#wandaprilasmita
Explore tagged Tumblr posts
wandaprilasmita · 4 years ago
Text
Kamu Juga Demam Sepedaan Bro?
Sudah tahu kan sekarang Indonesia sedang demam bersepeda? Memang penularannya seperti corona, cepat banget!
Bagus sih.
Saya pribadi kurang paham bagaimana awalnya bersepeda jadi semakin menjamur. Mulai ramai sejak PSBB di beberapa wilayah sudah berakhir, tiba-tiba saja banyak kumpulan orang bersepeda, apalagi malam hari. Iya, sepertinya memang ramainya di malam hari dan minggu pagi.
Awalnya dulu yang sering saya lihat ketika pulang kerja di malam hari, ya kawanan para pesepeda yang benar-benar passion bersepeda. Lama-lama, makin banyak kawanan brompton yang harganya puluhan sampai ratusan juta itu. Lalu makin banyak kumpulan anggota keluarga, atau kumpulan teman-teman yang lama tak bertemu karena di rumah aja sejak pandemi, jadi reuni. Banyak lagi anak-anak, sampai juga komunitas-komunitas lain yang kini hobinya ganti bersepeda.
Saya sempat kepikiran juga, kok tiba-tiba sepeda bisa menjamur. Apa semua orang sebelumnya memang sudah punya sepeda sehingga kini bisa langsung kompak buat dikendarai di masa-masa akan new normal ini?
Ya tapi itu kan juga bukan urusan saya ya sebenarnya. Yang penting kan ikut senang kalau mereka merasa happy dan sehat. Tang penting tetap jaga protokol kesehatan dan terutama PROTOKOL KEAMANAN BERSEPEDA SECARA BERJAMAAH DI JALAN. Jangan sampai mengganggu ketertiban dan keselamatan pengendara lain. Sama-sama saling sadar diri lah.
Dan yang jelas, jiwa cuan saya langsung bergejolak. Bagaimana kalau saya menyewakan sepeda saja? Mau reuni sama teman-teman tapi ingin tetap sehat? Yasudah bersepeda saja, yang gak punya bisa nyewa di saya. Nanti saya carikan mau sepeda model bagaimana 🤪🤪
4 notes · View notes
wandaprilasmita · 5 years ago
Text
Ramadan Day 5: PSBB Hari Pertama
Selasa, 28 April 2020
Pembatasan Sosial Berskala Besar - Surabaya
Hmm, lumayan nggak ada yang berbeda dari hari biasanya. Jam 9 pagi, jalanan juga tetap macet seperti biasanya. Tapi mungkin jumlah kendaraan dalam kota lebih sedikit. Truk tronton juga lumayan berkurang. Tapi di titik check point di perbatasan-perbatasan kota misalnya saja di depan mall City of Tommorow (Cito) antrian membeludak, karena jalan di tutup. Yang boleh masuk hanya plat L dan W, itupun yang berkepentingan untuk kerja dan ada surat tugasnya. Sisanya, ya harus putar balik.
Tempat-tempat makan juga sebagian sudah tak menyediakan kursi, makanan dibungkus saja. Tapi masih ada juga warkop warkop yang dibuat tongkrongan orang-orang yang nekat.
Tak ada juga ojek online yang kelihatan mengantar orang keluar, ya karena aplikasinya tak bisa. Cuma ada sedikit ojol yang kelihatan mengantar makanan.
Untungnya orang-orang sudah banyak yang sadar diri memakai masker. Yang ada di pinggir-pinggir jalan pun banyak yang patuh dengan masker berbagai motifnya. Tapi tetap, yang tanpa masker dan terlihat baik-baik saja, juga banyak. Uhh sebalnya!
Yang bikin sedih, masjid-masjid sudah tutup semua. Tak ada lagi kegiatan ibadah di masjid. Jadi dengar adzan aja langsung merindingnya minta ampun, terharu. Sholat wajib dan tarawih semuanya sudah di rumah aja.
Tak ada bagi-bagi takjil, tak ada ngabuburit. Tapi beberapa kali ada orang baik yang menghampiri orang-orang kurang mampu di jalan, membagi sedikit rezekinya, tak banyak.
Jam malam pun dibatasi. Di atas jam 9, sudah tidak boleh lagi masuk dan keluar daerah Surabaya. Di rumah pun, keluar cari makan setelah tarawih jam 8 malam, sudah sepi, seperti jam 12 malam.
