Menyimpan yang berharga untuk dibaca kembali dan mengingatkan diri
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Teh, tepat di hari keseratus kepergian Teteh, tante baru bisa nyelesaiin level dua game ini. Kangen sekali main sama Teteh rasanya ....
Allahummaghfirlahaa warhamhaa waafihaa wafuanhaa.
1 note
·
View note
Text
Kemarin-kemarin ngeberesin naskah novel cukup ngebut, pas lagi ditinggal suami kerja ke site pula. Jadinya kadang ngeluh ke anak.
"Bunda capek harus nulis terus? Kenapa Bunda nulis terus kalau capek?"
"Bunda capek, tapi bunda senang nulis. Walaupun capek kalau senang ngelakuinnya, jadi nggak apa-apa. Kayak Aisyah kalau main capek kan, tapi senang jadi tetap aja main?"
Dia ngangguk-angguk kayak yang paham. Di saat bersamaan, saya juga jadi paham kalau saya benar-benar menikmati menulis fiksi.
0 notes
Text
Reyna Mutia Azzahra
Sudah lama juga ya, tidak membuka Tumblr. Karena ada perasaan yang melimpah ruah dan tidak bisa dituliskan di wahana lain, jadilah saya unduh Tumblr lagi.
Tiga bulan yang lalu, keponakan saya meninggal. Leukimia. Sesuatu yang tidak pernah terbayangkan akan menimpa anggota keluarga kami. Yang ternyata setelah ditelisik, ada riwayat dari kakeknya mamah, dan kakeknya kakak ipar.
Teteh Reyna (keponakan saya tersebut) sudah kesulitan untuk berjalan sejak lebaran tahun lalu. Teteh yang biasanya selalu memanjat-manjat mainan, lari-larian, harus menahan diri dan terpaksa puas dengan tontonan yang ada di ponsel. Teteh yang biasanya ceria, penuh semangat, dan pemberani, setahun terakhir cenderung malu bertemu orang baru, bahkan difoto pun Teteh enggan.
Setahun sudah, kakak dan kakak ipar saya ke sana kemari mencari penyebab sakitnya Teteh. Hati mana yang tak nyeri melihat anak secerah itu menjadi kelabu. Meskipun kondisinya begitu sulit, Teteh masih terus belajar, masih dapat nilai 100 di ulangan-ulangan sekolahnya. Teteh kebanggaan kami, masih tetap anak cerdas nan pintar.
Anak saya pun sayang sekali pada Teteh, seperti kakak kandung sendiri. Bagaimana tidak, Teteh selalu menelepon kapanpun ada waktu luang. Teteh sering mengirimkan pesan-pesan penuh kasih sayang pada sepupunya, anak saya. Saya sering kagum melihat betapa anak sekecil itu bisa berempati dan penuh kasih sayang terhadap anak-anak lain.
Saya dan keluarga sudah sangat gembira, karena setelah lima tahun tinggal di Muara Enim, akhirnya suami mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Terbayang sudah, Aisyah bisa bermain bersama Teteh di akhir pekan, atau menginap saat sekolah anak-anak memasuki fase liburan.
Nyatanya, belum ada seminggu kami menempati rumah kontrakan di tanah Jawa, Teteh sudah lebih dahulu dipanggil Yang Maha Kuasa. Penyesalan bertubi menerpa saya, karena terlampau sering begadang dan kurang makan sayur, Hb saya rendah. Sehingga, saat Teteh butuh pertolongan transfusi, saya tidak dapat memberikan.
Sungguh rasanya ingin mengutuki diri yang sering begadang ini. Betapa bahwa malam ketika Teteh tiada pun, saya masih saja begadang, merajut topi untuk Teteh yang rencananya akan kemoterapi. Topi yang saya buat dengan warna sesuai karakter anime kesukaan Teteh. Belum sempat terpakai ya, Teh.
Saya kira tiga bulan ini saya sudah bisa melepaskan Teteh. Ternyata ketika ada sedikit saja trigger, saya kembali terisak tanpa bisa menghentikan diri. Tante kangen, Teh.
