#Mainan yang kami buat bersama
Explore tagged Tumblr posts
Text
オモチャ一緒に作るにゃ Toys we make together
#cat#japanese culture#猫のいる暮らし#ねこ写真#ねこすたぐらむ#cats of tumblr#photoart#Toys we make together#cat toys#Mainan yang kami buat bersama#Juguetes que hacemos juntos#I giocattoli che costruiamo insieme
283 notes
·
View notes
Text
Umrah Tahun Ini
Assalamu'alaikum.
Sudah berdebu sekali ya ini tumblr. Untuk membuka kembali tumblr ini, aku mulai dengan cerita tentang pengalaman umrahku di tahun ini.
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Alhamdulillah wa syukurillah, tahun ini aku, papaku, mamaku, bisa pergi bareng lagi untuk umrah. Tepatnya di tanggal 17 Maret 2023 sampai 1 April 2023, dengan jadwal 3 hari di Madinah dan sisanya di Mekkah. Jadi, alhamdulillah dapat sekitar 10 hari Ramadhan full di Mekkah.
Ini pengalaman pertama kalinya kami ngerasain puasa pas umrah. Ya Allah, luar biasa banget penuhnya orang-orang di sana, masyaAllah. Beda banget sama waktu tahun lalu kami umrah, karena masih banyak negara yang dilarang untuk umrah karena Covid, jadi di sana masih sepi banget. Tahun lalu jadi pengalaman pertama ngeliat di sana itu sesepi itu. Tapi, umrah tahun ini jadi pengalaman pertama ngeliat di sana serame itu, sepenuh itu.
Walaupun di sana itu manusianya sepenuh itu, tapi menyenangkan. Walaupun emang kudu desak-desakan sama orang, tapi ya seneng. Cuman emang kalo mau bisa shalat di dalam Masjidil Haram, ya kudu sejam setengah sampai sejam sebelum waktu shalatnya dimulai. Itu pun kadang udah penuuuh banget di dalam masjid. Jadi ya kudu nyempil gitu. Untung badan kecil kan, enak deh nyempil nyempil, hehehe.
Di sana itu luar biasa banget ya, kita bisa ngeliat semangatnya orang-orang beribadah waktu bulan puasa. Mereka berlomba untuk memperoleh pahala sebanyak-banyaknya. Apalagi memang melaksanakan prosesi umrah saat bulan Ramadhan itu istimewa, karena sesuai hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah SAW bersabda bahwa umrah pada bulan Ramadhan senilai dengan haji.
Sumber: https://rumaysho.com/2657-umrah-ramadhan-seperti-haji-bersama-nabi336.html
MasyaAllah, luar biasa banget kan. Ga heran kalau di sana tiap bulan Ramadhan selalu penuh sesak.
Ga cuman itu, beberapa dari mereka juga ada yang nyediain takjil untuk jamaah. Jadi pada bagi-bagi gitu kalo udah mendekati waktunya berbuka. Dari pengalamanku kemarin, paling enak ambil tempat di rooftop kalau menunggu waktu buka puasa. Jadi ambil tempat di rooftop itu mulai dari shalat Asar sampai tarawih. Kenapa? Karena lebih lapang dan nggak terlalu desak-desakan. Kalau di bawah, kadang tempatnya ditutup askar, kadang kalo pun dibuka, desak-desakan, kalo nggak gitu, ada tempat sekecil apapun, bakalan didudukin sama orang (ini pengalaman juga nih, hahaha, space untuk sujud didudukin sama orang lain sampai shalat jadi susah buat sujud).
Alhamdulillahnya, gara-gara susah sujud itu, akhirnya habis shalat magrib kita keluar, eh malah nggak sengaja liat orang bagi-bagi takjil (aku ngomongnya sih ransum ya, hihi) dari kerajaan. Terus itu juga pada desak-desakan, tapi alhamdulillah dapet juga dari orangnya. Nah, ini ya, rejeki jadi orang badan kecil, di sana aku dikira anak kecil mulu, padahal aslinya udah umur 26 tahun. Di sana itu kalo sama orangtua atau anak kecil mereka kayak ngutamain banget. Jadi, aku nggak ngantri ambil ransumnya itu, aku cuman berdiri di paling belakang dan melambai ke orang arabnya sana, eh atas izin Allah, orangnya liat, terus aku langsung dikasih. Alhamdulillaaah. Jadi buat yang punya badan kecil, jangan berkecil hati yaaa. Syukuri aja. Di tempat yang tepat, itu akan jadi keuntungan tersendiri, hehehe.
Ini dia tampak ransum dari kerajaan.
Jadi, di tahun ini alhamdulillah, bisa ngerasain shalat mulai dari lantai paling bawah Masjidil Haram sampai ke rooftop Masjidil Haram. Cuman belum ngerasain tawaf di lantai 2 sama lantai 3nya. InsyaAllah, semoga Allah manggil ke sana lagi, pengen ngerasain tawaf di lantai 2 sama lantai 3nya.
Di umrah tahun ini juga, alhamdulillah ngerasain city tour ke kota Thaif. Ngerasain naik kereta gantungnya. Tapi karena nggak tau kalo di seberang sana ada tobogan, akhirnya ga turun. Jadi habis sampai seberang langsung balik lagi. Kalo tau ada mainan kan turun dulu yak. Hahaha. Kalo ditanya harganya, untuk naik kereta gantung itu, di tiketnya sih SR100, tapi kemarin kita bisa tawar sampai SR50 karena rame-rame, Alhamdulillah.
Ceritanya segini dulu yaaa. Kerjaan sudah datang, waktunya bekerja kembaliii. Sampai jumpa lagi kapan-kapan. Semoga temen-temen yang membaca dan punya hajat ingin umrah, bisa segera dipanggil Allah menjadi tamuNya yaa. Aamiin ya Rabbal 'alamiin.
Wassalamu'alaikum.
5 notes
·
View notes
Text
Kisah di Malam 1 April
Malam pertama di bulan April, kami sekeluarga dikejutkan dengan kondisi pintu rumah yang terbuka sedikit. Tidak biasa, padahal saat pergi semua terkunci rapat. Sore pukul 4.30 kami semua pergi menuju undangan buka bersama di rumah keluarga. Kami tiba kembali di rumah kurang lebih pukul 7.30.
2016 juga pernah terjadi hal serupa, tapi di hari Idul Fitri. Pintu depan dijebol. Tahun 2017 sempat mau diulang tapi lewat pintu samping, kebetulan saya dan istri di rumah. Sempat saya teriakkan waktu pelaku mau mendobrak pintu samping. Saya mengintip dari lobang kunci tampak sesosok orang yang berdiri di depan pintu. Waktu itu tanah sebelah kanan masih kosong belum jadi rumah seperti sekarang.
Saat kami masuk ke dalam rumah, dua kamar tidur sudah berantakan. Semua lemari dan laci terbongkar. Barang-barang berserakan di kamar. Tas-tas dan dompet istri juga sudah terbongkar. Sebuah tas ransel merek Palazzo pemberian teman saat di Austria, skincare dan kosmetik, beberapa kacamata, sound system portable, dan suvenir dari Austria bertuliskan Vienna menjadi sasaran maling.
Pelaku diduga masuk mendobrak pintu garasi di sisi kiri rumah. Pintu terbuka kecil saat kami mengecek setelah melihat dua kamar dibongkar. Jok motor dipenuhi bekas alas kaki. Kemudian ventilasi wc kamar utama sudah jebol, dibongkar paksa. Dari situ sepertinya dia masuk ke bangunan rumah. Sebelumnya mungkin mencoba merusak pintu satunya di samping, tapi tidak berhasil.
Dua anak bujang dapat pengalaman berharga. Respon mereka terhadap kejadian semalam luar biasa sekali. Barra dengan tenangnya bilang, "Mama sabar ya?" Kavi juga langsung marah-marah dan kesal, "Awas ya pencuri, Dedek tangkap nih!" Tidak lupa dia bawa senapan mainan untuk mundar mandir seisi rumah mengikuti kami yang memeriksa kembali seisi rumah. Mereka juga aktif mengikuti kakek nenek yang kedatangan Pak RT dan tim keamanan RT. Bahkan Kavi sempat nangis saat mau ikut buat laporan ke Polsek Pontianak Selatan. Barra dengan sigap membujuk adeknya dengan rayuan-rayuan tawaran nonton atau bermain bersama.
Pengalaman lain yang juga tidak kalah menyenangkan adalah respon polisi di Polsek yang tanggap. Saat tiba dan membuat laporan, saya diterima dengan baik. Diinterogasi pertanyaan-pertanyaan. Salah satu tim Reskrim langsung sigap mengatakan akan mengecek TKP, bahkan tanpa saya menyebutkan nominal kehilangan. Kami sempat diskusi ringan soal kerawanan sosial di Pontianak dan beberapa solusinya, termasuk beliau tidak sungkan mengakui kepolisian tidak mampu berbuat banyak tanpa bukti plus kekurangan personil. Beliau berharap dukungan dan bantuan masyarakat dalam pengamanan wilayah. Malam itu juga setelah surat keterangan laporan dibuat, sekitar 21.30 mereka melakukan olah TKP.
Semoga kita kuat dan sabar semua. Semoga diberikan keselamatan selalu. Tidak lupa pula, semoga pencurinya juga diberikan Allah hidayah.
Pontianak, 1 April 2023/11 Ramadan 1444
2 notes
·
View notes
Text
Inilah dia sebuah perpisahan yang teragung. Perpisahan yang tidak disangka dan paling menyakitkan. Kehilangan insan yang dipanggil sahabat, ibu bila berjauhan dari keluarga, kakak untuk tempat mengadu, kawan buat kerja gila, chef untuk masakan makanan yang sedap-sedap. Tiada diantara kita yang menyangka bahwa September lalu adalah bulan terakhir kali kita bersua. Semuanya berlaku terlalu pantas. Kesibukan kerja adakalanya menenangkan dari terus memikirkan. Bila berseorangan, rasa rindu, kasih, sebak, sayu itu datang dengan segala-galanya. Senja dan subuh rasa berlainan sekali. Maghrib apatah lagi, momen-momen indah kita bersama menunaikan yang wajib secara berjemaah terlalu indah untuk diungkapkan dengan kata-kata. Rindu ini tiada penghujungnya. Kiriman doa dari kejauhan sahaja yang mampu kami kirimkan. Ini adalah kehilangan yang terasa mendalam, kamu ada sebuah kebahagiaan yang sukar untuk aku sendiri zahirkan melalui kata-kata. Kamu adalah insan yang teristimewa buat kami. Gelak tawamu, gurau sendamu, ajukmu, celotehmu yang tiada kesudahan buat kami rinduuuuuuuuu sekali dengan kau, wahai sahabatku. Perjuangan kau didunia ini sudah tamat, kau pergi tinggalkan kami dengan memori-memori yang indah. Memori yang sentiasa mematangkan, mendewasakan kami. Kerna semua ini bagaikan satu mimpi yang asing untuk aku. Jauuuuuh di sudut hati, aku masih berharap segalanya hanya sebuah mainan tidur. Namun, takdirlah yang menentukan segalanya engkau pergi pada Oktober yang lalu. Kami masih dan selamanya bakal merinduimu. Semoga Tuhan sentiasa mengasihimu dan memudahkan segala urusanmu, wahai sahabatku. Berdamai dan berehatlah di taman syurga. Kami bakal menyusul dikemudian hari.
Al-fatihah buat Siti Khadijah binti Abdull Halim (6 Julai 1997- 21 November 2022)
3 notes
·
View notes
Text
#24 merayakan
Interaksi-interaksi di Saudi mengajarkan saya banyak hal. Jadi sering introspeksi diri, kontemplasi, refleksi, merenung, kadang overthinking—whatever you name it.
