#sultan senopati
Explore tagged Tumblr posts
Text
A small comic for my new OC ship I'm obsessing over
+ a doodle
#my art#original characters#original story#kucing hitam dan kepik#sultan senopati#yudhistira pramudya#senopram#<- ship name lol#comic#digital art#artists on tumblr
5 notes
·
View notes
Text
even after 10 years.
Anna, 26. & Julian, 26.
category: one-shot. | masterlist.
PROLOG:
Katanya, yang namanya jodoh pasti nggak akan ke mana. Sekali pun pernah terpisahkan oleh badai besar yang menghadang, atau oleh lautan yang begitu luas membentang. Sekali pun pernah tak saling bertegur sapa, atau sekadar bertukar pandang sekian tahun lamanya. Tapi, pada suatu titik dalam kehidupan, dunia akan selalu temukan cara 'tuk mempertemukan mereka. Meski di waktu yang paling tak diduga-duga dan di kota yang dulunya hanya bisa mereka impikan.
“Bis bald, Anna!”
Musim dingin di Berlin telah sampai di penghujung masanya. Salju telah berhenti turun dan penuhi jalanan-jalanan kota. Udara pun berangsur-angsur sedikit lebih hangat, seiring matahari kembali pamerkan kegagahannya di atas sana. Tapi, bukan berarti penduduk serta-merta tanggalkan pakaian hangatnya.
Setidaknya, tidak untuk Anna. Wanita berdarah asli Indonesia, yang bahkan kerap menggigil kedinginan ketika berkunjung ke daerah Bandung.
Ia mengikat jaket panjangnya, agar senantiasa hangat terus memeluk tubuhnya, sembari lemparkan anggukan pada sang kawan. “Mhm, tschüssi!”
Dan dengan salam perpisahan pun lambaian tangan singkat, ia segera melenggang ke luar dari perpustakaan. Kembali menghirup udara segar kota, setelah nyaris seharian berkutat dengan segala materi perkuliahan yang buat pusing kepala.
Elektronika, instrumentasi, energi── “Waaa.” Mengingat-ngingatnya saja, buat Anna berhasil geleng-geleng sampai bergidik di tengah langkahnya.
Di saat-saat begini ini, paling sering ia mempertanyakan kembali keputusannya yang nekat lanjutkan studi di Jerman. Mikir apa, ya, gue dulu waktu daftar? Mending juga cari suami kaya-raya biar jadi trophy wife supaya nggak repot pusing begini.
Tapi, tentu saja, itu cuma keluhan yang sampai kapanpun tak akan ia realisasikan. Karena nyatanya, dari dulu sampai sekarang, ia selalu berorientasi pada pendidikan dan pencapaian. Persis seperti mottonya dalam menjalani hidup; kenapa harus mengandalkan orang lain kalau ia bisa mewujudkannya secara mandiri?
Ia menghela napas sesampainya di halte bus. Sekilas melirik arloji yang melingkari pergelangan tangan ‘tuk memastikan berapa lama lagi waktu yang dibutuhkan sebelum bus tiba. Masih ada delapan menit, jam kerja paruh waktunya pun baru akan dimulai dalam sejam. Seharusnya, ia tidak akan terlambat.
Maka, sembari menunggu, maniknya berkelana. Meski telah dua tahun ia habiskan di kota ini, menunggu di halte bus yang sama, dengan pemandangan yang tak banyak berubah, Anna selalu suka membiarkan maniknya berkelana dan menatap lamat-lamat pada apa saja yang tersaji di hadapannya; jalanan lengang yang bukannya disesaki kendaraan; tone warna klasik yang tampak senada bagai kota ini dilapisi filter buatan; trotoar yang dipenuhi pejalan kaki dan bukannya pedagang kaki lima.
Dan alih-alih mengeluh seperti sebelumnya, ia justru panjatkan syukur yang melimpah-ruah; pada kebaikan Tuhan yang telah memberinya kesempatan ‘tuk jejakkan kaki di kota yang selalu ia idam-idamkan.
“Eh, eh, eh!!” Waktu itu, Maya tiba-tiba berteriak di tengah kelas. Menarik perhatian seluruh siswa kelas delapan A, tak terkecuali Anna. Seolah, apa yang hendak ia katakan selanjutnya teramat lah penting untuk didengar. “Kalian kalau udah gede, pada mau tinggal di mana deh?”
“Andara lah boss! Biar tetanggaan sama Aa Sultan Raffi Ahmad!”
“Ah, gue mau di Jogja aja deh. Adem.”
“Senopati lah, biar bisa party!”
Dan di tengah huru-hara jawaban massal anak kelas lainnya, Julian menyenggol siku Anna yang asik mengunyah gummy bear di bangku sebelahnya, “Kalau lo, di mana?”
“Mm, pengen di Jerman,” balasnya. Meski sempat meragu, tapi senyum cerah menghiasi paras sang nona seketika itu juga.
“Lho.” Julian sempat tampak terkejut, meski dalam hitungan detik beralih jadi antusias. “Di mananya? Kenapa?”
“Di mana aja sih… asal Jerman.” Kemudian, senyuman jahil tampak tanpa sungkan di paras Anna. “Soalnya Jerman yang nemuin gummy bear. Bayangin deh, bakal sehappy apa gue, tinggal di negara yang menciptakan gummy bear.”
“Dih, alasan macam apa tuh.” Julian berdecak, kecewa. Sementara Anna dengan ringan mengangkat bahu, sama sekali tak tampak peduli dengan kekecewaan Julian.
“Tapi gue juga pengen sih, tinggal di Jerman, tepatnya Berlin.” Cowok berusia 16 tahun itu melanjutkan. Sukses buahkan kerutan penasaran di dahi sang kawan. “Karena gummy bear juga?”
“Enggak, lah. Emangnya gue bocah kayak lo.” Telunjuknya menoyor pelan dahi Anna diiringi raut mengejek puas. “Soalnya, bokap-nyokap gue ketemu di sana.”
“Idih, idih, ngarep ketemu jodoh juga lo di sana?” Anna menimpali dengan cepat. Terang-terangan mengejek alasan Julian, sampai memerah paras cowok itu.
“Nggak gitu──” Julian yang berusaha membela diri dan Anna yang masih melempar ejekan tiada henti.
Semuanya memang berawal dari ucapan asal yang diiringi ejekan. Tapi kemudian, mereka mulai membangun rencana bersama-sama seiring bertambahnya usia. Detail-detail senantiasa ditambahkan dalam rencana mereka; perjalanan studi dan karir, dan segala macam yang bisa mereka pikirkan di usia muda.
Tapi, yang namanya rencana, berakhir jadi sekadar rencana. Cuma mimpi yang diterbangkan bersama lantunan doa. Kemudian terlupakan. Terlebih, dengan terpisahnya mereka selepas kelulusan dan kepindahan Julian ke kota seberang. Maka, pembahasan Berlin pun seketika berhenti sampai di sana.
Dan bersama dengan jarak yang membentang, segala rencana yang mereka rancang pun turut lekang.
⠀⠀
“Anna? Anna, ya?”
Gadis berambut pirang itu sontak menoleh ke asal suara. Ada dua penyebab utamanya. Satu, karena namanya yang digaungkan di pinggir jalanan kota. Dan dua, karena logat familiar yang rasanya sudah lama sekali tak ia dengar. Logat yang berasal dari bahasa ibunya.
Anna masih memicingkan mata selagi sang pemanggil itu mendekat. Berusaha mengenali lekuk-lekuk paras sang pemuda.
Mungkin, otaknya kepalang panas habis dipaksa bekerja seharian. Atau mungkin, karena kacamata yang digunakan pemuda itu. Tapi Anna sama sekali tak mengenali Julian.
Hingga pemuda itu harus kembali buka suara. “Julian, ingat nggak?”
Kerutan di dahi Anna makin berlipat-lipat. Berusaha keras mengerahkan segala pekerja di dalam benaknya ‘tuk menggeledah berkas-berkas memori dengan nama Julian.
“Jerman, gummy bear, Berlin?”
“Ohh!” Lantas Anna langsung berseru begitu berhasil mengingat. “Julian SMP, ya?”
Meski dalam sekejap raut sang nona kembali berubah. Kali ini maniknya agak membelalak, satu tangannya pun sudah bergerak menutup mulutnya yang menganga karena tak percaya. “Wah, gila? Gue merinding.”
Seolah ingin membuktikan ucapannya, ia sampai mengangkat tangannya dan menaikkan lengan jaketnya. Tunjukkan pada sang pemuda bagaimana bulu-bulu yang nyaris tak terlihat itu, sudah berdiri tegak di sana.
Julian tertawa, “Gue sih udah daritadi, lo nya lemot.”
“Ya… sorry??? You’re the last person I expected to see here?” Anna kembali berkerut, tak terima disebut lemot. Enak aja lemot, buktinya lagi S2 di Jerman. “Tapi serius deh. Aneh banget rasanya ketemu lo di sini, after all the talk about Berlin we had before.”
“I know.” Ia menyetujui dengan cepat. “Feels like a dream, isn’t it?”
“Exactly.” Anna mengangguk. “But anyway, lo beneran tinggal di Berlin, jadinya?”
“Enggak, enggak. Belum, mungkin?” Julian tersenyum kecil. Kini sudah menempatkan diri dengan santai di sisi Anna, persis seperti sepuluh tahun lalu. Bedanya, alih-alih di balik meja di ruang kelas. Di halte bus Berlin lah mereka berada. “Cuma beberapa bulan, ada research di sini. Lo sendiri?”
Anna membulatkan mulutnya dengan nada meledek, “Ooh, keren amat, Bapak Julian.” Sudut-sudut bibirnya pun tertarik, menahan senyuman. “Kalau gue, lagi S2, semester terakhir.”
“Jangan bilang, lo jadi ambil jurusan perteknikan?”
Tawa Anna lepas seketika itu juga. Ketika menyadari bahwa ternyata, rencana yang ia rancang terwujud dengan sendirinya. “Yes. Emang hidup kadang-kadang bercanda, ya.”
Kekehnya masih menguar, terbawa angin dingin yang terasa menusuk-nusuk kulit, ketika bus yang ia tunggu berhenti tepat di depan mereka. “Bus gue, lo?”
Julian mengangguk. Lantas mengikuti langkah sang nona masuk ke dalam bus. Meski nyatanya, ia tak tahu ke arah mana bus ini mengarah── faktanya, ia masih begitu payah memahami angkutan umum di kota ini.
“Udah lama dong? Berarti lo udah hafal lah ya, sama seluk-beluk Berlin. Kapan-kapan, jadi tour guide dong?” Julian langsung buka suara selepas temukan tempat duduk di sisi sang kawan.
“Bisa, bisa. Gue kadang emang suka jadi tour guide orang Indo sih, buat jajan tambahan. By that I mean, nggak gratis ya,” timpal Anna main-main. Sementara Julian jadi mendecak dibuatnya.
“Kalau gitu, bagi kontak lo deh, Na. Biar kalau lo ada apa-apa bisa hubungin gue,” lanjut Julian. Kini sudah menyerahkan gawai tipis itu pada sang puan.
Anna langsung menerima uluran gawai itu, mengetikkan deretan angka di layar, sembari mencibir, “Nggak kebalik, tuh?”
