Tumgik
#politik kampus
bethanurina · 2 years
Text
"Karena Ada Kepentingan"
Karena ada kepentingan maka pasti ada yang diusahakan, betul kan ya?
Kalau beda kepentingannya maka pasti ada perbedaan, bener kan ya?
Kalau ada perbedaan kenapa susah disatukan? Ini salah kan ya?
Hehe, 3 pertanyaan di atas hanya kalimat tanya yang dipaksakan karena pemilihan kata ya.
Walau bukan hal yang baru, tetapi kenapa selalu tidak bisa tenang dan adaptasi cepat di tengah kondisi perubahan dan pergantian posisi jabatan tertentu.
Kalau misal yang lain fokus 2024, di sini mah sejak tahun ini banyak yang harus ganti. Misalnya posisi koordinator program studi.
Hahaha, iya saya targetnya, entah jadi subyek atau obyek sih tepatnya. Saya sudah merasakan proses jadi korprodi sejak Nov 2019 sampai selesai masanya di Nov 2022 kemarin lalu diangkat jadi Plt sampai terpilih koprodi definitif.
Keputusan akhirnya saya maju lagi di event 4 tahun an, periode 2023 - 2017, lalu hasilnya terpilih lagi. Tahu ga kenapa, ya karena ada kepentingan. Walau mindset udah lumayan berubah, niat juga makin progresif. Kalau pas 2019 visi misinya ke arah akreditasi 2022 karena habis masanya, dan alhamdulillah tuntas dapat nilai SANGAT BAIK dan poin 348 (ih kurang 13 poin buat UNGGUL, keren kan ^_^). Capaian ini yang membuat saya bersyukur. Alhamdulillah, selama 3 tahun itu semua pihak bisa mendukung, konflik dan masalah bisa diatasi, pimpinan yang baik dan mendukung. Intinya fase sempurna untuk meraih capaian yang terbaik, walau banyak kekurangan yang belum bisa dipenuhi di beberapa aspek.
Periode ini niatnya mau lanjut sekolah, bukan karena iri lihat temen2 yang background fotonya ga editan tapi asli berada di belahan bumi lain, atau bukan karena pingin kabur dari kerjaan administratif atau capek jadi customer service tiap hari. Niatnya ya pingin belajar lagi jadi lebih baik, merasa banget masih jauh sekali updatenya belum sempet. Cuma karena ada prioritas dan kepentingan yang lebih besar jadinya harus menata lagi, menyusun kesiapan diri agar bisa tepat pada waktunya.
Sebenarnya tadi di awal maunya nulis tentang bagaimana caranya menyamakan persepsi untuk sepakat memilih prioritas yang lebih besar dan berharga, tidak hanya dinilai di dunia tapi di akhirat. Politik kampus ternyata tidak berakhir di tataran mahasiswa tiap tahun milih ketua himpunan, lembaga eksekutif dan legislatif mahasiswa. Lebih panas lagi kalau sudah di level atasnya. Hehe, ternyata dosen juga masuk di putaran ini, kadang mikir kok ya sempet, eh ternyata memang ada yang suka. Hehe, beneran njomplang, sebagai kaprodi muda yang sangat dedikasi gini kali ya fokusnya yang dipikirkan gimana IKU 1 tercapai, alumni bekerja sebelum 6 bulan dengan pendapatan yang sesuai. Lanjut mundur selangkah, mikir gimana biar 50% mahasiswa lulus tepat waktu. Napas bentar, mikir gimana IKU 2 yang MBKM dan prestasi. Minum dulu, eh kepikiran konversi mata kuliahnya masih jadi bahasan dosen. Ya weslah, dijalani aja dengan sekuatnya.
Karena ada kepentingan, judul tulisan ini bisa beragam maknanya. Kalimat itu bisa diarahkan ke positif dan negatif, tergantung yang ngomong dan tergantung tujuannya kemana. Jadi sedih saja, di saat merasa kita ga mau ikutan, kepentingannya maka cari aman, ya diem. Tapi saat yang lain tidak melihat gitu, jadi muter urusannya, dicapnya apatis, ga peduli dan ga kompak. Padahal semua kan kita punya hak suara, mau diam atau bersuara ya. Wkwkwk, kadang gemes sih. Kebalikannya, saat kita merasa harus lantang nih, karena udah besar scope dan manfaatnya, eh kalimat tadi dipakai buat nyindir, ya karena ada kepentingan nih. Ya Allah, memang manusia unik dengan beragam sifat dan karakternya.
Kadang karena di sini ga banyak teman saya, jadi nyaman aja nulis panjang gini. Jadi pingin gitu, kalau ada di tempat lain konflik serupa menjelang kontestasi politik, biar tetap damai sejahtera gimana.
Gitu dulu ya,
Makasih mau baca curcol ini.
3 notes · View notes
tangerangraya · 2 months
Text
Hadir Dies Natalis Ilmu Politik UPNVJ, Bob Hasan Ajak Sukseskan Program Hilirisasi
Jakarta – Memperingati dies natalis program studi ilmu politik yang ke 7, Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik UPN VJ menggelar seminar nasional yang bertempat di aula bhineka tunggal Ika Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta di pondok labu Jakarta Selatan. Dalam seminar itu turut dihadiri oleh Ketua Umum Advokasi Rakyat untuk Nusantara (ARUN) Dr. Bob Hasan S.H., M.H yang di dampingi oleh…
0 notes
bantennewscoid-blog · 9 months
Text
Sambangi Kampus Faletehan, Mahfud MD Pastikan Bukan Kampanye
KAB. SERANG – Menteri Koodinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Mahfud MD memastikan kedatangan dirinya ke Universitas Faletehan di Jalan Raya Serang-Cilegon, Pelamunan, Kabupaten Serang, bukan untuk kampanye, namun untuk memberikan kuliah umum. Mahfud mengatakan, kedatangan dirinya juga bukan dalam kapasitas sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 3. “Saya tadi…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
prawitamutia · 6 months
Text
diselamatkan
ini kredo dari seorang politisi (Anies Baswedan) dan konteksnya adalah politik. tetapi, saya rasa kalimat ini bisa berlaku untuk segala hal. "jika terjadi, Allah mengizinkan. jika tidak terjadi, Allah menyelamatkan." tidakkah mendengarnya membuat hati adem?
semakin besar dan dewasa, kita pasti sepakat. hal-hal yang akhirnya tidak terjadi kepada kita sebenarnya adalah cara Allah menyelamatkan kita. kampus impian yang tidak jadi, kantor impian yang tidak jadi, calon pasangan yang tidak jadi, bahkan sekecil menu makanan yang kita idamkan dan ternyata habis saat kita tiba di restoran.
ada hikmah di baliknya. kadang kita bisa langsung memahami hikmah itu--kalau beruntung. di lain waktu, butuh bertahun-tahun untuk sampai pada pemahaman "untung saja saat itu..."
hal-hal yang tidak jadi juga adalah keajaiban. hal-hal yang tidak jadi adalah yang memungkinkan hal terbaik terjadi.
prompt 10.
ceritakan pengalamanmu diselamatkan oleh Allah! apa hikmahnya?
249 notes · View notes
hellopersimmonpie · 8 months
Text
Sore-sore sambil masak, gue nonton podcast-nya Indah G yang mewawancarai dua caleg muda. Dengan biaya politik yang tinggi, kesempatan untuk menjadi caleg bakal lebih terbuka untuk anak-anak muda yang privileged. Gue jadi mikir kalau anggota legislatif nantinya cuma berisi wakil dari kalangan atas yang nggak pernah nyentuh akar rumput, gimana mereka bisa punya perspektif masyarakat kalangan bawah?
Gue bukan butthurt atau meremehkan orang-orang kaya. Tapi sudut pandang yang diverse itu penting banget buat memikirkan kebijakan. Selama kerja di kampus, gue tuh pernah menjadi anggota senat yang merumuskan peraturan akademik. Gue juga pernah menjabat sebagai sekretaris prodi yang mengeksekusi aturan yang dirumuskan senat. Meskipun saat menduduki posisi senat, gue tuh bukan yang vokal banget, tapi gue cukup dapat pembelajaran betapa pentingnya menata perspective untuk decision making dan perumusan kebijakan.
Pernah gue tuh mewawancara mahasiswa untuk menentukan apakah ia layak mendapatkan keringanan UKT atau tidak. Dari luar, mahasiswa ini menggunakan barang branded (keyboard mechanics, headset gaming, Ipad). Guepun mendalami "Darimana barang-barang branded tersebut?"
"Apakah dia ada keinginan untuk berhenti membeli barang branded?"
Gue tau ini kejauhan. Pertanyaan pertama tuh gue tanyakan sebagai sekretaris prodi yang perlu tahu kondisi ekonomi mahasiswa. Sementara pertanyaan kedua tuh gue tanyakan secara personal untuk menggali motivasi dia membeli barang branded karena gue khawatir dia akan terjebak hedonic treadmill.
