#tercemar
Explore tagged Tumblr posts
Text
Top News Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa
Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa adalah artikel yang trending di Hingga kini topik tersebut saat ini ramai dicari dalam 1 jam. Untuk itu kami akan membahas Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa yang bisa kamu baca nantinya. Penasaran dengan Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa? Jika benar yuk simak artikel tersebut di samping https://beritapolisi.id/apa-akibatnya-jika-kita-sering-makan-ikan-yang-berasal-dari-perairan-yang-tercemar-logam-mengapa/
#Patroli#akibatnya#apa#berasal#berita#dari#ikan#jika#kita#logam#makan#mengapa#perairan#sering#tercemar#yang
0 notes
Text
Top News Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa
Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa adalah artikel yang trending di Hingga kini topik tersebut saat ini ramai dicari dalam 1 jam. Untuk itu kami akan membahas Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa yang bisa kamu baca nantinya. Penasaran dengan Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa? Jika benar yuk simak artikel tersebut di samping https://beritapolisi.id/apa-akibatnya-jika-kita-sering-makan-ikan-yang-berasal-dari-perairan-yang-tercemar-logam-mengapa/
#Patroli#akibatnya#apa#berasal#berita#dari#ikan#jika#kita#logam#makan#mengapa#perairan#sering#tercemar#yang
0 notes
Text
Top News Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa
Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa adalah artikel yang trending di Hingga kini topik tersebut saat ini ramai dicari dalam 1 jam. Untuk itu kami akan membahas Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa yang bisa kamu baca nantinya. Penasaran dengan Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa? Jika benar yuk simak artikel tersebut di samping https://beritapolisi.id/apa-akibatnya-jika-kita-sering-makan-ikan-yang-berasal-dari-perairan-yang-tercemar-logam-mengapa/
#Patroli#akibatnya#apa#berasal#berita#dari#ikan#jika#kita#logam#makan#mengapa#perairan#sering#tercemar#yang
0 notes
Text
Top News Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa
Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa adalah artikel yang trending di Hingga kini topik tersebut saat ini ramai dicari dalam 1 jam. Untuk itu kami akan membahas Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa yang bisa kamu baca nantinya. Penasaran dengan Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa? Jika benar yuk simak artikel tersebut di samping https://beritapolisi.id/apa-akibatnya-jika-kita-sering-makan-ikan-yang-berasal-dari-perairan-yang-tercemar-logam-mengapa/
#Patroli#akibatnya#apa#berasal#berita#dari#ikan#jika#kita#logam#makan#mengapa#perairan#sering#tercemar#yang
0 notes
Text
Top News Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa
Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa adalah artikel yang trending di Hingga kini topik tersebut saat ini ramai dicari dalam 1 jam. Untuk itu kami akan membahas Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa yang bisa kamu baca nantinya. Penasaran dengan Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa? Jika benar yuk simak artikel tersebut di samping https://beritapolisi.id/apa-akibatnya-jika-kita-sering-makan-ikan-yang-berasal-dari-perairan-yang-tercemar-logam-mengapa/
#Patroli#akibatnya#apa#berasal#berita#dari#ikan#jika#kita#logam#makan#mengapa#perairan#sering#tercemar#yang
0 notes
Text
Top News Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa
Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa adalah artikel yang trending di Hingga kini topik tersebut saat ini ramai dicari dalam 1 jam. Untuk itu kami akan membahas Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa yang bisa kamu baca nantinya. Penasaran dengan Apa Akibatnya Jika Kita Sering Makan Ikan Yang Berasal Dari Perairan Yang Tercemar Logam Mengapa? Jika benar yuk simak artikel tersebut di samping https://beritapolisi.id/apa-akibatnya-jika-kita-sering-makan-ikan-yang-berasal-dari-perairan-yang-tercemar-logam-mengapa/
#Patroli#akibatnya#apa#berasal#berita#dari#ikan#jika#kita#logam#makan#mengapa#perairan#sering#tercemar#yang
0 notes
Text
Diduga Cemari Sungai Ciujung, Warga Cileles Lebak Demo PT TCI
LEBAK – Diduga telah mencemari Sungai Ciujung dan mengakibatkan ribuan ikan mati serta air sungai menjadi hitam dan bau, puluhan warga menggelar aksi unjuk rasa di depan PT Tiger Chamonis Indonesia (TCI) yang berada di Desa Cileles, Kecamatan Cileles, Kabupaten Lebak, Banten, Sabtu (7/9/2024). Dalam aksi unjuk rasa tersebut, warga sempat ricuh dengan merusak beberapa fasilitas pabrik yang diduga…
0 notes
Text
12.01.2023
Waktu melampaui aku dari yang aku kira, dan aku terlalu ketinggalan dalam banyak cerita. Entah untuk urusan rasa atau hanya sekedar main-main biasa, ada ruang gerakku yang terhenti seolah udara sirna.
