#prosefor
Explore tagged Tumblr posts
jamescallahansr · 1 year ago
Text
Disclaimer…
Make no mistake,I am not real, I ambut a fictional character,and any resemblanceto actual persons,living in real places,doing true andmeaningful things,whether living or dead,is entirely coincidental;for I am a work ofcreative imaginationfor whom words,locales, events such asexpressions of affection,comforting words,apologies, and evenpromises,are the productsliterary prosefor the purpose…
View On WordPress
0 notes
clasedeleyre · 1 year ago
Text
Agenda del profesor/a curso 2023-2024
Ya está disponible la agenda para el profesorado para este curso 2023-2024
Después de todos estos años, hemos querido comenzar con la agenda para todo el profesorado. Está diseñada como planner semanal y con hojas de calificaciones. Podéis descargarla en: la-clase-de-leyre.-agenda-prosefor-23-24Descarga Muy pronto estarán disponibles las agendas para especialistas, PT y AL.
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
chooosworld · 3 years ago
Text
My Lecturer Bodyguard - Ch. 03
Pagi itu lebih ribut dari biasanya. Kelas yang biasanya tidak akan penuh lima menit sebelum kelas dimulai, kini sudah kelebihan kuota bahkan setengah jam sebelumnya.
Untungnya Hae Jin masih mendapatkan tempat duduk. Itupun berkat Jang Yoo Rim yang sudah mencarikan tempat untuknya.
“Tumben sekali kelasnya sampai penuh.” Gumam Hae Jin sembari menyapu seluruh sudut ruangan yang mau dilihat kemanapun sudah tak wajar penuhnya. Bahkan banyak yang sampai rela berdiri di belakang.
“Tentu saja penuh. Memangnya siapa yang mau melewatkan kelas dari dosen tampan kita?” Sahut Yoo Rim.
Hae Jin mengerutkan kening. “Dosen tampan?”
Perasaannya jadi tidak enak.
“Selamat pagi— Wah! Penuh sekali, ya?”
Benar saja.
Gadis bermarga Lee itu buru-buru menarik lengan tasnya. Bersiap untuk pergi, ketika sebuah tangan besar dengan cepat mendorongnya untuk kembali duduk. Lelaki yang mengamit notebook di lengan itu tersenyum tipis.
Bukan, itu bukan senyum tipis yang manis.
Itu adalah sebuah senyum kemenangan.
Jung Jae Hyun sialan!
“Apa kau tidak lihat antrean orang yang ingin duduk, Lee Hae Jin-ssi?” Bisik Jae Hyun yang langsung membuat wajah Hae Jin berubah muram. Dengan berat hati mendudukkan bokongnya ke kursi.
“Seperti yang kalian tahu, Profesor Kim sedang absen melahirkan. Jadi, untuk sementara saya akan menggantikannya mengisi kelas sampai beliau kembali.” Jung Jae Hyun membuka kelas dengan ramah. Sambutan yang didaapat juga sepadan.
“Akan saya absen terlebih dahulu. Untuk yang namanya tidak terpanggil, silahkan keluar kelas.”
Lee Hae Jin memang selalu membenci kelas Profesor Kim. Namun, dia belum pernah seingin ini melihat wajah si dosen galak itu.
Satu lagi hal yang Hae Jin benci adalah mengakui bahwa skill mengajar manusia Jung itu sangat bagus. Kenapa orang itu seolah tidak memiliki celah yang bisa Hae Jin gunakan untuk mendepaknya jauh-jauh?
Bahkan saat kelas telah selesai, Jae Hyun masih tinggal di tempat untuk meladeni mahasiswa yang bertanya. Entah pertanyaan materik atau hanya basa-basi. Ia menanggapinya dengan ramah.
“Sial, dia membangun citranya dengan baik.” Gumam Hae Jin sambil lalu. Baru saja akan beranjak ketika Jae Hyun memanggil.
Setelah berpamit pada mahasiswa di sekitarnya, Jae Hyun segera menghampiri Hae Jin.
