#syawwal
Explore tagged Tumblr posts
abidahsy · 7 months ago
Text
April: Bersemangat dalam Berharap
Setelah Bulan Suci Ramadhan berlalu, tentu ada perasaan sedih dan rindu yang menyelimuti. Bahkan perasaan itu sudah hadir setidaknya tiga hari sebelum Ramadhan benar-benar pergi. Rasanya seperti patah hati ditinggal seorang kekasih. Tapi waktu terus berjalan dan tidak ada yang bisa dilakukan selain berharap agar bisa bertemu dengan Ramadhan berikutnya, lagi dan lagi.
Aku jadi berefleksi, bagaimana ya perasaan sedih yang campur aduk yang dirasakan oleh para sahabat ketika Rasulullah wafat. Pantas saja, Umar bin Khattab saat itu menjadi sangat emosional dan marah jika ada yang berani mengatakan bahwa Sang Nabi Muhammad telah tiada. Tapi begitulah manusia, dia hidup dan dia mati, pun dengan waktu, dia datang dan dia pergi. Yang kekal hanya satu yaitu Allah Azza wa Jalla. Jadi, siapakah yang semestinya disembah, paling dicinta, sekaligus tempat berharap? Pencipta atau ciptaannya? Silakan direnungkan sendiri.
Di Bulan April ini aku juga terus berharap, banyak sekali harapannya, beberapa sama dan diulang-ulang. Aku yakin suatu saat nanti akan dapatkan jawabannya, disertai kerelaan dan kekuatan dalam menerima jawaban itu, seperti yang juga aku minta dalam setiap doa yang dipanjatkan. Aku tidak mau lelah dan bosan berdoa, setidakmungkin apapun doa yang diminta, selayaknya Nabi Zakaria yang terus berdoa hingga rambutnya memutih.
Aku mau terus bersemangat dan berprasangka baik pada-Nya bahkan sebelum doa itu terucap. Apalagi saat diucapkan dan sepanjang waktu bertawakkal saat menunggu jawaban.
Aku yakin bahwa meski aku tidak layak, Allah dapat membuatku menjadi layak, meski aku banyak dosa, ampunan dan kasih sayang Allah jauh lebih luas dan banyak dibandingkan dosa-dosa yang dilakukan seluruh umat manusia. Tapi di waktu yang bersamaan aku juga takut, takut tidak cukup sabar dalam menunggu, takut Allah belum rida dalam menerima semua usaha dan doa. Takut semua yang kulakukan belum cukup dan mungkin tidak akan pernah cukup.
Ya Allah, bekalku hanya satu yaitu keyakinan. Yakin bahwa Engkaulah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Sang Pemilik Hari Pembalasan. Wahai Maha Pembolak Balik Hati, kukuhkanlah hatiku dalam agama-Mu ya Allah.
Di Bulan Syawwal (April) ini, aku bertekad tidak hanya bersemangat menjalani hari untuk menyelesaikan setiap amanah yang ada sebaik mungkin, tetapi juga bersemangat dalam berharap dan melangitkan doa setinggi-tingginya. Semoga Allah rida atasnya dan kita termasuk dalam golongan jiwa-jiwa yang tenang, yang kembali kepada-Nya dalam keadaan rida dan diridai-Nya.
Depok, Jum'at pertama Bulan Syawwal 1445 H.
6 notes · View notes
sepertibumi · 1 year ago
Text
[KNOWING UR LIMITS]
Keterlambatanmu akan sesuatu bisa jadi karena memang Allah ingin mengajarkanmu suatu hal sampai kamu paham betul dan dapat mengambil banyak pelajaran darinya.
Beberapa orang diciptakan dengan karakter seperti batu. Keras. Harus dijatuhkan dan dibentur berkali-kali untuk bisa paham.
Beberapa yang lain diciptakan dengan telinga yang sabar mendengar. Belajar dari pengalaman orang lain, menganalisa, memisahkan mana yang layak untuk diadaptasi dan mana yang tidak, lalu mencoba menerapkan pada dirinya.
Beberapa diberi kemampuan untuk cepat memahami. Cepat membaca situasi, memutuskan langkah, namun terkadang membuatnya gegabah.
Dan beberapa di antaranya Tuhan ciptakan dengan pertumbuhan yang lambat. DiajarkanNya suatu hal itu perlahan, hingga tak jarang ia menjadi yang terakhir paham.
