#G30S/PKI
Explore tagged Tumblr posts
Text
TOTOXL : Menggali Kembali Kekejaman G30S/PKI
Mengenang Tragedi yang Mengerikan dalam Sejarah Indonesia, G30SPKI.
TOTOXL, tepat pada tanggal 30 September 1965, rakyat Indonesia menyaksikan salah satu momen paling kelam dalam sejarahnya: G30S/PKI, Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia. Peristiwa tersebut bukan hanya mengguncang bangsa Indonesia, tetapi juga menyisakan trauma mendalam yang terukir dalam ingatan masyarakat awam.
G30S/PKI terjadi dalam konteks ketegangan politik dan ideologi antara rezim Presiden Soekarno yang didukung oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) dan kelompok militer yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto yang skeptis terhadap pengaruh PKI. Dalam serangan yang terorganisir, sejumlah perwira tinggi militer, termasuk Letnan Kolonel Untung, yang tergabung dalam "Dewan Jenderal" yang pro-PKI, diculik, dibunuh secara brutal, dan dibuang ke dalam lubang buaya yang sempit, sangat mengerikan dan kejam.
Peristiwa ini diikuti oleh serangkaian pembunuhan yang sistematis terhadap perwira militer dan sipil yang diduga berhubungan dengan PKI atau pro-Soekarno. Ribuan orang menjadi korban eksekusi, penyiksaan, dan penghilangan paksa, menggambarkan gambaran kengerian kekejaman yang terjadi selama periode itu membuat bulu kuduk siapapun merinding.
Tragedi G30S/PKI tidak hanya merenggut nyawa secara langsung, tetapi juga meninggalkan luka batin yang mendalam dalam masyarakat Indonesia. Ketakutan akan represi politik dan pembunuhan massal menyebabkan gelombang pengungsian besar-besaran dari warga yang dicurigai terlibat atau mendukung PKI. Keluarga yang ditinggalkan merasakan penderitaan yang tak terperi, dengan anggota keluarga yang hilang tanpa jejak atau ditangkap tanpa alasan yang jelas dan tanpa kabar hingga kini.
Rezim militer yang menggantikan pemerintahan Soekarno, yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto, menggunakan tragedi G30S/PKI sebagai dalih untuk menggulung kekuasaan dengan tangan besi. Peristiwa ini menjadi landasan bagi Orde Baru yang otoriter dan represif, dengan rezim yang memperketat kendali atas media, kebebasan berpendapat, dan hak asasi manusia.
Mengingat peristiwa mengerikan ini adalah bagian penting dalam mengenang sejarah bangsa. Namun, penting juga untuk memahami bahwa interpretasi sejarah seringkali disusupi oleh agenda politik yang berbeda. Beberapa kalangan cenderung memanfaatkan peristiwa G30S/PKI untuk memperkuat narasi anti-komunis dan mendiskreditkan segala hal yang berkaitan dengan ideologi tersebut, sementara yang lain menekankan pada kompleksitas politik saat itu dan pentingnya memahami konteks historis yang lebih luas.
Dalam mengingat tragedi G30S/PKI, marilah kita menghormati kenangan para korban dan keluarga mereka, dan juga mengambil pelajaran penting tentang bahaya fanatisme politik, ketidakadilan, dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Hanya dengan memahami masa lalu kita dapat membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang negara Indonesia.
G30S/PKI bukanlah sebuah gerakan yang harus kita takuti dan kita jadikan momok ketakutan, diharapkan bahwa kejadian kelam ini akan menjadi kiblat kita untuk menguatkan kehidupan bermasyarakat dan semakin menjaga ketentraman negeri ini, hindari oknum-oknum tak bertanggung jawab yang kiranya sering memprovokasi masyarakat untuk melakukan hal yang tidak benar dan tetap menjadi generasi yang unggul dan bertanggung jawab atas semua yang telah diperbuat ya! TOTOXL
0 notes
Text
H. Dt. Tan Kabasaran - FB Intelektual Minang Dalam Tigo Tungku Sajarangan
Surat Kecil Buya Natisr - FB Fauzan Saidal via FB Intelektual Minang Dalam Tigo Tungku Sajarangan
Padati _ KITLV Belanda
Pedati - KITLV
Pedati - FB Minangkabau Heritage
Lelaki Minangkabau SINI & DISINI
Kampuang Cino - FB Minangkabau Heritage
0 notes
Text
youtube
#soeharto#g30s#pki#sejarahindonesia#kontroversisejarah#saksi hidup g30s pki#sejarah lengkap g30s pki#Youtube
0 notes
Text
Sukarno dan Fangsheng
Cerita berikut dikutip dari "Kenanganku Bersama Bung Karno", dalam Catatan Jenderal Pranoto Reksosamodra (PB Kompas, 2014), halaman 167.