“Ada apa, Prosefor Jung yang super ramah?” itu sindiran keras. Meski hanya ditanggapi dengan kekehan oleh sang pemilik nama.
Jika dalam komik, mungkin wajah Hae Jin terlihat datar dengan sepasang mata jengah. Ah, jengah bukan ekspresi yang cocok. Muak. Ya, padahal baru beberapa hari saja rasanya sudah seperti bertahun-tahun.
“Kudengar akan ada outing class untuk mahasiswa semester enam?”
Hae Jin mendengus kecil. “Kenapa? Mau mengikutiku lagi?”
“Heh,” Jae Hyun menutup seringaiannya menggunakan notebook. “Aku akan menjadi pembinanya hahahaha!”
“Ya Tuhan, takdir tidak adil apa lagi ini?!”
“Hahahaha! Kau akan terjebak denganku selama sepekan. Aku akan menempel terus padamu seperti permen karet!” Tawa jahat itu menggelegar di penjuru koridor. Tak peduli dengan bisikan ataupun pandangan orang-orang yang lalu-lalang. Jung Jae Hyun benar-benar seperti anak kecil yang sedang menjahili adiknya.
Apa benar orang ini adalah seorang dosen?
Walau hanya dosen gadungan, bukankah seharusnya dia sedikit berpikir rasional?
Entahlah, Lee Hae Jin sudah habis akal.
--
Tidak ada yang lebih menyenangkan dari pada mandi dengan air hangat. Berendam di bathup yang airnya dicampur dengan sabun aroma terapi.
Sangat menyenangkan.
Seolah beban hidup berkurang delapan puluh persen.
Lee Hae Jin bahkan bisa bersenandung ria sembari membalurkan handcream di punggung tangan. Aroma wangi yang bercampur manis itu cukup membuat otot-ototnya sedikit lemas.
Karena akhir-akhir ini dia cukup tegang dalam menjalani hidup. Ya, penyebabnya adalah manusia bernama Jung Jae Hyun. Hari ini, setidaknya hanya beberapa menit dia ingin menyingkirkan orang itu dari pikirannya.
Hae Jin menyesap teh hijau yang baru saja ia seduh. Ketika ponselnya bergetar hebat. Diliriknya dial masuk tersebut. Yang namanya langsung membuat Hae Jin menahan napas.
“Halo, abeoji?”
Sang ayah yang biasanya menelefon sekali setahun di akhir tahun. Tumben sekali sudah menghubunginya. Padahal ini masih pertengahan tahun.
“Kau sudah bertemu dengan Jay?”
“Jay?” Hae Jin mengulang. Merasa asing dengan nama tersebut.
Helaan napas sang ayah di seberang panggilan tedengar nyaring. “Bodyguard barumu.”
“Oh.” Hae Jin hanya ber’oh’ ria. Tak tahu harus menanggapi seperti apa. Pasti ayahnya sudah tahu.
Bahkan tanpa adanya Jung Jae Hyun, Hae Jin yakin sang ayah sudah mengirimkan bawahan khusus untuk mengawasinya. Mungkin pria paruh baya itu tak puas. Makanya menyewa bodyguard untuk memantaunya lebih dekat.
“Abeoji, apa tidak berlebihan sampai menyewa bodyguard? Aku bukan anak kecil lagi yang memerlukan—”
“Ini bukan masalah kau masih kecil atau sudah dewasa. Ini masalah keamanan.”
Selalu seperti ini. Pembicaraan dengan ayahnya selalu berakhir dengan canggung. Sejak kapan semua berubah menjadi seperti ini? Padahal Hae Jin yakin ayahnya dulu bukanlah sosok diktaktor.
“Akan lebih mudah jika kalian tinggal bersama. Jadi, Jay akan pindah ke apartemenmu malam ini.”
“APA?!”
Tak memberi kesempatan bagi putrinya untuk memerotes, panggilan itu terputus. Bersamaan dengan dering bel pintu. Seorang jangkung dengan koper besarnya bisa Hae Jin lihat melalui intercom.
