#resensipilihan
Explore tagged Tumblr posts
fahrirasihan · 4 years ago
Text
Second Sister - Putri Kedua karya Chan Ho-Kei
Tumblr media
• Judul : Second Sister - Putri Kedua
• Penulis : Chan Ho-Kei
• Penerjemah : Reita Ariyanti
• Penyunting : Ratih Susanty & Anastasia Aemilia
• Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
• Terbit : 21 Februari 2021
• Harga : Rp 185.000,-
• Tebal : 632 halaman
• Ukuran : 13.5 × 20 cm
• Cover : Softcover
• ISBN : 9786020646572
"𝘔𝘦𝘯𝘤𝘰𝘣𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘰𝘤𝘰𝘬𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘳𝘪 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘦𝘣𝘰𝘥𝘰𝘩𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘫𝘢𝘵𝘪." (hal. 6)
Nga-Yee tidak pernah menyangka jika akan menemukan adiknya dalam kondisi tidak bernyawa selepas pulang bekerja. Saat berjalan pulang menuju apartemennya Nga-Yee melihat orang-orang tengah berkerumun. Ketika mendekati kerumunan tersebut Nga-Yee ditarik oleh tetangganya yang memberitahu Nga-Yee jika adiknya, Siu-Man, tewas karena melompat dari lantai dua puluh apartemen tempat mereka tinggal. Nga-Yee tak percaya jika adiknya bunuh diri. Selama ini Nga-Yee pikir jika kondisi adiknya telah baik-baik saja. Setelah kasus pelecehan seksual yang terjadi pada Siu-Man, Nga-Yee memang sempat khawatir dengan kondisi adiknya itu. Apalagi sebelum kejadian tersebut ibu mereka juga pergi meninggalkan mereka akibat penyakit kanker. Tapi, seiring berjalannya waktu Nga-Yee yakin jika Siu-Man telah pulih dari segala cobaan yang menerpanya. Nga-Yee menyaksikan sendiri jika adiknya bertingkah biasa saja saat ditanyai soal perasaannya. Namun, nyatanya Siu-Man memendam derita dan perih selama ini. Apalagi saat Nga-Yee tahu ada seseorang yang menyudutkan Siu-Man atas kasus pelecehan seksual yang dialaminya.
Setelah menemukan fakta jika Siu-Man bunuh diri akibat dorongan dari seseorang yang mengunggah tulisan di 𝘱𝘰𝘱𝘤𝘰𝘳𝘯, Nga-Yee bertekad untuk mencari orang tersebut. 𝘒𝘪𝘥𝘬𝘪𝘵727 menjadi nama pengguna yang menyudutkan Siu-Man di situs daring 𝘱𝘰𝘱𝘤𝘰𝘳𝘯. 𝘒𝘪𝘥𝘬𝘪𝘵727 menuduh Siu-Man telah berbohong atas peristiwa pelecehan seksual yang dialaminya. Siu-Man juga dituduh sebagai gadis remaja yang nakal, liar, dan perebut kekasih orang lain. Nga-Yee yang membaca postingan tersebut merasakan dendam dan amarah terhadap 𝘒𝘪𝘥𝘬𝘪𝘵727. Berawal dari informasi rekan kerjanya di perpustakaan, Nga-Yee pada akhirnya menemukan sosok N. N merupakan seorang "detektif" dunia maya yang bisa membantu Nga-Yee menemukan identitas dari 𝘒𝘪𝘥𝘬𝘪𝘵727. Namun, nyatanya N sendiri merupakan pribadi yang congkak dan sulit dimintai pertolongan. Nga-Yee sampai harus menguras habis tabungannya agar N mau membantu menemukan 𝘒𝘪𝘥𝘬𝘪𝘵727. Setelah sepakat N mencoba untuk menelusuri setiap fakta yang ada di dunia maya agar dapat membawanya ke pelaku yang mendorong Siu-Man agar melakukan tindakan bunuh diri. Dapatkah N menemukan 𝘒𝘪𝘥𝘬𝘪𝘵727? Siapa sebenarnya sosok 𝘒𝘪𝘥𝘬𝘪𝘵727 ini?
"𝘚𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘦𝘭𝘦𝘮𝘢𝘩𝘢𝘯. 𝘚𝘦𝘱𝘢𝘯𝘫𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘶 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘮𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘸𝘢𝘯𝘮𝘶, 𝘬𝘢𝘶 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘱𝘢 𝘱𝘶𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘶𝘴𝘶𝘬𝘢." (hal. 77)
Ini menjadi kali pertama bagi saya membaca novel dari penulis Hong Kong. Bagaimana biasanya literatur Asia yang terbit di Indonesia lebih banyak didominasi dari Jepang dan Korea Selatan. Namun, kali ini Gramedia Pustaka Utama mencoba memperkenalkan penulis Hong Kong kepada para pembaca di Indonesia. Memang sebelum Second Sister, Gramedia Pustaka Utama juga telah menerbitkan The Borrowed dari penulis yang sama, Chan Ho-Kei. Bagi saya tulisan Chan Ho-Kei tidak kalah apik dengan penulis-penulis dari Jepang dan Korea Selatan. Tidak hanya ceritanya yang apik novel ini pun mempunyai 𝘤𝘰𝘷𝘦𝘳 buku yang tidak kalah ciamik. 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 buku versi terjemahannya sendiri merupakan karya dari Martin Dima yang memang sudah tidak usah diragukan lagi. Warna hitam dan merah yang mendominasi 𝘤𝘰𝘷𝘦𝘳 bukunya seakan menambah kesan misterius dan brutal tentang dunia maya. Ditambah potongan gambar berupa sosok bertudung yang menghadap komputer mewakili N, lalu sosok wanita berkacamata di sebelahnya merupakan Nga-Yee, dan ilustrasi gadis yang sedang memeluk lututnya digambarkan sebagai Siu-Man. Penggambaran tiga tokoh sentralnya ini semakin diperkuat dengan latar kota Hong Kong yang dipenuhi gedung pencakar langit. Sebuah 𝘤𝘰𝘷𝘦𝘳 buku yang tidak hanya menarik, tapi juga bisa mewakili isi bukunya.
Second Sister memiliki tema cerita perihal dunia maya atau internet. Bagaimana di dalam dunia maya biasanya sering kali kita temukan orang-orang aneh dan gila yang bisa bersembunyi di balik akun anonim. Seperti Siu-Man yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya setelah ditekan dan diteror oleh seseorang dengan nama 𝘒𝘪𝘥𝘬𝘪𝘵727 yang mengunggah postingan di 𝘱𝘰𝘱𝘤𝘰𝘳𝘯 yang menyudutkan Siu-Man. Nga-Yee yang mengetahui fakta di balik kematian Siu-Man bertekad untuk mencari siapa sebenarnya sosok 𝘒𝘪𝘥𝘬𝘪𝘵727. Di bantu seorang peretas bernama N, Nga-Yee berharap bisa mencari keadilan bagi adiknya. Cerita yang tersaji dalam novel ini terasa 𝘳𝘦𝘭𝘢𝘵𝘦 dengan kehidupan di zaman sekarang. Bagaimana dunia maya seakan menjadi realitas baru bagi kehidupan kita. Nyatanya dunia maya sendiri dapat menjadi tempat yang menakutkan. Ho-Kei sukses menarasikan cerita Nga-Yee dan Siu-Man dengan amat baik. Selain sebagai penulis profesi Ho-Kei sebagai insinyur perangkat lunak pun membuat informasi tentang dunia maya terasa meyakinkan dan menguatkan jalan ceritanya.
Ada dua tokoh utama yang hadir dalam Second Sister, yaitu Nga-Yee dan N. Nga-Yee sendiri adalah kakak dari Siu-Man yang harus banting tulang untuk menghidupi kebutuhan mereka. Setelah ditinggal pergi kedua orangtuanya, Nga-Yee langsung mengambil peran sebagai kepala keluarga. Nga-Yee rela melepas mimpinya asalkan Siu-Man bisa mendapatkan pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi. Nga-Yee sendiri berprofesi sebagai pustakawan. Nga-Yee merupakan sosok pekerja keras dan mandiri, tapi sayangnya akibat tuntutan hidup yang mencekik di Hong Kong, Nga-Yee seakan lupa perannya sebagai seorang kakak yang sebenarnya. Selanjutnya ada tokoh N yang mungkin dari namanya saja sudah terdengar misterius. N merupakan seorang peretas yang menggunakan keahliannya membantu orang-orang untuk membalaskan dendam mereka. Namun, saat Nga-Yee datang meminta bantuannya untuk mencari sosok 𝘒𝘪𝘥𝘬𝘪𝘵727, N tidak bisa menolak. N sendiri merupakan pribadi yang congkak, sombong, dan seenaknya. Akan tetapi di balik sifatnya yang menyebalkan itu N tetap memiliki sisi baik di dalam dirinya. Selain dua tokoh ini ada pula tokoh Siu-Man, adik Nga-Yee, yang menjadi benang merah dalam jalan ceritanya. Siu-Man sendiri hanya hadir sepotong-sepotong dari berbagai percakapan dan ingatan yang Nga-Yee miliki. Bagi saya Ho-Kei sukses menghidupkan tokoh-tokohnya. Apalagi di awal cerita pembaca langsung disuguhi latar belakang keluarga Nga-Yee yang memang sudah harus bekerja keras sejak awal. Latar belakang ini penting dan amat berpengaruh pada jalan ceritanya. Menciptakan sesuatu yang terasa dalam dan menyentuh saat pembaca tahu apa yang dialami Nga-Yee selama ini.
Second Sister menggunakan sudut pandang orang ketiga untuk narasi ceritanya. Penggunaan sudut pandang ini terasa tepat karena Ho-Kei bisa memperlihatkan sakit hati dan kehilangan Nga-Yee setelah Siu-Man tewas. Narasi yang ditulis oleh Ho-Kei terasa nyaman untuk dibaca dan diikuti. Apalagi dengan deskripsi dan detail yang luar biasa rinci. Berbagai hal yang dimasukkan dibahas dengan presisi. Mulai dari internet, perlengkapan yang digunakan N untuk meretas, hingga situasi politik yang terjadi di Hong Kong. Semuanya dibahas dengan porsi yang mengenyangkan dan penuh gizi bagi para pembacanya. Ho-Kei tidak hanya asal memasukkan sesuatu dalam jalan ceritanya, tapi ada penjelasan yang mendetail yang turut menyertainya. Hasil terjemahannya pun sangat enak untuk dibaca dengan diksi yang mumpuni. Alur ceritanya mungkin tergolong lambat dan perlahan-lahan, tapi ini bisa dibilang wajar. Ho-Kei seperti tidak ingin instan dalam meramu cerita. Meskipun lambat, namun entah kenapa saya justru malah terbuai karenanya. Mungkin karena semua unsur yang dimasukkan Ho-Kei tidak hanya sekadar jadi pelengkap, tapi malah menjadi pondasi yang menguatkan jalan ceritanya. Latar tempat kota Hong Kong pun terasa hidup dan nyata karena Ho-Kei selalu menyertakan nama tempat dan jalan yang didatangi oleh setiap tokohnya.
Permasalahan yang timbul dalam Second Sister berawal dari kasus pelecehan seksual yang dialami oleh Siu-Man. Kasus tersebut pada akhirnya berbuntut panjang hingga mendorong Siu-Man untuk mengakhiri hidupnya. Nga-Yee yang masih belum rela dengan kepergian adiknya mencoba mencari tahu dalang di balik kematian Siu-Man. Melalui kemampuan N dalam meretas Nga-Yee mencoba untuk mencari identitas orang yang telah membuat Siu-Man melakukan tindakan bunuh diri. Awalnya saya kira konfliknya cuma begitu saja, tapi ternyata konfliknya jauh lebih kompleks dari yang terlihat. Di sini Ho-Kei seakan membelitkan benang kusut dalam konfliknya. Rumit, tapi masih bisa diurai jika kita mau sabar untuk mengikutinya. Ho-Kei sukses menipu pembaca dengan konflik yang luar biasa tidak terduga. Nyatanya ini bukan hanya kasus bunuh diri, pelecehan seksual, dan perundungan, tapi lebih dari itu. Saya teramat menikmati konfliknya yang menuju akhir cerita mulai berbelok arah menuju sesuatu yang tidak terduga. Semuanya terasa masuk akal dan tidak terkesan dipaksakan. Justru Ho-Kei malah menambah intensitas keseruan dalam sebuah konflik yang rumit, tapi di situlah daya tariknya.
Menjadi sebuah pengalaman yang menyenangkan dan mencerahkan saat membaca Second Sister. Di sini saya tidak hanya disuguhi sebuah fiksi yang menarik, tapi ada pengetahuan baru yang saya dapatkan. Mulai dari dunia maya, perangkat komputer, hingga kehidupan masyarakat Hong Kong. Di mana ternyata Hong Kong menjadi tempat yang menyesakkan bagi penduduknya. Biaya hidup yang serba mahal dan harga properti yang selangit seakan menjadi momok yang menakutkan. Saya bisa merasakan alasan Nga-Yee yang harus banting tulang jika ingin tetap bertahan hidup di belantara kota Hong Kong. Selain itu detail-detail yang ada menjadi kelebihan dari novel ini. Detailnya tidak membuat jenuh, tapin sebaliknya menambah rasa penasaran. Banyak sekali pesan yang saya tangkap dari Second Sister. Seperti pelecehan seksual, kejamnya komentar netizen, hingga apa sebenarnya yang kita cari sebagai manusia. Second Sister seakan mengingatkan saya kembali akan dunia maya yang ternyata bisa jauh lebih berbahaya dibandingkan dunia nyata. Saya sangat merekomendasikan buku ini untuk dibaca, khusunya bagi penikmat literatur Asia.
