inayatusufi
inayatusufi
Inaysufi
16 posts
kompas surga { i am nothing without Allah}  
Don't wanna be here? Send us removal request.
inayatusufi · 4 years ago
Text
Tumblr media
Yang membuat palung lubuk terisak samar
5 notes · View notes
inayatusufi · 5 years ago
Quote
Perempuan itu ketika marah justru ia akan diam. Semakin dalam lukanya ia akan dingin, kaku dan semakin membisu. Bukan karena tak memaafkan. Tapi lebih kepada ia takut menyakiti lebih dalam. Ia memeluk luka dan kesakitannya sendiri, ia telan sendiri semua rasa pilunya.
kata Bapak, dibalik diamnya seorang perempuan, ia hanya ingin waktumu yang lebih lama dari biasanya; hanya ingin perhatianmu yang lebih hangat dari sebelumnya. Jangan malah didiemin-apalagi dicuekin, dia pasti tidak akan suka, dia pasti akan sangat membeku, dia pasti akan sangat terluka. (via andromedanisa)
2K notes · View notes
inayatusufi · 5 years ago
Photo
Karena yang ngajak valentinan, akan kalah dengan yang ngajak ke pelaminan.
Tumblr media
Karena untuk menyampaikan kasih sayang tidak perlu hari spesial. setiap hari adalah waktu dan masa yang begitu luang juga berharga untuk berbagi kasih sayang.
3 notes · View notes
inayatusufi · 5 years ago
Photo
Tumblr media
Telah dibuka penerimaan peserta baru Program Kaderisasi Ulama’ Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor
Program Kaderisasi Ulama (PKU) adalah sebuah program intensif selama 6 bulan yang bertujuan untuk mengkader para calon ulama’ di masa depan khusus dalam ranah tantangan pemikiran kontemporer, mereka adalah mahasiswa lulusan strata 1 yang dipilih secara khusus oleh utusan2 universitas dan pondok pesantren hampir dari seluruh penjuru Indonesia dan hanya terseleksi sebanyak 30 orang.
PKU berisi tentang kajian-kajian tantangan pemikiran dan sejarah peradaban Islam dan barat yang berfokus pada studi oksidentalis. Dan mereka para calon ulama’ dididik secara intensif selama 5 bulan dengan membaca menulis dan diskusi disetiap harinya. Kemudian pada bulan ke 6 yaitu puncak acara kegiatan PKU yang sekaligus merupakan ujian bagi mereka, yaitu Workshop PKU dengan mengadakan presentasi hasil mahakarya tulis mereka dan apa yang mereka dapatkan selama 5 bulan tersebut dengan mengadakannya di Universitas-universitas dan Pondok-pondok pesantren yg ada di Pulau Jawa.
*Syarat Pendaftaran* :
Dapat berbahasa arab dan Inggris secara aktif Bersedia bermukim di asrama Minimal berijazah s-1 Bersedia menanggung biaya transportasi Interview Mengajukan surat lamaran yang disertai Fotocopy Ijazah Surat Rekomendasi dari lembaga atau ormas Islam Pasfoto 4x6 (5 buah) Curriculum Vitae Karya Ilmiah
*Cara Pendaftaran* :
*Offline* – Mengirim surat lamaran ke kantor sekeretariat Program Kaderisasi Ulama’ Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor Jl. Raya Siman No.Km. 6, Dusun I, Siman, Kec. Siman, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur 63471
*Online* - http://pku.unida.gontor.ac.id/registrasi-online/
*Waktu Pendaftaran* :
1. Gelombang 1 (Dalam Jawa) : 26 Januari – 6 Mei 2020 2. Gelombang 2 (Luar Jawa) : 9 Mei – 16 Juni 2020
*Waktu Interview* :
1. Gelombang 1 (Dalam Jawa) : Kamis, 7 Mei 2020 2. Gelombang 2 (Luar Jawa) : Rabu, 17 Juni 2020
*Tempat Interview*
Kantor sekeretariat Program Kaderisasi Ulama’ Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor Jl. Raya Siman No.Km. 6, Dusun I, Siman, Kec. Siman, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur 63471
0 notes
inayatusufi · 5 years ago
Text
Wahai diri Bersyukurlah menjadi seorang perempuan
Sebagai perempuan, pernahkah merasa lelah dengan perasaan sendiri?