Ada orang-orang yang sebaiknya dihormati keberadaannya. Ada orang-orang (bahkan anak-anak) yang perlu diperhatikan tindak-tanduknya. Ada orang-orang dengan citra media sosial menarik yang ternyata di baliknya juga sama-sama manusianya (dan memang baik budinya). Ada orang-orang yang hanya memberi senyuman (yang kadang lebih terlihat cemberut seperti jeruk kecut) (mungkin saya seringnya begitu), tapi yang diberi senyuman merasa terhibur hatinya. Ada orang-orang yang 'hanya' ditemani saja, beliaunya berkali-kali mengucap terima kasih. Ada orang-orang yang dengannya—bisa jadi jalan kita lebih mudah dan berkah (meskipun yaa tidak tahu dimana letak keberkahannya sehingga ringan saja saat melakukan hal bersama). Ada orang-orang yang (rasa-rasanya) dengannya kita rida kehadirannya lagi. Jadi kita doakan kesehatannya, agar hidup mulia dan panjang umurnya.
Sepulang dari masjid, seperti biasa, kami menunggu antrian lift bersama. Ada jemaah yang tidak terbiasa dengan lift. Jadi, kami berusaha sebisa mungkin kemana-mana bersama. Simply, supaya beliau terjaga. Keluar masuk barengan (selain memang karena kunci kamar hanya ada dua). Di dalam lift, kalau tidak ada orang lain, kami (ide saya, sih wkwk) melakukan ritual mirror group selfie🤣. "Buibu, ayo hadap sini. Kita foto-foto. Satu-dua-ti...ga," seru saya. Saat pintu lift terbuka menuju lorong kamar, kami kadang mengucap 'alhamdulillah' barengan. Tanda sudah tidak kepanasan lagi wkwkw.
Masuklah kami ke kamar. Mungkin karena kebiasaan di tanah air, jadi kami masuk sambil mengucap salam. Sengaja di dalam kamar—dekat kasur—kami (ide saya saat pertama kali masuk kamar) buat suci areanya. Dimaksudkan agar kalau ada yang ingin salat di kamar, atau mau duduk selonjor di atas lantai tidak ragu, tidak kotor. Sehingga kami melepas sandal di dekat pintu.
Terus menyetel pendingin ruangan. Melepas sajadah (saya pakai sajadah untuk penutup kepala wkwk), tas, jam tangan, id card (kalau gak malas pakai wkwk), kudung/mukena beserta ciputnya, kaos kaki. Lalu merebahkan diri masing-masing di atas bantal dan kasur. Urusan pendingin ruangan, kami sepakat kalau ada yang merasa kedinginan, kita (atau beliau yang merasa kedinginan langsung yang) matikan wkwkw.
Ingat, qi, pelajaran pintu 25.
Mirip pernikahan, gak, sih? Kalau mendengar (lebih kepada membaca) cerita di media sosial, ada pasangan yang memang perlu berkompromi soal pendingin ruangan😂🙏🏻. Either suhunya dinaikkan agar yang tidak tahan dingin bisa tetap menikmati di kamar, atau pakai selimut masing-masing dengan bahan berbeda, atau tidur berbeda ruangan (yang ini gak mungkin terjadi, sih, saat umrah Quad. bisa tapi upgrade kamar hehe), atau yaa itu tadi, dengan mematikan ACnya.
Nampaknya pernikahan mirip-mirip gitu, ya? Soal menemukan titik tengah. Menuju tujuan bersama—falaah.
Saat prosesi rebahan, kami masing-masing membawa hape (alias kami nyebutnya—wiridan) dengan posisi tidur telentang. Sesekali ada jemaah yang posisi rebahannya tengkurap. Kami menikmati hiburan yang ada di layar kecil masing-masing. Ada yang melihat hasil foto-foto kiriman muthowif &/ tour leader di grup obrolan, ada yang videocall dengan sanak saudara-kerabat. Ada pula yang tidak membawa hape :) Kami juga menertawakan aktivitas wiridan ini wkwkkw. Karena yaa, keempat jemaah dalam posisi wenak, alias pewe, mainan hape🤣.
Suatu ketika saat wiridan (lihat definisi wiridan di atas, kalau lupa) berlangsung, ada yang memulai bertanya kepada jemaah lain. Mulai dari nama panggilannya siapa, kelahiran tahun berapa, punya anak berapa, sudah punya cucu berapa, gimana keseharian, sekolahnya apa, profesinya apa, rumahnya dimana, cerita gimana ikutan trip umrah ini, hingga menertawakan istilah bahasa masing-masing daerah, atau yaa sekadar menertawakan menu makanan wkwk. Perempuan memang suka ngobrol dan bercerita, ya, kan?! Jadi, saya senang sekali bisa mendengar perempuan-perempuan di kamar ini saling bercanda, saling menguatkan, saling mendukung dan mendoakan.
Bisa ditebak, saya yang paling kecil usianya di antara jemaah kamar di Medina ini wkwk. Ibarat keluarga, saya adalah anak ragil. Bu S adalah ibu kami (yang ternyata usianya sepantaran dengan Ibuk), Bu M adalah putri sulung. Bu Y adalah putri kedua, dan mbak I adalah putri ketiga. Masyaa Allah Alhamdulillah, ditakdir Gusti Allah di umrah ini—dipertemukan dengan orang-orang berdaya ini. Termasuk perempuan-perempuan sekamar. Termasuk juga jemaah perempuan dan laki-laki lainnya serta para muthowif.
Pernah tidak, kamu diberitahu seseorang bahwa kamu adalah jawaban dari doanya?
Saya pikir itu cuma ada di buku Twin Path (yang membahas kumpulan tulisan ((kalau boleh bilang, diary)) Mbak Eci & Mas Ken sebelum pernikahan). Secara terang-terangan, kami (lima jemaah ini) bercerita satu sama lain. Ternyata masing-masing kami berdoa agar diberi teman perjalanan yang baik, yang tidak rewel, yang menyenangkan. Di saat jalan bareng Bu M menuju Raudhah kedua di tengah malam itu, beliau mengatakan sesuatu. Saya, berkali-kali dibilangin sama Bu M—sampai saya sendiri merasa terharu (dan pengin nangis), berterima kasih kepada saya, bersyukur kepada Allah melalui saya, karena diberi teman perjalanan sesuai dengan doa yang beliau panjatkan sebelum keberangkatan. Hingga beliau bilang, "Wes tak anggep anakku dewe." Saya yang mendengar ucapan itu, luluh—mewek. Allah😭.
Ayah, kemarin aku ditemani orang-orang yang baik (banget) saat di perjalanan. Anak Ayah, akhirnya berani jalan sendiri—berani ambil keputusan sendiri. Meski seringnya Ya Allah-ini-gimana-tolongin-aku-Ya Allah.
Belajar dari orang-orang seperti Bu S—penenun. Seperti Bu M—ibu rumah tangga. Seperti Bu Y—pengusaha. Seperti Mbak I—guru pegawai negeri sipil. Adalah salah satu bentuk rahmat. Menjadi penenun, bekerja untuk menghidupi dan berkarya untuk eksistensi diri. Menjadi ibu rumah tangga, yang sering dikira pekerjaan mudah, tapi malah yang paling banyak jam kerjanya. Menjadi pengusaha, yang memikirkan bagaimana menghidupi karyawan dan memikirkan usaha agar tetap bertahan. Menjadi pengajar, yang sering dimasukkan pekerjaan murah, tapi ternyata besar jariyahnya.
Hal-hal terasa magis, yang kalau dipikir-pikir kayak gak mungkin. Tapi ternyata mungkin sekali bagi Allah—hal kecil bagi Allah. Berdoalah. Upayakan. Jadilah rida. Jadilah jawaban doa.
Ya Rasul Allah. Isyfa' hajatina ila Allah.
1 note
·
View note
Text
25 Januari 2024
Hari Kamis,
Hari favorit anak-anak di sekolah. Hari dimana Bu guru selalu menjanjikan untuk mengajak anak-anak bermain di luar. Bu Nurul yang sebenarnya kurang suka jalan-jalan, harus semangat demi melihat senyum merekah di wajah anak-anak tersayang.
Pagi ini terlihat seorang anak kelas A bergelayut di pelukan ayahnya. Rupanya dia enggan untuk bersekolah bermain bersama teman-temannya. Tak aku hiraukan, sebab kupikir itu urusan 2 rekan ku yang lain. Kulewati anak ini dan aku pun masuk ke dalam kelas.
Tak lama kemudian, satu rekan ku mengetuk pintu dan berkata: "Bu, itu Mekka nda masu sekolah Bu..! Sudah coba saya bujuk tapi Ndak mau "
Dalam hati aku ragu, apa bisa aku membujuk nya. Ternyata kata-kataku cukup ampuh untuk membuat Mekka mengangguk. Tapi ketika aku gendong untuk kubawa ke kelas ku, dia mengamuk. Dia menangis histeris ingin ikut ayah. Aku tak bergeming. nyatanya tubuhku lebih siap dari apa yang aku kira. Kuminta ayahnya tega untuk pulang. Dan, ini yang tidak aku sangka. Lenganku digigitnya dengan keras, tanpa bisa kutarik lepas. Dan lagi, hebatnya tubuhku merespon serangan ini. Aku tak menjerit. Dan aku mampu menahan rasa sakit ini.
Setelah puas menggigit lengan Bu guru cantik ini, akhirnya dia lanjut mengamuk. Aku biarkan dia meluapkan semua emosinya. Aku melirik jam tanganku. Aku ingin tahu berapa lama waktu yang ia butuhkan untuk meluapkan semua emosinya.
15 menit ia selesaikan tangis histeris nya. Lalu kuraihnya ke dalam pangkuanku. Kupeluk dan kucium ubun-ubun dan pipinya.
"anak cantiknya Bu Nurul kenapa kok nggak mau sekolah sayang?!" Tanyaku
Dia tersenyum tapi Ndak mau menjawab.
"Mekka masih ngantuk ta?!" Selidik ku lebih lanjut . Dan dia mengangguk sembari kembali tersenyum.
"kok bisa? Biasanya pinter sekolah ditinggal sama ayah kerja? Kenapa?''
Dia pun menjawab dengan muka yang kembali ditekuk : "Mambengi nggak bisa bubuk. Mainan HP Sampek malam."
"oke, nanti malam kalau sudah jam 8 hp nya di taruh ya. Besok biar Mekka Ndak ngantuk kalau mau sekolah. Nanti Bu Nurul bilang ayah. Oke?!"
Dia mengangguk sembari tersenyum. Kemudian bergelayut manja kembali ke pelukan ku.
"hari ini mau jalan-jalan. Mekka mau ikut apa di sekolah saja Bu Nurul temani."
"ikut, tapi gandeng Bu Nurul "
"oke....!" Jawabku sambil kembali kupeluk dan kucium pipi gemasnya.
Selama jalan-jalan, dia tidak sekalipun melepas genggaman tangannya dari tanganku. Gemashhh bukan anak-anak dengan beragam karakter uniknya. Sesampainya di sekolah, aku perlihatkan bekas gigitannya di lenganku.
Dengan wajah yang mungkin pura-pura menyesal 😆, dia berkata :"maaf Yo"
Hmmmm Bu Nurul ikhlas dengan otomatis. Yang penting Mekka bisa tahu kalau ini salah dan tidak boleh diulangi kepada siapapun.
Thank u nak, pembelajaran ini akan berarti buat Bu Nurul.
0 notes
Text
Ternyata Anakku Berproses
Cerita ini tidak jauh berbeda dengan kemarin. Banyak hal yang bisa kupetik dari membersamai bayiku yang sekarang menginjak 9 bulan tepat pertanggal ini, 6 Januari 2024. Menjadi ibu pun membuatku belajar untuk menghadirkan diri secara utuh di setiap aktivitas yang aku lakukan meski masih belum sempurna sepenuhnya. Jenuh, bosan, lelah yang melanda membuatku terkadang ingin menikmati duniaku sendiri dengan bayi yang bermain sendiri.