Gila!
Dunia sudah gila!
Hidupnya sudah gila!
Tidak ada yang lebih waras bahkan semut sekalipun.
“... Aku akan menempel terus padamu seperti permen karet!” Suara tawa lelaki bermarga Jung siang tadi mendadak menggema di telinga.
Jadi, ini maksudnya akan menempel terus seperti permen karet?!
Jadi, sekarang tidak ada tempat tenang yang bisa Hae Jin jadikan sebagai tempat bersantai?
Bahkan, rumahnya sekalipun?
6 notes · View notes
ya-no-soy-la-misma · 7 years ago
Text
Vine a clases y los prosefores no han llegado. MANDEN ASK.
1 note · View note
mojokco · 8 years ago
Text
Tentang Seorang Habib
25 Oktober lalu Arsenal berkunjung ke markas Reading untuk melakoni laga perempat final Piala FA. Sang Prosefor mengingatkan timnya untuk berhati-hati karena dia tak bisa melupakan bagaimana repotnya mendepak Reading di kompetisi Piala Liga empat tahun lalu. Pertandingan yang kemudian dimenangkan Arsenal dengan skor 7-5 itu, ia kenang sebagai salah satu pertandingan yang membikinnya stres dalam 20 tahun karirnya.
Dan ia benar, meski tak sesulit empat tahun silam, tetap tak mudah menyingkirkan Reading. Mereka menang dua gol tanpa balas, keduanya dari kaki pemain muda Alex Oxlade-Chamberlain. Wenger sendiri sempat risau ketika hampir separuh waktu timnya belum juga menjebloskan bola meski telah melakukan beberapa kali usaha tembakan terarah ke gawang.
Salah satu sebabnya karena permainan penjaga gawang Reading. Beberapa kali kiper melakukan penyelamatan. Kalaupun kemudian Reading kalah, tak ada yang menyalahkan penjaga gawangnya. Sang kiper telah melakukan segalanya. Dua gol bersarang ke gawangnya terjadi karena kelemahan pemain belakang dan itu sudah di luar kemampuannya. Salah satunya dari tembakan yang berubah arah karena terlebih dulu menyentuh kaki bek Reading.
Ini pertandingan menarik meski bukan pertandingan besar. Saat pertandingan, komentator beberapa kali menyebutkan nama “Al-Habsi”, penjaga gawang Reading, dan memuji penampilannya. Nama lengkapnya Ali Abdullah Harib Al-Habsi, pemain berkewarganegaraan Oman yang hampir sepuluh tahun ini bermain di Inggris.
Al-Habsi adalah orang pertama dan satu-satunya hingga kini dari kawasan teluk yang pernah bermain di Liga Inggris. Kawasan teluk mengacu pada beberapa negara tajir seperti Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, Yaman, dan Oman. Tak heran kalau rakyat di kawasan tersebut, para penggemar bola khususnya, mengelu-elukan nama Al-Habsi dengan menyebutnya sebagai fakhrul Arab ‘kebanggaan Arab’.
Saya mengenal namanya ketika beberapa kali selintas menyaksikan Wigan Athletic pada musim 2010–2011. Barangkali menarik membincang Al-Habsi satu ini saat mendung gelap lebih banyak menghiasi langit kita sekarang ini.
Bagi muslim Indonesia, Al-Habsi (atau juga ditulis “Al-Habsy”) adalah nama yang populer. Nama itu menunjukkan bahwa penyandangnya adalah seorang habib, seorang yang diyakini memiliki hubungan darah secara genetik dengan Nabi Muhammad saw.
Sejak remaja Habib Al-Habsi sudah bermain bola. Awalnya ia bermain sebagai striker, tapi atas saran kakaknya ia berubah ke posisi kiper. Ia bergabung dalam tim U19 Oman ketika berusia 17 tahun. Pelatih Oman, John Burridge, sudah mencium bakatnya pada tahun 2001, tapi karena sulit mendapat izin kerja, ia tidak pindah ke Eropa pada tahap awal kariernya.
