunya belajarnya H-10 karena mepet. Akhirnya gejala sakit kemarin muncul lagi. Duh, Hab.
Sedih juga, karena gagal mendapat nilai yang kutargetkan, kurang 4 poin.
Tapi alhamdulillah, memenuhi syarat. Walau ujian sambil merasakan macam-macam gejala efek samping obat.
Juli
Gagal mengumpulkan berkas LPDP sebelum deadline.
Terbukti benar kata Ibu, perjalanan sakitku dari Januari membawa hikmah. Itulah yang menjadi kisah latar belakang di esai kontribusi, yang seakan Allah tunjukkan: ini nih my calling.
Tapi aku mengulur waktu, dan akhirnya baru mengumpulkan berkas di beberapa jam sebelum tenggat. Di mobil. Saat aku perjalanan dari Jakarta ke Jogja. Haha. Terbayang betapa tingginya adrenalin malam itu.
Agustus
Gagal juara 1 di lomba yang kuikuti.
Sakitku.. selain menghantarkanku untuk daftar S2 (ketimbang langsung PPDS/ kerja), juga menghantarkanku untuk mencoba banyak hal untuk menambah pengalaman di CV untuk persyaratan S2.
Termasuk ingin ikut berbagai mentorship dan lomba. Aku gagal daftar mentorship dan training Cochrane. Tapi aku akhirnya memberanikan diri mengikuti MIT Hacking Medicine di Bali.
Alhamdulillah, walau gagal juara 1, mendapat juara 3 dan mendapat pengalaman yang jauh lebih berharga dari piala itu sendiri. Oh ya dan mendapat teman-teman internasional juga.
September
Gagal rasanya ketika sempat ditegur konsulen karena scientific poster ku perlu berulang kali revisi.
Pengalaman pertama mengirimkan case report
Lalu kelelahan setelah lomba. Dan akhirnya September penuh dengan bolak-balik check up kembali.
Aku pun gagal manajemen emosi ketika harus sulit mengurus rujukan ke RS dan mengorbankan banyak hal.. lalu ketika di sana.. diperlakukan kurang sesuai ekspektasi oleh dokter.
Ternyata kekecewaan itu menjadi pengingat terbaik: oh ya, kalau jadi dokter, jangan seperti ini ke pasien.
Oktober
Gagal pakai software asli non-bajakan untuk mini project di Puskesmas. Huhu.
Ketika mini project, aku berkali-kali gagal menganalisis data. Bahkan beberapa jam menjelang presentasi, aku baru menyadari kesalahan krusial yang membuatku mengulang seluruh pekerjaanku haha. Panik.
Akhirnya aku refleksi dan istighfar, mungkin ini akibat SPSS bajakan. Jadi tidak berkah. Teringat peristiwa serupa saat skripsi, akhirnya menggunakan free trial (yang legal) baru berhasil.
November
Gagal menulis rutin di Tumblr. Gagal mengajar Quranic Arabic sampai tuntas.
Nampaknya bulan November merupakan bulan yang butuh ruhiyah yang lebih kuat. Segala persiapan S2, perpisahan, pindah kembali ke Jakarta setelah internsip, adaptasi hidup bersama orang tua lagi..
Dan aku rasa futur iman-ku, terbukti dari writer’s block yang cukup lama. Pun semangat mengajar juga redup. Meng-sedihkan diri ini.
Oh ya tapi ternyata tentang kegagalanku di Maret.. Allah masih menurunkan rahmat-Nya dan mengizinkan aku ikut kembali komunitas tersebut kembali. Menebus kesalahanku yang lalu. Ya Allah. Alhamdulillah. Semoga diridhai Allah dan guru-guru kami.
Desember
Dan kurasa kegagalan terbesarku adalah sempat merasa kehilangan arah. Kehilangan diri yang dulu.
Aku ingat ketika pertama kali dengar diagnosisku, duniaku seperti dalam kondisi pause. Aku takut bercita-cita. Aku takut menulis mimpiku lagi. Aku takut membuat rencana.
Di akhir tahun ini, akhirnya aku beranikan diri menulis kembali: cita-cita, rencana, dan mimpi. Dan yang utama, cita-cita bersama Al-Qur’an.
Guru kami berkata: untuk Al-Qur’an, jangan pernah takut bermimpi
Maka aku coba kembali, tertatih-tatih sekali pun. Dan ternyata dengan memberanikan diri merapikan rencana ziyadah, murajaah, tilawah, tadabbur.. menghidupkan kembali semangat diri untuk cita-cita yang lain.
Allahummarhamna bil Qur’an..
..Sepertinya masih banyak. Kegagalan-kegagalanku.
Tapi dengan segala kegagalan, aku bersyukur Ditipkan pelajaran bersamanya.
Dan bukankah itu kesuksesan? Ketika segala tinggi dan rendahmu, menghantar kepada syukur dan sabar ke Allah.