Ponsel itu pun telah kembali ke sang pemilik. Diiringi percakapan mengenai kabar dan cerita kehidupan selama sepuluh tahun ke bekakang, bus pun terus melaju di jalanan kota. Hingga dari jendela, tampak pemandangan yang berkelebat bagaikan sebuah tayangan.
“Sitting next to you like this, make me think, the sixteen years old us must be very proud of us right now.”
“Definitely.”
0 notes
Text
Jasa Penukaran Uang Baru di Yogyakarta Mulai Menjamur
YOGYAKARTA – Sepuluh hari menjelang lebaran jasa penukaran uang baru di Kota Yogyakarta mulai menjamur. Diantaranya berada di jalan Sultan Agung dan jalan Panembahan Senopati, Kota Yogyakarta, Selasa (11/4/2023). Andi dan Ana pasangan suami istri ini menuturkan, setiap menjelang lebaran dirinya bersama suami selalu membuka jasa penukaran uang baru untuk menambah penghasilan. Menurut Ana biasanya…
View On WordPress
0 notes
Text
Sejarah Kanjeng Sepuh Sidayu
Lasem Gresik News, Sidayu - Kecamatan Sidayu hanyalah satu di antara 18 kecamatan di Kabupaten Gresik saat ini. Namun, kecamatan tersebut meninggalkan bukti-bukti sejarah kebesaran sebagai bekas sebuah Kadipaten. Sidayu merupakan Kota tua, jejak sejarah Kabupaten Gresik tertapak jelas dibekas Kadipaten Sedayu yang kini menjadi Kecamatan Sidayu. Berbagai peninggalan masih membekas sebagai ikon sebuah kadipaten di zaman penjajahan Belanda. Ada pintu gerbang dan pendapa keraton. Ada pula masjid dan alun-alun, telaga rambit dan sumur dahar sebagai sumber air Sedayu. Baca juga : Situs Lasem Gresik dan Kisah Mbah Jek, Tokoh Penarik Pajak di Zaman Majapahit Bangunan tersebut termasuk sebuah situs yang kini seperti onggokan bangunan tidak bermakna. Diperkirakan, situs itu berusia satu abad. Situs tersebut dibangun menjelang perpindahan Kadipaten Sedayu ke wilayah Kadipaten Jombang oleh penjajah Belanda pada sekitar 1910. Sejak berdiri pada 1675, Kadipaten Sedayu dipimpin oleh sedikitnya sepuluh adipati. Adipati yang paling dikenal adalah Kanjeng Sepuh Sedayu. Meski hanya sebuah kecamatan, Sidayu memiliki alun-alun yang cukup luas dan bangunan-bangunan tua yang cukup megah. Itu merupakan pertanda bahwa Sedayu, atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Kecamatan Sidayu, dulu merupakan kota tua yang pernah jaya. Sebelum akhirnya menjadi bagian yang terintegrasi dengan Kabupaten Gresik, Sedayu merupakan wilayah kadipaten tersendiri pada masa pemerintahan Mataram. Istimewanya, Kadipaten Sedayu saat itu mempunyai koneksitas kewilayahan secara langsung di bawah kekuasaan Raja Mataram Prabu Amangkurat I dengan adipati pertama bernama Raden Kromo Widjodjo. Nama-nama bupati yang pernah memerintah di kadipaten Sedayu adalah sebagai berikut: 1. Raden Kromo Widjojo 2. Adipati Probolinggo 3. Raden Kanjeng Soewargo 4. Raden Kanjeng Sido Ngawen 5. Raden Kanjeng Sido Banten 6. Kanjeng Kudus 7. Kanjeng Djoko 8. Kanjeng Sepuh 9. Kanjeng Pangeran 10. Ragen Badru Namun, sejarah Kadipaten Sedayu mencatat nama harum adipati ke-8, yaitu Kanjeng Sepuh Sedayu. Kanjeng Sepuh dianggap sebagai aulia dan pemimpin besar Kadipaten Sedayu yang layak mendapatkan penghormatan. Kanjeng Sepuh tersohor lantaran beliau adalah seorang bupati yang ulama atau ulama yang menjadi seorang bupati (Rojo Pandito). Beliau sangat dicintai masyarakatnya karena beliau sangat memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya terutama kawula alit. Kecintaan itu hingga kini tidak luntur. Riwayat Kanjeng Sepuh Kanjeng Sepuh Sidayu dilahirkan di Kudus tahun 1784 M. Ayahnya bernama K.G.B.R.M. Suryadi bergelar Sampeyan dalem hingkang sinuhun kanjeng susuhunan Paku Buwana senopati ing ngalaga Abdurrahman sayidin panata gama khalifatullah ing kang kaping III ing negari Surakarta Hadiningrat 1749-1788 M. bin K.G.B.R.M. Probosuyoso Paku Buwono II bin K.G.B.R.M.Suryoputro Prabu Hamangkurat Jawi bin K.G.B.R.M. Darajat Paku Bwono I bin K.G.B.R.M. Sayidin Hamangkurat Agung bin K.G.B.R.M. Jatmiko (Kanjeng Sultan Agung Hanyokrokusumo bin K.G. Ratu Mas Hadi (Permaisuri Kanjeng Panembahan Hanyokrowati) binti K. Sultan Prabuwijaya Benowo (Syaikh Abi Nawa) bin Ratu Mas Cempaka (Permaisuri Sultan Hadiwojoyo/Joko Tingkir) binti Sultan Trenggono, bin Sultan Syah Alam Akbar Al Fatah Demak Bintoro Sedangkan Ibunya bernama R. Ayu Paku Wati binti K. Ratu Maduretno binti K.G.B.R.M Suryoputro Prabu Hamngkurat Jawi. Nama asli Kanjeng Sepuh Sidayu sampai penulisan sejarah ini belum diketahui karena kebiasan orang jawa bila memberi nama anaknya itu dipengaruhi dari tingkatan kejadian misal nama kelahiran/asli, nama setelah nikah, nama setelah menerima jabatan, nama sesuai dengan keahliannya Ketika beliau di Kudus mendapat bimbingan oleh Kiyai Wajah dzuriyah s. Kudus mulai dari ilmu alat, al-Qur’an, al-Hadits, ibadah syariat, dan Tauhid Ketika usia 14 tahun berangkat haji dan belajar pada ulama’ Hijaz, tahun 1808 M. kembali ke Kudus serta dinikahkan oleh K.G.Ratu Timur dengan R.A. Pojowati putri R.M. Sulomo dikarunia 5 putra K.P.R. Ariyo Soro Hadiningrat/Bupati Sidayu, R.T.A. Tejo Kusumo/Bupati Kediri, R.T.A. Jayo Kusumo I/bupati kediri R.Soro Winoto/Bupati Gresik, R. Qimat/berdakwah di Solo sampai Yojakarta dengan media Gamelan Pernikahan dengan istri kedua R.A. Dewi Wardah dzuriyah s. Derajat setelah menuntut ilmu dengan Sayyid Kuning Lamongan dikarunia anak, R.A. Muji istri R.P. Tjakra Noto Hadi Negoro/Bupati Pamekasan, R. Jamilun/Berdakwah diwilayah Jombang sampai pesisir Utara pulau Jawa. Pernikahan dengan istri ketiga R.A. Bawon dari Bali setelah diangkat menjadi Bupati Sidayu dikarunia anak R. Badrun/Bupati Sidayu-Jombang Istri ketiga di angkat Gelar dan bernama R.A. Surti Kanti, beliau hijrah ke Sidayu tanggal 12 Muharam 1214 H./1814 M. mengikuti ayah tirinya menjadi Bupati Sidayu, oleh ayah tirinya didatangkan guru agama murid s. Ampel Surabaya untuk membimbing kakak, adik dan beliau berbagai ilmu, ilmu syariat, ilmu filsafat, ilmu thariqat, ilmu haqiqat Kanjeng Sepuh berkholwat dimakam selama 41 hari, dan 100 hari tidak tidur di pantai kacak Banyuurib Ujung Pangkah. ilmu ma’rifat, ilmu rasoh mulyo, dan beliau otodidak mempelajari kitab karya imam Ghazaili, karya Muthafa al-Ghalayain, karya ibnu Sina, karya Hajjaj bin Arthah, karya Wali Songo serta meneladani khalifah Umar bin Khattab dan Sunan Kali Jaga, Dimalam hari berkeliling wilayah Sidayu untuk memperhatikan dan memberi santunan masyarakatnya yang dibawa garis fakir-miskin serta setiap malam mengisi air tempat wudlu orang-orang yang selalu melaksanakan ibadah sholat tahajud, masyarakat baru tahu setelah beliau wafat, karena sifat kebiyasaan beliau itu mendapat nama R, Museng sebagi bukti di desa Tempuran Lamongan diperbatasan Tuban ada Kalibela yang dibuat pada malam hari oleh Kanjeng Sepuh untuk memisakan dua daerah yang selalu bertikai, setelah itu masyarakatnya hidup damai Kecintaan masyarakat pada Kanjeng Sepuh Sangatlah tinggi. Hal ini dibuktikan diantaranya dengan diabadikannya nama beliau sebagai nama Majid Besar Sidayu dan nama Lembaga Pendikan terbesar di kecamatan Sidayu yaitu Perkumpulan Kanjeng Sepuh Sidayu atau lebih dikenal dengan singkatan PKSS.