Tiada yang lebih unggul dari satu atau yang lain karena kemampuan setiap individunya pun berbeda. Kita semua masih sama-sama meraba, hanya saja cara dan alurnya yang tak sama. Namun, tujuannya satu; pemahaman.
Dan, ya, ujian yang kita hadapi pun tentu berbanding lurus dengan kemampuan yang Tuhan anugerahi.
Tak peduli seberapa cepat kamu bisa memahami sesuatu, Tuhan hanya ingin melihat usaha dan prosesmu dalam memahaminya.
Masa bodoh dengan keterlambatan, bukankah pemahaman akan sesuatu yang sedang kamu jalani dan perjuangkan itu lebih krusial?
Ia mungkin cepat, tapi bisa jadi pemahamannya dangkal.
Kamu mungkin lambat, dan pemahamanmu harus lebih dalam.
Pada akhirnya, mereka yang akan merdeka adalah yang berhasil mengetahui kapasitas dirinya. Mereka tau kapan harus melangkah dan berhenti. Mereka selalu siap dengan strategi terbaik untuk apa yang sedang mereka hadapi.
Dan semua bermula dari fokus ke dalam, dan berhenti menjadi penonton atas proses orang lain.
— @sepertibumi
899 notes · View notes
in-syirah · 7 months ago
Text
Jika takdir itu memang untukmu, maka kemanapun engkau berjalan ia akan menghampirimu, walau jalan berliku dan terhimpit sekalipun. Sebaliknya, jika takdir tersebut bukan untukmu, maka bagaimana kerasnya engkau mengejar, ia tidak akan pernah menoleh sedikitpun kepadamu.
Hidup ini penuh teka teki, dan hanya Allaah yang tahu betul jawabannya. Jangan sibuk mencari jawaban mengapa dan mengapa takdir itu tidak datang untukku? Karena, jawabannya cuma Allaah yang tahu, tugas kita menerima dan menjalani apa yang Allaah takdirkan.
Walau.. kadang, hati kita kecewa, jiwa kita terluka, perasaan kita bersedih, semuanya sudah Allaah tentukan, apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Percayalah, segala sesuatu yang diserahkan kepada Allaah, akan berjalan dengan baik, sesuai rencana-Nya.
—Mks, 5 Syawwal 1445 H
240 notes · View notes
kayyishwr · 6 months ago
Text
Kamu dan Sebuah Nilai
Akhir-akhir ini, setelah punya anak, mba ku lebih sering cerita soal tumbuh kembang anaknya, dan ya, aku support sekali dengan hal itu, beberapa informasi terpecaya coba aku berikan supaya ponakanku bisa tumbuh dengan lebih baik dari kita, insyaAllah dengan izin Allah
Tapi kemarin, entah kenapa, random saja, isi chatnya berbeda haha "eh sama adik kelasku aja" bagian ini tidak perlu ditafsirkan, rasanya yang membaca pun sudah paham, apalagi masih di suasana syawwal; (hayo, udah selesai puasanya belom?)
Lanjut ku jawab dengan lugas dan sepertinya agak tegas "engga deh hahah"
Obrolan kita berlanjut, dan ku tekankan satu hal yg mungkin terdengar terlalu idealis; kalau itu soal 'kamu' maka harus lekat dengan soal 'nilai'
Yes, di era akhir jerman ini (aih, maksudnya akhir zaman), mencari 'kamu' itu nampaknya bukan persoalan yang rumit. Persoalan populasi sudah terbukti lebih banyak. Persoalan kesiapan, nampaknya juga terlihat siap, namun soal 'nilai' yang rasa-rasanya amat sangat sukar dicari
Mengapa 'kamu' harus lekat dengan 'nilai'; itulah pembeda, itulah yang menawan, dan rasanya aku sudah tertawan haha
'Nilai' itu yang akan membentuk pola pikir, rasa perasaan di hati, dan tingkah laku. Melihat 'nilai' bisa dilihat dari ketikan lewat tulisan, bisa dilihat dari tutur kata ucapan, hingga bagaimana cara respon dalam bertingkah
Maka, jika soal 'kamu' dan 'nilai' harus lekat, begitupula diriku sendiri hehe, masa kita menuntut orang lain seperti itu, sedangkan kita hanya berleha-leha saja
"Idealis sekali" memang😎 "rumah tangga itu kan ga selamanya membicarakan soal nilai" lho, tapi kan harus dibangun di atas nilai, mau dibiarkan saja tanpa nilai? Ntar ga ada arah tujuannya dong
Lalu kapan ditemukannya 'kamu' yang harus lekat dengan 'nilai'? Entahlah, karena pertama balik lagi ke diri sendiri, yang harus jua punya nilai, kedua berikhtiar meraba-raba hikmah yang Allah berikan hingga hari ini, sembari memperhatikan sekitar, adakah 'kamu' dan 'nilai' yang aku cari?
