#perjamuan
Explore tagged Tumblr posts
Text
Roti Kehidupan
Bergantung Penuh kepada Allah ”Akulah roti kehidupan” (Yoh. 6:35). Demikanlah pernyataan Yesus Orang Nazaret di hadapan orang banyak itu. Ia mengidentifikasikan diri-Nya dengan roti. Tanpa roti, manusia tak dapat hidup normal. Tanpa karbohidrat, manusia takkan memiliki energi untuk menjalani tugasnya sebagai manusia. Bagaimanakah tanggapan orang banyak itu saat mendengarkan pernyataan-Nya…
0 notes
Text
PERJAMUAN IBLIS "Devil's Banquet" (2023)
Perjamuan Iblis is a 2023 Indonesian horror film about a family terrorised by a demonic figure unleashed after their grandmother’s suicide. The English title translates as “Devil’s Banquet”. Written and directed by Kenny Gulardi (Lampir). Produced by Agustinus Sitorus. Executive produced by Simonta Tuan Heriyanto The Pim Pictures production stars Putri Ayudya, Fandy Christian, Jordan Omar, Epy…
View On WordPress
0 notes
Text
Amor Fati
Kepada luka, aku bentangkan tangan bukan untuk mengusirnya, tapi membiarkannya duduk di sisiku. Kan kusesap kepahitan yang membersamainya, seperti teh yang dingin perlahan.
Kepada kehilangan, aku tidak bertanya, mengapa ia datang tanpa pertanda. Aku biarkan ia mengemasi sendiri, apa pun yang dia mau, apapun yang ingin dibawanya dariku. Takkan kucegat ia di ambang pintu.
Kepada waktu, aku tidak merayu, agar lebih lama menemaniku. Aku berjalan bersamanya, tanpa menuntut arah yang pasti untuk kutuju.
Aku mencintai yang datang dan yang pergi, seperti sungai mencintai muara, seperti daun mencintai angin yang menerbangkannya.
Sebab hidup adalah perjamuan, dan aku diundang untuk menikmati segalanya— manis dan getir, terang dan kabut, tanpa mengingkari satu pun.
———
Penderitaan dan kebahagiaan adalah bagian dari siklus kehidupan yang datang sepaket. Kita tidak bisa sepenuhnya menghargai kebahagiaan tanpa mengenal penderitaan, dan sering kali justru penderitaanlah yang membuka jalan menuju kebahagiaan yang lebih dalam. Hidup adalah keseimbangan keduanya. Tugas kita bukan memilih salah satunya, melainkan menerima keduanya sebagai bagian dari perjalanan.
Kita semua bisa mengatakan itu. Tapi kenyataannya, bisakah kita benar-benar menerima dan menjalani hidup seperti itu? Tidak hanya menerima kebahagiaan, tapi juga kepedihan—tidak terjebak dalam perlawanan terhadap kenyataan hidup, tidak menyesali masa lalu, tidak mengkhawatirkan masa depan, dan tidak berusaha mengubah hal-hal yang terjadi di luar kendali kita.
Amor Fati. Seni mencintai nasib dan menerima apapun yang terjadi, katanya. Apapun, bahkan jika itu pahit. Mencintai kehilangan, keterpurukan, luka. Mencintai hal-hal yang dalam skenario lain, mungkin selalu ingin kita hindari.
Bagi orang sepertiku, itu tidak mudah. Bukan karena aku tidak cukup memahami konsepnya, tapi karena menerima sesuatu sebagaimana adanya tanpa perlawanan bukanlah sifat dasar manusia. Bukan sifat dasarku. Aku selalu ingin memahami, menganalisis, mencari celah kemungkinan lain.
Bagaimana bisa mencintai sesuatu yang terasa tak adil? Seperti ketika kehilangan datang tanpa aba-aba, merenggut sesuatu yang kusebut rumah. Seperti ketika aku telah berusaha sebaik mungkin, tetapi semesta tetap memilih jalan yang berbeda. Haruskah aku mencintai itu juga?
Bagaimana bisa merangkul nasib itu tanpa hasrat untuk mengubahnya?
Keinginan untuk melawan terus berkelindan di dadaku, sampai akhirnya... aku kelelahan. Aku melihat ke belakang dan menyadari bahwa perlawanan ini tidak membawaku ke mana-mana, selain kembali ke lingkaran kecemasan yang sama. Menyesali, mengkhawatirkan, menganalisis, mencari celah—tetapi dunia tetap berjalan dengan ritmenya sendiri, tak peduli seberapa keras aku mencoba mengubahnya.
Lalu aku mulai bertanya: Jika hasilnya tetap tidak berubah, dan menolak pun hanya akan membuatnya semakin menyakitkan, apa yang tersisa selain menerimanya dengan cinta?
Perlahan, amor fati yang dulu kusanggah menyusup ke dalam kesadaranku. Bahwa untuk merasa lapang, aku harus mengosongkan lebih banyak ruang. Dan pada banyak kesempatan, kelapangan itu tidak datang dari kendali atau kerasnya aku menahan, melainkan dari melepaskan.
Tetapi itu bukan berarti aku harus berhenti berpikir, berhenti merasa, atau berpasrah tanpa usaha. Aku—kita—hanya perlu berhenti berperang melawan hal-hal yang tak bisa diubah.
Meski hidup memberi kita tantangan di luar kendali, kita selalu punya kuasa atas bagaimana kita bereaksi dan meresponsnya.
Sebab hidup adalah perjamuan, dan kita diundang untuk menikmati segalanya— manis dan getir, terang dan kabut, tanpa mengingkari satu pun.
#28hariberprosa#puanberaksara#tadikamesra#jejaringbiru#amorfati#sajak#tulisan#menulis#kehidupan#catatan#katakata#puisi#hidup
24 notes
·
View notes
Text
Tidak berjudul, baca saja omong kosong di bawah ini. Jika tertarik, sempatkanlah berkomentar, caci maki juga boleh. Jadikanlah ruang komentar sebagai ruang bebas kritik.
"Lebih mulia jika dianggap buruk namun sebenarnya baik, daripada dianggap baik tapi sebenarnya buruk" kata sebuah quotes di google. Hehe.
Beberapa kali tampak didepan mataku orang-orang suci itu bertikai karena sesuatu. Entahlah. 🎭 Ilmu yang telah ditimba sejak dini sampai dewasa hingga ke pelosok-pelosok negeri China itu dikemanakan?
Manusia tetaplah manusia. Kita semua berpakaian di hadapan manusia dan telanjang di hadapan Tuhan. Kita semua pembenci, serakah, sombong, dan selalu merasa diri sudah baik. Seperti halnya dalam cerita di golongan kaum Bani Israil, yaitu Khali dan Abid sang ahli maksiat dan ahli ibadah. Kira-kira begitu lah, dan faktanya di zaman ini merajalela yang seperti itu.