Pada masa hidupnya beliau mempunyai kegemaran memelihara kuda baik sebagai kuda tunggangan maupun kuda penarik kereta. Suatu saat beliau mendengar bahwa di Ujungpangkah ada seorang yang mempunyai kuda yang bagus. Orang itu bernama Kyai Jayeng Katon. Beliau ingin sekali mendatanginya untuk berguru cara merawat kuda. Beliau terkagum-kagum melihat kuda punya Kyai Jayeng Katon. Kuda itu badannya tinggi, tubuhnya ramping, kulitnya hitam, bulunya mengkilat. Kuda itu diberi nama kuda Sembrani. Kuda itu sangat penurut kepada majikannya. Meskipun tanpa ada seutas tali yang mengikatnya, kuda tidak mau pergi meninggalkan tempatnya. Kuda pintar sekali terhadap bahasa isyarat yang diberikan oleh majikannya. Kuda itu menuruti segala perintah tuannya. Kanjeng Sepuh sangat takjub dan tertarik terhadap kuda itu. Beliau ingin sekali mempunyai kuda-kuda seperti kuda yang dimiliki Kyai Jayeng Katon. Beliau lebih takjub lagi kepada pemilik kuda itu. Kyai Jayeng Katon ternyata seorang ulama yang alim, bersahaja, dan memiliki ilmu kanoragan yang tinggi. Kyai Jayeng Katon juga sebagai pemangku pondok Ujungpangkah Beliau bisa mengukur kedalaman ilmu seseorang karena beliau sendiri seorang ulama. Kanjeng Sepuh mengirimkan kuda-kuda beliau ke Ujungpangkah untuk dirawatkan kepada Jayeng Katon. Kuda-kuda itu ditempatkan di sebuah tanah lapang sekitar enam ratus meter ke timur dari pondok Ujungpangkah atau rumah Kyai Jayeng Katon. Kuda-kuda itu dibiarkan bebas di tanah lapang itu. Kyai Jayeng Katon menyediakan tempat berteduh kuda-kuda itu secara terbuka. Tidak ada pagar atau batas. Namun, kuda-kuda itu tidak meninggalkan area tanah lapang tempat merumput. Tempat itu dikenal dengan nama Monok karena di tempat itu banyak penekan atau tumpukan kotoran kuda. Di bagian selatan tanah lapang itu disediakan jambangan atau bejana yang selalu penuh diisi air untuk tempat minum kuda-kuda Kanjeng Sepuh. Tempat itu dikenal dengan sebutan Jambangan. Suatu ketika, Kanjeng Sepuh bersilaturrahim ke Pondok Ujungpangkah yang diasuh oleh Kyai Jayeng Katon sambil ingin melihat-melihat kuda-kuda yang telah dititipkan. Beliau sangat senang melihat kuda-kuda beliau. Beliau tidak menyangka kuda-kuda itu berubah jadi lebih gagah. Keberanian Kanjeng Sepuh menantang kebijakan Belanda Kiprahnya yang kritis terhadap kekuasaan dan kooptasi Belanda atau kerajaan lain waktu itu dikenang cukup positif. Di mata warga Sedayu maupun sekitar nya, hingga kini nama Kanjeng Sepuh tetap harum sebagai pemimpin yang berpihak kepada rakyat selama memerintah Sedayu pada 1816-1855. Catatan (alm) K. Ridwad Ahmad dari Djawatan Penerangan RI Kecamatan Sidayu tanggal 25 Februari 1957 menyebut, Kanjeng Sepuh Sedayu seorang ahli strategi perang dan politik serta pemerintahan. Banyak jasa Kanjeng Sepuh untuk menenteramkan rakyatnya sekaligus melindungi mereka dari berbagai teror selama masa penjajahan Keberanian Kanjeng Sepuh menantang kebijakan Belanda tentang pajak juga menjadi catatan. Adipati dengan berani mengusulkan memberi nama sebuah pasar di Surabaya dengan nama Kabean, yang berarti untuk semua, dalam sebuah rapat dengan pemerintah Belanda waktu itu. Maksudnya, beliau menolak diskriminasi dan kenaikan pajak yang dikehendaki Belanda. Sebab, waktu itu Belanda punya iktikad untuk membeda-bedakan pedagang dengan maksud menaikkan pajak. Pasar tersebut saat ini dikenal dengan nama Pasar Pabean. Beliau juga dekat dengan rakyat. Diam-diam, di malam hari, beliau berkeliling ke seluruh wilayah Kadipaten, yang meliputi Sedayu,Lamongan, Babat, hingga Jombang, untuk melihat keseharian dan problem masyarakatnya. Itu seperti yang dilakukan Amirul Mukminin Khalifah Umar bin Khattab. Berbagai peninggalan sejarah Sidayu telah mendapatkan perhatian Dinas Purbakala Trowulan. Namun, yang terawat baru kompleks Masjid dan Makam. Sisa bangunan lain berupa situs. Status pertanahan sisa-sisa sejarah itu kini belum tersentuh. Salah satunya, reruntuhan asli bekas bangunan masjid di Desa Mriyunan, Sumur Dhahar di Desa Golokan, dan Telaga Rambit di Desa Purwodadi. Puing reruntuhan bangunan Masjid tersebut kini terletak di dalam kompleks SMPN Negeri I dan III Sidayu.
Tetapi terlepas dari semua itu, Sidayu yang kini menghadapi perkembangan modernitas masyarakat, ia bisa tetap eksis sebagai salah satu kecamatan yang begitu berkembang di wilayah Gresik utara. Bukanlah sesuatu yang istimewa, jika Sedayu saat ini bisa menjadi pusat peradaban masyarakat pesisir utara yang begitu berkembang, baik di wilayahGresik Utara (Sidayu ; Bungah, Dukun, Ujung Pangkah, dan Panceng), maupun wilayah Lamongan (Paciran, Brondong, Solokuro,Babat). Karena Sedayu sudah pernah mengalami masa kejayaan di masa lalu. Dengan bukti adanya ratusan Pondokan Cilik (pesantren anak-anak) yang tersebar di seantero Kota Sedayu, kota ini juga mampu mempertahankan sebutan kota santri yang telah melekat dan menjadi ikon Kabupaten Gresik. Karena secara kultural, kehidupan masyarakat Sedayu adalah kehidupan yang sangat islami, baik dalam bidang sosial-masyarakat, politik, hukum, dan ekonomi. Makam Kanjeng Sepuh Makam Kanjeng Sepuh adalah salah satu dari sejumlah makam tokoh besar yang ramai diziarahi oleh wisatawan dari berbagai daerah. Menurut cerita, Kanjeng Sepuh Sedayu adalah gelar yang diberikan kepada Raden Adipati Suryodiningrat, putra Sayid Abdur Rohman Sinuwun Mataram Kartosuro. Gelar tersebut diperoleh saat dinobatkan menjadi bupati atau adipati ke-8 di Sidayu. Selain sebagai bupati, Kanjeng Sepuh Sedayu juga dikenal sebagai ulama yang sakti dan ahli strategi. Semasa pemerintahannya, Kanjeng Sepuh Sedayu juga dikenal sangat dekat dengan rakyat. Pada malam hari, ia kerap berkeliling ke seluruh wilayah kadipaten untuk mengetahui keseharian dan problem yang dihadapi rakyatnya. Ia juga berani menentang kebijakan Belanda tentang pajak dan melindungi rakyatnya dari berbagai penindasan Belanda. Atas kiprahnya sebagai bupati sekaligus ulama yang berpihak kepada rakyat, Kanjeng Sepuh Sedayu pantas mendapat penghormatan. Hingga kini masyarakat Sedayu dan sekitarnya selalu berbondong-bondong menziarahi makamnya untuk memberi penghormatan. Hampir setiap hari, makam Kanjeng Sepuh dipenuhi peziarah. Kunjungan peziarah akan mencapai puncaknya setiap hari Jum’at Pahing. Untuk mengenang kebesaran Kanjeng Sepuh Sedayu, masyarakat setiap tahun mengadakan haul dan istighotsah akbar di Masjid Kanjeng Sepuh Sedayu. Acara ini sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Sedayu.
Di Kompleks Makam Kanjeng Sepuh Sedayu, ada sejumlah makam tokoh-tokoh masyarakat Sedayu yaitu makam para Bupati Sedayu dan keturunannya. Uniknya, bentuk jirat atau nisan makam tersebut ada yang berbentuk segi empat dan ada pula yang berbentuk segi delapan. Khusus untuk makam para bupati diberi cungkup dan inskripsi yang berbahasa Melayu, Jawa, dan Belanda dengan menggunakan huruf Arab, Jawa, dan Latin. Selain sebagai acuan periodesasi awal hingga masa kolonial, penggunaan ketiga bahasa tersebut juga sebagai wujud dari akulturasi beberapa unsur kebudayaan. Unsur kebudayaan pra Islam terlihat pada atap dan nisan makam yang menggunakan motif medolion, makutha, dan aksara Jawa Kuno. Adapun unsur kebudayaan Islam tampak jelas pada atap makam yang bermotif sayap, teratai, kekayon, dan huruf Arab-Jawa. Sementara pada kolom tulis dari setiap inskripsi dihiasi dengan rangkaian suluran, yaitu ranting atau dahan, daun, dan bunga. Keberadaan unsur-unsur tersebut adalah upaya untuk menjembatani agar kebudayaan Islam sebagai unsur yang baru dapat diterima oleh masyarakat Sedayu yang sebelumnya beragama Hindu-Buddha. Di Kawasan Kompleks Makam Kanjeng Sepuh Sedayu juga terdapat masjid bersejarah, Masjid Agung Kanjeng Sepuh, yang merupakan peninggalan Kanjeng Sepuh Sedayu. Seperti halnya bentuk hiasan pada makam, bentuk atap dan mimbar masjid ini juga dihiasi dengan motif dari unsur kebudayaan pra Islam maupun kebudayaan Islam. Selain masjid, Kanjeng Sepuh Sedayu juga meninggalkan beberapa situs penting lainnya seperti Telaga Rambit dan Sumur Dhahar. Kedua situs ini masing-masing berada di Desa Purwodadi dan Golokan, Sidayu. Menurut cerita masyarakat setempat, meskipun setiap hari digunakan untuk air minum dan kebutuhan sehari-hari (seperti mandi dan mencuci), air telaga dan sumur tersebut tidak pernah habis, bahkan pada saat musim kemarau sekalipun. Baca juga : Festival Qosidah dan Al Banjari Semarakkan HUT 49 Pemkab dan Hari Jadi 536 Kota Gresik Kompleks Makam Kanjeng Sedayu terletak di pusat Kota Sidayu, tepatnya di Desa Kauman, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Akses menuju Makam Desa Kauman di mana Kompleks Makam Kanjeng Sedayu berada berjarak sekitar 28 km dari Kota Gresik. Desa ini dapat dijangkau dengan menggunakan transportasi umum maupun pribadi. Untuk mencapai tempat ini Anda dapat mengambil jalur pantura Gresik – Tuban. Sumber : specialpengetahuan.blogspot.com Read the full article
0 notes
Photo
BOTANICA RESIDENCE SIMPRUG [ For RENT ] Ready to USE. * Botanica apartment is located in Jl. Sultan Iskandar Muda, Kebayoran Lama, South Jakarta. It is an exclusive residence which may very well be suitable for you if you wish to live in an exclusive and modern home. Botanica apartment let you get access to Senayan, Kemang, and Senopati easily. Besides, this apartment is located nearby schools, university such as Binus and also well known shopping malls like Gandaria City, Senayan City, and Plaza Semanggi. * Facilities: Botanica apartment gives you prestige residence with top class facility such as ATM centre, grocery food, laundry, cafe, and 24 hours security system. Moreover, there are tv cable and super fast internet ready for you. For you who love sports, this apartment provides gym centre, tennis court, basket ball court, jogging track, swimming pool, and playground. * Best Apartment For: This vertical residence is very well suited for professionals or expatriates with various choices such as one bedroom, two bedrooms, and three bedrooms types which can be adjusted with your home needs.Botanica apartment offers exclusive residence and modern in the heart of the capital city with tons of facilities and easiness you can get into Info Property ID Outstanding Agents. Outstanding Results. 👉 https://bit.ly/3pzhN3d 📲 +62812 411 5678 (at Apartemen Botanica Simprug Jakarta Selatan) https://www.instagram.com/p/ClA30HmuUmU/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
Text
Dalam buku Osmanli Altinari ini dijelaskan mengenai berat, kadar dan diameter dinar dari masa 700 tahun pemerintahan Kekhalifahan Ottoman. Koin emas pertama Ottoman mempunyai berat, kadar dan diameter yang sama dengan koin emas Venesia, yang beredar di pasar wilayah Timur, kemurniaan koin tersebut 99.3, persen, berat 3.508 gram dengan dia meter 20 mm. Lalu perbaikan kedua dilakukan oleh Sultan Mustafa II (1695-1703) dan Sultan Ahmet III (1703-1730) dengan menyempurnakan kemurnian koin emas menjadi 24 karat, yang sebelumnya sempat terjadi degradasi kadar koin di Mesir. Emas dalam bahasa Turki disebut Altin (Altyn), salah satu pecahan koin emas Ottoman disebut, Sultani. Dari sini diketahui tujuan pertama dari mencetak koin emas adalah berbahan emas murni
Degradasi kemurnian koin terjadi setelah masa itu mulai dari 95.6, 87.3, 83.0, 80.0 dan 74.8 persen. Sampai akhirnya dinar emas hilang dari peredaran sejak Kesultanan Ottoman dihapus secara paksa pada tahun 1924 oleh pengkhianat Islam bernama Kemal.