Semoga dimampukan ya, Hab.
Selamat mensyukuri “kegagalan”, semoga Allah takdirkan setelah dosa ada taubat, setelah kegagalan ada pelajaran.
-h.a.
Kalau kamu juga berbagi kegagalanmu, sertakan #perjalanankegagalan ya, siapa tau kita saling menemukan bahwa kita semua memang hanya manusia biasa
83 notes
·
View notes
Text
"Sekolah Is Bulshit??"
Potret Buram Pendidikan Kita: "Ketika sekolah tak lagi menjadi tempat belajar, tapi ladang profit, siapa yang sebenarnya dicerdaskan?"
Sebagai seorang guru yang juga seorang konten kreator, saya sering merasa gemas dengan wajah pendidikan Indonesia yang—alih-alih berkembang—justru terjebak di antara aturan kaku dan mentalitas yang tidak relevan dengan kebutuhan generasi saat ini. Pendidikan seharusnya membimbing dan membuka potensi anak-anak kita, tapi kenyataannya sistem pendidikan Indonesia malah sering berfokus pada kekurangan, bukan kelebihan anak. Setiap siswa diukur dengan standar yang sama meskipun keunikan mereka berbeda. Misalnya, ada anak yang luar biasa berbakat di bidang fotografi dan videografi, tetapi sistem mewajibkan mereka untuk mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dalam pelajaran menggambar. Bukannya didorong untuk mendalami potensi, mereka malah dicap "gagal" hanya karena bakat mereka tidak ada di jalur akademik konvensional.
Lebih parahnya, saya juga melihat anak-anak yang tidak pernah diberi kesempatan untuk merasakan realitas dunia kerja. Bayangkan saja, di SMK misalnya, mereka dipersiapkan untuk dunia kerja yang penuh tekanan deadline, disiplin tinggi, dan tuntutan kualitas, tapi banyak guru yang enggan memberikan latihan seperti itu karena khawatir akan Undang-Undang Perlindungan Anak. Ironisnya, akibat ketakutan itu, anak-anak malah tumbuh dengan mental "tempe" dan merasa mereka tidak perlu bekerja keras atau menerima teguran. Sejujurnya, dunia kerja tidak akan memperlakukan mereka sebaik itu, dan sikap menghindar ini tidak mendidik mereka untuk siap menghadapi tantangan hidup yang nyata.
Lalu ada lagi "jaminan" naik kelas yang dianggap seolah wajib, bahkan ketika siswa tersebut tidak memenuhi kualifikasi. Sebagai seorang guru, saya pernah tidak meluluskan sembilan siswa dan tidak menaikkan dua belas siswa lainnya—tentu saja ini kontroversial. Keputusan saya membuat beberapa siswa merasa malu, bahkan mereka akhirnya pindah sekolah. Kenapa ini jadi masalah besar? Karena banyak sekolah yang takut prosentase kelulusan mereka turun. Kenyataannya, sistem dapodik dan akreditasi sekolah masih sangat bergantung pada statistik kelulusan yang 100%. Jika anak tidak naik kelas atau lulus, sekolah bisa terancam nilainya, dan dampaknya, sekolah lebih memilih "memaksa" anak naik kelas, terlepas dari apakah mereka sudah layak atau belum.
Sekolah swasta, terutama, sering kali lebih mirip bisnis keluarga daripada lembaga pendidikan. Fokus utama mereka bukan lagi mencerdaskan bangsa, melainkan mengejar profit. Guru dituntut untuk bergelar S1, bahkan S2, tetapi gaji yang mereka terima jauh di bawah UMR. Dana BOS yang seharusnya untuk operasional guru, sering kali hanya lewat tanpa sampai pada guru yang benar-benar mengajar. Guru akhirnya harus bekerja sambilan, membuka les, atau bahkan berjualan online hanya untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup selama satu bulan. Bagaimana kita bisa berharap pendidikan berkualitas jika guru-gurunya justru harus membagi pikiran antara mengajar dan mencari penghasilan tambahan?
Selain itu, kita juga menghadapi tantangan dari orang tua yang terlalu campur tangan. Berdasarkan analisis pribadi saya, banyak orang tua yang lahir di tahun 70-an hingga 90-an tampaknya memiliki “dendam terpendam” terhadap pengalaman mereka dulu yang penuh disiplin keras. Mereka pernah merasakan hukuman fisik dari guru, yang saat itu dianggap wajar. Kini, ketika anak mereka mengalami masalah di sekolah, orang tua ini sering menolak pendekatan serupa, bahkan mendampingi anaknya secara berlebihan, dan guru pun jadi sulit mengambil sikap tegas.