Ada satu momen yang sampai saat ini masih teringat dan menjadi awal dari aku memerhatikan hal kecil yang bayiku lakukan dan tidak mudah menuntutnya untuk cepat sampai di langkah akhir. Misalnya, untuk sampai pada tahapan anak mampu berjalan harus melalui kemampuan kecil lainnya, bukan?
Beberapa hari setelah bayiku melaksanakan khitan ia hanya bisa telentang. Sedangkan kemampuan sebelumnya yang telah ia capai adalah tengkurap. Di sini aku melihat bahwa bayiku mungkin mengetahui bahwa ia masih merasakan sakit dan belum cukup pulih untuk bergerak bebas seperti hari sebelumnya. Oleh karenanya, ia hanya bermain dengan mainan baru yaitu teether yang didapatkan dari hadiah tempat khitan. Mainan itu adalah mainan baru. Ia belum pernah memegangnya sekalipun dan kami juga belum memiliki banyak mainan saat itu termasuk teether. Kuberikan teether tersebut tapi masih belum ada ketertarikan hingga akhirnya ia memegangnya. Tak lama kemudian ia mulai eksplorasi dengan menggenggam erat menggunakan kedua tangannya, menarik, menjilat, hingga ia mampu mengarahkan ke mulut dan menggigitnya. Sederhana buat kita orang dewasa tapi setelah aku melihat proses itu ternyata meski hanya begitu ia sedang belajar sampai akhirnya ia mulai menikmati dan memainkannya terus menerus. Setelah itu, banyak hal-hal mengejutkan lainnya, maasyaAllah.
Bagiku, aku juga harus terus mengusahakan sabar yang luas dalam membersamai segala proses belajarnya. Mungkin ia tidak langsung bisa. Aku juga harus menghargai setiap hal baru yang ia lakukan sekecil apapun itu. Dan tidak lupa aku harus tetap bersyukur karena tentunya ia mampu atas izinNya.
Di usia golden age ini, segala hal yang ia lakukan adalah perbendaharaan untuknya nanti sehingga jangan remehkan sekecil apapun yang kita stimulasikan ke anak. Jika belum terlihat sekarang, percayalah ia sedang tertabung dalam alam bawah sadarnya dan akan muncul ke permukaan begitu dahsyatnya, insyaaAllah.
Selamat menikmati dan menciptakan kenangan indah bersama karena itulah yang tetap tersimpan dalam hati hingga nanti :)
#klip2024#kelasliterasiibuprofesional#januari2024#06012024#ibuprofesional#insightbahagia#tumbanganak#ceritakhitan
0 notes
Text
Reyna Mutia Azzahra
Sudah lama juga ya, tidak membuka Tumblr. Karena ada perasaan yang melimpah ruah dan tidak bisa dituliskan di wahana lain, jadilah saya unduh Tumblr lagi.
Tiga bulan yang lalu, keponakan saya meninggal. Leukimia. Sesuatu yang tidak pernah terbayangkan akan menimpa anggota keluarga kami. Yang ternyata setelah ditelisik, ada riwayat dari kakeknya mamah, dan kakeknya kakak ipar.
Teteh Reyna (keponakan saya tersebut) sudah kesulitan untuk berjalan sejak lebaran tahun lalu. Teteh yang biasanya selalu memanjat-manjat mainan, lari-larian, harus menahan diri dan terpaksa puas dengan tontonan yang ada di ponsel. Teteh yang biasanya ceria, penuh semangat, dan pemberani, setahun terakhir cenderung malu bertemu orang baru, bahkan difoto pun Teteh enggan.
Setahun sudah, kakak dan kakak ipar saya ke sana kemari mencari penyebab sakitnya Teteh. Hati mana yang tak nyeri melihat anak secerah itu menjadi kelabu. Meskipun kondisinya begitu sulit, Teteh masih terus belajar, masih dapat nilai 100 di ulangan-ulangan sekolahnya. Teteh kebanggaan kami, masih tetap anak cerdas nan pintar.
Anak saya pun sayang sekali pada Teteh, seperti kakak kandung sendiri. Bagaimana tidak, Teteh selalu menelepon kapanpun ada waktu luang. Teteh sering mengirimkan pesan-pesan penuh kasih sayang pada sepupunya, anak saya. Saya sering kagum melihat betapa anak sekecil itu bisa berempati dan penuh kasih sayang terhadap anak-anak lain.
Saya dan keluarga sudah sangat gembira, karena setelah lima tahun tinggal di Muara Enim, akhirnya suami mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Terbayang sudah, Aisyah bisa bermain bersama Teteh di akhir pekan, atau menginap saat sekolah anak-anak memasuki fase liburan.
Nyatanya, belum ada seminggu kami menempati rumah kontrakan di tanah Jawa, Teteh sudah lebih dahulu dipanggil Yang Maha Kuasa. Penyesalan bertubi menerpa saya, karena terlampau sering begadang dan kurang makan sayur, Hb saya rendah. Sehingga, saat Teteh butuh pertolongan transfusi, saya tidak dapat memberikan.
Sungguh rasanya ingin mengutuki diri yang sering begadang ini. Betapa bahwa malam ketika Teteh tiada pun, saya masih saja begadang, merajut topi untuk Teteh yang rencananya akan kemoterapi. Topi yang saya buat dengan warna sesuai karakter anime kesukaan Teteh. Belum sempat terpakai ya, Teh.
Saya kira tiga bulan ini saya sudah bisa melepaskan Teteh. Ternyata ketika ada sedikit saja trigger, saya kembali terisak tanpa bisa menghentikan diri. Tante kangen, Teh.
Saya sudah mencoba mengalihkan pikiran, dari ikut komite sekolah anak, ikut kepanitiaan IP, ikut event lomba. Semuanya agar pikiran saya tidak kosong, tidak kembali mengingat-ingat kenangan berama Teteh. Namun, berat sekali. Ketika baju-baju Aisyah, anak saya, saja banyak yang lungsuran Teteh ataupun kembaran dengan Teteh. Saya merajut, ingat Teteh. Saya baca buku dengan Aisyah, ingat Teteh. Saya goreng kentang saja ingat Teteh.
Saya juga tidak bisa terlalu menunjukkan kesedihan di hadapan keluarga besar. Karena yang paling sedih sudah barang tentu kedua orang tua dan adik kandungnya. Mereka sekuat tenaga membawa diri menjalani hari-hari. Pantaskah saya mengeluhkan kedukaan ini dan membawa mereka ke lubang kesedihan lagi?
Mungkin tulisan ini tidak ada ujung solusi ataupun konklusi. Karena tujuannya hanyalah melampiaskan isi hati. Namun, setidaknya saya merasa cukup lega saat ini.
Teh, sekarang sudah lari-lari dan manjat-manjat pohon di surga, ya? Tunggu tante, ya. Semoga bisa ketemu Teteh lagi di sana. Aamiiiin.
0 notes
Text
Cita Cita
Apa cita cita kamu setelah menikah dan menjadi istri? Punya rumah besar? Mobil keluaran terbaru? Segera punya anak ? apa saja asal itu hal baik. terus berdoa dan jangan lupa untuk terus berusaha juga.
Saya?
Saya? Saya adalah perempuan yang bercita-cita jadi seorang istri dan ibu yang baik. Yang bukan hanya bisa mengurus rumah, suami dan anak, tetapi juga bisa mencari uang untuk setidaknya menghidupi hobi sendiri. Saya kepengennya sih bisa mandiri, apa apa beli sendiri, ngga perlu ngerengek minta suami. Cukuplah dia di pusingkan dengan biaya kebutuhan rumah tangga dan pendidikan anak. untuk semua kepengenan saya, pengennya saya bisa cari sendiri. malah saya bakal senang jika penghasilan saya bisa support suami saya. pernikahan di benak saya adalah semua hal harus di lakukan dan di tanggung bersama. itu sih keinginan saya, semoga di kasih jalannya.
udah gitu aja?
nggak.
Saya pengen bisa nyiapin sarapan untuk anak-anak dan suami saya setiap pagi sebelum saya berangkat ke kantor. Bisa pulang cepat untuk menyiapkan makan malam untuk mereka, atau sekadar snack malam hari buat nemenin (calon) suami saya begadang nonton anime. Bisa ngajarin anak saya bahasa Indonesia yang baik, bisa melindungi dan menjaga anak-anak saya dari konten Youtube yang isinya cuma “anjing, bangsat, peler, kontol!”. Bisa nemenin anak-anak saya main setiap weekend, beli mainan dan buku cerita, berenang, jalan-jalan ke taman dan museum, atau masakin udang, dan cumi, bahkan bikinin mie ayam seenak abang abang yang biasa (calon) suami saya beli. kata dia harus banyak ayamnya.
Kalau belum punya anak?
Saya pengen jadi istri yang bisa mendengarkan suaminya, muluknya, pengen bisa bantu suami untuk menyelesaikan masalahnya. Tapi kadang, kita punya keterbatasan, kan. Jadi, kalo nggak bisa bantuin, paling tidak saya bisa bikin dia lebih tenang dan merasa semuanya akan baik-baik saja (walau kenyataannya tidak). Saya pengen jadi istri yang setiap suami saya bangun tidur, saya udah ada di depannya membawa secangkir kopi kapal fire yang air nya setengah karena itu kesukaannya, serta sebuah kecupan yang tak kalah hangat. Saya pengen jadi istri yang ketika suami saya pulang ke rumah, saya udah cantik dan wangi, sudah menyiapkan makan malam, sudah siap memeluknya dan mendengarkan bagaimana harinya berjalan. Saya pengen jadi istri yang setiap malam sebelum tidur, bisa diajak berdiskusi soal pekerjaannya, sepatu-sepatu adidas incarannya, atau soal temannya yang selalu dia bikin sirik. Saya pengen jadi istri yang bisa diajak bebodoran, tertawa bersama, karokean lagu-lagu zaman dulu, atau dangdutan juga oke, dengerin dia nyanyi sampe ngegrowl walau suaranya pas-pasan dan berakhir dengan kami ketiduran. Saya pengen jadi istri yang tiap dia masuk angin atau kakinya pegel-pegel, saya tinggal pijetin dan bikinin teh hangat, jadi dia nggak perlu lari ke tempat pijit. Saya pengen jadi istri yang nggak lupa pernah sama kewajibannya, dan punya suami yang nggak pernah lupa untuk memberikan hak-hak istrinya. Apa saja itu? Dikompromikan dahulu.
Banyak juga ya kepengenannya.
Lohh, bukan cuma itu. Saya juga pengen jadi istri yang bisa bilang “saya punya” ketika dia sedang kekurangan, atau “saya bisa” ketika dia tidak mampu, atau “saya kuat” ketika dia merasa lemah. Bukan karena dia tidak sempurna dan saya harus menyempurnakannya, tapi karena saya ada untuk membuat hidupnya lebih mudah, bukan menyusahkannya. Karena saya pun nggak sempurna, saya pun nggak lengkap, saya cuma butuh seseorang yang bisa membuat hidup saya lebih ringan ketika beban sedang berat-beratnya. Pun dia.
Masih ada lagi?
Ada, dong. Saya pengen jadi istri yang bisa dia ceritakan ke orang lain dengan mata berbinar-binar dan bibir tersenyum. Istri yang juga disayangi oleh keluarganya (ini saya mohon banget ya Tuhan). Istri yang dengan bangga dia gandeng ke setiap undangan. Muluk, ya?
Saya pengen begini, saya pengen begitu… Saya nggak perlu mempertanyakan apakah dia akan melakukan hal yang sama, karena dengan memutuskan untuk mengatakan “iya” saat dia (kelak) melamar saya, saya yakin kalau dia akan menjadi sebaik-baiknya suami, sepantas-pantasnya lelaki.
Teruntuk Panji Prawiradireja Suparno, maaf karena saya maunya banyak, tapi saya harap kamu tidak keberatan atas apa hal yang saya inginkan. Dan lagi hal yang saya inginkan adalah bahagia kamu. Teruslah bernafas ya Panjiku. Karena saya ingin terus, terus, dan terus melihat panji ku tersenyum :)
Tertanda,
Calon istrimu. Penyuka es cekek garis keras. inisial huruf ke 7.