Ahh biarlah, panjang umur untuk semua hal-hal baik. Semoga selalu diberikan kesehatan dan dilimpahkan rejekinya. Karena membenci dan me-review keburukan orang lain butuh tenaga dan materi untuk mengisi perjamuan di atas meja-meja pergibahanan.
Sesekali cobalah untuk menggali lagi lebih dalam diri sendiri. Mungkin kita lupa perihal itu lantaran terlalu fokus belajar, menilai banyak hal dan mengejar sesuatu.
••••
Hmmm. Oke. Tulisan diatas hanya omong kosong yang gue buat yah. Jangan diseriusin. Gue cuma orang goblok yang tersesat dan terlena oleh keadaan. Tapi jangan khawatir, "karena sejauh jauhnya kita tersesat, pada kebenaran lah kita kembali" kata Buya Hamka pada suatu ketika. Bismillah.
••••
Ya Allah, jauhkan hamba dari sifat dengki dan serakah. Jauhkan hamba dari perasaan membenci saudara sendiri. Bukalah pintu hati hamba agar selalu bisa menebar kebaikan. Dan ya Allah, rengkuh aku dengan sapa dan anugerah mu. Hamba jenuh berjalan di gelapnya ketersesatan ini. Hamba ingin kembali kepada kebenaran tanpa menjadi manusia yang munafik. 🤲🏼
Aku tidak butuh harta, aku tidak butuh uang, aku hanya ingin terbang dan ruang dimana aku benar-benar merasa nyaman akan kebaikan di dalamnya. Hingga tibalah waktu dimana aku benar-benar harus pulang.
Jakarta 18/6/2024
Fadliansyah Ramadhan
26 notes
·
View notes
Text
anakku hidup di bawah langit hitam.
️️️️
selagi nafasnya masih mengembara, aku tidak takut untuk berterus terang perihal betapa bangganya aku punya anak seperti anakku ini. anakku, yang jelita nan laksmi. anakku, yang meriah serupa syair dalam puisi di buku-buku usang. anakku, yang berpesta seorang diri di dalam puncak kepalanya.
️️️️
anakku, hidup di bawah langit hitam. meskipun setiap pagi selalu kusuguhkan secangkir susu hangat dan sepotong roti yang lembutnya selaik gula kapas, jauh di dalam matanya selalu tersiar perjamuan tak diundang yang bertajuk, 'hidup pun tidak semata-mata bernyala dan berkobar, kadangkala ia redup dan tak punya lentera.'
anakku, hidup di bawah langit hitam. sepasang matanya yang dulu pernah meriah dan merdeka sewaktu menyambut hujan telah bertransformasi menjadi seorang yang sukar untuk menyantuni setiap air yang jatuh mengenai ujung dahinya. anakku, bukanlah seorang kromatika. apabila sebab ia sunyi adalah karena ia hidup di bawah langit hitam, oh sungguh, sejatinya aku tidak berpijak di tanah dan di bawah langit yang sama dengannya. menurut anakku, ia telah lama hidup dan berdetak di bawah langit hitam.
️️️️
ketika malam tiba, ia merintih dalam diam, sepasang alisnya saling bertaut, kedua tangannya tak henti menggeragau kepala. saat kutanya, "anakku sayang, ada apa?", sekujur tubuhku bergetar melihat secara gamblang bahwa anakku hidup di bawah langit hitam seorang diri. ia tidak bicara, anakku tidak mampu mengeksplanasi, matanya ingin menangis tapi tak sudi, tangannya menggerayangi kepala hingga kaki, hanya saja tidak ada satupun nyamuk yang bahkan menggigitnya.
️️️️
oh anakku, anakku yang hidup di bawah langit hitam.
️️️️
anakku yang pernah tumandang, anakku yang pernah merdu, anakku yang pernah molek, semolek semenderasa, kenapa kau harus hidup di bawah langit hitam? harusnya biar aku saja, biarlah aku yang memanggul segala memori-memori keji di dalam kepalamu, biarlah aku yang memakan segala nyeri di dalam jantungmu, biar aku saja yang hidup di bawah langit malam itu. sehingga kau tak perlu menjelajahi sarat dosa yang datang dari orang-orang busuk!
️️️️
anakku, hiduplah di bawah langit hitam sedikit lebih lama. tidak perlu kau jabarkan bagaimana rasanya bernapas di sana, atau bagaimana rasa hujan yang mengguyur selesa jantungmu. aku akan selalu meromantisasi sedihmu yang meruah dari dalam sana.
️️️️
anakku, lenteramu akan selalu aku nyalakan meskipun kadangkala hampir mati diterpa angin dan jelaga di jantung kota.
7 notes
·
View notes
Text
Selayang Pandang
One Hundred Years of Solitude atau jika dalam Bahasa Indonesia disebut dengan Seratus Tahun Kesunyian adalah salah satu novel mahakarya dari Gabriel García Márquez (GGM)—peraih nobel sastra di tahun 1982; itu adalah tahun-tahun yang sama ketika novel Ahmad Tohari, Ronggeng Dukuh Paruk, pertama kali dipublikasikan.
Karya-karya GGM banyak diapresiasi karena mampu menghadirkan karya sastra yang bertemakan fragmen-fragmen romansa yang bernuansakan mitos (termasuk mistisisme), legenda, absurditas (tabu?), dan berkenaan dengan epos. Mereka ditulis dan saling berkelindan secara harmonis.
Film serial ini adalah ejawantah dari novel GGM yang saya maksud dan disajikan dengan judul yang sama. Pengampu dan seluruh orang yang terlibat di dalam pembuatan film ini benar-benar menggambarkan apa-apa saja yang menjadi perhatian GGM; cerminan falsafah kehidupannya; disorot dengan terang dan membawa pencerahan kepada para pemirsanya.
Plot yang Rapi untuk Alih Wahana dari Novel ke Film Serial
Saya pikir, ada tiga golongan orang dalam menyikapi film-film adaptasi: pertama adalah golongan yang anti—dan pada akhirnya ogah menyaksikannya karena dianggap akan mengacaukan imajinasi; kedua, golongan yang kagum pada sinematografi, plot, pengembangan tokoh dan karakter, konflik, dan resolusi yang dihasilkannya—yang saya curiga kalau golongan ini mungkin baru tahu belakangan soal akar karyanya; bahwa film adaptasi adalah model lain dari penggambaran karya sastra; dan yang terakhir, adalah golongan orang yang tahu dan bijak—mereka tahu dan barang tentu sudah membaca novelnya, tetapi tidak ambil pusing, berprasangka, atau mencela dan menjelek-jelekkan film adaptasinya. Golongan terakhir ini adalah orang-orang yang saya anggap legowo.