Semoga usaha PSBB ini ada manfaat besar bagi bangsa kita untuk memutus penyebaran virus yang nggak punya hati ini. Semoga, berlalu, secepatnya. Tuhan, tolong ridhoi :)
0 notes
wandaprilasmita · 5 years ago
Text
Ramadan Day 4: Hidupku Mulai Berubah
Mungkin bagi sebagian kalian pandemi ini rasanya biasa aja. Sebagian lagi, ketakutan.
Mungkin gara-gara kejadian kemarin, aku jadi ada dikategori was was semi takut. Apalagi setiap hari masih harus kerja keluar rumah dan bertemu orang.
Tapi sejak saat itu, aku jadi lebih mawas diri. Lebih aware sama kebersihan badan dan pakaian, jadi begitu pulang kerja langsung cuci baju yang habis dipakai dan juga mandi. Padahal aku adalah orang yang mandi kalau mau pergi aja.
Ke mana mana selalu pakai masker, ditempat kerja pun masker nggak pernah lepas, kecuali pas sholat. Jaga jarak banget sama orang lain, ngobrol juga seperlunya aja, sisanya ya temenan sama komputer yang bikin mataku cedut cedut tiap hari hehe.
Cuci tangan jadi rajin banget. Bener-bener perhatiin sampai sela-sela. Bukan lebay, tapi ya namanya mencegah ya harus berkorban, yang penting tetep sama doa biar mantab.
Tapiiii..
Walaupun jadi lebih parno dan kadang mikir, hal ini juga bikin aku jadi terbiasa berdoa ke mana mana, minta perlindungan Tuhan, dan itu jadi sumber kekuatan terbesar. Jadi lebih terbiasa juga untuk mengontrol stres dan terbiasa melawati ancaman ancaman. Jadi makin bersyukur juga, tiap detail apa aja yang udah terlalui karena semua ga mudah dan butuh kesabaran.
Ini bukan lebay, tapi emang ini membuat kondisi psikis juga terancam. Tapi kalau udah berdoa, semua jadi lebih stabil. Coba deh, kalau gak percaya. Syaratnya satu, yakin!
0 notes
wandaprilasmita · 5 years ago
Text
Ramadan Day 3: “Alhamdulillah.. Negatif”
Sebelum baca Day 3, mampir dulu ke Day 2 ya, biar paham jalan ceritanya :)
Entah kekuatan macam apa ini, semalam tadi berhasil dilewati dengan tersengal-sengal. Makan sahur rasanya pahit. Yang biasanya aku tak suka soto, tapi makan soto daging di situasi seperti ini hayuk-hayuk aja. Gak mood sih karena galau, tapi daya tahan tubuh lebih perlu diperhatikan.
Sebenarnya, semalam tadi pengumuman rapid tes untuk sebagian karyawan yang tes hari itu, negatif semua. Aku sedikit lega. Tapi tetap saja, diri sendiri belum terselamatkan.
Syukur rasanya bisa tidur satu jam. Hari ini aku rapid tes, saat-saat penentuan apakah nanti malam harus tidur satu jam lagi.
10.00 Wib
Lokasi: Pusat Screening RS
Ini pertama kalinya, aku melihat secara langsung barisan garda depan sedang bertugas. Baju Hazmat, masker medis, masker N95, face shield, sarung tangan dan sepatu boots, lengkap sudah alat tempur yang mau tak mau harus mereka pakai.
Dari wajahnya, sepertinya mereka tampak lelah. Tapi eyeshadow mencolok yang terpantul dari kelopak mata si dokter cantik, seakan menutupi capek dan deg degannya menghadapi pasien dengan berbagai kasus ini.
“Banyak di sini yang tanpa gejala tapi ternyata positif. Itu yang malah bahaya,” kata salah satu dokter membongkar faktanya.
“Tetap semangat ya dokter. Sehat selalu. Semoga semua pengorbanan dan usaha dokter, menjadi berkah,” sahutku sambil menatap matanyaa.
“Aamiinn,” teriak mereka kencang, beberapa ada yang sampai berkaca-kaca, sebagian lagi melambaikan tangan melihatku segera pergi dari balik pintu.