Banyak variabel yang membuat sistem pendidikan kita kompleks dan berat untuk berkembang. Sekolah terjebak pada kebutuhan mencari keuntungan, guru harus berjibaku untuk bertahan hidup, dan pemerintah terus merumuskan kebijakan yang sayangnya tidak berbasis kondisi lapangan. Tanpa perubahan mendasar, pendidikan kita akan terus jalan di tempat. Pendidikan seharusnya membebaskan, tapi realitas yang terjadi malah sebaliknya.
11 notes
·
View notes
Text
Anak Terjumpa Akaun OF Ibunya
Jari-jari Shira gemetar ketika dia mengetik beberapa huruf terakhir ke dalam bar carian, jantungnya berdetak liar di dada. "OnlyFans," beliau berseru kepada dirinya sendiri, campuran rasa ingin tahu dan ketakutan yang memutar perutnya. Beliau telah menemui rahsia ibunya secara kebetulan, satu peringatan yang tersesat dalam e-mel lama yang dia benar-benar tidak sepatutnya menggeledah. Skrin berkedip apabila laman web dimuat turun, dan Shira menahan nafasnya, matanya membesar apabila gambar profil masuk ke dalam pandangan.
Tiada kesilapan yang berlaku. Wanita itu, dengan rambut perang yang akrab di atas bahunya, tidak dapat dipungkiri ialah ibunya, Noraini. Shira merasakan gelombang mual mencuci di atasnya ketika dia mengklik pada pos terkini, video miniatur yang mengejutkan dipotong tepat di atas pinggang. Jari beliau melayang di atas butang bermain, minda beliau berlumba dengan soalan-soalan. Mengapa ibu beliau - seorang wanita yang sentiasa kelihatan begitu prim dan sopan - berbuat demikian?
Video bermula dengan nafas lembut, dan pipi Shira merah ketika dia menonton ibunya, berpakaian hanya dalam jubah sutera, berbaring di apa yang kelihatan seperti sofa keluarga lama mereka. "Selamat malam, pelanggan-pelanggan saya yang terkasih," kata Noraini, suaranya halus dan menggoda. “Malam ini, saya fikir kita boleh bercakap tentang... keinginan.”
Mulut Shira menjadi kering. Dia tidak boleh mematahkan matanya ketika ibunya melanjutkan, kata-katanya merangkak sihir yang kedua-duanya menawan dan menakutkan. “Kita semua mempunyai mereka, bukan? Fantasi-fantasi kecil yang kita simpan tersembunyi, disembunyikan daripada dunia." Tangan Noraini mengalir ke tulang belakangnya, menjejaki lingkaran yang perlahan-lahan dan disengaja. "Terkadang, ia memerlukan sedikit... insentif untuk meneroka mereka."
Sudut kamera bergeser, melambangkan di muka Noraini, matanya bergetar dengan kesilapan. “Bagaimana dengan awak sayang? Apa rahsia yang anda simpan? » Suara beliau jatuh kepada ucapan, hampir konspirasi. “Saya terkejut...”
Jantung Shira berdenyut begitu keras bahawa dia takut ibunya mungkin mendengarnya melalui skrin. Beliau menjangkau, menggeleng tangan, untuk menangguhkan video, tetapi jari beliau tergelincir, dan adegan terus berkembang. Pakaian Noraini jatuh terbuka, mendedahkan lebih daripada Shira merasa bersedia untuk melihat. Dia menggeleng, tangannya terus menutup mulutnya ketika dia cuba memproses apa yang berlaku.
“Ibu, apa yang awak buat?” Shira gemetar di bawah nafasnya, matanya melekat pada skrin. Noraini kelihatan seperti orang yang berbeza, seseorang yang tidak dikenali, tetapi tidak dapat dipungkiri menggoda. Transformasi itu menakjubkan, dan Shira mendapati dirinya tertarik terhadap kehendak beliau.
Apabila video itu hampir berakhir, Noraini mendekati kamera, bibirnya berpisah dengan senyuman. Ingat, sayang, segala sesuatu pada masanya sendiri. Sampai kali seterusnya…” Suara beliau menggeleng ketika skrin menjadi hitam.
Shira duduk di belakang, minda beliau reeling. Dia memerlukan jawapan, dan dia perlukan mereka sekarang. Jari-jari beliau terbang melintasi keyboard, menavigasi ke ciri mesej langsung di laman web. Dia ragu-ragu untuk seketika, keputusannya menggeleng. Tetapi keingintahuan - dan sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih gelap - menggerakkan beliau ke hadapan.
“Itu ialah saya, Shira. Kita perlu bercakap," beliau mengetik, jantungnya berdetak di telinganya.
Minit-minit bertiup, masing-masing meregangkan lebih lama daripada yang terakhir. Telefon Shira tetap diam, berat jangkaan berat di udara. Pada ketika beliau berniat untuk meninggalkan harapan, beliau berteriak. Sebuah pemberitahuan berkedip di skrin, dan nafas Shira tertangkap di tenggorokannya apabila dia melihat penghantar: Mama.