"Beliau tidak suka memelihara binatang yang disekap di dalam kandang... Sungguh berjiwa merdeka, maka ia tidak suka melihat binatang yang dikurangi atau dirampas kebebasannya."
Pagi-pagi buta, Bung Karno berkeliling ke asrama (pengawal Presiden, resimen Cakrabirawa). Di luar kamar-kamar ada banyak sangkar burung kesayangan para pengawal itu. Tanpa bertanya, Bung Karno membuka pintu semua sangkar, yang membuat semua burung lepas dan terbang bebas. Setibanya kembali di istana, Bung Karno memanggil semua pemilik burung yang ia lepaskan tadi.
"Tadi pagi, burung-burung piaraan kalian saya bebaskan semua, karena saya tidak suka melihat sesama hidup di dunia masih ada yang dirampas kemerdekaannya, walaupun wujudnya binatang. Kalian memiliki burung piaraan tentunya dulu beli di pasar atau diberi entah dari siapa, maka Bapak bermaksud menggantikan kerugian kalian itu."
Anak-anak pengawal serentak menjawab, "Ah, tidak usah, Pak. Kita jadi sadar dan bahkan memohon ampun ke hadapan Bapak."
Pranoto Reksosamodra adalah seorang jenderal berlatar belakang calon guru muda. Aktif sejak masa PETA, puncak karirnya ialah ketika dia ditunjuk Soekarno untuk menjadi Plt. Harian Menpangad sejak 2 Oktober 1965 sepeninggal Ahmad Yani. Sebagai orang yang diharapkan mampu mengatasi kekacauan pasca Gestok, ia kemudian malah disingkirkan oleh Suharto dan menjadi tapol tanpa proses peradilan apapun hingga akhir hayatnya.
Fang Sheng (放生) dan Jiu Sheng (救生) adalah salah satu bentuk praktik dari Abhaya Dāna (Perbuatan Baik untuk Keselamatan/Rasa Aman). Fangsheng adalah melepaskan makhluk hidup ke alam bebas, sementara jiusheng adalah menyelamatkan makhluk hidup dari bahaya, misalnya dengan memberi makan atau membantu hewan terluka.
Namun, fangsheng tidak bisa dilakukan di sembarang tempat. Lokasi pelepasan dianjurkan adalah habitat asli hewan tersebut, karena jika salah tempat bisa mengakibatkan kematian satwa yang dilepaskan dan juga bisa berdampak buruk bagi rantai makanan dan makhluk endemik di lokasi tersebut. Misalnya, melepaskan ikan ke sungai tertentu yang bukan habitatnya dapat mengintroduksikan spesies invasif yang mengganggu keseimbangan ekosistem.
Karena nilai-nilai ajaran Buddha yang semakin tergerus, banyak orang hanya menganggap fangsheng sekadar ritual belaka. Tidak jarang orang-orang memanfaatkan momen tradisi fangsheng dan menjadikannya bisnis, yakni dengan menjebak hewan-hewan untuk kemudian dijual lagi. Celakanya, hewan-hewan tersebut bisa saja malah sengaja diternakkan untuk dijual di kelenteng-kelenteng atau vihara-vihara yang umatnya tidak dididik dengan baik. Jika dilepaskan ke alam bebas, justru hewan-hewan tersebut bisa mati karena biasa dipelihara.