Sembari mengingat nasihat Kyai Salim A Fillah, soal nilai dalam rumah kita
Rumahku adalah rasa aman dalam genggam jemari ar-Rahman. Rumahku adalah juga derak kekhawatiran, agar tiada lena dalam fana
Rumahkulah kutub yang mendamai hati dan sesenyum rasa; "Masuklah! Berselimut! Rehat!"
Terkadang ia mentari yang menyala, menegur hati, dan menggerak "Keluarlah! Dakwah! Jihad!"
Rumahku perhentian; tempat iman diperbarui, dan ruh diisi ulang, lalu aku harus keluar membukti amalan
Rumahku, menawan tenteram, menggerak bandang. Rumahku mungkin bukan surga, tapi insyaAllah serambinya.
118 notes · View notes
senjadanaksara · 7 months ago
Text
MaasyaaAllaah, hadir di dua pernikahan sekaligus dalam satu hari. Semoga Allaah perkenankan kebahagiaan dalam pernikahan kalian, juga bisa kami -para single fii sabiilillaah- rasakan, aamiin.
~ Syawwal penuh berkah ~
31 notes · View notes
nadyagifary · 7 months ago
Text
Tumblr media
Setelah selesai dengan buku ini dan sedang menunggu Series beliau Spesial Syawwal nanti, ku sebutnya sebagai,
Seni Membidadarikan Diri
Dengan keterjaagaanya, keilmuan nya, dengan segala yang melekat pada dirinya ; juga fitrah fitrah yang memang menjadi hal istimewa untuknya
Dengan ilmu, insyaAllah engkau akan bersinar.
Dengan keterjagaan, insyaAllah engkau akan bermekaran
Pun dengan cinta Allah, insyaAllah engkau akan harum seperti semerbak bunga di pagi hari
youtube
Nasyid ini menjadi soundtrack tersendiri sembari membaca buku ini, semoga kelak seseorang itu akan beruntung ketika menemukannya
8 notes · View notes
ummumukhbita · 2 years ago
Text
Tumblr media
Fia, perasaanku saat ini seperti mendengar kumandang takbir pada maghrib pertama di bulan syawwal. Di satu sisi hatiku bergemuruh bahagia karena menyambut Idulfitri nan suci. Tapi berpisah dengan Ramadan adalah bagian lain dari hatiku yang menangis sesenggukan.
Kurang lebih seperti itulah rasanya. Bahagia pasti, tapi sedih juga tak bisa dipungkiri.
Doa terbaik untukmu Fia, sahabat taat yang membersamai sejak masa putih abu-abu. Terimakasih sudah menjadi yang tetap membersamai hingga detik ini.
Meski nanti Allah pisahkan dengan jarak, semoga doa-doa baik terus beranak pinak. Meski kelak jarang bertemu, semoga kita senantiasa berpadu dalam qolbu.
Dan yang terpenting…
Dimanapun.
Kapanpun.
Bersama siapapun. Semoga Allah senantiasa istiqomahkan dalam ketaatan.
Selamat menjemput takdir baru, Fia. Selamat mengecap nikmatnya ibadah sepanjang hidup. Semoga Allah persatukan dalam sakinah mawaddah dan rahmah hingga ke syurga.
By Sitik
Your lovely chairmate 🤍😊
Palembang, 30 April 2023 || 04.48 || Semoga Allah berkahi✨
48 notes · View notes
aqnin · 7 months ago
Text
Patah Hati
Maghrib tadi ketika berbuka temanku cerita kalau perempun yang dia suka sudah dilamar oleh seseorang dan di bulan syawwal nanti akan diberlangsungkan akad pernikahannya.
Hatinya hancur, ternyata penantian dan menjaga untuk tidak mengungkapkan selama ini berujung tidak sesuai yang diinginkan.
Dia akan tetap menjadi dia dan si perempuan akan menjadi pendamping bagi yang berani melamar.
Lagi-lagi aku belajar, kalau tidak mau patah hati maka jangan sekali-kali menggantungkan harapan kepada makhluk.