Beliau membuka mesej itu, tangannya gemetar. "Saya tahu bahawa hari ini akan datang. Bolehkah kita bertemu? Terdapat begitu banyak yang perlu saya jelaskan."
Pikiran Shira berlumba dengan senario yang mungkin, tiada yang menghiburkan. Beliau mengetuk balik dengan cepat, jari-jari beliau bergerak secara mekanikal. “Ya hari esok. di rumah Malam »
“Terima kasih sayang. Saya akan berada di sana," datang jawapan, diikuti oleh satu siri emojis yang kelihatan aneh-aneh di luar tempat mengingat keparahan keadaan.
Shira meletakkan telefonnya, fikiran beliau menjadi gelombang kebingungan dan ketakutan. Beliau memandang balik ke komputernya, kepada imej ibunya masih beku di skrin, dan gemetar. Esok akan membawa jawapan, tetapi malam ini, beliau hanya mempunyai soalan-soalan - dan rasa takut yang semakin meningkat.
Part 2 to be continued...
12 notes
·
View notes
Text
Deep Connection
Seorang laki-laki yang tak mudah membuka diri juga tak mudah mempercayai orang lain tengah jatuh hati pada seorang perempuan. Jatuh hati yang mendorongnya untuk memperjuangkan. Dia balut dirinya dengan kesabaran. Ia tenun doa-doa serta usaha-usaha untuk menujunya.
Ia laki-laki sholeh yang baik akhlaknya. Manusia cerdas. Manusia baik hati. Manusia peka yang mampu membaca perasaan orang lain. Tinggi empatinya pada sesama. Manusia yang memiliki nilai dan prinsip yang tinggi. Perfectionist Ia peduli dan berkasih sayang. Ia loyal dan protektif. Manusia setia dan berkomitmen. Seorang penyendiri. Misterius. Manusia perasa. Pemikirannya mendalam. Ia penasihat. Manusia bijaksana yang penuh kasih dan sayang. Manusia yang berintegritas. Manusia disiplin yang terorganisir. Manusia visioner. Tindakannya penuh pertimbangan. Manusia dengan kehangatan hati dengan sensitivitas yang tinggi. Ia peduli pada yang dicinta, juga pada sesama. Manusia dengan intensi baik dari dasar hatinya. Manis sikapnya, romantis tindakannya. ***** Namun demikian. Ia sulit untuk membuka diri dengan orang lain. Manusia tertutup pada kebanyakan orang. Sulit baginya menemukan orang yang cocok. Ketika ia temukan, tak segan ia meluapkan isi pikiran dan perasaannya kepada seseorang spesial itu. Dia lakukan hanya kepada orang yang ia rasa tepat. Karna sulit menemukan yang tepat itu, begitu ditemukan, ia menjadi sangat menghargainya. Ia bagikan hal yang krusial pada orang spesial. Tentang ketakutan-ketakutannya, juga pengalaman-pengalaman yang tidak diketahui orang lain. Ia izinkan yang spesial masuk ke dunianya yang selama ini ia tutup rapat-rapat. Pada akhirnya, yang spesial akan mengetahui sisi lain yang ternyata dia miliki. Ia butuh dipahami dan diterima. Ia menginginkan hubungan dengan deep connection. Ia menginginkan hubungan jangka panjang. Dalam hubungan yang bermakna dan mendalam. Dengan seorang yang kan melengkapi jiwanya. *** Semoga ia bersatu dengan yang spesial baginya.
139 notes
·
View notes
Text
"mudah-mudahan sukses, ya" 🥺💖🌻
kemarin siang menunggu antrian ujian di zoom yang ternyata lama sekali, aku batalkan. beranjak menuju mayapada untuk fisioterapi. sebelum hujan turun seperti selasa lalu.
perjalanan dengan gocar sambil membuka buku menyiapkan ujian esok hari. tapi entah, pikiran melayang tak tentu arah demi mengurai ruwetnya yang sudah parah.
sampai mayapada, ambil antrian lalu menunggu panggilan. seperti biasa. hanya seperti biasa. di tengah menanti panggilan, aku turun ke musala basement untuk salat asar. ternyata semudah itu meluangkan waktu. kembali lagi berteman dengan kursi tunggu yang tak biasanya penuh seperti ini.