Cirebon, 02 Juli 2023.
1 note
·
View note
Text
A Little Spoiler
cw // explicit , mature content , age gap
Monday, 12 December 2022. Wasa’s POV
Saya pernah benar-benar merasa hidup; dikelilingi kasih sayang meski harus meraba-raba ketulusan.
Saya pernah benar-benar merasa hidup; bercorak kepedihan namun masih setia bermimpi.
Saya pernah benar-benar merasa hidup; tetapi saya tidak pernah benar-benar merasa mencintai.
Seperti apa rasanya tersihir saat menatap pujaan hati yang mengibaskan rambutnya? Seperti apa mengingat aroma tubuhnya dan mendamba untuk tenggelam dalam dekapannya? Seperti apa rasanya berdebar ketika melihatnya melakukan hal yang disukai? Saya sudah mencari-cari jawaban dari semua itu seumur hidup, tapi saya baru bisa menjawabnya ketika Ayah menyuruh saya untuk lebih mengenal salah satu putri pemilik perusahaan film dan industri hiburan, sekaligus penyanyi yang namanya sedang jadi buah bibir masyarakat akibat perannya pada web drama To Be Loved.
Saya selalu disibukkan dengan tuntutan sebagai penerus AR Entertainment dan dia sibuk dengan dunianya sebagai talent AR Entertainment. Satu tahun belumlah cukup untuk kami saling mengenal satu sama lain, tapi cukup untuk buat saya penasaran dengan sosoknya sebagai Ayara Bhanuresmi, Ayara, atau Aya.
Sudah 30 menit dan saya masih mengumpulkan nyali untuk pergi ke kamarnya. Sebelum ini ia berkata akan rehat sejenak sambil membersihkan diri. Sedangkan saya menyudahi secara sepihak ‘rapat’ bersama Ayah supaya bisa segera bertemu Ayara. Nyatanya, ya, seisi kamar menjadi saksi bisu atas keraguan yang terpampang nyata pada sorot mata saya. Kenapa pula saya gugup? Dia Ayara, yang seharusnya menjadi tunangan saya cepat atau lambat.. ah, ya. Dia ingin menyudahi ini. Keseriusan—sepertinya—keluarga saya dan keluarganya hanyalah panggung sandiwara baginya.
Seolah kaki saya memiliki nyawanya sendiri, saya sudah berada di kamar Ayara. Lantai 8, ruang 801. Saya melihat pintu itu dengan saksama dan ia tak mengunci pintu kamarnya. Dia hanya menyangga pintu dengan salah satu sepatu usang yang saya yakini itu milik Taraka. Tiba-tiba saya merasa iri dengan Tara karena bisa selalu ada di sisi Ayara.
“Aya?” panggil saya pelan dengan wajah mendekati pintu. Takut-takut kamar sebelah mendengar. Takut-takut mereka sadar kalau kamar yang mereka sewa berdekatan dengan kamar sosok Ayara Bhanuresmi.
“Ya, Bang. Masuk aja!”
Bang?
Langkah yang saya ambil sedikit ragu-ragu. Dan benar saja, kehadiran saya menuai tatapan heran dan panik dari sang empunya. Oh my Ayara, why does the bathrobe look good on you?
“Eh.. Mas Wasa? Aku kira Bang Tara.” Expected.
“Are you waiting for him, too?”
“Yes. You must have seen his shoes right there.” ia menunjuk sepatu usang yang ia gunakan untuk mengganjal pintu.
“What for?”
“Your package. He left it in his room.”
“Oh,” saya lupa hingga detik ini belum memberitahu kalau itu adalah hadiah untuknya.
“So..?” Dengan tangan yang terlipat di depan perut dan rambut hitam terurai indah menghalangi tubuh mungilnya.. Tuhan, Tuhan. Hanya dengan melihatnya begini saja sudah bisa membuat saya menyebut nama-Mu.
“What?”
“Mine..”
“Right.” Right? Seriously, Wasa Gautam? Rambut itu benar-Benar buat saya terbuai. Saya lantas memberikan sebuah paper bag kepadanya. Bukan main, dia segera merampasnya dan meletakkannya di atas kasur. Bukan marah, justru ia begitu girang seperti anak kecil yang mendapat mainan baru.
“So pretty..”
And so are you, Ayara.
“Menurut Mas gimana?” Oh, apakah dia baru saja bertanya pendapat saya? Tunggu, sudah satu tahun dan dia tidak pernah bertanya apapun padaku tentang hal sepele begini. Eh, kok saya senang?
“I don’t know.”
“Eh?”
“I won't know until I see it on you.”
Balasan saya menuai tatapan tajam. Saya bisa artikan tatapannya: heran, bingung, bertanya-tanya maksud saya apa.
“Mas mau lihat aku pakai dressnya? Ini harusnya buat new year’s eve, aku ga boleh pakai sekarang.”
“Sejak kapan ada aturan begitu?”
“Dari lama. Yang boleh lihat duluan cuma aku, the designer, dan Bang—”
“Ya, ya. Bang Tara.” Sial. Saya lama-lama muak dengar nama lelaki itu padahal jelas-jelas dia adalah manager Ayara dan menyukai wanita lain. Mimik wajah saya seketika berubah, sudut bibir saya tak sedikitpun melengkung ke atas.
“Okay. A little spoiler ya.”
Tubuh mungil itu dengan ringan berjalan ke kamar mandi, mempersiapkan ‘spoiler’ untuk saya. Dia adalah wujud nyata dari potongan-potongan puzzle, dan saya adalah lelaki yang serakah ingin melihatnya menjadi utuh. Hal-hal kecil tentangnya selalu buat saya penasaran, hingga saya rela lakukan apa saja untuk memenuhi dahaga yang terus mendamba cintanya. Iya, saya sadar saya benar-benar terpikat dengannya. Hingga ia memanggil saya, “Mas..”
Tuhan, saya lagi-lagi menyebut namamu ketika dia yang saya nantikan berbalut gaun putih dengan sedikit silhouette abu-abu mendekati. Seketika saya adalah umat Tuhan paling taat, menyebut nama-Nya atas ciptaan yang begitu indah. Tidak jua mata saya berkedip, namun perlu saya ingatkan bahwa kaki saya memiliki nyawanya sendiri—berdiri, mendekat, menghirup aroma tubuhnya.
“A little help, perhaps?”
Tubuh kecilnya membalik, membelakangi saya, meminta saya menutupnya hingga tak bercelah. Sebetulnya apa yang perlu lagi ia tutupi sekarang? Apalah saya baginya? Benarkah saya tak berarti apapun untuknya setahun terakhir?
“Mas?”
Sebaik-baiknya saya mendengar panggilannya, panggilan ini adalah manifestasi dari bentuk euforia yang menggila. Saat ini. Detik ini. Tatapan saya hanya tertuju pada tengkuknya yang perlahan menjauh, digantikan dengan dagu manis yang menghadap saya. Dua bola kembar memancarkan keraguan dan kebingungan, namun bagi saya itu adalah, “Perfect.”
Dari mata teduhnya saya jatuh melesat pada bibir ranumnya, mendaratkan bibir saya yang haus akan rasa miliknya. Kecupan yang saya berikan, hisapan yang saya berikan sebagai awal pengenalan kami—ia tidak bergeming. Rahangnya mengeras bak tersengat listrik. Kuasa saya lantas menenangkannya: tidak apa, tidak apa. Kamu aman, Ayara. Saya hanya ingin mencumbumu.
Saya pikir itu saja cukup, nyatanya tubuh saya ingin menyimpannya dalam rengkuhan. Seutuh-utuhnya.
Saya pikir itu saja cukup, nyatanya bibir saya ingin berkelana lebih dari sekedar permukaan. Sedalam-dalamnya.
Saya pikir itu saja cukup, nyatanya ada gejolak yang mendesir ke sekujur tubuh. Sederas-derasnya.
Saya masuk semakin dalam setelah ia memberikan seluruhnya kepada saya. Bibir kami saling bertautan hingga basah bisa kami rasakan. Decak saliva kami saling menyahut, memanggil nafsu yang sudah lama saya tahan demi kewarasan. Kuasa saya meraih pinggang rampingnya, mendekatkannya dengan tubuh saya hingga tak ada ruang tersisa. Benar, benar tidak ada ruang untuk kami hingga nafas kami terhalang lidah yang saling menjilat, bibir yang saling menghisap, hati yang menginginkan lebih.
“Mmh, Mas—” Sial, Ayara. Lenguhanmu buat saya gila.
Kami menikmatinya. Saya menikmatinya. Emosi, rasa, apapun itu yang terpendam pada akhirnya saya salurkan hingga kami berhenti—dia berhenti.
“Mas, don’t do this, I—”
“Wait.”
Persetan dengan apa yang akan ia katakan. Persetan dengan apa yang ada pada benaknya. Ia sudah terlalu egois dengan membangun tembok tinggi untuk saya pahami. Sekarang, biarlah saya memahami hal kecil dari dirinya. Biarlah saya belajar tentangnya dan dimulai dari rasa bibirnya yang selalu cakap kata-kata cantik nan melengkung begitu indah.
Satu tangan saya menengkup leher jenjangnya dan bibir kami kembali bersatu. Saya dan dia, kami bersatu dalam kehangatan yang membasahi hasrat kami. Kami jatuh pada rasa yang bercampur aduk menjadi satu. Sapuan demi sapuan kami desiskan bait-bait syukur—atau mungkin hanya saya. Sebab ia, perempuan yang saya puja-puja kecantikannya, melepaskan lagi pagutan kami yang ingin saya jadikan abadi.
“I can’t,” nafasnya terengah-engah, matanya tak melirik saya sedikitpun. “Mas, I can’t..”
“Why?” Samanya, saya pun terengah-engah. Tapi entah karena kehabisan nafas atau..
“I just can’t..”
“At least tell me why, Ayara!” kehabisan kesabaran.
“What’s with you two?” Saya mengenal suara itu. “Wasa?”
Ya, dia Taraka.
Saya melihat gelagat Ayara yang panik, takut, dan masih merasa-rasa sisa ciuman kami. Mata teduh yang buat saya jatuh sedalam-dalamnya tadi kini hanya memancarkan ketakutan yang luar biasa. Dan dia, lelaki yang buat saya muak mendengar namanya, hanya menatap kami polos sambil memegang sebuah kotak. Persetan, persetan.
“That’s for you,” tutur saya itu barulah menuai tatapan dari kedua bola matanya. “The sage green dress. That’s for you.”
“Congratulations on your new drama, Ayara.”
0 notes
Text
Nama akak Jamilah tapi biasa orang panggil Milah atau kak Milah aja. Akak ni dah berumur sikit, dah 37 anak pun dah tiga. Badan akak ni berisi sikit tapi taklah gemuk macam Yusni Jaafar tu. Kulit sama macam dia cerah. Sebelum kahwin dulu akak kerja kerani tapi lepas dapat anak ketiga akak berhenti terus jadi surirumah sepenuh masa. Sekarang ni bila anak anak dah sekolah ni akak kerja balik.
Kak Milah nak cerita sikit pasal pengalaman akak dulu. Masa tu kami menyewa kat Datuk Keramat, satu dari empat rumah sewa kat satu tanah lot di situ. Sebelah rumah kami tu dihuni oleh Pak Husin tuan rumah seorang. Pak Husin ni dah mati bininya. Bahagian bawah pulak satu rumah tu penyewanya satu grup budak budak perempuan bertudung labuh dan yang satu lagi tu pasangan baru kawin tinggal. Si isteri ni sombong betul, berselisih kat pagar pun tak ndak senyum.
Pak Husin ni tak ndak tinggal dengan anak anak. Dulu anak perempuan dia Leha tinggal bersama tapi sekarang dia mengikut laki dia kena tukar ke Sabah. Anak lelaki Pak Husin dah berkeluarga dan tinggal di Subang Jaya. Dengarnya Pak Husin tak berapa dengan menantu dia tu. Kekadang tu ada juga diorang datang menjenguk orang tua tu.
