#ngtweet
Explore tagged Tumblr posts
fitatamind · 2 years ago
Text
Percakapan dalam diam
D: kenapa non
M: ...
D: udah tigapuluhmenit kamu videocall cuma nangis-diem-nangis-diem
M: ...
D: mata kamu uda sembab banget
M: ...
D: seharian belum makan?
M: ...
D: besok kamis bukannya kamu kontrol tht, tapi rawat inap iya
M: ...
D: aku kudu ngejokes apa biar kamu berenti nangis?
M: ...
D: di sociolla kata jov lagi banyak promo, udah liat?
M: ...
D: dengerin non, tuhan menyiapkan segala sesuatu buat anaknya .. nggak usah takut
M: ...
D: malah tambah nangis 😫
M: ...
D: di twitter lagi ada banyak war, uda baca?
M: ...
D: admin dr aan ngtweet mesum lagi
M: ...
D: ...
M: ...
D: ...
M: ...
D: udah empat kali kamu nelfon cuma diem terus nangis non, aku bingung sama jov
M: ...
D: wajah kamu kaya babi bengkak kalo lagi nangis, jelek banget
M: ...
D: udah jam 12.30n nggak mau tidur?
M: ...
D: mampet kan dua lubang idung nangis kelamaan, kaya ikan koi kan napasnya make mulut 🤣
M: ...
D: kemarin nonton umbrella kelar sehari doang 10 episod, bagus non
M: ...
D: i know youre not okay, nangis aja .. aku lama ga liat kamu nangis
M: ...
D: sesayang apa kamu non? atau sesakit apa hati kamu?
M: ...
D: ...
M: ...
D: udahan nangisnya non please
M: ...
D: oke nangis aja, gpp
M: ...
D: aku sambil ngerjain kerjaan ya
M: ...
D: ...
M: aku pengen pup
D: HAHAHAHAUAHAHAHAHAHAHAHAHA
Sundae menuju Monde, 28 Juni.
2 notes · View notes
qbbatuttah · 4 years ago
Text
Kenapa ya di Tumblr rata2 tulisannya mellow2 dan kek muhasabah2 gtu, bacanya berasa ikut kajian bahaha. Beda di Twitter mantap, komen dan cuitannya barbar dan realistis, tapi akhir2 ini ga suka sama Twitter komen sectionnya pasti ada aja yg jualan, palagi di twtr bisa sertain foto gtu, kecuali klo emng sdg d perbolehkan smaa yg ngtweet, beda session gtu, lagi tweet rame ada yg buka lapak. Elah wkwk. Kalo di ig ya jelas pamer keindahan lah. Hem hem hemm.
Capek ya mngkuti arus dunia, tp kita g boleh ktggalan dan harus update. Ya udh seh jalanin aja wkkw
1 note · View note
alakusuma-blog · 8 years ago
Photo
Tumblr media
Saya ingin jadi tempat kamu pulang Saat kamu Meluruhkan lelah Menukarnya dengan rasa nyaman Membenamkan penat Digantikannya dengan ketenangan. Saya ingin jadi rumah untuk apapun kamu Bagaimana kamu Apapun itu Suka duka Banyak atau sedikit Asalkan kita tetap saling percaya Bahwa Allah telah menuliskan segalanya. Saya ingin. Ah, banyak inginnya. Padahal saya dan kamu masih teman biasa Tetapi, rindu mencuat menumbuhkan asa. Maafkan saya, Kang! Jika terkesan ingin dimiliki Bukan karna saya menyerah untuk mencari Tetapi.. (akan saya jawab nanti). . . . #mariberkisah #RinduMilikKang #mejikuhibiniu #tuips #ngtweet #panjangkalilebar #rumusluaspersegipanjang (di Sundanese)
0 notes
agustinadsp · 5 years ago
Text
Ujung Malam (2)
Rehat sejenak dari rutinitas. Kembali menikmati riuhnya pikir. Aku tak lihai berbicara, nada bicaraku sering menggebu-gebu berantakan. Tak jarang mengundang salah paham. Aku bisa panjang lebar menulis ini itu beragam. Walaupun kalimatkupun tak serapi penulis sungguhan. Tapi bicaraku sering berulang susah dipahami. Aku lebih sering memilih diam kalau aku malas bepikir sebelum mengeluarkan suara.
Setelah ngtweet ini:
Kamu bisa temui aku dari sebuah kata menjadi kalimat. Karena aku tidak ada dalam rekam gambar yang intens dibagikan. Aku ada disini bukan minta untuk dipahami semua orang. Hanya menikmati ramainya kata yang kadang menghibur dan melegakan
Kuingat ujung malam karena sekarang aku belum terlelap.