Nah, dalam film serial ini, saya adalah golongan orang kedua dan semi ketiga (?). Tahu bahwa karya ini adalah novel dari GGM, belum pernah membacanya, tetapi pada akhirnya, mampu memberikan tepuk tangan penghormatan—sambil berdiri dari kursi penonton—kepada orang-orang yang punya andil di dalam penggarapannya. Tabik!
Film serial ini dibuka dengan narator dan hal ini juga yang tertulis pertama kali di paragraf satu dari bagian satu novelnya:
"Many years later as he faced the firing squad, Colonel Aureliano Buendía was to remember that distant afternoon when his father took him to discover ice. At that time Macondo was a village of twenty adobe houses, built on the bank of a river of clear water that ran along a bed of polished stones, which were white and enormous, like prehistoric eggs."
Colonel Aureliano Buendía, di episode-episode awal tidak begitu menimbulkan kesan bahwa Ia adalah tokoh kunci dalam film ini. Namun, seiring dengan berjalannya tokoh-tokoh yang ada, kejadian-kejadian, dan fakta-fakta yang terus membuat saya berdecak kagum—ini lebih kepada karena apa yang digambarkan mengarah ke absurditas; atau jika absurditas mengandung pemaknaan yang sempit, maka kata 'menggelitik' mungkin cocok untuk menggambarkan setiap alur cerita yang berlangsung dalam penilaian saya. Colonel Aureliano Buendía mampu menjelma menjadi tokoh yang begitu kuat; punya peranan sangat penting dalam setiap plot yang terjadi.
Jika Aureliano Buendía adalah kunci, maka José dan Úrsula—yang mana adalah Ayah dan Ibu dari Aureliano—adalah gembok yang akan membawa kita ke pintu gerbang Macondo—desa perintis bagi kehidupan yang penuh dengan 'gelitikan' mitos, mistis, dan hal-hal yang di luar nalar tetapi tetap dapat diterima oleh kalbu—tingkatan suci—dari akal sehat kita.
Mula-mula 'Penemuan' itu Menggairahkan...
Kisah dimulai dengan hadirnya perjamuan dan pesta dari pernikahan José dan Úrsula di sebuah kampung di akhir abad pertengahan; jauh dari kota-kota modern yang sedang menjajaki Aufklarung—zaman pencerahan. Tidak digambarkan secara jelas secara geografis, di mana letak kampung itu. Namun, yang jelas masyarakatnya digambarkan masih haus dengan mitos dan takhayul; mereka meringkuk dan menyelimuti logika masyarakatnya. Dalam suatu adegan, pernikahan José dan Úrsula sempat ditentang karena dianggap akan membawa petaka; melahirkan keturunan yang berkelakuan seperti bukan manusia.
Peradaban—dan begitu seterusnya plot dibenamkan; dengan banyaknya adegan-adegan yang melawan mainstreaming praduga-praduga kita dalam menilai kejadian sehari-hari di masyarakat modern sekarang ini—dimulai dengan keinginan José membawa Úrsula dan rekan-rekan sebayanya untuk berkelana: pergi dari desa dan melihat laut; membentuk kampung dan peradabannya sendiri.
Laut yang mereka pahami ada di balik terjalnya gunung-gunung besar yang berjejer sejauh mata memandang. Dalam bayangan José, laut yang menjadi tempat tujuan mereka itu akan terhampar pesisir yang mereka rasa hangat dan begitu damai; dan bayangan itulah yang mereka jaga untuk memberanikan diri memulai peradaban yang benar-benar baru: peradaban yang mana mereka bisa beranak-pinak dan membentuk komunitas baru yang mereka impikan—jauh dari logika mistis, atau ketetapan-ketetapan yang tidak berdasar; mendekatkan pada Aufklarung mereka sendiri, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Liberté, égalité, fraternité!
Ada satu adegan dan narasi yang begitu saya suka—dan tentunya menggelitik sekali—dalam film ini, tepatnya setelah José dkk. berhasil menemukan Macondo dan masyarakatnya yang digambarkan sebagai masyarakat madani.
"Since the time of its founding, José Arcadio Buendía had built traps and cages. In a short time he filled not only his own house but all of those in the village with troupials, canaries, bee eaters, and redbreasts. The concert of so many different birds became so disturbing that Úrsula would plug her ears with beeswax so as not to lose her sense of reality."
...Tetapi Selalu Menyisakan 'Bencana' untuk Diatasi
Macondo dengan segala keunikannya, dan di bawah kepemimpinan José dan Úrsula, berkembang menjadi kota yang magis; sebuah berlian yang ada di dalam tumpukan sekam; peradaban yang mereka cita-citakan akan (setidaknya dalam bayangan mereka) mampu bersinar di tengah-tengah peradaban yang mereka anggap 'tidak masuk akal'.
"José Arcadio Buendía, who was the most enterprising man ever to be seen in the village, had set up the placement of the houses in such a way that from all of them one could reach the river and draw water with the same effort, and he had lined up the streets with such good sense that no house got more sun than another during the hot time of day. Within a few years Macondo was a village that was more orderly and hard working than any known until then by its three hundred inhabitants. It was a truly happy village where no one was over thirty years of age and where no one had died."
Pada suatu masa, Macondo disinggahi kaum Gipsi—sekelompok orang yang berpindah-pindah, mengembara dari dan ke berbagai pojok dunia—yang ternyata banyak membawa 'barang-barang dari negeri yang jauh'. José Arcadio Buendía ternyata punya daya keingintahuan yang tidak mampu diobati oleh siapapun: Ia haus akan segala hal yang berbau saintifik; seperti anak kucing yang tidak bosan bermain dengan sebilah bulu kemoceng. 'Kegilaan' itu berkat hadirnya Melquíades’.
Melquíades’ adalah pemimpin dari kaum Gipsi yang saya ceritakan di atas. Darinya José Arcadio Buendía menjelajahi pengetahuan dan keajaiban-keajaiban—setidaknya dalam nalar da imajinasinya sendiri—melihat, merasa, dan mengalami hal-hal yang saya anggap absurd dan menggelitik itu. Bagi Melquíades’, kegilaan José Arcadio Buendía adalah besarnya jarak antara ilmu pengetahuan di dalam otaknya dengan sains dan rasionalitas; dan menurut Melquíades’ 'laboratorium' adalah panti pesakitan yang mampu mengobati kegilaannya José Arcadio Buendía.