Kalau sudah berani menggantungkan harapan kepada makhluk, tinggal tunggu saja rasa sakitnya.
Tapi ada hal baiknya juga, kita harus paham bahwa rencana Allah pasti lebih baik dibanding dengan apa yang kita rencanakan. PASTI !!!
3 notes · View notes
elangfatah · 7 months ago
Text
Harapan seusai Ramadhan ini:
Semoga aku tidak gagal menjadi manusia. Tidak perlu yang istimewa, yang biasa-biasa saja selayaknya manusia pada umumnya.
Dari sekian kunjungan silaturahim dan maaf yang terucap, sebenarnya aku lebih senang diam di kamar mencoba memaafkan diri sendiri. Karena sepertinya kesalahan pada orang lain lebih banyak terjadi karena kegagalan untuk memaafkan diri sendiri.
1 Syawwal 1445 H
3 notes · View notes
cloudsspoke · 8 months ago
Text
Gue ini sejak kecil hidup dengan keluarga yg struggle urusan finansial. Nyokap gue singlemother dr sejak gue SD (dan ga remarried) dan beliau menghidupi 3 anaknya dengan jualan nasi/catering.
Gue kadang jg mikir, puluhan tahun emak gue kerja banting tulang, tp kok kayak bisa ga keliatan ada tabungan yg wow gitu. Kayak hasil kerjanya ga berwujud apa². Padahal nyokap dan ketiga anak²nya juga ga punya gaya hidup boros / bermewah²an, jadi di dalam hati gue mempertanyakan hal ini.
Rumah yg ditinggali keluarga gue saat ini didapat nyokap dari warisan hasil jual rumah orangtua beliau (rumah masa kecil nyokap).
Nyokap pergi umrah itu dibayarin orang.
Motor di rumah ada 1 itu yg beli kakak #2 gue.
Gue kuliah bayar sendiri.
Kakak #1 gue nikah juga ada keluar dr duit tabungan dia sendiri, dan itu nikah sederhana di rumah yg bukan nyewa gedung/tempat.
Kejadian luar biasa kayak anggota keluarga jatuh sakit lalu sampe harus keluar duit banyak pun juga ga ada, kecuali saat nyokap gue digendam orang pas lagi bawa kalung emas sisa satu²ny perhiasan beliau (yg itu kalung rantai a la² hiphop gitu, alias berat dan panjang) dan sampai sekarang pun Nyokap gue ga ada simpanan emas yg bergram², saat ini beliau udah lansia 65th dan masih kerja jualan nasi untuk bs bertahan hidup (dan bayar hutang).
Dengan kondisi struggle sejak kecil inilah di keluarga gue gaada tradisi Lebaran sebagaimana yg banyak terjadi pada umumnya.
Ada 2-3 hal yang gue seumur hidup belum ngerasain, dan semoga aja jangan sampe ngerasain sih ya karena gue rasa gue gaakan sanggup buat menjalani tradisi seperti itu.
Yang pertama, berjejalan nyari baju baru untuk lebaran. Jalanan macet orang tumpah ruah setelah dapat THR untuk beli baju/sepatu,etc untuk tampil paripurna saat lebaran.
Keluarga gue ga relate sama hal ini karena saat jatuh 1 Syawwal yang terjadi di keluarga gue dr tahun ke tahun adalah simply kita pergi ke lokasi sholat ied terdekat (dengan baju / mukenah rapih,formal yg tidak harus baru), lalu balik ke rumah, and thats it, we call it done. Bahkan versi ekstrim beberapa kali sampe gembok pintu pagar karena kita mau lanjut tidur (leyeh²) dan ga mau diganggu orang dateng ke rumah.
Even bahkan kalo ga digembok pun juga jarang sih rumah gue kedatengan tamu/keluarga/relasi/tetangga yg berkunjung untuk maaf²an, bahkan klo sama tetangga pun sekadar jabat tangan pas ketemu di jalan.
Dan karena kita ga expect untuk nerima/nyambut tamu, tradisi lain yg tidak kita lakukan selanjutnya adalah beli kue kering. Mungkin kalo dulu, dulu banget sekitar 7-8 tahun yg lalu, nyokap gue masi nerima pesanan kue kering. Mengingat zaman dulu belum banyak orang yang jual / usaha bikin kue, jadi kuker buatan nyokap meskipun bahan premium dan harga pricey jadi tetep laris² aja, nah jadi dr situ emang ga terbiasa beli kuker. Bahkan ketika nyokap uda galagi bikin kuker, kita tidak mengharuskan kalo di rumah harus ada kuker tiap lebaran.