Sabba pappasa akaranam, Kusala uppasampada, Sacitta pariyodapanam, Etam Buddhanam sasanam Janganlah melakukan perbuatan jahat, Perbanyaklah berbuat kebajikan, Sucikan hati dan pikiran, Inilah inti ajaran Buddha. (Dhammapada XIV, 183)
Oleh karena kitu, mari kita jaga nilai-nilai ajaran welas asih Sang Buddha, kita wajib melestarikan lingkungan sekitar kita, dan secara bersamaan memastikan bahwa keluarga kita bisa melakukan fangsheng dengan benar. Apalagi, habis ini momen Imlek, dimana banyak sekali orang keturunan Tionghoa yang masih melaksanakan ritual Tridharma juga ikut menyerap tradisi Buddhisme ini. Kita bisa mulai dengan tidak memelihara hewan-hewan yang sudah terancam punah, dan tidak menelantarkan hewan-hewan peliharaan yang merupakan tanggung jawab kita. Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
0 notes
Text
Pembantaian Massal 1965–1966 : Setengah Juta Nyawa Melayang di Indonesia...
youtube
0 notes
Text
Pj Bupati Bengkulu Tengah Pimpin Upacara Hari Kesaktian Pancasila 2024: Meneguhkan Komitmen Menuju Indonesia Emas
Pj Bupati Bengkulu Tengah Pimpin Upacara Hari Kesaktian Pancasila 2024: Meneguhkan Komitmen Menuju Indonesia Emas KANTOR-BERITA.COM, BENGKULU TENGAH|| Pemerintah Kabupaten Bengkulu Tengah, menggelar Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada Selasa pagi, 1 Oktober 2024, di halaman Kantor Bupati Bengkulu Tengah. Acara tersebut menjadi momen penting dalam memperingati kedudukan Pancasila…
#G30S PKI#Jasa Pahlawan Revolusi#Mengamalkan Pancasila#Pancasila sebagai Ideologi Bangsa#Peran Generasi Muda#Peringatan Hari Kesaktian Pancasila#Upacara Hari Kesaktian Pancasila#Bengkulu Tengah#Hari Kesaktian Pancasila#Heriyandi Roni#Indonesia Emas 2045#Pj. Bupati Bengkulu Tengah
0 notes
Text
NASIB EKSIL POLITIK 1965-1998
‘Pulang’ adalah novel karya Bu Leila S. Chudori yang menceritakan tentang Flaneur yang artinya pengelana. Saat meletisnya peristiwa G30S 1965, entah hal ini disebut nasib baik atau bukan, Dimas Suryo dan kawan-kawan melakukan perjalanan dinas ke Beijing untuk menghadiri Konferensi Wartawan.
Karena hubungan tempat kerjanya dengan seniman Lekra yang ternyata berafiliasi dengan PKI, Dimas dkk menjadi stateless. Paspornya dicabut oleh pemerintah dan mengakibatkan mereka menjadi eksil politik.
Untuk bertahan hidup, Dimas dkk pindah ke Prancis dan membuka Restoran Tanah Air yang menyajikan makanan-makanan khas Indonesia. Namun usaha mereka selalu dibayang-bayangi oleh intel-intel pemerintah. Mereka dibuang oleh negara, tapi tak luput dari pengawasan pemerintah.
Selain membuka restoran, Dimas memutuskan untuk menikah dengan Vivienne kemudian dikaruniai anak bernama Lintang Utara.
Beranjak dewasa, Lintang seperti krisis identitas. Ia mempunyai 2 kewarganegaraan tapi tak mengenal Indonesia sama sekali. Untuk tugas akhir kuliahnya, ia disarankan oleh dosen pembimbingnya untuk mencari tahu tentang Indonesia. Lintang pun pulang ke negara asal ayahnya, Indonesia tahun 1998.
Puluhan tahun sejak peristiwa G30S 1965, ternyata keadaan Indonesia belum berubah. Peristiwa tsb masih berdampak buruk bagi warga Indonesia. Orang-orang yang diduga berafiliasi dengan PKI masih mengalami diskriminatif. Bahkan demo menentang pemerintah otoriter sering terjadi dan memakan banyak korban. Dan banyak penjarahan di mana-mana.
Dalam novel ini, Bu Leila berhasil menggambarkan ketegangan dan kegelisahan masyarakat pada tahun itu. Betapa tahun tersebut lebih banyak rasa takut dan ketidakpastian dalam menjalani hidup.
9 notes
·
View notes
Text
BUKAN SOAL IDEOLOGI, TAPI SOAL MENCARI KEBENARAN
Oleh : Heri Pur
Beberapa kali saya menjumpai tulisan yang bernada tendensius, yaitu menuduh K-drone terhadap siapa saja yang menolak Majapahit runtuh akibat diserang Raden Patah si anak durhaka. Pokoknya, yang membela Raden Patah disebut K-drone, dan dituduh punya prinsip : saudara seagama tidak boleh disalahkan.
Nah, ini perlu saya luruskan.