Nah, balok es yang saya kutip di narasi awal tadi adalah salah satu 'penemuan' yang membuat José Arcadio Buendía terperangah; termasuk anak-anaknya. Lalu kemudian Ia beralih ke keterperangahan lainnya: kimia, fisika, geografi, hingga beralih ke manfaat praktisnya seperti persenjataan, fotografi, musik, dan barang-barang kerajinan tangan yang begitu unik.
Bagi Macondo, hadirnya kaum Gipsi, adalah kecelakaan peradaban dalam maksud yang mungkin dapat kita asumsikan sebagai hal baik, atau setidaknya mendukung cita-cita dari pendirinya untuk menuju ke Aufklarung-nya sendiri.
Bencana-bencana dan Titik Balik
Hidup berlanjut, José dan Úrsula beranak-pinak, masyarakat berkembang, begitu juga dengan Macondo itu sendiri. Masyarakatnya mulai mengenal teknologi pengairan, peternakan, pertanian, pengolahan barang, pasar, nilai tukar, persenjataan, hak-hak dan kewajiban, aturan-aturan sosial, dan tentu mulai mengekspresikan asas-asas kebebasan yang mereka sebut sebagai liberalisme; pembebasan nalar dari mitos dan legenda, jauh dari logika mistis, atau ketetapan-ketetapan absurd lainnya yang tidak berdasar dari nenek moyang mereka sebelumnya.
Setidaknya, ada tiga titik balik besar yang menguji Macondo dengan bencana-bencana—atau jika boleh diperhalus, keanehan-keanehan yang menggelitik (lagi-lagi).
Pertama, kedatangan kaum Gipsi dan hadirnya Melquíades’—yang sudah saya ceritakan sebelumnya, membuka revolusi kognitif dan pencerahan peradaban; kedua, adalah kedatangan Rebeca, seorang perempuan yatim-piatu yang datang dari entah berantah. Berikut deskripsinya.
"That Sunday, in fact, Rebeca arrived. She was only eleven years old. She had made the difficult trip from Manaure with some hide dealers who had taken on the task of delivering her along with a letter to José Arcadio Buendía, but they could not explain precisely who the person was who had asked the favor. Her entire baggage consisted of a small trunk, a little rocking chair with small handpainted flowers, and a canvas sack which kept making a cloc-cloc-cloc sound, where she carried her parents’ bones."
Berkaitan dengan itu, ada satu fakta yang tertinggal dari sekian banyaknya ulasan saya, Aureliano Buendía memiliki daya ramal, atau di kasus ini, dianggap punya kelebihan: firasat-firasatnya soal masa depan yang pada akhirnya, cepat atau lambat, menjelma kebenaran.
Kedatangan Rebeca, dengan kursi goyang dan tulang belulang mendiang orang tuanya, sudah ada dalam firasat Aureliano Buendía. Dan firasat ini—atau hadirnya seorang Rebeca yang gemar memamah tanah (ini juga salah satu keabsurdan yang ditampilkan)—memicu wabah absurd yang dialami Macondo: insomnia akut yang dialami setiap orang, tanpa terkecuali.
“If we don’t ever sleep again, so much the better,” José Arcadio Buendía said in good humor. “That way we can get more out of life.” But the Indian woman explained that the most fearsome part of the sickness of insomnia was not the impossibility of sleeping, for the body did not feel any fatigue at all, but its inexorable evolution toward a more critical manifestation: a loss of memory. She meant that when the sick person became used to his state of vigil, the recollection of his childhood began to be erased from his memory, then the name and notion of things, and finally the identity of people and even the awareness of his own being, until he sank into a kind of idiocy that had no past. José Arcadio Buendía, dying with laughter, thought that it was just a question of one of the many illnesses invented by the Indians’ superstitions.
Ingat: Macondo berisi orang-orang rasional yang begitu membenci mitos dan takhayul. Kegegabahan dan ketinggian hati mereka itu pada akhirnya menghadirkan insomnia yang begitu gila selama beberapa puluh hari di Makondo. Pada tingkat akut, mereka kehilangan ingatan sampai-sampai harus memberi label setiap benda, apa yang dapat dilakukan oleh benda itu, dan bagaimana setiap orang memperlakukan benda-benda itu. Begini deskripsinya:
"This is the cow. She must be milked every morning so that she will produce milk, and the milk must be boiled in order to be mixed with coffe to make coffe and milk."
Ada satu bencana besar berikutnya yang benar-benar mulai menggambarkan judul novel ini, atau judul dari film serial ini: José Arcadio Buendía mengidap skizofrenia yang tidak berujung; larut dalam halusinasinya sendiri, terasing dari keluarga dan masyarakat yang dibangunnya bersama-sama dengan Úrsula, terikat erat di bawah pohon kastanya besar, seperti gambar yang saya sematkan di tulisan ini. Macondo kehilangan founding father-nya.
Dari Keanehan-keanehan, Masuk ke Isu Sosial-Politik
Melanjutkan dua deskripsi keanehan yang telah terjadi di Macondo, keanehan ketiga ini, menurut saya tidak bisa disebut sebagai keanehan, tetapi bisa disebut sebagai bencana kemanusiaan yang awam dan masif terjadi di percaturan dunia saat ini. Sampai kapapun akan 'bencana' ini tetap relevan.
Ya, politik dan perang antara kaum konservatif—yang belakangan datang ke Macondo untuk 'mengambil alih' peradaban dengan kedok supremasi hukum dan kontrol negara terhadap warga negaranya—dengan kaum liberal yang mana adalah orang-orang Macondo itu sendiri; mereka merasa terusik dan teraniyaya; menghancurkan asas-asas liberal yang selama ini mereka yakini dan bangun. Untuk apa kantor hukum? Untuk apa geraja? Untuk apa kampanye politik untuk memilih dewan representatif? Untuk apa adanya jam malam dan militer?
Sampai pada titik kulminasi konfliknya, pemberontakan kaum liberal di Macondo meletus. Ya, benar, pemberontakan itu dipimpin oleh tokoh kunci kita, Aureliano Buendía, yang sudah muak dan jijik pada ulah kaum konservatif yang semena-mena. Sejak pemberontakan itu berhasil, saat itulah Aureliano Buendía menjuluki dirinya sendiri sebagai seorang 'Colonel'.
“Not madness,” Aureliano said. “War. And don’t call me Aurelito anymore. Now I’m Colonel Aureliano Buendía.”
Pemberontakan, pengkhianatan, intrik, dan friksi-friksi yang kemudian berujung pada pembantaian umat manusia di Macondo; perang dan kerusuhan di mana-mana; menghiasi plot menjelang episode-episode akhir di dalam film serial ini. Segala 'bencana' mulai terurai, tetapi selalu saja ada hal-hal yang memaksa kita masuk ke dalam sisi magis dan psikologis dari setiap tokoh dan perisitiwa yang coba dipertontonkan kepada para pemirsanya.