C109. akhirnya sampai juga di nomorku. yah, tapi betapa kita hanyalah manusia. setelah semua usaha, tetap bukan kita penentunya. padahal sudah berangkat lebih awal, padahal sudah bawa buku karena besok ujian, padahal sudah pesan gocar demi berangkat lebih nyaman. dan padahal-padahal lainnya seolah kita berhak mengungkap semua kemarahan tak merunduk pada iman.
iman ke-6. iman kepada qadha dan qadar.
tidak bisa mendaftar karena bpjs-nya nonaktif. loh? bukannya aku sudah mengurus? umurku bertambah awal bulan lalu bukan awal bulan ini, tapi bulan lalu pun tak bermasalah? aku tau. ini bukan lagi hal yang bisa diusahakan. untuk tetap fisioterapi hari ini.
aku tak mau merasa lebih sia-sia sudah sampai di sini. saat dikatakan tak bisa mendaftar, saat menjelaskan dengan perlahan, air mataku masih tertahan. aku sudah biasa. kuulang dalam hati, aku sudah terbiasa. tak apa, wa.
duduk sebentar di depan taman untuk melepaskan perasaan. kenapa harus kualami lagi? memutuskan segera menuju musala basement tower A untuk menjaga air mata ini turun menghadap Dia.
sampai musala aku hanya entahlah berusaha sebaiknya. mau menangis sedu ternyata tak bisa. seperti sudah mati rasa. sudah biasa. akhirnya membuka buku saja, berusaha memusatkan pikiran padanya.
di depanku ada dua orang ibu selesai slaat dan sedang melipat mukena. salah satunya menengok padaku, tersenyum dan bertanya, "sekolah, ya? kuliah?"
"iyaa, bu" "dokter?" "eh? bukan, bu, hehe" sedikit kaget ya buka buku tulisan arab semua dikira kuliah kedokteran hiks. tapi aku ingin, bu. setelah semua ini aku punya ingin menjadi dokter. atau ya seperti itu lah.
berselang beberapa waktu beliau dan temannya hendak pulang. sambil tersenyum dan lembut menepuk pundakku beliau lewat dan berkata,
"mudah-mudahan sukses, ya" 🥺💖🌻
buuu, cerita seindah apa yang Allah tuliskan untukku? terima kasih sudah mendoakanku. aku melihat nyala seorang ibu pada sorot matamu. yang selalu dan selalu mengharapkan kesuksesan untuk anakmu. yang terus berbangga atas sedikit pencapaiannya meski orang lain tak pernah tau. bu, mulia sekali menjadi seorang ibu.
aku jadi berpikir, bu. kelak saat aku adalah seorang ibu, akan kudoakan semua anak dengan sebaik-baik doaku. bukan hanya anakku. semua anak-anak yang akan menjadi tonggak peradaban kita, bu.
aku merasakannya, bu. kekuatan doa seorang ibu. tak ada yang bisa mengalahkan rasa itu.
semoga Allah berkahi usiamu, bu. yang setengah hidupnya kau baktikan pada keluargamu. semoga Allah tetapkan surga tertinggi untukmu, bu. setelah semua cinta yang kau limpahkan untuk suami dan anak-anakmu.
( 07.38 // Jakarta, 10 November 2024 ) emang ada orang lagi nginep di kosan temen tapi ditinggal tuan rumah nginep di kosan temennya??
————————————————————
ternyata pusing-pusing terakhiran ini, obatnya hanya menulis?!?!
gawat!! menulis sudah benar-benar menjadi kebutuhan seperti makan, yang berakibat pusing jika kita tinggalkan. menangis tak lebih menenangkan daripada menulis.
ah tapi ini baru satu, masih ada bertumpuk cerita.
tulisan ini sempat mangkrak di draft sejak kamis lalu (7/11), jadi penyebutan hari ini, kemarin, yang merujuk pada waktu memang sedikit kacau karena ditulis di hari-hari yang kacau pula isi kepala :)
5 notes
·
View notes
Text
Halo, lama tidak menyapa.
Bagaimana kabarmu? Aku, baik-baik saja. Sigh. Mungkin. Hehe.
Kamu tahu hal paling lucu yang terjadi dalam hidupku akhir-akhir ini? Aku mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku sudah tidak menyukaimu, tapi kamu diam-diam menyelinap hadir dalam mimpiku. Tidak hanya sekali! Lucu, kan? Aku terlalu malu tertangkap basah oleh hati kecilku sendiri bahwa aku masih merindukanmu.
Aku membuka lembaran demi lembaran buku tentang tafsir mimpi. Berseluncur dalam pencarian internet tentang makna sebuah mimpi. Aku berharap ada sesatu yang menjelaskan bahwa mimpiku itu bukan hanya aku yang punya.
Haha, ternyata aku terlalu banyak berharap dan masih berharap. Aku harap kamu juga merasakan hal yang sama. Juga berharap kamu setidaknya sedikit saja merindukanku di sana.
Aku tidak tahu pada siapa hati ini berlabuh, jika ternyata saat ini kamu dalam pelukan orang lain. Aku masih egois memintamu setidaknya sedikit saja mengingat aku hadir dalam hidupmu. Walau hanya sebagai teman sebangku dalam kelas, aku harap kamu mengingatku dengan senyuman tulusku.