Mahasiswa gue menjawab bahwa barang tersebut dia beli untuk kenyamanan kerja. Karena selama ini dia bekerja sebagai ilustrator yang harus menanggung kebutuhan keluarga bareng kakaknya. Selama ini, uangnya cukup untuk itu.
Tapi selama dua bulan ini kakaknya menganggur dan belum dapat kerja lagi jadi uangnya nggak cukup lagi untuk bayar SPP. Kalau ada uang lagi, dia nggak akan beli pernak-pernik keyboard mechanics karena menurut dia yang seperti itu aja sudah cukup.
Pas ngobrolin hasil interview sama temen, temen gue bilang:
"Ya harusnya dia nggak usah beli barang-barang kayak gitu. Mending utamakan kebutuhan pokok dulu"
Selama kuliah, gue juga kuliah sambil kerja. Gue tau persis gimana rasanya kelelahan dan pengen beli sesuatu untuk bikin kita nyaman. Ini bukan romantisasi keadaan yang dikit-dikit self reward. Tapi ya karena emang saking capeknya.
Dari obrolan tersebut, kami berdua akhirnya menata perspective bahwa pendidikan yang berkualitas sampai sarjana harusnya accessible untuk semua kalangan. Kalaupun si mahasiswa tersebut sampai nggak dapet keringanan UKT, itu karena uang dari kampus nggak cukup. Bukan karena ia tidak berhak. Menanggung kebutuhan keluarga di usia segitu sangat tidak ideal meskipun dia mampu di tahun-tahun awal kuliah.
Untuk sesuatu yang dekat aja, kita bisa punya perspective yang beda banget. Apalagi untuk yang luas dan jauh.
Pernah ada masanya gue tuh percaya sama meritokrasi. Sampai pada akhirnya gue belajar tentang konsep balancing dalam Game Design. Orang-orang privileged itu layaknya pemain yang punya banyak duit sehingga mereka bisa melakukan top up untuk mendapatkan skill tertentu. Sementara orang-orang miskin itu ibarat free player yang harus push rank cukup lama dan memanfaatkan random event untuk naik level. Antara orang yang privileged dan nggak privileged itu nggak akan pernah balance. Seorang anggota legislatif itu ibarat game designer yang merancang "dunia" agar orang-orang yang tidak privileged ini tetap merasakan kehidupan yang baik sebagai manusia. Tetap punya waktu luang untuk bonding dengan keluarga. Tetap makan makanan bergizi. Tetap punya ruang hidup yang layak tanpa mengalami gentrifikasi atau berebut dengan industri. Sistem meritokrasi tidak akan pernah adil karena kalau ada orang-orang non privileged bisa naik kelas manjadi crazy rich, itu ya sebagian kecil aja. Kalau kita menjadikan contoh kasus seperti itu sebagai sesuatu yang sangat mungkin terjadi, kita sudah terjebak dalam survivorship bias.
Instead of mendorong orang-orang yang tidak privilege untuk melakukan mobilitas sosial, gue lebih mikir negara mendorong kebijakan agar masyarakat miskin dan rentan bisa mendapatkan kehidupan yang layak. Dalam arti biarpun uang nggak seberapa tapi sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan ruang hidup yang layak tetap accesible buat mereka.
Gue menghargai perspective banyak orang tapi perspective yang mengatakan bahwa "Orang miskin itu nggak sukses karena mereka kurang usaha" akan terus gue korek sampai bisa membuktikan apakah perspective tersebut benar-benar mewakili kondisi yang sebenarnya ataukah karena kita tone deaf. Bagaimanapun memang ada orang-orang yang memang cuma perlu fokus ke so called "usaha" karena kebutuhan dasarnya sudah terpenuhi. Sementara di sisi lain, ada orang-orang yang harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya baru mikir usaha.
56 notes · View notes
mamadkhalik · 4 months
Text
101 Cara Membebaskan Palestina
Sekadar membagikan apa yang ada di pikiran. Tak bermaksud menggurui, hanya ingin urun pikir dalam upaya pembebasan Palestina.
Sebelum mulai, kita dengerin lagu dulu biar semangat :
youtube
Cekidot :
1. Gerakan Sholat Subuh Berjamaah (GSJN)
Ada satu cerita yang cukup masyhur tentang sholat subuh. Alkisah seorang tentara israel setiap hari mondar-mandir di masjid saat subuh. Alasanya sederhana, kalau seandainya jamaah sholat subuh ramai seperti sholat jumat, maka kehancuran israel tinggal menunggu waktu. Mengerikan.
Bung Karno hanya butuh 10 pemuda untuk mengguncang dunia, umat Islam perlu menggalakan Gerakan Subuh Berjamaah untuk menghancurkan israel.
Tumblr media
2. Dekat Dengan Al-Quran
Brigade Izzudin Al-Qassam memberikan contoh yang nyata bahwa kemenangan yang gemilang berasal dari kedekatan dengan Al-Quran.
Anak-anak Gaza di bombardir sana sini tapi memiliki ketenangan yang luar biasa. Mereka rutin membaca dan setoran hafalan.
Rekomendasi konten Al-Quran yang ringan tapi asyik. Quranreview.
3. Belajar Sirah dan Sejarah
Kisah Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam adalah standar tinggi dalam beramal. Selanjutnya, kita perlu mendalami sejarah Islam dari masa ke masa untuk melengkapi gambaran dan pelajaran berharga bagi generasi selanjutnya.
Bisa dengerin podcast Ngaji Budaya Bang Amar
Bisa mampir Youtube Sirah TV Ustadz Asep Sobari
youtube
Kalau konten IG bisa ke Gen Saladin Bang Edgar Hamas.
4. Membumikan Adab dan Ilmu
Ust. Wido Supraha dalam sebuah forum online mengatakan, "Bagaimana Islam akan maju apabila kuliah zoom tidak oncam. Ini sederhana untuk menghormati dosen, guru, dan orang yang sedang bicara di depan forum" Perkataan itu singkat tapi menusuk di dalam hati.
Untuk memulai ini memang lama, bisa tipis-tipis membaca Ringkasan Ihya Ulumuddin atau Taskiyatun Nafs Said Hawwa. Selanjutnya perlu berguru dengan Ulama kredibel, bersanad secara tematik agar menambah experience yang nyata, karena mayoritas kita tidak terbentuk di lingkungan Pondok.
Perihal Ilmu, mengacu dari buku Model Kebangkitan Umat Islam, setelah selesai dengan taskiyatun nafs, kita perlu internalisasi dan eksternalisasi ilmu kepada masyarakat sebelum masuk ranah siyasah politik.
Untuk lebih jelasnya bisa mempelajari konsep Islamic Worldview dari Syed Naqib Al-Attas, Ustadz Hamid Fahmi Zarkasy, Asatidz Gontor-insists, Ust. Asep atau Intelektual Sosial Profetik pemikiran Prof. Kuntowijoyo.
5. Menghidupi Organisasi
Teringat perkataan dari senior, apa yang kita kerjakan di lembaga dakwah saat ini, jadikan sebagai bekal persiapan untuk naik ke level pengelolaan organisasi yang lebih tinggi. Ketika berada di puncak kepemimpinan, jadikan organisasi itu untuk memperjuangkan Islam dan Palestina.
Diksi menghidupi ini jangan dimaknai sempit tentang materi, tapi juga soal ide-ide terbarukan. Kita perlu mengakui lembaga seperti LDK, KAMMI mulai ketinggalan zaman untuk menjawab kebutuhan pemuda. Perlu adanya shifting pengelolaan tanpa meninggalkan ashalah dakwah kampus.
Aku rekomendasikan e-book dari activist class x FSLDK ini. Semoga terpantik.
6. Gerakan Boikot
Sebagai warga sipil biasa kita perlu mengkonsolidasikan kekuatan bersama dan gerakan boikot adalah solusinya. Saya menyarankan untuk fokus dengan gerakan boikot yang diinisiasi oleh BDS Movement. Mereka terstruktur, akademis, dan masif secara internasional. Banyak FAQ yang akhirnya menjawab pertanyaan kita. Untuk produk lain saya mengambil refrensi dari Bang Amar.
Follow akun BDS Indonesia
Podcast Refrensi Boikot oleh Bang Amar Risalah
7. Gunakan Gadgetmu
Saatnya kita FOMO dengan kebaikan. Saatnya kita nyampah di timeline untuk dapat Pahala. Saatnya kita sebarkan Palestina ke penjuru Followers kita. One Day One Palestine.
Rekomendasi bahan propaganda :
Flyers For Falastin
Paliclub
8. Yaudah Gerak Apa Aja Untuk Palestina
Intinya gerak aja. Ini posisinya israel udah nggak masuk akal. Bikin setiap agenda dikaitkan dengan Palestina. Hiking for Palestine, CFD for Palestine, Bookdate for Palestine, Run For Palestine, writing for Palestine (termasuk saya nulis ini)
Saatnya kita beraksi. Kaum rebahan, gen-z, alpha, milenial, k-popers, skena, senja, introvert, dan semua umat manusia di muka bumi.