Epilog
Sepanjang film serial ini saya saksikan, tidak ada plot yang neko-neko. Semua digambarkan dengan begitu rapi. Pembangunan konflik terkesan telaten dengan fase yang 'lambat'—dalam maksud yang baik. Latar tempat dan berbagai hal-hal yang 'absurd dan menggelitik' lainnya digambarkan dengan begitu artistik. Tidak ada nuansa yang janggal, setidaknya selain adegan yang menggambarkan hujan bunga berwarna kuning, membanjiri seluruh Macondo pasca meninggalnya José Arcadio Buendía.
Pengembangan tokoh—salah satu aspek penting dalam sebuah film—terlihat begitu memukau. Semuanya terlihat begitu totalitas. Terutama, tokoh kunci kita, Colonel Aureliano Buendía; digambarkan dengan awal mulanya sebagai seorang anak laki-laki yang aneh, kaku, dan pendiam, reseptif hingga diaku punya kekuatan 'magis' (ingat soal 'firasat' tadi?) dalam dirinya, kemudian saat Ia tersakiti—perasaan kemanusiaannya oleh kaum konservatif—Ia menjelma sebagai seorang kolonel buas yang tanpa ampun, ahli dalam bersiasat, terampil dalam berkuda dan melepaskan peluru dari berbagai model senapan; menghujami para tentara kaum konservatif.
Pada akhirnya, Colonel Aureliano Buendía telah menjelma, lahir sebagai kain satin tipis, menjadi besi, dan kemudian berubah lapisan kepribadiannya menjadi sekeras baja. Ia mengaum dengan begitu buasnya. Bahkan, Úrsula, Ibunya sendiri, tidak mampu menghentikan 'kegilaan' (baca: perang sipil) antara Aureliano dengan kaum konservatif.
Pada saat perang benar-benar meletus di Macondo di bawah pimpinannya, setelah bertahun-tahun berperang di seluruh Kolombia, Colonel Aureliano Buendía, menyerbu dan berniat menduduki kembali kota kelahirannya itu. Di saat bersamaan, dan sebagai penutup dalam film serial ini, Úrsula mengunjungi rumah peristirahatan terakhir dari suaminya, dan berujar:
"Tuhan Yesus Kristus, penebus dunia, kasihanilah jiwa-jiwa orang-orang yang telah meninggal. Kau yang memegang kunci neraka, kami mohon kepadaMu. Tritunggal Maha Kudus, Maha Esa Tuhan, Bapa Surgawi--dari ucapan ini, terlihat bahwa Úrsula adalah seorang penganut Katolik, pada akhirnya--Kita tak lepas darinya, José Arcadio Buendía; kita akhirnya telah menciptakan seorang monster"
4 notes
·
View notes
Text
STOCKHOLM SYNDROME
1.
aku takkan mengucapkan selamat pagi.
dan pabila kuucapkan selamat malam
serta kejujuran tentang ikatan lebih kencang
dari temali yang kujerat ke tubuh penuh dendammu,
kau takkan menghiraukan.
ini sekadar bermain peran. malam itu
aku penculik yang gagal menjamumu
dalam ruang-ruang pikiran kosong.
kemungkinan kita terluka lebih besar
dari sekadar rasa lapar.
kuputuskan kita saling santap.
namun, apa setiap pagi dan malam kau ‘kan
menghampiri meja makan yang kutata
dengan berkerat cerita kehilangan?
beratus-ratus jasad musafir malam
menghidupi pelarian dan membakar
rumah duka sendiri di pusarku.
malam ini aku penculik. mengikat sandera
yang rindu rasa sakit yang menggetarkan
ladang-ladang mimpi usia balig.
kian kabur pandangan dari tiap hidu dopamin
yang membuat jantung berdetak makin tergagap.
tiga embus lenguh dan putik-putik dua tangkai dandelion
menyeligit ke langit-langit kamar dengan asap rokok
yang mengentalkan sepetak keingkaran.
2.
seperti itulah kita lumat impian:
berperan sebagai dua pendosa
yang lihai mengendap-endap di dinding
doa orang tua dan menyimpan identitas
pada tas belacu kusam yang makin dalam
mempersiapkan kemungkinan hari tua
di kabin musim gugur, yang jauh
dari tanah kelahiran.
aku mengundangmu pada perjamuan lain.
apa kau ‘kan datang membawa kudapan
selepas hidangan utama? lalu, berbincang padaku
seperti halnya ibu menyiapkan makan malam,
sebotol susu, dan ranjang mimpi untuk masa depan
yang tak ia saksikan?
3.
kita terbangun
dengan tanda mata trauma.
kali ini, aku tak perlu menculik
atau mengikatmu agar patuh pada tiap
tuntutan ingatan yang dirampas gerhana
sebelum matang purnama.
namun, untuk waktu-waktu yang hilang,
apa kau ‘kan datang? menelentangkan usia matang
tanpa perlu kujerat dengan beratus simpul ular berbisa,
dengan dendam tak berkesudah?
Banjar, April 2023
Puisi ini menjadi juara ketiga pada lomba cipta puisi tingkat nasional yang diadakan oleh Fun Bahasa pada tahun 2024.
4 notes
·
View notes
Text
Oktober 09 2K22 Bahkan bila....
Waktu memang telah sanggup mengeringkan luka
Lantas kenapa?
Apakah kau kira semua-nya akan dapat kembali seperti dahulu
Kemudian saling Ikhlas dan melupakan....
Mengering bukan berarti sembuh!
Mengering bukan berarti tak meninggalkan bekas luka!
Baiklah ....
Aku tahu,
Bahwa yang terjadi bukan semata karena ingin-mu
Apalagi ingin-ku
Meski tentu saja semua tikaman itu kau tancapkan dengan kesadaran yang penuh
Semua telah terjadi, apalah yang hendak dikata....
Dendam itu tentu akan selalu ada, bahkan selaksa siraman air bunga
Tak mungkin sanggup menghapus busuknya sebuah pengkhianatan
Aku-pun terkadang masih sulit memahami kenyataan....
Apakah seluruh dunia memang sudah sedemikian berubah?
Kakek-ku....
Ayah-ku.....
Dan kini Aku
Masih saja sama, menganggap bahwa mempertaruhkan nyawa demi mempertahankan keutuhan dan kejayaan negeri termasuk bagian dari suatu Jihad
Tapi kini, justru Kau yang dielu-elukan sebab terbiasa berakrab-ria dengan para penjahat dalam setiap perjamuan
2 notes
·
View notes
Text
“Skin me alive as you unravel me. Eat me alive as I will live inside you.” / “I will eat you alive.”