Saya sudah mencoba mengalihkan pikiran, dari ikut komite sekolah anak, ikut kepanitiaan IP, ikut event lomba. Semuanya agar pikiran saya tidak kosong, tidak kembali mengingat-ingat kenangan berama Teteh. Namun, berat sekali. Ketika baju-baju Aisyah, anak saya, saja banyak yang lungsuran Teteh ataupun kembaran dengan Teteh. Saya merajut, ingat Teteh. Saya baca buku dengan Aisyah, ingat Teteh. Saya goreng kentang saja ingat Teteh.
Saya juga tidak bisa terlalu menunjukkan kesedihan di hadapan keluarga besar. Karena yang paling sedih sudah barang tentu kedua orang tua dan adik kandungnya. Mereka sekuat tenaga membawa diri menjalani hari-hari. Pantaskah saya mengeluhkan kedukaan ini dan membawa mereka ke lubang kesedihan lagi?
Mungkin tulisan ini tidak ada ujung solusi ataupun konklusi. Karena tujuannya hanyalah melampiaskan isi hati. Namun, setidaknya saya merasa cukup lega saat ini.
Teh, sekarang sudah lari-lari dan manjat-manjat pohon di surga, ya? Tunggu tante, ya. Semoga bisa ketemu Teteh lagi di sana. Aamiiiin.
0 notes
Text
Anak pergi sama ayahnya, pulang nangis-nangis, seperti biasa. Kadang karena minta sesuatu nggak diturutin, kadang karena nggak mau pulang, tapi hari ini beda.
"Kenapa Aisyahnya nangis, Mas?"
"Tadi aku ambil uang di ATM, sama Aisyah uangnya disuruh buat bunda semua."
Saya sambil ngakak, "Oiya, sini kasih bunda."
Suami menggerutu ngeluarin dompet, ngasih selembar seratus ribuan.
Anak nggak terima, "Lagi, yang banyak, SEMUANYA!"
Saya makin keras ngakak.
Tapi gawat juga sih, kalau doi minta jajan nggak bisa alasan uangnya bunda (yang cash) habis, wkwk.
10 notes
·
View notes
Text
"Besok mau dimasakin apa, Mas?" tanyaku sebelum kami tertidur.
" Dek, itu dibeli kopernya," kata suamiku sembari mengantuk.
"Hah, koper? Mau ke mana memang?" Aku bingung karena bahasan tiba-tiba berubah. Apakah dia sudah tertidur dan ini sedang ngelindur?
"Itu, lho, yang buat ngulek," jawabnya.
Seketika aku tertawa.
"Chopper, Mas," kataku di sela-sela tawa.
2 notes
·
View notes
Text
Next Project
Ide itu rasanya aneh. Ada ide tulisan yang sudah lama ingin kutuangkan, tetapi tidak ada premis khusus yang terpikirkan. Lalu, suatu hari tiba-tiba ada benang merah yang menyambungkan bermacam ide dan keresahan yang muncul di kepala menjadi sesuatu yang berkaitan. Mewujud menjadi cerita yang ingin kubaca, ingin kutuliskan. Bisa gitu, ya.
Ide ini benar-benar membuatku merasa bersemangat, tidak sabar rasanya untuk segera membuat ceritanya secara utuh. Di lain sisi, aku tahu bahwa cerita ini butuh banyak riset dan tidak bisa dikerjakan dalam waktu singkat. Tidak bisa diburu-buru.
Sementara, ada kesempatan belajar dari para ahli yang tidak ingin kulewatkan begitu saja. Ini membuat bimbang, karena ide yang menggebu ini belum matang. Sedangkan untuk menulis premis lain yang ada juga sangat riskan. Umumnya saat menulis proyek yang lain, ide yang lain akan mentok dan terkatung-katung.Sulit untuk kembali mendapatkan feel seperti yang saat ini kurasakan.
Aku juga bukan seorang yang sangat produktif yang mampu menghasilkan karya dalam waktu beberapa minggu saja. Biasanya butuh waktu cukup lama untuk menyelesaikan bahkan hanya satu cerpen. Should I let this bus go? Atau coba saja dulu, ya? Masalah nanti biar Vera di masa depan yang mikir.