Saya kayaknya sering sih. Dalam satu titik lelah paling maksimal bahkan pernah berdoa sama Allah supaya dihilangkan saja kemampuan saya dalam berperasaan itu, jika itu membawa mudharat, jika itu merugikan orang lain. Pun jika itu hanya membuat saya terlihat sebagai "gampang ngambek banget sih nih orang."
Kadang juga, saya iri pada laki-laki terkait dengan bagaimana mereka bisa mengedepankan logika dan mudah lupa terhadap suatu peristiwa. Alih-alih lupa, perempuan (umumnya, meskipun tak semua) justru ingat setiap detail peristiwa bahagia maupun pahit yang dialami. Kadang menyenangkan, kadang membuat beban. Mustinya beban masa lalu itu diletakkan, ditinggalkan. Tapi, bagi perempuan, nyatanya seringkali hal itu justru mengendap dalam memori paling jauh. Memori bawah sadar. Lantas membuat trauma, terus bikin insecure.
Tapi, Allah kan menciptakan hambanya dalam bentuk paling sempurna, ya? Jadi, pasti begitu jugalah dengan perempuan dan kelabilan perasaannya, juga ketidakrasionalan akal pikirnya, ditambah dengan sikapnya yang mudah ngambek. Apalagi? Pikiran-pikirannya yang overthinking. Oh. Dan kemampuannya mengasumsikan sesuatu.
Karena itulah mungkin Allah sempurnakan lagi dengan memberi laki-laki sifat-sifat sebaliknya. Logis, rasional, mudah fokus tapi juga mudah lupa, suka menyederhanakan dan menganggap enteng sebuah masalah. Ya supaya seimbang. Agar keduanya belajar bersabar dan juga bersyukur.
Jadi maksud tulisan ini apa? Bukan apa-apa sih, cuma ingin mengeluarkan sampah di pemikiran aja.
Dulu, ada yang pernah bilang sama saya kalau menjalin suatu hubungan itu butuh banyak energi. Setelah dirasa, nampak-nampaknya memang iya: energi untuk berdebat, nangis-nangis, sedih, kecewa, bercanda, belajar, bersyukur dan bahagia sama-sama. Asik.
50 notes · View notes
inayatusufi · 5 years ago
Photo
Tumblr media
0 notes
inayatusufi · 5 years ago
Text
Warisan ilmu
Buat kamu yang butuh inspirasi untuk jadi couple goals. Pasangan akademis yang saling melengkapi hingga mampu menginspirasi akan lahirnya warisan-warisan abadi sarat akan nilai-nilai Islam. Harapan besar akan lahirnya generasi-generasi yang mampu membina umat dan mempertahankan peradaban Islam. Buku Atlas Budaya Islam karya Ismail Raji Al-Faruqi dan Lamnya Al-Faruqi cocok banget jadi bahan bacaan tambahan kamu. Cek resensinya di link ini. http://pku.unida.gontor.ac.id/atlas-budaya-islam-menjelajah-khazanah-peradaban-gemilang/ 
0 notes
inayatusufi · 6 years ago
Photo
Tumblr media
Karena untuk menyampaikan kasih sayang tidak perlu hari spesial. setiap hari adalah waktu dan masa yang begitu luang juga berharga untuk berbagi kasih sayang.
3 notes · View notes
inayatusufi · 6 years ago
Quote
Tegas tapi baik. Berwibawa tapi tidak sombong.
1 note · View note
inayatusufi · 6 years ago
Text
Perizinan
Belajar dari kecelakaan yang terjadi, berusaha mengulas beberapa hal yang bersangkutan dengan perempuan yang meminta izin keluar rumah. Perempuan itu fitrahnya dijagain oleh dan terjaga dari. Selama perempuan belum memiliki mahram suami atau partner domestik seumur hidup. Maka,  penjagaannya masih tanggung jawab ayah, ibu, kakak laki-laki kandung (jika ada), dan adik laki-laki kandungnya (jika ada). Jika berada di lingkungan sekolah, penjagaannya merupakan tanggung jawab dari seluruh anggota yang terstruktur dalam perangkat organisasi di sekolah tersebut, baik dari para guru, kepala sekolah, ketua kelas, teman kelasnya bahkan para pekerja di sekolah, ikut andil didalamnya. Apalagi jika statusnya adalah universitas pesantren, sudah tentu seluruh masyarakat yang hidup didalam dinamikanya, bertanggung jawab untuk saling mengingatkan perihal penjagaan diri. Ini bukan tentang perizinan atau tata tertib disiplin yang harus tertulis secara terperinci. Tapi ini perihal penjagaan diri seorang wanita. Apa alasan adanya tata tertib perizinan pergi keluar kampus?