Seperti biasa pikiranku mbludak saat ujung malam seperti ini. Seharusnya aku tidur saja, menyimpan tenaga untuk besok. Hidupku yang masih begini saja sebenarnya aku menikmatinya, tapi ada saat ketika aku terus tertampar realita tujuan hidup. Aku masih sendiri, ya benar sendiri. Aku kerja seperti biasa, pulang kerumah bersama keluarga lengkapku. Aku masih bisa melakukan banyak kegiatan. Apakah setiap manusia selalu merasa tidak lengkap di dunia ini sampai mati datang? Sebenarnya masih banyak sekali hal yang ingin aku kerjakan tapi masih sebatas bergumam sendiri. Entah butuh apa untuk gerak nyata.
Setiap keluar rumah bertemu orang asing yang beragam melakukan banyak hal masing-masing aku selalu bersuara dalam hati menyemangati hidup mereka. Tapi otak aku menangkapku sebenarnya aku sedang menyemangati diri sendiri. Entahlah apalah itu.
Lah baru dikit udah ngantuk. Kirain tadi banyak tapi terus seret terkikis kantuk. Terkadang tidur adalah pelarianku menghentikan sementara keriuhan ini. Ketika bangun muncul energi baru yang harus aku manfaatkan sebaik mungkin
(Masih Bersambung)
1 note · View note
ambivertsgirl · 3 years ago
Text
Random aja
Jadi udah hampir sebulanan ini akun asli aing yg di twitter jarang aing pake buat ngtweet, ga tau brasa cape aja kalo pake akun itu, sebenernya pengen deact sih cuma mikir mikir lagi kayanya mau nganggkut beberapa followers ke akun yg buat fangirling an .
Entah sejak kapan interaksi sama org buat aing sangat melelahkan even di sosmed (kayanya sih dari dulu cuma skrang tuh kaya lebih kerasa aja), jadi rasanya pengen ngusir aja org org disekitar, tapi kadang tanpa diusir pun org org pergi sendiri sih qkwkkw.
Eh tapi aing bukan mau cerita itu, jadi udah 2 org nih yg tanya aing intinya "lo masih ngajarkan", yg satu beralsan karna aing udah jarang bgt curhat soal anak anak di akun sebelah, yg satu lagi beralasan karna aing juga udah jarang bgt apdet SG soal ngajar, the answer is :
SPARK NYA UDAH ILANG
Bahasanya anak gen Z bgt ya aing nih, 🤣🤣🤣🤣, intinya rasa ambis buat ngajar, rasa pengen beljar terus biar aing maks ngajar, dulu tuh aing sebangga itu kalo ada anak yg deket sama aing, aing betah bgt di inten sampe malem cuma buat nemenin anak anak belajar, pokoknya "rasa" yg aing anggap sangat menyenangkan dilakukan saat 2018 2019 tuh semunya ilang gitu aja. Sekarang tuh yg aing fikirin, "kapan pulaaang" kalo ada notif WA "hadeh siapa lagi sih ini" (bahkan even itu walian aing sendiri), ngajar ya ngajar aja ga ada kesan apa apa, yg penting tgl 1 aing gajian, terserah mrk mau nilai kimianya bagus atau engga. I lost my feeling.
Faktornya apa? Banyaaaak, sulit kalo kudu dijelasin rinci mah hahhaha, JUJUR aing sendiripun sedih kangen masa itu, tapi ya gimana ga bisa dipaksain juga.
Kebayang ga sih sesuatu yg sangat kita senangi, salah satu sumber bahagia juga, sekarang rasanya kaya angin aja, ga ada arti apa apa selain buat duit doang.
0 notes
elasrihanda · 7 years ago
Text
Bernama: Aspirasi.