Aku mau kamu jadi hidangan perjamuan terakhirku.
Bibirmu akan jadi pembuka perjamuan teramat legit dan tak ada dua. Ranum pula semerah delima. Dari bibir ini, kata-kata manis nan sayang pernah terlontar; karenanya, kutinggalkan cium untuk terakhir kali.
Sepasang kelereng mata cokelat serupa kacang almon yang berkilau indah kamu siapkan sebagai kudapan di atas meja. Oh, mana mungkin aku takkan tergoda. Mata cantik ini cuma lihat aku satu-satunya dan abai pada pandangan yang bukan aku.
Luka hati yang mengucur deras di antara renggang hatimu mungkinlah anggur termanis yang pernah aku reguk. Duka, dengki, dan sukacitamu melebur jadi sebuah rasa yang pekat nan kompleks; kusambut kamu beserta gelap terangmu sepenuhnya.
Tapi, jiwamu adalah sajian utamanya. Pemeran paling dinanti malam ini. Suci, tak tersentuh, dan paling jujur. Sebab biar mata dan bibir bisa berbohong, jiwa tak pernah bisa sangkal apa yang sebenar-benarnya kamu ingin. Dan yang terpenting, milikku seutuhnya.
Lalu bagian favoritku, sekaligus penutup perjamuan epik ini, sebongkah jantung yang cuma berdetak pada suara dan sentuhanku, pun selalu menginginkanku penuh hasrat. Seperti aku yang akan selalu mendamba kamu. Aku sama saja sedang menyantap jantung sendiri.
To love is to be feasted upon. Kamu adalah hidangan perjamuan paling lezat.
2 notes
·
View notes
Text
Kalender Liturgi 22 Agt 2024
Kamis Pekan Biasa XX
PW SP Maria, Ratu
Warna Liturgi: Putih
Bacaan I: Yeh 36:23-28
Mazmur Tanggapan: Mzm 51:12-15.18-19
Bait Pengantar Injil: Mzm 95:8ab
Bacaan Injil: Mat 22:1-14
Bacaan I
Yeh 36:23-28
Kalian akan Kuberi hati dan Roh yang baru di dalam batinmu.
Bacaan dari Nubuat Yehezkiel:
Tuhan bersabda kepadaku, "Katakanlah kepada kaum Israel:
Aku akan menguduskan nama-Ku yang besar,
yang sudah dinajiskan di tengah para bangsa,
dan yang kalian najiskan di tengah-tengah mereka.
Dan para bangsa akan tahu bahwa Akulah Tuhan, "
demikianlah sabda Tuhan Allah,
"manakala Aku menunjukkan kekudusan-Ku kepadamu
di hadapan para bangsa.
Aku akan menjemput kalian dari antara para bangsa
dan mengumpulkan kalian dari semua negeri
dan akan membawa kalian kembali ke tanahmu.
Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih,
yang akan mentahirkan kalian.
Dari segala kenajisan dan dari segala berhala-berhalamu
Aku akan mentahirkan kalian.
Kalian akan Kuberi hati yang baru,
dan roh yang baru di dalam batinmu.
Hati yang keras membatu akan Kuambil dari batinmu
dan hati yang taat lembut akan Kuberikan kepadamu.
Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu
dan Aku akan membuat kalian hidup menurut segala ketetapan-Ku
dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya.
Dan kalian akan mendiami negeri
yang telah Kuberikan kepada nenek moyangmu.
Kalian akan menjadi umat-Ku dan Aku menjadi Allahmu."
Demikianlah sabda Tuhan.
Mazmur Tanggapan
Mzm 51:12-15.18-19
R:Yeh 36:25
Aku akan mencurahkan air jernih kepadamu,
dan kalian akan disucikan dari segala kenajisanmu.
*Ciptakanlah hati yang murni dalam diriku, ya Allah,
dan baharuilah semangat yang teguh dalam batinku.
Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu,
dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!
*Berilah aku sukacita karena keselamatan-Mu,
dan teguhkanlah roh yang rela dalam diriku.
Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu
kepada orang-orang durhaka,
supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu.
*Tuhan, Engkau tidak berkenan akan kurban sembelihan;
dan kalaupun kupersembahkan kurban bakaran,
Engkau tidak menyukainya.
Persembahanku kepada-Mu ialah jiwa yang hancur;
hati yang remuk redam tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.
Bait Pengantar Injil
Mzm 95:8ab
Hari ini janganlah bertegar hati,
tetapi dengarkanlah sabda Tuhnan.
Bacaan Injil
Mat 22:1-14
Undanglah setiap orang yang kalian jumpai ke pesta nikah ini.
Inilah Injil Suci menurut Matius:
Pada suatu ketika
Yesus berbicara kepada para imam kepala dan pemuka rakyat
dengan memakai perumpamaan.
Ia bersabda, "Hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang raja
yang mengadakan perjamuan nikah untuk anaknya.
Ia menyuruh hamba-hambanya
memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan nikah itu
tetapi mereka tidak mau datang.
Raja itu menyuruh pula hamba-hamba lain dengan pesan,
'Katakanlah kepada para undangan:
Hidanganku sudah kusediakan,
lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih.
Semuanya telah tersedia.
Datanglah ke perjamuan nikah ini.'
Tetapi para undangan itu tidak mengindahkannya.
Ada yang pergi ke ladangnya, ada yang pergi mengurus usahanya,
dan yang lain menangkap para hamba itu,
menyiksa dan membunuhnya.
Maka murkalah raja itu.
Ia lalu menyuruh pasukannya ke sana
untuk membinasakan pembunuh-pembunuh itu
dan membakar kota mereka.
Kemudian ia berkata kepada para hamba,
'Perjamuan nikah telah tersedia,
tetapi yang diundang tidak layak untuk itu.
Sebab itu pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan
dan undanglah setiap orang yang kalian jumpai di sana
ke perjamuan nikah itu.
Maka pergilah para hamba
dan mereka mengumpulkan semua orang
yang dijumpainya di jalan-jalan,
orang jahat dan orang-orang baik,
sehingga penuhlah ruangan perjamuan nikah itu dengan tamu.
Ketika raja masuk hendak menemui para tamu,
ia melihat seorang tamu yang tidak berpakaian pesta.
Ia berkata kepadanya,
'Hai saudara, bagaimana Saudara masuk tanpa berpakaian pesta?'
Tetapi orang itu diam saja.
Maka raja lalu berkata kepada para hamba,
'Ikatlah kaki dan tangannya
dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap;
di sana akan ada ratap dan kertak gigi.'
Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih."
Demikianlah sabda Tuhan.