Jawaban hanya satu dan tak pernah bosan disampaikan “liyathmainna qalbiii (Agar hati tenang)” itu yang selalu disampaikan para Kyai kami setiap kamisan. Agar gugur rasa hawatir dan hilang keraguan akan keselamatan putrinya. Karena sudah barang tentu, doa dan ridho akan terus menaungi, hingga selamat sampai kembali. Izin yang jelas, niat yang tulus untuk perkara yang baik, tanpa unsur kebohongan atau penipuan, walau hanya sekedar 1 cm didepan pondok, setiap langkahnya akan lebih barakah dinaungi cahaya-cahaya doa. Jangan kira perizinan hanya menyulitkan kesuksesan perjalanan kehidupan. Malah dengan perizinan setiap langkah kesuksesan yang ingin diraih akan didoakan, diridhoi, dan dirindu-rindukan kehadirannya. Jangan salahkan prosedur perizinan yang sulit, jika akhirnya dari perizinan tersebut mampu menimba pengalaman berharga atau kesuksesan tiada terkira. Bukankah kita sudah belajar berakit-rakit ke hulu berenang-berenang ketepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senag kemudian.
Perizinan ada  karna mahalnya harga seorang wanita. Apalagi muslimah, seorang terpelajar merantau jauh untuk mengemban amanat, yang harus dijaga baik-baik. Jangan sampai image itu hancur, hanya karna hal-hal kecil yang terjadi di luar pengawasan lingkungan pendidikannya. “kalian mahal harganya, susah dicari, gak ada ditoko”, itu yang nasehat yang selalu disampaikan kyai kami menjelang perpulangan tahunan.
Kalau masih kurang bersyukur dengan model perizinan yang dirasakan. Silahkan belajar ke Arab Saudi atau tanyakan pada mahasiswi Hubungan Internasional tentang kebijakan yang diterapkan pemerintah Arab kepada wanita Arab yang hendak keluar rumah. Apa perlu disamakan? Bagi yang hendak meninggalkan kampus walau sekedar ke DDC, hendaknya bersama mahram.    
1 note · View note
inayatusufi · 6 years ago
Photo
Tumblr media
3600 detik sebelum asa termustajab Terbayang naskah skripsi yang belum terselesaikan dari tangan pengoreksi bahasa, 6 jam sebelum portal pendaftaran wisuda ditutup Sugesti gak jadi wisuda terus menghantui 10 menit setelah menggentayangi relawan LPP, yang masih sabar menanti naskah. Hingga jam alarm Hp berhasil besorak ria ketika waktu menunjukan hari semakin mendekati penghujung malam.Alhamdulillah, 5 menit sebelum portal tertutup, banyak tangan gesit dari para pejuang angkatan yang berhasil meloloskan nama ini dengan beberapa receiptnya. Jika tidak, apa jadinya hari ini?
4 notes · View notes
inayatusufi · 7 years ago
Quote
Karya, kualitas diri dan adabmu semoga berbanding lurus dengan deretan gelar, prestasi dan latar belakang pendidikan yang kau tempuh. Allahu Musta'an
Al-Ustadz Nofriyanto, M.Ud
5 notes · View notes
inayatusufi · 7 years ago
Text
Tumblr media
Beberapa hari yang lalu salah satu adik kelas di perkuliahan menghampiriku. Sambil menyodorkan sesuatu dalam balutan sampul berwarna hijau kesukaanku, dia mengucapkan selamat ulang tahun untukku. Untuk sementara aku tertegun, terpaku diam mempertanyakan tanggal berapa dan bulan apa saat itu.
“Kak, milad saiid..., Kok, malah melamun? Ini Hari Jum’at, tanggal 23 Februari. Antum gak lupa kan sama tanggal lahir sendiri?”,ucapannya. Kata-katanya membuyarkan lamunanaku.