Hari ini , 793 tahun yang lalu wafatnya beliau Pendiri dan Sultan Pertama Kekhalifahan Daulah Utsmani yaitu Sultan ‘Utsman Ghazi di Kota Bursa pada umur 68 tahun. Osman (‘Utsman) bin Ertuğrul menggunakan gelar yang menggabungkan pemimpin dan panglima perang yaitu Sultan dan Ghazi.
Penggunaan gelar inilah jadi kultur penggunaan gelar di kesultanan di Nusantara , dan yang paling mencolok pendiri Kesultanan Mataram di Kotagedhe (Bantul, Yogyakarta) dengan Gelar Panembahan Senopati bermakna Sultan Ghazi. Karena Kesultanan di Nusantara dan Jawa memiliki Geocentral kepada Daulah ‘Utsmani (Ottoman-centris) setelah Islam masuk, yang dimana zaman pra-Islam kerajaannya memiliki Geocentral India
1 note
·
View note
Text
Traveling
KARIMUN JAWA
Wisata Eksotik Karimun Jawa
Karimun Jawa
Sejarah Pulau Karimun Jawa berasal dari sejarah yang menurut warga sekitar, pada abad ke-15 di Kudus terdapat Syekh Ja’far Shodiq yang terkenal dengan sebutan sunan kudus. Sunan kudus merupakan satu dari 9 wali songo yang terkenal sebagai wali yang mengajarkan agama Islam terutama di pulau Jawa.
Beliau mengajarkan banyak manfaat dan ilmu terutama berkaitan dengan agama islam dan berhasil mendirikan kerajaan pertama yaitu kerajaan Demak. Sunan kudus merupakan penasehat sultan dan juga senopati perang.
Karimun berasal dari kata kremun atau berarti samar-samar, karena ketika menuju pulau tersebut dikatakan bahwa pulaunya terlihat kremun atau samar-samar. Sehingga Karimun Jawa merupakan penegasan dari kata kremun yang artinya samar-samar. Inilah cerita awal yang dipercaya masyarakat mengenai Karimun Jawa.
Pulau Jawa yang disebabkan letaknya yang cukup jauh dari Pulau Jawa. Untuk mencapai Karimunjawa memakan waktu sekitar 4 sampai 6 jam dari daratan Pulau Jawa dengan menggunakan Kapal Motor Cepat dari Semarang atau Jepara. Rasanya, cocok dengan namanya, karena memang memakan waktu yang cukup lama untuk tiba di pulau ini.
Pariwisata
Berenanng dengan hiu di Karimun Jawa
Berenang bersama hiu di Karimunjawa. Kepulauan Karimunjawa menjadi surga dari para penyelam (diver). Anda dapat melakukan berbagai kegiatan di dalam jernihnya air. Berenang, menyelam (diving), atau snorkeling akan terasa menyenangkan.
Keindahan terumbu karang serta ikan berwarna-warni di dalam laut akan menjadi daya tarik untuk bermain-main di dalam air. Air laut di Karimunjawa sangat jernih dan bening, sehingga Anda bisa melihat dasar laut dengan jelas. Bagi Anda yang hobi memancing, Anda juga bisa melakukannya di beberapa pulau di Karimunjawa.
Untuk mengunjungi pulau-pulau yang ada di Karimunjawa, Anda bisa menggunakan perahu nelayan. Waktu yang diperlukan tidak terlalu lama untuk mengunjungi beberapa pulau sekaligus karena letaknya yang tidak berjauhan. Ada pula perahu yang dilengkapi dengan kaca pada bagian bawah perahu (glass bottom boat) yang cocok bagi Anda yang tidak ingin menyelam tetapi ingin tetap dapat melihat terumbu karang atau ikan-ikan di dalam air laut.
Kecamatan Karimunjawa memiliki banyak tempat wisata, diantaranya yaitu:
Wisata alam
Kecamatan Karimunjawa memiliki beberapa tempat wisata alam, yaitu:
•Kolam Hiu, di Desa Karimunjawa (Pulau Menjangan Besar)
•Legon Lele, di Desa Karimunjawa (Pulau Karimunjawa)
•Bukit Love, di Desa Karimunjawa Dusun Jatikerep (Pulau Karimunjawa)
•Bukit Nyamplungan, di Desa Karimunjawa (Pulau Karimunjawa)
•Bukit Joko Tuo, di Desa Karimunjawa (Pulau Karimunjawa)
•Tracking Hutan Mangrove, di Desa Kemojan (Pulau Kemujan)
•Pantai Batu Karang Pengantin, di Desa Kemojan Dukuh Karanglawang (Pulau Kemujan)
•Pantai Ujung Gelam, di Desa Karimunjawa (Pulau Karimunjawa)
•Pantai Batu Topeng, di Desa Karimunjawa (Pulau Karimunjawa)
•Pantai Barakuda, di Desa Kemojan (Pulau Kemujan)
•Pantai Nirwana, di Desa Karimunjawa (Pulau Karimunjawa)
•Pantai Bobi, di Desa Karimunjawa (Pulau Karimunjawa)
Wisata kuliner
Kecamatan Karimunjawa memiliki beberapa tempat wisata kuliner, yaitu:Karimunjava Culinary Centre, di Desa Karimunjawa (Dekat Alun-Alun Karimunjawa)
Wisata religi
Kecamatan Karimunjawa memiliki beberapa tempat wisata religi, yaitu:
•Makam Sunan Nyamplungan, di Desa Karimunjawa (Pulau Karimunjawa)
•Makam Sayid Kambang, di Desa Karimunjawa (Pulau Karimunjawa)
•Makam Sayid Abdullah, di Desa Karimunjawa (Pulau Karimunjawa)
Harga Tiket
Untuk menuju ke pulau karimun jawa ada beberapa kapal yang tersedia di pelabuhan kabupaten jepara. Kapal tersebut juga di bedakan menjadi beberapa kelas. sesuai dengan isi kantong kita , berikut tarif kapal menuju pulau karimun jawa :
•Tarif kapal siginjai Rp57.000 / penumpang
•Tarif kapal KMC KARTINI I esksekutif Rp. 80.000 / penumpang dan bisnis Rp. 65.000 /penumpang
•Tarif KMC EXPRESS BAHARI 2C VIP Class Rp. 175.000 / penumpang, Executive Class : Rp. 150.000 / penumpang, Bussines Class Rp. 80.000/ penumpang
8 notes
·
View notes
Quote
بسم الله الرحمن الرحيمBiografi singkat KH. NAWAWI BERJAN PURWOREJO TOKOH DIBALIK BERDIRINYAJAM'IYYAH AHLITH THORIQOH AL-MU'TABAROH AN-NAHDLIYYAH ( JATMAN ) "Almaghfurlah Simbah KH. Nawawi Lahir pada hari Selasa Kliwon , 10 Januari 1916, Beliau KH. Nawawi kalau dirunut Silsilah atau garis Nasab beliau masih keturunan Sultan Agung Prabu Hanyokrokusomo ( Raden Mas Djatmiko) dari Salah satu Putranya ke 6 yakni Sinuhun Sayyid Tegal Arum atau Sultan Amangkurat Agung yang dimakamkan di daerah Tegal , Adapun putra putri Sultan Agung Prabu Hanyokrokusomo ;1. Pangeran Tumpo Nangkil atau Raden Muhammad Kosim2. Pangeran Ronggo Kawijen3. Bendoro Raden Ayu Winonga4. Pangeran Ngabehi Loring Pasar5. Sayyid Abdul Ghaffar atau Raden Purbaya atau Mbah Kyai Kalisoka dimakamkan di Desa Kalisoka Tegal6. Sayyid Tegal Arum atau Sinuhun Sultan Amangkurat Agung , beliaulah yang menggantikan kedudukan menjadi Sulthan atau Raja Mataram Islam Darussalam7. Bendoro Raden Ayu Wiratmantri8.Pangeran Haryo Danupoyo atau Raden Mas Alit , Beliau Raden Mas Alit inilah kelak yang menggantikan Sultan Amangkurat Agung ( Sayyid Tegal Arum) utk menjadi Sulthan atau Raja Mataram Islam Darussalam , dengan Gelar Kebangsawanannya. Sultan Amangkurat Mas I ( Sumber Silsilah Paneraban Pusat Sayyid Abdul Ghaffar atau Pangeran Purbaya Kalisoka Tegal )SULTAN AGUNG PRABU HANYOKROKUSUMO (Raden Mas Djatmiko) dirunut runut ke atas bersambung dengan Sunan Giri ( Sayyid Ainul Yaqin ) dan terus keatas nasabnya akan bertemu kepada Baginda Rosululloh SAW , adapun Nasab Sultan Agung Prabu Hanyokrokusomo bin Prabu Hanyokrowati ( Raden Mas Jolang) bin Panembahan Senopati bin Nyai Sabinah ( Istri Ki. Ageng Pemanahan ) bin Ki Ageng Saba bin Nyai Pandan bin Sunan Giri II (Sunan Giri Ndalem) bin Sunan Giri ( Sayyid Ainul Yaqin) bin Sayyid Maulana Ishaq ( Sumber dari Silsilah Paneraban Pusat Sayyid Abdul Ghaffar atau Raden Purbaya Kalisoka Tegal )Adapun Nasab atau Silsilah KH. Nawawi Berjan Purworejo bin KH. Shiddiq Berjan bin KH. Zarkasyi Berjan bin KH. Asnawi Tempel bin KH. Nuriman Tempel bin Ky. Burhan Joho bin Ky. Suratman Pacalan bin Jindi Amoh Plak Jurang bin Ky. Dalujah Wunut bin Gusti Oro Oro Wunut bin Gusti Untung Suropati bin Sinuwun Sayyid Tegal Arum bin Sultan Agung Hanyokrokusomo (Raden Mas Djatmiko) bin Pangeran Senopati. ( sumber buku Mengenal KH.Nawawi Berjan Purworejo ,hal 11 sd 12), bahkan dalam salah satu sumber menyebutkan bahwa Sinuwun Sultan Agung Prabu Hanyokrokusomo juga seorang Pengamal Tarekat Syadziliyyah ( Subhanalloh)NASAB KEILMUANIlmu Thoriqoh (Tarekat)Silsilah Kemursyidan Tarekat Qodiriyyah Wa Naqsyabandiyah (TQN) dari Ayahanda beliau yakni Syech Shiddiq Berjan Bin Syech Zarkasyi Berjan Purworejo juga dari Pakdenya yakni Syech Munir Berjan bin Syech Zarkasyi Berjan Purworejo , Kemursyidan Syech Zarkasyi bin Asnawi Berjan Purworejo dari Syech Abdul Karim Al-Bantani dari Syech Achmad Khotib bin Abdul Ghoffar Sambas Kalimantan . Salah satu murid yang utama diangkat menjadi Khalifah/ Mursyid adalah Tuan Guru Ali bin Abdul Wahhab Al-Banjari Kuala Tungkal Tanjung Jabung Barat Jambi bahkan Zawiyyah atau komunitas tarekat Tuan Guru Ali merupakan Zawiyyah yang terbesar di luar Pulau Jawa , karena Acara Peringatan Haul Sultanul Auliya' Syech Abdul Qodir Al - Jaelani QSA. masuk dalam APBD Provinsi Jambi. KH. Nawawi Bin Syech Shiddiq RA. ( 1947 - 1982 ) , juga telah mengangkat Kholifah sbb ; KH. Achmad Chalwani Bin KH. Nawawi, Tuan Guru Ali bin Abdul Wahhab Al Banjari Kuala Tungkal Jambi, KH. Masduqi Syarofuddin Purworejo , KH. Abdurrahim Kebumen , KH. Zuhri Syamsuddin Wonosobo, KH. Nachrowi Magelang, KH. Baqiruddin Magelang, KH. Madchan Magelang, KH. Machfudz Magelang, KH. Mundasir Magelang, KH. Parlan Cilacap , KH. Ilyas Singapura , KH. Djazoeli Magelang. Selain itu Beliau KH. Nawawi aktif menulis dan membaca terbukti dengan menghasilkan beberapa karya meliputi kitab tentang Tarekat, kitab-kitab fiqh, dan syair-syair.Ilmu Syari'atBeliau KH. Nawawi pernah belajar di beberapa pesantren Jawa Tengah dan Jawa Timur seperti Watucongol Magelang, Krapyak Yogyakarta, Lasem Rembang , Tremas