"𝘔𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘮𝘢����𝘩𝘭𝘶𝘬 𝘢𝘯𝘦𝘩, 𝘔𝘪𝘴𝘴 𝘈𝘶. 𝘉𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶 𝘬𝘢𝘶 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘳𝘶𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘸𝘢𝘴𝘱𝘢𝘥𝘢𝘢𝘯, 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘣𝘢𝘯𝘺𝘢𝘬 𝘩𝘢𝘭 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘴𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘣𝘢𝘯𝘥𝘪𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳𝘨𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪." (hal. 103)
"𝘔𝘰𝘵𝘪𝘧 𝘱𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘫𝘢𝘩𝘢𝘵 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘶𝘯𝘤𝘶𝘭 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘢𝘭𝘢𝘴𝘢𝘯-𝘢𝘭𝘢𝘴𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘯𝘢𝘭." (hal. 155)
"𝘚𝘦𝘫𝘶𝘫𝘶𝘳𝘯𝘺𝘢, 𝘮𝘦𝘮𝘶𝘬𝘶𝘭𝘪 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘯𝘨𝘦𝘵𝘳𝘦𝘯 𝘻𝘢𝘮𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨---𝘵𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘤𝘶𝘬𝘶𝘱 𝘣𝘰𝘥𝘰𝘩 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘬𝘢𝘴 𝘱𝘦𝘮𝘶𝘬𝘶𝘭𝘢𝘯. 𝘓𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘮𝘶��𝘢𝘩 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘫𝘦𝘬, 𝘣𝘦𝘳𝘨𝘰𝘴𝘪𝘱, 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘯𝘥𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯. 𝘉𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘬𝘦𝘵𝘢𝘩𝘶𝘢𝘯 𝘨𝘶𝘳𝘶 𝘱𝘶𝘯, 𝘬𝘢𝘶 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘦𝘭𝘪𝘵. 𝘚𝘦𝘣𝘢𝘨𝘪𝘢𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘦𝘸𝘢𝘴𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘨𝘨𝘢𝘱 𝘴𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘰𝘳𝘣𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘤𝘶𝘬𝘶𝘱 𝘬𝘶𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘪𝘬𝘶𝘵 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘢𝘯𝘨𝘨𝘶𝘯𝘨 𝘫𝘢𝘸𝘢𝘣. 𝘗𝘢𝘺𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪." (hal. 513)
"𝘔𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘵𝘢𝘬𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘮𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘬𝘶𝘪 𝘣𝘢𝘩𝘸𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘮𝘢𝘬𝘩𝘭𝘶𝘬 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘦𝘨𝘰𝘪𝘴. 𝘒𝘪𝘵𝘢 𝘣𝘪𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘩𝘦𝘯𝘵𝘪 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘰𝘳𝘢𝘭 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘢𝘥𝘪𝘭𝘢𝘯, 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘢𝘯𝘤𝘢𝘮 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘪, 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘢𝘩𝘢𝘯 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱. 𝘐𝘵𝘶 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢𝘸𝘪. 𝘠𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘱𝘢𝘳𝘢𝘩, 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘴𝘶𝘬𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘢𝘳𝘪-𝘤𝘢𝘳𝘪 𝘢𝘭𝘢𝘴𝘢𝘯---𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘤𝘶𝘬𝘶𝘱 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘯𝘪 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘬𝘶𝘪 𝘵𝘪𝘯𝘥𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘦𝘨𝘰𝘪𝘴 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪. 𝘋𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘭𝘢𝘪𝘯, 𝘬𝘦𝘮𝘶𝘯𝘢𝘧𝘪𝘬𝘢𝘯. 𝘊𝘰𝘣𝘢 𝘬𝘶𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢: 𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘬𝘢𝘶 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘣𝘢𝘭𝘢𝘴 𝘥𝘦𝘯𝘥𝘢𝘮?" (hal. 523)
"𝘛𝘦𝘳𝘬𝘢𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘮𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘣𝘪𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘴𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘣𝘢𝘯𝘥𝘪𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳𝘨𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪." (hal. 528)
"𝘖𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘮𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘬𝘶𝘪 𝘬𝘦𝘦𝘨𝘰𝘪𝘴𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘴𝘳𝘢𝘵 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘦𝘮𝘣𝘶𝘯𝘺𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘴𝘪𝘧𝘢𝘵 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢. 𝘔𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘥𝘪𝘫𝘢𝘥𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘣𝘪𝘯𝘨 𝘩𝘪𝘵𝘢𝘮." (hal. 607)
0 notes
gramedia · 7 years ago
Text
Resensi Pilihan: Kisah Hidup A. J. Fikry
Ditulis oleh Yoeni Syafitri di https://www.facebook.com/notes/yoeni-syafitri-sekar-ayoe/resensi-novel-the-storied-life-of-aj-fikry-by-gabrielle-zevin/10208109151767030/ untuk program #ResensiPilihan di Twitter @bukugpu
Tumblr media
“Manusia tidak bisa hidup sendiri; setiap buku membuka jendela dunia.”
Hidup A.J. Fikry jauh dari yang diharapkannya. Istrinya meninggal, penjualan di toko bukunya merosot tajam, dan hartanya yang paling berharga, koleksi puisi Poe yang langka, baru saja hilang dicuri. Pelan tapi pasti, A.J. menjauhkan diri dari semua orang di Pulau Alice. Bahkan ia tak lagi menemukan kegembiraan dari buku-buku di tokonya. Ia malah menganggap buku-buku itu sekadar penanda bahwa dunia telah berubah begitu cepat.
Tetapi kemudian paket misterius muncul di tokonya. Paket itu kecil, meski bobotnya lumayan. Kemunculannya memberi A.J. kesempatan untuk membuat hidupnya lebih baik dan melihat semua hal dengan perspektif berbeda. Tak butuh waktu lama bagi orang-orang di sekitar A.J. untuk menyadari perubahan dalam dirinya. Ia tak lagi pahit, buku kembali menjadi dunianya, dan semua hal berubah menjadi sesuatu yang tak ia duga akan terjadi dalam hidupnya.
“Terkadang buku-buku tidak menemukan kita hingga saat yang tepat.” (hlm. 101)
A.J. Fikry, 39 tahun, adalah pemilik Island Books, satu-satunya toko buku kecil di Pulau Alice. Tokonya hanya laris di bulan-bulan musim panas karena dibeli oleh turis-turis yang sedang berlibur. Walaupun memiliki toko buku, anehnya, A.J. tidak menyukai penulis dan seleranya terhadap buku sangat spesifik--lebih banyak yang ia tidak suka daripada yang ia suka. Ia hanya menyukai karya-karya sastra unggulan dan tidak suka buku bergambar, buku anak, buku remaja, chicklit, terjemahan, fantasi dan masih banyak lagi. Penjualannya merosot tajam dan makin parah sejak istrinya meninggal.
Istri A.J., Nic, meninggal karena kecelakaan. Semenjak itu Ia tidak lagi membaca dan sinis terhadap pelanggan. Satu-satunya penyemangat A.J. adalah Tamerlane, kumpulan puisi karya Edgar Allan Poe miliknya yang sangat langka dan bernilai lebih dari 400 ribu dolar. A.J. awalnya berencana menutup toko dan pensiun dari uang hasil lelang buku itu nantinya. Tetapi, sialnya buku itu hilang. Di malam Ia mabuk-mabukan sembari merindukan keberadaan istrinya, bukunya dirampok orang. A.J. makin tenggelam dalam keputusasaan dan kesendirian.
Sampai paket itu datang. Paket kecil dan berbobot lumayan itu datang beberapa minggu setelah perampokan. Paket itu juga anehnya diikuti oleh peningkatan bisnis yang lumayan. A.J. lebih bisa menghadapi orang-orang, kembali membaca untuk bersenang-senang, dan tidak lagi merasa kesepian. Paket itu mengubah perspektifnya atas segala hal dan termasuk membuatnya merasakan cinta lagi.
Apakah isi paketnya? Akankah A.J. menemukan kembali koleksi puisinya yang berharga itu?
Sepertinya aku jadi lembek di usia paruh baya. Tapi aku juga berpikir reaksiku belakangan menunjukkan pentingnya menemukan kisah di waktu yang tepat dalam hidup kita.---A.J.F.
Well, novel ini cukup membuat saya terkejut. Pertama, saya tidak pernah menyangka kalau membacanya bisa terasa seasyik ini. Dilihat dari blurb-nya, saya sudah bersiap-siap akan bertemu penjual buku tua yang pemurung dan depresif karena baru saja kehilangan istri, tapi ternyata bukan itu yang terjadi. Proses kesedihannya tidak dibuat berlarut-larut sepanjang cerita. Justru karakter A.J. yang sinis dan tidak ramah itu dibumbui dengan dialog yang lincah hingga membuat saya makin terhibur.
Yang kedua, surprisingly ternyata novel ini juga romantis. Kehilangan istri tercinta ternyata tidak membuat A.J. mati rasa. Saya sempat menduga akan menemukan banyak ungkapan-ungkapan sentimental tentang rasa kehilangan, tapi Gabrielle Zevin kembali mengejutkan saya. Buku ini ternyata tidak hanya menyiratkan tentang kenangan, tapi juga harapan.
“Ketakutan tersembunyi bahwa kita tidak patut dicintailah yang menyebabkan kita terisolasi,” tutur kutipan tersebut. “tapi sebenarnya, penyebab kita terisolasi adalah karena kita berpikir kita tidak patut dicintai. Suatu hari nanti, entah kapan, kau akan berkendara di jalan. Dan suatu hari nanti, entah kapan, pria, atau wanita itu, akan ada di sana. Kau akan dicintai karena untuk pertama kali dalam hidupmu, kau benar-benar tidak akan sendirian. Kau akan memilih untuk tidak sendirian.” (hlm. 167-168)
Overall, buku The Storied Life of A.J. Fikry ini spektakuler dengan cara yang sederhana. Untuk sebuah buku yang tidak terlalu tebal, pahit manisnya kehidupan benar-benar digambarkan secara total. Bagaimana buku bisa mengatasi kesendirian, bagaimana selalu ada harapan dari rasa kehilangan, dan bagaimana hidup selalu memberi kita kesempatan lewat hal-hal yang tidak pernah kita pikirkan---semua dikupas tuntas di buku ini. Bagi Anda pencinta buku yang ingin membaca buku tentang buku saya rekomendasikan buku ini. Ini adalah sebuah kisah yang bisa membuat hati kita hangat seperti saat mengingat orang-orang terdekat. Recommended :)
Kita membaca untuk mengetahui kita tidak sendirian. Kita membaca karena kita sendirian. Kita membaca dan kita tidak sendirian. Kita tidak sendirian. (hlm. 263)
Judul: The Storied Life of A.J. Fikry | Penulis: Gabrielle Zevin | Tebal: 280 Halaman | Terbit: Oktober 2017 | ISBN: 978-602-03-7581-6
32 notes · View notes
sofiawriting · 8 years ago
Photo
Tumblr media
ALL SHE WAS WORTH - Melacak Jejak
Judul: All She Was Worth – 'Melacak Jejak'
Penulis: Miyuki Miyabe
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2016
Halaman: 480 hlm
ISBN: 978-602-03-2686-3
Genre: Misteri, Detektif
Saatnya untuk baca buku bergenre Misteri. Sebenarnya aku jarang sekali membaca genre ini dan benar-benar tidak tahu referensi buku misteri yang bagus. Jadi aku bertanya pada salah satu teman yang suka baca misteri dan dapat beberapa rekomendasi salah satunya All She Was Worth karya Miyuki Miyabe ini. Saat meminta referensi, aku memastikan novelnya tidak memuat hal-hal berdarah-darah atau proses pembunuhan sadis. Jadi pilihanku jatuh pada novel ini yang ternyata setelah kubaca sangat menarik. Yuk, simak lebih lanjut!
Sinopsis
Seorang perempuan cantik lenyap tanpa jejak, namun hasil penyelidikan menunjukkan dia bukanlah sosok seperti yang ditampilkan selama ini. Apakah dia korban, pembunuh, atau kedua-duanya? Di negara yang melacak para penduduknya dengan saksama, bagaimana bisa dua perempuan memiliki identitas yang sama, lalu menghilang tanpa jejak? Di tengah masyarakat Jepang yang serba konsumtif, banyak orang terjebak utang, lalu jatuh ke dalam jerat para rentenir gelap yang sangat berbahaya, sehingga kadang-kadang pembunuhan menjadi satu-satunya jalan keluar.
Ringkasan
Shunsuke Honma sedang cuti dari pekerjaannya sebagai detektif saat Jun Kurisaka, keponakan jauhnya dari mendiang istrinya Chizuko datang padanya meminta bantuan untuk mencari tunangannya yang menghilang—Shoko Sekine. Saat Honma bersedia membantu masalah Jun pun dia tidak tahu bahwa masalah hilangnya seorang gadis ini akan menjadi serangkaian penyelidikan yang melibatnya banyak sekali orang dan akhirnya mengerucut pada pembunuhan. Shoko Sekine yang dikenal bukanlah Shoko Sekine sesungguhnya. Ada seorang gadis yang merebut identitasnya dan hidup sebagai Shoko Sekine. Honma berusaha mengungkap misteri identitas itu dan dihadapkan oleh masalah finansial dan perdata dan pidana yang ternyata lebih rumit daripada yang dia perkirakan. Hingga pada waktunya, Honma dan rekan-rekannya yang membantunya menemukan jejak-jejak gadis misterius itu, misteri tersebut menemukan ujungnya yaitu—Kyoko Shinjo.
First Impression
Sebelum membacanya aku sudah mengantisipasi kalau aku akan kesulitan mengikuti pola ceritanya karena tidak terbiasa dengan genre ini. Namun yang unik justru itu, bagaimana detektif Honma berusaha kesana kemari mencari dan melacak jejak Kyoko Shinjo dan menemukan petunjuk-petunjuk yang tak terduga sebelumnya—bahkan dia mendapatkannya dari Makoto, putranya yang masih usia dua belas tahun secara tidak sengaja. Aku berharap tidak ada tusuk-tusukan yang berdarah-darah dan benarlah-syukurlah. Tetapi yang membuat agak mengerikan memang permasalahan pengambil alihan identitas seseorang yang mengharuskan pelaku membunuh orang itu demi mendapatkan kehidupan baru. Itu sangat-sangat membuat merinding. Bayangkan itu terjadi padamu. Hiiiiy.
How Did I Experience This Book?
Belum terbiasa dengan novel misteri-detektif ini, aku membaca pelan-pelan sambil memahami alur cerita dan detail-detail cerita. Ternyata hal itu memberikan sensasi yang agak pusing tapi nagih. Seperti mengerjakan soal matematika remeh tapi sulit penyelesaiannya. Nah, banyak hal baru yang kupelajari dari novel ini yaitu mengenai kondisi ekonomi Jepang saat itu dimana sedang marak kredit dan kartu kredit yang ternyata membuat banyak orang bangkrut dan terperosok ke dalam utang besar dan menghalalkan segala cara untuk terlepas dari utang. Aku bahkan baru tahu istilah ‘kebangkrutan pribadi’ dan tindakan kriminal mengambil alih identitas seseorang. Tidak hanya mengakui diri sebagai orang lain atau memalsukan dokumen biasa tetapi benar-benar melenyapkan orang itu demi mengambil ahli hidup orang itu dan menjadi orang itu. Itu dilakukan supaya terlepas dari kejaran rentenir dan tuntutan utang. Itu semua sangat seru di buku ini. Dan proses pengungkapan pelaku kejahatannya melibatkan banyak orang. Sepanjang cerita aku resah dan ngeri membayangkan ada orang yang mampu melakukan kejahatan seperti itu.