“Oh ya masyallah, sampai lupa.  Jum’at? Astagfirullah, tepat banget sama hari kelahiran ana”, jawabku sambil menerima bingkisan yang dia sodorkan.
“Asykuruki”.
“Waiyyakum. Semoga dengan hari kelahiran antum di hari Jum’at, kegiatan antum makin penuh barakah. Antum sibuk banget. Dari tadi pagi sampai malam bolak-balik, keluar-masuk qoah”.
“Ya, nih alhamdulillah disibukkan dengan kegiatan. Ngomong-ngomong isinya apa nih? Ana buka, ya”. Aku sibuk membuka bungkusan.
“Buka aja, kesukaan antum kok, ana pergi pamit. Semoga acara antum berkah sampai akhir”.
“Amiin”, jawabku.
Lama, aku berusaha membuka bungkusan secara perlahan. Dan ternyata isinya buku karya dari salah satu penulis prosa yang aku sukai.
“Alhamdulillah. Tau banget ana suka buku, Eh, apa nih?”,
“ Milad said. Jangan heran kak, semoga dengan buku ini, antum jadi termotivasi untuk mengenal seorang laki-laki. Ya, setidaknya antum ada motivasi untuk membangun komitmen dengan seseorang yang masih disembunyikan namanya oleh sang Khaliq. Jangan sering marah-marah ke kaum adam, nanti bisa jadi salah satu dari mereka jodoh antum, lho. Jangan sering menolak taqdir. Kami, keluarga antum di kuliahan tau kok, antum punya semangat yang tinggi banget di perkuliahan. Memang diamata antum, perempuan dengan pendidikan tinggi dan berniat membangun peradaban, adalah perempuan yang mulia. Namun, bukankah lebih mulia lagi jika, perempuan yang berpendidikan tinggi itu akhirnya juga melahirkan generasi pembangun perdaban, lagi taat pada sang imam. Semangat kak, semoga dengan bertambahnya umur, semua kegiatan antum lebih barakah”.
Aku bisa apa? Hanya merenungi isi surat yang adik kelasku berikan. Padahal umurku belum masuk quarter life crisis (seperti yang kak @kurniawangunadi katakan). Tapi, beberapa orang disekitarku mulai khawatir akan pola pikirku yang masih ingin egois dan menikmati masa hidup dengan pendidikan di jenjang perkuliahan.
Sedangkan yang  kukhawatirkan adalah jika aku telah mengenalnya. Hadirnya akan menjadi ujian bagiku. Ujian perasaan? hati? akal? pikiran? Tidak hanya itu. Ujian untuk tetap tegas, ujian untuk tetap fokus, ujian untuk tetap menjaga komitmen dengan Allah, hingga hal-hal yang paling kecil. Ujian untuk bisa masak, bisa dandan (ini yang paling gak aku suka), bisa menata barang-barangnya, tau kesukaannya, mempersiapkan dirinya berangkat kerja, dan lain sebagainya. Aku takut. Karna dengan mengenalnya, aku juga harus mempersiapkan diriku utntuk menerima dirinya masuk kedalam sejarah kehidupanku. Entah kisah sedih ataupun bahagia, hal itu yang akan menjadi alur kisah hidup sang putri dan sang pangeran. Dongen pengantar tidur yang akan terus disampaikan kepada generasi seterusnya. 
Aku khawatir ketika mengenalnya, justru menjadi ujian bagi keluargaku. Pantaskah dia yang ku kenal menjadi kakak laki-laki pertama bagi adik-adikku. Pantaskan dia yang ku kenal menjadi menantu kesayangan orangtuaku? Pantaskah dia yang ku kenal menjadi cucu laki-laki kesayangan mbahku? Dan begitu sebaliknya. Pantaskah aku dimata orang tua dia yang ku kenal?
“Ini yang disebut IKHTIYAR, nduk”, itu jawaban dari ibuku.