Ngomong-ngomong soal rapid tes, kami pakai metode dengan mengambil sampel darah dari lengan tangan sebanyak satu tabung reaksi. Katanya, cara ini lebih akurat daripada hanya mengambil sedikit darah dari ujung jari.
Was was rasanya menunggu hasil tes di rumah. Ngantuk, tapi otak sedang menunjukkan sisi egoisnya. Hingga berjam-jam, sore, sampai akhirnya hape berdering...
“ALHAMDULILLAH, NEGATIF!!!”
Iya, hari ini kami semua dinyatakan negatif. Entah bagaimana rasanya mengucap syukur, kabar ini nantinya jadi titik balik sebagian besar kebiasaanku akan berubah. Tuhan benar-benar mendengar doa hambanya yang lemah, yang pasrah dan yang ketakutan. Ini berkah Ramadan. Doa kita di bulan Ramadan benar-benar langsung dikabulkan.
Setidaknya hari ini kita semua bisa tidur dengan nyenyak. Setidaknya, kita kembali tenang dan kembali menguatkan antibodi kita. Setidaknya hari ini aman berkumpul dengan keluarga di rumah. Dan besok masih harus kembali bertempur di luar rumah.
Terima kasih Tuhan atas keajaibannya. Sekiranya, kesehatan dan keselamatan ini selalu mengiringi kita semua kapanpun dan dimana pun. Karenanya Tuhan, lagi-lagi kami pasrah, usaha kami sebatas maksimal versi kami saja, sisanya, lindungi kami Tuhan. Terima kasih :)
0 notes
wandaprilasmita · 5 years ago
Text
Ramadan Day 2: “Aduh! Covid-19 Ada Disebelahku”
Bayangkan, baru sejam yang lalu kamu asyik ngobrol dengan temanmu. Duduk sebelahan. (Mungkin) jaraknya satu meter kurang sedikit.
Duaaarr, tiba-tiba sejam yang mengubah hidupmu ini datang. Temanmu tadi, yang ngobrol denganmu, baru saja pulang ke kosnya, lalu ditodong untuk dites rapid oleh ibu kosnya (anak ibu kos itu dokter), hasilnya adalah positif Covid-19 (rapid tes ambil sampel darah dari ujung jari). Iya, dia positif tanpa gejala. Badannya terasa baik-baik saja. Dia cuma pembawa. Pasti menyakitkan baginya mengetahui hal ini.
Deg...
Iya, itu semua nyata. Kejadian.
Dari yang tadinya aku mulai agak longgar tak memikirkan corona, tiba-tiba status saat itu otomatis jadi ODP. Ora Duwe Prei. Canda. Orang Dalam Pemantauan maksudnya.
Reaksi pertama: “HAA?”
Berikutnya: Blank. Lemes
Selanjutnya: Baik, mari tenang dulu tubuhku sayang
Bukan hanya aku yang DEG.. dengar kabar itu. Orang satu kantor yang kemarin makan sama dia, ngobrol sama dia, pergi sama dia, memel sama dia, gumush gumush sama dia, meeting sama dia, OTOMATIS LANGSUNG BOTAK DONG, GARA-GARA MIKIR KERAS :((
Flashback: Aku bekerja di perusahaan media. Selama wabah, kami tidak work from home. Tapi ya gitu, resiko juga :)
ODP tentu gak bisa berkeliaran. Begitu tau kabar ini, separuh orang kantor langsung meluncur menuju tempat screening untuk rapid tes di salah satu RS rujukan.
Aku? Kebagian yang besok pagi dong.
Pulang ke rumah udah adem panas. Bener-bener mau masuk rumah itu udah menyemprot diri dengan desinfektan. Semua pakaian langsung di rendam dulu di air sabun.
Mandi kayak orang gila, pakai shampo dan sabun dari ujung rambut atas sampai telapak kaki bawah. Isolasi diri di kamar sendiri.
Gak mau ketemu siapapun. Gak bisa tidur semalaman. Badan adem panas deg degan, meskipun tetap berusaha tenang dan berdoa. Allah Allah Allah... Begitu saja terus yang teringat.
Memang berat sebenarnya tetap positif thinking disaat yang bisa terjadi banyak kemungkinan ini. Dari yang tadinya badan baik-baik saja, tiba-tiba terasa ‘agak panas’, nafas tiba-tiba terasa berat. Aduh.. jangan-jangan......
Hushhhhh, ada Allah yang nolong.