2 notes
·
View notes
Text
RTS Ps Kang Seong Hyeon
16 July 2024
Kita selalu terburu-buru dengan apa yang terlihat di depan mata. Tuhan Allah cuma butuh Shella untuk memberitakan injil pada orang2, Tuhan memilih Shella untuk memuaskan hati Tuhan.
Pembaptisan & perjamuan kudus: janji Tuhan pada manusia.
Pembaptisan adalah janji, simbol menjadi anakNya yang dikasihi. Untuk anak ini, Roh Kudus diberikanNya, dipenuhi dalam anak ini. Share betapa pentingnya simbol ini dalam hidup kita, betapa besar berkat yang diterima setelahnya. Dukung orang yang mau dibaptis dan pandang perjanjian Tuhan bersama, edukasi dan forum dulu sama orang tsb.
Berhala: kita selalu tidak mengingat janji Allah karena kita gelisah, sehingga kita mencari cara dunia (Israel: patung domba emas dibuat, bawa patung2 seperti Canaan). Ketidaktaatan kita selalu curiga, mengeluh, lupa pada janji keselamatan: minta pada Tuhan karena sy berkekurangan, mudah berdosa, maka dari itu Shella butuh Kristus untuk melengkapi itu. Tuhan bilang: ikuti tabut perjanjian itu, aku akan tutup itu semua dengan darah Kristus, tidak apa kamu jatuh dan selalu terluka, tidak berdaya, bersalah.. tetap lakukan penginjilan dunia. Tuhan Yesus berkenan dan berbahagia atas Shella (ky shella liat anak kecil, karena perasaan seperti itulah yang Tuhan miliki pada Shella, milikilah kepercayaan diri itu, diantara jutaan orang di dunia, Tuhan pilih Shella, sadarilah dan pahamilah). Seperti anak kecillah, sadarilah penuh akan kehadiranNya dalam hidup Shella, Roh Kristus bersama saya, Shella tidak perlu takut apapun. Banyak emosi yang Shella rasain gabisa takhlukan, tapi bisa diselesaikan dg Ibadah, kalau Bapa Shella adalah pencipta, lewat Yesus, semua permasalahan akan diselesaikan. Hanya untuk menjadikan kembali Shella sebagai anak Allah.
Perjamuan kudus:
Ada banyak makna -> bersyukur, terpenuhi oleh makanan dan minuman (darah & daging Kristus).
Hubungan antara Pembaptisan dan Perjamuan Kudus
1. Ini adalah komunitas ibadah, makan roti dan darah Kristus yang sama. Dan di dalam komunitas ini, ibadah adalah hidup.
2.
Wadah Yesus Kristus: berjalan bersama dia demi injil, meski saling tidak suka -> ini yang harus Shella miliki. Hal yang paling penting dalam misi: kekuatan untuk berjalan dengan siapapun juga, hanya demi injil. Kalau orang itu diperlukan demi injil, dgn kekuatan ini kita harus berjalan, dg hati seperti ini Shella -> persis yg aku bicarain sm Bella & msg minggu (bekerja sama dg org lain = iblis).
Ketika mata kita tidak melihat problem tapi penginjilan dan misi saja, fokus pada ibadah saja, disitulah masalah selesai (sisanya Tuhan Yesus yang akan bereskan).
Sampai i dididik tidai k mint2
KEHIDUPAN SHELLAH ANUGERAH
3.
2 notes
·
View notes
Text
Mari Berbusana Pesta
Lupa diri. Inilah inti ”Perumpamaan tentang Perjamuan Kawin” (Mat. 22:1-14). Ada dua episode. Keduanya berkisah tentang orang-orang yang tidak tahu diri. Mereka agaknya lupa diri atau melupakan status mereka. Episode pertama berkisah tentang seorang raja yang mengundang orang-orang untuk hadir dalam resepsi perkawinan anaknya, tetapi yang diundang menolak hadir. Sang Raja yang kecewa berusaha…
View On WordPress
0 notes
Text
Pertemuan tanpa perjamuan,
di sudut ruang yang dingin pada hari itu.
Pertemuan tanpa perjamuan,
dalam bisik yang dibungkam agar tak berisik.
Pertemuan tanpa perjamuan,
yang dicatat menit dan detiknya di tempat itu.
Pertemuan tanpa perjamuan,
menimbulkan resah, gundah, dan buyar yang merekah.
2 notes
·
View notes
Text
Mendekati akhir Ramadan, mendekati bulan syawal dan perjamuan. Mendekati bergudang tanya dilontarkan pada kita yang juga masih mempertanyakan.
Tentang kapan, kapan dan kapan.
Lalu, nasihat-nasihat bermunculan agar kita menjadi hati yang lebih lapang, memaklumi semua tanya yang datang menyerang. Katanya, kita tidak bisa mengatur orang untuk tidak melontarkan apa yang mereka rasa dan pikirkan.
Katanya kita lah yang harus bersabar. Ya, mungki benar. Anggap saja ujian kehidupan. Hanya kenapa tidak belajar juga untuk para penanya untuk menjaga perasaan?
Katanya sih, peduli. Tapi tanpa sadar justru malah menjatuhkan mental yang sedang berjuang dikuatkan sendirian.
"Ah, kamu saja yang terlalu ambil hati. Niat mereka kan, baik, karena peduli. Ingin mengingatkan."
Benar juga. Mereka terlalu semangat mengingatkan orang lain atas sesuatu yang belum dalam genggamaan, sampai lupa mengingatkan diri sendiri agar berpikir dulu sebelum bicara yang katanya kepedulian.
12 notes
·
View notes
Text
"Ilmul yaqin, ainul yaqin dan haqqul yaqin. Tingkat keyakinan ketiganya ada pada taraf yang berbeda. Setiap personal memilili keyakinannya masing-masing, yang tentunya dengan taraf yang berbeda pula. Yakin dan percaya dengan hanya karena dengar kabar, yakin karena melihat sendiri ataupun yakin karena benar-benar serta terlibat penuh didalamnya. Keyakinan akan melahirkan tata nilai. Yakin, usaha, sampai, begitu jargon organisasimu bukan? Pelajari keyakinannya dengan benar, usahakan dengan benar, lalu semoga sampai pada kebenaran! ihdinas sirotol mustaqin, ilaihi roji'un. Semoga begitu dan sampai jumpa" tuturnya menutup perjamuan malam ini.