Sejarawan yang pertama kali menolak Majapahit runtuh akibat serangan Raden Patah adalah sarjana Belanda abad 20 awal, bernama Nicholaas Johannes Krom. Apakah dia K-drone?
Terlalu picik memandang sejarah secara hitam-putih saja. Menuduh orang lain K-drone hanya karena tidak sepaham dengannya sungguh tidak bijaksana. Para sejarawan seperti Nicholaas Johannes Krom jelas tidak membela Raden Patah. Sama sekali tidak ada urusan mau dia anak durhaka atau bukan. Yang dicari adalah kebenaran.
Kalau saya pribadi bagaimana?
Saya juga demikian. Saya tidak ada urusan mau Raden Patah anak durhaka atau bukan. Prinsip saya, selama manusia masih punya nafsu, pasti bisa berbuat salah, tidak peduli agamanya apa. Yang saya cari adalah kebenaran, atau minimal tafsir yang mendekati kebenaran, bukan urusan ideologi.
Soal keruntuhan Majapahit masih menjadi tema seksi dalam sejarah kita, selain G30S/PKI tentunya. Adapun poin-poin yang saya yakini terkait tema seksi ini adalah :
1) Majapahit adalah nama ibukota Jawa. Selama ini kita terlalu lama menikmati doktrin usang, bahwa Majapahit adalah nama negara yang beribukota di Trowulan, kemudian ada tandingannya yaitu Majapahit Timur yang beribukota di Lumajang. Kemudian ada lagi Majapahit Akhir yang beribukota di Daha. Itu semua tidak benar. Dalam prasasti Kudadu, Śrī Kṛtarājasa jelas disebut sebagai Raja Jawa, dalam prasasti Waringin Pitu juga Śrī Kṛtawijaya disebut Raja Jawa. Adapun Majapahit adalah ibukota pemerintahannya. Ibukota Jawa.
2) Soal penulisan namanya, di prasasti Tuhañaru, prasasti Prapañcasarapura, prasasti Waringin Pitu, Nāgarakṛtāgama, tertulis Majhapahit. Adapun di prasasti Selamaṇḍi dan prasasti Pĕṭak tertulis Majapahit. Jadi, tidak perlu diperdebatkan yang benar pakai H atau tidak.
3) Pararaton menyebut pada Śaka 1400 atau 1478 Masehi ada raja Majapahit meninggal di istana. Tidak dijelaskan penyebabnya apa. Jawabannya ternyata ditemukan dalam prasasti Pĕṭak, yaitu diserang oleh Sang Munggwing Jinggan. Siapakah dia? Tidak dijelaskan dengan pasti. Yang jelas dia masih satu "partai" dengan Girīndrawardhana Dyah Raṇawijaya, raja yang mengeluarkan prasasti tersebut.
4) Berita bahwa Majapahit runtuh akibat serangan Raden Patah sumbernya lemah, yaitu berasal dari naskah-naskah tradisional buatan era Jawa Baru yang ditulis ratusan tahun sesudah Majapahit runtuh.
5) Mungkin mereka membantah, "Naskah tradisional jumlahnya banyak sekali. Mana mungkin pujangga sebanyak itu bohong berjamaah?"
Jadi gini, sejarah tidak ditentukan oleh suara terbanyak, tapi ditentukan oleh bukti yang paling valid. Meskipun ada ratusan pujangga era Jawa Baru kompak menulis berita bahwa Majapahit runtuh oleh serangan Raden Patah dari Dĕmak, tetap saja kalah lawan satu sumber primer, yaitu prasasti Pĕṭak.
6) Apakah sumber primer hanya satu prasasti saja? Tidak. Ada beberapa sumber lainnya, yaitu arsip Dinasti Ming di Cina yang menyebut Bula Gedenamei adalah raja Jawa tahun 1495. Padahal menurut naskah tradisional, Prabu Brawijaya Kertabumi sudah digulingkan Raden Patah pada 1478. Mana yang benar? Tentu saja arsip Dinasti Ming lebih kuat daripada naskah buatan era Jawa Baru.
7) Selain berita Cina juga ada berita Portugis yang ditulis Tomé Pires bahwa raja Jawa tahun 1513 bernama Bhaṭāra Wijaya (tertulis Batara Vojyaya) yang bertakhta di Daha (tertulis Dayo). Dalam tradisi Jawa Pertengahan, nama Bhaṭāra Wijaya boleh disingkat Bhra Wijaya. Itu artinya, berita dalam naskah tradisional bahwa Brawijaya digulingkan Raden Patah pada 1478 jelas keliru, karena pada 1513 ia masih berkuasa.