Begitu caraku tetap positif.
“Tapi tadi kan dia pakai masker waktu ngobrol. Kita gak bersentuhan kok. Jarak kita lumayan, ..dekat huhuhu. Bagaimana kalau aku yang carrier. Iya, tidak ada yang disalahkan akan penyakit ini. Kita sudah sama-sama berusaha untuk menjaga diri.”
Disaat seperti ini, memang yang paling dibutuhkan adalah imun yang harus tetap kuat. Jangan panik karena hanya akan membuat drop. Berusaha berfikir positif saja, karena keajaiban dari Tuhan itu ada. Memang yang paling ampuh sebagai booster di saat seperti itu adalah doa. Lalu yakin dengan seyakin-yakinnya jika doa itu dikabulkan Tuhan. Ini posisinya sudah urgent. Tuhan itu, maha baik, kok!
“Ya Allah, berikan berkah di bulan Ramadan ini. Jadikan kami semua selalu sehat, agar kami bisa menikmati ibadah di bulan ini dengan khusyuk dan tenang. Begitu pun nanti di hari-hari selanjutnya.”
“Ya Allah maafkan kami, hambamu yang banyak dosa tapi permintaannya berlebihan. Tapi, kepada siapa lagi kami bisa meminta dan berharap? Selain hanya kepada-Mu.”
“Ya Allah berikan kami kesadaran diri, jika semua ini teguran bagi kami, yang sedang jauh dari mengingatmu. Jadikan semua ini adalah introspeksi buat kami, dan lebih berhati-hati lagi dalam menyikapi wabah ini.”
“Ya Allah jadikan kami hambamu yang selalu bersyukur, bisa melewati semua ini. Maafkan kami yang angkuh dan sombong. Kuserahkan semua kepadamu, kami hanya bisa memohon dan semoga engkau berkenan mendengar doa kami, hambamu yang ingin selalu kau tolong dalam segala urusan dunia dan akhirat.”
Aamiin.
Malam itu terasa panjang. Mata terpejam, tapi pikiran tetap melayang-layang. Kekuatan itu tiba-tiba datang. Hati berangsur angsur tenang. Tapi malam tetap saja panjang. Tuhan sedang beri peringatan. “Ampuuun,” pekik kami kencang.
Ps: Tulisan ini ditulis di hari ke tiga, setelah keadaan sudah tenang.
0 notes
wandaprilasmita · 4 years ago
Text
Ramadan Day 8: Bangun Pagi Hari, Instan Dapat Rezeki
Mungkin enam sampai tujuh tahun lalu. Terakhir kali saya jalan kaki ke masjid subuh-subuh di bulan Ramadan. Sudah lama memang, sampai sampai saya lupa rasanya melewati rumah-rumah tetangga yang ternyata sekarang sudah banyak berubah.
Namanya manusia, suka baru sadar kalau udah ketiban petaka. Sama dengan ini, tiba-tiba sedih nggak bisa ke masjid, karena sudah gak ada sholat jamaah sebab psbb, cuma dengar suara adzan, tanpa ada “alluhumasholialamuhammad ya robbi soolialaihiwassallim” yang bersahut-sahutan dibaca setelah sholat jamaah dan akan pulang. Lah, kenapa baru sedih sekarang gak bisa ke masjid. Selama bertahun-tahun itu ke mana saja? Sedang menjadi batu? Ah, dasar saya!
Ini perdana saya niat keluar rumah meski kita cuma sholat jamaah subuh di rumah aja. Sejak awal Ramadan ini sih tepatnya. Tiap pagi, lihat tanaman yang segar yang sudah bermandikan embun, bersiap akan mekar, sambil menghirup energi tanaman hijau, rasanya nikmat sekali.
“Ternyata, bisa bernafas sesegar ini, berkah sekali ya.”
“Ternyata, bisa bangun pagi dalam keadaan sehat, itu nikmat sekali ya.”
“Ternyata, mata bisa melihat dalam kegelapan, itu indah sekali ya.”
“Ternyata, pikiran serefresh ini, rasanya tenang ya.”
“Ternyata, bangun pagi dan melihat sekeliling seaman dan sesegar ini, ternyata rezeki ya.”