Pacitan, Jampes Kediri , Tebuireng Jombang dan Lirboyo Kediri.ULAMA KHARISMATIKBeliau adalah Seorang Ulama kharismatik sekaligus Ulama Thoriqoh dari Dukuh Berjan Desa Gintungan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo, sebagai seorang Guru Mursyid beliau juga berperan aktif diberbagai kegiatan thoriqoh yaitu pernah menjadi Ketua I Kongres I Jam'iyyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu'tabaroh pada tanggal 12-13 Oktober 1957 di Tegalrejo Magelang yang mengasilkan keputusan bahwa tanggal 10 Oktober 1957 adalah sebagai hari Lahirnya Jam'iyyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu'tabaroh yang pada tahun 1979 pada saat Muktamar NU ke 26 di Semarang, Jam'iyyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu'tabaroh kemudian dimasukkan sebagai salah satu Badan Otonom dibawah Nahdlatul Ulama dan dikukuhkan dengan Surat Keputusan Syuriah PBNU Nomor 137/ Syur.PBNU/V/1980. Sejak itulah sampai sekarang Jam'iyyah ini dikenal dengan nama Jam'iyyah Ahli Thariqoh Al- Mu' tabaroh An- Nahdliyyah (JATMAN) , bahkan beliau juga pernah ditunjuk menjadi Mudir Tsani Idaroh 'Aliyah Jam'iyyah Ahlith Thoriqoh Al- Mu'tabaroh An-Nahdliyyah (JATMAN Pusat). Saat ini estafet kepemimpinan beliau dilanjutkan oleh putranya yaitu Romo KH. Achmad Chalwani Mursyid Thoriqoh Qodiriyyah wan Naqsyabandiyyah sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan Purworejo .Di Balik Berdirinya Jam’iyyah Ahli Thariqot al-Mu’tabarohSecara singkat, sejarah Thariqohal-Qhadiriyyah wa Naqsyabandiyyah berkembang di Berjan adalah merupakan hasil gabungan antara dua aliran, yakni aliran Thariqoh Qhadiriyyah dan aliran Thariqoh Naqsyabandiyyah yang gagas oleh Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Ghaffar daerah Sambas Kalimantan Barat (1802-1872 M). Sedangkan aliran Thariqoh al-Qhadiriyyah pencetusnya adalah Syaikh Abdul Qhodir al-Jailani sebagai pelopor cikal-bakal aliran-aliran organisasi thariqoh dengan cabang-cabangnya di belahan penjuru dunia Islam. Sementara aliran Thariqoh Naqsyabandiyyah adalah dirintis oleh Syaikh Muhammad bin Muhammad Bahauddin al-Bukhari al-Naqsyabandi (717 H/1318 M-791 H/1389 M) seorang tokoh sufi yang memulai belajar tentang tasawuf kepada gurunya Baba al-Samsyi pada saat berusia 18 tahun. Syekh Ahmad Khatib Sambas telah berhasil untuk menggabungkan dua aliran Thariqoh tersebut sebagaimana tertulis dalam karya kitabnya Fath al-Arifin dengan metode jenis Dzikir yaitu Dzikir Jahr dalam Thariqoh Qhadiriyyah dan Dzikir Khafi dalam Thariqoh Naqsybandiyyah. Syekh Ahmad Khatib Sambas menjadi pelopor pemikiran Thariqoh Qhadiriyyah wa Naqsyandiyyah walaupun lama bermukim di Mekah pada pertengahan abad ke-19, maka banyak yang bersedia menjadi muridnya baik dari Negara Malaysia, Jawa dan luar Jawa. Pada perkembangannya Thariqoh wa Naqsyabandiyyah di Nusantara banyak yang bersumber kepada salah satu atau ketiga menjadi Mursyid pertama, mulai dan Syaikh Abdul Karim paman Syekh Nawawi Banten sebagai pimpinan Thariqoh. Sedangkan muridnya meneruskan dan berjasa besar untuk mengembangkan Thariqoh wa Naqsyabandiyyah di Nusantara yaitu, Kiai Asnawi Caringan Banten (w.1937), Syekh Zarkasyi (1830-1914 M), pada tahun 1860. Sementara Syekh Zarkasyi pada periode pertama mengembangkan Thariqoh wa Naqsyabandiyyah diteruskan pada periode kedua Muhammad Siddiq dan diteruskan ke periode ketiga yaitu KH. Nawawi Berjan Purworejo Jawa Tengah. Pada periode KH Nawawi pada mulanya tidak bersedia untuk di baiat menjadi mursyid karena alasan berjuang bersama laskar Hizbullah pada saat itu, lalu pamannya, memberanikan diri Kiai Abdul Majid Pagedangan matur untuk di baiat sebagai mursyid tapi KH. Nawawi jawabannya tetap sibuk berjuang bersama laskar Hizbullah, maka sementara kedudukan mursyid dilanjutkan oleh pamannya sendiri, Simbah Kiai Munir bin Zarkasyi. Setelah pasca perjuangan melawan penjajah, dan saudara kandung mirip ayahandanya wafat bernama Muhammad Kahfi pada hari kamis tanggal 6 Dzulqo’dah 1371/1950 M, maka barulah KH Nawawi berkenan untuk di baiat sebagai mursyid kepada Simbah Kiai Munir (w. 1958) Amanah yang berat sebagai pewaris pimpinan pondok pesantren dan juga sebagai mursyid Thariqoh wa Naqsyabandiyah selama 35 tahun (1947-1982). Pada saat itulah, KH Nawawi mulai merasakan keadaan terhadap aliran dan organisasi Thoriqoh yang berkembang dengan saling menyalahkan dan bahkan mengkafirkan antara aliran Thariqoh seperti Thariqoh Tijaniyyah dan Thariqoh Syathoriyyah yang sejatinya sama-sama berasal dari organisasi NU. Pada tanggal 31 Desember Tahun 1955 KH Nawawi Berjan dan KH Masruhan berdialog untuk berusaha meluruskan para penganut Thariqoh dan perlunya menyepakati dalam bentuk Jam’iyyah thariqoh yang benar dan lurus, mana yang mu’thabaroh maupun yang tidak. Sekitar dua tahun kemudian, KH Nawawi bersilaturrahim kebeberapa daerah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah bersama Kiai Mahfudz Rembang, maka pada tahun 1957 yang didampingi oleh Kiai Abdurrahim Pagedangan sehingga melahirkan Tim Pentasheh Thariqoh yang beranggotakan enam orang diantaranya Kyai Muslih Mranggen, dan Kiai Baedlowi Lasem. Dengan keperihatinan dalam menyaksikan maraknya perpecahan dikalangan para penganut Thariqoh ini, kemudian KH Nawawi mengabadikan dalam catatan buku hariannya dengan menulis yaitu cara-cara yang menjalin hubungan persatuan berbagai panganut Thariqoh. Menurut catatan-catatanbuku harian KH Nawawi, cara-cara mengeratkan ukhuwah di antara ikhwan thoriqoh. Pertama, para mursyid diberi tuntunan-tuntunan asas Thoriqoh yang semuanya asas-asas tadi dimengerti sampai tahu betul para murid dengan asas tujuan Thoriqoh hingga paham adab-adabnya murid Thoriqoh, adab kepada guru dan adab teman-teman Thoriqoh dengan inshaf, dan patuh terutama adab ma’a Allah dan Rasulnya. Kedua, supaya dianjurkan tazawur diantara mursyidin dengan para abdal satu sama lain, dengan tukar pikiran bagaimana caranya mentarbiyah murid-murid mana yang baik ditiru oleh ikhwan lain agar menambah amal khair. Ketiga, para mursyid menganjurkan kepada abdal-abdal supaya berangkat khataman, tawajuhan dan riyadloh jasmaniyah dan rohaniyah serta tafakkur yang dapat mendekatkan muroqobah hingga para ikhwan Thoriqoh bisa melatih diri inshaf kepada ajaran-ajaran Sufi yang mana bisa sabar dan Ridho pada hukum Allah, dan membuat kebaikan kepada makhluk serta cinta kepada teman-teman dan menjauhi larangan-larangan tuhan dan terus mengabdi tambahannya ilmu serta ingat kepada mati agar giat beribadah. Dengan terbentuknya panitia sementara dalam rencana penyelenggarakan kongres pertama. Maka pada tanggal 11 Agustus tahun 1956 dengan susunan kepanitiaan Pelindung KH Romli Tamim Rejo Jombang dan Ketua I KH Nawawi Berjan serta pembantu-pembantu I KH Khudlori Magelang. Hasil Presidium Kepengurusan Kongres perdana dengan Anggota KH. Mandhur, KH. Chudlori Tegalrejo, KH. Usman, KH. Chafidz Rembang, KH. Nawawi, KH. Masruchan Brumbung, dengan sidang pertama di Rejoso Jombang. Kesepakatan kongres pada tanggal 19/20 Rabiul awal 1377 atau 10 Oktober 1957 sebagai hari lahir Jam’iyyah Ahli Thariqoh al-Mu’tabaroh. Pendirian Jam’iyyah ini telah direstui oleh KH. Dalhar Watucongol, walaupun pada saat itu beliau tidak berkenan naik panggung.Dalam kongres Jam’iyyah Ahli Thoriqoh ke 1 pada tanggal 12-13 Oktober 1957 di Tegalrejo Magelang dalam kapasitasnya sebagai ketua Panitia Kongres, KH. Nawawi dan Kyai Siraj Payaman yang paling banyak memberikan Jawaban setiap pertanyaan dari peserrta, termasuk dari Kiai Mahrus Lirboyo.KAROMAH / KERAMATPada waktu wafatnya KH. Nawawi , tempat yang digali untuk pemakaman beliau tiba-tiba memancarkan cahaya sangat terang yang ditimbulkan oleh batu-batu yang menyerupai berlian/ permata. Seketika orang yang berada di sekitarnya berebut mengambil batu-batu tersebut untuk dibawa pulang ke rumahnya. Konon, semasa hidupnya beliau pernah berwasiat ketika wafat nanti supaya dimakamkan di tempat tersebut. SubhanallohWafatBeliau wafat pada hari Ahad Pahing , tanggal 4 Syawal 1982 sekitar jam 23.00 WIB. dan di makamkan di Pemakaman Keluarga Desa Bulus Gebang Purworejo , pada waktu Upacara Pemakaman doa pemberangkatan dipimpin oleh KH. Nadzir Kebarongan Banyumas dengan diamini oleh KH. Achmad Abdul Haq Dalhar ( Mbah Mad ) Watucongol Magelang, KH. Mustholih Badawi Kesugihan Cilacap dan para muazziyin, muazziyat yang hadir. AlfatihahSumber :* Buku Mengenal KH. Nawawi Berjan Purworejo hal. 38, 39, 40 )* Pondok Pesantren An-Nawawi purworejo BIOGRAFI SINGKAT KH. NAWAWI BERJAN PURWOREJO TOKOH DIBALIK BERDIRINYA JATMAN Allaahumma sholli 'alaa Sayyidinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shobihi wa sallimDi tulis ulang dari grup / halaman facebook :Nunu Isco ke SEJARAH ULAMA DAN KARAMAHNYADi dalam grup tersebut tulisan ini di publikasikan oleh :Nunu Isco ke SEJARAH ULAMA DAN KARAMAHNYASemoga Allah memberikan kebaikan dan manfaat atas tulisan ini bagi kita semuanya, Amin...