Saat nulis ini gue lantas jadi mikir. Mungkin Allah itu tau ya kalo hambanya yg ini kondisi finansialnya terbatas, jadi sengaja dibikin ga banyak didatengin tamu saat lebaran karena bikin kita ga under pressure harus nyiapin budget untuk nyetok kuker atau nyiapin duit saweran.
Perihal duit saweran pun, meskipun dr kecil gue uda ngerasa hidup miskin ((Miskin karena pemasukan nyokap < pengeluaran bulanan)), tapi ga pernah diajarin nyokap buat minta² duit saweran. Gue bahas ini karena banyak kan mulut² lamis orang tua yg saat bawa anaknya berkunjung lebaran di rumah orang trus sampai terucap dr mulut si orang tua "Sana minta uang saweran", alias ngajarin anaknya buat minta². Jadi alhamdulillahnya ga pernah ada kejadian kedatengan tamu yg berkelakuan seprti itu (seinget gue pernah sih 1x ada tetangga dateng trus ngomong gitu/minta saweran).
Tapi bukan berarti lalu saat ada tamu lalu tamunya anyep. Malah urusan menjamu tamu ini nyokap gue tipe yg totalitas. Karena beliau jago masak, jadi nyokap selalu menjamu tamu dgn ngasih makanan hasil masakannya. Ini jauh lebih hemat cost ketimbang beli makanan. Tapi memang tamu ini harus yg uda bikin janji dulu sama nyokap jauh² hari, jadi di hari itu nyokap bisa nyiapin jamuan. Tapi khusus untuk awal² hari Syawwal memang kondisi rumah gue terbiasa tenang, damai, dan tentram tanpa ada tamu² berdatangan. Kita pun juga hampir ga pernah pergi untuk berkunjung, karena pergi itu pasti butuh uang untuk transport mobil. Makanya itu seringnya sejak dulu kalo udah 2 Syawwal keluarga gue langsung bayar puasa Ramadhan biar bisa lanjut kebagian syawwal. Hal ini bisa dilakukan ya karena kita terbebas dari nerima kunjungan tamu dan juga tidak pergi mengunjungi orang.
Hal selanjutnya adalah mudik. Gue ngerasain mudik itu saat masih kecil dan momen terakhir mudik gue yaitu pas gue kelas 4 SD karena saat itu rumah masa kecil nyokap masi belom dijual jadi sesama sepupu, padhe budhe om tante masi bisa kumpul di rumah itu. Setelah itu uda gapernah lagi. Dan dari momen mudik yang gue rasain saat itu bukan momen mudik yg chaos bermacet²an sebagaimana yg lumrah terjadi di Indonesia. Gue dulu mudik selalu naik kereta. Dan itu posisi nyokap selalu kebagian tiket/dapet tempat duduk legal yg bernomor. Memori gue akan mudik itu paling ya harus tidur di lantai kereta dan ngerasa horor karena suka ada hewan² kecil kayak kecoa yg berlalu lalang. Tapi untuk suasana berdesak²an kayak kondisi kereta zaman Pra Ignatius Jonan itu Alhamdulillah ga pernah gue rasain.
Gue saban liat TV nayangin suasana mudik se-macet itu gue rasa gue pun bakal ga puasa kalo kondisinya kayak gitu. Dan sedihnya kalo sampe banyak orang yg mudik lalu jadi bikin lalai, ga cuma puasa, tp juga sholatnya. Makanya gue bilang, smoga aja gue ga sampe ngerasain mudik yg seperti itu. Karena gue ga yakin sama kekuatan iman gue bilamana sampe ada di posisi kayak gitu.
Dan karena keluarga gue ga mudik itulah yg bikin belasan tahun keluarga gue saban Lebaran seakan² jadi satpam komplek, karena kesannya 1 komplek cuma keluarga gue doang yg ga mudik, lainnya rumah tetangga pada kosong 😅
Yah jadi di malam yg udah mulai ganjil ini, gue tiba² pengen menuliskan ini semua di tumblr gue. Sebagai pengingat memori aja sih. Saatnya kita kembali baca Al Quran.