Dini hari, meski tanpa rindu dan cinta, tanpa resah dan air mata. Waktu membawaku lagi pada malam yang mengingatkan kegagalan. Kemana kali ini muara dari semua lelah yang tak miliki daya?
Aku masih serupa burung yang enggan hinggap pada dahan, terbang kemana ia suka tanpa pernah berpikir bahwa satu-satunya kenyamanan adalah diam dalam sarang. Tapi aku serupa pula dengan pohon yang ingin menjulang, tak mampu membenci angin yang menggugurkan daunnya dan mendorong batangnya sebab tahu akarnya akan semakin kuat seberapa kencang pun angin berhembus.
Selayaknya cerita yang terus bersambung, aku masih kata-kata yang kueja berulang, spasi yang kadang hilang, koma yang bersembunyi atau titik yang tak pernah hadir diujung, sebab didominasi tanda tanya.
Entahlah, aku masih aku yang menatap cermin dengan segala prakira dan analisa. Kiranya apakah segala yang aku perjuangkan hilang di laut lepas atau tertambat pada dermaga yang tepat? Muara mana pun yang akan menemukanku, semoga iya menjadi tak tercemar.
55 notes
·
View notes
Text
Sore hari ini diajakin main ke pantai dekat rumah, ngga sampai 10 menit langsung sampai. Pantai yang sedari kecil menjadi destinasi wisata pluss tempat ziarah (karena ada makam leluhur) paling murah sewaktu libur lebaran. Aku jadi nostalgia, biasanya sehari setelah hari lebaran, di daerahku termasuk kampungku beramai-ramai pergi ke pantai untuk liburan. Transportasi yang digunakan adalah perahu. Pengalaman naik perahu adalah hal terseru buatku.
Pantainya sudah tercemar dan ngga sebagus sewaktu aku kecil. Di pinggiran pantai, banyak sekali sampah, pun air laut sudah tercemar limbah. Tetapi ngga membuat sepi, setiap hari pasti ada saja muda mudi yang nongkrong di bebatuan pinggir pantai atau di bahu jalan. Terlebih ketika hari Minggu dan hari libur lainnya, pasti ada saja rombongan pengunjung yang datang memadati 'Pulo Cangkir' (sebutan untuk tempat wisata/ziarah).
Sore hari ini melihat deburan ombak, perahu, aktivitas batu bara PLTU sambil menyantap bakso yang ku beli seharga 5 ribu.
Nana yang ikutan makan bakso, padahal sudah di warning kalau baksonya pedas hahaha.
Satu bakso yang ukuran besar diberi harga 5 ribu dan untuk bakso yang ukuran kecil diberi harga 5 ribu 3 bakso.
Aku yang sedang fotoin Nana
Nana dengan ekspresi tengilnya sedang bermain lato-lato.
Aku, Nana dan ponakanku yang sudah remaja (Aaaaa aku sudah tua hahahaha).
Sekian cerita hari ini~~
- 26 Desember 2023
12 notes
·
View notes
Text
Kalau Bumi Bisa Berbicara
Jika aku dapat berbicara, wahai manusia, apa yang akan kukatakan padamu? Mungkin aku akan memulai dengan bisikan lembut angin yang menyapu permukaan kulitmu, atau dengan gemuruh ombak yang tak henti menari di tepian pantai.
Mungkin aku ingin berbagi cerita tentang perjalanan panjangku. Tentang bagaimana aku melihat kehidupan tumbuh dari ketiadaan, evolusi yang tak terbayangkan dari organisme sederhana menjadi keragaman yang memukau. Aku ingin berbagi kisah tentang dinosaurus yang pernah berjaya, tentang zaman es yang datang dan pergi, tentang gunung yang menjulang dan lembah yang terbentuk.
Namun, lebih dari itu, aku ingin berbicara tentangmu, manusia. Tentang bagaimana kalian muncul, belajar berjalan di atas kulitku, dan perlahan mengubah wajahku. Aku telah menyaksikan peradaban kalian tumbuh, dari gua-gua primitif hingga pencakar langit yang menjulang. Aku telah merasakan sentuhan kalian, kadang lembut penuh kasih, kadang kasar dan merusak.
Aku ingin kalian tahu bahwa aku merasakan setiap perubahan. Setiap pohon yang ditebang, setiap sungai yang tercemar, setiap spesies yang punah - aku merasakannya seperti luka yang menganga. Namun, terkadang aku juga merasakan setiap benih yang ditanam, setiap upaya untuk melestarikan, setiap tindakan cinta terhadap alam, itu semua seperti belaian lembut yang menyembuhkan. tapi ini hanya sebagian kecil dari segala karusakan yang hadir.
Jika aku bisa bercerita, aku akan memohon pada kalian. Mohon dengarlah detak jantungku dalam gemuruh badai. Rasakanlah nafasku dalam hembusan angin. Lihatlah air mataku dalam hujan yang turun. Aku adalah rumahmu, satu-satunya yang kalian miliki.