http://www.masdull.com/2020/01/biografi-singkat-kh-nawawi-berjan.html
1 note
·
View note
Note
What the fuCK
Pemalang Regency is a regency (Indonesian: kabupaten) on the north coast of Central Java province in Indonesia. Its capital is the town of Pemalang. The regency is bordered by the Java Sea in the north, in the east by Pekalongan Regency, by Purbalingga Regency in the south, and by Tegal Regency in the west. It covers an area of 1,118.03 km2, and had a population of 1,261,353 at the 2010 Census;[1] the latest official estimate (as at January 2014) is 1,276,823.
Avin Sholema H[edit]
Widi M Yahya
Archaeological evidence demonstrates settlement in Pemalangduring prehistoric times. The findings of the punden and baths in the north-west of the District Moga. Ganesha statue, phallus, graves and tombstones in the village Keropak. Besides archaeological evidence that suggests the existence of an Islamic cultural elements can also be connected such as the grave of Sheikh Maulana Maghribi in Comal Kawedanan. There is also the grave of Rohidin, Sayyid uncle of Sunan Ampel Ngali who had a mission to convert the local population.
Pemalang's existence in the 16th century can be attributed to van Goens Rijkloff records and data in the book of W. Fruin Mees stated that in 1575 Pemalang is one of 14 independent regions in Java, led by a prince or a king. In a later development, and Panembahan Seda Senopati Panembahan Krapyak of Mataram conquered these areas, including Pemalang. Since then Pemalang become vassals of Mataram area ruled by Prince or vassal king.
Pemalang and Kendal in the period before the 17th century is an area that is more important than Tegal, Pekalongan and Semarang. Because the highway linking the northern coast to the hinterland of Central Java (Mataram) that crosses Pemalang and Wiradesa regarded as the oldest road connecting the two regions.
As the population of rural settlements that have regularly appeared in the early centuries AD to the period of the 14th and 15th centuries, and then growing rapidly in the 16th century, which increased during the development of Islam in Java under a kingdom of Demak, Cirebon and then Mataram.
At that time Pemalang have successfully established traditional governance in the years around 1575. Figure origins of Pajang named Prince Benawa. The Prince is King Jipang origin who succeeded his father who had died, Sultan Adiwijaya.
The position of the king was preceded by a bitter feud between him and Aria Pangiri.
Too bad Prince Benawa can only rule for one year. Prince Benawa died and based on local belief states that Prince Benawa died in Pemalang, and was buried in the village Penggarit (now the Heroes Cemetery Penggarit).
Duchy subordinate Mataram
Pemalang into administrative territorial unit steady since R. Mangoneng, Pangonen or Mangunoneng became ruler Pemalang region centered on Hamlet Oneng, Bojongbata village in about 1622. During this period Pemalang is apanage of Prince Purbaya of Mataram. According to some sources Mangoneng R is a figure that local leaders supporting the policy of Sultan Agung. A character who is very anti- VOC. Thus Mangoneng can be seen as a leader, soldier, warrior and hero of the nation in the fight against the Dutch colonization in the 17th century is the struggle against the Dutch under the banner of Sultan Agung of Mataram.
In about 1652, Sunan Ingabehi Subajaya Amangkurat II lifted into the Regent Pemalang after Amangkurat II established rule in Mataram throne after uprising Trunajaya extinguished with the help of the VOC in 1678.
Diponegoro War
According to the Dutch in 1820 Pemalang then ruled by a regent named Mas Tumenggung Suralaya. At this time Pemalang has been closely associated with the character Kanjeng Swargi or Kanjeng Pontang. A regent involved in the war Diponegoro. Swargi Kanjeng is also known as Gusti Sepuh, and during the war he managed to flee to the Netherlands Sigeseng or Kendaldoyong. Tomb of Gusti Sepuh can be identified as the tomb of Kanjeng Swargi or Reksodiningrat. In times of year reign between 1823-1825 i.e. during Reksadiningrat Regents. Note Netherlands said that the persistent assist the Dutch in the Diponegoro war in the North Coast area of Java just - regent regent Tegal, Kendal and rods without mentioning Regent Pemalang.
Meanwhile, in another part of the book P.J.F. Louw, entitled De Java Oorlog van 1825 -1830 reported that Van den Resident Poet organize some good lineup of Tegal, Pemalang and Bradford to defend themselves from Diponegoro in September 1825 until the end of January 1826. Involvement in helping the Dutch Pemalang this can be attributed with the Dutch statement stating Duke Reksodiningrat only officially recorded as regent until 1825 Pemalang. deployment and probable events that occur after the Pemalang Reksodiningrat Duke joins forces which resulted in the Dutch Diponegoro stop Regent Reksodiningrat.
In 1832 the Regent Pemalang Mbahurekso is Raden Tumenggung Sumo Negoro. At that time due to the success of abundant prosperity of agriculture in the area Pemalang. As is known Pemalang is the producer of rice, coffee, tobacco and peanuts. In a report published at the beginning of the 20th century, stated that Pemalang a Karisidenan department and the District of Pekalongan. Pemalang section divided into two Pemalang and Randudongkal. And all district is divided into 5 districts. So thus Pemalang a district name, district and Onder Karisidenan District of Pekalongan, Central Java Province.
First of all district center located in the village of Oneng. Although there are no remnants of this district, but still found another clue. Instructions in the form of a hamlet named Oneng which can still be found today in the village of Bojongbata. While all district centers are both confirmed to be in Ketandan. The remains of the building can still be seen today is around Ketandan Clinic (Department of Health). The third district is the center of the current district (all district near Town Square Pemalang). The district is now also the rest of the buildings built by the Dutch colonial. Which subsequently went through several rehab and renovation of buildings up to forms joglo as typical building in Central Java.
Dutch colonial period and beyond
Thus all district has been established as an administrative entity after the Dutch colonial administration. In biokratif all district administration also continue to be addressed. From the colonial bureaucratic forms that smells feudalistic bureaucracy towards more in line with developments in the present.
Anniversary and sesanti[edit]
As a top penghomatan Kabupten Pemalang the history of the formation of local governments have agreed to give the attribute Anniversary Pemalang. It is always to commemorate the birth history of all district also to provide the nuanced values of patriotism and the values of heroism as a mirror of the people of all district.
One alternative determination anniversary all district was at the time a statement of Prince Diponegoro to levy war against the Dutch Colonial, which is dated July 20, 1823. However, based on the discussion of experts set up by the team all district, the so Pemalang is dated January 24, 1575, or coincide with POND Thursday 1st of Shawwal 1496 Hijri Je 982. The decision was further stipulated in Local Regulation regency of all district No. 9 of 1996 on the anniversary of all district. In 1575 to form the Solar sengkala realized Lunguding Word Wangsiting Gusti having literal meaning: wisdom, speech / Sabdo, teachings, messages, Lord, to have a value of 5751. While 1496 Je realized by Candra sengkala Tawakal Ambuko Wahananing Manunggal that have meaning literally surrender, open, vehicle / container / tools for, unity / together with having the value 6941.
As for all district Sesanti is Pancasila Kaloka Panduning Nagari, with five basic literal meaning, famous / well-known, the guidelines / guidance, country / region to have a value of 5751.
Geography[edit]
The northern part of the regency is lowland, while the southern part is mountainous, with the peak of Mount Slamet (on the border with Tegal and Purbalingga), the highest mountain in Central Java. Kali Comal River is the largest, which empties into the Java Sea (Edge Pemalang).
The regency capital is located at the northwest tip of the regency, directly adjacent to the Tegal regency. Pemalang is on the coastal road between Semarang and Surabaya Jakarta. In addition there is a provincial road that connects Pemalang with Purbalingga. One of the famous tourist attractions is the beach Pemalang thistle.
The regency lies in Central Java province, located on the northern coast of Java. Geographically the district is located between 109° 17'30" - 109° 40'30" E and 6° 52'30" - 7° 20'11" S.
From Semarang (Central Java provincial capital), this district is approximately 135 km to the west, or if reached by land vehicles takes approximately 3–4 hours. The whole district has an area of 111,530 km².
Thus the whole district has a strategic position, both in terms of trade and government.
The district has a varied topography. The northern part of the district is a coastal area with an altitude ranging from 1 to 5 metres above sea level. The central part is a fertile lowland with an altitude of 6 to 15 metres above sea level; and the southern highlands and mountains are lush with cool air with at an altitude of 16 to 925 metres above sea level. The district region is crossed by two major rivers - the Waluh River and the Comal River. Most of the region is a fertile watershed.
Administrative divisions[edit]
Pemalang Regency consists of fourteen districts (kecamatan), tabulated below with their populations at the 2010 Census.[2] The districts are further divided into a number of villages (dankelurahan). The administrative centre of government is in the Pemalang District. In addition to Pemalang, other significant district towns are Comal, Petarukan, Ulujami, Randudongkal and Moga.
All districts are mostly Javanese-speaking. In the west and south, inhabitants speak the Javanese dialects of Tegal and Banyumasan, while in the east (Petarukan, Comal, Ulujami, Ampelgading and Bodeh) they speak in the Javanese dialect of Pekalongan.
Industry[edit]
Just to the south of Pemalang, there is one large sugar mill named Sumberharjo sugar mill. Although not a popular tourist destination, the mill have many historical significance which regularly attract railfans from Britain or Europe: it is the last place where we can see Du Croo & Brauns steam locomotives in working order,[3] it is also the last sugarcane in Central Java who still operates its field lines (as in 2014 harvesting season),[4][5][6] and one of only two sugar mills in Java who regularly deployed their steam locomotives into the field lines.