Character
Aku suka sekali karakter Makoto, anak dari detektif Honma. Dia ini tipe anak yang cerewet tapi sangat menyayangi ayahnya. Perhatian Makoto pada ayahnya sangat hangat dan membuat aura buku ini tidak semengerikan yang kubayangkan. Dan juga karakter Isaka, tetangga Honma yang membantu mengurus rumah yang lucu dan sering melontarkan komentar tentang penyelidikan Honma. Ini membuatku merasa kisah ini bisa jadi nyata karena karakter-karakternya bisa dengan mudah mewujud seolah sungguhan.
Plot
Untuk Plot aku belum bisa banyak berkomentar untuk jenis novel ini. Selain menyajikan plot kisah, penulisnya juga memberikan keterangan tentang istilah-istilah finansial seperti ‘kebangkrutan pribadi’ dan kondisi budaya konsumtif masyarakat Jepang di tahun 90-an. Agak kaku sih (ya jelas karena topiknya aja serius :P) tapi plotnya bisa membuatku bertahan membaca sampai akhir.
POV
Orang ketiga dan lebih banyak fokus pada Honma. (Ya, iyalah, detektifnya keles).
Tema
Detektif. Budaya konsumtif. Pengambilalihan identitas. Pembunuhan berencana.
Quotes
Aku suka paragraf terakhir dari buku ini, penggalannya adalah:
Pertanyaan-pertanyaanku tidak penting. Aku ingin mendengar ceritamu. Bagian-bagian yang belum pernah kauceritakan pada siapa pun, nyawa-nyawa yang kaubawa serta ke mana-mana.
Ending
Memuaskan. Bahkan endingnya bisa memberikan ruang untuk pembaca supaya bisa berimajinasi sendiri bagaimana akhir misteri itu tanpa khawatir menjadi tidak jelas dan tidak punya akhir. Akhirnya si pelaku ketemu dan pembaca akan membayangkan sendiri dia bagaimana semua kedoknya dibongkar.
Benefit
Pesan dari novel ini: Konsumerisme atau budaya konsumtif adalah awal dari banyak masalah. Bijaklah dengan cara mengolah finansial dan cara hidup.
Question
Aku senang karena penerjemahannya juga sangat rapi. Tetapi aku ada sedikit pertanyaan. Apakah novel ini diterjemahan dari bahasa Jepang langsung ke Bahasa Indonesia atau dari Bahasa Inggri ke Bahasa Indonesia? Karena ada panggilan ‘Sir’ yang harusnya diterjemahkan ‘Tuan’ saja menurutku. Jika seperti itu, apa alasannya memakai ‘Sir’ ketimbang ‘Tuan’?
0 notes
stefanie-sugia · 9 years ago
Photo
Tumblr media
Thank you @Gramedia for sending me these wonderful presents ! 😚💕 #ResensiPilihan
16 notes · View notes
adamaulana · 10 years ago
Text
Resensi Novel Bunda Lisa
Judul: Bunda Lisa
Pengarang: Jombang Santani Khairen
Penerbit: PT Gramedia Putaka Utama
Tebal: 268 halaman
ISBN:978-602-03-0223-2
  “Bunda lisa adalah sosok yang cerdas yang tangannya ada di hati anak-anak yang terpinggirkan oleh cosmopolitan.”  Begitulah testimoni dari Mien Uno terhadap buku tersebut.
Sosok Bunda Lisa dalam novel ini sangat menginspirasi. Tinggal di pinggiran ibu kota bersama keluarga kecilnya. Bunda lisa mengajarkan anak-anak kampung untuk berani bermimpi. Dengan mendirikan TK yang bernama Kutilang, Bunda Lisa di bantu guru-guru yang lain mendidik dengan metode pendidikan yang mendorong anak-anak kreatif dan berani berinteraksi.
Tidak hanya Kutilang, Bunda Lisa juga mengelola posyandu dan rumah baca, di tempat yang sama. Ini merupakan tindakan nyata atas keprihatinannya terhadap kondisi lingkungan di Indonesia, khususnya lingkungan sekitar rumahnya.
Di balik semua itu, Bunda Lisa ada sosok suami yang merupakan salah seorang guru besar di salah satu universitas terbaik di Indonesia. Bunda Lisa selalu mengonsultasikan banyak hal kepada suaminya itu. Mereka merupakan suami istri yang bukan saja mampu menjalani hidup bersama-sama. Tetapi mampu menjaga mimpi-mimpi keduanya dan mewujudkannya bersama-sama.
Dalam novel ini juga di ceritakan pula saat mereka hidup di Amerika. Dengan segala keterbatasan ekonomi, mereka mampu bertahan di Negara adi daya tersebut. Kehidupan di sini pula yang melatarbelakangi Bunda Lisa membuat sistem pendidikan yang modern dan gratis di Kutilang.
Pengalamannya menyekolahkan Jordan, anak pertamanya di Child Development Laboratory. Menyadarkan Ia akan pentingnya apresiasi terhadap anak-anak. Bahwa anak-anak memiliki keunikannya masing-masing, dan orang dewasa harus membawa mereka dengan cara mereka. Bukan memaksakan anak-anak dengan cara yang dimiliki orang dewasa.
Hal itu yang di terapkan Bunda Lisa di Kutilang. Anak-anak di ajarkan banyak hal, mereka juga di beritahu oleh guru-guru mereka dengan alasan-alasan yang logis. Selain itu orang tuanya juga dididik untuk menyinkronkan apa yang anak-anak di pelajari di Kutilang, dengan kehidupan mereka di rumah. Pendidikan untuk orang tua itu dilakukan sebulan sekali yang dinamakan Parenting.
Membaca novel ini membuat hati kita tersentuh dan menginspirasi. Dalam novel ini Jombang menceritakannya dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami. Membaca novel ini membuat perasaan kita diaduk-aduk. Kadang bahagia, sedih, terharu, bahkan kadang-kadang membuat tertawa. Perpaduan yang apik dan tidak membosankan
0 notes
greyahopkins · 11 years ago
Text
Review : Mockingjay (Hunger Games #3) - Suzanne Collins
Tumblr media
saya menemukan review hunger games series dari suatu blog dan saat melihat rate-nya sangat mengesankan. di goodreads pun ratingnya sangat memuaskan. dan saya tak kecewa membaca buku ini untuk ke-3 kalinya.
kisah disini katniss everdeen telah berjuang untuk menyelamatkan warga di distriknya. katniss, gale, keluarganya, maupun warga distrik 12 yang tersisa dari pengeboman yang dilakukan capitol saat berlangsungnya hunger games ke-75 dan disaat itu terjadi kekacauan disana setelah katniss memanah medan gaya dengan kumparan listrik diujung mata panahnya yang dialiri listrik. akhirnya peeta, johanna, beserta enobaria ditangkap capitol. sementara yang lainnya yang masih hidup dibawa lari ke distrik 13 yang berada dibawah pimpinan president coin.
namaku katniss everdeen. Umurku tujuh belas tahun. Rumahku di distrik 12. aku ikut hunger games. aku melarikan diri. capitol membenciku. peeta dijadikan tawanan. dia dianggap sudah tewas. kemungkinan dia tewas. mungkin yang terbaik baginya jika dia tewas.....  
- katniss everdeen (mockingjay)
setelah terjadinya hunger games ke-75, katniss sendiri mengalami trauma yang berat, apalagi ditambah dirinya yang akan menjadi mockingjay untuk para pemberontak yang ingin menghancurkan kekuasaan president snow, dan katniss harus menjalani rencana para pemberontak untuk president snow dari tahtanya.
pertama kali saya membaca buku ini, daya tidak pernah bisa berhenti untuk membacanya. bisa dibilang kalau dari buku pertama seri hunger games, yaitu hunger games memang sangat seru. dari sisi penulisan terjemahannya pun sangat sederhana mudah untuk dimengerti.di sisi lain, rahasia-rahasia president snow mulai terungkap.
dan mungkin disini tokoh katniss mulai berkembang. di buku ke 1 (hunger games) katniss yang masih polos dan mungkin tak tahu apa yang mungkin terjadi setelah dia ikut hunger games. di buku ke2 (catching fire) kepribadian katniss yang mulai lebih berkembang dan mungkin mulai membenci capitol. dari segi penokohannya yang berkembang, menurut saya suzanne collins hebat dalam menulis karena membuat para pembaca hunger games series tidak bosan di buku ke-2 maupun buku ke-3.
tak salah lagi kalau buku ini dijadikan film ynag memang sangat sukses. bagi para pecinta buku fantasi, saya sarankan untuk membaca buku fantasi karya suzanne collins yang hebat satu ini!
0 notes
jejakangka8 · 12 years ago
Text
(REVIEW) Perempuan yang Melukis Wajah
Perempuan yang melukis Wajah Oleh : Ainun Chomsun, Fajar Nugros, Hanny Kusumawati, Karmin Winarta, M. Aan Mansyur, Mumu Aloha, Ndoro Kakung, Wisnu Nugroho. Novel pre-order pertama saya, dan saya memutuskan untuk membeli buku ini, karena saya suka mendengar cerita di hari hujan. Novel ini berisi 11 cerita pendek di hari hujan yang ditulis oleh 8 orang penutur hujan. Karena ditulis oleh 8 orang yang berbeda, novel ini jadi kaya rasa. Cerita pembuka dari novel ini berjudul Humsafar, yang sepertinya berarti semacam Belahan Jiwa. Bercerita tentang pertemuan Julia dengan Shah. Julia dari Indonesia sedang Shah, keturunan Pakistan. Pertemuan pertama mereka terjadi di Bandara. Untuk orang yang pertama kali bertemu, mereka bisa langsung akrab layaknya sahabat lama. Topik pembicaraan yang mereka pun tidak biasa, Pemakaman Impian. Julia yang memang memiliki usaha pemakaman bertanya tentang pemakaman impian karena baginya akan mudah menilai seseorang dari jawaban pemakaman impiannya. Tidak pernah terpikir oleh saya. Sebagai pembuka, Humsafar sukses membuat saya merasa tidak sia-sia membeli novel ini. Tema cerita yang unik benar-benar menggelitik imajinasi saya, ditambah lagi 17 halaman cerita ini mengandung banyak sekali kejutan. Kejutan yang pasti ingin kalian nikmati sendiri, bukan lewat tulisan ini. :)
Cinta bukan hadir pada saat mereka saling menyapa, ketika berkata ‘hai’ atau ‘halo’, tetapi justru pada saat mereka harus berpisah dan saling berucap ‘selamat tinggal’. (p.9)
Daun Palma, cerita kedua di novel ini. Bercerita tentang patah hati, dan hujan yang sukses menutupi. Dia, si lelaki, terluka karena disakiti oleh sang pujaan hati. Hari itu, ketika semuanya harus usai, ketika satu kalimatpun tak sanggup diucapkan, dia pulang. Perjalanan singkat menuju tempat di mana ia bisa meluapkan segalanya terasa begitu lama dan menyiksa. Bagi saya, cerita ini menguatkan. Kadang kita harus benar-benar menertawakan kesusahan kita sendiri untuk sembuh. Dalam novel ini, diumpamakan demikin,
Kulintasi lagi jalan yang pernah membuatku menangis. Hujan awal April seperti kudapati 12 tahun lalu kemudian turun. Kali ini, aku tetap bisa tersenyum. (p.37)
Cerita selanjutnya berjudul Lelaki Naga. Kali ini mengisahkan tentang Si Lelaki Naga yang mendatangi Matahari untuk belajar tentang keikhlasan. Kisah cintanya dengan Perempuan Bermafela Kelabu harus usai bahkan sebelum dimulai. Sejak saat itu, ia mengutuki takdir yang tak berpihak padanya. Tapi kemudian ia memutuskan untuk mengunjungi matahari, belajar bagaimana merelakan, memberi tanpa mengharap kembali. Saya menemukan sebuah kata yang tak asing tapi lama tak saya gunakan, ‘kearifan’. Matahari mengajarkan tentang kearifan, kata yang sebenarnya masih sangat sulit untuk saya terjemahkan. Benar-benar membuat saya berpikir, hingga butuh waktu untuk menngerti isi cerita ini. Mungkin Matahari benar, biar waktu yang akan membawa saya sampai di tempat itu, sebuah kearifan.
Usahlah kau gusar dan semak hati. Setiap jalan punya tikungannya sendiri. Pada masanya nanti, kau akan sampai juga di ujung jalan itu : kearifan. (p. 43)
Bagaikan Cerita Cinta yang Tokoh Utamanya Mengasingkan Diri ke Gunung. Judul yang panjang dari cerita keempat. Dari sana, anomalinya sudah sangat terasa. Bercerita tentang Banyu dan Rafi yang dipertemukan lewat sebuah pendakian. Penulis benar-benar tepat menggunakan ‘bagaikan’ di awal judul, karena memang benar-benar bagaikan, dan saya tertipu. Cerita di novel ini punya sensasi berbeda karena percikan-percikan api yang muncul antara mereka berdua, Rafi dan Banyu. Keanehan judul dan isi membuat saya juga bersikap aneh dengan tertawa begitu selesai membaca ceritanya.
Berkali-kali ia berpikir untuk menghapusnya, tapi berkali-kali pula ia mengurungkan niatnya. (p. 72)
Masih ada 7 cerita lagi di novel ini yang sama menariknya untuk dibaca. Enam Jam – Hujan, Malaikat, dan Ibu – Yang Tertinggal – Semoga Kamu Baik-baik Saja – Perempuan Bermafela Kelabu – Perempuan yang melukis Wajah – Hujan. Deras Sekali. Cerita yang seakan membawa kita hanyut bersama air hujan yang turun ke bumi.Novel ini tak harus dibaca ketika hujan apalagi sambil hujan-hujanan. Melewati malam ditemani secangkir kopi dan novel ini, bisa jadi pilihan.
Untuk novel yang ditulis ‘keroyokan’, kesan fluktuatif saat membaca memang ada. Karena tetap saja, setiap orang punya selera yang berbeda. Tapi buat saya, justru di sanalah letak sensasinya. Jadi, saya tetap merasa novel ini enak untuk dibaca, dan 4 bintang sepertinya tidak terlalu berlebihan. :)
Salamat bermain dengan hujan.:))
2 notes · View notes
gramedia · 8 years ago
Text
Resensi Pilihan: Tanah Surga Merah - Arafat Nur
Ditulis oleh Cut Lilis Rusnata di http://www.purplebookish.com/2017/02/tanah-merah-surga-antara-politik-dan.html#more untuk program #ResensiPilihan di Twitter @Gramedia.