Di umur saya detik ini saya paham, meski memiliki mulut, meski hidup di Negara Demokrasi, tak serta merta saya bisa menyuarakan aspirasi saya. Apalagi jika aspirasi tersebut tentang keluputan yang dilakukan oleh mereka yang bergerombol, yang saat satu ketahuan bersalah, maka semua akan bersuara untuk membela. Kecuali jika yang berbicara adalah orang berpengaruh. Atau dalam beberapa kasus, ada pula yang berani berbicara dan menang sebab mampu membayar pengacara handal. Sebab memang pengacara dibayar untuk membela dan memenangkan yang membayarnya. Sesalah apapun itu. Syukurnya, saya mampu menulis. Seburuk apapun tulisan saya. Setidak menarik apapun tulisan saya. Setidaknya, tulisan saya tidak cukup sulit untuk dipahami maksudnya. Semenjak saya tahu, saat saya bersuara bisa saja saya mati seketika. Saya terbiasa menuangkan apapun dalam tulisan. Persetan dengan siapa yang membacanya. Persetan ada atau tidak yang membacanya. Tapi, dalam tulisan kali ini, saya benar-benar berharap banyak orang bisa membacanya. Saya benar-benar berharap mereka, orang-orang berpengaruh yang masih memiliki hati nurani di tingkat Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, atau bahkan Negara sekalipun, membaca tulisan ini. Saya akan sedikit melembutkan tulisan ini demi keamanan diri saya sendiri. Saya yakin, kalian para orang-orang terhormat paham apa yang ingin saya sampaikan. Sungguh, saya mohon perhitungkan suara saya. Suara kami. Senja kali ini. Hati saya kembali teriris, persis sesakit kala saya melihat hal-hal kurang pantas yang dilakukan oleh rekan-rekan kerja saya dulu. Pun kala saya mendengar prinsip-prinsip yang digenggam oleh adik-adik saya yang menjadi mahasiswa di salah satu instansi Negeri yang bergerak di ranah pelayanan pendidikan di bidang kesehatan. Saya tidak membenci ilmu kesehatan. Sekali lagi saya tekankan, saya tidak pernah sekali pun membenci ilmu kesehatan. Pun ilmu ilmu pengetahuan lainnya. Saya penganggum kecerdasan manusia dan ilmu-ilmu yang berhasil mereka rekam kemudian salurkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Tapi, itu bukan alasan kuat bagi saya untuk menganggumi mereka, para manusia manusia yang seketika merasa pantas disebut ahli sebab sudah mempelajari sedikit pelajaran dari tumpukan-tumpukan ilmu yang tersebar luas di seluruh Dunia dan berjumlah luar biasa tak terhingga itu. Sore ini, kecamatan tempat saya tinggal ramai luar biasa. Esok perayaan hari kemerdekaan. Di tempat kami, 17 Agustus adalah sebenar-benarnya pesta rakyat. Tujuh hari tujuh malam, full. Tetangga saya berencana jualan es besok, untuk itu mereka pergi ke Pasar membeli barang dagangan. Berhati-hati adalah tugas setiap manusia, tapi keselamatan adalah hal lain. Sebab saat kita berhati-hati di Jalan sekali pun, bisa jadi orang lain kurang berhati-hati dan mencelakai kita. Atau bahkan saat kita dan orang lain berhati-hati sekali pun, cuaca dan iklim bisa saja membuat kita semua celaka. Berhati-hati adalah usaha yang kita semua harus lakukan demi keamanan diri kita masing-masing, sekaligus sebagai bentuk kewaspadaan kita terhadap faktor lain yang bisa jadi mencelakai kita maupun orang di sekitar kita. Singkat cerita, tetangga saya mengalami kecelakaan. Sepeda motor dan sepeda motor. Tetangga saya dan Ibunya tidak begitu parah, tetapi orang di motor penabrak mengalami luka yang cukup parah. Mereka harus dibawa ke rumah sakit. Barangkali Tuhan ingin saya menuliskan ini, kemudian takdir mengantarkan saya ke kecamatan dan berpapasan dengan orang yang mau menjenguk tetangga saya yang mengalami kecelakaan tadi. Beliau sudah berada di Puskesmas. Saya pernah tercatat sebagai pegawai non PNS di salah satu unit di bawah naungan Kementerian Kesehatan. Satu tahun lebih saya bersama mereka, orang-orang yang bisa dikatakan jauh lebih ahli dari saya dalam hal ilmu kesehatan. Ada banyak dosen, salah satunya bahkan sudah sering diberi kepercayaan oleh Kemenkes sebagai tim pembuat soal CPNS, ada pula dokter yang pernah menjadi kepala Puskesmas, ahli-ahli lab, ilmu keperawatan juga ilmu kebidanan. Dari berbagi cerita dengan mereka, sedikitnya saya paham bahwa bekerja dalam ranah kesehatan bukan sesuatu yang bisa "seenaknya saja". Selain memang