Aku akan bercerita tentang harapan. Tentang bagaimana kita, bersama-sama, masih bisa menulis bab baru yang indah. Tentang bagaimana kalian, dengan kecerdasan dan kepedulian, bisa menjadi penjaga sejati bagi kehidupan yang ada di atas kulitku.
Kalau aku bisa bercerita, aku akan mengakhirinya dengan sebuah pertanyaan sederhana: Akankah kalian mendengarkan wahai manusia?
Cerita Bumi ini menjadi sebuah peringatan bagi kita semua, bahwa kita harus segera bertindak untuk menjaga dan melindungi planet tempat kita tinggal. Hanya dengan cara inilah, Bumi dapat terus menjadi rumah yang aman dan nyaman bagi kita semua.
5 notes
·
View notes
Text
Hari di mana kamu tau hidup yang kamu mau
Saat itu tahun 2020, sekelompok nelayan kepiting yang sedang kutunggu baru saja kembali dari ibu kota kabupaten usai menjual hasil tangkapan. Mereka kembali ke Desa Kuri dengan wajah murung. Itu adalah hari terakhir mereka mengantar kepiting ke pengepulnya yang bangkrut karena tidak ada pesawat, tidak ada kapal, jalan darat ditutup, dan export kepiting bakau dihentikan karena corona. Jadi aku pertama kali mendengar kabar corona itu dari para nelayan. Sudah satu minggu lebih aku tinggal di sana tanpa akses internet.
Mungkin dunia di luar sana mulai kacau, tapi kehidupan di desa ini terus berlanjut. Seperti hari-hari biasa, aku membantu Sarah memetik sayur di kebun kolektif milik keluarga Bapa Pigo, tetua adat yang memberiku tumpangan di rumahnya. Sesekali mereka juga ke hutan untuk berburu rusa, atau ke sungai untuk membubu ikan. Mungkin dunia emang lagi kacau, tapi aku menyaksikan tidak ada yang begitu terusik. Warga masih bisa mengakses sumber-sumber makanan terdekat dan masih sangat berlimpah, tanpa perlu membayar lebih.
Sampai akhirnya aku kembali ke kabupaten dengan perjalanan menggunakan perahu kecil selama 4 jam. Masyarakat mulai menyerbu toko-toko sembako karena sudah tidak ada kapal-kapal yang biasa masuk membawa kebutuhan bahan pokok, termasuk sayuran dan buah-buahan. Segalanya menjadi mahal, kebayang harga di papua yang udah mahal, jadi makin mahal? Semua orang kebingungan mengatur keuangan.
Aku agak dongkol di tengah keramaian pasar. Baru saja kemarin aku panen sayur sesuka hati dan makan apapun yang dibawa Mama Pigo dan Sarah dari hutan. Umurku saat itu masih 24 tahun, aku belum tau apa dan bagaimana hidup yang baik, atau paling tidak hidup yang bisa aku upayakan. Aku dengan keterbatasan pengetahuanku berpikir bahwa hidup dari hasil hutan dan berkebun itu terasa begitu mudah, tapi belum tentu aku bisa (?).
Lalu dalam perjalanan kembali ke site beberapa minggu yang lalu, sambil bengong aku kepikiran, apa barangkali hidup berpindah-pindah dalam 5 tahun terakhir ini adalah petunjuk untuk mempertimbangkan hidup yang aku mau?
Hari-Hari Sendiri
Ternyata hari-hari sendiri memberiku ruang untuk mengerti dan bereksperimen dengan diri sendiri. Satu hal penting yang aku sadari dalam proses ini adalah kemampuan mengakses dan memilih makanan yang baik untuk tubuh. Pada konteks ini, aku mendefinisikan "makanan baik" sebagai makanan yang utuh, tidak melalui proses pengolahan di pabrik, dan tidak tercemar bahan kimiawi. Dalam hal akses, makanan yang baik bisa diproduksi sendiri dengan didukung tanah yang sehat, atau kemampuan ekonomi kita untuk membeli kebutuhan makanan di pasar atau swayalan. Dalam hal bisa memilih, ini sangat bergantung pada pengalaman dan pengetahuan kita tentang pola makan, cara mengolah makanan, jenis makanan, dan kebutuhan nutrisi untuk menjaga fungsi tubuh. Walaupun semua informasi itu sudah tersedia, ternyata gak semua orang mau memahaminya, makanya ini bisa jadi adalah sebuah privilage.