Aku tidak bisa apa-apa. Melihatmu dari sosial media saja aku tak mampu. Aku bahkan tak memiliki nomor pribadimu. Aku takut jika suatu malam aku akan menggila karena terlalu merindukanmu, aku tiba-tiba menghubungimu. Aku terlalu takut jika aku membunuh empatiku dan bersikap egois padamu. Pula, ketakutanku jika akhirnya melihatmu bersanding dengan penuh senyuman menawanmu itu dengan seseorang yang juga aku kenali. Aku takut.
Setidaknya, sudah 6 tahun terlewati. Aku kira waktu perlahan akan menghapusmu tanpa kusadari. Aku pun menjalani hidupku dengan bahagia terlupa oleh sosokmu. Sesekali, walau sesekali ingatan itu hadir, aku menepisnya. Aku kira aku terbiasa. Tapi semua terbalikkan ketika malam menyelimutiku perlahan. Sunyi yang menyekapku dalam bunga tidur, seolah mengolok-olok isi hatiku paling dalam. Mungkin kesunyian itu mengerti tentang perasaan hati yang disekap oleh pikiran. Sang sunyi tahu, padahal sudah disembunyikan rapi oleh pikiran dan wajah yang selalu bahagia. Ada satu laci dalam hatiku yang tidak pernah dibuka dan tidak ingin dibuka. Sebuah laci kenangan dan rasa bahagia saat bersamamu kala itu. Sebuah laci yang sengaja dikunci rapat agar dia tak leluar lagi seenaknya.
Namun malam ini, kesunyian ini memintaku dengan lembut untuk membuka laci itu kembali. Memintaku untuk melepas semua isi didalamnya. Merasakan kembali bagaimana indahnya hati yang meletup-letup saat bertatap mata denganmu, salah tingkah ketika berbicara denganmu, berpaling saat kamu menatapku balik.
Aku mulai mengenang semua itu lagi, malam ini. Aku tak ingin membohongi perasaanku lagi, lewat mimpi-mimpiku, bahwa aku masih menyukaimu. Entah apa itu cinta, setidaknya aku membenarkan bahwa aku ingin melihatmu malam ini.
Memang benar, cara terbaik bukan melupakan, tapi merelakan. Aku bukan sekedar pengecut yang sudah menyerah tanpa bertindak, karena nyatanya sudah melingkar cincin di jari manismu saat ini. Lebih baik pengecut dari pada menjadi wanita brengsek yang mengakui cinta pada pria dalam pelukan wanita lain.
Sekiranya malam ini, aku bisa menetralkan jiwaku dan pikirku. Untuk bisa meikhlaskanmu. Aku hanya menerima dan mengakui, aku merindukanmu.
Aku berharap, aku bisa menemukan seseorang yang lebih aku rindukan suatu saat nanti dari pada dirimu saat ini. Aku hanya tersesat sesaat dalam ruang yang aku buat.
Selamat malam.
Dan semoga kali ini kamu tak memaksa masuk dalam mimpiku lagi.
ND.01.37.240731
13 notes
·
View notes
Text
"Hidup itu seperti perjalanan, kadang mulus, kadang berkelok-kelok. Yang penting, kamu tetap melangkah maju dan menikmati setiap momennya. jangan takut untuk mengatakan "tidak" jika kamu merasa perlu untuk melepaskan diri."
Sebagai seorang Sagitarius berjiwa INFJ, saya selalu haus akan petualangan, baik dalam dunia nyata maupun dunia imajinasi. Banyak hal-hal yang saya sukai agar saya tetap waras dalam menjalani hidup dan menciptakan kenyamanan tersendiri, diantara lain:
Membaca bagiku adalah sebuah perjalanan, menjelajahi pikiran dan pengalaman orang lain, membuka cakrawala baru, dan menemukan makna di balik kata-kata.
Menulis adalah cara bagi saya untuk menuangkan ide-ide yang berputar di kepalaku, untuk berbagi cerita dan emosi, untuk meninggalkan jejak di dunia.
Menonton film adalah sebuah pelarian, sebuah kesempatan untuk merasakan emosi yang berbeda, untuk terhanyut dalam kisah-kisah yang memikat, dan untuk belajar dari karakter-karakter yang hidup di dalamnya.
Kadang-kadang, saya perlu waktu untuk menyendiri dan mengisi ulang energi, terutama ketika berada di sekitar orang-orang yang memiliki energi tinggi. Saya juga sangat menyukai hujan dan laut itu bisa menjadi waktu yang tepat bagi saya untuk refleksi dan ketenangan.
Terapi buat diri saya sendiri. 😉
#self improvement#self help#self awareness#self care#self love#writing#love self#be yourself#its meeee#moods#SoundCloud#writers on tumblr#writerscommunity#notes
10 notes
·
View notes
Text
Ada satu prinsip yang ingin tetap saya pegang : tidak mau berhutang pada manusia. Apalagi dahulu saya dibesarkan dengan kondisi yang memaksa gali - tutup lubang dengan hutang untuk memenuhi kebutuhan pokok (pangan dan pendidikan). Beasiswa? Bagi orang yang perekonomiannya nanggung, otak pas-pasan di antara siswa - siswi cemerlang sekolah yang katanya unggulan, sistem beasiswa seperti dongeng yang sulit didekati.