2 notes · View notes
ciklitnyitnyitmaruklit · 2 years ago
Text
Kamis, 6 Syawwal 1444H
Bertepatan 27 April 2023
Setahun berlalu, kentang itu berubah menjadi carica. Segala sesuatu yang berlebihan itu tak baik tentunya. Begitulah kira-kira maqolah yang ia sampaikan dengan bahasa tertata sebab telah memaknai pentingnya ilmu agama.
Tumbuh sholih dan semoga kuat untuk tidak letih (dalam hal belajar)
🤍🤎🕰🤲🏻🕰🤎🤍
Tumblr media
8 notes · View notes
sepertibumi · 2 years ago
Text
[NASEHAT IBUK]
Tumblr media
"Buk, gimana dulu caranya Ibuk yakin kalo Ayah emang jodoh Ibuk? Apa karena udah ada rasa cocok dari awal?"
Dan obrolan panjang pun dimulai.
"Mbak, ga ada cocok yang benar-benar cocok. Cocok itu diusahakan. Kalau kamu punya 5 kriteria dan ternyata pasanganmu hanya memenuhi 3/5, dua sisanya brarti harus kamu tolerir. Inget, ga ada yang sempurna. Ga ada yang benar-benar 100%. Karena pernikahan itu isinya tentang penerimaan dan saling melengkapi."
"Kita sama-sama belajar dari awal, sama-sama terus berusaha untuk mengenal. Menerima dia berarti juga menerima segala kurang dan lebihnya. Kita ga bisa milih untuk ambil lebihnya aja."
"Nanti kamu akan hidup dengan segala sifatnya. Semuanya akan terlihat setelah pernikahan. Mungkin akan ada satu sifat buruk yang kamu ga suka dan itu akan terus berulang dan berulang kali terjadi. Disitulah nanti sabarmu akan diuji. Pesan ibuk, sepahit apapun, hadapi."
"Apapun masalahnya, seberat apapun ujian di depan nanti, usahakan untuk tetap menjaganya rapat-rapat. Tahan untuk menceritakannya kepada siapapun, sekalipun ke Ibuk. Karena kamu anak Ibuk dan Ibuk pasti akan bela kamu. Padahal Ibuk ga tau apakah benar kamu yang salah atau bukan."
"Telan semuanya berdua. Susahnya, senangnya. Jangan pernah libatkan orang lain. Karena jawabannya pasti kembali ke kalian berdua."
"Buk, apa Ibuk yakin aku bakal nemuin orang yang tepat?"
"Ibuk selalu yakin bahwa kamu akan mendapatkan orang yang baik, yang kamu ridhoi agamanya, yang sesuai dengan keinginan dan doa-doamu."
Sisanya hening dengan aamiin kencang yang riuh dalam hati. Dan berakhilah sedikit obrolan Ibuk dan putri kecilnya yang mulai beranjak dewasa.
239 notes · View notes
azmi-azizah · 1 year ago
Text
Rasa-rasanya pengen aku simpan kuat-kuat dalam memoriku seluruh sudut wajah dan mimik ekspresi ummi saat bercerita. Sorot matanya yang berbinar, senyumnya yang terus merekah sepanjang berkisah, dan kerut keriput sekitar matanya yang tertarik ke atas.. Aku juga ingin sering-sering merasakan hangatnya dekapan ummi saat kupeluk. Menenangkan..
Kalau abi, entah mengapa semenjak kuliah aku sepertinya belum pernah lagi dipeluknya. Mungkin aku yang sesekali setelah diantar ke tempat tunggu bis menggamit lengannya yang sudah siap pergi di atas motor. Padahal dulu saat SMA, kalau pas libur panjang, pas abi dan temannya jemput aku dan temen2 pondok yang rombongan Kudus, sering banget beliau peluk dan cium pipiku setelah aku menyalami tangan beliau.
Abi, mudah banget dekat dengan orang baru. Bagus banget dalam bersosial. Umi juga. Beliau berdua sangat ramah ke orang lain, tetangga-tetangga pun juga menghormati umi abi. Kalau lagi happy, abi punya gummy smile dan suara tertawa yang kencang. Kalau kumpul keluarga besar, keluarlah kelakar atau jokes ala abi. Tapi kalau di rumah, jarang banget aku dengar itu.
Bahkan di liburan yang sebelum ini, abi jarang nanya2 kabar dan gimana hidupku. Aku baru bisa ngobrol panjaang dan duduk berdekatan dengan beliau saat aku mau tau dan diskusi sama abi ttg penentuan 1 syawwal. Harus begitu dulu, haha. Tapi Alhamdulillah, saat nunggu bis menuju Jogja yang telat banget kala itu, abi masih nungguin dan aku baru bisa di waktu itu nyeritain lika liku dan pedih2 yang kurasakan saat kerja di start up dan mengejar beasiswa S2.