Pak Husin ni walaupun dah berumur 65 tahun tapi masih sihat walafiat. Kalau kita tengok tu tak sangka dah 60 tahun lebih. Badan dia masih tegap manakan tidak bekas askar. Dia jarang di rumah kerana selalu ke kebun dia di Semenyih. Nak tinggal sorang sorang di kebun tu takut pulak dia jadi berulanglah selalu. Dia rajin hulurkan kami hasil kebun dia terutama kalau musim buah. Kami balaslah dengan kuih muih ataupun lauk pauk. Dia selalu memuji masakan akak.
Satu hari tu laki akak accident kat Jalan Ampang. Terus kena usung ke GH. Kaki dan bahu dia patah jadi kenalah masuk wad. Bermastautinlah dia di situ selama sebulan. Hari harilah akak kena menjenguk dia di GH selepas budak budak dah pergi sekolah petang. Naik bas mini aja akak turun kat Batu Road supermarket tu.
Masa tu kewangan terencatlah mana nak bayar hospital, sekolah anak anak, makan minum diorang dan ……… sewa rumah. Ada juga kawan kawan tempat kerja laki akak hulurkan tapi taklah mencukupi. Nak tanya sedara diorang pun sengkek macam kita.
Satu hari tak silap akak hari Rabu, akak bersiap siaplah nak keluar pergi GH dengan mangkuk sia dan kain baju laki akak tiba tiba bertembung dengan Pak Husin kat tangga. Bila dia tahu tujuan akak dia ofer nak hantarkan akak ke situ tapi akak cakap tak payahlah. Beriya iya dia pelawa tapi akak seganlah pasal duit sewa pun belum bayar. Akhirnya akak setuju juga pasal nak jaga hati dia. Jadi pergilah kami naik Volkswagon hijau Pak Husin ke GH. Lama juga kami diam tak bercakap dalam kereta itu tiba tiba dia tanya sama ada akak ada problem. Mula mula akak malu nak story kat dia tapi mengenangkan beban sewa bulan itu akak ceritalah sambil air mata berlinangan. Sesekali akak kesatlah pakai hujung tangan baju kurung akak. Dia diam aja lepas tu asyik pandang ke depan membuatkan terasa besar kemaluan akak.
Lepas tengok laki akak kat GH Pak Husin ajak pergi makan kat Restoran Bilal kat Chow Kit tu. Masa makan tu dia kata sewa rumah dia halalkan sepanjang laki akak kat hospital sebabnya dia kata kitorang ambil berat hal dia …. Kata dia. Lepas tu dia bawa akak pergi Batu Road Supermarket pulak, dia belikan barang barang dapur termasuklah beras, gula dan mainan budak budak. Masa dia bayar tu akak tengok kat 200 ringgit jugak. Dia tanya juga kalau akak nak beli barang barang akak, kalau ya pun tak tergamak akak nak cakap suruh beli modess lagipun akak masa tu tak sampai lagi seru. Malu akak masa tu dia tersenyum je.
Sampai di rumah jenuhlah pak Husin mengangkut barang barang tu ke atas. Mengenangkan budi dia tu akak buatkan air sirap untuk dia. Menyandar dia duduk di sofa kami sambil mengipas ngipas badan dia dengan suratkhabar yang dia baru beli. Lama juga akak mengemas di dapur mana yang nak kena masuk peti ais mana yang di bilik air .…..
Lepas tu akak rasa tak selesa puLepas tu akak rasa tak selesa pulak kerja pakai baju kurung jadi akak masukle ke bilik nak tukar pakai T-shirt dengan kain batik je. Masa akak tengah nak melucutkan baju akak (lekat kat kepala) tiba tiba pinggang akak dipeluk. Berderau darah akak, yang baju tu pulak susah sangat nak keluar. Dalam keadaan terperangkap tu tangan yang memang tak ada orang lain punya tu menjalar ke bahagian depan pulak Melekap kat tetek yang bersalut coli beli kat Globe tu. Kelu lidah akak .Terasa cangkuk coli akak dibuka. Baju akak pun dah selamat ke lantai.
"Pakcik, jangan pakcik" terkeluar juga suara akak.
"Aku tahukau ada masaalah lain lagi Milah" jawab dia sambil meramas ramas buah susu akak. "Biarlah yang ini pun aku tolong sekali"
"Tak baik Pakcik" akak merayu lagi terketar ketar. "Nanti abang tahu"
"Kalau kau tak bagi tahu macam mana dia nak tahu" Pak Husin jawap sambil menggentel gentel putting akak. Sesekali ditarik tariknya. Sesekali ditekannya ke dalam. Sesekali …..
Masa tu pertahanan akak runtuh sekali dengan rasa basah dalam kain akak. Yalah akak dah lama tak kena servis dik non. Kena switchnya habislah akak. Diuli ulinya tetek akak yang walaupun dah beranak tiga masih lagi tegang macam anak dara 20 tahun.
"Tegang tetek engkau Milah" Pak Husin mengconfirmkan lagi.
Perlahan lahan ditolaknya badan akak dengan badan dia yang tegap itu ke depan cermin almari baju akak. Nampak dalam cermin tangan dia mengerjakan tetek akak. Tak lama lepas tu kain kurung akak mengelongsor ke bawah meninggalkan seluar dalam hitam aje. Dalam cermin tu nampak tangan dia dah menjalar ke dalam seluar dalam tu. Malu akak nak tengok.
"Ahhhh" keluar keluhan dari akak bila terasa kelentit akak disentuhnya.
"Besarnya kelentit kau" bisik Pak Husin kat telinga akak. Lepas tu dirabanya seluruh cipap akak.Terasa dikuaknya bibir cipap.
‘Banyaknya air kau" dia bisik lagi. Dihulurkan jari dia ke dalam cipap akak.Disorong tarikkan jari hantu dia tu.
"Pakcik, Milah nak". "Milah tak tahan" tak sedar akak mintak pulak.
Lepas tu akak dapat rasa lidah pak Husin menjalar turun di belakang badan akak. Geli stim akak dibuatnya. Dalam cermin tu nampak dia dah mengcangkung kat belakang akak. Seluar dalam akak ditariknya turun. Terasa kedua dua punggung akak digigitnya perlahan lahan. Lidah dia turun lagi dan dijilatnya belakang lutut akak. Sedapnya tak tahu akak nak gambarkan.
Inzal akak.
Lepas tu badan akak dipusingkannya membuatkan muka Pak Husin betul betul mengadap cipap akak. Disuanya lidah dia kat situ sampai akak tak sedar menarik kepala dia melekap kat cipap akak. Entah macammana akak dibaringkan ke katil. Dikuakkan kedua dua peha akak, maka terpampanglah cipap akak yang dah lecun tu. Akak tutup mata akak dengan lengan pasal terasa malu . Yalah entah apa rupanya pasal dah tiga kepala budak keluar kat situ. Dah lama jugak akak tak trim bulu akak.
Tiba tiba akak rasa ada benda basah lembut menjalar kat cipap akak. Tahulah akak lidah Pak Husin tengah bekerja bila terdengar sekali sekala bunyi ‘slurp,slurp’. Itulah kali pertama cipap akak dijilat. Laki akak tak pernah buat pun selama 15 tahun kitorang kawin. Jari hantu je yang menggesel kat situ. Sedap betul akak rasa masa kena jilat tu, orang tua ni banyak pengalaman rupanya. Entah entah belajar masa kena hantar pergi Congo dulu. Sekali tu dikemamnya kelentit akak maka apalagi melolonglah akak . Akak kepit kepala dia dengan kaki akak. Entah berapa kali akak inzal masa tu tak dapat akak ingatkan lagi. Menggigil akak engkorang tahu. Tak pernah akak kena teruk macam ni.
Pak Husin lepas tu merangkak naik ke atas dan akak tengok mulut orang tua tu basah semacam je macam orang kena gila babi aja. Diciumnya akak, rasa masin masam payau mulut orang tua tu. Berlawan lidah kami masa tu, ditolaknya lidah dia sampai nak kena anak tekak akak. Lepas tu dia turun sikit dihisapnya tetek akak kiri kanan. Disedut sedutnya putting akak, kekadang tu digigitnya. Celah ketiak akak pun dijilatnya. Bengkak semacam tetek akak lepas tu.
Habis tu Pak Husin naik ke atas pulak, dia macam duduk kat depan akak. Apalagi terhidanglah konek dia depan mata akak. Besar betul konek dia lebih kurang dua kali konek laki akak. Berdenyut denyut kepala konek masa tu. Disuanya konek dia kat mulut akak. Akak yang tak pernah mengulum konek ni tak tahulah masa tu apa nak buat. Yalah yang laki akak punya nak tengok pun susah sedar sedar dah masuk je. Akak bukalah mulut akak bila dia gesel konek dia dua tiga kali kat bibir akak. Terus ditonyohnya konek dia masuk. Sekali tu masa ditariknya keluar, akak jilat kepala dia lepas tu akak jilat sepanjang konek dia terutama kat bahagian bawah. Sepanjang urat konek tu lidah akak ikut. Pak Husin lepas tu suruh akak jilat telur dia, akak ikutkan aje walaupun bulu dia yang berserabut tu menyesakkan hidung akak je. Sekali tu akak kemam telur dia sebelah apalagi mengadoi orang tua tu dibuatnya.
Pak Husin lepas tu tolak akak suruh baring semula. Dia duduk kat celah kelangkang akak. Kaki akak diangkat kedua dua ke atas lepas tu akak dapat rasa dia menggesel gesel konek dia kat kelentit akak. Lepas tu dia pandang akak dan dengan perlahan lahan konek dia masuk ke lubang cipap yang dengan lahap menyambutnya. Agaknya pasal air dah banyak maka dengan senang dia masukkan sampai santak. Akak pun bukan anak dara lagi. Dia buat macam pusing pusingkan konek dia kat dalam tu agaknya nak kasi lebih mengenali antara satu sama lain. Ataupun nak buat lubang akak dapat adjust dengan konek dia yang besar tu.
Dengan tangan dia memegang kedua dua belah kaki akak, dia pun mulalah sorong tarik konek dia. Sedapnya dik non. Habis cadar akak tarik sebelum akak paut tengkok dia pulak. Sekejap tu dia diamkan kat dalam tu. Sekejap tu ditariknya konek dia keluar sampai tinggal sikit kepala kat dalam sebelum ditonyohnya masuk sampai ke pangkal membuatkan bulu bertemu bulu. Mulut akak tak berhenti henti mengeluarkan sound effect masa tu. Sekali tu kaki akak bertaut kat belakang dia dengan tangan akak memaut tengkuk dia. Apalagi sesekali tu terangkat badan akak dari katil.
Lama juga akak kena balun . Sampai dah banyak kali dah tak terkirakan. Cup cap cup cap bunyi projek piling kami. Tiba tiba Pak Husin mendengus " Milahhhhh, aku nak sampaiiiii".
"Milahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh" Pak Husin jerit sambil mencabut konek dia dari cipap akak. Bersembur air mani dia kat atas perut akak, ada yang sampai lubang hidung akak. Agaknya bahana bertahun tahun diperamnya. Banyak betul air mani orang tua tu sampai penuhlah pusat akak. Terjelepuk dia kat sebelah akak menelentang.
Kedua dua kami diam memandang syiling. Nafas kami je kuat kemengahan. Pak Husin lepas tu toleh kat akak, disapunya air mani yang kena kat hidung akak dengan tersenyum. Akak senyumlah balik. Akak pegang konek dia dan akak urut urut biar habis semua air mani dia keluar. Lepas tu Pak Husi tarik akak dan akak letaklah kepala akak atas dada bidang dia tu. Romantik gitu.