sebagai pegawai pemerintah baik Negeri maupun bukan semua punya kewajiban memberikan pelayanan prima. Tapi dalam ranah kesehatan, pelayanan prima tak lain adalah kehati-hatian itu sendiri. Mereka berhadapan dengan nyawa manusia. Sesuatu paling dilindungi di Negara mana pun. Kemanusiaan, HAM, di Indonesia maupun Negara lain, adalah hal yang sangat butuh diperhatikan dan dilindungi dengan sangat serius! Itu sebabnya, saya memilih menulis di sini, bukan di medis sosial lainnya. Saya mencoba memakai hak asasi saya, sekaligus mencoba melindungi diri dari kata-kata yang kurang baik: makian. Sesampainya saya di Puskesmas, saya bertemu dengan tetangga saya dan melihat kondisinya. Baru setelah itu saya bersalaman dengan rekan-rekan kerja pihak yang menabrak. Sudah saya katakan tadi, kondisi mereka yang menabrak tetangga saya justru lebih parah. Satu hal yang saya ketahui dari korban kecelakaan adalah mereka butuh pendampingan tenaga medis. Apalagi, jika kondisinya butuh dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar. Saya bukan alumni kampus kesehatan atau bahkan tahu banyak tentang ilmu kesehatan. Maka sebab itu, saya katakan kepada rekan-rekan pasien, jika ingin mengangkat untuk dimasukan ke mobil, lebih baik didampingi perawat. Mereka malah curhat dengan emosi yang, kalian pernah melihat orang menahan amarah sebab berada di tempat umum? Begitulah. Sedikitnya begini lah kata-kata mereka: "Dari tadi mereka malah duduk di sana, Mbak. Teman saya kesakitan, mereka tetap duduk saja di sana. Boro boro mendampingi kami. Ini saja, teman saya mau dibawa ke rumah sakit, mereka di sana. Sama sekali tidak peduli." Kemudian saya berlari ke ruang perawat sebab takut ada tulang yang patah atau bagian tertentu yang tidak boleh dipegang saat diangkat. Lebih tepatnya, saya butuh pelayanan mereka! Bukan hal melegakan yang saya dapat, justru mata mata yang saling lempar tanggung jawab. Kemudian berkata "tidak apa-apa diangkat, bebas". Saya rasa sekaya apapun kalian, kalian pernah merasakan menahan amarah. Merasakan hawa panas mengaliri sekujur tubuh kalian. Sebagai orang yang tidak bisa disebut kaya, saya, kami sering mengalami itu. Dan saat itu, begitulah kondisi yang terjadi pada diri saya. Menahan amarah. Sudah satu bulan saya tidak mengalami kondisi seperti ini. Menahan amarah. Rasanya aneh merasakan "hal seperti ini" ada di lingkungan tempat tinggal saya. Ataukah memang hal seperti ini ada di semua instansi Negeri? Kejam sekali. Teman pasien tadi pun marah, bedanya mereka benar-benar menyuarakan amarah mereka. "Lihat saja! Saya laporkan ke kecamatan Pituruh biat ditutup ini Puskesmas!" ujarnya. Saya mengeluarkan kertas dan meminta nomer perempuan tersebut. Andai saja bisa, saya pun ingin marah. Tapi, saya terlahir dari Ayah yang luar biasa tempramen dan Ibu yang sangat sensitif. Sekali saya marah, akan sangat di luar kendali. Maka saya memilih diam. Karena pasien sudah di mobil, mereka berterimakasih dan masuk ke mobil, mendampingi temannya ke rumah sakit. Dalam perjalanan pulang, saya mikir. Harus bagaimana caranya agar amarah saya tidak terbuang sia-sia. Harus bagaimana caranya agar aspirasi saya, seorang yang tidak kaya juga tidak berpengaruh juga tidak dikenal Indonesia, didengar dan dilihat sebagai sesuatu yang butuh untuk dipentingkan. Harus bagaimana caranya agar tidak lagi terjadi pelayanan yang teramat sangat jauh dari prima di Puskesmas tempat saya tinggal maupun Puskesmas daerah lain. Pun Rumah Sakit dan Klinik Kesehatan di Indonesia bagian mana pun. Saya tidak bertanya pada kawan-kawan saya di kantor lama, tentang seperti apa pelayanan tenaga media yang baik terhadap korban kecelakaan. Saya pikir, tidak membantu menurunkan emosi saya. Saya juga memilih tidak melakukan kultweet panjang yang rencananya akan saya mention ke Kementerian Kesehatan. Akhirnya saya berpikir bahwa itu bukanlah hal yang efektif. Bisa jadi hal seperti itu hanya akan menarik Para Tenaga Medis untuk membela rekan-rekannya tersebut. Mencerca saya dengan banyak hal yang intinya adalah sebuah pembelaan. Saya benar-benar tidak membutuhkan itu. Keluarga korban kecelakaan itu lebih butuh para tenaga kesehatan di Puskesmas memberikan pelayanan prima pada saudaranya