Tumblr media
Resensi:
Sekarang arah telah berbalik tajam, aku bukan lagi pahlawan melainkan penjahat buronan diintai polisi dan diburu orang-orang Partai Merah yang menaruh dendam kesumat.
Adalah Murad mantan pejuang kemerdekaan Aceh dan mantan anggota Partai Merah yang kini menjadi buronan polisi dan Partai Merah karena dianggap sebagai pemberontak. Setelah sekian lama melarikan diri, akhirnya Murad kembali ke Aceh, ke kota kelahirannya. Setelah masa damai, banyak mantan pejuang kemerdekan Aceh menduduki kursi kepemerintahan. Ada juga diantara mereka yang menjadi kepala daerah.
Biasanya, masalah yang kerap mereka bincangkan hanyalah seputar proyek, jabatan dan perempuan. Biarpun sudah menjadi anggota dewan dan pejabat terpandang, sifat kekanak-kanakan mereka tak pernah berkurang. Inilah yang terjadi bila orang-orang rakus dan bodoh menjadi penguasa negeri.
Kepulangan Murad tidak berjalan mulus meskipun dia telah menyamar menjadi orang lain. Banyak dari teman-temannya dulu yang sekarang menjadi musuhnya tetap mengenali Murad. Belum apa-apa Murad telah dikeroyok beramai-ramai, walau akhirnya mereka percaya bahwa Murad bukanlah Murad, sang pemberontak partai Merah. Murad menumpang di rumah Abduh, sahabatnya dulu yang sekarang menjadi guru sejarah. Abduh seringkali menyayangkan budaya baca buku yang sangat rendah di Aceh dan herannya budaya pacaran menjurus mesum meningkat di Aceh.
"Tolong jangan paksa aku membaca buku. Aku ini orang Aceh yang tidak suka baca buku. Kesukaanku adalah menipu."
"Aku orang Indonesia. Orang Indonesia juga tidak suka buku. Kami ini keturunan orang yang dijajah Belanda dan Jepang. Kami tak suka buku. Kami suka menekan dan menyakiti orang."
Murad mengunjungi teman-temannya sesama mantan pejuang kemerdekaan yang hidupnya jauh dari kemewahan. Teman-temannya yang memutuskan untuk tidak bergabung dengan Partai Merah yang kini berubah menjadi partai yang anggotanya berperilaku semena-mena, sombong dan hanya memikirkan uang. Kehidupan Murad tidak pernah tenang dan harus berpindah-pindah untuk menghindari kawanan Partai Merah yang ingin menghabisinya.
Tiba-tiba saja aku merasa asing pada tanah kelahiranku yang pulang ke rumah sendiri pun harus diam-diam dan sembunyi-sembunyi seperti pencuri. Orang-orang dekat dan sahabat karib kini menjadi musuh, bahkan mereka hendak membunuhku. Sementara aku harus menjauhi keluarga dan teman-teman dekat yang tidak terlibat politik. Sungguh asing rasanya negeri ini, tetapai aku terlanjur tidak bisa hidup di tempat lain. Tanah ini rumahku, surgaku; tanah surga merah. ***
Buku ini terasa nyata bagiku dibeberapa bagian walaupun buku ini adalah fiksi. Ada beberapa hal yang masih relevan dan mungkin masih terjadi di Aceh. Membaca bab Partai Tuhan Aku langsung ingat dengan salah satu kampanye cagub Aceh kemarin dan bab Sumpah berikan Suara untuk Partai Tuhan adalah bab favoritku, karena sangat jelas dengan mengatas namakan agama dan Tuhan, maka hal-hal yang mungkin diluar logika dan tidak masuk akal adalah sah-sah saja. Agama dijadikan barang dagangan untuk menarik minat pembeli.
"Kalau Aceh ingin merdeka, kemenangan Partai Merah kali ini haruslah mutlak, tidak boleh ditawar-tawar, jangan berikan kesempatan pada partai lain. Hanya Partai Merah sajalah yang mampu memperjuangkan nasib bangsa kita, yang akan membawa Aceh ke puncak kejayaan di masa mendatang. Partai lain hanya memperjuangkan kesenangan mereka sendiri, tak lebih dari itu!"
"Bila partai ini kalah, Tuhan akan marah pada rakyat Aceh! ini kesempatan yang diberikan Allah untuk memperbaiki nasib rakyat Aceh yang telah lama dijajah oleh orang-orang yang tak jelas agamanya. Kita bangsa besar di dunia, dan kita harus bisa menolong diri kita sendiri. Jangan terlalu berharap pengakuan Amerika dan Inggris, mereka orang kafir, mereka tidak mungkin mendukung kita!
"Kalian semua harus memberikan suara untuk Partai Merah, sebagaimana yang kalian ketahui, ini adalah Partai Tuhan!
Buku ini bukan hanya tentang politik tapi juga penuh dengan kritik sosial. Penulis juga menggambarkan kegagalan pemerintah yang tetap tidak dapat mengubah kehidupan rakyat bahkan keadaan penduduk semakin terpuruk. Dana-dana program-program perekonomian rakyat dan juga program pembangunan lain, banyak dialihkan pada sesuatu yang tidak jelas, yang ujung-ujungnya untuk kekayaan partai dan anggotanya. Melalui buku ini aku mengetahui bahwa di Aceh masih ada daerah yang belum mendapat perhatian dari pemerintah, daerah yang benar-benar tertinggal yang penduduknya masih percaya tahayul, jauh dari agama, belum teraliri listrik, dan anak-anak yang tidak bersekolah. Entahlah, aku tidak terlalu yakin daerah tersebut hanya rekaan penulis.
Penulis juga menggambarkan bahwa tidak ada yang benar-benar hitam ataupun putih dalam politik, semua serba abu-abu. Kita tidak pernah tau siapa sesungguhnya kawan maupun lawan. Penulis juga menggambarkan bahwa sah saja menjadikan orang lain kambing hitam demi kepentingan politik. Seperti Murad yang dituduh terlibat dalam kerusuhan yang tidak dilakukannya. Sepertinya wajar saja orang lain mengambil keuntungan terhadap situasi tertentu. Tidak peduli dengan nasib orang lain, yang penting bagaimana menjadi yang terkuat. Ah, politik dan kekuasaan seakan menutup hati nurani manusia. Seperti perkataan salah satu teman Murad, "mereka yang duduk dikursi kekuasaan telah ditutup hatinya dan sebenarnya dikutuk Tuhan." Melalui buku ini saya juga paham tentang orang yang sebenarnya tidak tau apa-apa tapi malah ikut-ikutan, merasa benar dan sok tau. Terkadang mereka sendiri hanya dimanfaatkan dan seakan semuanya beres dengan uang dan tahta. Aku tertawa saat penulis menyentil kebiasaan orang Aceh yang lebih suka menghabiskan waktu dengan duduk dan mengobrol seharian penuh di kedai kopi dan memang tidak suka membaca buku. Melalui buku ini aku melihat tidak ada yang berubah dari Aceh. Semoga Aceh kembali bangkit ke arah postif dan tidak hanya dijadikan sebagai alat untuk memperkaya diri sendiri dengan mengatas namakan rakyat.
Seandainya endingnya tidak menggantung seperti itu, aku pasti akan memberi lima bintang (butuh kelanjutannya nih). Aku akhirnya ngeh hubungan kaver dan ending buku ini. Btw, penulis berani banget dalam menjabarkan beberapa hal dan beberapa tokoh walaupun namanya disamarkan tetap saja agak ketebak dan bikin ketawa miris. Menurutku Tanah Surga Merah salah satu buku yang harus dibaca masyarakat Aceh. Favorit line : Tapi, di Indonesia maupun di Aceh tidak begitu. Manusianya berperilaku suka-suka, menerobos lampu jalan sesuka hatinya, suka melanggar aturan, dan merasa bangga. Anjing tidak demikian!
Jangan kalian pikir semua doa Nabi Muhammad diterima Allah Ta'ala. Ada satu doa yang tak dijawb-Nya, yaitu permohonan Nabi agat umat islam bersatu. Bagaimana mungkin Allah bisa mengabulkan doa semacam itu bila umat islam sendiri senang bertengkar dan hidup berpecah belah?
Setan bukan saja dari golongan jin. Setan juga ada dari golongan manusia. Kalian tidak sadar kalau diri kalian yang kalian anggap suci murni itu adalah orang-orang yang dilaknat Tuhan?
Info Buku:
Judul: Tanah Surga Merah
Penulis: Arafat Nur
ISBN: 978-602-03-3335-9
Ukuran: 13.5x20 cm 
Tebal: 312 halaman
Harga: Rp65.000,00
18 notes · View notes
gramedia · 8 years ago
Text
Resensi Pilihan: Satu Hari Bersamamu - Mitch Albom
Ditulis oleh Nisa Rahmah di http://resensibukunisa.blogspot.co.id/2017/02/satu-hari-bersamamu.html untuk program #ResensiPilihan di Twitter @Gramedia.
Tumblr media
Sinopsis
"For One More Day adalah kisah tentang seorang ibu dan anak laki-lakinya, kasih sayang abadi seorang ibu, dan pertanyaan berikut ini: Apa yang akan kaulakukan seandainya kau diberi satu hari lagi bersama orang yang kausayangi, yang telah tiada?
Ketika masih kecil, Charley Benetto diminta untuk memilih oleh ayahnya, hendak menjadi “anak mama atau anak papa, tapi tidak bisa dua-duanya”. Maka dia memilih ayahnya, memujanya––namun sang ayah pergi begitu saja ketika Charley menjelang remaja. Dan Charley dibesarkan oleh ibunya, seorang diri, meski sering kali dia merasa malu akan keadaan ibunya serta merindukan keluarga yang utuh.
Bertahun-tahun kemudian, ketika hidupnya hancur oleh minuman keras dan penyesalan, Charley berniat bunuh diri. Tapi gagal. Dia justru dibawa kembali ke rumahnya yang lama dan menemukan hal yang mengejutkan. Ibunya––yang meninggal delapan tahun silam––masih tinggal di sana, dan menyambut kepulangannya seolah tak pernah terjadi apa-apa."
***
Resensi
Charley "Chick" Benetto merasa gagal dalam hidupnya. Ia mengalami kehidupan yang kacau-balau sejak kematian ibunya. Lalu, setahun setelahnya, ia melakukan hal bodoh yang menyebabkan dirinya harus menanggung kerugian finansial. Ia meninggalkan istri dan anaknya--atau sesungguhnya merekalah yang meninggalkannya. Hidupnya kacau balau. Hingga suatu saat, anak perempuan yang begitu dicintainya memberikan sebuah kabar, tentang pernikahannya. Dan tidak ada yang memberitahu Charley tentang itu. Bahkan, di dalam foto pernikahan itu tidak ada potret dirinya. Charley menganggap bahwa ia telah gagal menjadi seorang ayah, dan telah dibuang dari kehidupan anaknya.
Charley memutuskan untuk bunuh diri. Ia memacu kendaraannya begitu cepat, dengan maksud menabrakkan diri pada pagar pembatas. Namun, dari arah yang berlawanan, ada sebuah truk melintas. Tabrakan terjadi. Saat Charley membuka mata, ia terbaring di rerumputan. Mobilnya hancur, tapi ia tetap hidup. Ia berjalan tak tentu arah. Ia memanjat ke menara air, lalu kembali menuntaskan misinya untuk bunuh diri. Charley mendorong tubuhnya ke depan.
Saat kembali membuka mata, ia menemukan sosok ibunya di sana. Ibunya, yang meninggal bertahun-tahun yang lalu.
Semua itu tidak dapat dipahami oleh Charley. Bagaimana ia bisa kembali selamat dalam rentetan peristiwa yang baru saja terjadi itu? Bagaimana ia bisa melihat dan merasakan sosok ibunya di dekatnya? Bahkan, tubuh sang ibu benar-benar solid. Itu bukan sosok hantu. Lalu Ibu, mengajaknya ke sebuah perjalanan, perjalanan demi perjalanan yang melempar ingatan Charley ke masa silam, tentang banyak hal yang terjadi pada dirinya dan ibunya.
Tentang ia yang mendapatkan simpati dari orang-orang karena perceraian keluarganya, tentang Posey, ibunya, yang justru mendapat perlakuan sangat berbeda karena dianggap ancaman bagi para ibu-ibu yang takut suaminya akan bermain mata pada janda muda itu.
Tentang Charley yang sedari dulu memutuskan untuk menjadi "anak papa", dan harus pindah haluan menjadi "anak mama" semenjak ayahnya pergi dari keluarga mereka tanpa penjelasan apa pun. Tentang Charley yang menyimpan amarah pada ibunya karena membiarkan ayah mereka pergi.
“Kau bisa jadi anak mama atau anak papa. Tapi tidak keduanya.” (h. 31)
Tentang Posey yang harus melakukan apa pun demi membesarkan anak-anaknya, bahkan saat ia mengalami hal-hal buruk tentang statusnya, dan kenyataan bahwa dirinya masih tetap cantik bahkan di usianya yang tak lagi muda.
Tentang Charley yang bahkan masih menjadi "anak papa", bahkan setelah apa yang dilakukan ayah mereka selama ini. Bahkan, setelah pengorbanan ibunya yang begitu besar, demi membesarkannya dan membuatnya tumbuh menjadi seseorang.
Tentang makna keluarga, dan kasih sayang melimpah dari seorang ibu pada anaknya, bahkan ketika sang anak tidak pernah menyadarinya, dan baru menyesali kejadian demi kejadian setelah ibu mereka tiada.
“Pernahkah kau kehilangan seseorang yang kausayangi dan kau ingin bisa bercakap-cakap dengannya sekali lagi, mendapatkan satu lagi kesempatan untuk menggantikan waktu-waktu ketika kau menganggap mereka akan selalu ada selamanya? Jika pernah, maka kau pasti tahu bahwa seberapa banyak pun kau mengumpulkan hari-hari sepanjang hidupmu, semuanya takkan cukup untuk menggantikan satu hari itu, satu hari yang ingin sekali bisa kaumiliki lagi.” (h. 7)
***
“Jadi, sekarang kau tahu ada orang yang sangat menginginkanmu, Charley. Anak-anak terkadang melupakan itu. Mereka melihat diri sendiri sebagai beban dan bukan sebagai jawaban doa.” (h. 92)
Bagi saya, buku-buku Mitch Albom adalah nasihat, dan Satu Hari Bersamamu ini, adalah sebuah nasihat tentang kehidupan, tentang keluarga, hubungan anak dan orangtua. Sebuah pembelajaran berharga tentang memaknai kehidupan, seberapa pun sulitnya sebuah kisah terjalin.