8) Kalau mereka berkata "penjajah kok dipercaya?"
Saya jawab: Pada tahun 1513 Portugis tidak menjajah Jawa, tapi menganggap Jawa sebagai rekan bisnis. Itu sebabnya Tomé Pires mencatat semua hasil kunjungannya ke Jawa untuk bahan laporan ke Raja Portugal. Namanya laporan ya tidak boleh ngawur.
9) Kalau mereka membantah, "Kan ada tuh berita Eropa lainnya yang menyebut Majapahit dikuasai Pati Unus. Bukankah itu bukti bahwa Majapahit ditaklukkan Dĕmak???"
Iya benar. Berita itu ditulis oleh Antonio Pigaffeta tahun 1522. Tapi perlu diingat bahwa Majapahit adalah nama kota. Majapahit adalah bekas ibukota Jawa, sedangkan Daha adalah ibukota yang baru. Tomé Pires di tahun 1513 sudah mencatat adanya persaingan antara Dĕmak dan Daha dalam memperebutkan kekuasaan atas Pulau Jawa. Wajar jika pada akhirnya Majapahit sebagai ibukota lama direbut Dêmak, mungkin untuk memperkuat tuah legitimasi. Tapi yang jelas, Antonio Pigaffeta menyebut yang diduduki Pati Unus cuma Majapahit, sedangkan Daha adalah negeri yang merdeka.
10) Saya menyebut sejarah Jawa Kuno ada dua versi, atau istilah kerennya dua universe. Universe pertama bersumber dari temuan purbakala, misalnya prasasti, rontal kuno, dan berita azing sezaman; sedangkan universe kedua bersumber dari naskah tradisional buatan para pujangga era Jawa Baru. Maka, sangat lucu apabila kita meyakini raja terakhir Majapahit bernama Brawijaya V yang digulingkan Raden Patah, anaknya sendiri, sekaligus kita mempercayai bahwa raja pertama Majapahit bernama Raden Wijaya. Mereka beda universe, Bray!!!
Kesimpulannya, untuk saat ini saya setuju bahwa Majapahit runtuh oleh serangan Sang Munggwing Jinggan, bukan oleh Raden Patah. Kemudian Daha tampil sebagai ibukota Jawa yang baru, sedangkan Majapahit (ibukota lama) akhirnya berhasil direbut Pati Unus. Namun, saya bukan K-drone yang membela Dĕmak selalu benar, pokoknya tidak boleh salah. Jika kelak pada masa depan ditemukan sumber primer bahwa Raden Patah ternyata benar-benar anak durhaka, ya tentunya saya ikut menerima dengan penuh keikhlasan.
Rahayu!!!
0 notes
Text
Dua Wajah DN Aidit: Kecil Khatam Mengaji, Besar Pimpin PKI
JAKARTA – Dikenal alim sejak kecil, DN Aidit berakhir tragis usai tragedi Gerakan 30 September (G30S) tahun 1965 karena menjadi pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI). Siapa DN Aidit dan bagaimana sosoknya, benarkah dia menjadi dalang peristiwa G30S?