Dimensi keputusan seseorang sangat dipengaruhi oleh kejadian yang membersamainya tumbuh. Bagi saya, kondisi itu sangat berpengaruh secara psikis. Sampai pada tekad tidak mau berhutang. Tentu saya menghormati orang-orang yang terpaksa meminjam untuk kebutuhan terdesak. Nggak selamanya hidup ini ideal.
Balik lagi. Apakah godaan berhutang itu ada? Ada, dong... salah satunya godaan KPR. Sudah lazim bagi lingkaran terdekat untuk ambil kredit perumahan pada usia pernikahan yang masih sangat muda. Saya merasa jadi pencilan. Anggaplah sanggup bayar uang muka, namun saya tak sanggup membayangkan harus punya cicilan sampai kurun waktu satu dekade.
Makanya, doa untuk bisa punya hunian tanpa perlu hutang harus makin diseriusin. Usaha membuka pintu rezeki juga harus makin diperluas. Apalagi setelah memutuskan rehat karir sejenak, di tengah kondisi pertumbuhan industri yang gini-gini aja.
Tekadnya ialah keluar dari zona kelas menengah. Kelas nanggung yang rentan jatuh karena jaring pengamannya tipis. Dahulu saya pikir, menjadi biasa-biasa saja itu gapapa. Tapi kayaknya pikiran itu harus direvisi. Saya ingin menjadi sesuatu, yang tidak mudah goyah diterjang inflasi, hidup tentram tanpa menyakiti dan disakiti, lantas bisa memberikan anak saya nanti kesempatan memperoleh akses pendidikan yang baik.
Begitu panjang impian manusia, begitu pendek nafas kita. Semoga hari esok cerah :)
14 notes
·
View notes
Text
10 September 2023
Aku juga nggak pernah nyangka kok, kalau hal-hal yang dulu kusorot udah bisa aku abaikan, lebih tepatnya udah nggak mempengaruhi aku.
Kadang aku juga kaget loh sama diri sendiri, bisa gitu ya aku yang di masalalu semudah itu terpancing emosinya, sedang yang sekarang lebih tenang dan yaudah.
Bertukar pikiran sama teman emang kadang membantu aku melihat banyak hal kosong atau hal yang terlalu parah di diri aku. Dan belakangan setelah memutuskan resign aku membuka diri lagi untuk memperbaiki diri.
Seburuk-buruknya pengalaman hubunganku sama manusia, ternyata aku masih bisa menerima hubungan baru dan belajar lagi. Anehnya sekarang, setelah aku melewati fase individualis yang menganggap aku bisa tanpa siapapun, aku semakin mudah menerima kehadiran orang lain di hidup aku.
Terkadang aku bertanya kok, ini hatiku yang kebas apa gimana ya? Enggak aku emang udah rela aja dengan semua jalan hidup yang aku lalui, iya sesekali emang ada momen di mana aku nangis sesenggukan, tapi ya itu bagian melepaskan emosi.
Dulu itu aku langsung tarik diri kalau bahas pernikahan, mulai dari perasaan gedeg sampai ke mager karena ngerasa itu nggak my cup off tea aja. Sekarang yaudah orang nanya aku nggak gimana-gimana lagi. Aku jawab seadanya, seinginku, setauku dan sependapatku.
Dulu juga aku gampang banget marah kalau ada sesuatu yang kurasa enggak pada tempatnya, sekarang yaudah. Aku usahakan kalau aku mampu, aku nggak bisa yaudah, bukan wilayahku.
Dulu aku juga ngerasa pengen mendebat orang yang jelas-jelas otaknya nggak digunakan dengan baik, atau mendebat teman-temanku yang banyak banget protesannya soal pilihan hidup orang, atau duh banyak banget pokoknya. Sekarang yasudahlah, biarkan mereka hidup di pemahaman itu, toh aku udah pernah mencoba memberi pandangan.
Hidup gini itu tenang, rasanya damai aja. Ya meski nggak munafik kadang aku rindu huru-hara yang membuat dopaminku meledak-ledak. Tapi ya gini juga worth it kok buat dijalanin.
Emang ya pada akhirnya, hidup kita ini tuh nggak soal ideal, standar, atau apapun lah. Kamu pilih hidup gimana, dan jalani dengan sebaik-baiknya pilihan itu. Susah si bagian sebaik-baiknya ini, tapi thats why kan kita jadi makhluk Tuhan paling sempurna yang tidak sempurna, kita dikasih akal untuk selalu upgrade diri.