Kisah ini begitu memilukan sekaligus hangat. Kau bisa merasakan kasih sayang seorang ibu yang begitu mendalam, bahkan rela melakukan apa pun demi kebahagiaan anaknya. Tidak mau membuka aib yang terjadi dalam keluarga mereka, meskipun itu mengakibatkan persepsi seorang anak menjadi berbeda apabila mereka tahu yang terjadi sebenarnya. Tegar saat mendapatkan cemoohan maupun perlakuan tidak menyenangkan dari orang lain. Bahkan, rela melakukan apa pun demi kebahagiaan anak mereka.
"Anak-anak merasa malu karena orangtuanya."(h. 110)
Bagian yang paling membuat saya terharu adalah ketika Posey membelikan alat cukur dan mengajarkan Chick bercukur--pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh seorang ayah pada anak lelakinya. Lalu, saat Chick tahu bahwa setiap Sabtu, ibunya melakukan pekerjaan yang tidak pernah diduga Chick sebelumnya. Saya nyaris menangis sewaktu membaca itu.
Namun, "Saat-Saat Ketika Ibu Membelaku" dan "Saat-Saat Ketika Aku Tidak Membela Ibu" berhasil menampar-nampar pembacanya, dan membuat saya merenung..., sudah cukupkah saya membela Ibu di saat-saat ia membutuhkan sebuah pembelaan atau bahkan sekadar mengharapkan anak-anaknya memperlihatkan wujud kasih sayang mereka kepadanya?
“Bagus sekali kau bisa melewati satu hari dengan ibumu. anak-anak harusnya lebih sering melakukan itu. (h. 101)
Buku ini indah, hangat, dan menampar naluri terdalam tentang bagaimana seharusnya kita memberikan arti dan makna terhadap keluarga. 
“Tetap tinggal bersama keluargamu adalah apa yang menjadikannya keluarga. (h. 228)
***
Info Buku:
Judul: Satu Hari Bersamamu (For One More Day) Penulis: Mitch Albom ISBN: 978-602-03-3340-3 Ukuran: 13.5x20 cm Tebal: 248 halaman Harga: Rp50.000,00
40 notes · View notes
gramedia · 8 years ago
Text
Resensi Pilihan: Some Kind of Wonderful - Winna Efendi
Ditulis oleh Agsari Irma di http://agsariirma.blogspot.co.id/2017/02/somekindofwonderful.html untuk program #ResensiPilihan di Twitter @Gramedia.
Tumblr media
Sinopsis:
Liam Kendrick dan Rory Handitama memahami arti kehilangan. Liam pergi ke Sydney dengan dalih menggapai impian sebagai koki, walau alasan sebenarnya untuk menghindari cinta pertama yang bertepuk sebelah tangan. Di lain pihak, Rory sedang berusaha menata kehidupannya setelah suatu insiden membuatnya kehilangan orang-orang yang disayanginya, dan melepaskan impiannya sendiri sebagai pemusik. Keduanya paham arti berduka, meski belum mengerti caranya. Kesedihan dan kesepian mendekatkan Liam dan Rory, sampai akhirnya ada rasa lain yang menyusup. Saat perasaan sudah tak terelakkan, Liam dan Rory terjebak keraguan, dan rasa lama masih terlalu kuat untuk dilupakan. Dapakah dua orang yang pernah mencintai orang lain dengan segenap hati menyisakan ruang bagi satu sama lain? 
Review:
Winna Efendi is the author whose books will always have a special place in my heart.
Terkadang, tidak diperlukan sebuah dunia baru yang tercipta karena kehancuran dunia di masa sebelumnya, atau hal-hal magical di luar nalar untuk membuat kita takjub akan suatu tulisan. Beberapa penulis mengusung cerita yang dekat dengan kehidupan sehari-hari: perdebatan kecil dengan keluarga, hangatnya persahabatan, perasaan ringan karena sepotong percakapan di saat yang tepat, pertemuan dengan orang baru, ataupun kehilangan. Dan Kak Winna adalah salah satu penulis yang sukses meramu hal-hal sederhana yang pernah dialami setiap orang menjadi sesuatu yang istimewa dengan ciri khasnya.
Some Kind of Wonderful adalah salah satu karya paling emosional Kak Winna yang pernah saya baca. Karena bukan hanya tentang Liam dan Rory, buku ini juga menceritakan tentang mereka yang hidupnya pernah bersinggungan dengan kedua tokoh ini. Those people that make them who they are. Tentang jejak-jejak yang mereka tinggalkan dan tidak pernah benar-benar terhapus. Tentang kehilangan—bukan hanya kehilangan orang-orang berarti, tetapi juga kehilangan diri sendiri, juga impian yang harus terkubur karenanya. Dan juga tentang melepaskan dan merelakan. It’s about the past and the path towards the future.
***
Liam, seorang koki yang sukses, terkenal, dan punya segalanya. Sampai ia sadar bahwa semua yang ia miliki bukanlah yang selama ini benar-benar ia cari. Berlari dari sesuatu yang sudah melekat sejak lama ternyata tak semudah yang ia kira.
Rory punya orang-orang yang berarti, yang ia cintai bahkan lebih dari hidupnya sendiri. Sayangnya, mereka kini hanyalah kenangan di sudut-sudut ingatan. Tidak seperti Liam yang ingin lepas dari masa lalunya, Rory justru menyediakan tempat khusus bagi orang-orang tersebut, ingin mempertahankan mereka, dan hal itu membuatnya sulit membuka diri.
“Orang-orang selalu bilang, waktu akan menyembuhkan segalanya. Mereka yang berkata begitu jelas-jelas belum pernah merasakan kehilangan. The aftermath is always the hardest part.” (Hal. 139)
It actually has a classic-boy-meets-girl formula, dengan kedua tokohnya yang punya heavy baggage, dan pada suatu titik, jalan mereka bersimpangan. Karena keberadaan satu sama lain yang saling mengisi, rasa baru pun tumbuh di antara mereka. Sesuatu yang hampir selalu kita temui dalam novel romance/contemporary. Tetapi, Kak Winna dengan piawai menjadikan kita dekat dengan karakter Liam maupun Rory karena adanya dua sudut pandang dalam buku ini. Masing-masing kegelisahan mereka tertuang dalam dua sudut pandang ini dengan sangat baik. Liam dengan keinginannya untuk melupakan cinta pertamanya, pertanyaan mengenai apakah hidup yang ia jalani memang benar-benar worth living, dan kerinduannya akan “rumah��� dan “pulang” karena latar belakang dan masa kecilnya. Sedangkan dari sudut pandang Rory, sangat terasa duka yang dialaminya dan menyebabkan ia enggan melangkah maju, bahkan merelakan impiannya sebagai pemusik.
“Ah, bukankah hidup memang seperti itu? Kesalahan, penyesalan, pembenaran—sebuah siklus yang tak pernah berakhir. It’s all the ugly and the wonderful things colliding at once, dan kita semua terperangkap di dalamnya. Justru karena itulah kita terus hidup, untuk menunggu ke mana ia akan membawa kita selanjutnya.” (Hal. 298)
Tokoh-tokoh pendukungnya juga menarik, Jay, Ruben, Angelo, Daphne, Noah, pasangan Stan dan Julie, Bunda Ida dan Wendy merupakan tokoh-tokoh yang memorable. Mereka punya peran penting bagi perkembangan karakter Rory dan Liam. Saya bahkan bersimpati terhadap Willem dan Ibu kandung Liam. Mereka manusiawi, meskipun tidak semuanya lovable, tetapi masing-masing punya alasan kuat atas segala tindakan mereka—bagaimana setiap pilihan dalam hidup memiliki harga yang harus dibayar.
Riset yang tentunya tidak setengah-setengah ikut mendukung kisah ini terasa semakin nyata. Liam dan pekerjaannya sebagai koki adalah salah satu yang paling menonjol, passion-nya dalam dunia kuliner dan kehidupannya di bawah spotlight digambarkan dengan apik. Begitu juga dengan latar Sydney yang diambil, dengan suasana yang dominan dengan laut.
Dan yang paling membuat saya lega adalah bagaimana alurnya tidak lantas dibawa ke arah yang menjadikannya punya terlalu banyak drama. Realistis. Karakter utama di buku ini memang dua orang dewasa yang mengerti arti kehilangan, dan mereka berkembang dari awal hingga akhir cerita. Saya hanya sedikit terganggu dengan flashback percakapan yang selalu menggunakan font italic karena kadang tertukar dengan narasi berbahasa Inggrisnya, dan ada sedikit typo serta detail yang agak miss, seperti halaman 96 ketika Rory meniup lilin berangka lima, padahal di halaman sebelumnya disebutkan bahwa Ruben seharusnya akan berusia enam. Tapi secara keseluruhan, Some Kind of Wonderful adalah bacaan yang memuaskan.4 dari 5 bintang, dan sangat recommended untuk Valentine's Day! :D
“I used to think that leaving might feel lonely, but not anymore. Because sometimes goodbye means a promise to return to the people you love.” (Hal. 346)
And just like its title, this book is, indeed, wonderful.
Info Buku:
Judul: SOME KIND OF WONDERFUL Penulis: Winna Efendi ISBN: 978-602-03-3555-1 Ukuran: 13.5x20 cm Tebal: 360 halaman Harga: Rp79.000,00
10 notes · View notes
gramedia · 8 years ago
Text
Resensi Pilihan: Yes, I Do But Not With You - Shandy Than
Ditulis oleh April Silalahi di http://duniakecilprili.blogspot.co.id/2017/01/review.html untuk program #ResensiPilihan di Twitter @Gramedia.
Tumblr media
SINOPSIS Amy tak pernah menyangka rencana masa depannya hancur berkeping-keping dalam sekejap. Pernikahan yang hanya tinggal sejengkal, tiba-tiba sirna. Joshua, sang calon suami sekaligus tujuan hidupnya, menghamili perempuan lain. Amy kehilangan kekasih, pekerjaan yang sangat ia suka, dan kepercayaannya terhadap laki-laki. Tetapi, kemudian Semesta mempertemukan Amy dengan Gabriel yang melezatkan hari-hari Amy dengan pastry buatannya. Meski begitu, Joshua tak kunjung menyerah merebut Amy kembali, dan dia selalu tahu bagaimana meluluhkan pertahanan Amy. Akankah Amy menerima Joshua kembali? Ataukah ia akan melepaskannya, dan mendengarkan Semesta yang mencoba menghiburnya dengan kehadiran Gabriel?
"Kadang-kadang orang tidak butuh bahu untuk bersandar atau teman untuk menangis bersama; mereka hanya butuh telinga yang bersedia mendengarkan tanpa menyertakan bibir yang menghakimi." (halaman 24)
Hubungan Amy dan Joshua sudah berlangsung lama, enam tahun mereka tinggal serumah. Amy yang mengurusi semua keperluan Joshua. Amy yang menyiapkan segala kebutuhan Joshua. Singkat kata, Amy sudah mengenal betul bagaimana Joshua dan apa kebiasaanya. Walau tinggal bersama, Amy tetap menjaga kehormatannya. Amy dan Joshua tidak pernah tidur bersama bahkan memuaskan napsu mereka berdua. Namun ternyata hal itu tidak cukup membuat hubungan mereka tetap awet tanpa adanya masalah, Joshua ketauan selingkuh! Seorang wanita menemui amy dan mengaku sedang hamil dari hasil perbuatan semalamnya Joshua. Tidak dapat dibayangkan apa perasaan Amy. Sedih, kecewa, dan sangat terpukul. Padahal Amy dan Joshua berencana menikah sebentar lagi. Bukan hanya Amy yang terluka karena perselingkuhan yang dilakukan Joshua namun kedua orangtua Amy yang sudah menyayangi Joshua dan orangtua Joshua yang selalu baik dengan Amy. Amy tidak tega mengecewakan hati mereka. Di saat fase patah hati Amy, ada sosok sahabat Lucia yang selalu menjadi tong sampah Amy di saat terpuruk. Amy yang langsung berhenti menjadi sekretaris Joshua dan mengurung diri di kamar dibantu oleh Lucia untuk kembali bangkit menyongsong masa depan. Lucia sendiri mempunyai sebuah usaha cafe bersama mitra kerjanya, Paris. Cafe bernama Pondok Sarapan terkanal dikalangan gadis-gadis akan menu yang dimilikinya beragam dan menggugah selera. Terlebih lagi sosok Paris yang memanjakan mata kaum gadis-gadis belia. Di tengah patah hatinya juga, Lucia berhasil membujuk Amy untuk ke Pondok Sarapan. Disana Amy bertemu dengan seorang laki-laki yang pintar memasak, Gabriel. Sosoknya mampu mencuri perhatian Amy terutama saat Gabriel sedang memasak. Sosok Gabriel di kehidupan Amy ternyata membuat Joshua naik pitam, dia menganggap Amy lah yang berselingkuh dengan Gabriel, bukan dirinya. Namun, apa yang terjadi kalau Gabriel ternyata mempunyai hubungan masa lalu dengan wanita selingkuhannya Josh? Lalu bagaimana cara Amy untuk membalas apa yang dilakukan Joshua?Jadikah mereka menikah? ----------------------------------------------------- Ini pertama kalinya aku membaca tulisan Shandy Tan. Penulis yang namanya sudah tidak asing lagi didengar dan dilihat jika kita berkunjung ke toko buku. Kali ini mengeluarkan buku yang berjudul Yes, I Do But Not With You. Saat pertama kali melihat judul yang diberikan, nyeleneh sekali ya. Membuat aku penasaran seperti apa cerita yang akan dibawa penulis. Dan Voila! Aku cukup menikmati alurnya. Penulis paham gimana perasaan seorang gadis patah hati dan apa yang gadis patah hati biasa butuhkan untuk menyembuhkan luka mereka. Penulis tidak membuat si tokoh Amy menjadi sosok yang menyedihkan, tapi menghadirkan sosok Lucia menjadi pembantu semangat dalam cerita ini. Lucia hadir sebagai sosok yang membuat Amy menjalani hidupnya kembali, tanpa terlalu lama bersedih-sedihan mengurung diri di kamar.