Aah, Alhamdulillah.. Ternyata terapi membasuh luka pengasuhan juga bisa dengan mengenang jasa2 dan pengorbanan mereka. Aku sangat bersyukur masih punya kedua orang tua lengkap. Lengkap pula dengan kurang dan lebihnya masing-masing.
Tinggal pelan-pelan aku turut membantu mengasuh dan mengingatkan adik-adik.. Jadi teladan buat mereka..
Kehangatan yang kurasain kemarin di RS pas aku dan adikku akan gantiin umi abi jagain masku, bisa sedikit meringankan sedihku melihat kondisi mas yang terbaring lemah dengan selang NGT yang terpasang di hidungnya.
Aku pun cukup senang, adik bungsuku masih Allah beri kelembutan hati sehingga diingatkan umi dengan kelembutan dan usapan halus di kepalanya bisa sedikit demi sedikit memperbaiki habit buruknya.. Alhamdulillah tsumma Alhamdulillah..
Semoga semua makin membaik ;)
3 notes · View notes
hbzamiaaa · 2 years ago
Text
Terima kasih untuk selalu mau bersabar. Semoga sabar mu bisa menjadi bekal. Semoga sabar mu tidak berkesudahan. Semoga sabar mu berbuah kebaikan dan keberkahan.
Memang... Dunia ini tempatnya berlelah-lelah.
Maka, bertemanlah dengan lelah hingga lelahmu yang lillah akan mengantarkan mu pada manis akhirnya kisah.
Bogor
1 Syawwal 1444H
2 notes · View notes
beingulinnuhasblog · 5 months ago
Text
Mengapa Idul Adha Kita Berbeda?
Seseorang mereplay statusku tentang konsep idul adha yang seharusnya kaum muslim di seluruh dunia tidak berbeda dalam melaluinya. Kupikir, tindakanku merupakan hal yang diacuhkan oleh sekitarku, jadi pede aja deh buat share. Ternyata, jaman sekarang masih ada kok orang-orang yang 'kepo' dan aware dengan hal-hal sensitif ini. Menurutku, mereka adalah orang-orang istimewa yang Allah coba tunjukkan untuk melawan kalimat "Semua orang sulit untuk menerima dakwah". Tidaaaaak! Masih ada peluang!
Ada sedikit perbedaan memandang idul Fitri dan idul Adha yang memang berbeda secara teknis.
Idul Fitri = 1 Syawwal (sebab 29/30 Ramadhan adalah hari terakhir di bulan Ramadhan)
Idul Adha = 10 Dzulhijjah (sebab 9 Dzulhijjah adalah hari dimana orang-orang berhaji wukuf di Arafah)
Sudah terbayang perbedaannya? Untuk menentukan kapan idul Fitri, maka harus dilakukan dengan melihat hilal yang jatuh di akhir Ramadhan. Jika hilal sudah tampak di tanggal 29 Ramadhan, berarti hari tersebut jadi hari terakhir di Bulan Ramadhan dan esoknya adalah hari raya Idul Fitri (1 Syawwal) Namun jika hilal belum tampak di tanggal 29 Ramadhan, maka Ramadhan digenapkan menjadi 30hari, sehingga lusa, menjadi hari Idul Fitri (1 Syawwal).
Sebabnya karena keberadaan idul Fitri ditentukan oleh kapan masuk bulan baru. Sedangkan untuk idul Adha tidak
Sebab idul Adha berlangsung tanggal 10 Dzulhijjah, maka seharusnya kapan hari arafahnya, kapan idul Adhanya, sudah kita ketahui sejak awal penentuan kapan 1 Dzulhijjahnya. Demikian pula aktivitas para hujjaj disana sedang melakukan apa, dan kapan wukuf nya bisa menjadi alasan kuat bahwa seharusnya idul Adha tak boleh berbeda.
Masalahnya kalo Ied saja beda hari, dan ternyata ada yang berpuasa di hari tasyrik, sedangkan hari tasyrik kaum muslim haram melaksanakan puasa, siapa yang mau menanggung resiko dosa keharamannya? Ketiadaan pemimpin yang mempersatukan perpecahan di negeri muslim menjadikan kita bingung menemukan solusi atas itu semua. Gak tau mana letak benar dan kelirunya karena tidak ada pemimpin yang tegas dalam hal-hal diatas.