yang tergeletak tak berdaya dibandingkan mendengar mereka menyampaikan rentetan pembelaan atas sikap mereka yang tidak meringankan resah di hati keluarga pasien yang sedang melawan maut! Saya juga lebih butuh perilaku tersebut tidak lagi dijadikan kebiasaan oleh para tenaga medis di mana pun mereka berada, dibandingkan mendengar Para Tenaga Medis membela sesuatu yang jelas-jelas salah dari sesamanya. Saya memutuskan untuk mematikan data internet saya agar tidak tergoda untuk ngtweet dan mengurung diri di kamar. Tidak menangis. Saya sulit menangis saat sedang menahan amarah. Jika amarah tersebut terluapkan, bisa jadi saya akan menangis. Jika tidak, saya hanya akan diam. Mencoba menenang-nenangkan diri saya sendiri dan mencari jalan bagaimana caranya agar amarah saya bisa terluapkan menjadi sesuatu yang tidak mubazir. Barangkali di waktu lalu, seseorang bisa jadi mati dibunuh sebab menulis. Tapi faktanya, menulis adalah satu-satunya pilihan yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki banyak pilihan. Maka saya memilih menulis, dan berharap akan ada orang-orang berhati nurani dan berpengaruh di bidang yang saya resahkan, membaca tulisan saya. Saya kira orang kaya, orang miskin, orang dengan suku, ras, agama apapun, orang muda, orang kaya, orang dengan warna kulit, rambut, baju apapun, memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Atau paling tidak, mereka memiliki hak yang sama dalam sila ke dua Pancasila "Kemanusiaan yang adil dan beradab". Maka saya menulis dan berharap bahwa ini adalah pilihan yang tidak salah dalam menyalurkan amarah. Pituruh, 16 Agustus 2017
2 notes · View notes
rasaoreo · 5 years ago
Text
Di twitter sekarang udh lumayan jarang, bisaaaa ngtweet kayak dlu. Teman kampus lbh banyak berteberan disana wkw. Di tumblr tempat paling aman rasanya :D untuk lari.
Hehehe
0 notes
ksatrialangit · 6 years ago
Text
Mudah Menikah (?)
Apakah menikah itu semudah engkau mempertanyakan kapan seseorang akan menikah? Prihatin sekaligus menertawakan kejombloannya?
Menikah itu tidak semudah engkau jatuh cinta pada seseorang lalu menuliskannya puisi, menyapanya lewat messenger setiap pagi, membawakan bunga atau benda-benda kesukaannya kemudian melancarkan aksi drama "Maukah kau jadi pacarku?", mengajaknya bermalam mingguan, dan ketika bosan cari-cari alasan untuk putus. Menikah tidak semudah itu. Ada tanggung jawab besar setelah ijab kabul terucap. Menikah tidak hanya tentang dirinya dan orang yang ia nikahi selayaknya engkau dengan pacarmu. Menikah itu juga tentang orang-orang di sekitarnya, tentang keluarganya, tentang keluarga orang yang ia nikahi, juga tentang Tuhannya yang menjadi saksi ketika ijab kabul terucap.
Menikah itu tidak semudah menyewa gedung besar dan menyediakan catering sebanyak-banyaknya. Ada perjuangan tanpa batas yang harus ia lalui, baik sebelum menikah maupun setelah menikah. Menikah itu tidak semudah mencibirnya yang hanya duduk diam sendiri dan kemana-mana selalu sendiri seolah ia tidak berjuang sama sekali. Mungkin kamu yang tidak pernah tahu bahwa di dalam diamnya, di dalam kesendiriannya, di belakangmu, ia berjuang mati-matian untuk meyakinkan orang tuanya, meyakinkan keluarganya, meyakinkan orang yang ingin ia nikahi, meyakinkan orang tua juga keluarga orang yang ingin ia nikahi, bahkan meyakinkan dirinya sendiri apakah ia memang sudah pantas untuk menikah. Ia juga harus "meyakinkan" Tuhannya dalam tiap doanya bahwa ia pantas untuk menikah, meyakinkan ayahnya bahwa ia sudah bisa mandiri, meyakinkan ibunya yang sudah melahirkan dan mengasuhnya sejak kecil bahwa ia sudah dewasa. Bentuk perjuangan itu lebih kompleks daripada susunan kata di dalam tulisan ini. Hanya karena ia tidak pernah update status di Facebook, update RU di BBM, ngtweet di Twitter, atau posting foto di Instagram tentang perjuangannya itu, bukan berarti ia tidak pernah berjuang. Perjuangannya tidak selelah kamu membaca paragraf panjang ini. Ada tangis yang terpendam di sana. Ada senyum yang dipaksa saat ia harus menanggapi entah candaan, entah sindiran, entah cibiran dari orang-orang di sekitarnya, bahkan mungkin juga kamu, hanya agar tidak merusak suasana. Jadi percayalah, dia sudah berjuang melebihi bayanganmu.