"Aku percaya kadang-kadang karma butuh bantuan supaya pekerjaannya lebih mudah dab lebih cepat selesai. Kita hanya menyusun skenario." (halaman 115) 
Aku ikut merasakan gimana terpuruknya Amy dikhianati oleh pacarnya sendiri. Semua sikap yang terlalu over dalam novel ini, masih bisa di tolerirlah. Karena kita tidak dapat mengukur sedalam apa seseorang dapat patah hati dan apa yang akan dilakukan orang tersebut untuk membalas patah hatinya. Manggunkan POV ketiga menjadi penulis yang tau akan segala hal, tidak menyebabkan cerita ini menjadi over. Alurnya cukup cepat dan maju juga dengan mudah aku ikuti. Namun jika aku boleh memberikan sedikit kritik akan penggunaan POV ini, jika penulis ingin menggambarkan sudut pandang dari tokoh yang dihadirkan, lebih baik sekalian saja menggunakan POV 1. Karena menjelang akhir cerita terjadi pengulangan narasi hanya karena tokoh yang sedang berbicara berbeda. Menurutku hal itu sedikit mengganggu. Saran aku lainnya terletak di kebiasaan Amy dan Joshua yang diperbolehkan untuk tinggal serumah dengan Joshua. Memang sih kedua orangtua mereka sudah menyayangi pasangan anaknya seperti anak sendiri dan memang penulis menggambarkan Joshua dan Amy tidak melakukan hal di luar batas. Tapi... tetap saja hal itu tidak masuk di logika. Apalagi kalau pembacanya masih remaja. Mengingat kita tinggal di Indonesia. hmm, atau hal itu memang sudah marak terjadi tanpa sepengatuan banyak orang? Entahlah. Lalu, hal lain yang jika boleh ku berikan saran yaitu terletak di ending cerita. Setelah eksekusi yang terlalu monoton untuk urusan perselingkuhan, penulis tidak menambahkan suatu hal yang membuat pembaca -khususnya aku- berkesan membaca kisah ini. Aku berharap sosok Gabriel akan menjadi sesuatu penentu cerita akhir endingnya. Namun tidak. Di lain pihak,aku cukup terkejut akan twist yang diberikan terhadap sosok Gabriel. Gak nyangka aja sih. Overall, cukup menarik membaca perkenalan aku akan karyanya Shandy Tan. Kocak, sedih dan patah hati menjadi satu. Membaca cerita ini juga mengajarkan kita sebagai kaum cewek -yang suka patah hati- untuk peka akan keadaannya sahabat kita. Karena terkadang yang dibutuhkan cewek patah hati adalah kehadiran sahabat menjadi tong sampah segala kekesalan. Tidak sabar ingin membaca tulisan Shandy Tan lainnya ^^
Info Buku:
Judul: MetroPop: Yes, I Do But Not With You Penulis: Shandy Tan Kategori: Fiksi, Roman ISBN: 978-602-03-3711-1 Ukuran: 13.5x20 cm Tebal: 224 halaman Harga: Rp58.000,00
7 notes · View notes
gramedia · 8 years ago
Text
Resensi Pilihan: Genduk - Sundari Mardjuki
Ditulis oleh Wardah di https://melukisbianglala.wordpress.com/2017/01/09/genduk-sundari-mardjuki/ untuk program #ResensiPilihan di Twitter @Gramedia.
Tumblr media
Novel ini bercerita tentang seorang anak yang dipanggil Genduk. Dia tinggal berdua bersama Biyung (ibu) di lereng Gunung Sindoro. Sejak kecil Genduk tidak pernah mengenal ayahnya. Biyung-nya tidak pernah membicarakan lelaki itu walaupun Genduk merengek ingin tahu. Hal ini membuat kerinduan terhadap sosok ayah begitu besar dalam diri Genduk seiring waktu.
Di sisi lain, seperti penduduk desa di lereng Sindoro, kehidupan ibu-anak ini disanggah oleh tembakau. Namun, tidak seperti kebanyakan petani lainnya, tanah pertanian ibu-anak ini tidaklah seberapa. Meski dulu biyung Genduk adalah salah satu anak petani tembakau terbesar, sejak menikah dengan ayah Genduk, hidup wanita itu menjadi sulit. Tahun ini pun mereka harus berharap pada hasil tanah yang tidak seberapa. Ditambah dengan semakin sulitnya menjuah tembakau dan utang yang tak kunjung habis, ibu-anak ini harus bertahan di tengah gempuran kehidupan.
Tentang Petani Tembakau 
Genduk berlatar tahun 1970-an, di mana saat itu banyak petani tembakau yang terlilit utang karena ulah gaok dan tengkulak. Penulis sendiri mengaku melakukan riset langsung ke petani-petani tembakau untuk mendapatkan kisah petani tembakau yang nyata untuk Genduk.
Sepanjang membaca Genduk, penulis membuktikan risetnya memang bukan sekadar menjadi latar. Penulis berhasil menyajikan kehidupan petani tembakau tahun 1970-an dengan sangat hidup dalam Genduk. Mulai dari fakta bahwa para petani tembakau memulai bertani dengan modal berutang (h. 24), yang sering kali masih ada utang-utang dari penanaman tembakau tahun-tahun sebelumnya.
“Musim tembakau adalah musim labuh. Apa yang dimiliki petani dipertaruhkan agar penanaman tembakau hingga panen nanti berhasil.” (h. 23)
Penulis juga menyajikan pertumbuhan tanaman tembakau dan perlakuan petani terhadap tanaman itu agar semakin rimbun (h. 69), fakta bahwa semua warga (termasuk anak-anak) turun ke pertanian ketika musim panen (h. 90), jenis-jenis tembakau (h. 90), proses panen tembakau (h. 90-91), musim hujan yang menjadi momok bagi tanaman tembakau (h. 92-94), kehidupan petani yang sangat bergantung apda giok, hingga soal tembakau srintil (h. 212-215).
Berbagai istilah lokal terkait pertanian tembakau pun disajikan oleh penulis dengan apik. Seperti nanjaki, di mana bening tembakau harus dijaga agar tidak kalah dengan gulma (h. 23). Atau punggel, memotong bunga tanaman tembakau, agar daun tembakau semakin subur (h. 70). Hal ini membuat latar petani tembakau terasa sangat-sangat hidup dalam Genduk. Latar yang juga menambah wawasan pembaca.
Penulis juga berhasil menghidupkan kondisi rumah-rumah para petani (h. 15), kehidupan sederhana warga desa di lereng gunung, hingga adat yang mengakar seperti ritual Among Tebal (h. 47) di tahun 1970-an itu dengan gaya bahasa yang apik. Saya harus mengangkat topi untuk penulis yang berhasil menyajikan Genduk dengan tata bahasa puitis.
Genduk dan Pak’e 
Sayangnya, kepiawaian penulis menghadirkan latar petani tembakau ini tidak berhasil menyatu dengan baik dengan tokoh utama kita, Genduk. Selain mengkhawatirkan biyung-nya yang mengurus pertanian tanpa lelah, Genduk juga merindukan sosok ayahnya, Pak’e. 
“Tahukan kalian bahwa sebuah keluarga tanpa bapak itu bisa dilihat dari bentuk rumahnya?” (h. 15) 
Penulis berusaha menyajikan kehidupan petani tembakau dan kerinduan Genduk terhadap Pak’e secara beriringan. Berganti-ganti, penulis menuturkan kedua hal itu. Sayangnya, saya tidak berhasil mendapatkan kerinduan Genduk yang amat sangat itu terbangung dengan baik di antara keributan panen tembakau. Penulis bahkan terkesan tergesa-gesa ketika membuat tokoh Genduk mencari tahu soal ayahnya seorang diri.
Perlu dipahami sebelumnya bahwa Genduk adalah seorang anak SD. Usianya paling baru 11-12 tahun. Dia sejak kecil hidup di desa. Desanya bahkan termasuk pelosok. Oleh sebab itu, melihat Genduk mencari tahu ayahnya seorang diri terasa sangat-sangat tidak masuk akal. Dari mana keberanian Genduk tumbuh? Darimana anak sekecil itu punya kekuatan dan keberanian untuk berinteraksi dengan orang-orang yang baru dikenalnya padahal selama ini pun di desa dia lebih banyak bersama teman sebaya? Lain ceritanya jika Genduk mulai jadi remaja tanggung.
Fakta bahwa Genduk masihlah anak SD juga membuat novel ini terasa kelewat dewasa. Genduk terlalu tahu banyak hal, tentang pertanian tembakau, tentang kehidupan, bahkan tentang obrolan orang dewasa. Saya tidak berhasil mendapatkan “jiwa anak-anak” dalam novel ini.
Lebih-lebih, si karakter antagonis dalam novel ini pun berakhir terlalu cepat. Sejak awal saya pikir karakter antagonis ini akan memainkan lebih banyak konflik dan kegelisahan dalam diri Genduk, tapi ternyata tidak. Pembaca tidak disuguhi gejolak dalam diri Genduk sehabis insiden itu. Genduk pun hanya disebut-sebut akan membalas dendam tanpa benar-benar melakukan sesuatu. Lalu, akhirnya begitu. Saya jujur saja sangat kecewa dengan perkembangan karakter antagonis yang diolah penulis.
Sama seperti saya kecewa pada kada kerinduan Genduk terhadap Pak’e yang tidak berhasil membuat saya terenyuh. Padahal saya ini paling lemah sama cerita keluarga, tetapi hubungan biyung-Genduk, pun Genduk-Pak’e tidak berhasil menumbuhkan empati dalam diri saya. Saya rasa penyebab utamanya adalah penulis terlalu detail menceritakan soal pertanian tembakau. Penulis tidak memberikan ruang yang cukup bagi perasaan Genduk, perasaan seorang anak kecil, untuk benar-benar tumbuh dan mendamba sosok ayahnya. 
Terakhir 
Genduk bisa dibilang sebagai sebuah buku yang tidak cukup berhasil mengeksplorasi karakter bocah sang tokoh utama. Meski demikian, Genduk memang memiliki gaya bahasa yang sangat-sangat indah. Genduk juga diperkaya dengan informasi yang sangat informatif terkait tembakau—dan fakta seputar kehidupan petani.
Saya rasa, situasi yang dihadapi petani tembakau dalam Genduk ini masih relevan hingga waktu ini untuk petani apa pun, tidak hanya petani tembakau. Miris sekali membaca bagaimana petani sulit lepas dari utang. Lebih miris lagi ketika melihat para petani langsung menghamburkan uangnya begitu masa panen untuk membeli hal-hal yang sejujurnya tidak membuat pertanian mereka semakin maju, seperti kulkas, vespa, dll.
Benar sekali kutipan yang saya dapatkan dari novel ini
“Duit memang bisa membuat siapa saja senang. Nggak tua, nggak muda. Nggak mikir utang dan kebutuhan yang lain, sing penting senang-senang dulu.” (h. 100) 
Kita sepertinya terlalu menjadi manusia konsumtif yang sangat materialis.
Selamat membaca! Mari merenung.
Info Buku:
Judul: Genduk Penulis: Sundari Mardjuki Penyunting: Lana Puspitasari Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Tebal: 232 halaman
18 notes · View notes
gramedia · 8 years ago
Text
Resensi Pilihan: Dawai-Dawai Ajaib Frankie Presto - Mitch Albom
Ditulis oleh Fitra Aulianty di http://mydreamlandstories.blogspot.co.id/2016/12/review-dawai-dawai-ajaib-frankie-presto.html untuk program #ResensiPilihan di Twitter @Gramedia.
Tumblr media
Blurb
Semua manusia berbakat musik. Jika tidak, mengapa Tuhan memberimu jantung yang berdenyut? Melalui kecintaannya pada musik, Mitch Albom menyusun novel indah tentang pengaruh bakat dalam mengubah hidup manusia. Inilah kisah epik tentang Frankie Presto––gitaris paling hebat yang pernah ada––dan enam kehidupan yang diubah melalui enam dawai biru gitarnya. Frankie lahir di gereja yang terbakar, bayi yatim-piatu yang dididik oleh seorang guru musik di kota kecil di Spanyol. Perang menghancurkan hidupnya, dan pada usia sembilan tahun dia diselundupkan ke Amerika di dalam perahu. Harta Frankie satu-satunya adalah gitar tua dan enam dawai berharga. Frankie merambahi khasanah musik tahun 1940, 1950, dan 1960-an dengan bakatnya yang luar biasa sebagai gitaris dan penyanyi yang memengaruhi bintang-bintang pada zaman itu, (Duke Ellington, Hank Williams, Elvis Presley), sampai akhirnya dia pun menjadi bintang tenar. Namun bakat luar biasa ini juga menjadi beban ketika Frankie menyadari petikan gitarnya, musiknya, dapat memengaruhi kehidupan orang-orang lain. Pada puncak ketenarannya, dia membuat satu kesalahan, dan merasa bersalah. Dia menghilang. Legendanya berkembang. Berpuluh tahun kemudian, setelah hatinya pulih, dia muncul kembali untuk mengubah satu kehidupan terakhir.
Dalam buku ini, Musik menjadi sang Narator, dan melalui tutur katanya kita diajak melongok ke dalam banyak kehidupan yang diubah oleh sang gitaris yang dawai-dawainya sanggup menyentuh jiwa musik di dalam diri kita semua. 
Review
“Kebenaran adalah terang. Dusta adalah bayangan. Musik adalah keduanya.”
Frankie Presto adalah salah seorang pemusik yang memiliki kisah begitu panjang. Lahir dengan nama Fransisco ketika perang saudara tengah berkecamuk di Villareal, Spanyol. Saat itu Carmencita—ibu Frankie—memasuki gereja untuk mendoakan janinnya, namun wanita itu tiba-tiba menjerit karena kontraksi hebat, tanda hendak melahirkan. Seorang biarawati muda mendengar jeritan Carmencita dan mendatangi wanita yang akan melahirkan itu. Tetapi, sebelum keduanya sempat menuju rumah sakit, pintu gereja didobrak oleh kaum revolusioner  dan militan yang marah kepada pemerintah baru dan ingin menghancurkan gereja.