Mulai hari itu boleh kata hari hari kami buat. Tak sabar akak tunggu budak budak tu pergi sekolah. Pergi je bas sekolah tu muncullah kekasih veteran akak tu kat muka pintu. Tutup je pintu tu macam bohsia jumpa bohjan je kami berdua. Semenjak hari tu Pak Husin dah jarang tengok kebun dia di Semenyih. Buat apa kata dia, kat sebelah rumah pun ada kebun yang ndak dikerjakan.
345 notes
·
View notes
Text
Aku tidak apa-apa
-sebuah cerpen-
"Kalo Neko mau tidur, bisa nggak hpnya ditaruh dulu? Dia udah nunggu kita dari pagi. Apa sih yang lebih penting di Facebook yang bikin kamu nyuekin anak?"
"Ya jangan gitu. Dari tadi Mas juga gendong-gendong Neko, ngajak mainan sama kucing juga. Karena Neko lari-lari terus pas ganti popok jadi Mas stelin tv. Emang Mas harus ikut nonton cocomelon juga? Mas kan capek, Mas butuh hiburan"
"Emang ngga bisa main hpnya waktu Neko udah tidur? Kamu tuh bener-bener nglepas dia nonton tv sendiri. Neko sering banget ketiduran sambil nonton tv kalo dicuekin kamu. Emang ngga bisa ya dipukpuk, atau cerita bareng, nyanyi bareng, tanyain hari ini main apa aja. Apa ngga kasian sama Neko udah nunggu kita pulang kerja, kitanya malah sibuk sendiri-sendiri. Aku kan lagi bersih-bersih sama nyiapin makanan"
"Sukanya kok gitu, yang sebelumnya mainan bareng ngga diitung. Padahal nonton tvnya juga belum lama. Orang kan punya cara sendiri buat ngisi waktu sama anaknya"
"Kamu sadar ngga kamu ngga terlalu peduli sama Neko?"
Mas E mematikan layar hpnya dan memejamkan mata sejenak. Dia menaruh hp ke tempatnya, memastikan pintu rumah terkunci dan, mulai berbaring di tempat tidur. Aku beku di tempatku duduk. Menghela nafas dalam, menghembuskannya lagi panjang.
Mas E pasti sangat lelah. Aku akan mengakhiri diskusi tak bersolusi ini dan membiarkannya istirahat.
Menuju dapur aku mulai mendekati wastafel yang sedari tadi penuh. Menyelesaikan satu piring kotor ke piring lainnya, wajan, panci, aih semua perkakas makan dan memasak. Melanjutkannya dengan menanak nasi.
Di seberang wastafel sudah menanti sayur mayur yang baru kubeli siang tadi. Ah sialan. Kenapa kurir salah mengirimkan order sayurku? Bolak balik lantai ground ke lantai 3 kantor membawa sayur seberat itu, haih ada-ada saja. Kupotong sayur, cabai, bawang-bawangan. Ini hanya bumbu tumis biasa. Lauknya ku persiapkan tempe goreng dan jamur goreng tepung. Besok pagi aku akan bersyukur sudah mempersiapkan ini semua.
Sambil membereskan sampah, aku pikir aku hendak menjempur baju yang sepulang kerja tadi aku laundry. Hmm.. kenapa hidupku seperti ini? Apakah aku bahagia? Sial sekali mengingat dulu aku percaya kata Mas E bahwa dia siap kapan saja punya anak. Oh kenapa bajunya banyak sekali? Mungkin aku tidak akan kuat menyelesaikannya. Punggung kananku, oh punggung kananku.
Air di ketel yang ku masak berbarengan saat menyiapkan makan malam tadi, ah sudah berbunyi. Sudah matang! Baiklah, besok akan aku masukkan ke galon. Besok pagi sebangun tidur. Apakah mas E pernah berpikir bahwa dia bisa minum tapi siapa yang memasak airnya? Siapa yang mengantisipasi airnya sudah cukup dingin untuk bisa dimasukkan ke galon isi ulang? Bahkan di bekal makan siang yang dia bawa tiap pagi, apa pernah terpikir bagaimana menyiapkannya? Untuk ibu pekerja, yang sangat ingin irit karna keuangan kami terpotong tagihan dan cicilan cukup banyak per bulannya, tentu, aku menyiapkan menu dengan ketat. Agar tidak belanja bahan makanan berlebihan, aku mendikte pengeluaran bulanan bahkan kucatat di note hp. Menghubungi penjual sayur online, melakukan pesanan, menerima pesanan, menyiapkan food-prep seminggu sekali, memilih sayur mana yang cepat busuk mana yang lebih awet, menyiapkan bumbu-bumbu, memasak, mencuci perkakas masak, membungkuskan sayur dan lauk untuk bekalnya. Pernahkah mas E bersyukur untuk itu? Atau bahkan sekedar memikirkannya?
Jiah.. apa yang harus ku lakukan lagi malam ini? Menyeterika baju kah? Aku tidak boleh memikirkan apa-apa. Neko adalah anugerah kami.
Ah tapi sialan betul hidup ini. Punggungku, oh sakit bukan main. Aku akan mengakhirinya jam 11:00 malam ini dan pergi istirahat. Butuh hiburan? Hah sangat konyol. Dia yang bermasalah karna tidak bisa utuh saat bersama anaknya, lalu ia butuh hiburan? Dan mewajarkannya membutuhkan hiburan? Bukankah main dengan anak dan mendengar tertawanya yang renyah adalah kehidupan? adalah hiburan? Sebenarnya siapa yang butuh hiburan di sini. Pernahkah ia sekedar memikirkan apa yang Neko sudah atau harus dipelajari di usianya sekarang? Bagaimana tumbuh kembangnya? Sebaik apa kami sudah memberikan stimulasi? Bagaimana makannya? Bagaimana kecukupan tidurnya? Apakah bahkan dia penasaran berapa berat badan dan tingginya?
Oke aku akan istirahat. Kususun rapi sayur mayurku di kulkas, dan menutup pintunya pelan. Pelan sekali.. Aku akan benar-benar selesai saat ini. Oke aku selesai.
Aku berbaring di samping Neko dan Ayahnya. Oh anakku yang manis. Kenapa aku berakhir di kehidupan seperti ini? Tuhan maafkan aku, jangan ambil Neko dan Ayahnya dariku. Berikanlah aku kesempatan dan kesehatan agar bisa dengan mereka menua bersama.
Dadaku penuh. Satu hari yang panjang berakhir dan aku tidak tau aku siapa. Aku hanya seorang Ibu pekerja dan seorang istri..
Aaaaaaaaaa
Seseorang di dalam diriku menjerit, menjambak-jambak rambutku keras, mengepal tangan dan memukul tembok. Tidak sakit! Sialan Laeli muncul tengah malam begini. "Aku tidak apa-apa. Aku tidak apa-apa.. "
Aaaaaaaaaaaaa
Kali ini Laeli memekik lebih keras. Dia mulai kehilangan kendali. Dia menangis dan pipiku jadi basah. Dia berulah malam-malam
Mamaaaaaaaaa
Sialan. Dia memanggil-manggil mamanya. Kepalaku penuh mendengarnya terisak-isak. Aku tidak bisa kasihan padanya. Aku adalah ibu, aku sekaligus bekerja, dan aku juga tidak boleh lupa kalau aku seorang istri. Aku adalah ibu. Aku adalah ibunya Neko. Sudah biarkan Laeli menangis sendiri.. Toh seseorang yang terperangkap tidak akan bisa apa-apa dan kemana-mana. "Aku tidak apa-apa. Aku baik baik saja.."
5 notes
·
View notes
Text
Yang Tidak Terlewatkan
"....Without love you are not to be found You are not to be found...." Love is Surrender - Carpenters
Are we too blind to see. Do we simply turn our heads. And look the other way (In the Ghetto-Elvis Presley)
Sedikit nggak mirip sama tahun lalu.
Malam ini jadi malam yang buat aku dan mungkin juga kamu: malam yang sudah mulai terbiasa. Ingar bingarnya sulit dideskripsikan. Tapi siapa sangka, Ramadan yang telah berlalu dan mencapai kata usai ini punya ruang tersendiri di hati seorang aku.
Mengingat tulisan "Sementara Takbir Menyingkap Tabir" di malam takbir tahun lalu, jadi kompor yang menyemangati untuk menghadirkan tulisan ini. Bisa di baca di sini.
Ada hal-hal yang patut aku syukuri, ada momentum-momentum yang penuh haru biru dan ‘baru’ menyisip pelan-pelan ke relung hati seorang aku. Yang tidak terlewatkan itu patut aku apresiasi dengan sepenuh hati.
Padahal,
Menjelang Ramadan vibes-nya nggak kerasa apa-apa. Malam tarawih pertama aku habiskan di kereta dari Surabaya menuju Malang. Saking lelahnya, aku nggak melaksanakan tarawih dengan sempurna. Nggak berekspektasi tinggi justru buat aku dikejutkan dengan banyak hal.
Ngabuburit pertama bareng Naira Aksara Yahya dan ibundanya yang amat sangat aku sayangi Mbak Maharina buat aku bersyukur berkali-kali. Dingin dan sejuknya Malang buat kesan buka puasa bersama lebih syahdu, ditemani es pisang ijo dan beberapa menu yang dipamerkan Mas Abdul suami Mbak Rina,
“Ayo Nabila harus coba makanan ini,” sambutnya yang baru ketemu aku pertama kali dengan penuh gelagat yang akrab.
Lalu, apa yang sebetulnya bisa aku bilang bentuk resolusi yang bisa disyukuri?
Pertama, makan dan minum secukupnya.
Meskipun lebih banyak sendiri dan uang pas-pas an haha (tapi ini bukan alasan utama kok) aku lebih memperhatikan asupan yang aku santap.
Perkara buah dan sayur aku perhatian dengan seksama. Buka puasa betul-betul secukupnya, sahur seadanya tapi dengan komponen yang menyehatkan. Hanya satu sahur yang aku lewatkan karena lupa alarm.
Sisanya, betul-betul nikmat yang sempurna. Didukung oleh ketidak ogahan aku bangun, kadang masak, dan potong buah. Aku mempertimbangkan betul untuk ikut bukber. Banyak hal yang nggak aku sukai dari budaya bukber—bukber yang aku lewatkan kemarin cuma memang karena merasa perlu dan kangen untuk ketemu.
Pun di setiap bukber, demi menghemat dan memilih masak sendiri aku cuma pesan snack ringan dan the :) lebih dari cukup!
Kedua, menghabiskan sahur dan buka bersama kartu BRISCOLA.
Polemik IPM yang belum kunjung mereda buat aku beberapa kali menghabiskan sahur bareng temen-temen IPM yang diawali dengan nggak tidur sepanjang malam sampai subuh.
Yang paling berkesan salah satunya adalah, Mas Nabhan secara tiba-tiba ngajak buka bersama di Temanggung. Ditemani Mbak Anggitya, Mbak Laila, Mbak Apri, dan Hanif. Di suatu sahur dan buka sama temen-temen IPM ini dihabiskan dengan mainan kartu briscola. Mereka berhak mendapatkan peluk Nabila karena mau dikelabui dan diajak main briscola.
Kalau nggak ke Surabaya dan ketemu Izza, bisa jadi kartuku bertengger sampai jamuran di kamar. Terimakasih Izzaaa!
Ketiga, pertama kalinya iktikaf.
Berdampingan dengan tugas-tugas kuliah yang mati satu tumbuh seribu, serta deadline tulisan yang nggak ada habisnya sempat bikin aku sedih—karena jadi punya lebih sedikit waktu untuk berkontemplasi lewat ibadah-ibadah mahdhah.
Tapi nggak papa. Tanpa terburu-buru dan banyak target justru aku nyaman baca alquran ditemani artinya. Juga aku bayar tuntas di malam-malam penghabisan 9 hari terakhir Ramadan sewaktu di rumah.
Aku, Ibu, dan Dek Hanun memang selalu menyempatkan subuh di masjid dan tetap stay sampai waktu Isra’ menjelang, kami mengaji, kadang juga tidur sebentar lalu ditutup dengan salat Isra’ dua rakaat.