0 notes
catatanbalqis · 6 months ago
Text
Memaknai Pernikahan
Sebelum masuk ke isinya, disclaimer dulu bahwa ini bukan refleksi dari pernikahan diri karena manusia satu ini belum menikah. Tulisan ini adalah refleksi dari pernikahan kakak-kakak, kerabat, dan teman-teman terkasih yang menyimpan banyak sekali hikmah, dan sepertinya berguna untuk menjadi catatan bagi pernikahanku, maupun pembaca di sini kelak.
Syawwal adalah bulan dengan selusin undangan pernikahan. Orang-orang berlomba untuk mengerjakan salah satu sunnah yang begitu populer di bulan ini: menikah. Dari sekian banyak undangan tersebut, ada satu yang membuatku terkagum: pernikahan dari pasangan aktivis dakwah kampus UI 2016. Terlihat betapa seriusnya mereka dalam menjadikan hari spesial mereka dilingkupi keberkahan.
Diawali dengan undangan digital yang dibagikan di malam ke-27 Ramadhan, aku curiga salah satu tujuannya adalah agar do'a-do'a terbaik dari kawan shalih-shalihahnya dilangitkan di malam dengan potensi 1000 malaikat mengaminkan. Dalam undangannya, terlampir kit pernikahan, tools-tools yang digunakan (calon) pasangan ini untuk mempersiapkan pernikahannya. Mulai dari buku bacaan, CV, sampai spreadsheet persiapan.
Sebulan menuju pernikahannya, mereka membuat grup khataman dan webinar persiapan pernikahan yang menghadirkan Ust. Risalah Amar. Sebuah upaya agar lantunan ayat suci Al-Qur'an turut mengantarkan mereka dalam menjalin mitsaqan ghaliza sekaligus agar mendapat nasihat dari ustadz terbaik, namun nasihat itu dibagikan ke seluruh penjuru. Menghindari ilmu hanya didapatkan oleh segelintir orang saja.
Beberapa tahun lalu, aku menyaksikan kakak tingkat yang juga sesama aktivis dakwah kampus menikah, melahirkan sebuah buku tentang bagaimana pernikahan adalah upaya melipatgandakan keberkahan. Cerita pribadi bagaimana mereka berdua bertemu, namun mereka berhasil mereguk manisnya hikmah dari pertemuan tersebut dan membagikannya ke khalayak. Aduhai, indah sekali.
Begitu pula pada pernikahan ketiga kakakku. Keluargaku begitu serius dalam merahasiakan proses pernikahan hingga adiknya saja baru mengetahui bahwa kakaknya sedang berproses menjelang lamaran. Undangan juga baru disebar mendekati hari h, dan h-1 di media sosial. Sebagaimana pesan nabi untuk merahasiakan lamaran dan mengumumkan pernikahan. Hanya orang-orang terpilih serta kerabat dan sahabat terdekat yang diberitau dari jauh-jauh hari.
Dengan jumlah keluarga yang cukup banyak, kami tidak pernah menggunakan wedding organizer, melainkan memanfaatkan keluarga untuk mengurus pernikahan. Menjadikanku, sebagai salah satu panitianya, turut belajar dari proses ini. Dalam salah satu rapatnya, kakakku bilang, "Walaupun judulnya pesta, ada hal-hal yang harus diperhatikan sebagai seorang muslim, termasuk diantaranya bagaimana agar pesta ini menghasilkan sebanyak-banyaknya manfaat." Konsep yang cukup menarik mengingat selama ini pernikahan dibingkai sebagai hari bahagia kedua mempelai, sehingga fokusnya adalah pada mereka. Sedangkan, bagi seorang muslim, pernikahan lagi-lagi adalah tentang memberi, memberi, dan memberi.
Lewat pesta pernikahan mereka, aku sadar bahwa pernikahan adalah bertemunya dua orang dengan visi besar, lalu dengan bersama mereka bisa melipatgandakan keberkahan dari visi tersebut. Aku sadar bahwa pernikahan bukanlah perayaan cinta, melainkan proses menuju visi besar yang selama ini diidam-idamkan, ditemani dengan orang yang tepat. Bukan pertemuan dua orang yang saling mencintai, melainkan pertemuan dua orang yang saling bermimpi, lalu Allah tanamkan cinta pada keduanya.
1 note · View note