***
Dari 101 cara, baru 8 yang bisa saya tulis, masih ada 93 lagi. Intinya, gemakan genderang pembebasa dan bersiap menjadi bagian pembebasan Palestina!
youtube
20 notes · View notes
nonaabuabu · 8 months
Text
Pandangan Politik dari Rakyat Biasa
Zaman mahasiswa, kayaknya adalah masa di mana aku paling melek sama politik. Selain karena status mahasiswa, obrolan yang pasti memasukkan politik, aku juga punya ketertarikan tersendiri. Apalagi pernah jadi korban politik kampus. Padahal aku bukan aktivis, dan bukan mahasiswa yang suka bersuara juga. Mungkin kalau bukan karena itu, aku udah jadi aktivis kali. Tapi yang terjadi lain, sehingga bagi aku masa itu cukup untuk melihat seberapa nggak menyenangkan politik itu bahkan masih di tingkat mahasiswa.
Saking skeptisnya, aku sampai percaya teori ini, siapapun yang jadi pemimpin negeri ini, dia pasti dikendalikan oleh yang punya kuasa. Kuasa di sini nggak mengacu kepada elit global ya apalagi Tuhan, tapi suatu sistem yang terstruktur untuk menguasai negeri ini.
Tahun 2014 dan 2019, aku nggak memilih karena waktu itu juga aku menganut, nggak memilih adalah bentuk pilihan. Secara ringkas aku nggak melihat kalau pak Jokowi sudah cukup layak jadi presiden di tahun 2014, apalagi sebelum mencalonkan diri sebagai presiden aku ingat meski samar ia mengadakan kunjungan ke Undip, dan bilang nggak akan mencalonkan diri sebagai presiden.
Tahun ini kontestasinya beda, begitu banyak euforia yang rasanya nggak cuma hitam dan putih. Jadi sekali lagi aku terpanggil untuk melihat politik dari aku yang sudah bukan mahasiswa lagi. Omong-omong dulu aku beranggapan mahasiswa adalah orang yang paling bebas kepentingan dalam politik sehingga punya penilaian paling objektif dan rasional, tapi makin kesini anggapan itu mulai bergeser. Apalagi melihat fenomena yang terbaru, mahasiswa almet merah yang menangis untuk salah satu capres (menangis kan bagian emosi bukan nalar) dan memilih karena kesan yang nggak memberikan kesan.
Ketiga paslon sekarang ini awalnya nggak ada yang cukup banyak aku soroti, kecuali apa yang dihidangkan media tanpa dicari. Tapi memang karena aku kuliah di Semarang dan sempat kerja di sana (2013-2019) aku punya pengamatan yang lebih panjang terhadap pak Ganjar dibanding yang lain. Apalagi di awal-awal kepemimpinan beliau jadi gubernur, ya meski sejak lulus akhirnya blas stres mikirin pasca kampus, mana lagi mengkonsumsi berita politik.
Pak Anies yang menjabat sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan di zaman aku kuliah nggak memberikan peran signifikan karena saat itu universitas ada di bawah kemenristekdikti yang menterinya kebetulan rektor terpilih Undip pak Nasir, jadi secara otomatis nggak cuma aku mungkin juga teman-temanku di kampus, lebih banyak ngomongin pak Nasir daripada pak Anies. Pula aku bukan rakyat Jakarta yang dulu nggak pernah berniat ke Jakarta, ya semacam urusan kalian lah itu pemilihan gubernur, kami mah ya penonton.
Sedangkan pak Prabowo, nggak akan aku denial kalau beliau aku blacklist sebagai pilihan di tahun 2014 dan 2019 karena cerita 1998. Apalagi di tahun itu aku nggak pernah membaca kiprah politik beliau di pemerintahan (kecuali ketua partai yang bagi aku nggak dihitung sebagai peran dalam pemerintahan) untuk bisa dijadikan acuan akan bagaimana beliau memimpin Indonesia. Karir teranyar beliau untuk negara ini dicopot di tahun 1998 karena pelanggaran HAM. Makanya pas 2019 beliau dipilih jadi Menhan, aku bingung karena kalau dalam pemahaman aku sebagai orang awam, dari tahun 1998-2019 artinya udah ada 21 tahun beliau nggak bekerja untuk pertahanan negara. Kalau aku jadi bos dalam suatu usaha yang membutuhkan pengalaman, jelas aku nggak akan memilih seseorang yang sudah vakum 21 tahun. Jadi pada akhirnya kolaborasi 2019 waktu itu dalam pandangan awamku ini adalah bentuk monopoli kekuasaan.
Bayangin aja waktu itu, eksekutif (presiden) dan legislatif (ketua DPR) udah dari partai yang sama, eh ada oposisi diajak kolaborasi, mau lagi. Ya apa kabar demokrasi?
Sekarang pas beliau mencalonkan diri lagi, aku udah pasti nggak akan pilih beliau, apalagi pas cawapres yang dia gandeng datang dari pelanggaran etik. Nggak cukup di situ, beliau juga tampil dengan kontradiktif, di satu sisi joget gemoy di sisi lain ngatain. Dibilang tegas nggak pas dibilang bersahabat lebih jauh. Semakin kuat nih AsalBukan02.
Untuk menentukan pak Anies atau pak Ganjar, aku maraton nonton debat. Jujur aja aku nggak nonton pas live. Jadi testimoni orang-orang dulu, warganet unek-unek dulu, baru aku nonton. Jadi cukup mengherankan bagi aku kenapa banyak orang menilai pak Anies terlalu manis mulutnya, padahal sebagai calon pemimpin negara, retorika beliau itu adalah standar.
Debat pertama, aku merasa pak Ganjar lebih kontekstual, seandainya aku cuma nonton debat pertama, mungkin aku bakal pilih pak Ganjar.
Tapi akhirnya kan aku harus melihat lain, visi misi, jejak peran, jejak digital, siapa yang mengusung bahkan pendukungnya bagaimana dan siapa juga harus jadi pertimbangan.
Itu kenapa akhirnya aku memilih pak Anies.
Dari banyak berita, atau sikut-sikutan orang pak Anies adalah yang paling adem menanggapi setiap peristiwa. Kalau dalam bahasa sehari-hariku beliau yang paling pintar manajemen emosi. Buat aku itu poin penting, kalau mau ngikutin bahasa gen Z, kan nggak mungkin kita dipimipin presiden tantrum.
Testimoni pak Anies semakin diperkuat sama warga DKI yang sebenarnya mereka lebih pengen pak Anies jadi gubernur aja. Apalagi ditambah bukti kerja nyata. Itu memberikan validasi bahwa kepemimpinan pak Anies itu baik, sampai mereka nggak rela bagi-bagi.
Puncaknya adalah, gerakan warga di media sosial, yang nggak dibayar apa-apa tapi seikhlas itu mendukung pak Anies demi perubahan. Fenomena pak Anies membuktikan bahwa masih banyak rakyat yang nggak bisa dibeli dengan uang. Mereka memilih dengan kesadaran.
Ini warna baru dalam dunia politik yang aku lihat, di mana banyak sekali partisipan pendukung pak Anies yang serela itu mengocek kantungnya sendiri di saat kita tahu bersama, sebelum ini banyak pilihan orang yang bisa dibeli dengan amplop yang isinya tak seberapa. Ya meski dengar-dengar sekarang banyak influencer dan artis yang dibayar mahal untuk dibeli nuraninya.
Belum lagi konsep desak Anies, itu adalah dialog nyata rakyat, tempat aspirasi masyarakat. Beliau keliling dari satu kota ke kota lain, menjawab pertanyaan tanpa mempertanyakan kemampuan berpikir si penanya.
Aku tahu, kita nggak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana. Tapi seandainya pun ada plot twist yang dihidangkan di masa depan, setidaknya kita nggak memilih tanpa berpikir dengan matang. Dan ini adalah narasi yang juga sering aku dengar dari pemilih pak Anies lain.
Aku berani katakan, aku pilih pak Anies dengan komposisi visi misi, jejak kepemimpinan (pengalaman), jejak digital (sikap), pendidikan (intelektual dan bahasa), strategi kampanye, juga sikap dan solidaritas pendukungnya.
Dan aku rasa kamu juga harus memiliki pertimbangan ini setidaknya tiga dari ini untuk memilih, mana yang menurutmu layak. Kalau masih nggak ada yang menurutmu paling layak, singkirkan aja yang nggak layak. Kalau ketiganya masih nggak layak, ya wassalam.
03 Februari 2023.
20 notes · View notes
rin-ke · 27 days
Text
"Buruh tani mahasiswa rakyat miskin kota bersatu padu rebut demokrasi"
"Wahai kalian yang rindu kemenangan, wahai kalian yang turun ke jalan"
"Mereka dirampas haknya, tergusur dan lapar"
Akhirnya aku paham kenapa lagu-lagu ini diajarkan saat PKKMB Universitas dulu. Tahun 2019 itu, aku berpikir, "kenapa sih harus hapalin lagu-lagu itu? Toh tidak ada hubungannya sama pengenalan lingkungan kampus."