Tourism[edit]
Is a famous tourist attraction Blendung Beach, Beach Water Park, thistle, and Cempaka Wulung upland Moga, waterfall bengkawah and cilating in belik, arugn jerang in tegalarja warungpring Arts and culture are well known Baritan, Kuntulan and Sintren Shopping on Pemalang Among other Pemalang Yogya department store, department store Bases, Sirandu Mall, Pemalang Permai Apartment, Plaza Pemalang (Matahari Department Store).
3 notes
·
View notes
Text
flustered and offended
#my art#original characters#original story#kucing hitam dan kepik#sultan senopati#yudhistira pramudya#senopram#comic#digital art#artists on tumblr#codependent slightly psychosexual rivals ship my beloved#god theyre not even the main charas lmao i promise ill post the mcs later
0 notes
Text
Flaming Vaginas + Warrior Wives
Been reading Peter Carey and Vincent Houben’s “Perempuan-perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX” (”Mighty Women In Java, 18th-19th Centuries”).
It’s in Indonesian, and my Indonesian’s not great, so it is slow-going. Here are some bits, ineptly translated:
+
FLAMING VAGINAS
“Two examples of female figures from pre-colonial Javanese history who functioned as the foundations of dynasties and wellsprings of magic power are Ken Dedes -- Queen of Singosari and wife of the famous Ken Arok, King of Tumapel-Singosari -- in the early 13th Century; and Dewi Mundingsari -- second daughter of Raja Sigaluh of Pajajaran ...
“Both women were so ‘hot’ -- in magical terms -- that their vaginas burned with light, and only men of extraordinary mystic ability could wed them (Brandes 1897:35-49,53). According to the Pararaton (The Book of Kings) ... such ‘hot’ women are ardhanariswari -- the annointed among womankind.
“A man -- however poor or low in social status -- who could have a child with such a woman is destined to become a famous king (Schrieke 1957:72). This was why Ken Arok, who according to legend was a commoner -- even though he was said to have the blood of Vishnu -- became king of Tumapel-Singosari.
“The princess of Pajajaran, Dewi Mundingsari, in the Serat Sekondhar, was also so ‘hot’ no prince of Java could wed her. In the end the unfortunate princess was sold to the Dutch, with a dowry of three cannon -- three objects shaped like the male lingam. The mystic Baron Sukmul -- father of Jan Pieterszoon Coen, the Dutch-Javanese pioneer -- married her, founded a new kingdom (Batavia) in the port of Sunda Kelapa, and was considered a successor of Pajajaran ...
“The significance of these women -- Ken Dedes and Dewi Mundingsari -- was their incredible spiritual strength. With this power they lent their husbands kingship, a royal legitimacy that could be inherited by progeny (Schrieke 1957:71-2). Meanwhile, the ability of the husbands who could tame these women’s extraordinary force -- as symbolised by their shining vaginas -- demonstrated how male power, otherwise harmful to the peace of the world, could be channeled into courses where it brought fecundity and harmony (Lind 1975:116-7).”
+
NYAI KIDUL, QUEEN OF THE SOUTH SEAS
“... Queen Kidul is the protector-goddess of Mataran and the mystic consort of its kings. In the Babad Tanah Jawi (Olthof 1941:78-9,140), both Panembahan Senopati (circa 1584-1613) and Sultan Agung (1613-46) were said to have left Parangtritis to meet the Queen in a spirit-filled palace under the sea. There they made love to her. This intimate and special relationship between the founders of Mataram and the Queen ushered a golden for that kingdom in the early 17th Century ... “In Surakarta, the most important dance honouring the Queen of the South Seas is the Bedoyo Ketawang, a classical dance that involves nine female dancers; these dancers must be young women of noble or royal descent. The choreography sketches a meeting between Queen Kidul and Senopati, and the Queen is praised, and given offerings of intricate batik cloth and her favourite foods (De Cock Wheatley 1929:208; Tirtaamidjaja 1967:31-61; Hadiwidjojo 1972:117-26; Hostetler 1982:127-42). When the dance is performed correctly -- when its dancers are ritually clean (not menstruating) and calm of heart -- the Queen manifests by entering the bodies of one of the dancers. In this trance state, that dancer is guided to the Proboyekso (the king’s private chambers), where she will make love to the king in a ritual that recalls Senopati’s mythic seduction of Queen Kidul. “According to Boow (1984:4), the king identifies which dancer is possessed, because he sees a greenish glow issue from her vagina -- a detail that reminds us of the symbolic “fiery cave” of a Ken Dedes or Pajajaran princess, as discussed previously.”
+
PRAJURIT ESTRI -- WARRIOR WIVES
“A special feature of south-central Javanese courts often cited by Dutch accounts is the number of women in them. Francois Valentijn (1666-1727) ... commenting about the Mataram palace in Kartasura in the early 18th Century, reports that over 10,000 women lived in the court’s environs ...
“When the king miyos (emerged) from the palace to meet with his subjects ... he was always flanked by a troop of all-women bodyguards. They were called abdi-Dalem Priyayi Manggung or prajurit keparak estri (or Langenkusumo troopers), and their number was drawn from district-level gentry.
“Variedly armed -- with shields, bows, poison-tipped arrows, spears, blowpipes, and rifles -- ten of their number were charged with bearing the royal regalia: drinking vessels, boxes for betel and perfumes, tobacco pipes, golden umbrellas and special clothing ...
“Though the most beautiful princesses were chosen, often with much care (Ricklefs 1974a:304 note 42; Carey 1992:413 note 73), they rarely became concubines, and were often “gifted” to nobles as wives. As wives of court nobles, they were considered to be more fortunate than concubines, who cannot accept offers of marriage so long as the king still lives, and sometimes even after (Kumar 2008:6). According to Valentijn, the prajurit estri given thusly as wives looked “happy and proud” at the prospect, knowing that their princely husbands would never dare to mistreat them, lest they incur their liege-lord’s wrath (Kumar 2008:6, quoting Valentijn 1726:59-60).
“The expansion and training of the prajurit estri was something of an obsession for the second Sultan of Yogya. His mother, Ratu Ageng (ca. 1732-1803) ... served as the first commander of the sultanate’s “Srikandi Corp”, in the early days of the Yogyakarta court, post-November 1755 (Carey 2012:90). According to Javanese sources, there was much grumbling among the husbands and fathers of the realm at the end of the 18th Century, because so many young wives and daughters were conscripted into the prajurit estri ...
“In the late 18th and early 19th Centuries, military-minded senior VOC officials expressed their wonder at the skill of these prajurit estri as mounted soldiers. Jan Greeve, Governor of Northeast Java (1743/4-1793, served 1787-91) ... was greeted at the Dutch Settlement in Mangkunegaran, where female soldiers fired salvos 'of such accuracy and regularity that we were amazed', ‘they fired their hand weapons [cavalry carbines] thrice with great accuracy ... followed by volleys of small arms [Javanese-made light artillery designed for cavalry use] arrayed by their sides ...’ (Kumar 2008:11-12). The skill of the “Srikandi Corp” at firearms stood in stark contrast to that of the male palace soldiery, who were notoriously ill-trained in long rifles and artillery (Carey 2012:9).
“ ... these warriors were not just for the parade ground, but possessed real fighting ability, as the English saw in their attack on the Yogya court on 20 June 1812. One of the unfortunates of that incident was a Scots lieutenant from an English regiment, Hector Maclean (ca. 1790-1812). He attempted to carry off a court princess as a spoil of war, but was stabbed for his troubles. (d’Almeida 1864, II:136-7; O’Donnell 1893:100; Carey 1992:414 note 78; Carey 2012:245).”
+
(From Gadis Buku, fine purveyor of Indonesian titles. Mun Kao spotted this at their table, at a book fair we were part of two weeks ago.)
+
(Image source:
https://commons.wikimedia.org/wiki/Category:Nyai_Roro_Kidul#/media/File:Kanjeng_Ratu_Kidul.jpg )
14 notes
·
View notes
Text
TURISIAN.com – Pemerintah Kabupaten Bantul, melalui Dinas Pariwisata akan mengembangkan beberapa ikonik pariwisata. Salah satunya adala kehadiran ‘Prajurit Mataram’ di beberapa fasilitas umum. Rencana ini, diproyekan bisa terwujud pada tahun 2024 setelah master plan atau blue print sudah siap. Keinginan tersebut sejalan dengan program pemerintah daerah yang akan mendeklarasikan Bantul Bumi Mataram. “Kami tahun ini mulai meluncurkan Branding Bumi Mataram. Untuk itu, berbagai persiapan kami lakukan agar menjadi harapan semua masyarakat. Tema ini kami ambil karena melihat dari hostorikal yang ada,” kata Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul Kwintarto Heru Prabowo dalam perbicangan dengan Turisian.com, baru-baru ini. BACA JUGA: Pariwisata Bantul Siap Menyambut Wisatawan Mancanegara, Tampilkan Atraksi di YIA Menurut Heru, Bantul merupakan salah satu point penting wisatawan mancanegara saat berkunjung ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kendati selama ini, durasi kunjungan belum sesuai yang diharapkan, namun beberapa tahun ke depan Bantul akan berubah menjadi tujuan utama Wisman. “Kalau selama ini, wisman datang ke DIY tujuannya ke Borobudur. Ke depan, mereka melihat Bantul sebagai pilihan. Artinya, mereka (wisman) tidak sekedar lewat lalu pergi, tetapi bisa stay lama disini,” ungkapnya. [caption id="attachment_8922" align="alignnone" width="751"] Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul Kwintarto Heru Prabowo. Foto: Ist[/caption] Oleh sebab itu, pihaknya, sekarang terus mempersiapkan instrument sektor pariwisata dari berbagai sisi. Termasuk sejarah masalah lalu yang menjadi kekuatan budaya Bantul. BACA JUGA: Pantai Depok Bantul, Tempat Asyik Nikmati Keindahan Alam dan Sajian Seafood Kerajaan Mataram Islam Sebagaimana diketahui, secara historical Kerajaan Mataram Islam pertama lahir di Desa Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. “Pada waktu itu, pernah jaya Panembahan Senopati dan Sultan Agung. Jejak-jejak itu yang akan kami bangun kembali sebagai warisan budaya yang bisa disaksikan masyarakat tidak saja di Indonesia, tetapi juga dunia,’ papar Heru. Bantul tidak bisa dipungkiri mencatatkan sebagai Bumi Mataram karena beberapa raha-raja masa itu dikebumikan atau dimakamkan disini. “Artinya apa, bahwa mataram lahir di Bantul pernah jaya pada masanya dan sekarang masih eksis penerusnya. Hal itu bisa dilihat adanya kasultanan, kasunanan,pakualaman, dan mangkunegara,” jelas Heru. BACA JUGA: Berburu Spot Foto Eksotik dan Instagenic di Hutan Pinus Pengger Bantul Bersamaan dengan itu, sudah waktunya untuk mengangkat kembali tatanan kehidupan masyaraat yang adi luhung. “Yogyakarta itu, sejak lama sudah sangat dikenal dengan sopan santunnya, ramah-tamah dan unggah-unguh. Ini jangan sampai terkikis karena modernisasi sehingga perlu lestarikan warisan budaya ini,” tegasnya. Generasi muda sekarang harus dikembalikan ke tepo selero sehingga hal-hal yang kurang baik bisa diedukasi dengan etika dan moral. “Andhap asor, harus menghormati orang lain. Itu sebetulnya, inti dari nilai-nilai budaya yang justru juga menjadi daya tarik wisman,” kata Heru. BACA JUGA: Gumuk Pasir Parangkusumo, Destinasi Wisata yang Unik dan Mendunia Kembali pada rencana untuk menghadirkan ‘Prajurit Mataram’, menurut Heru, pihaknya optimis pada tahun 2024 sudah bisa terlaksana. “Kalau di Inggris kita kan bisa menyaksikan beberapa tempat ada penjagaan dengan berpakaian khas kerajaan. Kami berencana kalau, seiring dengan branding Bantul Bumi Mataram juga ada tempat-tempat yang dijaga Prajurit Mataram,” ungkapnya. Prajurit Hadir di Mal dan Perkantoran Sebut saja, misalnya di tempat pelayanan public seperti Front Office (FO) menggunakan pakaian tradisonal Mataram. BACA JUGA: Desa Wisata Gerbang Banyu Langit Bantul yang Nyaman Buat Wisata Keluarga “Sebagai bentuk penyambutan tamu.Lebih dari itu, bisa saja di mal, pasar,perkantoran dan sebagainya, nanti Satpam-nya menggunakan pakaian Prajurit Mataram. Jadi, kita bisa membayangkan seperti di Inggris.