Ia telah menjadi pemain langganan timnas Oman dan bermain di Piala Asia AFC 2004, 2007, 2015, serta kualifikasi Piala Dunia FIFA 2006. Al-Habsi juga tampil sebagai kiper utama di empat Piala Teluk berturut-turut. Ia adalah pemegang lebih dari 100 caps untuk timnas Oman.
Sebelum dikenal sebagai pemain bola, Al-Habsi adalah petugas pemadam kebakaran di Bandara Internasional Seeb di Muscat, ibu kota Oman. Dari profesi itu, ungkapnya suatu waktu, ia belajar tentang kesabaran, patriotisme, dan kerja keras.
Sayang ia tidak bermain di klub juara. Jika iya, bisa jadi Al-Habsi akan berkunjung ke Indonesia, berkeliling ke dua-tiga kota, menggelar pertandingan amal bersama klubnya, dan secara pribadi akan memberikan coaching singkat bagaimana menjadi pemain profesional atau menjadi penjaga gawang yang baik. Lalu, para hadirin berebut berfoto dengannya. Itu wajar. Tapi, yang mungkin bikin ia heran, mereka juga berebut menciumi tangannya—karena ia seorang habib.
Mungkin pula ia akan datang ke kantor PBNU, atau ke satu-dua pesantren, bergabung dengan Habib Syech atau Habib Luthfi serta ribuan orang untuk menggelar sholawatan perdamaian, yang mana penggemar sholawat dan penggila bola tak bisa dibedakan lagi. Bisa juga ia diminta membuka dan menonton pertandingan Liga Santri. Dengan sebelum dan sesudah pertandingan lagi-lagi tangannya dikerubuti untuk dicucup.
Publik Inggris mengenal Al-Habsi sebagai muslim yang saleh, dan ia tak pernah menutup-nutupi identitas itu. Dalam suatu wawancara ia mengatakan bahwa iman memainkan peran dalam kariernya. Ia betah di beberapa kota di Inggris yang “kafir” karena melihat dan merasakan toleransi yang demikian kuat. Islam, katanya, juga merupakan agama cinta, toleransi, dan perdamaian.
Di Inggris, ia hidup bersama dua anak dan istrinya yang mengambil kuliah. Seperti banyak pemain bola muslim lainnya, ia secara tidak langsung telah menjadi duta perdamaian di Eropa, khususnya Inggris.
Al-Habsi adalah inspirasi bagi banyak anak muda di Teluk, bukan saja dalam hal sepakbola. Baru-baru ini ia membuka sekolah sepakbola di Oman yang dinamai madrastul habsyi likurratil qadam—nama yang di Indonesia bisa dikira sekolah mengaji—dan berharap dari sekolah itu, bukan hanya anak-anak Oman yang bisa bermain bola hingga Eropa, melainkan juga anak-anak teluk. Selain itu, ia juga mendirikan sebuah badan amal yang berkonsentrasi untuk membantu para korban kecelakaan lalu lintas yang angkanya sangat tinggi di Oman.
Andai Al-Habsi bermain di Chelsea, City, atau United (saya tak sebut Liverpool atau Arsenal karena sepuluh tahun terakhir tak pernah juara Premier), mungkin ingatan publik Indonesia, yang mayoritas muslim dan juga penggemar bola, akan diisi pada nama “habib” yang ini, bukan “habib” yang itu. Ya, yang itu.
Sungguh aku demen pada habib ini. Alllahumma shali ala Muhammad!