Terhitung per kemarin, terbuka sudah mataku. Negeri ini sudah rusak, sudah kacau. Negara ini sudah diperalat oleh satu keluarga untuk kepentingan mereka. Sang penguasa sudah seenaknya mengotak-atik aturan demi kepentingan politik.
Praktik nepotisme! Politik dinasti!
Muak sudah melihat Indonesia semakin hari semakin berdarah.
Jambi, 22/08/2024
Tumblr media
2 notes · View notes
ameliazahara · 10 months
Text
Sekolah S1 dan S2 bedanya apa?
Baru tau kalau ‘hidup tuh demikian’ setelah terjun ke dunia kerja. Setelah terjun ke dunia kerja, ternyata ada banyak kampus yang akreditasinya beragam, dan jauh banget dari standar yang selama ini dijalani. Sekolah pun sama, diri baru tau kalau ternyata ada sekolah dengan akreditasi yang tidak setara juga—yang jauh banget dari standar yang dipahami selama menjalani masa-masa sekolah.
Selama masa pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga jenjang magister, alhamdulillah mendapatkan pendidikan di sekolah yang grade-nya kelas menengah ke atas di tingkatannya. Tentu, di sekolah tersbut diisi oleh beragam orang dari berbagai wilayah dan kalangan, dan juga dengan kualitas guru yang alhamdulillah mumpuni. Dari hal ini diri akhirnya terbiasa menghadapi persaingan dengan berbagai orang dengan kelas yang setara.
Alhamdulillah bisa merasakan jadi mahasiswa yang kuliah di kampus negeri terbaik Aceh, yang bahkan kampus S1 dan S2 akreditasinya sama-sama unggul saat ini, bahkan sekarang termasuk kampus PTN-BH juga.
Balik lagi, yang mahal dari pendidikan itu adalah lingkungannya.
Atas dasar apa yang diterima, diri berupaya mewariskan itu ke anak-anak kelak. Semoga mereka bisa merasakan hadiah pendidikan terbaik yang bida diberikan.
Saaat ini, diri bekerja di kampus yayasan pemda, dan tempat kerja yang sebelumnya merupakan kampus yayasan pribadi, yang kedua-duanya adalah kampus swasta. Di kampus yayasa pemda ini, diri tidak bisa menafikan kalau kampus ini adalah suatu yang sentral banget di kota ini. Kampus ini terbiasa terlibat atas sesuatu yang buka porsinya, tapi bisa memberi benefit bagi berdirinya institusi tercinta. Terlbiat politik harus siap. Terlibat sasaran-sasaran dari berbagai sisi harus bersiap juga. Beruntungnya menjadi bagian dari institusi insyaAllah bisa mengangkat reputasi diri.
Visi-misi dan sumber dana adalah dua hal yang menjadi indikator penting dari berbagai institusi pendidikan tinggi di daerah. Hal ini mempengaruhi kinerja dan pada siapa tunduk diberikan. Bahkan, cara mereka menghasilkan lulusannya juga tergantung pada kebijakan dan kepentingan institusi. Apapun itu, segala gap yang terjadi merupakan suatu yang tidak perlu dipermasalahkan karena semua punya dalih demi kepentingan bersama.
Diri menyadari kalau apa yang dijalani dulu dan apa yang kini dihadapi adalah dua kelas yang tidak setara, jika dikomparasikan pun akan tetap tidak sebanding. Jadi, sebagai karyawan diri bertugas menjalankan apa yang diembankan, ikut aja gimana aturannya, selagi rejeki yang dihasilkan halalan tayyiban.
Beberapa waktu lalu di time line twitter nemu tweet ini yang sampe di repost ulang.
Tumblr media
Tumblr media Tumblr media
Tulisan ini terinspirasi dari thread tersebut. Bahwa ternyata banyak yang juga menyadari bahwa grade dari pendidikan menentukan banyak hal di kemudian hari. Diri juga menyadari kalau, berproses itu selalu membuahkan hasil yang tidak sama pada setiap orang. Tempat di mana kamu ditempa dengan prosesmu juga penting banget. Relasi yang menemani dan menjatuhkanmu di masa berproses juga penting. Karena kelas kehidupan diterpa sejak di masa ini.
Jika diibaratkan dengan rumah, jenjang S1 itu seperti pondasi, ini penting banget. Jenjang S2 atau pun S3 adalah yang menjadikan indah rumahnya. Tanpa pondasi yang kokoh, jika terjadi bencana gempa bumi maka bangunan tidak akan bertahan juga. Atau seindah apapun tampilan luar, jika pondasinya tidak kuat maka bangunan tersebut akan rapuh juga.
Penting banget untuk menentukan pendidikan S1 hendak ke kampus mana. Jangan asal menentukan. Karena pondasi diri kedepannya bahkan di dunia kerja, diterpa sejak pendidikan S1.
Pentingnya pendidikan itu bukan dibagian gelar atau ijazahnya, bukan dibagian keren cover luarnya saja. Bahkan diri begitu terkejut ketika tau ada dosen lulusan S2 yang ga tau value dari pendidikannya. Anehnya, dia masih merasa tidak berdaya, dia merasa tidak bisa memberi kontribusi apapun. Lha, selama sekolah S2 ga diajarin gimana harusnya sebagai lulusan S2? Padahal kini dia sudah jadi dosen ber-nidn. Setelah nanti kamu jadi lulusan dan menjadi bagian masyarakat, maka kamu wajib survive, wajib mengembangkan dirimu sendiri. Kamu tidak lagi dibimbing seperti ketika dulu sebagai mahasiswa. Itu sebabnya salah satu tujuan pendidikan adalah memberikan problem solving.
Jangan heran ketika nanti di dunia kerja bertemu karyawan yang titelnya banyak tapi kerjanya ya B aja.
Walau nanti di dunia kerja, yang pintar dan memiliki kapabilitas, akan kalah dengan mereka yang mahir berdalih—berbicara dan punya relasi orang dalam.
Dari pengalaman yang diperoleh, ternyata ada beberapa orang yang merasa bisa memperkuat pondasi dengan memperindah tampilan luar sebuah bangunan. Lha gimana? Jadi mereka yang merasa kurang percaya diri dengan pendidikan S1 nya berusaha mencoba untuk lanjut sekolah ke jenjang yang lebih tinggi lagi di kampus ternama dengan dana dari orangtua yang mumpuni. Mungkin mereka merasa dengan pendidikan lebih tinggi dari yang lain mereka bisa merasa lebih unggul dan lebih percaya diri. Ini adalah hak masing-masing orang.
Kok diri seperti iri ya? Bukan. Tapi poin pentingnya adalah, bangun pondasi yang kokoh dulu, jika pondasi sudah kokoh, mau kerja di masa saja, walau lulusan S1 atau apalah, insyaAllah akan tetap berhasil dan berjaya. Yang terpenting itu kapabilitas dan bertahan.
11 notes · View notes
herricahyadi · 2 years
Note
Bang, baru dapet kabar kalau Kegiatan Mentoring Resmi dibawah Mata Kuliah Agama Islam di ITB akhirnya dilarang Bu Rektor dengan berbagai alasan yang dibuat2.
Lucu sih alasannya, doi pake salah satu feedback peserta kuliah yang bilang "Mentoring Memberatkan" padahal ada begitu banyak data lain yang bilang dapet hal baik dari Mentoring.
Ironi ya klo udah masuk ranah Politik Identitas di Kampus, bahkan sekelas Orang ITB gak lagi berguna Ilmu statistika tentang data pencilan, modus, dll yang susah payah dipelajari dan diajarkan ke Mahasiswanya tidak berguna, wkwkwk
Hmm, ini terjadi di banyak kampus dan serempak. Begitu sistematis dan terarah. Mencurigakan? Tentu, karena mereka memang tahu bahwa di kampus-kampus yang sudah terdapat mentoring nuansa keislamannya kuat. Ini tentu menghasilkan output mahasiswa yang tersibghah dengan karakter keislaman. Jika didiamkan, tentu mereka khawatir jika Indonesia terlalu Islami.
Lembaga keagamaan mereka kucilkan; kegiatan keislaman mereka batasi; masjid-masjid kampus mereka intervensi (diganti paksa dengan kelompok yang dekat dengan ormas tertentu); dan ya, pembatasan kegiatan kemahasiswaan.
Coba saja perhatikan pola ini seragam di hampir banyak kampus.
24 notes · View notes
wordsformyworld · 2 years
Text
Selamat Ayah!
Senang sekali dan lega akhirnya melihat Luthfi akan berangkat S3. Sungguh bukanlah perjalanan yang singkat dan mudah. Rasanya jauuuh berbeda dengan saat dulu menyiapkan Master. Dulu belum ada buntut, belum banyak resiko, belum ada tanggung jawab di sana sini.