Waktu masih tinggal di rumah, aku kurang suka makan sayur, kecuali sudah jadi tinutuan, jelas gak bisa nolak, hahaha. Hanya ada sedikit jenis sayur yang bisa kumakan, tapi itu sangat jarang. Padahal di dekat tempat tinggalku ada banyak pilihan. Sampai suatu hari aku sakit parosmia (tolong googling sendiri, wkwk), rasanya seperti sedang dihukum oleh alam, hahaha. Intinya, selama hampir 6 bulan aku tidak bisa makan makanan yang dimasak. Karena beras harus dimasak supaya jadi nasi, maka aku gak bisa makan nasi. Buah-buahan yang bisa kumakan hanya buah yang banyak kandungan air, seperti apel, ketimun, stroberi, semangka, dan anggur. Seminggu pertama tubuhku stress dan kelaparan, gak punya energi buat beraktivitas.
Setelah dilalui sambil menjalani pengobatan, agak takjub sih, walaupun berat berat badan drop sampai 52 kg (idealnya 58 kg). Dengan hanya makan sayur, buah, dan kacang-kacangan, tubuhku berhasil beradaptasi. Sebuah bonus yang tidak disangka adalah jerawatku hilang, hampir sangat jarang muncul. Kulit jadi lebih sehat, dan pikiran jadi lebih tenang. Ini benar-benar sebuah eksperimen yang terpaksa, haha. Pada masa pemulihan aku mulai belajar makan daging-dagingan lagi dan makanan yang dimasak, kurang lebih butuh satu tahun untuk sembuh total. Kalau gak pernah sakit, aku gak akan pernah tau kalau dengan hanya makan tumbuh-tumbuhan, aku bisa bertahan.
Pengalaman itu buat aku banyak belajar soal tubuh sendiri. Aktivitas makan ternyata lebih dari sedekar kebutuhan energi dan nutrisi. Eksperimen ini berlanjut saat aku pindah ke Pontianak. Saat sudah pulih, aku kembali menjadi pemakan segalanya. Tapi, kali ini aku lebih mudah merasakan setiap perubahan kecil di tubuhku. Berat badan naik, kulit gak karuan, dan yang paling terasa adalah mood dan emosi negatif bikin aku susah berpikir dengan baik. Aku sadar ada pola yang salah, tapi aku tau cara mengembalikannya. Jadi kesalahan itu juga kuanggap sebagai sebuah eksperimen, hahaha.
Saat berusaha kembali ke kebiasaan makan yang baik, setahun terakir aku lebih sering ke pasar, menyetok sayuran segar, belajar mengolah makanan yang baik biar nutrisinya gak ilang, dan mencoba sayuran yang lebih beragam. Lalu sadar, di kota ini ternyata harga sayuran cukup mahal. Banyak jenis sayuran yang dikirim dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan di sini. Pilihan makanan organik dijual dengan harga yang lebih tinggi, wajar karena produksinya tidak banyak. Bisa mengkonsumsi hasil panen yang organik jadi terasa mewah bagiku.
Manusia dan Tanahnya: Mari Singgah ke Kayong Utara!
Sudah lama berencana, akhirnya liburan idul adha kemarin aku mampir ke kampung halaman teman baikku, Purwanti. Sudah lama penasaran dengan cerita Pur tentang kampung dan keluarganya yang tinggal di Kayong Utara, tepatnya di salah satu desa transmigran di mana mayoritas pendatangnya berasal dari Jawa. Aku adalah penggemarnya Pur dalam hal kehutanan. Aku senang menyimak Pur bercerita tentang pengalamannya keluar masuk hutan kalimantan, dan kemampuannya mengidentifikasi beragam jenis-jenis pohon, menurutku itu sangat keren!
Dari cerita-cerita Purwanti, cara hidup dan tradisi bertani masyarakat trasmigran tidak jauh berbeda dengan yang pernah kutemui di Sulawsi Utara dan Papua Barat Daya sebelumnya. Mereka umumnya sangat berdaya dengan hasil bumi yang lebih dari cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Pengetahuan bertani dirawat dengan baik, walaupun tren penurunannya cukup terasa yaa karena sudah lebih banyak anak-anak muda yang meninggalkan kehidupan di desa dan pindah ke kota-kota besar. Tapi tentu, di jaman ini, makin beragam tantangan dan masalah yang memutuskan keterhubungan manusia dengan tanahnya, dan manusia dengan manusia.
Keluarga Purwanti yang merawat tradisi bertani organik untuk sayuran dan buah-buahan, kini mau gak mau menerima kenyataan kualitas tanah yang memburuk karena lahan-lahan di sekitarnya sudah beralih menjadi perkebunan sawit. Ini membuatku sedih, kata Pur butuh 40 tahun lebin untuk tanah pulih, dan orang-orang gak punya pilihan selain ikut menanam sawit.
Berkunjung ke sana selama dua hari, sangat singkat, tapi bikin aku merenung selama perjalanan pulang kembali ke site. Betapa pentingnya tanah yang baik untuk mendukung kehidupan manusia, ya? Sistem yang merusak, gak adil, dan gak berpihak pada kebaikan alam bikin masalah makin kompleks, segala sesuatu saling terkait. Kita gak bisa memandang hidup secara terpisah.