Somewhere only I know
29 notes
·
View notes
Text
RUMIT
Sebagai seorang yang memiliki kecenderungan “introvert”, ada saja hal yang membuat pikiran menjadi cepat lelah. Akibatnya, sering kali dihantui oleh buruknya hayalan. Karena memang orang-orang yang cenderung introvert punya kelebihan, salah satunya adalah ahli dalam menganalisis suatu hal. Jika si introvert mampu mengendalikannya, ia akan mendapat analisis yang tepat dan akurat terhadap perkara yang sedang ingin ia selesaikan. Namun, satu hal yang menjadi kekurangan dari seorang introvert ketika ia mencoba menganalisis dengan pikirannya adalah overthinking. Ketika pikirannya tidak bisa dikendalikan dengan baik, kemampuan analisisnya akan semakin tajam dan berujung kepada hayalan yang sangat jauh. Inilah yang membuat diriku menjadi begitu lelah menghadapi kerumitan yang ditimbulkan oleh pikiranku sendiri. Bagi siapa yang merasakannya, akan selalu ada gejolak yang timbul dari dalam dirinya. Gejolak itu kian lama kian membara, sebagaimana daun kering yang berada di bawah terknya matahari. Sedikit saja api nya memercik, maka mudahlah daun tersebut akan terbakar.
Aku sebenarnya sadar ketika overthinking itu datang, tapi tetap saja aku kalah dan tak mampu menjinakkanyya. Umumnya, hayalan yang tak berujung itu datang dari satu pertanyaan, yang mana kemudian dari pertanyaan tersebut akan memunculkan pertanyaan berikutnya. Maka sejak itu aku mulai merasakan cakra energi ku mulai berkurang. Padahal aku tidak sedang melakukan aktivitas yang berat. Sejak itu pula, aku mulai menjadi lebih murung dan lebih memilih banyak diam sembari memendam masalah yang berkeliaran di pikiranku. Lelah. Pusing. Mual. Begitulah yang dirasakan oleh seorang introvert.
Biasanya, aku melakukan pemulihan dengan tidur atau membaca buku. Tidak membuka sosial media sementara waktu. Tapi, tetap saja usaha itu tidak cukup mengembalikan energi itu seperti sedia kala. Ternyata ada satu hal yang sering dilupakan para introvert ketika hayalannya mulai mengganggu. Yaitu melakukan meditasi. Ini aku dapatkan dari sebuah buku. Meditasi bagiku adalah kembali kepada Pencipta. Islam, sebagai kepercayaan yang ku anut, telah lama memerintahkan ini. Aku saja yang terlambat sadar dan memang malas membuka Al Qur’an, sebagai kitab pedoman hidupku sebagai seorang muslim, jika telah datang kondisi hati yang sedang tidak baik maka Al Qur’an dan shalatlah menjadi obat sebenar-benar obat.
“Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Alquran) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman.”
Ini adalah kutipan dari Surah Yunus. Surah ke-10 dalam urutan Al Qur’an tepatnya pada ayat 57. Begitu juga dengan shalat, yang notabene adalah bentuk praktek penghambaan seorang muslim kepada Penciptanya, Allah Azza Wa Jalla.
Sebenarnya berat bagiku untuk menuliskan tulisan ini. Karena aku tidak ingin menggurui siapapun sebab aku sadar, aku masih sering lalai menunaikan setiap kewajiban yang sudah menjadi komitmenku. Shalat yang tidak disegerakan karena lebih peduli kepada gadget ku. Bahkan kadang kala aku tertidur pulas sebelum Isya, dan aku sering berfikir dan bertanya kepada diriku sendiri. “Benarkah aku termasuk orang yang munafik lagi fasik?”. Aku coba obati luka ini dengan kalimat istighfar sebagai bentuk taubatku kepada Dia. Sehingga aku ditampar oleh hikmah yang Allah selipkan setelah terjadi setiap hal yang aku perbuat. Tamparan itu adalah pikiranku sendiri. Allah ilhami pikiranku dengan hayalan yang tak berujung tadi, agar aku kembali segera mengingat kesalahanku sebelum orang lain mengingatkanku.
Ya Rabbana, Rabbighfirlii... warhamniii... wajburni... warfa’ni... wardzuqnii... wahdinii... wa’afini... wa’fuanni...
14 notes
·
View notes
Text
Aku pernah membaca sebuah kalimat yang aku lupa dimana aku pertama kali melihatnya.
_Orang yang trauma, ibarat selamat dari kecelakaan, tapi cacat seumur hidup_
Segala bayangan neraka yang pernah mereka alami, rasakan, lihat, dengar, akan selalu terekam di dalam pikiran dan hatinya. Dan akan sangat sulit untuk kembali membuka pintu yang baru. Karena mereka pernah dihancurkan, dipatahkan, dibunuh oleh orang yang mereka kira tidak akan pernah pergi.
Sekali lagi,
Aku mohon,
Berhati manusialah..
11 notes
·
View notes