Aku menyaksikan dia harus mencari-cari waktu untuk mempersiapkan IELTS dan proposalnya di tengah gempuran harus mengerjakan riset ini itu, ngajar dan bimbingan mahasiswa, juga yang tak kalah banyak... urusan keluarga. Tahun ini saja, dia ke Lombok, Natuna, Pontianak, Bali untuk urusan penelitian.
Di tahun 2022 ini tema besar Luthfi adalah ngurus orang sakit. Ya aku, ya ibunya, ya adik-adiknya, ya anaknya, ya dirinya juga sendiri. Ibunya stroke setelah papap dan adiknya yang terakhir kena covid. Tak lama setelah itu, aku kecelakaan dan harus ke beberapa rumah sakit bolak-balik ke sana sini, Luthfi tak pernah membiarkanku sendiri.
Lalu datanglah Covid menerpa keluarga kami. Isolasi 2 minggu, hanya berempat di rumah. Ya ngurus rumah sendiri karena bibi tidak kami izinkan masuk; ya dalam keadaan saling menopang karena lumayan juga hantaman covid ini. Anak2 rewel berkepanjangan dan kami pun menggigil demam tinggi. Tak lama setelah covid, anak-anak kena flu singapur, sementara aku mulai terapi dua-tiga kali seminggu. Bolak-balik Rumah Sakit. Kadang bersama Fahima kadang ditemani Luthfi.
Dalam masa itu Luthfi juga mengurus ibunya yang bolak-balik masuk IGD. Ke dokter penyakit dalam di RS berbeda, juga ke dokter bedah, ke puskesmas, atau semalaman berjaga di IGD.
Bulan Agustus Luthfi kena herpes di kelopak matanya. Bulan Oktober Fahima kena cacar dan aku batuk pilek tak kunjung sembuh. Aku sampai 3x swab karena ada siswaku yang positif covid, alhamdulillah aku negatif. Dalam masa itu, Luthfi selalu membersamai mengantar kami berobat. Tak jarang ia sendiri yang mengantar anak-anak berobat karena ia paham pekerjaanku lebih sulit ditinggalkan daripada pekerjaannya yang, meskipun secara load jauh lebih banyak, secara waktu bisa lebih fleksibel.
Belum lagi usahanya menyiapkan proposal PhD nya, dia agak kesulitan mencari research gap dan tentu saja, mencari supervisor. Pernah aku kaget saat bangun pagi melihat kaca cermin dicoret-coret penuh. Ternyata semalaman ia berusaha memetakan research gap dan mencari rumusan masalah. Dia bekerja keras mencari calon supervisor di berbagai kampus. Satu per satu ia membaca profil para profesor di berbagai kampus di Australia, Eropa, juga Singapore Malaysia. Ia menjelaskan betapa sulitnya mencari supervisor karena berbagai perbedaan mahdzab di ilmu politik terutama karena isu yang ia teliti amat spesifik. Ia menghabiskan berminggu-minggu hanya untuk mencari supervsior.
Aku menyarankan ia menghubungi supervisornya S2 dulu yang memang secara teori sudah sangat cocok dan nyambung. Ada drama pula saat menghubungi supervisornya ini. Intranet kampus pas banget lagi down. Email yang biasanya cepat dibalas jadi tak berbalas berminggu-minggu dan lewatlah due date aplikasi LPDP dan Kemdikbud. Dia hampir desperate. Tapi S3 adalah kewajiban.
Fast forward, supervisor memberi jawaban positif. Tak lama ia pun terjadwal wawancara dengan calon supervisor dan kepala departemennya. Semua berjalan lancar syukurlah. Drama selanjutnya adalah urusan administrasi birokrasi baik ke Kementrian atau ke intra Unpad sendiri.
Kami saling menyemangati untuk tetap sabar menempuh satu per satu langkah dan proses. Letihh sungguh letihh... Ini semua proses. Harus dilalui.
Meski Luthfi sering mengajakku berdiskusi tentang research questionnya aku merasa tidak banyak membantu. Aku hanya bisa mendoakan. Aku menjadi saksi bahwa ia suami yang baik, ayah yang penyayang, dan anak yang berbakti. Juga ia adalah dosen yang berdedikasi pada pekerjaannya, amanah dalam setiap tugasnya, dan selalu menjaga kelurusan sikapnya. Ya Allah, mudahkanlah dan lancarkanlah urusan orang-orang berhati baik.
Selamat ya Ayah.. semoga lancar studinya :)
9 notes · View notes
kartikawidya · 1 year
Text
GELOMBANG YANG MENGERATKAN #part 2
Satu minggu sudah setelah perbincangan Bintang bersama Reno dan Riko beserta beberapa anak BEM lain tentang Danang dan video yang beredar. Akhirnya mereka memutuskan untuk kembali kumpul di Cafe A untuk membahas perkembangan dari masalah yang sedang terjadi
Pukul 19.30 bada isya cafe A mereka sudah berkumpul. Justru Bintanglah yang datang terlambat ,pukul 19.40 Bintang baru hadir "Sorry gaes telat,tadi agak sedikit macet" kata Bintang sembari meletakan tas dan dan duduk di bangku yang kosong. "Hmmmm kebiasaan" keluh Riko "Hee sorry" tawa Bintang yang dibuat-buat "Jadi bagaimana perkembangan masalah video itu" tanya bintang kepada yang ada di Cafe tersebut. "Oh iya jadi gini tang,untuk sementara info dari anak yang ngasih video itu ke aku,video awal dia dapat dari ibu kosnya yang kebetulan tau gara-gara jaket yang pernah kita buat bareng-bareng,nah itu kan ada lambang universitas kita dan ibu kos dari anak itu tanya ke anaknya dan akhirnya dia ngasih tau aku" jelas Riko panjang lebar "Kamu udah tanya belum videonya disebar kesiapa aja ?" Tanya Bintang "Nah itu tang masalahnya"sahut Reno "Iya tang jadi kalau video sementara yang punya si cuma aku sama anak itu cuman ibu kosnya anak itu sebelumnya tanya-tanya anak-anak kampus kita yang ngekos di kos situ juga,ibu kos mereka tanya kenal gak orang di video itu" Jelas Riko kepada Bintang.
Bintang seketika diam dan berfikir. Tidak berapa lama tiba-tiba Hp Bintang berdering "Iya hallo assalamualaikum,ada apa lan ?" Telfon dari salah satu anak BEM yang bernama Wulan. Seketika wajah Bintang berubah menjadi memerah,nampak semakin bingung dan seperti menahan amarah. "Oke lan baik terimakasih,tolong sampaikan kepada mereka untuk tetap dijaga dulu sampai ada konfirmasi resmi tolong bilang jangan sampai menyebarkan fitnah" jawab Bintang "Ada apa tang" tanya Reno "Sial,(umpat bintang) beberapa anak BEM sudah ada yang tau berita itu" jawab Bintang dengan nada meninggi "Lho gimana mereka tau" tanya Riko penasaran turut menahan emosi. "Katanya ada anak di kos yang sama juga yang dikasih tau ibu kos akhirnya ngadu ke anak BEM yang mereka kenal" jawab Bintang yang semakin bingung "Wah ini mah sudah tidak bisa didiamkan" jawab Riko Bintang melirik ke arah Riko seakan tatapan matanya mengiyakan apa yang Riko katakan. Beberapa detik mereka terdiam "Jadi apa yang harus kita lakukan tang" tanya Reno Bintang masih terdiam dan bingung.
"Hmmm kumpulkan semua anak BEM yang sudah tau info dan anak-anak yang sudah tau videonya kita konfirmasikan dulu saja,tapi nanti pas dikumpulkan anak BEM dan yang bukan BEM jangan bersamaan soalnya tujuannya beda. Untuk anak BEM tujuan kita adalah mencari solusi bersama dan menghentikan peredaran informasi sementara sampai kita dapat solusi dan bukti kuat adaupun buat yang non BEM kita mintai keterangan dapat video darimana dan meminta supaya informasi jangan sampai di sebar. Walaupun ini akan agakk sedikit sulit apalagi kalau misal lawan politik kita tau kabinet kita terkena masalah sudah sulit. Tapi sementara itu yang bisa kita lakukan, disisi lain nanti aku harus nemui Danang buat klarifikasi masalah ini. Tapi aku minta tolong Riko temani aku. Mungkin itu sementara yang ada dipikiranku" Jawab Bintang cukup panjang "Oke jadi kapan mau dijadwalkan" tanya Riko "Buat anak yang bukan BEM dan punya video itu kita kumpulkan besok sore,anak BEM kita kumpulkan malam dan Besok pagi aku sama Riko bakal nemui Danang" Jawab Bintang "Oke" jawab Riko dan Rino bersamaan. Oborolan mereka di cafe selesai disitu dan mereka kembali pulang kerumah masing-masing.