0 notes
wicaksanasatya · 8 years ago
Text
AKU DAN LGBT : Sebuah Konsepsi Moral Masyarakat
Oleh: Satya Wicaksana Kemarin malam, sekitar pukul dua dini hari, saya terbangun dari tidur yang nyenyak. Hal itu dikarenakan rasa sakit dari tubuh saya yang mulai “menjarem” dikarenakan tertabrak dan jatuh dari motor, memang tidak parah, tetapi ada beberapa persendian saya yang kesleo dan sepertinya perlu penanganan khusus. Iseng-iseng membuka HP, berharap ada yang chat dan mengucapkan “get well really soon, sat” ternyata tidak ada yang mengucapkan. Namun, dari keisengan saya membuka HP, ada hal yang cukup menarik perhatian saya. Ada salah satu Universitas Negeri yang memberikan diskriminasi terhadap kaum LGBT yaitu dengan diharuskannya menandatangani form pernyataan bahwa mahasiswa tersebut bukan golongan LGBT Muncul pertanyaan dalam benak saya, lalu apakah kaum LGBT tidak boleh mengakses pendidikan ? Bukankah pemerintah katanya menjamin hak pendidikan setiap orang ? Mungkin hal tersebut senada seperti yang disampaikan Menristekdikti M. Nasir pada tahun 2016 yang seolah-olah bagaikan malaikat penjaga moralitas, sehingga kelewat berbudi merasa paling bertangung jawab menjaga peradaban dan keadaban dunia akademik warga negera Indonesia. Katanya, moralitas warga kampus harus dijaga, jangan sampai homoseksual bisa masuk kampus. Sontak, media-media pun memasang ciutan beliau sebagai berita di halaman depannya. Tentunya tujuannnya untuk mengarahkan opini public untuk bergotong royong melaknat kaum homoseksual. Dari banyaknya polemik di masyarakat, kelas menengah kita ini merupakan komentator paling lihai, ahli dari segala ahli. Kelas menengah kita terentang mulai dari prosefor, dosen, mahasiswa, pegawai, konglomerat, pokoknya mereka yang mempunyai akses pada informasi, askses pendidikan memadai. Maka, tidak jarang jika nantinya ada professor dari atau orang yang berpendidikan tinggi, berubah status menjadi komentator layaknya komentator ajang pencarian bakat. Disini negara pun juga memiliki andil alih dalam menertibkan moral masyarakat, termasuk dalam hal seksualitas. Di Indonesia, masyarakat dilihat sebagai kesatuan organis, individu dan kelompok harus menjadi bagian dari keseluruhan: “tubuh” negara. Organ individual yang tidak sesuai dengan konstruksi yang diuniversalkan negara tidak dapat hidup di luar kesatuan organis masyarakat. Individu harus hidup sesuai totalitas masyarakat yang didefinisikan negara. Mungkin konsep negara yang di anut Indonesia merupakan gabungan dari konsepsi paternalistic jawa (kawulo-gusti) dengan konsepsi Hegel mengenai negara. Bagi Hegel, rakyat adalah roh negara, negara mewujudkan “roh” rakyat, tapi alih-alih negara harus mengikuti kemauan rakyat yang terjadi justru sebaliknya, rakyat harus mengikuti segala kemauan negara sebagai puncak kekuasaan tertinggi, sebagai gusti. Mungkin kita semua menganggap homoseksual adalah sesuatu yang menjijikan, tidak bermoral, dan tidak beradab. Tap bagi saya ada yang aneh disini. Bagaimana kita yang heteroseks yang katanya “normal” tahu kalau homoseks adalah sesuatu yang menjijikan ? Apa yang aneh dengan sepasang lelaki atau perempuan yang saling mencintai, bergandengaan tangan, dan makan bersama di café ? Bukankah kita yang heteroseks juga sering melakukan itu ? Hampir bisa dipastikan, beberapa dari kita berkata “homoseksualitas menjijikkan” Hal itu karena yang ada di pikiran kita hanyalah adegan-adegan mesum. Kita membayangkan seks sesama jenis seperti juga aktivitas perangsang gairah seks antara lelaki dan perempuan yang sering kita lakukan. Itulah yang mengisi pikiran kelas menengah kita hingga kemudian mereka pun berkata “homoseksual itu menjijikkan, tidak