Vera di masa depan baca ini: HEH!!!
2 notes
·
View notes
Text
Ingat pembagian tugas. Tugasku nyiapin makan buat anak. Tugas anak makan, udah.
Aku tidak perlu memaksa anak makan, biar dia bisa melaksanakan tugasnya sendiri, tanpa perlu paksaan. Berlaku juga untuk mandi dan kegiatan lainnya.
#selfreminder #biargakstress
6 notes
·
View notes
Text
Re-read One Piece, dan rasanya ingin bahas, tapi takut kontak Whatsapp pada gak buka status saya lagi karena isinya One Piece melulu. Jadi teman-teman Tumblr, mohon pengertiannya, wkwk.
Baru nyampai ke New Kama, Impel Down.
Banyak yang udah kelewat momen bahasannya, jadi mulai dari Impel Down aja.
Aku lupa kalau Bon Clay itu sesetia kawan itu. Waktu baca di arc sebelum Arabasta berasa, "Kenapa dulu suka karakter ini, ya? Padahal annoying." Waktu perpisahan di Arabasta juga terasa heroic, tapi ya B aja. Ternyata memang se-heroic itu di Impel Down. Kayaknya nanti bakal lebih heroic juga, ini belum nyampe Luffy-nya keluar Impel Down, kalau gak salah Bon Clay ngorbanin diri lagi, ya. Moga-moga fake out death lagi, plis Oda, plis.
Terus Buggy sama Mr. 3 agak gengges, sih. Aku gak inget ada redemption buat mereka, tapi kocak juga interaksi mereka sama Luffy. Kangen kruuu, huhu.
Btw, arc yang sebelumnyaaa, cuman satu yang bikin gak sreg. Kenapa Robin yang baru aja ingin hidup, ditaruh di tempat perbudakan begitu, kenapaa? Kayaknya karena tempat itu udah dibuat sejak 700 tahun lalu, dan dia sejarawannya grup. Tapi, huhu, kasihan.
Berasa banget waktu dulu baca per minggu tuh, suka banyak yang kelewat dan lupa. Seneng sih, udah setengah (ngulang) perjalanan. Btw, yang dulu juga belum sampai chapter akhir, baru awal masuk Wano. Kalau diterusin banyak karakter yang udah lupa, jadi mending re-read.
Ternyata kecepatan re-read saya lammbat bener sekarang, wkwk. Lima ratus chapter komik, sembilan bulan baru beres. Pengin bandingin sama dulu kok ya udah beda kondisi.
Ternyata membandingkan diri sendiri yang sekarang dengan yang dulu juga bisa saja gak relevan, ya. Udah beda tanggung jawab, beda kemampuan untuk fokus, dll.
0 notes
Text
Buta Nada
Dari kecil saya memahami bahwa menyanyi bukanlah sesuatu yang bisa saya lakukan dengan baik. Akan tetapi, saya senang menyanyi hanya untuk mengekspresikan diri saja.
Saat sudah menikah, suami saya senang merayu dan mengatakan bahwa seharusnya menyanyi lebih sering karena suara saya bagus. Baru akhir-akhir ini, setelah ada mobil, saya tahu bahwa kata-kata itu hanyalah gombalan belaka.
Kenapa? Karena suami saya secara refleks jadi selalu mengganti lagu di mobil setiap kali saya ikut menyanyi sebuah lagu. Dia melakukannya secara tanpa sadar, sampai saya takjub sendiri.
Sekarang malah anak saya selalu menutup mulut saya setiap kali saya menyanyi dan mengajaknya bernyanyi, “Gak nyanyi, Bunda! Gak ngomong!”
Saya tahu kalau buta nada, dan tidak pintar menyanyi, tetapi mengalami penolakan dari anak sendiri rasanya sedih. Yah, lucu juga sih, sampai segitunya anak dan suami tidak mau dengar saya nyanyi. XD
5 notes
·
View notes
Photo
Permisi, mau majang info pre-order buku di Tumblr, hehe. Tinggal sepuluh hari lagi, loh!