Sesampainya di kos telfon berdering dari Hp Bintang. Telfon tersebut dari Ibu Bintang. "Hallo assalamualaikum ibu gimana ?" Tanya Bintang kepada Ibunya yang tumben sekali menelfon. Muka lelah Bintang yang sedari tadi pusing dengan masalah Danang semakin kelihatan nampak lesu saat mendengarkan isi telfon. Pembahasan yang dibahas Bintang di telfon dengan Ibunya nampaknya adalah pembahasan yang cukup semakin membuat pikiran Bintang kacau
2 notes · View notes
Text
MENEMUKANMU PART 1
“saat kami sama-sama sudah merasakan betapa nikmatnya menduduki bangku perkuliahan, dinamika dunia kampus menikmati sebagian anggaran dari pemerintah untuk pendidikan Indonesia yang tidak didapat oleh seluruh anak Indonesia hingga kepolosok negri. Membuat kami merasah resah, dan ingin memberikan kontribusi nyata untuk negri sendiri. Karena sejatinya kami adalah satu sama-sama putra-putri asli Indonesia satu ibu pertiwi yang selayaknya memiliki hak yang sama.
            Kami tergabung dalam satu komunitas yang terdiri dari sekumpulan pemuda-pemudi Indonesia yang memiliki visi misi yang sama untuk ibu pertiwi terkhusus untuk kota kami sendiri. jauh dilubuk hati kami sendiri yang sudah kupastikan kami sangat ingin ini terlaksana di ibukota-ibukota lainnya kami ingin semua anak Indonesia bisa mendapatkan pendidikan yang sama rata tanpa ada sekat-sekat ekonomi yang akhirnya memberi batasan pada semangat mereka.
Komunitas ini hadir di ibukota yang bertujuan untuk membantu pembangunan pendidikan di indonesia yang merata pada pelosok negri. Yang mungkin insfrastruktur dari pemerintah tidak terjangkau untuk mereka. Tapi kami tidak mau terus-menerus mengkritisi pemerintah dengan  segala sistemnya yang tidak kami mengerti. Jiwa kami tersentil dan terpanggil ingin berbuat aksi untuk mereka adik kakak kami seibu pertiwi.
            Cuaca hari itu seakan begitu manja mengikuti angin yang begitu damai dari surga membelai dedaunan yang tersipu-sipu malu membuat seluruh suasana ikutan syahdu.
Di meja bundar warung kampoeng sudah ada aku, raja, viola, andy, keyra, kawa, dea, dilan. Kami berdelapan hadir bukan semata mata ingin menjadi hero yang kehadirannya ingin disanjung, tapi kami hadir karena kami sadar kami yang diberi kesempatan tuhan untuk belajar menimba ilmu dan menikmati segala yang dipersembahkan tuhan untuk Indonesia ibu pertiwi tapi tidak semua jiwa rakyat ini menikmatinya.
Jiwa kami terpatri untuk berbagi. Berbagi segala pengalaman, harta ilmu, dan tenaga yang kami miliki. Karena bagi kami itu adalah hak mereka dari kami saudaranya seibu pertiwi.
            Gagasan ini tercetus dari dilan yang baru saja menyelesaikan sarjana sosialnya di fakultas ilmu sosial dan politik di universitas ibukota. Lalu dia menghubungi kawa teman seorganisasinya yang satu fakultas denganku dan terjadilah perekrutan secara LSM diantara kami dan terkumpul lah kami berdelapan yang sebelumnya belum saling mengenal tapi karena kami sevisi dan semisi yang akhirnya mempertemukan dan menyatukan kami.
Dan kami baru menyadari ternyata benar kata orang-orang terdahulu atau kata siapalah itu dunia itu ternyata sempit ya karena sebenarnya kami dulu pernah saling ketemu disalah satu event tapi tidak begitu mengenal, mungkin karena kami masih gengsi-gengsi maunya disapa duluan dan malu menyapa untuk yang pertama kalinya. Entah itu efek karakter pemuda zaman now atau apalah kami sama-sama tak mengerti.
            Dan ternyata aku satu team dengan raja, sosok yang disukai dira, sosok yang suka buat dira baper-baper gak jelas. Dan keyra adalah teman smanya teman aku dan kawa dijurusan, aku saat itu rasanya sedang dibercandain oleh semesta. Membuatku tersimpul senyum,-senyum sendiri. kalau dilan dan raja ternyata sama sama pernah menjadi finalis mawapres universitas setahun lalu. Hanya dea dan andy yang tidak seinstansi dengan kami tapi itu tidak menjadi sekat-sekat yang begitu kongkrit buat kami, karena sejati kami bukanlah aku ataupun kamu tapi kita. Setanah air seibu pertiwi.
Suasana saat itu mulai dengan pembahasan yang serius, tapi tidak terlalu menegangkan buat kami dan tetap dalam keadaan santai menikmati alunan music yang diputar di warung kampoeng yang sedikit agak remix. Baru kali itu aku nongkrong di café yang diputar lagu bertema nasional, rayuan pulau kelapa, kolaborasi para penyanyi kondang tanah air. Membuat kami yang berkumpul saat itu ikutan membara ingin bersatu bersama kedamaian tanah air.
"masing-masing diantara kami menawarkan berbagai tempat yang terletak di desa- desa kota. ada banyak opsi diantara kami. Tapi kami berusaha mensortirnya terlebih dahulu karena kami tau ini project perdana kami. Menampung segala ide dan membahasnya satu persatu. Sebisa mungkin kami meredam ego kami masing-masing untuk tidak selalu ingin didengar tapi mendengarkan. Belajar untuk mendahulukan menghargai orang lain tanpa harus memaksa selalu ingin dihargai. Karena kami beroptimis kami akan melebar kami nantinya tidak hanya berdelapan tapi berdepalan puluh atau berdelapan ratus maka dari itu kami sebisa mungkin harus belajar sedini mungkin perihal itu.
            kami bersatu dari berbeda kota tapi dipertemukan dalam satu cita yaitu Indonesia. Dan kini kami memutuskan untuk memulai di salah satu kota dekat pelabuhan.
“kita tentuin dulu kapan waktu untuk kesana nya sahut vio,
Kami satu sama lain, saling memandang antusias menyebutkan satu persatu tawaran waktu. Sebelum menyepakati waktu keberangkatan kami untuk eksekusi tempat, raja mengeluarkan pendapatnya “ sebaiknya kita survei ke daerah itu dulu gimana? Kita gak bisa gerak tanpa data, aku ingin kita benar-benar hadir buat mereka bukan hanya sekedar datang lalu pergi tanpa memperhatikan mereka kedepannya.
Kami satu sama lain saling mengangguk menandakan kesetujuan atas pendapat raja
“ia jangan kayak tempat persinggahan datang lalu pergi, dikiranya hati awak halte apa hanya dijadiin tempat persinggahan celetuk keyra.
Kami serentak saling tertawa mendengar celetukannya keyra membuat suasana seketika cair kembali dari keseriusan yang dari tadi membentuk meja bundar kami.
“hush kok jadi baperan ra sahutku.
“gengs fokus-fokus dilan mulai membantu mengkondusifkan kami dimeja bundar café.
Okee siap komandan sahut kami serentak,  dan melanjutkan pembahasan.
Oke lanjut ketua sahutku yang tertuju pada raja dan dia senyum mengangguk mendengarnya
“okey lanjut ya semua”
“pertama kita harus surve ini tawaran waktunya kapan?
“Lusa aja gimana? Dea menanggapi.
Oke lanjut aja ketua sahut andi menanggapi waktu kita kondisional kan dulu kalau konsep kita sudah matang tegasnya.
“gak ada yang mau jadi notulen ini, biar pertemuan kita hari ini gak hanya cuap-cuap semata. Mata nya liar memandang keliling kami satu persatu, masih dengan style yang tetap cool dengan penuh kewibawannya itu berefek banget untuk kami dan jiwa kepemimpinannya itu yang seakan menghipnotis. kami untuk berfikir luas terhadap sesuatu. Gak sia-sia aku bantu Follow dia untuk mawapres universitas kemarin walaupunn terpilih dalam katagori favorite batinku.
“aku saja ketua sahut kawa sambil mengeluarkan buku dan penanya dan mencatat ulang apa yang dikatakan raja sebelumnya.
bersambung
2 notes · View notes
suwardana · 2 years
Text
Ketika jati meranggas -bagian kedua-
Kobe, 28 Januari 2023.
Pagi itu cukup cerah, meski aplikasi cuaca di telepon genggam saya menunjukan angka 4 derajat .
“Setidaknya tidak hujan atau turun salju seperti kemarin-kemarin” saya membatin.
Setelah menghabiskan secangkir kopi dan beberapa helai roti tawar, serta menjemur baju yang baru saja selesai dicuci. Kemudian saya bergegas mandi dan bersiap untuk menuju laboratorium.  
Sekitar pukul 12.30 siang, saya bermaksud untuk makan siang memanfaatkan waktu jeda sambil menunggu 2nd antibody Western Blot. Adalah dr. Ulik yang mengabarkan bahwa Prof Dewa Sukrama telah berpulang kurang lebih sejam lalu.