Ada satu hal yang nggak ingin kami lewatkan, selain memang mengejar lailatul qadr, kami bertiga nggak mau melewatkan melihat semburat langit yang luar biasa indah dan bisa dilihat dari lantai dua masjid. Jajaran gunung dari Ungaran, Merapi, Merbabu sampai Sindoro dan Sumbing bisa kami lihat jelas kalau cuacanya cerah.
Misi lainnya juga buat menebak-nebak langit mana yang paling indah, barangkali itu malam lailatul qadr. Iya, kami terobsesi sama langit.
Di empat kali malam ganjil. Bapak rutin membangunkan aku dan Dek Hanun di jam 00.15 lalu kami bertiga bergegas ke masjid. Sedikit penyesalannya kadang aku masih belum kuat dan ketiduran satu jam sebelum balik ke rumah untuk sahur.
Diketawain betul aku sama Dek Hanun.
Dahsyat sodara sekalian. Ternyata senikmat itu. Aku juga cukup tegas menolak melakukan rapat di malam ganjil kalau bisa buat aku nggak bisa tidur lebih awal biar bisa bangun dini hari.
___
Hal-hal yang tidak terlewatkan di atas buat aku ingin bilang terimakasih kepada segala sesuatu yang ‘cukup’. Terimakasih kepada beberapa teman yang jadi teman mengobrol di kala Ramadan—yang selain bikin ngerasa nggak sendiri juga bisa buat aku cekikan sekali-kali.
Suasana di kampung juga menyenangkan dengan adik-adik yang menyambut hangat dan mau aku ajak belajar bareng. Meskipun belum sempurna, aku berterimakasih karena di Ramadan ini banyak ide-ide sederhana nan membahagiakan muncul. Sesederhana mengumpulkan buku buat donasi buku Kembar #1 Kemant dan buat modal perpustakaan di kampung.
Terakhir, album Close to You kepunyaan Carpenters dan In the Ghetto-nya Elvis Presley jadi highlight lagu favorit Nabila.
"Talk about love How it makes life complete
you can't cover up the past Just pretending will never last Without love you are nothing at all..."
Love is Surrender - Carpenters
Thankyou,
May Allah lead your way, everyone. Buona festa fine di Ramadan.
Semoga kita dipertemukan dengan kemenangan dan ketenangan yang semestinya dan bersua secepatnya lagi.
Temanggung, 1 Syawal 1442 H
8 notes
·
View notes
Text
Tulisan 20 September 2019
GELAR DAGANGAN UNTUK GELAR SARJANA
Apa yang ada di pikiran teman-teman tentang Dagang?
Modal atau gimana cara mulai dan mungkin apa yang harus dipersiapkan?
Nyiapin mental dulu boleh gak ya? biar kalo telungkop(red:gagal) udah siap aja, ahaaaa
Nah kalo menurut aku ya itu memang selain persiapan-persiapan yang kita sebut modal tadi yang paling penting juga modal mental yang kuiat. Seiring berjalan waktu mental itu bisa dilatih yang penting kita mulai untuk mengerjakan rencana dagang yang sudah kita siapkan. Punya ide bagus tanpa ada eksekusi sama aja NOL besar.
Aku dari kecil memang suka bertransaksi sampai mainan yang dibeli dalam jumlah banyak aku jual ecer eh ternyata mendarah daging, hahahaa. selain itu juga sejak SD sudah belajar berkolaboraksi sama temen yang pinter main goli nah aku bagian yang ngatur hari ini bawa modalnya berapa dan sore mulai ditagih hari ini menang berapa. Goli tadi tidak cuma kami jadiin mainan tapi juga dijual kalo ada yang berminat, kan goli udah second gitukan dijual lebih murah dari kedai-kedai yang menjual goli dan barisan mainan lainnya.
Dagangnya udah membibit dari kecil kalo aku, ahaa gak juga itu cuma kebetulan aja. SMA berlanjut aku ngedagang baju distro yang aku ambil dari temen juga yang punya distro di Dabo Singkep untungnya tipis tapi bisalah buat modal beli baju baru buat sendiri. Itu aku jualnya sistem kredit sehari 2reboo sehari 5reboo ahaaa untungnya kemaren sempat jadi centeng(red:preman) sekolah.Yang dulunya pernah ngutang belom bayar tulis di komen komentar woii, aku mau nagih ini hahaha biar gak jadi dosa ntar ditagih disono. Gurau jeeee....
Hidup udah mulai drama ni memasuki zaman kuliah, maklum sudah menjadi perantau. Anak Pak Herman udah mulai menata kehidupan sendiri diperantauan( eaakk biar bahsanya keren aja, hahaha). Kuliah di Tanjungpinang dimulai tahun 2010 setelah tamat menjadi siswa keren di SMA Negeri 1 Singkep. Alhamdulillah kuliah berjalan aman-aman saja dengan duit jajan dicukup-cukupkan. cukuplah buat makan enak sekali seminggu kalo pas dikirimkan ikan jebong bakar oleh Pak Herman, dan senyum selalau sumringah kalo hari minggu karena udah langganan kepelabuhan buat ambil kiriman. Masih polos-polosnya kemana-kemana masing menggunakan angkotan kota alias angkot, setiap abis dari pelabuhan seringnya keliling pasar buat cuci mata.
Kuliah sudah berjalan sudah mulai beradaptasi dengan tugas dan kegiatan selama diperantauan. Banyak ide-ide muncul untuk mencari uang jajan tambahan sampai akhirnya kepikiran buat jualan jilbab yang dibeli diapasar terus dibawa kekampus dijual harga sama dengan pasar dan minta diskon pas beli dipasar selisinya bisa nambah uang jajan. hampir setiap hari ngangkota alias naik angkot kepasar buat ngambil pesanan temen-temen. Jilbab yang diabawa buiat contoh dulu nanti bisa rekues mau warna apa dengan model-model yang dibawa tadi. Selain jilbab ide yang diekseskusi jualan bola-bola coklat, juala keripik daun singkongdan jual baju-baju kaos cowok yang dikirim sama sepupu dari Jakarta. Alhamdulillah lumayan bertahan beberapa bulan setelah itu libur panjang semesteran sekalian Lebaran.
Semester 5 berlalu sekarang udah punya motor sendiri udah gak perlu ngangkot lagi, tapi takdir mulai bekerja pada waktunya ada yang tersesat. Tersesat uang jajan kemana-kemana allias udah gak dikirimin selama sebulan, Oh My God sudah harus mutar otak dengan laju. Drama berlanjut karena memang orang tua udah gak ngirimin kiriman belanja lagi, solusinya motor tadi yang dibeli dari hasil beasiswa yang ditabung. Keadaan seperti ini memang sudah dipersiapkan Alllah solusinya, ada temen yang ngajakin dagang bareng, alhasil dibantu partner in life hahaha gayanya kita modal ngomong sama Om yang ada di Tanjungpinang untuk menyekolahkan motor tadi buat modal jualan. Taraammmm, jadilah Cappucino Cincau Koko sebagai penyambung hidup anak rantau. Alhamdulillah dengan ilmu dagang yang dangkal tadi udah bisa buka 2 cabang masih dengan pola bisnis partner tadi. Alhasil dengan banyak ketidaktahuan ilmu dagang berhasil menutup jualan ini dalam waktu 9 bulan.
Sebelum Capcin tadi berhasil ditutup saya bersama dua orang teman saya mengikuti kompetisi dikampus yang mana kalau kita sudah punya usaha kitta bisa membuat proposal pengembangan usaha, 10 kelompok terpilih akan mendapatkan bantuan dana hibah sebesar Rp20.000.000,- dan kami adalah salah satu kelompok terpilih dalam kompetisi ini. Hasil dari kompetisi tadi saya membuka kembali minuman gerobakan Bubble ice yang awalnya saya diminta sebagai mitra dari franchaise bubble ice tersebut dan diberikan 1 gerobak untuk mentraining setiap mitra yang ingin membeli paket frainchaise tadi. Bisnis ini pun bertahan hanya 6 bulan, karena memang ilmu saya yang masih dangkal dan juga ada hal yang tidak konsisten dalam menjual powder minuman tadi.
Gerobak bubble ice tadi saya sulap kembali menjadi Gerobak baru saya yaitu TAHU GONCANG dan ini pun bertahanlah dengan segala badai dan upaya hahaha. Singkat cerita dagangan ini juga bergoncang dan berhasil ditutup karena tak mampu memabayar sewa dan gerobak saya tadi dijadikan jaminan untuk membayar sewa tempat tadi. Dilema datang lagi ni, udah banyak kali gagal kenapa masih pengen juga jualan kan rugi terus endingnya. Nah inilah proses melatih mental yang sedang saya rasakan, menikmati setiap kegagalan dan kalimat yang terekam selama saya menjalankan dagang itu adalah yang disampaikan oleh Pak Dahlan Iskan "Bisnis itu kian ditegak kina enak" maknanya sama seperti kita minum minuman keras. Berasa ketagihan untuk menjalankan dan menumakan solusi dalam masalah kita.
Kuliah sudah molor sudah masuk semester 11 gaessss, bisnis sudah gagal. Punya duit 700reboo buat bayar kuliah, eh kepikiran lagi sama bisnis baru. Launchinglah 'Tom Sosis Bakar' dengan menu andalan Tahu Goncang dna Sosis Jumbo serta Long tepat di tanggal 5 Oktober 2015.Ini permulaan baru dengan semangat yang lama yang masih hangat dan masih ada percikan api, eakkk. Dagang kita mulai kembali dan ini Dagangan saya sampai hari ini dengan belajar dari kegagalan sebelumnya, yang sebenanrnya kita juga akan menemukan malah yang sama di dagangan yang baru. Pelajarannya adalah "Kita harus menyelesaikan masalah yang ada didalam bisnis kita bukan menutupnya atau membiarkan masalah itu berlalu begitu saja, yang perlu kita lakukan adalah menumakan solusinya karena maslah yang sama bisa kita temukan dibisnis yang berbeda.
Udah banyak gagal masih juga ingin buka jualan, emang gak cape apa? terkadang memang terasa cukup pusing tapi ketika kita mengerjakan apa yang kita sukai itu rasanya memang berbeda. Bagi saya kita semua memiliki kesempatan dan peluang tentunya kita juga akan dihadapkan dengan kegagalan, yang membuat kita berbeda adalah bagaimana kita merespon kegagalab tadi. Tentunya saya merespon kegagalan saya dengan bangkit kembali untuk menemukan kesalahan yang harus saya cari solusimya. Menghabiskan jatah gagal selagi muda itu wajib, meskipun ada yang namanya gagal itu bukan titik untuk berhenti karena disitulah pelajaran hidup yang sedang ditempa. Hidup itu petualangan jika kegagalan yang datang kita harus banyak belajar jika memang kemudahan kita harus hebat untuk mengelola potensi yang ada di dalam diri kita.
Jangan mau dilemahkan oleh orang lain, semangat dan tekad yang kuat tak kan terkalahkan dengan cemoohan yang tak membangun, mimpi tetap harus tinggi meski kita tidak terlahir dari orang hebat semoga kita salah satu orang hebat tersebut. Banyak yang gagal sebelum memulai karena takut tidak siap gagal, padahal belum memulai tapi sudah takut gagal. Emang kalau tidak mulai bisa jadi ORANG SUKSES????
2 notes
·
View notes
Text
"Jujurlah pada dirimu sendiri."
Tapi ini sudah berapa tahun? Lihatlah: saya masih bingung dengan status sahabat saya. Sudah matikah ia? Atau ia hidup dalam pesakitan luar biasa di suatu daerah jauh sampai-sampai ia harus mengganti kepribadiannya, selayaknya ular berganti kulit atau coba bayangkan, ia, seperti manusia yang merobek wajah sendiri untuk diganti dengan topeng seekor kadal.