Menikah itu tidak semudah mencari teman jalan, teman curhat, teman berbagi keluh kesah, tidak semudah itu. Ada para penerus yang harus dijaga, dijamin masa depannya. Menikah itu tidak sesederhana mata yang melihat sesosok manusia anggun lalu memujinya mati-matian. Ada manusia-manusia baru yang akan lahir dari pernikahan itu yang harus dianggunkan melebihi keanggunan sosok manusia yang mungkin sekedar lalu dihadapanmu. Bukan parasnya, melainkan perangainya, akhlaknya, ilmunya, agamanya. Bisakah itu semua terjaga jika kau hanya sesuka hati mengarahkannya ke manusia yang hanya anggun di paras, tak tahu di hati?
Jadi, berhentilah bertanya, mencibir, memperolok ia yang hingga hari ini belum menikah. Ketahuilah, keinginannya untuk menikah jauh lebih besar dibandingkan keinginanmu melihatnya duduk seharian di pelaminan. Mulailah membantu perjuangannya karena medan juang yang harus ia hadapi lebih luas dibandingkan medan perang dunia 1 dan 2. Medan juangnya tidak hanya terhampar di atas bumi, tapi juga ke dalam hati bahkan langit ketujuh. Sesungguhnya itu lebih mulia dibandingkan sibuk bertanya-tanya kapan ia akan menikah. Kalau pun kamu tidak mampu, maka diamlah. Sebut namanya dalam tiap doamu. Bantu "rayu" Tuhannya agar memudahkan jalannya menuju pernikahan dan membantunya menghadapi semua tantangan setelah pernikahan.
Menikah tidak semudah pertanyaan-pertanyaanmu, tapi menikah lebih agung dibandingkan pertanyaan-pertanyaan itu.
0 notes
infoair · 7 years ago
Link
Habiburokhman Dibully Warganet Gara-gara Masalah Ini : Politisi Gerindra, Habiburokhman beberapa waktu yang lalu sempat ngtweet soal banjir di Jakarta. Katanya, banjir hanya... @jitunews: JITU NEWS Indonesia - Berita Nasional, Politik, Peristiwa, Pangan, Energi, Air, Dan Gaya Hidup
0 notes
atadite · 7 years ago
Link
Habiburokhman Dibully Warganet Gara-gara Masalah Ini: Politisi Gerindra, Habiburokhman beberapa waktu yang lalu sempat ngtweet soal banjir di Jakarta. Katanya, banjir hanya... http://www.jitunews.com/read/74479/habiburokhman-dibully-warganet-gara-gara-masalah-ini @jitunews JITU NEWS Indonesia - Berita Nasional, Politik, Peristiwa, Pangan, Energi, Air, Dan Gaya Hidup #Jitunews #Pertanian #Energi #Air
0 notes
javascriptlastnews · 7 years ago
Text
After almost three years of (infrequent) development, ngTweet finally hit 1.0.0! #angularjs @TwitterDev https://t.co/GsUtvTWfhH #blog
— JavaScript Facts (@mentallion) January 29, 2018
0 notes
alakusuma-blog · 8 years ago
Photo
Tumblr media
Wahai hati, jangan pernah patah ya. Saat apa yang kamu suarakan Saat apa yang kamu inginkan Saat apa yang kamu berikan Berakhir hanya sampai pintu terdepan, sekalipun kamu sangat ingin masuk kedalam. Jika satu pintu tertutup, akan ada lebih dari satu pintu yang terbuka. Percayakan padaNya. Tenang saja, jangan patah (lagi) ya! Tersenyumlah. Penolakan adalah hal biasa yang bukan cuma kamu yang mengalaminya. Coba lagi, usaha lagi, perjuangkan lagi. Sampai akhirnya Dia memberikan kenyataan yang benar benar kamu butuhkan, lebih sekedar dari yang kamu inginkan. . . . #mariberkisah #yuknulisyuk #patah #broke #tentangpatah #suratkabar #koran #pekat #satubait #tuips #ngtweet (di Merkurius)
0 notes
vergicrush · 7 years ago
Quote
Ngtweet soal kegelapan mendadak inget Edna St. Vincent, dia bilang "Into the darkness they go, the wise and the lovely" yang berarti tahu dadakan digoreng garing itu tidak ada di malam hari.
http://ifttt.com/missing_link?1517153531
0 notes
vergi-crush · 7 years ago
Quote
Ngtweet soal kegelapan mendadak inget Edna St. Vincent, dia bilang "Into the darkness they go, the wise and the lovely" yang berarti tahu dadakan digoreng garing itu tidak ada di malam hari.
http://twitter.com/vergicrush
0 notes
infopangan · 7 years ago
Link
Tweet Kocak Mahfud MD Sindir Novanto? Guru Besar FH-UII Yogya yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013 'ngtweet' perihal badai dahlia dan juga... Update: JITU NEWS Indonesia - Berita Nasional, Politik, Peristiwa, Pangan, Energi, Air, Dan Gaya Hidup
0 notes
datyradiah-blog · 8 years ago
Text
Hiks, Ternyata Nggak Beneran (Part 1)
Tumblr media
Keributan dan kerumitan ini bermula ketika si Deta pulang dari taman yang tak jauh dari tempat kami tinggal. Katanya, dia bertemu dengan salah satu idola kampus kami. Evan namanya. Namanya idola, yang pertama kali yang menjadi perhatian pastilah wajahnya yang tampan. Termasuk si Evan ini. Tapi Evan sedikit berbeda, selain tampan juga terkenal akan kepintarannya.