Prof Dewa tengah mendapatkan perawatan intensif akibat stroke non hemoragik. Tak dinyana kondisinya memburuk serta mengalami henti jantung. Tim medis yang merawat beliau sempat memberikan pertolongan resusitasi. Manusia berusaha, Tuhan yang menentukan.
Sambil mengucapkan terima kasih kepada dr. Ulik atas informasinya, saya mengambil bekal makan siang dan menghabiskannya.
Musim kemarau di Bali ternyata datang lebih cepat. Daun-daun jati pun harus kembali berguguran.
***
Selesai program internship September 2019, kemudian saya bekerja sebagai asisten riset dr. Dwi Fatmawati (saat itu kepala departemen Mikrobiologi). Semenjak itu, saban senin hingga jum’at, saya menjadi penghuni tetap departemen Mikrobiologi—atau Mikro singkatnya.  
“Engken kabarè, Si?”
Pertanyaan yang seringkali ditanyakan oleh prof. Dewa Sukrama ketika bertemu saya.
Meski bersifat basa-basi, namun hal itu adalah lumrah mengingat prof. Dewa sangat jarang berkantor di Mikro. Ketika itu, beliau masih menjabat sebagai Pembantu Dekan I (PD 1) FK Unud. Oleh karenanya, mayoritas aktivitas keseharian beliau berpindah ke ruang dekanat. Hanya sesekali beliau mengunjungi Mikro. Utamanya saat agenda rapat yang rutin dilaksanakan beberapa bulan sekali bersama staf Mikro lainnya.
Sebelum menjabat sebagai PD 1, prof Dewa didapuk sebagai sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) FK Unud. Beliau juga pernah bertugas sebagai ketua unit Penelitian dan Pengembangan (Litbang) FK Unud. Pasti masih banyak lagi riwayat struktural dan organisasi yang beliau geluti namun luput dari pengetahuan saya.
Pertama kali saya mengenal nama prof Dewa Sukrama adalah ketika beliau masih menjabat sekretaris PSPD—ketuanya adalah prof Purwa. Lelucon yang acapkali  terdengar tentang akronim PSPD kala itu adalah Program Studi Para Dewa (PSPD). Mengingat sang ketua dan sekretaris PSPD sama-sama bertitel ‘Dewa’, yakni Dewa Purwa dan Dewa Sukrama.
Saya tidak tahu kapan pertama kali prof Dewa sadar akan keberadaan saya, apakah ketika saya masih menjadi mahasiswa atau ketika rutin berpartisipasi pada riset-riset dr. Dwi Fatmawati. Yang jelas, sebagai seorang yang datang dari latar belakang keluarga non-dokter, penerimaan prof Dewa terhadap kehadiran saya di Mikro teramat-sangat-ramah.
Sebagai catatan, selain profil prof Dewa sebagai “orang penting” di kampus, beliau juga adalah staf paling senior di Mikro. Di tengah iklim interaksi sosial dalam lingkup kampus yang cenderung konservatif, senioritas adalah satu keniscayaan yang tidak bisa dilangkahi. Bersyukurnya ternyata Mikro adalah tempat dimana konsep senior-junior berjalan dengan sangat baik. Senior mengayomi, junior menghormati.
Prof Dewa tak segan memulai percakapan. Topiknya ringan. Semisal asal daerah saya yang ternyata sama dengan beliau. Benar, kami anggota buldog a.k.a Buleleng Dogen. Atau cerita beliau tentang salah satu putranya yang kini kembali ke Buleleng sebagai seorang urolog. Sesekali topiknya agak berat, semisal tentang potensi ekonomi desa-desa di Buleleng Barat.
Pembicaraan paling serius bersama prof Dewa adalah ketika beliau datang di acara pernikahan saya dan istri. Saat itu sedang hangat-hangatnya isu pemilihan rektor Unud. Beliau berkisah tentang polemik, politik, dan manuver-manuver terkait dengan pemilihan rektor. Satu pesan yang saya petik dari cerita beliau adalah tidak ada yang bisa dipaksakan secara rigid. Api itu tidak bisa dipadamkan dengan api. Prinsip tersebut yang selalu beliau pegang saat meniti karier strukturalnya di kampus.
Selepas bertugas sebagai PD 1, kemudian beliau dipercaya menjadi direktur utama (dirut) RS Pendidikan Unud. Saya keburu berangkat melanjutkan studi di Kobe ketika beliau mulai menjabat, sehingga tak banyak yang saya ketahui mengenai sepak terjang beliau selama menjadi dirut RSPTN (begitu kami biasa menyebut RS Unud). Namun satu yang saya bisa ceritakan adalah tentang fokus beliau untuk mengatur ulang laboratorium RSPTN, utamanya terkait dengan tes qPCR COVID-19.
Tak tanggung-tanggung, yang menyanggupi ajakan beliau untuk mereformasi laboratorium RSPTN adalah prof Sri Budayanti. Sebelummya, prof Sri adalah ketua tim laboratorium Satgas COVID-19 Provinsi Bali dengan aktivitas utama berpusat pada instalasi mikrobiologi klinik RSUP IGNG Ngoerah (sebelumnya bernama RSUP Sanglah). Dimana saya adalah salah satu anggota tim bentukan pemprov Bali tersebut.
Untuk diketahui, prof Sri juga adalah salah satu staf Mikro senior. Meski dari urutan senioritas berada setingkat di bawah prof Dewa. Meski termasuk staf senior, prof Sri rela mengulang dari awal untuk membangun sistem yang tertata rapih di RSPTN. Kembali berkutat pada pre-analitik, analitik, dan post-analitik. Tentang prinsip serta alur kerja yang mengikuti kaidah-kaidah biosafety dan biosecurity ketika bekerja dengan kuman infeksius sekaliber SARS-CoV-2. Meninggalkan segala kemapanan dan sistem yang telah berjalan di RSUP Ngoerah. Padahal, bisa saja prof Sri mendelegasikan tugas menata ulang lab RSPTN kepada junior beliau di Mikro. Senior mengayomi, junior menghormati.
Tanpa mengurangi rasa hormat dan dengan apresiasi yang setinggi-tingginya terhadap kesediaan prof Sri. Namun, rasa-rasanya kesediaan prof Sri untuk turun tangan langsung membenahi lab RSPTN tidak bisa dilepaskan dari sosok prof Dewa, dirut RSPTN sekaligus senior prof Sri di Mikro. Saya rasa tak berlebihan bahwa gestur positif dari prof Sri terhadap prof Dewa adalah implementasi sebaik-baiknya harmoni antara senior-junior yang terjalin di Mikro. Serta pengakuan bagaimana pribadi prof Dewa mampu mengayomi junior-juniornya di Mikro.
Selamat jalan Prof. Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si, Sp.MK (K). Terima kasih untuk semua keramahan, inspirasi, dan petuah-petuah yang diberikan. Seperti kata dr. Dwi Fatmawati, prinsip di Mikro adalah pay it forward. Jika kita merasa berhutang budi terhadap kebaikan sesepuh dan senior-senior di Mikro, pastikan bahwa kita menjadikannya sebagai teladan dan bersikap serupa terhadap junior-junior di masa mendatang. Sehingga, nilai-nilai positif itu akan terus lestari di Mikro.
Jika memang akhirnya saya berjodoh di Mikro, astungkara daun-daun jati yang telah berguguran akan menjadi kompos bagi tunas-tunas baru yang akan tumbuh.
5 notes · View notes
Text
CNY
Selamat hari Senin semua! Rupanya di Indo sedang tanggal merah ya merayakan CNY huhu sangat senang. Selamat liburan aja deh semua orang Indo. Ku pagi ini sampai ofis jam 12 kurang 5 menit, ke Steve nanya kapan bisa lanjutin ngebersihin carius tubes terus dia lupa dong, untung w ingetin, jadi kata dia ketemu lagi di lab jam 14.15. Sekarang lagi contemplating mau makan siang apa sih karena ku laper, tapi sedih banget lupa bawa obat tadi pas berangkat. Jadi sepertinya setelah selesai mencuci dan nunggu kering akan langsung pulang supaya bisa langsung minum obat.
Kemarin weekend ngapain aja? Hm sabtu bangun pagi kelas pagi bahas hukum kepler dan pengaruh hukum newton di solar system (intinya kalau gaada gravitasi/matahari sebagai pusat gravitasi di solar system kita apa yang akan terjadi), terus dari Jumatnya udah diajakin Selly sih emang ke rumah dia abis makan siang. Jadi berangkat lah ke rumah Selly jam 14pm. Sampe rumah Selly buset rame bener ada 6 couples beserta anak-anaknya dan lalu saya (yang single sendirian), ada mas daus juga sih tapi dia mah itungannya ldr kan istrinya di indo (plus sangat senang for him karena bakal balik indo tanggal 29 besok). Untung habis itu diny nyusul sih tapi kan diny nggak single ya, dia punya pacar ☹ Anyway, nggak insecure sama sekali apa gimana sih, cuma kaya ngerasa ‘kok gw outcast ya, kok gw di umur segini nggak kaya orang-orang ini ya?’,: pemikiran ini sejalan dengan my recent tweet dari bacaan Conversations on Love. Tapi yang ku sangat suka adalah orang-orang ini nggak yang nanya-nanya atau ngedesek-desek buat cepet nikah apa gimana sih. Cuma kaya tiba-tiba aku sendiri yang ngerasa beda dan think “wait is there something wrong with me?” then again, itu kalau kata konselorku ya sangat bergantung dengan di mana kalian menaruh standar kalian aja sih.