Coba besok pagi, syukuri nikmat yang sudah kamu dapatkan sambil menghitung rezeki rezeki yang sudah kamu dapat dan sedang kamu dapat saat ini. Pejamkan saja mata 5 menit, kalau pipimu basah, dijamin hidupmu akan tenang dan lebih sabar.
Alhamdulillah, rezeki.
((Meski, misalnya saja bukan dia yang jadi rezekimu, setidaknya kamu masih punya nafas yang akan menuntunmu menjemput kebaikan-kebaikan yang lainnya, apapun dan siapapun yang lebih baik untuk dirimu yang rajin bersyukur))
0 notes
wandaprilasmita · 5 years ago
Text
Ramadan Day 1: “Ibu, Bapak.. Aku rindu”
“Kasian ya kamu, kudu perjalanan jauh dulu buat pulang dari kantor ke rumah. Sekarang udah jam 5 sore, padahal adzan maghrib jam setengah 6,” kata sobat perkantoranku yang rumahnya tak jauh dari tempat mencari nafkah. Begitu sampai, sudah bisa langsung buka puasa, lalu sholat dengan tenang.
Mungkin aku bisa saja sok miris. Meng-iya-kan sambil tersenyum kecut. Tapi sobatku yang lain, ada yang getir hatinya.
“Halah, fix aku gaiso moleh,” keluhnya karena tak bisa pulang kampung.
“Nek mudik, aku gak isok balik kantor maneh, soale dikarantina sek. Malah jarene dikeki dendo sisan. Lah iki perusahaan nek absen lebih teko 5 hari, bakal dianggap mengundurkan diri. Mosok aku gak kerjo maneh gara-gara dikarantina. (Kalau mudik, aku nggak bisa balik kantor lagi, karena dikarantina dulu. Malahan katanya diberlakukan denda juga. Nah ini peraturan perusahaan kalau absen lebih dari 5 hari, bakal dianggap mengundurkan diri. Masak aku harus out dari kantor gara gara dikarantina).”
Kabar terbaru lagi, katanya transportasi udara, laut dan darat, ditutup sementara. Jadi tambah sedih saja, benar-benar tak bisa menghabiskan Ramadan dan idul fitri vibes bersama Ibu, Bapak, orang-orang tercinta di kampung halaman. Ahhh
Hatiku semakin ngilu, lihat siang ini senyumnya merekah, saat sobatku video call dengan orangtuanya di rumah.
“Aku sehat, alhamdulillah. Ini keadaan kantorku, teman-temanku juga sehat. Doakan aman selalu,” katanya sambil menorehkan hapenya ke arah sekitar ruangan kantor.
“Ramadan sekarang menyedihkan ya. Gini biasanya di rumah kalau udah jam setengah 5, udah siap-siap seduh air panas, bikin teh buat orang serumah. Eh, kalau kebablas sampe jam 5, ya buatnya sama air anget aja. Terus terus, meja makan udah ketata sama macem-macem makanan, ga sabar buka bareng. Bapak, kasihan, lagi apa ya. Ibu, kangen,” curhatnya.
Ramadan kali ini memang berbeda. Tapi ternyata banyak yang bisa disyukuri. Untuk teman-teman yang di rumah aja bersama orang terkasih, banyak bersyukur deh. Sahur dan buka puasamu gak sendiri loh. Ya meskipun ada juga yang tetap ketir-ketir mikir uang karena harus di rumah aja tanpa ada penghasilan. Ayo gapapa, bangkit dan berusaha mikir otak. Kita miskin sama-sama, seluruh dunia. Ada Tuhanmu yang akan membantu usahamu.
Untuk teman-teman yang tak bisa mudik pulang kampung, sabar ya. Semoga usaha kalian di tanah perantauan, jadi ladang berkah dan kebanggan tersendiri bagi orang-orang rumah. Tuhanmu tidak akan membiarkan hambanya sedih sendiri. Biarkan kerinduan dengan orang rumah memuncak tinggi, biar saat ketemu, kalian akan lebih bijak dan memaknai lagi artinya kebersamaan. Mereka bangga dengan perjuanganmu.
Untuk siapapun yang sedang berjuang melawan pandemi dunia ini, semangat! Kita sama, jadi miskin. Tapi ingat, kita punya Tuhan yang kaya raya dan maha besar, tempat kita meminta apa yang kita inginkan. Semua derita akan berlalu, secepatnya. Kamu tidak sendirian 😊
0 notes