“Bela, Yash. Come here!“ “Hurry..!��� Aku mendengar teriakan dari ruang tengah yang juga merupakan ruang belajar kami.
“Cepat..! Sekali lagi aku mendengar teriakan Deta.
Dari dapur aku bisa melihat Bela keluar dari kamar dengan rambut berantakan sambil mengucek mata. Sepertinya dia capek sekali setelah seharian menemani aku mencari peralatan buat praktek besok. Merasa bersalah.
“Ada apa sih, Det? Tanya bela sambil masih mengucek-ngucek matanya.
Aku juga berjalan keruang tengah, penasaran ada apa sampai Deta harus berteriak kencang. Tapi tak heran, Deta selalu berekspresi berlebih ketika ada sesuatu. Apapun itu, bahkan ketika ketemu kecoa di kamar mandi saja. Dia bisa membuat tetangga sebelah sampai protes. Karena terbangun dengan teriakannya.
“Iya, ada apa sih. Det? Bikin kaget saja.” Aku menggerutu setelah sampai di ruang tengah.
“Liat-liat, Sini.” Deta berdiri menarik Bela untuk melihat ke layar laptop yang berada di atas meja ruang tamu.
Setengah diseret, Bela menurut saja, akupun yang dari tadi penasaran ikut-ikut melongokkan wajah ke layar laptopnya si Deta.
“Twitter? Aku melihat akun twitter Deta terbuka disana, tak terlalu memperhatikan apa yang tertulis disana. Deta mengangguk.
“Iya, coba kalian liat. Siapa yang sudah ngtweet di dinding akun gue? Mata Deta berbinar-binar. Memutar Laptopnya tepat mengarah ke aku dan Bela.
Setelah memperhatikan, aku barus sadar, ternyata ada nama Evan di sana, dan dia yang menulis ucapan “Hai Deta, ini aku Evan yang tadi minta akun twitter kamu”. Follow back ya.”
“Trus apa istimewanya? Aku menatap ke arah Bela dan Deta. “Aku juga sering kok diajak kenalan atau di tweet orang lain di dinding, biasanya aja.” Celetukku sepele.
“Ya ampuun Yash! Ini Evan, kamu tau Evan kan? Tanya Deta dengan wajah super duper sumringah.
Aku mengangguk tau.
Aku tau sekali siapa Evan, tapi bukan Evan Dimas yang pemain bola itu. Ini orang katanya ketampanannya itu sebelas dua belas dengan bintang korea. Selain itu dia ramah sekali dengan para juniornya. Tak hanya itu, Evan juga terkenal dengan kepintarannya, trus dari keluarga kaya lagi. Perfect lah pokoknya. Tapi bagi aku biasa aja. Gak ada yang istimewa. Aku sudah terbiasa didekati cowok-cowok sejenis Evan. Bahkan lebih, bukannya aku bermaksud sombong, tapi itu memang kenyataan.
Kalau dipikir-pikir siapa sih yang tak jatuh cinta dengan si Evan. Tapi jujur aku biasa aja tuh, aku tau sekali karakter sejenis si Evan seperti apa. Dia hanya ramah saja dan selalu bersikap baik kesetiap orang.
Termasuk hal biasa ketika Evan minta akun social media orang lain. Apalagi teman-teman kuliah-kulianya di kampus. Hanya saja terkadang mereka-mereka saja yang menganggapnya berlebih dan merasa sok jadi orang yang istimewa. Yaa.. termasuk si Deta ini. Merasa iba.
Aku berbalik ke dapur, melanjutkan kegiatan mencuci piring yang sempat terabaikan karena teriakan Deta. Tinggal Bela yang masih dengan setia mendengarkan ceritanya Deta meskipun dengan sesekali aku melihat Bela menguap karena ngantuk.
“Tuh anak satu, benar-benar nggak peka.” Gerutu ku dalam hati.
***
Sudah satu minggu. Selalu Evan yang jadi topik utama ketika kami berkumpul. Entahlah, aku juga tidak terlalu mendengarkan. Hanya sesekali menanggapi, tersenyum atau sekedar menjawab oh. Sesekali kalau aku sedang kesal aku akan bilang.