Banyak hal-hal di dunia penuh omelan tetangga tak berpendidikan yang tidak perlu dimaknai sebagai misteri sehingga orang lain tak perlu datang membantu sebagai pahlawan pemecah teka-teki. Kita berhak menanggung segalanya sendirian selayaknya berhak bercerita apabila beban sangat ganas menghancur kalbu. Ah, rasanya, seperti seorang pejuang melankolik cengeng yang menangis karena tidak diberi mainan baru, rasanya saya perlu meluruskan dan mendefenisikan beberapa hal.
Pertama, sahabat saya, yang tidak lain adalah "seseorang alternatif" pelan-pelan melenyapkan keberadaannya. Ia sudah seperti "sosok-dalam terkuat" yang barangkali selalu hadir ketika diri saya berada di pojok, melihat busuk-kehancuran begitu menyengat. Tapi, keberadaannya, makin hari makin tipis. Ia seperti sedang melindungi saya melawan makhluk-makhluk ganas dan setiap hari, mencicil satu kata untuk dipersembahkan sebagai paragraf perpisahan untuk saya. Saya bisa tebak inti utama dari pesannya: Selamat tinggal. Hidup bahagialah! Aku akan cabik-cabik kau bila masih menolol dan menolol!
Sungguh itu mengesalkan. Saya benci untuk mengakui bahwa diri saya bodoh dan benci mengakui kalau saya masih belum berani untuk mempertanggungjawabkan segala kerusakan yang saya buat. Berlindung, hanya berlindung dibalik punggung sahabat saya yang bisa dan bagian mengenaskannya adalah saya tidak bisa terima kalau kami tidak bisa abadi bersama. "Jadilah dirimu sendiri," katanya. Belakangan ini, lampu pijar yang biasa menyala di kepala saya mulai berganti menjadi matahari asli. "Sepertinya kau tidak perlu penerang buatan ini," Dan ia, sahabat saya, memakannya seperti permen. Lampu itu memang darinya. Lampu penyelamat yang sukses mencegah kepala ini jadi gelap dan suram. Beberapa tahun belakangan saya sering memaki-maki lampu itu.
"Lampu sialan, anjing, kembalikan matahari!" Dan biasanya, ketika memaki-maki, sahabat saya itu hanya tersenyum dan berkata pelan, "Sabar, setidaknya kita tidak melihat malam."
Bersyukur! Itu yang kurang! Hal itu baru saya sadari sekarang ketika mengingat tindakan yang sahabat saya lakukan. Ia rajin menyirami kepala agar selalu hijau, menjaga proses fotosintesis tetap berjalan. Katanya: begini lebih baik, daripada jadi tempat gersang yang akan jadi sarang penyamun, sarang penghancur, atau sarang makhluk-makhluk rusuh. Memang, bertahun-tahun saya ada diambang tumpukkan sampah. Sudah tidak terhitung berapa kali saya diselamatkan sahabat saya. Dungunya, ada satu malapetaka biadab yang sering merundung saya, hal berikut yang akan saya defenisikan.
Kedua. Saya mungkin masih belum berani berbicara sebagai orang pertama, namun izinkan saya memakai sudut pandang sebagai sahabat saya.
"Dia orang yang tolol. Selalu berkata, 'Ya, barangkali cinta itu anjing dari neraka!'"
Cinta itu, entah mengapa, benar-benar anjing kurapan dari neraka. Saya bukan makhluk aneh yang tidak ingin jatuh cinta. Namun, melihat sahabat saya yang selalu menjadi pengemudi bayangan sementara saya hanya gaglok (gagu dan goblok!) diam menanti pujaan hati, entah mengapa, membuat saya malu.
Gedung dalam lambung gampang rubuh dan ia selalu sigap membangun. Satu hal yang ia benci adalah kediam-diaman saya dan sikap sok arif saya yang selalu berprinsip, "Menunggu untuk menerkam di saat yang tepat!"
Saya menggampangkan hal susah dan menyusahkan hal gampang. Itu fakta. Saking geramnya, ia berkata, "Kau itu cuma pengecut yang membangun seribu candi dalam semalam ketika tujuan utamamu adalah membekukan matahari!"
Dan, sial, ia seratus persen benar. Saya selalu berilusi bahwa saya telah bekerja keras. Saya membangun seribu candi agar tidak disamakan oleh pengangguran plonga-plongo yang hina. Kenyataannya: ada matahari yang harus bekukan! Saya berjalan bersama kenyataan dan tidak mencapainya. Itu lebih buruk dan menggelikan dibanding lari dari kenyataan. Saya seperti asyik melakukannya, dan barangkali itu yang membuatnya muak serta merasa kalau saya sudah cukup bisa untuk menyelesaikannya sendirian.
Tapi tidak, Bro. Saya seperti sebuah planet yang tercampak dari sebuah sistem perbintangan seperti tata surya, kemudian mengembara jadi planet pengembara tak berbintang yang gelap. Lalu saya menemukan cahaya. Awalnya, saya pikir itu bintang yang bisa diorbit. Setelah semakin dekat, saya sadar kalau itu adalah sebuah supermasif blackhole yang memijarkan quasar superterang. Saya tidak tahu diri, mencoba mengitari objek superkuat-superindah-superbesar yang jadi tempat beredarnya jutaan bintang-bintang dan planet pengikutnya. Naasnya: saya dicampakkan oleh gravitasinya yang luar biasa kuat hingga dekat ke void, tempat tergelap di alam semesta. Di sana, ada sebuah bintang pengembara juga. Lalu rasa trauma bangkit: jika saya coba orbit bintang pengembara itu, apakah saya akan bernasib sama seperti sebelumnya? Bagian terburuknya adalah saya akan dilemparkan ke void, bagian tergelap alam semesta. Tak ada bintang-bintang di sana.
Saya takut. Banyak material-material terlempar dari bintang itu. Saya takut, bintang itu akan supernova, menjadi supermassif blackhole, kemudian memijarkan quasar yang jutaan kali lebih indah dari supermassif blackhole yang mendang saya.
Sementara saya cuma planet hitam yang tidak jelas arah.
"Atau barangkali kau adalah brown dwarf, si katai coklat, si bintang gagal yang kekurangan massa? Mengapa tak coba jadi bintang saja!" Begitu tanggapan sahabat saya yang antusias mendengar pengandaian saya yang super-panjang ini.
Ia sedikit gila, kan?
4 notes
·
View notes
Text
Tidak Ada Judul Kami berdua berbeda,aku menyadari itu sejak beberapa kali kutanyakan naskah yang tidak ia hapal dialognya. Sejak itu aku percaya, kami bukan satu scene dalam skenario yang akan kalian putar bersama. Sayang sekali aku harus mengecewakan penonton yang sibuk riuh dengan kisah apa yang akan kami tunjukan.
Maka dari kekecewaan yang masih ilusi itulah sang pencipta membuat drama ini lebih menawan. Dengan naskah oret-oretan, pensil usang yang ujungnya tumpul terkikis liur, pencipta menulis sisi bagian lain dari kami berdua yang menjadikan ini sebuah kisah cinta tidak bertuan dan tidak bertema. Hanya kisah cinta yang usai kalian baca sudah patut harus dilupakan. Jika dia adalah segala kemungkinan yang akan diusahakan, maka akulah ketiadaan yang tidak pernah dirindukan. Maka dari sebuah percakapan yang hanya berupa diam, aku mengenalnya sebagai seorang kawan. Dari awal yang tidak pernah direncakan kami saling merasakan walau tidak bersentuhan, beberapa kali kami bicara tapi tidak dengan suara. Maka disuatu adegan malam yang pekat oleh gemuruh badai dan bintang tertelan guntur, aku beranikan diri bertanya lewat hujan lebat tentang mengapa pencipta menulis kisah kami sedemikian rupa? Kemudian aku melihatnya jatuh didalam lubang yang ia buat sendiri, berapa kali dia membuat lubang untuk menutupi bagian dari dirinya sendiri yang kosong. Sedalam itu kisahnya hingga ia tidak pernah mencoba meninggalkan api didalamnya. Lalu hari berganti menjadi puing dialog yang semakin klimaks. Dikisahkan kami saling jatuh cinta. Bukankah dia saja tidak membaca naskahnya,lalu bagaimana mungkin dia akan menghafal dialognya? Dia berusaha untuk senantiasa hadir dalam ketiadaan dan berusaha sederhana dalam ketidakmengertian, padahal ia sesungguhnya hanya berusaha berhenti memilah antara apa yang diinginkan dan tidak. Dalam narasi itu padahal dia sudah membaca, salah dan benar bukan dia hakimnya. Kami hanya berperan, jangan gunakan begitu banyak perasaan yang sejujurnya akan menjerumuskanmu dalam khayalan. Jika mereka percaya bahwa telepati itu ada, maka Alexander Graham Bell tidak akan menemukan telepon. Untuk apa aku harus belajar angka, jika dengan menyentuh hatinya aku tahu dia sudah ada. Sendirian disetiap malam dengan beberapa mainan bualan yang ia ciptakan untuk mendorong jauh rasa kesepian, akhirnya dia muak bermain peran ini. Akhirnya dia memilih mengakhiri perjanjian yang tidak pernah ia tanda tangani. Karena hanya berdasar percaya. Segalanya terjadi tak terduga-duga. Hanya ada satu yang pasti dalam hidup, yaitu ketidakpastian. Hanya ada satu yang selalu dia harapkan datang, yaitu yang sebenernya tidak diharapkan. Bayanganku skenario ini akan berhasil jika saja egonya yang setinggi gunung es bisa dikendalikan dengan kesucian sungai nil. Nyatanya tidak bisa mengatur perasaan yang terlanjur dia bangun. Katanya padaku dalam sebuah dialog mentah yang aku saja ingin muntah, " Kau tidak tahu seburuk apa narasi hidupku jadi kau tidak bisa memaksaku terus bermain peran denganmu " Aku menertawakannya dengan segelas anggur yang menjadi properti dalam adegan perpisahan paling tidak mengharukan di kisah ini. Didepan kami ada pantai dengan senja yang sinarnya menjilati bibir pantai dengan bayangan diri kami masing-masing. Dia memutar badannya yang menjadikan siluet menghadap senja paling tidak dramatis sepanjang kisah ini ditulis oleh pencipta dengan pensil yang ujungnya tumpul karena liur. Kemudian dia bertanya dengan dagu yang angkuh, alisnya menaut dan bibir paling tidak seksi itu sambil gemetar dan menahan untuk tidak melompat kedalam deburan ombak. " Kapan kisah ini akan berakhir?" Lagi-lagi, aku menertawakannya sambil meneguk kali ini anggur didalam gelas yang rasanya sangat pahit dan menyiksa kerongkonganku. Ku tarik sedikit siluetnya menghadap ke pasir pantai yang mulai menguning karena senja temaram sialan itu tidak kunjung pergi. " Kita adalah simpul dalam dialog payah yang sudah dicetak dalam sebuah naskah. Bagaimana kisah ini akan berakhir? jika sang penulis itu amnesia. " Jawabku, selagi memeluk tubuhnya yang sekaku es kutub utara. Ujung rambutnya yang ikal melambai-lambai namun tidak sedramatis adegan kisah romantis yang digambarkan penulis. Untuk terakhir kalinya sebelum kisah ini ditutup aku kembali menelusuri jejakku dalam jejaknya. Bagaimana caranya bernafas, caranya berjalan, caranya tertawa, caranya bekerja,
caranya menatap dunia, caranya menyesap segelas kopi, caranya menuruni anak tangga, caranya berkendara dengan sepedanya, caranya memanggil namaku, caranya menangis, caranya menahan rindu, caranya mencintai dalam diam, dan caranya meninggalkanku dalam sebait potongan dialog yang tidak pernah ia selesaikan. Karena naskah ini tidak berjudul,tidak bertema, tidak berdialog, tidak berperan, dan tidak hidup. Kami hanya rekayasa, kami hanya diketik kemudian dicetak. Disebar luaskan untuk kepentingan duniawi, meskipun sejatinya kami hanya ingin saling memiliki.
2 notes
·
View notes