Biarawati muda itu cepat-cepat membawa Carmencita ke ruang tersembunyi di gereja, membantu Carmencita melahirkan. Dan setelah melahirkan, masih ada satu hal lainnya yang harus dilakukan oleh Carmencita, yaitu menjaga agar Frankie yang baru lahir itu tidak menangis. Sementara para penyerbu itu kian mendekat, Carmencita pun menyanyikan sebuah lagu berjudul Larigma, yang berarti air mata. Frankie memang tidak menangis, hingga setahun lamanya. Namun, ketika Frankie yang masih bayi itu bisa mengeluarkan tangisannya, ia lagi-lagi harus berhadapan dengan hal yang mengerikan.
“Dalam hidup ini setiap orang bergabung dengan band.  Kau lahir dalam band pertamamu. Ibumu menjadi pemain utama. Dia berbagi pentas dengan ayah dan saudara-saudaramu.”  – hlm 31
“Sementara hidup berjalan terus, kau akan bergabung dengan band-band lain, beberapa melalui persahabatan, beberapa melalui percintaan, beberapa melalui lingkungan di sekitar rumah, sekolah, dan tentara. Mungkin kalian mengenakan seragam, atau menertawakan kosa kata pribadimu. Boleh jadi kalian menjatuhkan diri di sofa di balik punggung, makan bersama di satu meja kamar indekos, atau berdesak-desakan di dapur kapal. Namun, dalam setiap band tempatmu bergabung, kau akan memegang peran berbeda, dan peran ini akan memengaruhimu, sama seperti kau memengaruhinya.Selain itu, seperti nasib yang biasanya menimpa band, kebanyakan dari mereka akan bubar—karena jarak jauh, perbedaan, perceraian, atau kematian.” – hlm 31-32
***
Novel ini merupakan novel kedua Mitch Albom yang saya baca. Masih dengan nuansa fantasi ringan yang penuh nilai moral, menjabarkan hidup seorang legenda musik bernama Frankie Presto. Tentu, Frankie Presto ini sendiri hanyalah rekaan. Namun, penulis berhasil membuat hidup Frankie begitu nyata. Karirnya yang cemerlang dan mengagumkan ternyata tidak terlepas dari kisah hidupnya yang rumit dan tidak diketahui oleh orang-orang. 
Kehilangan ibunya, kehilangan ayah angkatnya, kehilangan guru musiknya dan bahkan kehilangan dirinya sendiri. Frankie yang disebut-sebut sangat mirip dengan Elvis Presley ini menjalani masa kecilnya yang rumit dengan berpindah-pindah. Saat itu, setelah ayah angkatnya yang merupakan pemiliki sarden bernama Baffa Rubio ditanggap, Baffa meminta pada El Maestro—guru gitar Frankie—untuk membawa Frankie ke Amerika.
El Maestro pun mengurus segala dokumen-dokumen untuk Frankie dan memberikan gitar dengan enam dawai kepada Frankie kecil. Setelahnya Frankie berangkat sendirian ke Amerika, ketika ia berumur 10 tahun.
Lalu, karena suatu kejadian dawai-dawai gitar pemberian El Maestro secara ajaib tiba-tiba berubah menjadi biru. Kemudian satu persatu dawai-dawai itu berubah menjadi biru, dalam selang waktu berbeda selama hidupnya.
Banyak sekali pesan-pesan moral yang diselipkan penulis di novel ini. Tentang kehidupan yang seimbang, yang memiliki suka duka di setiap saatnya. Juga tentang beberapa hal dasar yang seharusnya kita lakukan di hidup ini. Seperti dijelaskan pada beberapa halaman yang akan saya kutip.
“Kau tidak bisa menulis bila tidak membaca,” ujar laki-laki buta itu. “Kau tidak bisa makan bila tidak mengunyah. Dan kau tidak bisa bermain musik bila kau tidak”—tiba-tiba dia menyambar tangan anak itu—“mendengarkan.” – hlm 80 
“Kadang-kadang aku berpikir bakat yang paling hebat adalah kegigihan. Namun hanya kadang-kadang saja.” -- hlm 56 
“Namun itulah kenyataannya. Pada hari Frankie menemukan arti cinta, dia kehilangan keluarga. Dari mayor ke minor.” -- hlm 131 
“Ya, dan kau akan merasa takut lagi. Sepanjang hidupmu. Dan kau harus menakhlukkan rasa takut ini. Hadapi mereka dan anggap saja mereka tidak ada.” – hlm 171
“Aku adalah musik. Aku berada di dalam dirimu. Kenapa aku harus bersembunyi di balik serbuk ataupun uap?Apakah kau pikir aku serendah itu?” – hlm 195
“Sudah kukatakan musik memungkinkan kreasi cepat. Tapi itu bukan apa-apa bila dibandingkan dengan apa yang mampu dihancurkan manusia dalam satu percakapan saja.” – hlm 229
“Tidak, aku memang tidak ingin. Tapi inilah hidup. Kau bakal kehilangan. Kau harus mulai belajar lagi berkali-kali—atau kau bakal tak berguna.” – hlm 374
Selain memiliki pesan-pesan moral, novel ini juga menjabarkan tentang musik, instrumen musik, dan tokoh-tokoh musik yang sudah melegenda. Tokoh-tokoh musik itu disajikan secara fiksi memang, untuk membuat kisah hidup Frankie lebih nyata.
Saya sendiri tidak begitu mengetahui tentang musikus-musikus itu karena memang bukan di bidang saya. Namun itu menjadi pengetahuan tambahan buat saya bahwa musikus itu pun memiliki cabang-cabangnya sendiri, seperti rock and roll, blues dan lainnya.
Bagian kesukaan saya tentang musik ini sendiri yaitu deskripsi penulis tentang instrumen musik. Yang paling bikin saya ingin menjatuhkan novel ini yaitu ada di halaman 228-229, saat Frankie kecil tahu bagaimana rasanya dibohongi. Di sana instrumen yang dipakai penulis untuk menggambarkan sentakan saat dibohongi adalah snare drum. Bunyi 'duk!' yang digambarkan di sana sama seperti bunyi jantung ketika mendapatkan kenyataan yang tidak diinginkannya.
Saran saya jika ingin membaca novel ini atau novel Mitch Albom yang lain ya harus dalam keadaan siap merenung atau sedang bersantai. Karena novel ini memiliki alur yang pelan, namun membuat sentakan besar yang halus. Aneh ya, sentakan besar yang halus? Ya, tapi begitulah yang saya rasakan saat membaca novel ini. Kekosongan yang sangat kosong, lalu tiba-tiba datang banjir bandang!
"Dawai keenam, atau nada E rendah, adalah yang paling dalam, lamban, dan galak. Kaudengar sedalam apa? Dum-dum-dum. Seakan sudah siap mati." "Apakah karena letaknya paling dekat dengan surga?" "Tidak, Fransisco. Tapi karena hidup akan selalu menyeretmu ke dasar."
Info buku:
Judul: Dawai-Dawai Ajaib Frankie Presto Penulis: Mitch Albom Alih Bahasa: Lanny Murtihardjana Editor: Rosi L. Simamora Desain sampul: Orkha Creative Tebal: 567 halaman Terbit: September 2016 Penerbit: Gramedia Pustaka Utama ISBN: 978-602-03-3380-9 Harga: Rp119.000,00
16 notes · View notes
gramedia · 7 years ago
Text
Resensi Pilihan: Selasa Bersama Morrie
Ditulis oleh  Fitra Aulianty di http://mydreamlandstories.blogspot.co.id/2018/01/review-selasa-bersama-morrie.html untuk program #ResensiPilihan di Twitter @bukugpu
Tumblr media
Blurb
Bagi kita mungkin ia sosok orangtua, guru, atau teman sejawat. Seseorang yang lebih berumur, sabar, dan arif, yang memahami kita sebagai orang muda penuh gelora, yang membantu kita memandang dunia sebagai tempat yang lebih indah, dan memberitahu kita cara terbaik untuk mengarunginya. Bagi Mitch Albom, orang itu adalah Morrie Schwartz, seorang mahaguru yang pernah menjadi dosennya hampir dua puluh tahun yang lampau. Barangkali, seperti Mitch, kita kehilangan kontak dengan sang guru sejalan dengan berlalunya waktu, banyaknya kesibukan, dan semakin dinginnya hubungan sesama manusia. Tidakkah kita ingin bertemu dengannya lagi untuk mencari jawab atas pertanyaan-pertanyaan besar yang masih menghantui kita, dan menimba kearifan guna menghadapi hari-hari sibuk kita dengan cara seperti ketika kita masih muda? Bagi Mitch Albom, kesempatan kedua itu ada karena suatu keajaiban telah mempertemukannya kembali dengan Morrie pada bulan-bulan terakhir hidupnya. Keakraban yang segera hidup kembali di antara guru dan murid itu sekaligus menjadi sebuah “kuliah” akhir: kuliah tentang cara menjalani hidup. Selasa Bersama Morrie menghadirkan sebuah laporan terperinci yang luar biasa seputar kebersamaan mereka. "Morrie tahu ia jadi korban nasib yang tak ada alasannya. Yang menarik ialah bahwa ia tak memilih untuk menjadi marah dan membuat orang lain jadi korban. Harapan, baginya, ialah ketika ia memberi. Mungkin dengan sedih dan getir dan rapuh. Tapi akhirnya ia memberitahu kita: tetap saja ada orang yang berbuat baik, juga dalam kekalahannya. Bukankah itu juga harapan?" —Goenawan Mohamad dalam "Harapan", Catatan Pinggir, Tempo Review
Setiap orang tahu mereka akan mati, tapi tak seorang pun percaya bahwa itu bisa terjadi pada mereka dalam waktu dekat. – hlm 85 
Morrie Schwartz, seorang dosen mata kuliah Psikologi Sosial, didiagnosa menderita ALS. Penyakit itu menyerang otot-ototnya dan melemahkan fisik Morrie. Awalnya ia merasa begitu terkejutnya, terutama ketika ia tidak bisa berdansa lagi dan tidak pula bisa melakukan segala hal secara mandiri. Tapi ketika suatu hari ia menyadari dunia tetap bergerak bahkan ketika ia merasa jatuh, akhirnya Morrie berpikir apa yang harus ia lakukan untuk hidupnya itu? Sementara di sisi lain, Mitch Albom--penulis--berkutat dengan pekerjaannya di surat kabar dan majalah olahraga. Ia terlalu sibuk dan sama sekali tidak tahu kalau dosen kesayangannya sedang diambang batas hidupnya. Hingga ketika ia mendengar nama Morrie disebut di televisi, barulah Mitch mengunjungi dosennya itu lagi. Sejak saat itu, setiap Selasa kedua orang yang sudah lama putus hubungan itu saling bertemu untuk membicarakan banyak hal dan mengerjakan sebuah proyek besar. 
“Mitch, aku tidak membiarkan diriku hanyut dalam rasa kasihan berlebihan kepada diriku sendiri. Setiap pagi kubiarkan diriku menangis sedikit, tapi hanya itu.” – hlm 61 
Saya penasaran untuk membaca buku ini karena sudah membaca dua buku dari penulis. Penulis selalu membuat karya-karya yang menyentuh dengan kejadian-kejadian yang sepertinya diambil dari dunia nyata. Setelah membaca buku ini, saya seperti diajak berkenalan langsung dengan latar belakang tulisan-tulisan yang dihasilkan penulis. Bagaimana pengaruh seorang guru begitu membawa perubahan besar untuk kehidupannya. Penulis sepertinya menulis untuk berbagi. Dan ini sangat terlihat di buku ini.
Ya, kataku, tapi kalau penuaan begitu berharga, mengapa orang selalu berkata, “Ah, kalau saja aku muda lagi.” Kita tidak pernah mendengar komentar, “Kalau saja umurku enam puluh lima tahun.” Ia tersenyum. “Tahukah kau yang tercermin dari situ? Banyak orang merasa hidup ini tidak memuaskan, ada keinginan yang tidak terpenuhi. Hidup terasa tidak bermakna. Karena kalau kita telah menemukan makna hidup, kita tidak ingin kembali...” – hlm 126
Buku ini diambil dari kisah nyata dan rekaman-rekaman yang ditinggalkan Morrie untuk penulis. Ditulis dengan gaya bahasa fiksi dan ini nyaman sekali dibaca. Meskipun tetap seperti dua buku yang saya baca sebelumnya-- The Time Keeper dan Dawai-Dawai Ajaib Frankie Presto--saya membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan buku ini.
Ia ingin sekali membuktikan bahwa kata “sekarat” tidak sinonim dengan “tidak berguna”. – hlm 12 
Saya iri sekali dengan Morrie yang memiliki semangat tinggi. Bahkan ketika ia tahu ia sakit, Morrie tetap berpikir apa yang harusnya ia lakukan? Bukannya menangisi sakit yang dideritanya. Morrie malah membuat suatu 'pemakaman' untuk dirinya sendiri, yaitu dengan bertemu kenalan-kenalannya dan menyampaikan uneg-uneg apa pun yang ingin mereka sampaikan padanya. Lalu Morrie juga membagikan isi pikirannya pada tulisan. Itu membuat seorang kenalannya mempertemukan Morrie dengan pihak televisi dan menjadi awal mula pertemuannya kembali dengan Mitch. 
Kadang-kadang kita tak boleh percaya kepada yang kita lihat, kita harus percaya kepada yang kita rasakan. Dan jika kita ingin orang lain percaya kepada kita, kita harus merasa bahwa kita dapat memercayai mereka juga—bahkan meskipun kita sedang dalam kegelapan. Bahkan ketika kita sedang jatuh. – hlm 65 
Bagian favorit saya ada di halaman 110, tentang mematikan perasaan. Menurut Morrie sebaiknya orang-orang menerima apa pun perasaan yang mereka dapatkan dengan sepenuh hati, lalu pada saat yang tepat mematikan perasaan tersebut.