2 notes · View notes
inayatusufi · 7 years ago
Text
sampai akhirnya aku belajar untuk berhati-hati saat mengutarakan perasaanku pada dia yang disembunyikan langit
Buat Apa Repot Banget Belajar Sekarang? Kayak Mau Nikah Besok Aja~
Hallo, generasi millenials! Apa kabar quarter life crisis? Semoga tidak menggalaukanmu sedemikian rupa, ya! Eh hmm, memangnya apa sih yang sering jadi sumber kegalauan anak muda zaman now? Apa lagi kalau bukan tentang masa depan? Tentu saja! Salah satunya adalah tentang pasangan hidup: siapa orangnya, bagaimana pertemuannya, kapan menikahnya, dan seterusnya. Tanpa disadari, kegalauan tentang masalah yang (di)besar(-besarkan) ini seringkali mengambil energi yang sangaaaaat besar. Padahal,
jauh dari pada kegalauan-kegalauan receh itu, ada lebih banyak hal yang lebih penting untuk digalaukan, seperti misalnya, “Apakah benar sudah siap menikah? Sudah siap menjadi pasangan? Sudah siap diamanahi Allah keturunan? Sudah siap menjadi orangtua?”
Sayang sekali, kebanyakan yang terjadi seolah seperti orang yang belajar berenang setelah langsung tenggelam ke air dan belajar setelah ujiannya memang ada, padahal semuanya akan lebih baik jika persiapan dan belajar dilakukan sebelum ujian. Begitupun dengan pernikahan dan pengasuhan, dimana kelak perempuan akan menjadi madrasah pertama sedangkan para lelaki akan menjadi kepala sekolahnya. Maka, laki-laki dan perempuan sama-sama perlu memahami persiapan pernikahan dan pengasuhan.
Mampu Menikah Bukan Sekadar Tentang Materi dan Finansial
Kepada para pemuda, Rasulullah berpesan untuk menikah jika memang telah mampu menikah. Tahukah kamu? Yang dimaksud dengan mampu dalam konteks ini bukanlah tentang kemampuan untuk bisa membayar kontrakan, cicilan kendaraan, atau biaya walimah besar-besaran. Bukan itu. Tapi, mampu disini juga berarti kesiapan mengasuh karena pernikahan berarti sebuah gerbang dimana nanti akan ada keturunan-keturunan yang dihasilkan.
Sebuah ayat pengingat dari Allah dalam Al-Qur’an pun telah membahas mengenai pentingnya kesiapan mengasuh ini untuk dipersiapkan, yaitu
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” - Q.S An-Nisa : 9
Nah tuh, hendaklah takut kepada Allah kalau meninggalkan keturunan yang lemah. Memangnya, lemah disini konteksnya apa, sih? Apakah tentang harta yang kurang cukup? Apakah tentang fisiknya yang sering sakit? Bukan, lemah disini adalah lemah dalam menghadapi tantangan zamannya.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Di ayat tersebut kita juga diperintahkan untuk berkata benar, yang ternyata tidak hanya mencakup perkataan, tapi juga perbuatan dan keputusan yang dibuat untuk anak, yang ketiganya haruslah benar. Ini berperan dalam praktik-praktik sederhana. Bagaimana kita bisa mengatakan apa yang benar kepada anak-anak kita sementara kita tidak mengetahui yang benar itu apa?
Mempelajari Ilmu Pra-Nikah Ternyata Belum Tentu Mempelajari Kesiapan Mengasuh
Pernikahan adalah tentang ibadah seumur hidup yang menghabiskan lebih dari setengah usia kita. Pasca menikah, tugas yang paling identik untuk diemban oleh sepasang suami isteri adalah mengasuh anak. Tapi, hal ini seringkali menjadi luput untuk menjadi perhatian anak-anak muda, seolah menikah selesai dengan urusan antarpasangan saja. Ini bukan sekedar asumsi atau cerita, karena data dari statistik pendaftar Parents Prouductive menggambarkan
62% anak muda mempelajari pra nikah, tapi ternyata, jumlah yang belajar dan mempersiapkan pengasuhan jauh lebih sedikit daripada itu, yaitu 21,6% saja.
Kesiapan mengasuh anak-anak muda zaman now ternyata rendah, hal ini didukung juga oleh fakta bahwa pengasuhan ini tidak ada sekolahnya. Tidak ada sekolah menjadi ibu atau ayah, padahal untuk profesi-profesi lain ada sekolahnya, bahkan untuk menjahit pun ada kursusnya. Nah, dengan akses belajar dan akses informasi yang saat ini meluas, sebenarnya tidak ada alasan yang bisa membenarkan kita untuk menunda-nunda belajar dan mempersiapkan diri. 