Mungkin Itu Hidup Yang Aku Mau
Kita semua bekerja keras, selain aktualisasi diri dan memaksimalkan potensi dalam diri sendiri, bukankah tujuan yang baik dan paling jujur adalah untuk tetap hidup? Pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepala; bagaimana jadinya jika kita punya uang, tapi tidak ada makanan yang bisa dibeli karena tanah-tanah sudah rusak dan petani-petani menyerah karena selalu gagal panen? Mengapa kita terpaksa membayar lebih untuk makanan yang baik dan organik? Mengapa kita harus membayar lebih mahal untuk mengupayakan hidup yang sehat? Apakah dengan hanya bergantung pada pasar, kita bisa mengupayakan hidup yang sehat itu? Apakah dengan punya kesadaran ini, aku cukup punya daya untuk mengupayakan hidup yang lebih baik?
Balik lagi pada keresahan diri sendiri, aku ingin begini, aku ingin begitu, tapi percuma kalau tubuh lemah, gak sehat, dan berpikir jadi tidak maksimal.
Dengan membayangkan kemungkinan terburuk, memulai cara berpikir dari "apa yang aku tidak mau?". Mungkin itu adalah hari di mana aku tau hidup yang aku mau, dan aku yakin masih bisa diupayakan. Harapan untuk bisa menanam dan memproduksi makanan sendiri barangkali akan lebih mudah untuk hidup sehat dan bisa terus berpikir dengan baik.
Hari ini aku sedang dalam perjalanan menuju rumah untuk mengunjungi Mama. Menulis ini sambil duduk di sebuah kafe di depan pintu keberangkatan, menunggu lama jadi tidak begitu terasa. Aku melepas earphone untuk dengerin musik dari speaker bandara. Lagu-lagu yang diputer sendu sekali, ini operatornya pasti lagi galau, hahaha!
Ngomong-ngomong, kini aku jadi lebih menghargai doa-doa dan basa-basi yang bilang "semoga kamu sehat selalu". Sangat berarti, dan aku sangat menghargai itu.
Kamu, semoga sehat selalu!
Balikpapan. Juli, 2024.
5 notes
·
View notes
Text
Istiqomah & jangan lupa istirahat
Sungguh bagian tubuh kita yg paling mudah lelah itu bukan otak kita, bukan ekstremitas kaki dan tangan kita, tapi hati kita yg paling mudah lelah.
Hati yg lelah, ia akan buta. Kalau hati buta, ya penilaian kita ga akan valid. Apa yg kita nilai untuk diri kita maupun sekitar kita, akan menjadi bias.
1-2 bulan kebelakang ntah kenapa kegiatan di kamar suka banget ditemenin sama ngaji filsafatnya Ust. Dr. Fahruddin Faiz.
Meski seringnya ga memperhatikan dg seksama, tp value2 yg beliau sampaikan banyak yg match dg pikiran dan hati. Terakhir ttg istiqomah.
Dari bbrp kajian yg pernah kudengar, baru denger ini yg dijabarkan dengan sistematis, dengan penuturan beliau yg superr halus.
Pertama ttg kunci istiqomah:
1. Optimal: mengupayakan yg terbaik
2. Tidak berlebihan : baik melebihi batas, atau sengaja mengurangi dari batas kita
3. Ilmu : cocok dg teori, harus belajar dan belajar lagi
Kedua, proses istiqomah
(yo tentu ga bisa ujug2 atau tiba2), berdasarkan Syaikh Abu Ali Al-Daqaq
1. Taqwim (berusaha berdiri) : pembersihan jiwa. Tobat sek. Nek masih kotor ya dibersihin dulu. Kebaikan kalo dibungkus wadah yg kotor tentu akan tercemar. Wadah = diri kita, kebaikan = amal kita.
2. Iqomah : menegakkan kebenaran -> lalu diulang-ulang. Baru lah jadi istiqomah
3. Istiqomah
Kata beliau, yg penting jalan dulu. Ttp fokus sama tujuan istiqomah, jangan sekadar ngulang2 kegiatan.
Konsepnya, istiqomah itu habituasi dan reevaluasi. Ga sekadar repetisi.
Ketiga, jenis istiqomah
1. Dalam perkataan, apapun kondisinya, dia akan mengatakan kebenaran. Ngga mencla-mencle, ga dipengaruhi kepentingan tertentu. Dalam perspektif lain, thayyib dalam perkataan.