Anyway, di situ main werewolf, ngomongin politik kampus (kebetulan didominasi oleh dosen dan dokter populasi mahasiswa s3 oxford, jadi kami bisa nyambung). Senang sih, ya karena ku suka aja ngumpul-ngumpul anaknya, dibandingkan di rumah sendirian palingan w ngapain, straykids-an…
Terus hari Minggu pagi ngga ada kelas. Ku juga lupa ngapain aja, sampe akhirnya memutuskan buat nonton Noktah Merah Perkawinan illegally via telegram karena ga masuk netflix uk?? Wtf netflix. Terus ku nonton sambil live-tweeting karena memungkinkan filemnya untuk ditonton sambil live-tweeting (nggak terlalu banyak actionnya dan nggak fast-paced juga). Sesungguhnya banyak banget hal yang kusuka dari filem ini: scene konselingnya, rumah-rumahnya! Semuanya rumahnya bagus, acting orang-orangnya, dan scene di KRL dong omg sangat nostalgic (gak nostalgic sih non, you will have to go trough it everyday juga nanti sebaliknya indo).
Cuma ya yang paling disayangkan di bagian akhirnya aja sih. Duh mau spoiler di sini nggak ya. Intinya ku cukup kecewa sama bagian akhirnya. Emang pasti namanya juga filem ya, pasti dipersingkat kan momen-momen pengambilan keputusan penting. Didramatisir jadi scene yang indah dan kalau nggak tahu konteks seolah-olah keputusan itu diambil hanya di 5 menit terakhir, padahal kalau dari orang yang tahu konteks ya ternyata it took months untuk ngurus sidang cerai in real life jadi nggak semudah itu.
Terus ku mikir keras apa yang bisa kuambil pelajaran dari filem ini: ada banyak sih, tapi mostly apparently ya sangat berhubungan dengan kehidupan pernikahan dan rumah tangga pasca menikah jadi kemarin tuh ku nonton ibarat nonton ‘cara memperbaiki mesin mobil’ tapi ku mobil aja gapunya. Which is fine. Tetap menambah wawasan dan good to know. Cuma ya ga applicable aja di kehidupanku sekarang. Then again nggak semua hal yang kita tonton/baca harus ada take home lessonnya, selama menghibur/in some way help healing ya gapapa juga.
Udah terus tiba-tiba Selly ngewhatsapp lagi akan keluar rumah apa nggak. Dia ngajakin ke westgate yaudah jadinya keluar rumahlah saya dan akhirnya had dinner di Thaikhun (setelah tadinya mau ke Ramen Kultur tapi ngantri banget di luar dingin, dan ke Angrid tapi dia belum buka sejak tutup christmas and new year break). Terus pulang.
Udah deh. Terus Senin sekarang. OH iya! Mita kemarin telpon dia tahun ini akan menikah yeyyy. Jadi mau nggak mau ku akan balik Indo juga. HUFFF. Padahal sudah beritikad untuk tidak akan pulang menjalani 19jam++ flight lagi sampai lulus tapi apa boleh buat circumstancesnya membuat ku harus melakukan itu jadi ya sudah. Tidak boleh mengeluh karena compared to orang-orang yang bolak-balik UK-US routinely kaya sebulan sekali (dan ada banyak yang kaya gini), yang u laluin tu gaada apa-apanya Non. Dah setres emang.
Apa lagi ya.. Udah sih. Minggu lalu mostly ya ngebersihin tubes itu. Jumat ada department-wide introduction meeting which is cool, terus lanjut ke Jardine welcome-back tea juga. Ke GP, ke invigilator training juga… wah I did get a lot of things done last week apparently. Hebat.
Minggu ini ngga ada kerjaan penting sih beneran cuma akan nonton evita aja di oxford playhouse sama Selly dan Dini… terus kayanya mau coba booking badminton court. Sejak Archu lulus jadi gapernah main badminton lagi buset. Dan tidak ada slot available… Yasudah.
Okede sekian gitu aja, mau cari lunch dulu. Bye. Have a good week everyone!
30.18 13:03pm 23/01/2023
2 notes · View notes
mamadkhalik · 1 year
Text
Yang Berjatuhan di Jalan Dakwah : Lemahnya Aspek Tarbiyah
Seorang kawan melempar statement di status kurang lebih begini :
“Mengikuti gerakan/organisasi yang kerjanya sporadis, seperti layaknya kita motoran gabut untuk habisin bensin saja. Maka, agar gerak tak seperti itu agaknya perlu sejenak membaca kembali ilmu, lalu menentukan kembali arah gerak mau kemana.”
Tumblr media
Mau tak mau, fenomena itu sedang menjangkiti gerakan dakwah kampus hari ini. Bukan berarti tak memiliki visi dan target, namun yang perlu ditinjau ulang adalah bagaimana dampak yang diberikan? perubahan apa yang dihasilkan? dan renstra seperti apa yang tergambar 5 tahun kedepan?
Mengambil bab dari buku "Yang Berjatuhan di Jalan Dakwah" oleh Syaikh Fathi Yakan, fenomena tersebut ada karena lemahnya aspek Tarbiyah meliputi : Lemahnya Tarbiyah Dzatiyah dan Lemahnya Pengelolaan Harakah.
Tarbiyah Dzatiyah dan Pengelolaan Harakah adalah 2 yang tidak bisa dilepaskan. Kuatnya Tarbiyah Dzatiyah akan memicu munculnya ghirah dalam pengelolaan harakah. Tentu yang menjadi bensinya adalah amal yaumi yang baik, juga terkontrol secara komunal oleh gerakan agar memunculkan dakwah yang muntijah.
Syaikh Fathi Yakan setidaknya menyoroti 2 hal yang akhirnya mengurangi muntijahnya dakwah dari personal di dalam gerakan :
1. Merasa Sudah Selesai Dengan Tarbiyah
Munculnya perasaan selesai dengan Tarbiyah Dzatiyah biasanya karena sudah merasa mendapat amanah tinggi. Hal ini menjadi wajar terjadi ketika gerakan menjadi besar, fokus teralihakan kepada aspek administrasi, ekspansi, juga politik sampai aspek monitoring amal yaumi kadernya mulai terpinggirkan.
Mendapat amanah bukan berarti sudah selesai dengan 10 Muwashoffat, ada perangkat-perangkat tarbiyah yang perlu dikuatkan di setiap waktunya.
Dari satu qiyadah wasilah dakwah akhirnya berpengaruh ke jundi di bawahnya. Hubungan pertemuan-pertemuan menjadi kering, merasa selesai ketika memenangkan sebuah posisi tertentu namun tak menyadari akan kehampaan jiwa dan ruhaninya, kemunduran tarbiyah serta kerapuhan iman menghantui dalam kehidupanya. Hal ini kalau tidak segera disikapi dan memperbaiki diri, maka akan mudah terpental di jalan dakwah.
2. Disorientasi akan tujuan pribadi dan dakwah, mana yang harus didahulukan ?
Dalam sebuah dialog dengan seorang Al-Akh, Syaikh Fathi Yakan ditanya :
“Saya tidak memungkiri bahwa saya memiliki ambisi pribadi, dan apakah Islam melarang itu? Setiap Aktivis dakwah pasti memiliki ambisi, bukankah anda juga seperti itu?”
Syaikh menjawab, “Saya tidak memahami Islam seperti itu, tetapi yang saya pahami adalah bahwa Islam mengikis segala ambisi pribadi dan melebur egoisme untuk mencapai tujuan Islam yang tinggi dan mulia. Apabila saya memiliki ambisi, maka ambisi saya adalah ingin melihat bendera Islam tegak dan berkibar.”
“Apa salahnya kalau kita bisa mewujudkan 2 hal sekaligus, ambisi pribadi dan Islam?” Tanya Al-Akh lanjut,
Jawaban Syekh :
Telah diriwayatkan, “Ya Rasulullah, saya menempati suatu posisi untuk mengharap keridhaan Allah, dan aku suka kalau kedudukanku dilihat orang.”
lalu turunlah ayat yang berbunyi :
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
Hemat saya, selain aspek fikriyah, amal yaumi diantara para dai juga hal penting yang harus diperhatikan, baik secara pribadi juga gerakan.
“Keberhasilan dakwah tidak boleh disandarkan kepada kebetulan demi kebetulan. Kalau sekadar yang penting gerak, Allah yang menilai, kira-kira apa yang bisa dibangun oleh gerakan tanpa pikiran, juga ketakwaan?”
Bersambung. insyaAllah.
Tulisan sebelumnya :
47 notes · View notes