0 notes
Text
Teman yang Mengingatkan
Kemarin saya membuat sebuah karya, lalu diingatkan dan dinasihati oleh seseorang yang notabene baru kenal. Saya sedikit kesal karena merasa disalahpahami, lalu kemudian lama-kelamaan rasa kesal itu berubah menjadi syukur. Karena setelah dipikirkan masak-masak, yang mengingatkan benar, dan tidak menginginkan suatu apapun kecuali kebaikan bagi saya.
Seandainya, tidak ada lagi yang mampu dan mau mengingatkan diri ini karena kerasnya hati.
Seandainya, saya selalu mencari pembelaan dan pembenaran dalam setiap kesalahan.
Pastilah saat ini saya sudah melenceng teramat jauh.
Bukankah, sahabat yang baik adalah yang saling menasihati dalam kebenaran?
Maka alangkah beruntungnya ketika masih ada orang-orang yang peduli, lalu memberikan usahanya untuk menasihati. Mereka mengambil risiko untuk dibenci, bahkan bisa saja dicaci, agar yang dinasihati dapat menjadi lebih baik lagi.
Alhamdulillah, tanda Allah sayang, sering sekali dipertemukan orang-orang baik seperti ini.
0 notes
Text
Sahabat
Adikku kemarin bertanya, “Kak, gimana caranya kalau punya teman yang menyebalkan?”
“Dek, kakak gak punya teman yang menyebalkan,” jawabku.
“Kok bisa?”
“Karena kakak adalah teman yang menyebalkannya, hehe. Kalau gak orangnya sabar banget, gak akan mau jadi teman kakak.”
“....”
Terus jadi kontemplasi, iya juga ya, sahabatku yang bisa dikumpulkan lalu dihitung pakai dua jari tangan itu semuanya sabar-sabar orangnya. Bahkan suami kemarin baru dapat testimoni dari temannya kalau dia orang paling sabar yang pernah temannya temui.
Antara bersyukur dipertemukan orang-orang baik dan sabar, sama pengin teriak “APA YANG SALAH SAMA DIRIKUU?” Wk.
Dah, ah. Cari jati diri melulu, kayak ABG, Ver.
2 notes
·
View notes
Text
Saat Ibu Sakit
Dulu, saat masih kecil, setiap kali Mama sakit, saya merasa bingung harus berbuat apa. Mama termasuk orang yang jarang sakit berat, biasanya terkadang kena penyakit seperti diare, demam, flu atau batuk. Mama pernah sakit hingga hampir lumpuh, tetapi itu saat saya masih terlalu kecil, jadi saya tidak mengingatnya.
Sebaliknya, sebagaimana lumrahnya anak, saya merasa paling aman ketika Mama berada dalam jangkauan. Mungkin bagian ini, tidak akan pernah hilang dalam diri saya. Sampai sekarang, saat sudah punya anak pun, saya masih paling nyaman saat Mama ada di dekat saya ketika sedang sakit.
Jujur, sebagai anak muda yang cukup enerjik, saya dulu sempat meragukan penyakit-penyakit yang orang tua derita. Saya menganggap mereka lemah, mudah sekali terganggu dengan penyebab yang sepele. Misalnya, Mama sering mengeluhkan gatal-gatal dan pegal. Untuk menghilangkan gatalnya, Mama sering ke dokter kulit, dan rajin sekali mengoleskan salep yang baunya unik. Sedangkan untuk pereda pegalnya, selain memanggil tukang pijat, Mama kerap memanfaatkan kami, anak-anaknya, dalam hal ini.
Sekarang, saya sudah menjadi ibu. Setelah melahirkan, entah mengapa kulit saya jadi mudah gatal. Sedikit saja terlalu sering mencuci baju atau piring, tangan saya luka-luka karena eksim. Sejak saat itu saya memahami, betapa tidak nyamannya luka dan perih pada kulit, yang ‘hanya’ disebabkan oleh gatal-gatal.
Selain itu, baru terpikir juga oleh saya bahwa, Mama bisa jadi mudah gatal setelah melahirkan empat anak ke dunia ini. Jadi, tubuh seorang ibu dapat berubah menjadi tidak nyaman karena anaknya, dan sungguh kurang ajarnya saya yang dulu menganggap Mama lemah. Mama justru kuat, karena tidak sekalipun beliau menyalahkan kami atas perubahan tubuhnya tersebut.