"... Apabila kita menahan emosi-emosi itu--apabila kita tidak membiarkan diri mengalaminya--kita tidak pernah mematikan rasa, kita terlalu sibuk menghadapi rasa takut. Kita takut mengalami rasa nyeri, kita takut mengalami rasa sedih. Kita takut mengalami penderitaan akibat cinta. "Tapi dengan membiarkan diri mengalami emosi-emosi ini. dengan membiarkan diri terjun ke dalamnya, sampai sejauh-jauhnya, kita akan mengalami secara penuh dan utuh. Kita tahu arti sakit. Kita tahu arti cinta. Kita tahu arti sedih. Dan hanya ketika kita mengatakan, 'Baiklah. Aku telah mengalami emosi itu. Aku kenal betul emosi itu. Sekarang aku perlu mematikan perasaan dari emosi itu untuk sementara.'" -- hlm 110 
Secara umum, buku ini cocok untuk pembaca yang sedang mencari jati dirinya. Kutipan:
“Kita harus mencari apa pun yang baik, benar, dan indah dalam masa hidup yang sedang kita jalani. Memandang ke belakang membuat kita seperti sedang berlomba. Padahal usia bukan sesuatu yang dapat diperlombakan.” – hlm 128
“Mitch, kalau kau berusaha memamerkan prestasimu kepada kalangan atas agar kau diterima oleh mereka, upayamu akan gagal. Meskipun sesekali mereka akan menengokmu ke bawah. Dan jika kau berusaha memamerkan keberhasilanmu kepada mereka yang kurang beruntung agar kau diakui oleh mereka, kau juga akan gagal. Mereka hanya akan iri kepadamu....” – hlm 135
“Aku sedang bercakap-cakap denganmu. Maka aku berpikir tentangmu.” – hlm 144
Mereka bahkan tidak mengenal diri sendiri—maka bagaimana mungkin mereka mengenal orang yang mereka nikahi? – hlm 157
“Kematian mengakhiri hidup, tetapi tidak mengakhiri suatu hubungan.” – hlm 186
Judul : Selasa Bersama Morrie  | Penulis : Mitch Albom | ISBN : 978-602-03-3457-8 | Tebal : 210 Halaman | Terbit : 1 Oktober 2016
43 notes · View notes
gramedia · 7 years ago
Text
Resensi Pilihan: Kitab Tentang Yang Telah Hilang (The Book of Lost Things)
Ditulis oleh Luckty Giyan Sukarno di https://luckty.wordpress.com/2013/04/26/review-the-book-of-lost-things/ untuk program #ResensiPilihan di Twitter @bukugpu
Tumblr media
Cerita-cerita itu menjadi hidup saat dituturkan. Tanpa suara manusia yang membaca keras-keras, atau sepasang mata lebar terbelalak yang menyusuri huruf demi huruf dengan bantuan lampu senter di balik selimut, cerita-cerita itu tidak benar-benar eksis di dunia kita. Mereka seperti biji-bijian yang menempel di paruh burung, menunggu jatuh ke bumi, atau seperti nada-nada lagu yang dituliskan di selembar kertas, merindukan alat musik untuk menghidupkannya. Mereka tertidur semu, menanti-nanti kesempatan untuk terjaga. Begitu seseorang mulai membaca kisah-kisah itu, mereka pun mulai berubah. Mereka bisa menancapkan akar di dalam imajinasi, dan mengubah pembacanya. (hlm. 12)
Sebelum jatuh sakit, ibu David sering berkata padanya bahwa kisah-kisah itu hidup. Bukan hidup seperti orang hidup, atau seperti anjingatau kucing hidup. Orang hidup akan tetap hidup, entah kita memerhatikannya atau tidak, sementara anjing biasanya mencari perhatian kalau mereka menganggap kita tidak cukup memerhatikan mereka.
Dengan berlalunya tahun demi tahun, membaca buku menjadi pengalaman yang lebih dinikmati sendirian oleh David, sampai saat penyakit ibunya mengembalikan mereka berdua ke awal masa-masa kanak-kanak David, hanya saja kali ini perannya terbalik.
Namun, sebelum ibunya sakit, sering kali David masuk diam-diam ke ruangan ibunya sedang membaca, tersenyum padanya, kemudian dudukdi dekatnya dan asyik sendiri dengan bukunya, sehingga meski keduanya sama-sama hanyut dalam dunia masing-masing, mereka berbagi ruang dan waktu yang sama. Dan David tahu, cukup dengan melihat wajah ibunya ketika membaca, apakah kisah didalam buku itu hidup di dalam jiwanya, dan dia di dalam kisah itu dan David punter ingat kembali ucapan ibunya tentang cerita dongeng, dan pengaruh kekuatan mereka atas diri kita, dan kita atas mereka.
Hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat saat ibunya meninggal dunia. David mencoba mengalihkan pikirannya dengan membaca, sebab kenangan akan ibunya senantiasa berkaitan erat dengan buku-buku dan kegiatan membaca. Buku-buku ibunya, yang dianggap ‘sesuai’ untuknya, diwariskan padanya, dan David mendapati dirinya mencoba membaca novel-novel yang tidak dipahaminya,  serta puisi-puisi yang sama sekali tidakberima. Adaorang baru yang memasuki kehidupan David. Dan dia belum sanggup menerima kehadiran seseorang yang menggantikan kedudukan ibu tercintanya,
“Aku sayang padamu dan itu tidak akan berubah sampai kapan pun, dengan siapa pun kita berbagi hidup kita. Aku juga mencintai ibumu, dan akan selalu mencintainya,  tapi kebersamaan dengan Rose telah sangat banyak membantuku beberapa bulan belakangan ini. Dia orang baik, David. Dia menyukaimu. Cobalah memberinya kesempatan, ya?” (hlm. 45)
David punya banyak waktu untuk membaca. Ayahnya telah mencoba mendorongnya untuk berteman dengan anak-anak tetangga, beberapa diantara mereka pengungsi dari kota, tetapi David tidak mau bergaul dengan mereka, dan mereka sebaliknya mendapatkan kesan sedih dan menjaga jarak dalam dirinya, yang membuat mereka tak mau dekat-dekat. Maka hanya buku-buku itulah yang menjadi teman David. Terutama buku-buku dongeng lama, yang begitu aneh dan seram dengan tambahan-tambahan cerita yang ditulis tangan dan lukisan-lukisan baru, semakin membuat David terpesona pada cerita-cerita itu. Mereka masihmengingatkannya pada ibunya, tapi dalam cara yang positif, dan apa pun yang mengingatkannya pada ibunya berarti bisa membantu menjauhkannya dari Rose dan anak lelakinya, Georgie. Kalau David tidak sedang membaca, tempat duduk dijendela memberinya pemandangan sempurna akan salah satu keanehan lain di rumah dan pekarangan itu; kebun cekung yang ada di halaman rumput dekat batas pepohonan.
Hingga dimulailah kehidupan David yang tak pernah dia duga sebelumnya ketika memasuki kebun cekung yang ada di halaman rumput dekat batas pepohonan. Dia bakal bertemu tokoh-tokoh dongeng yang biasanya hanya dia temui di buku-buku yang dia baca; Snow White, Putri Tidur, dan si Tudung Merah. Ternyata mereka tidak seperti yang dia baca. Segala kemisteriusan yang dialami David ditentukan oleh sebuah buku; KitabTentang Yang Hilang.
Aaaakkk…suka banget ama buku-buku yang beraroma buku macam buku ini. Nyidam banget buku ini udah lama. Ternyata alam berkonspirasi mewujudkan impian untuk memeluk buku ini. #MulaiLebay. Buku ini nemu gak sengaja di Pameran Buku Gramedia. Langsung comot dan gak sabar baca meskitebelnya hampir nembus 500 halaman!
Main-main ke website penulisnya, dan woowww…ternyata sangat produktif!
http://www.johnconnollybooks.com/
Selain beraoma buku, hal yang disukai dari buku ini adalah mengisahkan ikatan batin antara anak dan ibu, serta hubungan keluarga tentang bagaimana menyikapi keadaaan ketika ada seseorang yang memasuki kehidupan kita selamanya. Saya pernah mengalaminya. Buku yang seharusnya tampak seram ini, malah hampir bikin nangis pas baca endingnya… :’)
“Kau harus kembali kepada mereka. Mereka menyayangimu, dan tanpa dirimu hidup mereka tidak akan lengkap. Kau punya ayah dan adik lelaki, dan wanita yang ingin menjadi ibumu, kalau kau mau memberinya kesempatan. Kau harus pulang, kalau tidak hidup mereka tidak akan sempurna tanpa kehadiranmu. (hlm.458)
David melihat ayahnya tampak lebih tua dan lebih lelah daripada sebelumnya. Dia mengkhawatirkan kehadiran ayahnya. (hlm. 84)
Beberapa kalimat favorit:
Cerita-cerita di surat kabar ibarat ikan yang baru ditangkap, hanya layak diberi perhatian selama masih segar, dan ini tidak berlangsung lama. Cerita-cerita di surat kabar bagaikan asap tipis yang hanya seumuran capung. Mereka tidak berakar, melainkan seperti alang-alang yang tumbuh merambat di tanah, mencuri cahaya matahari dan cerita-cerita yang lebih layak. (hlm. 21)
Kadang-kadang sebuah cerita sepertinya memaparkan satu hal, tapi sebenarnya intinya tentang hal yang sama sekali lain? Ada makna tersembunyi di dalamnya, dan makna inilah yang mesti dipancing keluar?” (hlm. 47)
Buku-buku yang menyimpan pengetahuan kuno ini tidak pernah bisa menerima kedudukan mereka disingkirkan. (hlm. 51)
Cari orang-orang yang lebih lemah daripada dirimu, dan cobalah memberi mereka penghiburan sebisamu. (hlm. 135)
Hidup ini penuh dengan ancaman dan bahaya. Kita menghadapi apa yang harus dihadapi, dan ada saat-saat kita harus memilih untuk bertindak demi kepentingan orang banyak, meski untuk itu kita harus mengorbankan diri sendiri… (hlm. 345)
Judul : The Book of Lost Things | Penulis : John Connolly | ISBN : 978-979-22-3879-2 | Tebal : 472 Halaman | Terbit : 13 November 2017
29 notes · View notes
gramedia · 7 years ago
Text
Resensi Pilihan: Nokturnal Melankolia
Ditulis oleh VM Widjaja  di https://vmwidjaja.wordpress.com/2017/12/13/resensi-antalogi-cerpen-nokturnal-melankolia/ untuk program #ResensiPilihan di Twitter @bukugpu
Tumblr media
Siapa yang tak pernah didera rasa kecewa? Setiap dari kita pasti pernah mengalaminya. Entah karena rasa minder akan penampilan diri, kalahnya pasangan gubernur pilihan pada Pilkada DKI, ataupun matinya seekor hewan yang disayangi. Kecewa telah menjadi bagian dari keseharian. Namun, sering kali kita menutupinya dengan seuntai senyum. Membiarkan semua mengendap dalam benak hingga sewaktu-waktu endapan itu meledak tanpa isyarat.
Namun,  Angelina Enny tak segan-segan untuk menyuarakan kegelisahan yang dialami setiap karakter dalam ceritanya. Pergumulan yang bisa jadi tengah kita alami dan seringkali memenuhi benak tatkala malam tiba. Kita pun kerap didera insomnia. Nokturnal Melankolia.
Salah satu cerita dalam kumpulan cerpen ini berjudul La Jolie Chat. Adegan demi adegan dibangun secara cerkas oleh Enny  untuk menggambarkan keminderan Madam Jeanette-Ludy akan penampilannya. Seperti ketika ia meminta Remy, seorang pelukis jalanan yang tengah ia gandrungi, melukis kucing kesayangannya, Coco.
“Dia kesepian karena tidak ada betina yang menginginkannya,” kata Madamme Jeanette-Ludy sedih. Entah ia sedih atas empatinya terhadap Coco atau karena kisah Coco yang dibuat alasan untuk menggambarkan dirinya. Berbeda dengan Catherine yang mudah berkencan dengan lelaki, Madam Jeanette-Ludy tidak berkencan sejak suaminya minggat setahun lalu. Ia tidak begitu percaya diri dengan tubuhnya yang tidak semolek Catherine.. .”  (Hal. 25)
Sedangkan dalam Betina, Enny seperti mengajak kita untuk mengenang mantan Gubernur DKI yang telah banyak berjasa dalam memperbaiki Ibukota ini. Kali Angke dipilih Enny untuk menjadi latar cerita tersebut.
“Baru beberapa tahun terakhir, kali Angke* menjadi bersih kembali berkat kerja sepasukan prajurit berpakaian oranye atas perintah seorang raja kota. Kali yang biasanya meluap di musim hujan sehingga menggenangi rumah-rumah warga, sekarang sudah jinak. Raja kota itu menjinakkanya, padahal, kali itu bertahun-tahun menyimpan dendam leluhurnya. Ya, sang raja adalah seorang Cina. Tetapi tidak, ia tidak membalaskan dendam leluhurnya yang terkubur utuh di dasar kali Angke.” (Hal. 105-106)
*Menurut sejarah, kali Angke adalah bekas pembuangan jenazah orang-orang Tionghoa yang dibantai pada jaman pemerintahan Belanda.
Dan jika kita merasa jenuh dengan suasana kehidupan urban, Enny mengajak kita untuk ‘bertamasya’ ke pedalaman Sumatera, di mana kepercayaan kepada dukun masih disahihkan. Dalam Cemani yang Tak Mau Pergi, kita diperkenalkan kepada Mak Etek, seorang dukun yang cukup dielukan di kampungnya dan kerap dimintai ‘nasihat’ oleh warga. Salah seorangnya adalah Datuk yang tengah limbung lantaran ladangnya telah beberapa kali gagal panen.
Saya cukup menikmati buku ini. Karakter tokoh dan latar yang beragam, serta kepiawaian Enny dalam mencampuradukkan ide cerita dengan berbagai elemen menarik (seperti sejarah dan misteri), membuat kisah depresif yang ditorehkan justru tidak terkesan terlalu muram.
Saya merekomendasikan buku ini bagi mereka yang telah bosan dengan cerita picisan yang selalu berujung pada ‘happy ending,’ seolah-olah kesedihan dan kesuraman hidup adalah tabu yang harus disangkal keberadaannya. Selain itu, buku ini juga baik bagi mereka yang tengah gundah dan hampir mencapai titik kelam, jangan terburu-buruh membeli pil anti depresi. Beli buku ini. Membaca buku ini melahirkan pemahaman bahwa it is okay not to be okay and you are not alone in this. Keenam belas kisah dalam kumpulan cerpen ini akan menemanimu.
Semoga masa-masa kelabu tak membuat kita semua gegabah untuk mengakhiri hidup. Seperti yang pernah diucapkan Mendiang Carrie Fisher:
“Take your broken heart, make it into art.”
Sepenggal kalimat yang pernah diucapkan pemeran Princess Leia itu seakan menjadi jiwa dalam setiap cerita pendek yang disuguhkan oleh Enny. Harapan saya, semoga kisah-kisah tersebut bisa menjadi sumbu yang menerangkan kita semua saat kita sedang mencapai titik gelap.
Judul : Nokturnal Melankolia  | Penulis : Angelina Enny | ISBN : 978-602-03-7597-7 | Tebal : 176 Halaman | Terbit : 29 Agustus 2017
13 notes · View notes