“Kamu jangan berlebihan deh, Det. Yang dia tulis dia tweet hari ini kan belum tentu buat kamu.”
Deta menoleh.
“Maksud kamu?” Tanya Deta, sepertinya dia penasaran dengan perkataanku tadi. Aku cuma mengangkat bahu, malas harus bicara panjang lebar ke Deta. Bagaimana aku tidak kesal? Tweetan si Evan yang bilang “Hari ini aku berpapasan dengan satu sosok yang membuat jantungku berdegup.” Lha… kebetulan katanya hari ini Deta berpapasan dengan Evan tadi pas di kantin. Lha, kan yang berpapasan dengan Evan banyak, termasuk aku pas mau makan siang. Aku yakin cewek-cewek yang juga berpapasan dengan Evan. Namanya juga di kantin. Mereka saja yang terlalu ke geeran.
“Sumpah deh, ini membuat aku kesal. Apalagi salah satu sahabatku juga menjadi korban kegeeran. Semoga saja dia cepat tersadarkan.” Pikirku berharap dalam hati.
*** Membuat aksesori dari bahan manik-manik dan bahan-bahan flanel adalah salah satu kegiatan rutinku. Aku bisa membuat berbagai macam jenis kerajinan tangan. Aku suka melakukannya setelah pulang dari kampus. Selain bisa menambah pemasukan, juga merupakan bagian dari hobby yang bisa menghasilkan uang. Selain itu aku juga selalu memposting di twitter, Instagram dan dihampir semua social media yang aku punya. Biasanya mereka-mereka yang tertarik akan mengirimkan pesan untuk dibuatkan. Penjualankupun sudah cukup lumayan banyak. Dari hasil penjualan tersebut aku tidak perlu lagi meminta uang ke orang tua kalau hanya buat sekedar jalan-jalan dan beli baju baru.
Kata teman-teman yang lain aku sedikit berbeda dengan kedua sahabatku ini. Memang, aku sendiri sadar akan hal itu. Aku tak seperti Bela dan Deta yang selalu berapi-api ketika bercerita soal makhluk yang bernama laki-laki. Sejak dulu aku tak pernah mau menjalin hubungan dengan laki-laki dan Bela juga Deta tau sekali soal itu. Aku selalu bilang, aku nggak mau pacar-pacaran dulu. Kalo mau, aku nikah aja langsung. Begitu.
Hari ini kami tidak masak untuk makan malam. Kelelahan, juga karena jadwal kuliah sampai jam lima sore, itu artinya kami akan sampai kerumah sangat-sangat sore sekali dan itu artinya juga malam ini hanya ada dua pilihan, masak yang instant-instant yang tak sehat atau makan di luar saja. Karena ketika lapar diantara kami bertiga tak akan ada yang sudi untuk masuk ke dapur.
Akhirnya diputuskan makan diluar.
“Buruaan, Det…!” Aku memanggil Deta yang masih saja di kamar, aku tau pasti dia pasti lagi mau dandan. Sempat-sempatnya tuh anak.
“Iya.” Teria balasan dari kamar. Siapa lagi kalau bukan Deta.
“Tuh anak masih aja sempat-sempatnya masuk ke kamar buat dandan.” Aku mengerutu.
Bela tertawa melihatku menggerutu. “Sudah biasa, namanya juga Deta.” Jawabnya.
Bela cuma senyum-senyum melihat kami berdua bersungut-sungut ketika sudah bekumpul. Ya, diantara kami bertiga Bela adalah yang paling kalem dan lemah lembut. Berbeda dengan aku yang agak jutek dan Deta yang pecicilan.
Kami jalan kaki, karena memang tempat makan yang kami tuju tidak jauh. Hanya butuh lima menit untuk berjalan kesana. Dan setelah pulang biasanya kami akan duduk-duduk dulu di taman yang pastinya akan kami lewati ketika menuju warung makan tersebut.
Ternyata, selalu saja ada hal yang tak terduga terjadi, yang lagi-lagi dan pasti nantinya akan membuat aku kesal dan tingkat kejutekanku akan semankin naik tingkat setiap harinya.
Aku menyenggol Deta yang ternyata dari tadi sudah mulai senyum-senyum sendiri melihat siapa yang sedang masuk ke warung makan yang kami tuju.
“Evan.” Lirih suara Deta terdengar dikupingku. Tapi aku bisa mendengarnya dengarnya dengan jelas.
“Please, Det jangan lebay, Malu…! Bisikku sambil menendang kakinya. Sedangkan Bela hanya cekikikan kecil melihat Deta yang pecicilannya mulai kumat lagi.
Continue part 2
0 notes