Selain itu, kebiasaan Mama dalam menjaga kesehatannya juga patut diacungi jempol. Dulu (sampai sekarang pun), Mama rajin senam, baik menggunakan DVD, ataupun mengikuti senam komunitas saat hari libur. Mama juga jadi orang yang paling menjaga makanannya di rumah kami. Saya masih berusaha mengikuti Mama dalam membangun kebiasaan sehat ini, tetapi rupanya cukup susah, ha ha.
Setelah tinggal bersama suami dan anak, saya merasakan sendiri kalimat, “Seluruh anggota keluarga boleh sakit kecuali ibu.” Saya pernah sakit tipus sekali. Sakitnya tidak seberapa menurut saya, sehingga saya tetap memaksakan diri mengurus rumah, suami, juga anak.
Sampai pada akhirnya saya benar-benar lemas, keringat dingin, serta hampir pingsan di kamar mandi. Suami panik, saya yang saat itu diare juga, meminta tolong dibuatkan oralit, dia tidak tahu bagaimana caranya. Dengan gemetar saya memberikan instruksi. Anak juga masih bayi, tentu tidak bisa membantu apa-apa. Akhirnya setelah beberapa jam suami kebingungan, saya dibawa ke rumah sakit, dan harus opname beberapa hari.
Sekarang setiap kali badan terasa tidak nyaman, saya tidak lagi berusaha memaksakan diri. Rumah boleh berantakan, suami juga bisa mengurus dirinya sendiri dan membantu mengurus anak, tinggal dikomunikasikan dengan baik. Lebih baik beristirahat saat lelah, daripada kondisi tubuh jadi semakin parah!
1 note
·
View note
Text
Rambut Mike Shinoda
Hanya tulisan pereda dan penghibur diri dari kemelut pikiran.
Cukup panjang, tetapi tidak berisi. Silakan dibaca kalau sedang luang. Bagian awal curhat, tengah sampai akhir adalah saya yang mencoba komedi.
https://veramuna.wordpress.com/2021/10/21/rambut-mike-shinoda/
Basically, just me fangirling to Mike Shinoda.
Enjoy! (Tolong Enjoy!-nya dibaca pakai nada Chester nyanyi tentang Cup o Noodles di Good Mythical Morning, terima kasih) (Nyusahin amat, wkwk)
1 note
·
View note
Text
Harus banget, ya ... launching bukunya nanti sambil live?
Udah demam panggung duluan dari sekarang, huhu.
1 note
·
View note
Text
Novela Sedang dalam Kandungan
Baca ulang revisian dari editor, sebelum saya kembalikan ke editor lagi. Ternyata banyak sekali kesalahannya, hua. Jadi ingat masa-masa tugas akhir. Dapat Dosen Pembimbing yang sama baik dan sabarnya dengan editor yang sekarang. Kangen Pak Zaki, :’( Kayaknya saya mau nyerah jadi editor aja, kabur dan beralih jadi penulis, hueee.
Jadi novela Surat dari Lily yang kemarin saya buat untuk lomba alhamdulillah dapat posisi sepuluh besar dan akan diterbitkan oleh NAD Publisher (dan semoga juga bisa terbit premium di aplikasi Rakata).
Kebiasaan saya dalam menunda-nunda pekerjaan masih melekat, ternyata.
Bismillah, semoga proses penerbitan hingga penjualan novelanya nanti lancar. Mohon doanya kawan-kawan tumblr tersayaang. :)))
2 notes
·
View notes
Text
I Want to be Like Mommy
Di antara lagu-lagu Cocomelon yang didengar anak, saya paling suka lagu dengan judul itu. Terutama lirik terakhirnya, “I love to be your mommy it’s true, and do the things that mommies do; teaching and playing, and hard stuff too. Because, I love you.”
Tiap kali anak nonton video yang ini jadi saya peluk-peluk, padahal dianya mah belum paham artinya juga (barangkali), ya.
3 notes
·
View notes