Karena apa? Kalau kita lihat di Inggris sana, dengan pakaian atrbut kerajaan itu ternyata para wisatawan banyak yang ingin minta foto bersama. “Kalau itu ada di pasar, perkanotran dan Mal sangat mungkin para wisatawan juga ingin berfoto dengan pakaian daerah dan sebagainya,” pungkasnya. ****
0 notes
Text
DINAR ADALAH EMAS MURNI
DINAR ADALAH EMAS MURNI. Dalam buku OSMANLI ALTINARI ini dijelaskan mengenai berat, kadar dan diameter dinar dari masa 700 tahun pemerintahan Kekhalifahan Ottoman. Koin emas pertama Ottoman mempunyai berat, kadar dan diameter yang sama dengan koin emas Venesia, yang beredar di pasar wilayah Timur, kemurniaan koin tersebut 99.3, persen, berat 3.508 gram dengan dia meter 20 mm. Lalu perbaikan kedua dilakukan oleh Sultan Mustafa II (1695-1703) dan Sultan Ahmet III (1703-1730) dengan menyempurnakan kemurnian koin emas menjadi 24 karat, yang sebelumnya sempat terjadi degradasi kadar koin di Mesir. Emas dalam bahasa Turki disebut Altin (Altyn), salah satu pecahan koin emas Ottoman disebut, Sultani. Dari sini diketahui tujuan pertama dari mencetak koin emas adalah berbahan emas murniDegradasi kemurnian koin terjadi setelah masa itu mulai dari 95.6, 87.3, 83.0, 80.0 dan 74.8 persen. Sampai akhirnya dinar emas hilang dari peredaran sejak Kesultanan Ottoman dihapus secara paksa pada tahun 1924 oleh pengkhianat Islam bernama Kemal.
Hari ini , 793 tahun yang lalu wafatnya beliau Pendiri dan Sultan Pertama Kekhalifahan Daulah Utsmani yaitu Sultan ‘Utsman Ghazi di Kota Bursa pada umur 68 tahun. Osman (‘Utsman) bin Ertuğrul menggunakan gelar yang menggabungkan pemimpin dan panglima perang yaitu Sultan dan Ghazi.Penggunaan gelar inilah jadi kultur penggunaan gelar di kesultanan di Nusantara , dan yang paling mencolok pendiri Kesultanan Mataram di Kotagedhe (Bantul, Yogyakarta) dengan Gelar Panembahan Senopati bermakna Sultan GhaziKarena Kesultanan di Nusantara dan Jawa memiliki Geocentral kepada Daulah ‘Utsmani (Ottoman-centris) setelah Islam masuk, yang dimana zaman pra-Islam kerajaannya memiliki Geocentral India
1 note
·
View note
Text
Raja Mataram yang berusaha untuk merebut kembali Batavia dari tangan VOC adalah….
Raja Mataram yang berusaha untuk merebut kembali Batavia dari tangan VOC adalah….
Raja Mataram yang berusaha untuk merebut kembali Batavia dari tangan VOC adalah…. a. Sultan Agung b. Sultan Ageng Tirtayasa c. Panembahan Senopati d. Amangkurat I e. Hamengkubuwono V Jawaban: a
View On WordPress
0 notes
Photo
di Hari Kemis Paing ini Kuprit menelaah . The Man Behind The Gun, Siapa yang menghabiskan air kelapa muda dalam sekali teguk saja (ngombe degan saendegan) maka anak turunnya akan menjadi Raja Agung Tanah Jawa . Yang metik Ki Ageng Giring, yang minum Ki Ageng Pemanahan, karena saking kehausan, mampir dari berburu kembang lampir. Dan benarlah, anak keturunan Ki Ageng Pemanahan menjadi Raja Penguasa Tanah Jawa, mulai dari Panembahan Senopati, Sultan Agung, turun temurun hingga Susuhunan Pakubuwono di Solo dan Sultan Hamengkubuwono di Jogja, . Semoga Mengharukan . . Swipe >>> Lana del Ray Si cantik asal Amrik . . #bonekacustomsatuan #bonekacustomwajah #idekado #kadounik #bonekapersonal #bonekakarakter #bonekapenyanyi #lanadelray #kuprit #siKuprit #legendaSiKuprit #komikkuprit #komiklucu #komikstrip #plesetanjogja #webtoonIndonesia (at Boneka Custom Satuan) https://www.instagram.com/p/CNGhB02FP7i/?igshid=gw9lyhn8k148
#bonekacustomsatuan#bonekacustomwajah#idekado#kadounik#bonekapersonal#bonekakarakter#bonekapenyanyi#lanadelray#kuprit#sikuprit#legendasikuprit#komikkuprit#komiklucu#komikstrip#plesetanjogja#webtoonindonesia
0 notes
Text
Misteri Gerbang Dunia Nyata dan Gaib di Laut Selatan, Persembahan untuk Ratu Kidul
data keluaran hk 2019 – Cerita mengenai Kanjeng Ratu Kidul tak bisa lepas dari pantai Parangkusumo yang lokasinya 30 kilometer dari Yogyakarta.
Konon, pantai itu dianggap keramat karena dipercaya sebagai gerbang menuju Kerajaan Laut Selatan.
Siti Jumanah, pemandu wisata dan abdi dalem Keraton Yogyakarta Hadiningrat, dalam tur virtual dari HIS Travel mengatakan, pantai itu dianggap sebagai gerbang yang menghubungkan dunia nyata dan dunia gaib laut pantai Selatan.
Pantai Parangkusumo dulu merupakan tempat bertapa Danang Sutawijaya alias Panembahan Senopati yang disebut bertemu dengan Ratu Kidul di sana.
Dalam Babad Tanah Jawi, disebut Danang bertapa karena ingin menjadi Raja Mataram, kemudian Ratu Kidul berjanji membantu mengabulkan keinginannya dan membantu menjaga ketentraman rakyat Mataram hingga turun temurun.
“Panembahan Senopati diajak Kanjeng Ratu Kidul ke istana keraton laut Selatan di dasar samudera, lalu terjalinlah cinta dan itu merupakan awal kisah pernikahan spiritual antara Kanjeng Ratu Kidul dan Danang Sutawijaya,” jelas Siti, Sabtu (15/8/2020), dilansir Antara.
Sebagai imbalannya, Danang Sutawijaya rutin memberikan persembahan di Pantai Selatan yang masih rutin dilakukan lewat ritual upacara labuhan. Ritual ini merupakan permohonan menghilangkan sifat buruk dengan melarung barang-barang ke Laut Pantai Selatan.
“Ini perwujudan filosofi menjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan alam,” jelas Siti.
Pantai Parangkusumo masih dianggap sakral hingga saat ini, buktinya masih banyak orang yang datang untuk berdoa atau bersemedi di sana.
Menurut Aryono dari Historia.id, kebiasaan ini bermula dari perilaku masyarakat yang meniru gerak-gerik pemimpin mereka.
“Masyarakat lihat apa yang dilakukan raja kepada Kanjeng Ratu Kidul, mereka mengikutinya. Kalau raja melakukan sebuah ritual, masyarakat juga mengikutinya.”
Mengenai pernikahan spiritual antara Ratu Kidul dan Panembahan Senopati, Aryo mengatakan Babad -kumpulan naskah bahasa Jawa- tak sepenuhnya berisi sejarah akurat, namun dihiasi juga oleh berbagai mitos yang tujuannya untuk mengkultuskan raja.
Aryo menuturkan, sastrawan Pramoedya Ananta Toer berpendapat kisah Ratu Kidul hanya mitos yang diciptakan untuk menutupi berita kekalahan Sultan Agung yang gagal menyerang Batavia, juga gagal menguasai pantai utara Jawa. “Maka, dibuat mitos bahwa dia masih kuat di pesisir selatan,” tutur dia.
Misteri Laut Selatan
Laut Selatan diselimuti banyak misteri karena ganasnya laut menimbulkan berbagai kecelakaan di sana. Namun, mitos bahwa insiden di laut berhubungan dengan Ratu Kidul sebetulnya bisa dijelaskan secara ilmiah.
Aryo menuturkan, berdasarkan beberapa kajian, banyak korban berjatuhan di sana karena arusnya memang kencang.
“Kalau bawa botol kosong, lemparkan ke salah satu sudut laut, jika botol terapung dan kembali ke pantai, arus lautnya minimal. Kalau botol terus terbawa ke tengah laut, lokasi itu punya arus laut tinggi.”
Begitu pula tentang larangan memakai baju hijau di pantai selatan yang konon disebabkan warna itu identik dengan Ratu Kidul.
Mengutip Pram, Aryo mengatakan, warna hijau identik dengan seragam VOC. “Larangan itu dibuat agar orang-orang melupakan keterkaitan antara warna hijau dengan seragam VOC,” katanya.
Dia juga membahas tentang lukisan Kanjeng Ratu Kidul yang dibuat oleh maestro Basoeki Abdullah.
Basoeki, kata Aryo, melukis Ratu Kidul berdasarkan anggapan banyak orang kalau sosok itu memiliki raut wajah yang cantik. Dia memilih seorang istri dokter bernama Nyonya Harahap sebagai model untuk lukisan Ratu Kidul.
“Setelah lukisan jadi, tak lama kemudian Nyonya Harahap meninggal karena sakit kanker. Semula, Basoeki anggap itu kebetulan,” katanya.
Dia mengutip buku biografi Basoeki Abdullah dari Agus Dermawan, maestro lukis itu membuat beberapa lukisan Ratu Kidul lain dengan model yang berbeda. “Pas lukisan jadi, modelnya sakit atau meninggal.”
0 notes