0 notes
Text
Peringati Kesaktian Pancasila, Monumen Lubang Buaya Cemetuk Banyuwangi Ramai Pengunjung
RadarBanyuwangi.id – Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dikenal dengan Gerakan 30 September PKI (G30S/PKI) pada 1965 dengan menculik dan membunuh sejumlah jenderal, tidak hanya terjadi di Jakarta dan Jogjakarta. Kekacauan dan pembantaian yang dilakukan PKI, juga dilakukan di Banyuwangi. Sedikitnya, 62 Pemuda Ansor dari Kecamatan Muncar, pada 18 Oktober 1965 oleh gerombolan PKI…
0 notes
Text
Mengenal Pahlawan Nasional Korban G30S/PKI
Peristiwa Kelam Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI) adalah salah satu peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia loh. Di balik peristiwa ini, terdapat sejumlah pahlawan nasional yang gugur menjadi korban kekejaman PKI. Mereka adalah para perwira tinggi TNI yang diculik dan dibunuh secara keji. Siapa Saja sih Mereka? kamu penasaran! Berikut adalah beberapa pahlawan nasional yang menjadi korban…
1 note
·
View note
Text
Biografi Soeharto, PARDOMUANSITANGGANG.COM – Biografi Soeharto Nama Lengkap: Soeharto Tempat, Tanggal Lahir: Kemusuk, Yogyakarta, 8 Juni 1921 Tanggal Wafat: Jakarta, 27 Januari 2008 Latar Belakang Soeharto lahir di Desa Kemusuk, Yogyakarta, dari pasangan Kertosudiro dan Sukirah. Ia berasal dari keluarga petani Jawa dan mengalami masa kecil yang cukup sulit. Pendidikan dasar Soeharto ditempuh di Sekolah Rakyat (SR) Desa Puluhan dan Sekolah Rendah Muhammadiyah di Wuryantoro. Karir Militer Masa Kolonial dan Pendudukan Jepang Soeharto memulai karir militernya pada masa kolonial Belanda dengan bergabung dalam Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL), tentara Hindia Belanda. Setelah Jepang menduduki Indonesia, Soeharto bergabung dengan PETA (Pembela Tanah Air), pasukan militer yang dibentuk oleh Jepang. Perang Kemerdekaan Indonesia Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Soeharto ikut berjuang dalam berbagai pertempuran untuk mempertahankan kemerdekaan. Ia terlibat dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, yang menjadi salah satu momen penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Karir Politik Awal Karir Politik dan Gerakan 30 September (G30S) Pada tahun 1965, situasi politik Indonesia memanas dengan adanya Gerakan 30 September (G30S), yang dituduhkan sebagai upaya kudeta oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), mengambil alih kendali dan berhasil menumpas gerakan tersebut. Peristiwa ini membuka jalan bagi Soeharto untuk naik ke tampuk kekuasaan. Presiden Indonesia (1967-1998) Pada tahun 1967, Soeharto diangkat sebagai Pejabat Presiden menggantikan Soekarno, dan setahun kemudian, ia secara resmi menjadi Presiden Republik Indonesia ke-2. Kepemimpinannya dikenal sebagai era Orde Baru yang berfokus pada stabilitas politik, pembangunan ekonomi, dan sentralisasi kekuasaan. Kebijakan dan Prestasi Pembangunan Ekonomi: Soeharto memperkenalkan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang bertujuan meningkatkan ekonomi Indonesia melalui industrialisasi, pembangunan infrastruktur, dan swasembada pangan. Di bawah kepemimpinannya, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Stabilitas dan Keamanan: Soeharto menekankan pentingnya stabilitas politik dan keamanan sebagai prasyarat untuk pembangunan. Namun, pendekatan ini sering disertai dengan tindakan represif terhadap oposisi politik dan pelanggaran hak asasi manusia. Hubungan Internasional: Soeharto memainkan peran penting dalam pembentukan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) dan memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional. Kontroversi dan Kritik Meskipun banyak keberhasilan dalam pembangunan ekonomi, era kepemimpinan Soeharto juga diwarnai oleh berbagai kontroversi dan kritik, termasuk: Korupsi dan Nepotisme: Kepemimpinan Soeharto sering dikaitkan dengan praktik korupsi dan nepotisme yang melibatkan keluarganya dan kroni-kroninya. Pelanggaran HAM: Penindasan terhadap oposisi politik, pelanggaran hak asasi manusia, dan tindakan represif terhadap gerakan separatis di Aceh, Papua, dan Timor Timur menodai masa pemerintahannya. Akhir Kepemimpinan dan Reformasi Pada akhir 1990-an, krisis ekonomi Asia melanda Indonesia, memicu ketidakpuasan sosial dan politik yang meluas. Pada Mei 1998, setelah gelombang demonstrasi besar-besaran, Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden dan digantikan oleh wakilnya, B.J. Habibie. Pengunduran dirinya menandai berakhirnya era Orde Baru dan dimulainya era Reformasi. Kehidupan Pribadi Soeharto menikah dengan Siti Hartinah, yang dikenal sebagai Ibu Tien Soeharto, pada tahun 1947. Mereka memiliki enam anak: Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut), Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Hariyadi (Titiek), Hutomo Mandala Putra (Tommy), dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek). Ibu Tien meninggal pada tahun 1996. Wafat dan Warisan Soeharto meninggal dunia pada 27 Januari 2008 di Jakarta dan dimakamkan di Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah. Warisannya sebagai pemimpin Indon...
0 notes