bermoral, dan tidak normal”. pikiran itu jelas didasarkan pada bayangan kita sendiri tentang hubungan cinta sejenis sebagai melulu hubungan seks, dengan adegan-adegan yang tidak jauh berbeda dengan yang kita lakukan sebagai heteroseks. Kita membenci habis-habisan pornografi, tapi diam-diam pikiran kita amat mesum. Kita perjuangankan kehidupan yang beradab, , tapi mata kita cepat terpancing imajinasi erotik ketika melihat sepasang laki-laki pasangan homoseks duduk satu meja. Dengan mudahnya, kita menghardik kaum homoseks dengan dalih melanggar norma agama, moralitas ketimuran dan macam-macam argumen mulia lainnya. Kita terus saja bersembunyi di balik tameng agama, moralitas keadaban dan lain-lain. Mungkin itu senada seperti yang pernah saya sampaikan pada tulisan saya sebelumnya. Dimana, urusan seksualitas hanya dipandang sebagai urusan ranjang belaka, urusan reproduksi saja. Padahal seksualitas tidak melulu soal itu, ada cinta disana. Dalam Serat Chentini yang banyak mengeksplorasi adegan-adegan homoerotik, syarat cinta itu cuma perasaan sreg, greget, suasana romantik yang kadang kala ditaruh Tuhan tanpa berpikir soal jenis klamin. Hanya saja otak kita memang terlanjur selalu berpikiran yang aneh-aneh. Kita memang sejak awal diciptakan dengan gairah seksual, seperti juga jenis mahluk hidup lainnya. Tetapi seks ternyata tidak cukup kita pahami hanya dengan pendekatan esensialis. Seks adalah sesuatu yang amat rumit, tapi sial, kerumitannya justru terus kita tambah dengan betapa paranoidnya kita menghadapi segala variasi seksual yang ada. Seharusnya, universitas-universitas dalam mengeluarkan kebijakannya harus mempertimbangkan keputusannya berdasarkan pertimbangan logis, tapi yang terjadi malah keputun itu saya rasa amat terburu-buru, dan diam-diam menciptakan mitos baru di gerbang-gerbang kampus tempat kelas menengah dididik bepikir rasional: LGBT dilarang masuk kampus, membahayakan moralitas Silahkan jika kita memposisikan diri sebagai anti homeseksual, penegak moral, dan kaum yang dianggap lebih bermoral. Tetapi apakah kita atau mungkin negara harus memarginalkan mereka dengan mengurangi hak-hak mereka sebagai warga negara ?
0 notes
agricas · 4 years ago
Photo
Tumblr media
Porta bolígrafos fabricados en cuero. Somos Agricas....!!!! Somos Venezuela....!!!! Contacto. 0424-3369547. #cuero #portaboligrafos #talabarteria #llaverosdecuero #arte #artesania #marroquineria #tbt #love #tendencias #regalo #Navidad2020 #oficina #regalocoorporativo #fiestas #oficina #elegante #prosefor #jefe #administrador #docente #empresa #emprendedor #emprende #manualidades #agricas #hechoencuero #hechoenvenezuela #merida #recuerdos #coloniatovar # https://www.instagram.com/p/CHbDYSyHPd0/?igshid=r86bi6olt3g6
0 notes
jamescallahansr · 2 years ago
Text
I am…
Make no mistake,I am not real, I ambut a fictional character,and any resemblanceto actual persons,living in real places,doing true andmeaningful things,whether living or dead,is entirely coincidental;for I am a work ofcreative imaginationfor whom words,locales, events such asexpressions of affection,comforting words,apologies, and evenpromises,are the productsliterary prosefor the purpose…
View On WordPress
0 notes
jamescallahansr · 3 years ago
Text
Construed fictitiously…
Make no mistake,I am not real, I ambut a fictional character,and any resemblanceto actual persons,living in real places,doing true andmeaningful things,whether living or dead,is entirely coincidental;for I am a work ofcreative imaginationfor whom words,locales, events such asexpressions of affection,comforting words,apologies, and evenpromises,are the productsliterary prosefor the purpose…
View On WordPress
0 notes