Belajar bisa dari mana saja, tapi masalahnya, apakah kita mau melakukannya dengan menginvestasikan waktu, tenaga, dan mungkin juga uang kita?
Silahkan ditanyakan kepada masing-masing hati :”)
Memangnya, Apa yang Membuat Kita Perlu Memiliki Kesiapan Mengasuh Sejak Dini? Engga Nanti Aja Kalau Sudah Dekat ke Akad atau Kalau (Istri) Sedang Hamil?
Pertama, karena kita tentu ingin nurut kepada Allah dan menhindarkan diri dari meninggalkan keturunan yang lemah seperti yang telah dibahas dalam Q.S An-Nisa ayat 9 tadi. Berkaitan dengan hal ini, dalam sebuah kesempatan, Ibu Elly Risman pernah menyampaikan,
“Kalau sama Allah aja kamu engga takut, terus kamu mau takut sama siapa?”
Kedua, karena kita kelak akan menga/suh generasi dengan tantangan zaman yang berbeda. Sebagai generasi Y (lahir di rentang tahun antara 1980 – 1994), disadari atau tidak, kita seolah dipaksakan orangtuanya untuk sekolah setinggi-tingginya dan mendapatkan pekerjaan yang bagus, akibatnya generasi Y dapat unggul secara akademik tapi tidak siap menjadi suami/isteri dan orangtua. Padahal, generasi Y ini mengemban amanah yang sangat besar di transisi generasi karena berada di masa peralihan antara 2 generasi yang sangat berbeda. Amanah apakah itu? Amanah mengasuh digital native, yaitu anak-anak yang sudah terpapar teknologi sejak lahir, bahkan sejak di dalam kandungan.
Persepsi masyarakat dalam mengasuh adalah learning by doing. Bahayanya, hal ini justru dekatnya dengan trial and error. Padahal, pengasuhan tidak bisa diulangi lagi dan akan ada banyak penyesalan yang terjadi setelahnya jika gagal. Kalau begitu, apa yang akan terjadi jika kita sebagai generasi Y ini mengasuh anak tanpa persiapan?
Kemungkinan paling mungkin adalah kita akan mengobservasi cara pengasuhan orangtua kita dulu dan dia menggunakannya lagi untuk mengasuh anak-anak kita, padahal zaman sudah berbeda.
Tidak hanya itu, parenting is all about wiring, bahaya kan kalau ada rantai pengasuhan yang salah yang kemudian kita tularkan lagi pada anak-anak kita?
Ketiga, kesalahan pengasuhan akan berakibat pada kondisi BLAST pada anak-anak, yaitu bored-lonely-afraid/angry-stress-tired, sehingga mereka akan rentan terhadap bullying, peer pressure, konten dan value yang tidak baik, sasaran empuk pebisnis pornografi, dan budaya hidup tidak sehat.
Ada sebanyak 87 juta anak Indonesia (yang saat ini berusia 0-19 tahun) yang akan mengisi posisi pemimpin negeri ini di tahun 2045 (di usia emas sebuah negara). Siapakah mereka? Mereka adalah anak-anak kita, yang dilahirkan dari generasi kita. Bayangkan bagaimana jika mereka BLAST? Padahal, generasi yang kelak memimpin negeri ini di 2045 haruslah menjadi generasi yang BEST (Behave-Empathy-Smart-Tough), yaitu yang berbudi pekerti baik, memiliki rasa kasih sayang, punya kecerdasan emosional, cerdas, dan tangguh sejak dari rumah karena di luar banyak sekali tantangan yang dihadapi.
Kalau Begitu, Apa yang Bisa Kita Lakukan Sekarang?
Pertama, kenali diri sendiri, pahami bahwa setiap orang terlahir unik, berdamailah dengan masa lalu dan terimalah bahwa seluruh kejadian di masa lalu itu adalah bagian dari diri kita, terima kekurangan dan kelebihan, jadilah diri sendiri.