2. Dalam perbuatan, nampak realisasinya
3. Sikap, teguh dalam mental/sikap batin
4. Niat, dijalankan selalu sesuai niat
Urutan/lapisan jiwa untuk istiqomah
1. Perkataan
2. Dalam jiwa, taat dan malu dihadapan Allah. Istiqomah muroqobatullah
3. Hati, kondisi hati yg takut dan berharap pd Allah terus menerus
4. Ruh, ruh yg sibuk mencari kesucian, mengindari hal yg kotor
5. Sirr (jiwa yg paling dalam) selalu menomor satu kan Allah dalam hal apapun
Membangun istiqomah
1. Membangun Kebiasaan
a. penguasaan diri, sering kita yg dikuasai ambisi dan nafsu. Kalo blm dikuasai, disuruh istiqomah ya ga bisa
b. Sabar. Semua ada prosesnya.
c. Berani untuk memulai. Kalo ga mau mulai, gimana mau jalan?
d. Tidak menunda, suka cari2 alasan.
e. Optimis. Kita harus optimis bisa istiqomah
2. Perencanaan
a. Tau ilmunya, belajar. Nek mau istiqomah dalam tilawah/ngaji ya harus tau ilmunya juga
b. Target yg realistis utk kapasitas kita
c. Buat jadwal
3. Tips
a. Buat alat motivational tools. Cari alat/suasana pendukung
b. Self reward, dalam jangka waktu tertentu
c. Nek khilaf, gapapa. Asal jangan diterusin.
d. Cari re-charge moment. Imbangi sama rekreasi. Ben ga overload, ttp santuy
e. Lawan musuh istiqomah yaitu Bosan -> lawan dg keyakinan bahwa kita melakukan kebaikan. How?
- Cari perspektif yg berbeda dalam objek kebaikan yg sama.
- Imbangi dg me time juga.
- Cari temen biar bisa saling support.
- Menjaga dari pengaruh yg mengeruhkan keistiqomahan
- Terakhir, doa. Inget kita ga bisa apa2 kalo Allah tidak berkehendak
Booster istiqomah : ilmu, ikhlas, wara', qanaah, mujahadah
Blocker istiqomah : manja, lalai, cuek, sok sibuk yg ga ada artinya, overthinking, dosa dan maksiat
Inget. "Sa'atan, sa'atan" Segala sesuatu ada waktunya, ga semua harus dijalanin sesuai idealitas.
Klo waktunya istiqomah ya diseriusi.
Klo emang waktunya santai/rehat, ya istirahat aja. Jangan serius2 mulu.
Back on top, hati itu mudah lelah. Maka istirahatkan, sesaat demi sesaat.
Yok bisa yok, alon-alon, bareng-bareng 😊
19 notes
·
View notes
Text
Ada masa-masa di mana aku merindukan setiap permulaan dari sebuah kebaikan.
Entah itu awal mula ketika masa-masa menapaki jalan hidayah, ataupun permulaan dari sebuah muhasabah dan pertaubatan.
Ketika jiwa kita menyadari kesalahan diri sendiri, kemudian banyak menyesali segala kekhilafan yang telah lalu, maka di situlah hati kita menjadi kuat untuk meninggalkan maksiat.
Betapa mudahnya kita hempaskan segala hal yang membuat lalai akan akhirat, karena jiwa kita dipenuhi oleh rasa cinta, harap dan takut kepada Allah.
Begitu mudahnya kita menerima kebenaran dan mudahnya mengamalkan hidayah ilmu yang didapat, tidak peduli celaan manusia dan tidak butuh validasi apalagi pujian dari pihak lain. Seakan kematian sudah di depan mata sedangkan diri masih kotor dan hina berlumuran dosa.
Kenapa masa-masa itu sering kali aku rindukan? Karena itulah masa-masa keemasan yang terkadang sulit untuk diraih bahkan ketika kita sedang menapaki jalan hidayah.
Ketika fitnah syubhat dan fitnah syahwat begitu tertancap kuat di hati, maka sering kali hawa nafsu seakan mengecilkan hujjah yang telah dipelajari.
Ada ajakan untuk menormalisasi kesalahan karena menganggap bahwa itu manusiawi. Wajar ketika sebagai manusia kita berbuat dosa. Ya, sebuah alasan yang pada akhirnya malah membuat kita meninggikan akal, mengedepankan hawa nafsu lantas tanpa sadar mengecilkan aturan Allah.
Lalu, rutinitas ibadah pun mulai terasa berat dan hambar. Sering kali kita menjadi terhalang untuk melakukan amal kebaikan.
Hal-hal yang melalaikan semakin melekat dan terus memperdayakan. Seolah menghipnotis kita agar terus saja terpaku dan disibukkan di sana.
Hati yang semakin kotor oleh dosa pun merasa gelisah, resah dan seakan kehilangan arah. Pekatnya dosa membuat ibadah yang dilakukan seakan menjadi tambalan atas maksiat yang bertebaran.
Ibaratnya kita sedang membawa air dengan ember yang bocor di atas tanah yang tandus dan kering. Perlu berjalan jauh untuk menemukan mata air, tapi tanpa kita sadari ember yang kita bawa itu berlubang sehingga air yang dibawa pun habis tak tersisa.