3 notes
·
View notes
Text
Menolak Dia dan Undangan PestaNya :Matius 22:1-14
Dalam perjumpaan saya dengan salah seorang ibu asing di minggu ini, dia berkisah tentang anaknya yang menjadi ateis dan tak percaya Allah. Dengan segala kegelisahan, dia ungkapkan kekuatiran akan masa depan anak yang begitu dia kasihi. Respon saya adalah berpikir apa yang menyebabkan di tengah gempuran data dan kemudahan hidup, justru banyak orang meragukan kehadiran dan kuasa Allah? Kedua, ya saya berempati dengan orangtua si anak dan mendoakan ibunya supaya tabah membimbingnya.
Bagi kita, yang hubungannya bersama Tuhan sedang baik-baik saja, lagi semangat-mangatnya atau ya diupayakan baik baik aja, mungkin keputusan seseorang untuk tak merespon Tuhan di hidupnya akan membuat kita geleng-geleng kepala. Tapi, mungkin saja ada banyak manusia di dunia ini yang sedang bergumul dengan hal yang sama saat ini: bergumul dengan menemukan Allah di hidup mereka yang susah terutama tertatih setelah mencoba bangkit dari bencana besar pandemi.
Lalu bagaimana kita menanggapi keraguan akan Allah? Pertama, pengertian kita kudu dibenerin dulu! Janganlah kita pongah sebagai manusia berpikir bahwa segala sesuatu dalam dunia ini ada karena uda dari sononya. Mengkomparasi spiritualitas dan eksistensialisme dengan astrologi dan fisika tentu harus dilakukan dengan kehati-hatian. Tapi kita sepakat istilah causa prima, bahwa dalamsegala sesuatu, pasti ada yang menjadi yang pertama dan menjadi asal dari segala sesuatu. Dan dalam iman Kristen, kita percaya Dia adlaah Allah!
Kedua, dalam pemahaman ini bahwa Dia sebagai yang Awal dan yang Akhir, iman Kristen bisa mendorong manusia untuk belajar menyadari bahwa semua respon kita padaNya dan perbuatanNya tak akan mempengaruhi Dia. Jadi, menurut saya kita gak bisa arogan dengan mengatakan bahwa kita pusat dari segalanya. Sebaliknya, kita ini hanya titik kecil yang bisa hilang dalam dunia ini.
terus, kenapa Dia menjadikan kita?
Misteri ini yang coba kita selami dalam kisah perumpamaan Kristus tentang perjamuan pesta. Sebagai orang yang pernah ngundang orang lain ke pesta, tidak ada yang akan menyediakan semua yang ala kadar buat tamu pestanya. Seenggaknya, kalau anda dan saya ngundang orang pesta kita akan memastikan tempat yang nyaman dan makanan yang enak buat tamu kita. Dan tentu pakaian pesta sebagai penghargaan pada para tamu bahwa mereka dipilih dan khusus.
Kerajaan Allah, hubungan iman kita dengan Allah dalam Yesus AnakNya adalah sebuah perjamuan, persekutuan yang hangat dan mesra dan indah. Sebuah kerinduan hati Sang Dia, itu kepada kita. Makanya, kita manusia diciptakan dengan perbedaan dengan tumbuhan dan binatang. Kita dicipta menjadi rekan sekerjaNya untuk mengusahakan dan memelihara bumi karena iman Kristen percaya Allah adalah Allah Maha Baik yang tak bisa dan tak ingin sendiri, selalu ingin terkoneksi. Maka jika tadinya manusia percaya padaNya dan kemudian karena kecewa jadi ateis, Dia lah yang akan sedih tiada tara dengan pemutusan koneksi itu. Dia yang akan pertama terluka.
Dalam kasih mesra inilah Sang Empunya Pesta mengundang tamu-tamunya. Tapi lihatlah respon mereka! Ada yang bilang gak bisa datang karena ada hajatan sendiri, urusan sehari-hari, dan kepentingan diri sendiri. Kemungkinan juga karena para tamu ini suudzon harus balas ngundang pesta lagi, jadi gak mau rugi! picik! Sebuah prasangka yang buruk kepada seseorang yang mengundang karena sangat menghargai dan mencintai kita!
Bahkan penolakan itu, sambil Matius mengingat penghancuran Yerusalem di tahun 70 an secara besar-besaran diiringi dengan dosa Israel sendiri yang menolak Yesus dan nabi-nabiNya bahkan membunuh Dia! Murka Allah ada atas penolakan bertubi-tubi atas kasihNya. Bagi Israel, Allah itu tidak penting!
Jadi, undangan ini diperluas, pada sasaran kasih dan rahmat Raja kepada yang lain: mereka yang dihindari; pemungut cukai dan semua orang miskin di pinggir jalan disuruh berpakaian pesta dan datang menggantikan semua undangan. Karena sungguh, Raja tak ingin berpesta sendiri, pesta bukanlah sebuah pesta ketika tak ada tamu. Dan Sang Raja mempersilakan semua orang yang datang untuk bergembira bersamaNya. Dengan tetap berpakaian pesta, dan layak di hadapanNya!
Perjalanan iman kita bersama Allah mungkin naik dan turun. Kita mungkin sering berdoa tapi gak merasa bahagia dan sukacita. Apakah doanya yang salah? Atau, kita kurang apa? Mungkin gak ada yang salah dengan Allah? Karena sekalipun kita berdosa, Allah tetap melihat kita dengan cinta dan ingin melepaskan kita dari dosa. Kita yang kecewa pada Allah mendasarkan diri pada pemahaman bahwa Allah harus terus membahagiakan saya, memenuhi kemauan saya, dan memenuhi ego saya. Tapi, cara kerja Allah gak seperti itu.
JIka kita mengasihi seseorang, kita akan terus mencoba memahaminya, sekalipun sulit. Demikian juga dengan iman kepadaNya. Memang tidak mudah memahami semua hal dalam hidup. Kenapa ada sakit, derita, luka, kejahatan, dan lainnya? Tapi, itu tidak meniadakan hikmat Allah yang melampaui akal budi kita. jadi, meski kita menolak dan mengabaikan undanganNya, bukan Dia yang rugi, melainkan kita! Ingatlah!
Ke gereja yuk! " enggak ah!" saya gak akan ajak lagi. Kenapa? Karena selama kita gak butuh Tuhan kita gak akan dapat sesuatu dari Tuhan. Pelayanan yuk! "enggak ah! saya juga gak akan banyak maksa, karena datang dan melayani Tuhan bukan paksaan, mesti dilakukan dengan cinta dan sukacita. Dan berbahagialah yang datang pada Allah dalam sukacita dan cinta. Sebab, di dunia ini saudaraku, tak ada orang yang lebih bahagia daripada orang yang sedang jatuh cinta dan mencintai! Bahagialah jika kamu selalu senang dan sukacita melayani Tuhan! Itu adalah kebahagiaanmu dan kebahagiaan Tuhanmu.
jadi, apa responmu?
2 notes
·
View notes