Seseorang yang tidak kenal dirinya sendiri cenderung akan mencari-cari pasangan yang sempurna untuk menutupi kekurangan dirinya. Padahal, seperti yang dikatakan ustadz Salim A Fillah, jangan menikah dengan ekspektasi, tapi menikahlah dengan obsesi, yaitu tidak mencari pasangan yang sempurna tapi kita bertekad kuat untuk menjadikan dan mendidik pasangan kita sempurna di mata Allah. Maka, carilah yang di kepalanya ada ilmu, di hatinya ada takwa, dan di tangan ada kebaikan yang kelak akan kalian lakukan berdua.
Kedua, sadari bahwa kita kelak akan menjadi orangtua. Ketiga, pilihlah calon yang terbaik, karena hak pertama anak adalah dipilihkan ayah/ibu yang terbaik untuk kita (ikhtiar untuk menjadi suami/istri terbaik). Keempat, rumuskan tujuan pengasuhan, yaitu tentang mau jadi apa anak kita, bagaimana akan mengasuhnya, keluarga kita mau jadi apa, pasangan kita mau jadi apa, dan seterusnya.
Ikat Dulu Untamu, Lalu Bertawakkallah
Semua orang terinstall untuk bisa jadi orangtua, memang begitulah fitrahnya. Tapi, jangan kemudian berleha-leha. Ikat untamu dulu, usaha dulu, belajar dulu, bersiap dulu, baru setelahnya tawakkal kepada Allah. 
“Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zamannya, bukan di zamanmu.” – Ali bin Abi Thalib
_____
Tulisan ini adalah resume materi Parents Prouductive sesi pertama yang diolah kembali agar lebih mudah untuk dicerna. Judul asli materi ini adalah “Menjemput Amanah Baru: Mengasah Asa, Menyemai Generasi” yang disampaikan oleh Ahmad Sa’ad Ibrahim, seorang inisiator NuParents dan edukator Parenting Era Digital.
Sampai bertemu di review-review selanjutnya. Untuk membaca tulisan parenting atau pra-nikah lainnya, klik disini.
791 notes · View notes
inayatusufi · 7 years ago
Text
Merindu Senja
Kala setitik sinar tak bisa lebih lama tuk dirasakan
Sejuta sentuhan ufuk merah damaikan relung jiwa
Seakan dunia tak pernah ingin berhenti
Dengarkan suara hati yang berbicara
Menunggu seseorang yang hanya sesaat
Meronakan mimpi dalam suka dan duka
Sebuah mimpi yang tak mudah dirajut oleh para perajut asa
Memori abadi dalam setiap hembusan nafas dan kedipan mata
Bermula dari tatapan kosong tanpa makna
Saling membisu tanpa ada sepercik api kehangatan
Bertahap merangkak lahirkan rangkulan persahabatan
Coretkan warna –warni kanvas kehidupan
Dan ketika perpisahan mulai menjurang
Karna lembaran hidup kan berganti dengan tinta baru
Hingga bukanlah dirimu yang dahulu akan kami dapati
Akal tak kan pernah melawan hati
Tentang kecamuk gelora kerinduaan
Rindu pelajaran dunia yang begitu indah
Di universitas kehidupan tercinta bersamamu
#senja #indah #perpisahan #terakhir
1 note · View note
inayatusufi · 7 years ago
Text
Ruang Tanpa Jeda
Saat segala sesuatu berjalan beriringan
Tanpa ada jarak dan jeda
Namun didalamnya mengalun melodi indah penuh kerinduan
Seakan paru-paru tak lagi beruang untuk sekubik udara
Nyanyikan angan dalam keberagaman
Karna berbeda bukan awal perpecahan
Tapi kolaborasi sempurna menciptakan keistimewaan
Seluruhnya terbatas tapi tercukupi
Dengan ridho Illahi senantiasa menaungi
Sejuta langkahberibu pengorbanan
Goresan cerita lukiskan kenangan
Tiap letih ciptakan senyuman
Tiap tetes peluh kobarkan semangat
Terus merona menjadi saksi perjuangan
Seperti ulat berganti Kupu-kupu
Seperti hujan sebabkan pelangi
Di ruangan ini iringan langkah tak akan pernah berhenti
Karna diantara jeda yang hampir tak ada
Ada satu hal yang bisa kau temukan
Kebersamaan yang juga tanpa jeda
1 note · View note