Seperti itulah perumpamaan jiwa-jiwa yang telah tercemar dengan maksiat dan menyepelekan hujjah-hujjah atas perintah dan larangan Allah.
Meninggalkan kemaksiatan begitu terasa berat. Hawa nafsu seakan terus haus dan menuntut untuk selalu dituruti. Jiwa kita pun tak kuasa untuk melawannya dan akhirnya semakin terjerembab dalam kubangan dosa.
Itulah realita yang dijalani orang-orang yang sedang futur di dalam iman. Ketika menjadi sami'na wa atho'na tidak semudah dahulu ketika pertama kali mendapat hidayah.
Maka hendaklah kita bersyukur ketika kita masih ditolong oleh Allah dengan dijadikannya hati kita gelisah dan sesak di tengah kemaksiatan yang semakin merekah.
Sakitnya jiwa kita dan kedua mata yang masih diberi taufik untuk menangisi dosa, sejatinya adalah sebuah anugerah yang besar, karena jika kita tidak bisa lagi merasakannya maka hakikatnya jiwa kita telah mati, betul-betul tenggelam di dalam palung kehinaan diri.
Cobalah untuk sering memiliki waktu berkhalwat dengan Allah, waktu yang kita gunakan untuk mengoreksi aib-aib kita sendiri, bermuhasabah dan berintrospeksi atas perjalanan yang sudah ditempuh.
Apakah niat kita sudah benar-benar lillah?
Apakah ilmu kita sudah menjadi ilmu yang bermanfaat?
Sudah sejauh mana perbaikan kita di dalam akhlak dan adab?
Waktu kita selama ini habis digunakan untuk apa?
Sudahkah kita bisa menjaga lisan dari suka mencela dan ghibah, menundukkan pandangan dari kehidupan orang lain dan menata hati kita agar tidak penuh dengan buruknya prasangka?
Apakah rasa syukur dan qana'ah itu sudah terwujud?
Siapakah yang pertama kali kita ingat pada hentakan pertama ujian itu datang?
Masihkah kita mengutuk dan marah dengan ketetapan-Nya?
Apakah hati dan pikiran masih didominasi dengan memikirkan makhluk ataukah sudah betul-betul fokus kepada Allah?
Sudah sejauh apa kita mengenal-Nya dan yakin akan janji-Nya?
Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lainnya yang harus kita tujukan kepada diri kita, sebagai lecutan agar terus mawas diri dan tetap pada koridor yang seharusnya.
Terkadang di saat jiwa kita merasa gersang dan merasa kurang di tengah kemudahan mempelajari agama-Nya, kita justru disibukkan dengan hal-hal yang tidak berguna.
Kita begitu kuat mendengarkan ucapan-ucapan atau obrolan-obrolan yang sia-sia, tapi begitu suntuk ketika mendengarkan kajian tentang ilmu syar'i.
Kita begitu mudah terbawa perasaan di dalam menyelami skenario-skenario dusta karangan manusia, lantas jiwa kita seakan mati rasa di dalam mengingat dosa-dosa yang ditanam sekian lama.
Ketika benih dosa itu terus tumbuh dan masa panen dosa itu pun tiba, tanyakanlah pada dirimu apakah kamu berbahagia di dalam mendapatkannya?
Bukankah kita selalu menuntut hasil panen yang penuh kebaikan dan kemuliaan, tapi tidak menyadari seperti apa benih-benih yang kita tanam?
Ketika musibah akibat kemaksiatan itu datang, kita merasa Allah sudah menzalimi kita dan telah berbuat tidak adil kepada kita.
Sebuah kebodohan yang sangat menggelikan, bukan?
—SNA, Ruang Untukku #119
Senin, 21-08-2023 | 23.38
Venetie Van Java
4 notes
·
View notes
Text
Di antara keramaian kota yang berderap dengan gelisah, ada suara-suara yang terus memekakkan telinga. Langit biru terlihat seperti selembar kanvas yang tergores oleh guratan-guratan penuh kekhawatiran. Di tengah kekacauan ini, tokoh kita merasa terjebak, ingin menemukan kedamaian yang telah lama hilang.
Tokoh kita berjalan dengan langkah ragu, melawan arus waktu yang tak pernah berhenti. Setiap langkah terasa seperti beban yang semakin berat, tetapi dia tak mengenal lelah. Dia merindukan momen ketenangan di tengah gemuruh dunia yang berlomba-lomba mencapai tujuan.
Dalam pencarian itu, tokoh kita menemukan sebuah jalanan sempit yang terlupakan. Langit-langitnya tertutupi oleh rumpun-rumpun pepohonan yang tegar. Suara-suara keramaian perlahan memudar, digantikan oleh suara dedaunan yang saling menyapa. Udara menjadi segar, tidak lagi tercemar oleh asap kendaraan yang terburu-buru.
Tokoh kita melangkah lebih dalam ke dalam lorong yang sunyi ini pelan-pelan. Setiap langkah menyingkap lapisan-lapisan kegelapan yang selama ini tersembunyi. Seperti petualangan yang tak terduga, dia menemukan dirinya dalam keheningan yang membisu. Pikirannya yang biasanya dipenuhi oleh bising kehidupan sehari-hari mengalami pembebasan. Dia merasakan beban pikiran yang mulai terangkat, dan dia merasa dirinya kembali sedikit demi sedikit.
Di tempat tersembunyi ini, dia duduk di bawah pohon tua yang menjulang tinggi. Cahaya remang-remang menari-nari melalui daun-daun yang merindukan matahari. Semilir angin mengusap wajahnya, membelai rambutnya yang lelah. Dia merenung, membiarkan pikirannya terbang ke tempat-tempat yang tenang dan damai. Dalam keheningan itu, dia mencari kekuatan baru untuk menghadapi dunia yang kadang membingungkan.
Tokoh kita membiarkan waktu berlalu tanpa terburu-buru. Di tempat ini, waktu kehilangan arti yang menghantui. Tidak ada tuntutan, tidak ada kejaran yang harus dipenuhi. Hanya ada ketenangan dan kedamaian yang terus meresap ke dalam setiap pori-pori.
Dalam perjalanan pulang, dia merasakan kehadiran dirinya yang lebih kokoh. Suara-suara kota yang memekakkan telinga kini hanya menjadi latar belakang yang terdistorsi. Di lubuk hatinya, dia membawa kepingan kedamaian yang dihasilkan dari pertemuan dengan diri sendiri. Tokoh kita menyadari bahwa menghilang dari hiruk pikuk dunia bukanlah suatu kemustahilan.
22:22 Aarhus, 18 Mei 2023
5 notes
·
View notes
Text
WANITA TEPI JENDELA
Bibir itu merah merekah.
Sebatang rokok di sela jarinya.
Mata sendu, memandang kehidupan di luar jendela.
Bayangan tubuhnya terlihat dari kaca.
Rambut panjang menutup dada.
Kulit putih tubuh montok tak berbusana.
Tak sedikitpun ia peduli pada mata yang meliriknya dari luar jendela.
Dunianya, sudah ia anggap bak muntah hewan melata.
Memangnya siapa yang akan peduli?
Pada kehidupannya yang tercemar, siapa yang bersimpati?
Ia mendongak menatap langit kelabu.
Ia ingin keluar, berdiam di bawah guyur hujan.
Membersihkan dirinya dari liur dunia.
Ia lelah, hati dan jiwanya telah lama gersang.
Tapi, siapa yang peduli?
Apa yang kini ia lakukan, tak ada yang bertanya 'kenapa'.
Mereka hanya melempar tatapan hina, tak ada yang bertanya 'kenapa'.
Hujan membasuh kota.
Wanita tak berbusana ingin keluar saat itu juga.
Berdiri, merasakan setidaknya sedikit saja simpati yang langit berikan.
Ia ingin menari di bawah hujan, seperti ia kecil dulu.
Seperti dulu, ketika ia dihampiri Ibu yang cemas sambil membawa sebuah payung dan bertanya,
"Kamu suka hujan?"
Wanita yang selalu bertanya, "Nak, apa ada yang sakit?"
Tuhan.
Wanita itu, kini hanya perindu.
Ia hanya ingin kembali ke masa lalu.
Ia ingin mengadu, "Ibu, dunia jahat kepadaku!"
Ia ingin berteriak, terisak hingga wanita tua itu kembali padanya.
Namun, mustahil.
Tuhan lebih sayang padanya.
Ia telah di jemput dengan cinta.
Menyisakan 'Si anak' yang kini bertarung sendiri pada kerasnya dunia.
Hujan turun, mengguyur kota.
Wanita tanpa busana, hanya tetap duduk di tepi jendela.
Menyambut hujan dengan ikut meneteskan air mata.
Hatinya yang ia kira telah tandus, ternyata masih menyisakan air kepedihan.
Yang meluap karena dipancing tetesan hujan.
Ia, wanita yang terjebak pada permainan dunia.
Adakah yang ingin datang dan bertanya,
"Apa kamu suka hujan?"
4 notes
·
View notes
Text
Sungai Cijoro Lebak Diduga Tercemar Limbah Oli
LEBAK – Sungai Cijoro yang berlokasi di Desa Rangkasbitung Timur, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, diduga tercemar limbah oli yang dibuang oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Dadan, salah seorang warga Rangkasbitung mengatakan, jika dirinya bersama warga lainnya melihat bahwa air di Sungai Cijoro berwarna hitam seperti oli. “Diduga itu limbah oli, karena memang warnanya…
View On WordPress
0 notes